Dibuat oleh :
Kelompok IV
Ahmad Rasul Warta (32117029)
A. Kharisma Ramadhan (32117037)
Firman Eko Putra (32117045)
2B D3 Teknik Listrik
Penyusun mengucapkan banyak puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga Makalah Mata Kuliah
Etika Profesi yang berjudul “PERAN IQ, EQ, SQ, CQ DAN AQ DALAM
segala daya upaya yang kami miliki, kami maksimalkan kemampuan kami untuk
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut
terlibat dalam penulisan Makalah ini. Makalah ini dibuat dengan tujuan
untuk melengkapi tugas-tugas Mata Kuliah Etika Profesi dengan harapan semoga
makalah yang telah kami buat ini dapat bermanfaat bagi kami dan para pembaca.
Penyusun menyadari Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, jadi
penyusun juga mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... I
BAB I (PENDAHULUAN)
BAB II (PEMBAHASAN)
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
posisinya secara tepat di dalam dinamika organisasi atau masyarakat,
termasuk memotivasi diri, berempati dan membina hubungan dengan orang
lain.
Jadi perpaduan antara EQ, IQ, dan SQ sangat penting dalam meniti karir
agar menjadi lebih baik. Disamping itu, kita juga perlu mengembangkan AQ
(Adversity Quotient) yang dapat mengajarkan kepada kita bagaimana
menjadikan tantangan bahkan ancaman menjadi peluang, jadi yang ideal
memang kita perlu menyeimbangkan antara EQ, IQ, SQ dan AQ. Oleh
karena itu, dalam makalah ini kami akan dikaji tentang peran EQ, IQ, SQ,
AQ danjuga CQ dalam perkembangan profesi yang sangat besar
pengaruhnya terhadap dunia kerja khususnya dalam efektifitas kerja.
1.3. Tujuan
Adapun tujuan utama dari penulisan makalah ini yaitu, sebagai berikut :
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
kecerdasan adalah kemampuan untuk mempengaruhi proses memilih yang
berprinsip pada kesamaan (similarities).
b. Menurut Gregory, kecerdasan adalah kemampuan atau keterampilan
untuk memecahkan masalah atau menciptakan produk yang berrnilai satu
atau lebih bangunan budaya tertentu.
c. Menurut Anita E. Woolfolk, kecerdasan adalah kemampuan untuk
belajar, keseluruhan pengetahuan yangdiperoleh dan kemampuan
beradaptasi dengan situasi baru atau lingkunagn pada umumnya.
d. Menurut H.H. Goddard (1946), kecerdasan adalah tingkat pengalaman
seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dan
mengantisipasi msalah yang akan datang.
e. Menurut KBBI V, kecerdasan adalah daya reaksi atau penyesuaian yang
cepat tepat, baik secara fisik maupun mental terhadap pengalaman baru,
membuat pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki siap untuk
dipakai apabila dihadapkan pada fakta atau kondisi baru.
4
3. Masalah mengandung tingkat kesulitan.
4. Keterangan pemecahannya dapat diterima.
5. Sering menggunakan abstraksi.
6. Bercirikan kecepatan.
7. Memerlukan pemusatan perhatian.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan (intellegen)
anataralain :
5
akibat, berpikir secara abstrak, menggunakan bahasa, memvisualisasikan
sesuatu dan memahami sesuatu. Intellegensi juga merupakan keseluruhan
kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara logis, terarah,
serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif (Marten Pali,
1993). IQ identik dengan kata rasional, logis, sistematis dan linear.
6
IQ pada umumnya mengukur kemampuan yang berkaitan dengan
pengetahuan praktis, daya ingat (memory), daya nalar (reasoning),
perbendaharaan kata, dan pemecahan masalah. Mitos ini dipatahkan oleh
Daniel Goleman yang memperkenalkan kecerdasan emosional atau disingkat
EQ (emotional quotient) dalam bukunya Working with Emotional
Intelligence (1990) dengan menunjukkan bukti empirik dari hasil
penelitiannya yang menunjukkan bahwa orang-orang yang IQnya tinggi tidak
terjamin hidupnya akan sukses. Sebaliknya orang yang memiliki EQ tinggi,
banyak yang menempati posisi kunci di dunia eksekutif. Asumsi ini diperkuat
oleh Danah Zohar, sarjana fisika dan filsafat di MIT (Massachussetts Institute
of Technology) yang memelopori munculnya kecerdasan spiritual atau
disingkat SQ (spiritual quotient) dalam bukunya Spiritual Intelligence – The
Ultimate Intelligence (2000).
7
pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan
secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual.
