Anda di halaman 1dari 35

KECERDASAN DALAM BERWIRAUSAHA

Dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kewirausahaan

Dosen Pengampu : Sutan Wirman, SE., M.Si.

Disusun oleh Kelompok 14 :

1. Nugroho Agung (1910631030120)


2. Raisa Hanifa Haq (1910631030127)
3. Ruditara (1910631030135)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Penyusunan makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Kewirausahaan tentang “Kecerdasan dalam
Berwirausaha”. Selain itu tujuan dari penyusunan makalah ini juga untuk
menambah wawasan tentang pengetahuan secara meluas.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini Sangat jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami
menerima kritik dan saran agar penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih
baik. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih dan semoga karya tulis ini
bermanfaat bagi para pembaca.

Karawang, 17 November 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 3
BAB II PEMABAHASAN...................................................................................... 4
2.1 Pengertian Kecerdasan dalam Berwirausaha................................................. 4
2.2 Kecerdasan Finansial ..................................................................................... 6
2.2.1 Pengertian Kecerdasan Finansial ............................................................ 6
2.2.2 Mengapa Kita perlu Menguasai Kecerdasan Finansial? ......................... 7
2.2.3 Tujuan Mempelajari Kecerdasan Finansial............................................. 8
2.2.4 Prinsip Dasar Kecerdasan Finansial........................................................ 8
2.3 Kecerdasan Adversitas .................................................................................. 9
2.3.1 Konsep Dasar Kecerdasan Adversitas .................................................... 9
2.3.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Adversitas ................ 13
2.3.3 Tingkatan dalam Kecerdasan Adversitas .............................................. 15
2.4 Kecerdasan Nalar......................................................................................... 16
2.4.1 Pengertian Kecerdasan Nalar ................................................................ 16
2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Nalar .................................... 17
2.4.3 Ciri-ciri Kecerdasan Nalar .................................................................... 18
2.5 Kecerdasan Emosional ................................................................................ 19
2.5.1 Pengertian Kecerdasan Emosional........................................................ 19
2.5.2 Faktor Kecerdasan Emosional .............................................................. 22
2.6 Kecerdasan Spiritual.................................................................................... 23
2.6.1 Pengertian Kecerdasan Spiritual ........................................................... 23
2.6.2 Ciri-ciri dan Aspek Kecerdasan Spiritual ............................................. 24
2.6.3 Indikator Kecerdasan Spiritual.............................................................. 25

ii
2.7 Jenis Kecerdasan Penunjang........................................................................ 27
BAB III PENUTUP............................................................................................... 30
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 30
3.2 Saran ............................................................................................................ 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 31

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keberhasilan hidup sesorang pada dasarnya tergantung pada kecerdasan
yang dimiliki. Kecerdasan tersebut terdiri dari kecerdasan emosional, kecerdasan
intelektual, dan kecerdasan spiritual.

Dalam mencapai keberhasilan tentu banyak hambatan-hambatan yang harus


dilewati, sehingga kecerdasan yang dimiliki tersebut dapat dioptimalkan. Namun
manusia bukanlah makhluk sempurna, seseorang yang cerdas secara intelektua l
belum tentu cerdas secara emosi dan spiritual. Pada dasarnya kecerdasan emosi
dapat membantu seseorang untuk mengatasi hambatan-hambatan yang ada dalam
keberhasilannya.

Individu yang memiliki kecerdasan otak atau memiliki gelar tinggi belum
tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Bahkan sering kali seseorang yang
berpendidikan formal lebih rendah malah lebih sering berhasil. Kebanyakan
program pendidikan hanya berpusat pada kecerdasan akal (IQ) saja, padahal yang
diperlukan sebenarnya adalah bagaimana mengembangkan kecerdasan hati, seperti
ketangguhan, inisiatif, optimisme, kemampuan beradaptasi yang kini telah menjadi
dasar penilaian baru. Saat ini begitu banyak orang berpendidikan dan tampak begitu
menjanjikan, namun kariernya terhambat atau lebih buruk lagi, tersingkir, akibat
rendahnya kecerdasan emosional mereka.

Pada awal abad kedua puluh, IQ digunakan untuk memecahkan masalah


logika maupun strategis. IQ pada saat itu sangatlah diagungkan keberadaanya
sebagai kunci sukses kehidupan seseorang. Akan tetapi IQ terbukti tidak selalu
menjamin kesuksesan seseorang.

Pada pertengahan 1990, penelitian Daniel Goleman menunjukan bahwa


kecerdasan emosional (EQ) sama pentingnya dengan IQ. EQ memberika n

1
2

kesadaran mengenai perasaan milik sendiri dan juga perasaan milik orang lain. EQ
memberikan rasa empati, cinta, motivasi, dan kemampuan menanggapi kesedihan
atau kegembiraan secara tepat. EQ merupakan persyaratan dasar dalam
menggunakan IQ secara efektif (Goleman, 2000:13).

Untuk mensinergikan EQ, diperlukan keseimbangan dalam menjalanka nya


yang dilandasi oleh kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual (SQ) adalah landasan
yang diperlukan untuk memfungsikan kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan
emosional (EQ) secara efektif. Sedang ESQ, kecerdasan spiritual adalah
kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan
kegiatan, serta mampu menyinergikan IQ, EQ, dan SQ secara komprehens i f.
Dengan mensinergikan antara rasionalitas dunia dengan kepentingan spiritua l,
maka kebahagiaan dan kedamaian akan tercapai secara maksimal serta menjadi aset
di dunia maupun di akhirat.

Kecerdasan lain sama pentingnya dengan tiga kecerdasan di atas, yaitu,


Financial Quotient (FQ). Istilah FQ mengacu pada kecerdasan seseorang
mengelola uangnya sehingga dia mencapai kemapanan finansial, pengelolaa n
kredit, dan anggaran belanja. Mereka dengan FQ yang baik akan memberika n
keputusan bijak mengenai keuangannya, baik di saat menghadapi krisis dan
menyusun rencana pensiun.

Kecerdasan selanjutnya yang tidak kalah penting yaitu Adversity Quotient


(AQ) adalah kemampuan seseorang saat menghadapi segala kesulitan. Beberapa
orang mencoba untuk tetap bertahan menghadapi kesulitan tersebut, sebagian orang
lainnya mudah takluk dan menyerah.

Kecerdasan-kecerasan ini memiliki sifat saling terkait dalam hal


berwirausaha (interconnected) sehingga tidak dapat dipisah-pisahkan fungsinya.
Oleh karena itu makalah ini akan membahas “Kecerdasan dalam Berwirausaha”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu kecerdasan dalam berwirausaha?
2. Apa itu kecerdasan finansial?
3

3. Apa itu kecerdasan adversitas?


4. Apa itu kecerdasan nalar?
5. Apa itu kecerdasan emosional?
6. Apa itu kecerdasan spiritual?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa itu kecerdasan dalam berwirausaha.
2. Mengetahui apa itu kecerdasan finansial.
3. Mengetahui apa itu kecerdasan adversitas.
4. Mengetahui apa itu kecerdasan nalar.
5. Mengetahui apa itu kecerdasan emosional.
6. Mengetahui apa itu kecerdasan spiritual.
BAB II
PEMABAHASAN

2.1 Pengertian Kecerdasan dalam Berwirausaha


Kecerdasan berasal dari kata cerdas yang berarti pintar dan cerdik, cepat
tanggap dalam menghadapi masalah dan cepat mengerti jika mendengar
keterangan. Kecerdasan adalah kesempurnaan perkembangan akal budi.
Kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah yang
dihadapi, dalam hal ini adalah masalah yang menuntut kemampuan pikiran.

