Anda di halaman 1dari 16

PEMIKIRAN DAN APLIKASI ESQ

DALAM KONTEKS PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM

Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Dosen Pengampu : Dr. Zainal Abidin, M.Ag.

Disusun Oleh :

Saiful Mufid
2071010032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji Sykur kehadirat Allah. SWT, Atas Segala Limpahan rahmat,


taufik, serta hidayah dan inayahnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyususnan makalah yang berjdudul “Pemikiran dan
Aplikasi ESQ Dalam Konteks Pengembangan Pendidikan Islam”. Tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Filsafat Pendidikan Islam”. Disamping itu penulis harap semoga isi
dari makalah yang dibuat ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya para
pembaca serta dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang
yang kami kaji didalamnya.
Dalam penyusunan makalah ini pastinya tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, untuk itu kami ucapkan terimakasih kepada Dr. Zainal
Abidin, M.Ag. selaku dosen pengampu mata kuliah ini. Penulis menyadari
masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini,
akrena keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu,
penulis mohon kritik dan saran yang bersifat membangun agar dapat
memperbaiki makalh-makalah selanjutnya.

Metro, 1 Mei 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER......................................................................................................................i

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTARA ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................1

C. Tujuan Penulisan...........................................................................................1

BAB II ISI.................................................................................................................2

1. Makna Merdeka Belajar................................................................................2

2. Dasar Hukum dan Program Merdeka Belajar...............................................4

3. Merdeka Belajar dalam Perspektif Islam......................................................8

BAB III PENUTUP..................................................................................................11

A. Keimpulan....................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari kita tidak dapat

lepas dari interaksi sosial, oleh karena itu kita harus dapat menyikapi hal

tersebut dengan tindakan-tindakan positif. Manusia sebagai peserta didik

sudah seharusnya ditempatkan sebagai suatu pribadi yang utuh, yakni

manusia sebagai kesatuan sifat makhluk individu dan sosial yang memiliki

tingkat IQ, EQ dan SQ yang berbeda antara manusia yang satu dengan

yang lainnya. Serta sebagai makhluk Tuhan yang harus menempatkan

hidupnya di dunia sebagai persiapan kehidupan akherat, dengan

menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.

Pendidikan yang berhubungan dengan tingkat IQ, EQ, dan SQ

seseorang adalah suatu upaya dalam membentuk suatu lingkungan untuk

seseorang yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi yang

dimilikinya dan akan membawa perubahan yang diinginkan ke arah yang

lebih baik dalam kebiasaan dan sikapnya.

Perlu diakui bahwa IQ, EQ dan SQ adalah perangkat yang bekerja

dalam satu kesatuan sistem yang saling terkait (interconnected) di dalam

diri kita, sehingga tak mungkin juga kita pisah-pisahkan fungsinya.

Berhubungan dengan orang lain tetap membutuhkan otak dan keyakinan

sama halnya dengan keyakinan yang tetap membutuhkan otak dan

perasaan. Seperti kata Thomas Jefferson atau Anthony Robbins, meskipun

1
keputusan yang dibuat harus berdasarkan pengetahuan dan keyakinan

sekuat batu karang, tetapi dalam pelaksanaannya, perlu dijalankan se-

fleksibel orang berenang.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian IQ, EQ, dan SQ?

2. Bagaimana hubungan IQ, EQ, dan SQ dalam PAI?

3. Bagaimana aplikasi IQ, EQ, dan SQ dalam PAI?

C. Rumusan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian IQ, EQ, dan SQ?

2. Untuk mengetahui hubungan IQ, EQ, dan SQ dalam PAI?

3. Untuk mengetahui bagaimana aplikasi IQ, EQ, dan SQ dalam PAI?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian IQ, EQ, dan SQ

1. Pengertian IQ

IQ (Intelligence Quotient) adalah kemampuan atau kecerdasan yang

didapat dari hasil pengerjaan soal-soal atau kemampuan untuk

memecahkan sebuah pertanyaan dan selalu dikaitkan dengan hal akademik

seseorang.1

Banyak orang berpandangan bahwa IQ merupakan pokok dari

sebuah kecerdasan seseorang sehingga IQ dianggap menjadi tolak ukur

keberhasilan dan prestasi hidup seseorang. Padahal IQ hanyalah satu

“kemampuan dasar”. Kemampuan ini umumnya terbatas pada

keterampilan standar dalam melakukan suatu kegiatan dan tingkatnya

relatif tetap. IQ (Intellegence Quotient) / kecerdasan otak masih

berorientasi pada kebendaan. Intelligence Quotient atau yang biasa disebut

dengan IQ merupakan istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia

yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari

Perancis pada awal abad ke-20.