Pada tahun 1995an, berdasar berbagai hasil penelitian para pakar Psikologi
dan Neurologi, Daniel Goleman mempopulerkan konsep Kecerdasan
Emosional atau populer dengan singkatan EQ. Konsep ini menyatakan bahwa
kecerdasan emosional sama pentingnya dengan kecerdasan rasional atau
intelektual; bahkan dalam kehidupan sosial EQ bisa lebih berperan dibanding
IQ. Goleman mempopulerkan pendapat para pakar teori kecerdasan bahwa
ada aspek lain dalam diri manusia yang berinteraksi secara aktif dengan aspek
kecerdasan IQ dalam menentukan efektivitas penggunaan kecerdasan yang
konvensional tersebut. Ia menyebutnya dengan istilah kecerdasan emosional
dan mengkaitkannya dengan kemampuan untuk mengelola perasaan, yakni
kemampuan untuk mempersepsi situasi, bertindak sesuai dengan persepsi
tersebut, kemampuan untuk berempati, dan lain-lain. Jika kita tidak mampu
mengelola aspek rasa kita dengan baik, maka kita tidak akan mampu untuk
menggunakan aspek kecerdasan konvensional kita (IQ) secara efektif.
Penelitian tentang EQ dengan menggunakan instrumen BarOn EQ-i membagi
EQ ke dalam lima skala:
8
Sedangkan Aspek EQ (Salovely& Goldman) terbagi menjadi lima,
diantara lain sebagi berikut :
9
a. 90% prestasi kerja ditentukan oleh EQ
b. Pengetahuan dan teknis hanya berkontribusi 4%.
10
b. Danar Zohar dan Ian Marshall (2007:4) menarik kesimpulan sebagai
berikut: SQ merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan
persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk mendapatkan perilaku
dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan
untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna
dibandingkan dengan yang lain. SQ adalah landasan yang diperlukan
untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan, SQ merupakan
kecerdasan tertinggi kita. Kecerdasan spiritual sering disebut SQ (Spiritual
Quotient) (penemunya DANAH ZOHAR dan LAN MARSHALL,
LONDON, 2000) (Moh. Solihin, 2013:137). Kecerdasan spiritual ini
digunakan oleh manusia sebagai kemampuan untuk berhubungan dengan
sang penciptanya atau dengan tuhannya. Melibatkan kemampuan,
menghidupkan kebenaran yang paling dalam yang artinya iialah
mewujudkan hal yang terbaik untuk dan paling manusiawi dalam batin.
c. Paul Edwar dalam Moh Solihin (2013:138) SQ adalah bukti ilmiah. Ini
adalah benar ketika anda merasakan keamanan (SECURE), kedamaian
(PEACE), penuh cinta (LOVED), dan bahagia (HAPPY). Ketika
dibedakan dengan suatu kondisi dimana anda merasakan ketidak amanan,
ketidak bahagiaan, dan ketidak cintaan. Dan juga dijelaskan menurut
Victor frank seorang psikologi bahwa pencarian manusia akan makna
hidup merupakan motivasi utamanya dalam hidup ini. Kearifan spiritual;
adalah sikap hidup arif dan bijak secara spiritual, yang cenderung lebih
bermakna dan bijak, bisa menyikapi segala sesuatu secara lebih jernih dan
benar sesuai hati nurani kita, kecerdasan spiritual “SQ”
11
Moh Solihin (2013:138) Buku yang digunakan oleh peneliti untuk meneliti
titik tuhan ialah buku yang berjudul “Seratus Tokoh yang paling berpengaruh
dalam sejarah”. Dengan penulis Michael H. Hart Membuat peringkaat 6
teratas : 1) Nabi Muhammad SAW, 2) Isaac Newton, 3) Nabi Isa (Yesus),
4)Budha (Sidharta Ghautama), 5) Khong Hu Chu, 6) St Paul.
12
Memiliki Visi yang kuat
Moh Solihin (2013:140) visi adalah cara pandang sebagaimana
memandang sesuatu dengan visi yang benar. Dengan visi kita bisa
melihat bagaimana sesuatu dengan apa adanya, jernih dari sumber
cahaya kebenaran.
b. Mampu melihat kesatuan dalam keanekaragaman
Moh Solihin (2013:140) menyatakan bahwa para siswa menuntut
suasana belajar yang menyenangkan. Guru menginginkan semangat
dan hasil belajar yang optimal. Semua pihak berbeda tetapi sama-sama
menginginkan kebaikan.
c. Mampu memaknai semua kehidupan
Semua yang terjadi di alam raya ini ada maknanya. Semua
kejadianpada diri kita dan lingkungan ada hikmahnya, semua
diciptakan ada tujuannya. Dalam sakit, gatal, jatuh, kekurangan dan
penderitaan lainnya banyak pelajaran yang mempertajam kecerdasan
spiritual kita. Demikian juga ketika kita berhasil kita bersyukur dan
tidak lupa diri.
d. Mampu mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan pendengaran.