Kecerdasan atau yang biasa disebut dengan inteligensi berasal dari bahasa
Latin “intelligence” yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain
(to organize, to relate, to bind together). Bagi para ahli yang meneliti, istila h
inteligensi memberikan bermacam-macam arti. Menurut mereka, kecerdasan
merupakan sebuah konsep yang bisa diamati tetapi menjadi hal yang paling sulit
untuk didefinisikan. Hal ini terjadi karena inteligensi tergantung pada konteks atau
lingkungannya.

Kecerdasan kewirausahaan (Entrepreneurial Quotient atau Entre-Q)


menunjukkan bagaimana seorang wirausahawan dapat mengendalika n
kehidupannya secara finansial, emosional, sosial dan spiritual baik di masa kini
maupun di masa depan. Menurut Muljani dan Nagel (2013), menjelaskan bahwa
kecerdasan wirausaha (entrepreneurial quotient) bukan sekedar keterampila n
membangun bisnis semata, tetapi lebih dari itu adalah sebuah pola pikir dan pola
tindak yang menghasilkan kreativitas dan inovasi yang bertujuan untuk senantiasa
memberikan nilai tambah dari setiap sumber daya yang di miliki seorang wirausaha.

Kecerdasan yang mendukung kecerdasan wirausaha yaitu kecerdasan


finansial, kecerdasan adversitas, kecerdasan nalar, kecerdasan emosional, dan
kecerdasan spiritual, itulah yang akan mendukung bagaimana seorang
wirausahawan mengatur usahanya guna memiliki kinerja yang tinggi.

4
5

Berdasarkan pengertian kecerdasan di atas, dapat disimpulkan bahwa


kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah yang
dihadapi, dalam hal ini adalah masalah yang menuntut kemampuan pikiran.

Pada umumnya, kecerdasan wirausaha terbagi menjadi 5 jenis, yaitu :

1. Kecerdasan Finansial (FQ), yang dipelopori oleh KIYOSAKI, yang


mengajarkan kita untuk membuat bagaimana caranya uang bekerja untuk kita.
Tidak selalu harus menggunakan uang untuk menghasilkan uang, oleh karena itu
dengan kecerdasan ini kita bisa mengatur bagaimana supaya uang bekerja untuk
kita.
2. Kecerdasan Adversitas (AQ), merupakan kemampuan bertahan, bahkan bisa
memperoleh keuntungan dalam kondisi yang buruk, sehingga seseorang yang
memliki kecerdasan ini bisa mengubah halangan menjadi peluang (selalu
berpikiran positif).
3. Kecerdasan Nalar (IQ) atau Kecerdasan Daya Pikir, seseorang sebagai
pusatnya dalam berpikir, dan daya pikir jalan hidup seseorang dapat berubah
dengan mengubah cara berpikir. Daya pikir merupakan sumber kreativitas,
bagaimana cara untuk membiasakan berpikir kritis, bagaimana membiasaka n
berpikir kreatif, bagaimana membiasakan berpikir sederhana, dan
apa/bagaimana berpikir positif itu? Sedangkan kelemahan dari IQ adalah kurang
peduli terhadap perasaan dan kurang percaya.
4. Kecerdasan Emosional (EQ), kecerdasan ini lebih menjamin kesuksesan di
masyarakat, karena berfokus pada emosi (wujud suara hati). Bisa mengetahui
apa yang tidak diketahui pikiran, sumber gairah, kasih sayang, dll. Terdapat 5
ranah penting dalam kecerdsan EQ ini, yaitu :
 Menyadari emosi diri.
 Mampu mengendalikan emosi (tidak tenggelam dalam kesedihan dan tidak
marah melewati batas).
 Mampu memotivasi diri.
 Mampu berempati (merasakan perasaaan orang lain).
 Mampu menjaga hubungan sosial (kecerdasan sosial).
6

5. Kecerdasan Spiritual (SQ), merupakan kecerdasan yang berhubungan antara


Tuhan dengan manusia.

2.2 Kecerdasan Finansial


2.2.1 Pengertian Kecerdasan Finansial
Kecerdasan finansial adalah kemampuan seseorang untuk mengelo la
sumber daya baik di dalam diri sendiri maupun di luar dirinya untuk
menghasilkan uang. Ketika baru lahir, kita sama sekali tidak bisa memenuhi
seluruh kebutuhan hidup. Makan, minum, pakaian, perawatan, tempat tingga l
dan semuanya disediakan oleh orang lain. Semua kebutuhan bisa dirupiahka n
bahkan makanan yang sudah siap di piring pun belum akan bermanfaat bagi
seorang bayi kecuali ada orang lain yang menyuapkannya. Tenaga untuk
menyuapi si bayi pun dapat diuangkan berupa gaji seorang baby sitter. Pendek
kata, semua bisa dinilai dengan uang. Misalkan seluruh kebutuhan seorang bayi
setelah diuangkan adalah Rp 1 juta perbulan. Karena si bayi sama sekali tidak
mampu untuk memenuhi Rp 1 juta, maka kemampuan si bayi untuk
menghasilkan uang atau segala sesuatu yang dapat dinilai dengan uang untuk
kebutuhan dirinya sendiri adalah nol. Dengan demikian, kecerdasan finansial si
bayi adalah nol yang diperoleh dari nilai rupiah yang bisa dihasilkan dengan jerih
payahnya sendiri dibagi dengan nilai rupiah dari seluruh kebutuhannya Rp 1 juta.
Semakin bertambah usia si bayi semakin mampu memenuhi berbagai
kebutuhannya. Pada suatu saat, ketika seluruh kebutuhannya dapat dipenuhi
dengan jerih payah sendiri, kecerdasan finansialnya menjadi satu.

Misalkan seorang pekerja mampu mendapatkan penghasilan Rp 3 juta per


bulan sementara seluruh kebutuhannya juga senilai Rp 3 juta perbulan, inila h
kecerdasan finansial atau FQ-nya adalah 3 juta dibagi 3 juta, atau senilai 1.
Mencapai FQ 1 adalah sebuah pertanda kedewasaan. Bagaima na
memperlakukan uang, bagaimana mengatur keuangan dan sikap tentang uang
itulah yang disebut sebagai kecerdasan finansial (Financial Quotient).
Sebenarnya dalam hal ini dilibatkan emosi terhadap uang. Uang itu netral, karena
uang hanya alat. Emosi yang menentukan tingkat kecerdasan manusia terhadap
7

uang. Lebih tepatnya adalah sudut pandang kita terhadap uang (Financial
Mindset) yang akan mempengaruhi hidup kita tentang uang tersebut.