2. Pengertian EQ

EQ (Emotional Quotient) / kecerdasan emosi merupakan

kemampuan untuk mengelola emosi atau perasaan. Goleman

mengemukakan bahwa kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan

mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan


1
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 1992, hal., 3

3
memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik

pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. 2 EQ masih

berorientasi pada kebendaan. Tingkat EQ dapat meningkat sepanjang kita

masih hidup. Kecerdasan Emosional (EQ) justru lebih mungkin untuk

dipelajari dan dimodifikasi kapan saja dan oleh siapa saja yang

berkeinginan untuk meraih sukses atau prestasi hidup.

Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan untuk

“menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang lebih

positif. Seorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual dan

potensi emosionalnya berpeluang menjadi manusia-manusia utama dilihat

dari berbagai segi. Hubungan antara otak dan emosi mempunyai kaitan

yang sangat erat secara fungsional. Antara satu dengan lainnya saling

menentukan.

3. Pengertian SQ

SQ (spiritual quotient) menunjuk pada kondisi ‘pusat-diri’3

Kecerdasan spiritual ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa

sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan

dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini.

Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh

kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi terkapling-kapling

sedemikian rupa. Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan

jiwa. Orang yang ber-SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup


2
Danah Zohar dan Ian Marsal, Memanfaatkan Kecerdasan Spritual dalam Berfikir Integratif dan
Holistik Untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung: Mizan, 2002),
3
Danah Zohar & Ian Marshall: SQ the ultimate intelligence: 2001

4
dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan

penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia

mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan

yang positif. Mengenalkan SQ Pengetahuan dasar yang perlu dipahami

adalah SQ tidak mesti berhubungan dengan agama. Kecerdasan spiritual

(SQ) adalah kecerdasan jiwa yang dapat membantu seseorang membangun

dirinya secara utuh. Dalam Islam, orang yang cerdas adalah orang yang

mampu menundukkan pandangan hawa nafsunya. Hal ini merupakan

Sabda Rasulullah saw, seorang pendidik yang luar biasa cerdasnya yang

diriwayatkan oleh Tarmidzi.

B. Hubungan IQ, EQ, dan SQ

Menurut Stephen R. Covey, IQ adalah kecerdasan manusia yang

berhubungan dengan mentalitas, yaitu kecerdasan untuk menganalisis,

berfikir, menentukan kausalitas, berfikir abstak, bahasa, visualisasi, dan

memahami sesuatu.4 IQ adalah alat kita untuk melakukan sesuatu letaknya

di otak bagian korteks manusia. Kemampuan ini pada awalnya dipandang

sebagai penentu keberhasilan sesorang. Namun pada perkembangan

terakhir IQ tidak lagi digunakan sebagai acuan paling mendasar dalam

menentukan keberhasilan manusia. Karena membuat sempit paradigma

tentang keberhasilan, dan juga pemusatan pada konsep ini sebagai satu

satunya penentu keberhasilan individu dirasa kurang memuaskan karena

banyak kegagalan yang dialami oleh individu yang ber IQ tinggi.


4
Stephen R. Covey, The8th Habit, 75

5
Ketidak puasan terhadap konsepsi IQ sebagai konsep pusat dari

kecerdasan seseorang telah melahirkan konsepsi yang memerlukan riset

yang panjang serta mendalam. Daniel Goleman mengeluarkan konsepsi

EQ sebagai jawaban atas ketidak puasan manusia jika dirinya hanya

dipandang dalam struktur mentalitas saja. Konsep EQ memberikan ruang

terhadap dimensi lain dalam diri manusia yang unik yaitu emosional.

Disamping itu Goleman mempopulerkan pendapat para pakar teori

kecerdasan bahwa ada aspek lain dalam diri manusia yang berinteraksi

secara aktif dengan aspek kecerdasan IQ dalam menentukan efektivitas

penggunaan kecerdasan yang konvensional tersebut dalam Danah Zohar

dan Ian Marshal.