Banyak yang telah membuktikan bahwa semua orang yang sukses
dan kini besar telah melewati lika-liku dan ujian yang besar didalam
kehidupannya. Menurut J.J Reuseu dalam Moh Solihin (2013:140)
menjelaskan bahwa jika tubuh banyak berada didalam kemudahan dan
kesenanga, maka aspek jiwa akan rusak. Orang yang tidak mengalami
kesulitan atau sakit, jiwanya tidak tersentuh. Penderitaan dan
kesulitanlah yang menumbuhkan dan mengembangkan dimensi
spiritual.
13
2.2.4 CRETIVITY QUOTIENT (CQ)
Manusia yang menjadi lebih kreatif akan menjadi lebih terbuka pikirannya
terhadap imajinasinya, gagasannya sendiri maupun orang lain. Sekalipun
beberapa pengamat yang memiliki rasa humor merasa bahwa kebutuhan
manusia untuk menciptakan berasal dari keinginan untuk “hidup di luar
kemampuan mereka”, namun penelitian mengungkapkan bahwa manusia
berkreasi adalah karena adanya kebutuhan dasar, seperti : keamanan, cinta
dan penghargaan. Mereka juga termotivasi untuk berkreasi oleh
lingkungannya dan manfaat dari berkreasi seperti hidup yang lebih
14
menyenangkan, kepercayaan diri yang lebih besar, kegembiraan hidup dan
kemungkinan untuk menunjukkan kemampuan terbaik mereka.
1. Kuantitas gagasan.
2. Teknik brainstorming
3. Sinektik
4. Memfokuskan tujuan
15
ke arah tujuan yang dimaksud dan terjadilah proses auto sugesti ke dalam
diri maupun keluar.
16
2.2.5 ADVERSITY QUOTIENT (AQ)
a. Control (C)
17
control akan berpikir bahwa pasti ada yang bisa dilakukan, selalu ada
cara menghadapi kesulitan dan tidak merasa putus asa saat berada
dalam situasi sulit.
Dimensi ini mempertanyakan dua hal, yaitu apa atau siapa yang
menjadi penyebab dari suatu kesulitan dan sampai sejauh manakah
seseorang mampu menghadapi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh
situasi sulit tersebut.
Origin
Dimensi ini mempertanyakan siapa atau apa yang menimbulkan
kesulitan. Dimensi ini berkaitan dengan rasa bersalah. Individu yang
memiliki kecerdasan adversitas tinggi menganggap sumber-sumber
kesulitan itu berasal dari orang lain atau dari luar. Individu yang
memiliki tingkat origin yang lebih tinggi akan berpikir bahwa ia
merasa saat ini bukan waktu yang tepat, setiap orang akan
mengalami masa-masa yang sulit, atau tidak ada yang dapat
menduga datangnya kesulitan.
Ownership
Dimensi ini mempertanyakan sejauh mana individu bersedia
mengakui akibat yang ditimbulkan dari situasi yang sulit. Individu
yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi mampu bertanggung
jawab dan menghadapi situasi sulit tanpa menghiraukan
penyebabnya serta tidak akan menyalahkan orang lain.
c. Reach (R)
18
dan tantangan yang mereka alami, tidak membiarkannya
mempengaruhi keadaan pekerjaan dan kehidupan mereka.
d. Endurance (E)
2. Tipe-tipe Individu
19
kerja, campers masih menunjukkan sejumlah inisiatif, sedikit semangat,
dan beberapa usaha.
c. Individu yang mendaki (climbers)
20
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Adversitas
Stoltz menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kecerdasan adversitas antara lain:
1) Bakat
2) Kemauan
3) Kecerdasan
4) Kesehatan
5) Karakteristik kepribadian
6) Genetika
21
7) Pendidikan
8) Keyakinan
a. Kepribadian
Orang yang mampu beradaptasi dengan keadaan yang sulit
adalah orang yang adaptable. Mereka berusaha untuk melihat
suatu masalah dari berbagai sisi.
b. Keluarga
Orang yang mampu beradaptasi dengan keadaan yang sulit
memiliki hubungan yang baik dengan salah satu atau kedua
orangtua yang mendukungnya.
c. Kemampuan untuk belajar dari pengalaman (learning experience)
Orang yang mampu beradaptasi dengan keadaan sulit
berpengalaman dalam memecahkan masalah – masalah sosial.