2.2.2 Mengapa Kita perlu Menguasai Kecerdasan Finansial?


Seseorang memerlukan jasa seorang dokter sudah pasti karena ingin
mengetahui apa yang dialaminya (sakit apa?) atau hanya sekedar berkonsultas i
kesehatan. Apakah kita harus tergantung oleh dokter untuk mendapatkan
kesehatan? Tentunya tidak, kita bisa mempelajari bagaimana cara hidup sehat.
Misalnya dengan berolahraga, memakan makanan yang sehat, istirahat yang
cukup, dan mungkin mengkonsumsi supplement food. Ketika sakit baru kita
memerlukan jasa dokter.

Kecerdasan finansial yang dikuasai seseorang dapat mengatur dan membuat


perencanaan keuangan dengan bijaksana. Artinya kita menjadikan diri sendiri
sebagai perencana keuangan. Sama halnya ketika belajar tentang kesehatan, kita
dapat mengatur pola hidup sehat. Dan untuk sementara belum diperlukan jasa
dokter sampai kita memerlukannya. Tentunya dengan pengetahuan yang kita
miliki dapat diatur keuangan sesuai dengan kemampuan dan keinginan kita
sendiri. Namun ketika kita sudah tidak mampu, mungkin saja salah mengatur
atau terlibat masalah keuangan, maka diperlukan jasa konsultan keuangan
(financial planner). Namun, bukan berarti ketika memakai jasa konsultan
keuangan kita terlibat masalah keuangan. Belum tentu, mungkin kita hanya
berkonsultasi agar bisa lebih bijaksana dalam mengelola keuangan atau bisa
dicegah terjadinya masalah besar dalam keuangan. Jadi sebenarnya profesi
konsultan keuangan hampir sama dengan profesi seorang dokter. Kalau dokter
mencegah dan menyembuhkan penyakit fisik manusia. Kalau konsultan
keuangan adalah dokter keuangan anda, yang siap mengatasi masalah keuangan
anda.
8

2.2.3 Tujuan Mempelajari Kecerdasan Finansial


Sebenarnya apapun ilmunya pastilah ada manfaatnya seperti kecerdasan
finansial pasti mempunyai manfaat memberikan pengetahuan tentang bagimana
keuangan dapat diatur dengan benar. Dengan mempelajari kecerdasan finans ia l,
tujuannya agar kehidupan ekonomi kelak dapat teratur. Selain itu tujuannya
adalah mencegah terjadinya keadaan ekonomi yang defisit (besar pasak daripada
tiang). Mempelajari kecerdasan finansial dan mempraktekkannya, diharapkan
tujuan finansial seseorang dapat tercapai. Misalnya tujuan finansial jangka
panjangnya adalah pensiun sejahtera, maka dengan menguasai kecerdasan
finansial dan mau mempraktekkannya besar kemungkinan tujuannya dapat
tercapai. Semua tujuan finansial yang diinginkan pasti bisa tercapai asalkan
kuncinya adalah disiplin.

2.2.4 Prinsip Dasar Kecerdasan Finansial


Kecerdasan finansial dapat dimulai dengan mengajukan dua pertanyaan:
keputusan-keputusan keuangan apa saja yang selalu dilakukan dan mengapa
keputusan tersebut penting. Dua pertanyaan tersebut berkaitan dengan tugas
pengelola keuangan dalam hal menemukan cara untuk mendanai kegiatan bisnis
atau investasi, dan menemukan kegiatan bisnis atau investasi yang akan
menghasilkan keuntungan bagi dirinya atau perusahaan. Kegiatan pertama
melibatkan pendanaan aktif/mendapatkan uang/dana (active financial/raising
money) dan kegiatan kedua melibatkan pendanaan pasif/mengeluarkan atau
pengeluaran uang/dana (passive financing/spending money). Dalam konteks
kecerdasan finansial, istilah uang atau dana sama dengan kas (cash). Kecerdasan
finansial dapat merupakan aktivitas memutar kas agar menghasilkan nilai
(value). Semenjak kas merupakan sumber daya langka yang menjadi darah bagi
kegiatan bisnis, maka setiap keputusan keuangan harus ditujukan untuk
meningkatkan nilai. Rahasia kesuksesan seorang pengelola keuangan adalah
meningkatkan nilai, yang pada akhirnya meningkatkam kemakmuran. Dalam
kecerdasan finansial, harus selalu disadari bahwa tingkat inflasi akan selalu
menggerogoti nilai uang. Agar uang tidak berkurang nilainya, maka harus
9

diputar sedemikian rupa sehingga daya belinya tetap dapat menutupi peluang
berkurangnya nilai uang oleh inflasi. Salah satu cara untuk menjaga daya beli
adalah dengan menerapkan prinsip “belah kue”. Prinsip ini berkaitan erat konsep
nilai waktu dari uang dan prinsip penambahan nilai. Pada kenyataannya, seluruh
prinsip, konsep, atau metode pengelolaan keuangan ditujukan untuk
menegakkan prinsip penambahan nilai uang (the principle of value additivity).
Prinsip ini menyatakan bahwa nilai keseluruhan adalah sama dengan totalitas
nilai setiap bagian, atau nilai sistem adalah nilai total penambahan sub-sub
sistem. Prinsip ini adakalanya disebut sebagai hukum perlindungan nilai (the law
of the conservation of value). Nilai uang dilindungi dari inflasi. Prinsip ini
memandu untuk selalu berpikir positif tentang peluang selalu munculnya nilai
positif arus kas atau keuntungan dari masa depan atas suatu aktivitas bisnis yang
dilakukan. Dengan kata lain, selalu diasumsikan bahwa nilai yang mungkin
muncul selalu bertambah.

2.3 Kecerdasan Adversitas


2.3.1 Konsep Dasar Kecerdasan Adversitas
Adversity adalah kemampuan berpikir, mengelola, dan mengarahka n
tindakan yang membentuk suatu pola-pola tanggapan kognitif dan perilaku atas
stimulus peristiwa-peristiwa dalam kehidupan yang merupakan tantangan atau
kesulitan (Veronika, 2013:101). Adversity Intelligence atau sering juga dikenal
sebagai Adversity Quotient (AQ) adalah suatu konsep mengenai kualitas pribadi
yang dimiliki seseorang untuk menghadapi berbagai kesulitan dan dalam usaha
mencapai kesuksesan di berbagai bidang hidupnya (Paul G Stoltz, 2004:9).

Menurut Handaru, dkk (2015:157) adversity quotient dapat digambarkan


sebagai kemampuan seseorang dalam merespon hambatan dan selanjutnya
mampu memanfaatkannya menjadi peluang. Selanjutnya menurut Wisesa dan
Komang (2016:189) kecerdasan adversitas merupakan salah satu kecerdasan
yang dimiliki seseorang dalam mengatasi kesulitan dan merupakan sikap yang
menunjukkan kemampuan seseorang untuk bisa mengatasi segala kesulitan serta
hambatan saat seseorang mengalami kegagalan.
10

Stoltz (2004:9) mengemukakan bahwa kecerdasan adversitas mempunya i


tiga bentuk. Pertama kecerdasan adversitas adalah suatu kerangka kerja
konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi
kesuksesan. Kedua, kecerdasan adversitas adalah suatu ukuran untuk
mengetahui respon individu terhadap kesulitan. Terakhir yaitu kecerdasan
adversitas adalah serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk
memperbaiki respon inividu terhadap kesulitan yang akan berakibat
memperbaiki efektivitas pribadi dan profesional individu secara keseluruhan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasar adversitas


merupakan kemampuan seseorang dalam mengatasi segala hambatan maupun
tantangan yang dihadapinya, dan mampu merubahnya menjadi peluang. Siswa
diharapkan memiliki kecerdasan adversitas yang tinggi, agar siswa dapat
menghadapi kesulitan memiliki kemampuan untuk bertahan dalam berbagai
tantangan yang dihadapi.