Komponen utama dari kecerdasan sosial ini adalah kesadaran diri,

motivasi pribadi, pengaturan diri, empati dan keahlian sosial. Letak dari

kecerdasan emosional ini adalah pada sistem limbik. EQ lebih pada rasa,

Jika kita tidak mampu mengelola aspek rasa kita dengan baik, maka kita

tidak akan mampu untuk menggunakan aspek kecerdasan konvensional

kita (IQ) secara efektif, karena IQ menentukan sukses hanya 20 persen dan

EQ 80 persen.

Kecerdasan spiritual mampu mengoptimalkan kerja kecerdasan

yang lain. Individu yang mempunyai kebermaknaan (SQ) yang tinggi,

mampu menyandarkan jiwa sepenuhnya berdasarkan makna yang ia

peroleh, dari sana ketenangan hati akan muncul. Jika hati telah tenang

6
(EQ) akan memberi sinyal untuk menurunkan kerja simpatis menjadi para

simpatis. Bila ia telah tenang karena aliran darah telah teratur maka

individu akan dapat berfikir secara optimal (IQ), sehingga ia lebih tepat

dalam mengambil keputusan. Manajemen diri untuk mengolah hati dan

potensi kamanusiaan tidak cukup hanya dengan IQ dan EQ, kecerdasan

spiritual adalah kecerdasan yang sangat berperan dalam diri manusia

sebagai pembimbing kecerdasan lain.5 Karena itu sesuai dengan pendapat

Covey diatas bahwa “SQ merupakan kunci utama kesadaran dan dapat

membimbing kecerdasan lainnya”.

Dengan kata lain, SQ adalah kecerdasan yang berperan sebagai

landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. 6

Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi dalam diri kita. Dari

pernyataan tersebut, jelas SQ saja tidak dapat menyelesaikan

permasalahan, karena diperlukan keseimbangan pula dari kecerdasan

emosi dan intelektualnya. Jadi seharusnya IQ, EQ dan SQ pada diri setiap

orang mampu secara proporsional bersinergi, menghasilkan kekuatan jiwa-

raga yang penuh keseimbangan. Dari pernyataan tersebut, dapat dilihat

sebuah model ESQ yang merupakan sebuah keseimbangan Body (Fisik),

Mind (Psikis) and Soul (Spiritual).

C. Aplikasi IQ, EQ, dan SQ dalam PAI

5
Zohardan Marshall, dalam Sukidi 2004

6
Donah Yohar dan Ian Marshall, SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual…, hal. 3

7
Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali dijumpai orang yang

sebenarnya memiliki kemampuan intelektual luar biasa namun gagal

karena rendahnya kecerdasan emosi yang dimiliki. Sebaliknya, sering juga

dijumpai orang yang memiliki kemampuan intelektual biasa saja namun

ternyata sukses dalam pekerjaan ataupun dalam hubungan masyarakat.

Dua keadaan tersebut tampaknya perlu dijadikan bahan renungan tentang

cara kita “membaca” kecerdasan. Hal ini menjadi penting karena selama

ini sistem pendidikan yang ada terlalu menekankan pentingnya nilai

akademik, kecerdasan otak (IQ) saja. Indikatornya adalah dalam

mekanisme pelaksanaan ujian, baik nasional maupun institusional, tolok

ukurnya adalah penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang

bersifat remembering dan recalling.

Jelas ini sangat ironis karena pada dasarnya salah satu kelemahan

pendidikan terletak pada aspek afektif. Banyaknya kasus negatif dalam

bidang afektif yang mewarnai dunia pendidikan seperti pelecehan seksual

yang dilakukan oknum guru terhadap murid, murid laki-laki terhadap

murid perempuan, tawuran pelajar, penyontekan, menurunnya rasa hormat

murid terhadap guru, narkoba, dan lain sebagainya merupakan deretan

panjang pelanggaran dalam bidang afekif.