Mereka menghadapi perubahan yang terjadi pada diri mereka,
mencari solusi, dan belajar bahwa mereka memiliki keahlian
untuk mengendalikan semua hal - hal buruk yang menimpa
mereka.
22
2.3 Korelasi dan Peranan Kecerdasan terhadap Profesionalisme Tenaga
Kerja dalam berbagai Profesi
Oleh karena itu, agar mempunyai kinerja yang baik, seseorang harus
mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengerjakan serta mengetahui
pekerjaannya. Kinerja individu dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian
antara pekerjaan dan kemampuan. Kinerja individu dipengaruhi oleh
kepuasan kerja. Kepuasan kerja itu sendiri adalah perasaan individu terhadap
pekerjaannya. Perasaan ini berupa suatu hasil penilaian mengenai seberapa
jauh pekerjaannya secara keseluruhan mampu memuaskan kebutuhannya.
23
kelompok diberi pelatihan mengenai satu bentuk kompetensi EQ, seperti
manajemen-diri dan ketrampilan sosial; sebagai kontrol adalah satu
kelompok yang terdiri atas orang-orang ber-IQ tinggi. Ketika dilakukan
evaluasi nilai-tambah ekonomi yang diberikan kompetensi EQ dan IQ,
hasilnya sangat mencengangkan. Kelompok dengan ketrampilan sosial tinggi
menghasilkan skor peningkatan laba 110%, sementara yang dibekali
manajemen-diri mencatat peningkatan laba 390%, peningkatan $ 1.465.000
per tahun. Sebaliknya, kelompok dengan kemampuan kognitif dan analitik
tinggi, yang mencerminkan IQ, hanya menambah laba 50%; artinya, IQ
memang meningkatkan kinerja, tapi secara terbatas karena hanya merupakan
kemampuan ambang. Kompetensi berbasis EQ jelas jauh lebih mendorong
kinerja.
24
emosional. Bagi seorang manajer keterpaduan antara Kecerdasan Intelektual
(IQ) dan Kecerdasan Emosional (EQ) mutlak diperlukan.
Akan tetapi, Kecerdasan Spiritual (SQ) yang dikenalkan oleh Danah Zohar
dan Ian Marshal belum menyentuh aspek ketuhanan dalam kaitannya dengan
nilai-nilai agama. Aktivitas spiritual tersebut dapat juga dilakukan oleh
seorang Atheis dalam bentuk kontemplasi atau perenungan tentang makna
hidup atau sering juga disebut meditasi. Pada tahun 2001, Ary Ginanjar
Agustian memberikan sentuhan spiritualitas Islam pada IQ, EQ, dan SQ
dalam bukunya, “Rahasia sukses membangun kecerdasan emosi dan spiritual
berdasarkan 6 rukun Iman dan 5 rukun Islam”. Ary Ginanjar Agustian
menyatakan bahwa Kecerdasan Intelektual (IQ) baru sebagai syarat perlu
25
tetapi tidak cukup untuk meraih kesuksesan. Sementara Kecerdasan
Emosional (EQ) yang dipahami hanya sebatas hubungan antar manusia.
Sementara Kecerdasan Spiritual (SQ) sering dipahami sebagai sikap
menghindar dari kehidupan dunia. Hal ini mengakibatkan lahirnya manusia
yang berorientasi pada dunia dan di sisi lain ada manusia yang lari dari
permasalahan dunia untuk menemukan kehidupan yang damai. Dalam Islam
kehidupan dunia dan akhirat harus terintegrasi dalam pikiran, sikap dan
perilaku seorang muslim.
Selain itu adanya kecerdasan kreativitas erat kaitannya dengan kecerdasan
intelektual. Dimana kreativitas biasanya berasal dari hal-hal abstrak yang
disusun secara sistematis hingga membentuk suatu yang bernilai lebih. Jadi,
keceradan kreativitas menurut kami lebih kepada kecerdasan intelektual.
Akan tetapi, kecerdasan ini memiliki nilai lebih dibanding nilai intelektual itu
sendiri. Biasanya kecerdasan intelektual memiliki sumber yang telah ada dan
ilmiah, sedangkan kreativitas bisa berasal dari sesuatu yang belum ada
menjadi sesuatu yang ada dan memiliki gebrakan baru pada bidang tertentu.