Stolz (2004) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan


adversitas atau kecerdasan menghadapi rintangan diduga lebih siap menjala ni
profesi sebagai seorang wirausahawan karena mereka memiliki kemampuan
untuk membuat hambatan menjadi peluang. Individu yang memiliki kecerdasan
menghadapi rintangan memiliki kemampuan menangkap peluang usaha
(wirausaha) karena memiliki kemampuan menanggung risiko, orientasi pada
peluang, inisiatif, kreativitas, kemandirian, dan pengerahan sumber daya,
sehingga adversity quotient memiliki pengaruh terhadap keinginan berwirausaha
(Veronika, 2013:106).

Kecerdasan adversitas memiliki empat dimensi CO2RE, yaitu Control (C),


Origin & Ownership (O2), Reach (R), dan Endurance (E) (Tjiharjad i,
2012:165).

1. Kendali (Control)

Dimensi ini ditunjukkan untuk mengetahui seberapa banyak kendali yang


dapat kita rasakan terhadap suatu peristiwa yang menimbulkan kesulitan. Hal
11

yang terpenting dari dimensi ini adalah sejauh mana individu dapat merasakan
bahwa kendali tersebut berperan dalam peristiwa yang menimbulkan kesulitan
seperti mampu mengendalikan situasi tertentu dan sebagainya. Kemampuan
individu dalam mempengaruhi secara positif suatu situasi, serta mampu
mengendalikan respon terhadap situasi, dengan pemahaman awal bahwa sesuatu
apapun dalam situasi apapun individu dapat melakukannya. Dimensi ini
memiliki dua fase yaitu pertama, sejauh mana seseorang mampu mempengar uhi
secara positif suatu situasi? Kedua, yaitu sejauh mana seseorang mampu
mengendalikan respon terhadap suatu situasi? Kendali diawali dengan
pemahaman bahwa sesuatu, apapun itu, dapat dilakukan.

2. Asal-usul dan Pengakuan (Origin & Ownership)

Dimensi ini mempertanyakan siapa atau apa yang menimbulkan kesulitan


dan sejauh mana seseorang menganggap dirinya mempengaruhi dirinya sebagai
penyebab dan asal usul kesulitan seperti penyesalan, pengalaman, dan
sebagainya. Kemampuan individu dalam menempatkan perasaan dirinya dengan
berani menanggung akibat dari situasi yang ada, sehingga dapat melakukan
perbaikan atas masalah yang terjadi. Dimensi ini mengukur sejauh mana
seseorang menanggung akibat dari situasi saat itu, tanpa mempermasala hka n
penyebabnya. Dimensi ini mempunyai keterkaitan dengan rasa bersalah. Suatu
kadar rasa bersalah yang adil dan tepat diperlukan untuk menciptakan
pembelajaran yang kritis atau lingkaran umpan balik yang dibutuhkan untuk
melakukan perbaikan secara terus menerus. Kemampuan untuk menilai apa yang
dilakukan dengan benar atau salah dan bagaimana memperbaikinya merupakan
hal yang mendasar untuk mengembangkan pribadi.

3. Jangkauan (Reach)

Dimensi ini merupakan bagian dari AQ yang mengajukan pertanyaan sejauh


mana kesulitan yang dihadapi akan menjangkau bagian-bagian lain dari
kehidupan individu seperti hambatan akibat panik, hambatan akibat malas, dan
sebagainya. Kemampuan individu dalam menjangkau dan membatasi masalah
12

agar tidak menjangkau bidang-bidang yang lain dari kehidupan individ u,


dimensi ini melihat sejauh mana individu membiarkan kesulitan menjangka u
bidang lain pekerjaan dan kehidupan individu.

4. Daya Tahan (Endurance)

Dimensi keempat ini dapat diartikan ketahanan yaitu dimensi yang


mempertanyakan dua hal yang berkaitan dengan berapa lama penyebab kesulitan
itu akan terus berlangsung dan tanggapan indivudu terhadap waktu dalam
menyelesaikan masalah seperti waktu bukan masalah, kemampuan
menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, dan sebagainya. Kemampuan individ u
dalam mempersepsi kesulitan, dan kekuatan dalam menghadapi kesulitan
tersebut dengan menciptakan ide dalam pengatasan masalah sehingga ketegaran
hati dan keberanian dalam penyeleasaian masalah dapat terwujud dimensi ini
berupaya melihat berapa lama seseorang mempersepsi kesulitan tersebut akan
berlangsung.

Dari dimensi-dimensi tersebut membentuk dorongan bagi individu dalam


menghadapi masalah. Kendali atau control merupakan tingkat optimis me
individu mengenai situasi yang dihadapi, apabila situasi berada dalam kendali
individu maka dalam diri individu akan membentuk intensi menyelesa ika n
masalah. Individu yang memiliki kendali yang tinggi akan berinisia tif
menangkap peluang yang ada. Asal-usul dan pengakuan (origin & ownership)
merupakan faktor yang menjadi awal tindakan individu. Apabila individ u
memandang penyebab atau asal-usul kesalahan bukan berasal dari diri individ u
melainkan berasal dari luar atau masalah itu sendiri maka akan timbul intensi
untuk melakukan sesuatu yang mampu menyelesaikan masalah tersebut.
Jangkauan (reach) merupakan faktor sejauh mana kesulitan yang dihadapi
individu, semakin besar kesulitan-kesulitan yang dihadapi individu maka
semakin rendah intensi individu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Daya tahan (endurance) merupakan jangka waktu masalah yang dihadapi,
13

apabila lama masalah yang dihadapi maka intensi yang ada dalam diri individ u
menjadi rendah.