Kondisi yang demikian ini mengindikasikan bahwa pendidikan

telah terjangkit penyakit klinis yang kronis. Oleh karena itu perlu ada

upaya praktis dari seluruh stakeholders dengan merubah paradigma

8
pendidikan yang intelektual sentris (kognitif) menuju paradigma

pendidikan yang mampu menyeimbangkan dan menyelaraskan dimensi

intelektual (kognitif), dimensi emosional (afektif) dan juga dimensi

spiritual. Keseimbangan ketiga dimensi tersebut diperlukan mengingat

dalam mengarungi kehidupan, seseorang tidak hanya cukup dengan bekal

cerdas secara intelektual, namun lemah dalam pengendalian emosi serta

hampa dalam urusan spiritual. Hal ini dikarenakan dalam berhubungan

dengan manusia, tidak hanya dibutuhkan orang yang cerdas secara IQ,

tetapi juga dibutuhkan orang yang cerdas secara emosi. Selain itu,

kesuksesan seseorang dalam kehidupan juga tidak hanya ditentukan oleh

seberapa tinggi IQ yang dimiliki, tetapi EQ juga sangat berperan dalam

segala sendi kehidupan. IQ hanya menyumbang kira-kira 20% bagi faktor-

faktor yang menentukan sukses dalam hidup, sedangkan 80% sisanya diisi

oleh kekuatan-kekuatan lain, termasuk kecerdasan emosi.

Contoh sederhana tentang IQ, EQ, dan SQ adalah sebagai berikut:

seorang siswa yang belajar dengan niat supaya menjadi pintar, adalah

motifasi intelektual yang bersumber dari IQ. Namun jika siswa itu

kemudian melanjutkan: setelah menjadi pintar, ia akan menggunakan

kepintarannya untuk menolong sesama manusia, ini adalah motifasi

emosional yang bersumber dari EQ. Sedangkan jika masih melanjutkan:

karena belajar dan bermanfaat bagi manusia adalah wujud pengabdiannya

kepada Alloh, maka inilah motifasi spiritual yang bersumber dari SQ.

Inilah esensi tertinggi dalam hidup. Bahwa semua kebaikan yang kita

9
lakukan harus di niatkan hanya untuk mencari ridho Alloh, supaya

amalan-amalan itu tidak hanya bermanfaat di dunia kita namun juga di

akhirat kita. jika IQ dan EQ hanya menjawab pertanyaan tentang apa yang

di fikirkan dan apa yang dirasakan, maka SQ ini menjawab pertanyaan

yang jauh lebih dalam lagi, yaitu “siapakah aku? Apa tujuan hidupku?”

Konteks permasalahan di sini adalah bagaimana mengupayakan

guru PAI menjadi kreatif di dalam mengajarkan materi. Paparan serta kiat-

kiat teknis mengenai IQ, EQ dan SQ, sebagaimana dipaparkan di muka,

kiranya dapat menjadi alternatif pendekatan dan metode pengajaran yang

mampu menyentuh seluruh ranah; kognitif, afektif dan psikomotor.

Dengan kata-lain, ini merupakan sebuah upaya untuk menjadikan

Pendidikan Agama Islam menjadi sebuah kesadaran yang utuh, lebih

bermakna dalam realitas kehidupan siswa, dan bukan sekedar doktrin yang

membelenggu.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. IQ adalah kemampuan atau kecerdasan yang didapat dari hasil

pengerjaan soal-soal atau kemampuan untuk memecahkan sebuah

pertanyaan dan selalu dikaitkan dengan hal akademik seseorang. EQ

adalah kemampuan untuk mengelola emosi atau perasaan. SQ adalah

kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal

diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna

yang ada di balik kenyataan apa adanya ini.

2. IQ, EQ dan SQ pada diri setiap orang sebaiknya mampu secara

proporsional bersinergi, menghasilkan kekuatan jiwa-raga yang penuh

keseimbangan. Dari pernyataan tersebut, dapat dilihat sebuah model

ESQ yang merupakan sebuah keseimbangan Body (Fisik), Mind

(Psikis) and Soul (Spiritual).

3. IQ, EQ dan SQ dalam PAI dapat diaplikasikan oleh pengajar atau guru

agar menjadi kreatif dalam mengajarkan materi dengan menyinggung

ranah konitif, afektif, dan psikomotor.

11
B. Saran dan Kritik

Demikian makalah yang kami buat. Apabila ada isi dari makalah

yang kurang baik dan benar, pemakalah mohon saran dan kritiknya dari

pembaca demi kesempurnan makalah kami. Karena pemakalah adalah

manusia biasa yang tak sempurna dan banyak salah.

12
DAFTAR PUSTAKA

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:

Bumi Aksara, 1992.

Danah Zohar dan Ian Marsal, Memanfaatkan Kecerdasan Spritual

dalam Berfikir Integratif dan Holistik Untuk Memaknai Kehidupan,

(Bandung: Mizan, 2002),

Danah Zohar & Ian Marshall: SQ the ultimate intelligence: 2001

Zohardan Marshall, dalam Sukidi 2004

13

Anda mungkin juga menyukai