Adapun kecerdasan adversitas erat kaitannya dengan kecerdasan
emosional mapupun kecerdasan spiritual. Menurut beberapa ahli, kecerdasan
adversitas erat kaitannya dengan semangat memecahkan masalah. Olehnya
itu, dalam proses pemecahan dibutuhkan kontrol emosi yang baik serta
dengan menggunakan metode pendekatan kepada sang pencipta. Hal ini
menjadi penting, sebab ketika dihadapkan dengan masalah, cara
menghadapinya akan berpengaruh pada hasil kinerja seseorang. Ketika
seseorang mampu mengontrol emosi, maka dia akan mampu memotivasi
dirinya agar bisa keluar dari peliknya permasalahan. Sebagai manusia yang
penuh kekurangan tetntunya ketika jalan itu telah berusaha kita cari namun
belum kita dapatkan, maka kecerdasan spiritual harus dioptimalkan. Didalam
berbagai agama kita diarhakan untuk instropeksi diri dan menyerahkan
urusan kepada sang pencipta agar diberi jalan keluar yang terbaik dari suatu
permasalahan.
26
Kecerdasan seseorang dinilai tak hanya dilihat dari intellectual quotient
(IQ), tetapi juga harus ada keseimbangan dengan emotional quotient (EQ),
dan spiritual quotient (SQ). IQ yang tinggi bukanlah penentu kesuksesan.
Menurut penelitian orang yang ber-IQ tinggi cenderung mengalami kesulitan
dalam bergaul, berinteraksi, mengembangkan diri dan bersikap baik. Oleh
karena itu, IQ tinggi harus dibarengi dengan EQ yang tinggi. Dengan EQ kita
justru akan mendalami kecerdasan intelektual kita dalam berbuat dan
berperilaku. Beberapa pakar kecerdasan menemukan tiga tingkatan alam
dalam otak manusia, yaitu alam sadar (IQ), alam pra sadar (EQ) dan sebuah
unsur terdalam otak yang biasa disebut God Spot yaitu sebuah titik terang
yang berada di alam bawah sadar manusia (SQ).
27
untuk mencapai hasil tersebut juga diperhatikan. Kinerja dapat berupa produk
akhir (barang/jasa) atau berbentuk perilaku, kecakapan, kompetensi, sarana
dan keretampilan spesifik yang mendukung pencapaian organisasi. Nilai-nilai
AQ menjadi pelengkap dari keseluruhan aspek. Dengan AQ yang tinggi,
pemimpin akan mampu menghadapi rintangan atau halangan yang
menghadang dalam mencapai tujuan. Ada empat dimensi dalam AQ, antara
lain: dimensi control, origin and ownership, reach dan endurance. Dimensi
control terikait dengan EQ yakni sejauh mana seseorang mampu mengelola
kesulitan yang akan datang. Dimensi kedua tentang origin sangat terkait
dengan SQ yakni berasal dari dirinya, atau sejauhmana seseorang
menyalahkan dirinya ketika ia mendapati bahwa kesalahan tersebut berasal
dari dirinya, atau sejauhmana seseorang menyalahkan orang lain atau
lingkungan yang menjadi sumber kesulitan atau kegagalannya. Dan yang
lebih penting adalah sejauhmana kesediaan untuk bertanggung jawab atas
kesalahan atau kegagalan tersebut (dimensi ownership).
Analisis SWOT merupakan suatu teknik yang dapat digunakan untuk
menelaah tingkat keberhasilan pencapaian cita-cita/karier. Adapun arti kata
dari SWOT adalah, sebagai berikut :
a. “S” Strenght (Kekuatan), adalah sebuah potensi yang ada pada diri
sendiri yang mendukung cita-cita / karier.
b. “W” Weakness (Kelemahan), adalah seluruh kekurangan yang ada
pada diri sendiri dan kurang mendukung cita-cita/ karier.
c. “O” Opportunity, (Peluang), adalah segala sesuatu yang dapat
menunjang keberhasilan cita-cita/karier.
d. “T” Traits (Ancaman), adalah segala sesuatu yang dapat menggagalkan
rencana cita- cita/karier yang berasal dari diri sendiri atau lingkungan.
28
Adapun langkah-langkah yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan
yang tepat, antara lain :
a. Keputusan Spiritual
b. Masalah Kebebasan
c. Keputusan Memilih
d. Timbul Emosional
e. Keputusan Persepsi
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
30
DAFTAR PUSTAKA
Amalina, Lina Nur. 2018. Makalah Peran IQ, EQ, SQ, CQ, AQ dalam
Pengembangan Profesi Guru.
https://linanalbio.blogspot.com/2018/03/makalah-peran-iq-eq-sq-cq-aq-
dalam.html Diakses pada hari Jumat, 05 April 2019 pukul 15.53 Wita.
31