2.3.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Adversitas


Paul G. Stoltz dalam bukunya menggambarkan potensi dan daya tahan individ u
dalam sebuah pohon yang disebut pohon kesuksesan. Aspek-aspek yang ada
dalam pohon kesuksesan tersebut yang dianggap mempengaruhi kecerdasan
adversitas seseorang, diantaranya (Stoltz, 2000):

1. Faktor Internal

a) Genetika

Warisan genetis tidak akan menentukan nasib seseorang tetapi pasti ada
pengaruh dari faktor ini. Beberapa riset-riset terbaru menyatakan bahwa
genetika sangat mungkin mendasari perilaku. Yang paling terkenal adalah
kajian tentang ratusan anak kembar identik yang tinggal terpisah sejak lahir
dan dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Saat mereka dewasa, ternyata
ditemukan kemiripan-kemiripan dalam perilaku.

b) Keyakinan

Keyakinan mempengaruhi seseorang dalam menghadapi suatu masalah


serta membantu seseorang dalam mencapai tujuan hidup.

c) Bakat

Kemampuan dan kecerdasan seseorang dalam menghadapi suatu kondisi


yang tidak menguntungkan bagi dirinya salah satunya dipengaruhi oleh bakat.
Bakat adalah gabungan pengetahuan, kompetensi, pengalaman, dan
keterampilan.

d) Hasrat atau Kemauan


14

Untuk mencapai kesuksesan dalam hidup diperlukan tenaga pendorong


yang berupa keinginan atau disebut hasrat. Hasrat menggambarkan motivas i,
antusias, gairah, dorongan, ambisi, dan semangat.

e) Karakter

Seseorang yang berkarakter baik, semangat, tangguh, dan cerdas akan


memiliki kemampuan untuk mencapai sukses. Karakter merupakan bagian
yang penting bagi kita untuk meraih kesuksesan dan hidup berdampinga n
secara damai.

f) Kinerja

Merupakan bagian yang mudah dilihat orang lain sehingga seringkali hal ini
sering dievaluasi dan dinilai. Salah satu keberhasilan seseorang dalam
menghadapi masalah dan meraih tujuan hidup dapat diukur lewat kinerja.

g) Kecerdasan

Bentuk-bentuk kecerdasan kini dipilah menjadi beberapa bidang yang


sering disebut sebagai multiple intelligence. Bidang kecerdasan yang
dominan biasanya mempengaruhi karier, pekerjaan, pelajaran, dan hobi.

h) Kesehatan

Kesehatan emosi dan fisik dapat memepengaruhi seseorang dalam


menggapai kesuksesan. Seseorang yang dalam keadaan sakit akan
mengalihkan perhatiannya dari masalah yang dihadapi. Kondisi fisik dan
psikis yang prima akan mendukung seseorang dalam menyelesaikan masalah.

2. Faktor Eksternal

a) Pendidikan

Pendidikan dapat membentuk kecerdasan, pembentukan kebiasaan yang


sehat, perkembangan watak, keterampilan, hasrat, dan kinerja yang
dihasilkan. Penelitian yang dilakukan Gest. Dkk. (1999) dalam (McMilla n
15

dan Violato, 2008) menyebutkan bahwa meskipun seseorang tidak menyuka i


kemalangan atau kesengsaraan yang diakibatkan oleh pola hubungan dengan
orang tua, namun permasalahan orang tua secara langsung ikut berperan
dalam perkembangan ketahanan remaja. Salah satu sarana dalam
pembentukan sikap dan perilaku adalah melalui pendidikan.

b) Lingkungan

Lingkungan tempat individu tinggal dapat mempengaruhi bagaimana


individu beradaptasi dan memberikan respon kesulitan yang dihadapinya.
Individu yang terbiasa hidup dalam lingkungan sulit akan memiliki adversity
quotient yang lebih tinggi. Menurut Stoltz, individu yang terbiasa berada di
lingkungan yang sulit akan memiliki adversity quotient yang lebih besar
karena pengalaman dan kemampuan beradaptasi yang lebih baik dalam
mengatasi masalah yang dihadapi.

2.3.3 Tingkatan dalam Kecerdasan Adversitas


Stoltz mengelompokkan individu berdasarkan daya juangnya menjadi tiga:
quitter, camper, dan climber. Penggunaan istilah ini dari kisah pendaki Everest,
ada pendaki yang menyerah sebelum pendakian, merasa puas sampai pada
ketinggian tertentu, dan mendaki terus hingga puncak tertinggi. Kemudian Stoltz
menyatakan bahwa orang yang menyerah disebut quitter, orang yang merasa
puas pada pencapaian tertentu sebagai camper, dan seseorang yang terus ingin
meraih kesuksesan disebut sebagai climber.

Dalam bukunya, Stoltz menyatakan terdapat tiga tingkatan daya tahan


seseorang dalam menghadapi masalah, antara lain (Stoltz, 2000):

a) Quitters

Quitters yaitu orang yang memilih keluar, menghindari kewajiban, mundur,


dan berhenti. Individu dengan tipe ini memilih untuk berhenti berusaha, mereka
mengabaikan, menutupi, dan meninggalkan dorongan inti yang manusiawi untuk
16

terus berusaha. Dengan demikian, individu dengan tipe ini biasanya


meninggalkan banyak hal yang ditawarkan oleh kehidupan.

b) Campers

Campers atau orang-orang yang berkemah adalah orang-orang yang telah


berusaha sedikit kemudian mudah merasa puas atas apa yang dicapainya. Tipe
ini biasanya bosan dalam melakukan pendakian kemudian mencari posisi yang
nyaman dan bersembunyi pada situasi yang bersahabat. Kebanyakan para
campers menganggap hidupnya telah sukses sehingga tidak perlu lagi
melakukan perbaikan dan usaha.

c) Climbers

Climbers atau si pendaki adalah individu yang melakukan usaha sepanjang


hidupnya. Tanpa menghiraukan latar belakang, keuntungan kerugian, nasib baik
maupun buruk, individu dengan tipe ini akan terus berusaha.

2.4 Kecerdasan Nalar


2.4.1 Pengertian Kecerdasan Nalar
John Santrock mengatakan inteligensi (kecerdasan) merupakan kemampuan
verbal, keterampilan-keterampilan pemecahan masalah dan kemampuan untuk
belajar dan menyesuaikan diri dengan pengalaman hidup sehari-hari. Menurut
Phares, intelegensi dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu kemampuan
menyesuaikan diri dengan lingkungan, kemampuan untuk belajar atau kapasitas
untuk menerima pendidikan, dan kemampuan untuk berpikir secara abstrak
menggunakan konsep-konsep.

Berbeda dengan pendapat Alfred Binet, seorang tokoh utama perintis


pengukuran inteligensi mendefinisikan inteligensi terdiri dari tiga komponen.
Pertama, yaitu kemampuan untuk memusatkan pada suatu masalah yang harus
dipecahkan (Direction). Kedua, yaitu kemampuan untuk mengadakan adaptasi
terhadap masalah yang dihadapinya atau fleksibel dalam menghadapi masalah
(Adaptation). Terakhir, ialah kemampuan untuk mengkritik orang maupun
17

dirinya sendiri (Criticism). Kemampuan ini kemudian dikenal dengan


kecerdasan intelektual.

Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang menuntut pemberdayaan


otak, hati, jasmani, dan pengaktifan manusia untuk berinteraksi secara
fungsional dengan yang lain. Intelligence Quotient atau yang biasa disebut
dengan IQ merupakan sebuah kecerdasan yang memberikan kemampuan untuk
berhitung, beranalogi, berimajinasi, dan memiliki sumber daya kreasi serta
inovasi. Kecerdasan intelektual merupakan kecerdasan tunggal dari setiap
individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap
masing- masing individu.

Dalam Al-Qur’an kecerdasan intelektual biasa disebut dengan Al- ‘Aql


yang berati kepandaian atau kecerdasan. Dalam Al-Qur’an kata ‘aql tidak
berbentuk nomina tapi berbentuk kata kerja, hal ini menunjukkan bahwa Al-
Qur’an tidak hanya menghargai akal sebagai kecerdasan intelektual semata tapi
mendorong dan menghormati manusia untuk menggunakan akalnya secara
benar. IQ adalah kemampuan seseorang untuk berimajinasi secara abstrak.
Kecerdasan intelektual seseorang dapat diukur dari pengetahuan umum luas,
kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, sifat inkuisitif yang mencakup
rasa ingin tahu, kemampuan analistik, daya ingat yang kuat, rasionalitas, dan
naluri relevansi.

2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Nalar


Bayle mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi intelektua l
individu, yaitu:

1. Faktor keturunan, faktor ini didasari dari sudut pandang biologis dimana
masing- masing individu lahir memiliki gen yang berbeda.
2. Latar belakang sosial ekonomi, misalnya pendapatan keluarga, pekerjaan
orang tua, dan faktor lain yang mempengaruhi taraf inteligensi individu dalam
usia 3 tahun sampai remaja.
18

3. Lingkungan hidup, lingkungan hidup yang baik akan menciptaka n


kemampuan intelektual yang baik pula dan sebaliknya.
4. Kondisi fisik, kondisi fisik dapat dilihat dari keadaan gizi yang kurang baik,
kesehatan yang buruk, dan perkembangan fisik yang lambat menyebabkan
pertumbuhan inteligensi yang rendah.
5. Iklim emosi, dimana individu dibesarkan mempengaruhi perkembangan
mental individu yang bersangkutan

Sedangkan menurut Saifudin Azwar selain yang disebutkan oleh Bayle


tersebut, terdapat dua faktor lain yang mempengaruhi kecerdasan intelektua l
seorang individu. Pertama, yaitu faktor bawaan yang merupakan faktor yang
sangat dalam inteligensi seseorang. Hal ini dikarenakan setiap manusia
membawa sifat tertentu sejak lahir, sifat alami inilah yang sangat menentuka n
pembawaan seseorang. Kedua, yaitu faktor lingkungan yang sebenarnya diawali
sejak terjadinya pembuahan sampai saat lahir. Lingkungan telah mempengar uhi
calon bayi lewat ibu kemudian melalui proses belajar. Hal tersebut dimaksudkan
karena proses belajar pengaruh budaya secara tidak langsung juga
mempengaruhi individu.

2.4.3 Ciri-ciri Kecerdasan Nalar


Seorang yang mempunyai kecerdasan intelektual yang tinggi akan
tercermin dalam perilaku sehari-hari. Menurut Nickerson, Perkins, dan Smith,
ciri-ciri kecerdasan intelektual ialah sebagai berikut:

1. Kemampuan untuk mengklasifikasikan pola

Semua manusia yang mempunyai intelegensi normal akan mampu


menempatkan stimulus tak-identik ke dalam kelompok. Kemampuan ini
merupakan dasar berpikir dan berbahasa, karena kata-kata pada umumnya
merepresentasikan pengkategorian informasi.

2. Kemampuan untuk memodifikasi perilaku adaptif


19

Kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri dengan kondisi


lingkungan yang ada. Para teoritikus menyetujui bahwa kemampuan beradaptasi
ini merupakan hal terpenting yang mencirikan intelegensi manusia.

3. Kemampuan untuk berpikir secara deduktif

Berpikir deduktif meliputi pembuatan kesimpulan yang logis dari suatu


premis.

4. Kemampuan berpikir secara induktif

Orang yang berpikir secara induktif perlu “keluar” dari informasi yang
diberikan, untuk mengetahui atau menemukan aturan-aturan maupun prinsip
dari beberapa peristiwa yang spesifik.

5. Kemampuan untuk mengembangkan dan menggunakan model konseptual

Kemampuan ini berarti individu membentuk kesan tentang dunia dan


bagaimana dunia berfungsi serta menggunakan model tersebut untuk memaha mi
dan menginterpretasikan semua peristiwa dalam hidup.

6. Kemampuan untuk memahami atau mengerti

Kemampuan yang berkaitan dengan kemampuan untuk melihat hubunga n


masalah dan memahami makna hubungan tersebut dalam memecahkan masalah.

2.5 Kecerdasan Emosional


2.5.1 Pengertian Kecerdasan Emosional
Kecerdasan adalah sebuah kekuatan yang bersifat non material dan bukan
spiritual. Ia sangat diperlukan oleh manusia guna dijadikan sebagai alat bantu di
dalam menjalani kehidupannya di dunia. Pada awalnya kecerdasan merupakan
sebuah potensi yang tersembunyi, tersimpan pada sejumlah unsur perangkat
yang ada pada diri manusia. Al-Qur’an merupakan landasan yang menjadikan
suatu kecerdasan yang dilmiliki manusia menjadi bermanfaat.
20

Emosi yaitu suatu reaksi kompleks yang mengait satu tingkat tinggi
kegiatan dan perubahan-perubahan secara mendalam serta dibarengi dengan
perasaan (feeling) yang kuat atau disertai dengan keadaan efektif. Sedangkan
menurut Chaplin, emosi adalah suatu keadaan yang terangsang dari organisme
mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya, dan
perubahan perilaku. Emosi cenderung terjadi dalam kaitannya dengan perilaku
yang mengarah (approach) atau menyingkir (avoidance) terhadap sesuatu.

Sedangkan kecerdasan emosional menurut Daniel Goleman adalah


kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan
dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi, dan menunda kepuasan
serta mengatur keadaan jiwa.

Berbeda dengan Cooper dan Ayman Sawaf yang mengatakan bahwa


,kecerdasan emosional kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif
menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energy, informas i,
koneksi, dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosional menuntut
penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri
sendiri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara
efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.

Keunggulan kompetitif perusahaan dibentuk melalui berbagai cara seperti


menciptakan produk dengan desain yang unik, penggunaan teknologi modern,
desain organisasi dan utilisasi pengelolaan sumber daya manusia secara efektif.
Oleh karena itu pimpinan perusahaan, manajer, para ahli teknologi, supervisor,
dan karyawan perlu meningkatkan kecerdasan emosional agar mampu
mendayagunakan sumber dayanya secara optimal dalam mencapai kinerja.

Sebagaimana hasil penelitian Daniel Goleman (2000), menyimpulka n


bahwa pencapaian kinerja ditentukan hanya 20 % dari IQ, sedangkan 80 % lagi
ditentukan oleh kecerdasan emosi (EQ/Emotional Qoutient). Begitu pula
menurut Joan Beck bahwa IQ sudah berkembang 50 % sebelum usia 5 tahun,
80% berkembang sebelum 8 tahun, dan hanya berkembang 20 % sampai akhir
21

masa remaja, sedangkan kecerdasan emosi (EQ) dapat dikembangkan tanpa


batas waktu.

Emosi bisnis bagi seorang wirausahawan sangat penting, dalam hal ini
emosi yang bersifat positif. Emosi dapat memacu seseorang untuk melakukan
proses kreativitas dan inovasi. Emosi yang utama dalam kesuksesan wirausaha
adalah antusiasme. Emosi pun dapat mengaktifkan nilai-nilai etika serta
mendorong dan mempercepat penalaran pikiran seseorang dalam menjalanka n
aktivitas bisnis. Emosi pun dapat memotivasi dan membuat seseorang merasa
lebih hidup.

Dalam bahasa latin, emosi disebut motus anima yang artinya “jiwa yang
menggerakkan kita”. Banyak para pelaku wirausaha yang belum menyadari dan
menghargai peran penting dari emosi. Orang terkadang menyikapi arti dari
emosi sebagai makna konvensional, dalam arti emosi adalah suatu kelemahan
dan tidak boleh ada dalam kegiatan bisnis, bahkan orang cenderung untuk
menghindari orang yang emosional. Pikiran emosional dapat menyebabkan
seseorang bereaksi, bukan karena berpikir. Hanya bentuk pikiran dan kata-kata
tanpa emosi yang sering lebih diperhatikan. Padahal emosi menurut praktisi
wirausaha merupakan sebuah sumber energi dan bisa dikatakan energi adalah
bahan-bakar.

Bisnis tanpa disertai dengan emosi seolah tidak memiliki gairah. Hal
tersebut yang membuat individu tidak memiliki nyali serta keberanian untuk
melakukan kegiatan berwirausaha, apalagi bersaing dengan wirausahawan lain
yang sama-sama menjual produk yang sejenis. Mereka yang bisa eksis dan
bertahan dalam melakukan usaha bisnis adalah mereka yang menang dalam
persaingan.

Seorang wirausahawan seharusnya lebih memiliki minat pada sesuatu yang


memiliki makna penting daripada makna konvensional yang biasa-biasa saja.
Sikap kepasrahan terhadap lingkungan usaha akan menjadikan pelaku wirausaha
tidak memiliki keberanian untuk menghadapi tantangan usaha serta tidak
22

berpikir kreatif. Emosi dalam wirausaha bukanlah lambang kelemahan, akan


tetapi merupakan lambang kekuatan dalam bisnis. Kerja keras dan sikap pantang
menyerah adalah formulasi yang ampuh dalam membuat wirausahawan menjadi
orang sukses.

Sikap emosi negatif akibat kegagalan dalam menjalankan wirausaha


bukanlah merupakan suatu nilai yang positif, kegagalan-kegagalan yang dialami
oleh wirausahawan dapat dijadikan sebagai suatu media pembelajaran untuk
wirausahawan tersebut melanjutkan perjuangan menjalankan bisnisnya sehingga
di lain waktu tidak akan terjatuh kembali kepada kegagalan yang sama.

Kegagalan dijadikan sebagai sumber motivasi dan dapat dijadikan sebagai


paradigma untuk tidak takut melangkah. Proses kegagalan bukan terjadi di saat
gagal dalam berusaha untuk mencapai keinginan melainkan kegagalan adalah
jika memutuskan berhenti untuk berjuang untuk mencapai keinginan dan impian.

2.5.2 Faktor Kecerdasan Emosional


Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional menurut Goleman
ada dua faktor antara lain:

1. Faktor Internal

Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempenga r uhi
kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu segi jasmani
dan segi psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan individ u,
apabila fisik dan kesehatan seseorang dapat terganggu maka dimungkinkan akan
mempengaruhi proses kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencakup
didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan berpikir dan motivasi.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi


berlangsung. Faktor eksternal meliputi:
23

a) Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memperlakukan kecerdasan
emosi tanpa distorsi.

b) Lingkungan atau situasi, khususnya yang melatarbelakangi proses kecerdasan


emosional.

2.6 Kecerdasan Spiritual


2.6.1 Pengertian Kecerdasan Spiritual
Spiritual merupakan bentukkan dari kata spirit. Spirit merupakan kata yang
memiliki banyak arti. Spirit bisa diartikan sebagai kata benda (noun) seperti
arwah, hantu, peri, orang, kelincahan, makna, moral, cara berpikir, semangat,
keberanian, sukma, dan tabiat. Jika dipersempit lagi maka kata spirit
mengandung makna moral, semangat, dan sukma. Kata spiritual sendiri bisa
dimaknai sebagai hal-hal yang bersifat spirit atau berkenaan dengan semangat.

Spiritual dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang murni dan sering juga
disebut dengan jiwa atau ruh. Ruh bisa diartikan sebagai energi kehidupan yang
membuat manusia dapat hidup, bernafas, dan bergerak. Spiritual berarti segala
sesuatu di luar tubuh fisik manusia. Dimensi spiritual berupa inti dan komitmen
terhadap sistem nilai. Dimensi ini memanfaatkan sumber yang mengilhami dan
mengangkat semangat manusia pada kebenaran tanpa batas waktu mengena i
aspek humanitas.

Banyak beberapa ahli mendefinisikan kecerdasan spiritual yaitu:

Menurut Zohar dan Marshall, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk


menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai yaitu kecerdasan untuk
menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan
kaya. Kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup orang lebih
bermakna dibandingkan orang lain.

Menurut Muhammad Zuhri, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan


manusia yang digunakan untuk berhubungan dengan Tuhan. Potensi kecerdasan
24

spiritual setiap orang sangat besar dan tidak dibatasi oleh faktor keturunan,
lingkungan atau materi lainnya.

Menurut Ary Ginanjar, kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk


memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan melalui langkah-
langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah menuju manusia yang utuh, dan
memiliki pola pemikiran tauhid serta berprinsip “hanya karena Allah”.

2.6.2 Ciri-ciri dan Aspek Kecerdasan Spiritual


Menurut Zohar Marshall, seseorang yang memiliki kecerdasan spiritua l
yang tinggi adalah seseorang yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Kemampuan bersikap fleksibel, yaitu menyesuaikan diri secara spontan dan


aktif untuk mencapai hasil yang baik.
2. Tingkat kesadaran yang tinggi, bagian terpenting dari kesadaran diri ini
mencakup usaha untuk mengetahui batas wilayah yang nyaman untuk dirinya
sendiri dan banyak memahami dirinya sendiri.
3. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan. Mampu
menanggapi dan menentukan sikap ketika situasi menyakitkan atau tidak
menyenangkan datang.
4. Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit. Mampu
memandang kehidupan yang lebih besar sehingga mampu menghadapi dan
memandang kesengsaraan sebagai suatu visi dan mencari makna dibaliknya.
5. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai. Seseorang yang
memiliki spiritual yang tinggi memiliki pemahaman tentang tujuan hidupnya.
6. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu. Orang yang
kecerdasan spiritualnya tinggi akan mengetahui bahwa ketika dia merugik a n
orang lain berarti dia merugikan dirinya sendiri.
7. Berpandangan holistik, kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara
berbagai hal baik dirinya sendiri dan orang lain.
8. Refleksi diri, yaitu kecenderungan untuk mencari jawaban-jawaban yang
mendasar.
25

9. Menjadi bidang mandiri, yaitu mampu berdiri dan berpegang teguh pada
pendapat yang diyakininya benar.

2.6.3 Indikator Kecerdasan Spiritual


Kecerdasan spiritual juga biasa disebut dengan kecerdasan ruhania h.
Kecerdasan ruhaniah berpusat pada rasa cinta yang mendalam kepada Allah dan
seluruh ciptaan-Nya. Kecerdasan ini merupakan bentuk kesadaran yang
berangkat dari keimanan kepada Allah swt. Kecerdasan spiritual berarti
memberikan muatan baru yang bersifat keilahian ke dalam God Spot (titik
Tuhan) yang merupakan fitrah manusia. Menurut Tasmara, kecerdasan spiritua l
dapat diukur dengan beberapa indikator yaitu:

1. Memiliki visi

Memiliki visi maksudnya adalah cara melihat hari esok, menetapkan visi
berdasarkan alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Visi atau tujuan
yang cerdas secara spiritual akan menjadikan pertemuan dengan Allah sebagai
puncak dari pertanyaan visi pribadinya yang kemudian dijabarkan dalam bentuk
perbuatan baik yang terukur dan terarah.

2. Merasakan kehadiran Allah

Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual akan merasakan dirinya


berada dalam limpahan karunia Allah, dalam suka dan duka atau dalam sempit
dan lapang tetap merasakan kebahagiaan karena bertawakal kepada Allah.

3. Berdzikir dan berdoa

Berdzikir dan berdoa merupakan sarana sekaligus motivasi diri untuk


menampakkan wajah seorang yang bertanggung jawab. Dzikir dan doa juga
menumbuhkan kepercayaan diri karena menumbuhkan keinginan untuk
memberikan yang terbaik pada saat seseorang kembali kelak. Selain itu akan
berpendirian teguh tanpa keraguan dalam melaksanakan amanahnya.
26

4. Memiliki kualitas sabar

Sabar adalah terpatrinya sebuah harapan yang kuat untuk mengapai cita-cita
atau harapan, sehingga orang yang putus asa berarti orang yang kehilanga n
harapan atau terputusnya cita-cita. Sabar berarti memiliki ketabahan dan daya
yang sangat kuat untuk menerima beban atau ujian tanpa sedikitpun mengubah
harapan untuk menuai hasil yang telah ditanam.

5. Cenderung pada kebaikan

Orang yang selalu cenderung kepada kebaikan dan kebenaran adalah


manusia yang bertanggung jawab. Manusia yang cenderung pada kebaikan
memberikan makna suatu kondisi atau pekerjaan yang memberikan manfaat
kepada orang lain.

6. Memiliki empati

Empati adalah kemampuan seseorang untuk memahami orang lain.


Merasakan rintihan dan mendengarkan debar jantung, sehingga mereka mampu
beradaptasi dengan merasakan kondisi batiniah dari orang lain.

7. Berjiwa besar

Jiwa besar adalah keberanian untuk memaafkan dan sekaligus melupakan


perbuatan yang pernah dilakukan oleh orang lain.

8. Melayani dan menolong

Budaya melayani dan menolong merupakan bagian dari citra diri seorang
muslim. Mereka sadar bahwa kehadiran dirinya tidak terlepas dari tanggung
jawab terhadap lingkungan. Seorang individu akan senantiasa terbuka hatinya
terhadap keberadaan orang lain dan merasa terpanggil dari lubuk hatinya untuk
melayani dan menolong orang lain.
27

Berbeda dengan pendapat Khavari, bahwa menurutnya terdapat tiga bagian


yang dapat dilihat untuk menguji tingkat kecerdasan spiritual seseorang. Tiga
bagian yang dimaksud ialah:

1. Spiritual keagamaan, hal ini dapat diukur dari segi komunikasi dan intensitas
spiritual individu dengan Tuhannya. Manifestasinya dapat terlihat dari pada
frekuensi doa, makhluk spiritual, kecintaan kepada Tuhan yang bersemayam
dalam hati, dan rasa syukur kehadirat-Nya.
2. Relasi sosial-keagamaan, kecerdasan spiritual akan tercermin pada ikatan
kekeluargaan antar sesama, peka terhadap kesejahteraan orang lain, dan
bersikap dermawan. Perilaku merupakan manifestasi dari keadaan jiwa, maka
kecerdasan spiritual yang ada dalam diri individu akan termanifestasi dalam
perilakunya.
3. Etika sosial, semakin tinggi tingkat kecerdasan spiritualnya semakin tinggi
pula etika sosialnya. Hal ini tercermin dari ketaatan seseorang pada etika dan
moral. Dengan kecerdasan spiritual maka individu dapat menghayati arti dari
pentingnya sopan santun, toleran, dan beradab dalam hidup.

2.7 Jenis Kecerdasan Penunjang


Berikut adalah 8 jenis kecerdasan yang menjadi potensi dalam individ u,
yang berperan dalam pembentukan karakter seorang pengusaha:

1. Kecerdasan Bahasa

Seseorang dengan kecerdasan bahasa mampu menyampaikan informasi dan


ide dengan bahasa yang tepat. Mereka jago dalam komunikasi baik lisan, tulisan,
maupun dalam hal membaca. Seorang pengusaha memerlukan skill ini untuk
memimpin tim, menawarkan ide pada klien dan investor, serta membuat business
plan.

2. Kecerdasan Interpersonal

Atribut ini berkaitan erat dengan kemampuan bersosialisasi. Pengusaha


dengan skill ini akan mampu berinteraksi lebih efektif. Mereka bisa merasakan
28

emosi, motivasi, dan temperamen orang lain, yang dapat digunakan untuk
memberikan support atau bernegosiasi dengan efektif. Individu dengan kecerdasan
ini sangat menikmati bekerja dengan orang lain.

3. Kecerdasan Intrapersonal

Adalah kapasitas seseorang yang mampu memahami kekuatan, kelemahan,


dan motivasi diri sendiri dan menggunakannya sebagai dasar untuk membuat
perencanaan dan strategi. Pengusaha yang baik harus bisa menerima kehadiran
rekan atau penasehat yang akan melengkapi skillnya.

4. Kecerdasan Logis-matematis

Kecerdasan logis-matematis adalah kemampuan untuk berhitung dan


berpikir logis. Kelebihan di bidang ini dapat dimanfaatkan oleh pengusaha untuk
menyeimbangkan passion yang dimiliki untuk membuat solusi dan langkah yang
spesifik, dan mengelola sumber-sumber finansial yang dibutuhkan untuk mencapai
kesuksesan usahanya.

5. Kecerdasan Naturalis

Wawasan lingkungan dan budaya ini berakar dalam pemahaman etika dunia
bisnis dan kompleksitasnya. Pengusaha melakukan survei pasar , memprediksi tren
dunia, menyusun kampanye pemasaran yang efektif, dan menentukan demografi
pasar secara spesifik.

6. Kecerdasan Spasial

Kecerdasan spasial adalah kemampuan untuk berpikir dalam bentuk 3


dimensi dan memvisualisasikannya dengan akurat. Kapasitas inti yang dimiliki tipe
ini adalah kepekaan visual yang tajam, garis, bentuk, dan membuat sketsa ide
dengan jelas. Dengan kecerdasan ini akan membantu pengusaha dalam hal
pemasaran, desain, dan branding produk.
29

7. Kecerdasan Kinestetis

Kecerdasan ini melibatkan keterampilan koordinasi antara pikiran dan


tubuh. Pengusaha yang jago dalam bidang penemuan dan membangun produk baru
yang inovatif biasanya menguasai hal ini. Kekuatan disini juga dimaksudkan untuk
pemimpin dan public speaking.

8. Kecerdasan Musikal

Kecerdasan musikal adalah kemampuan dalam memahami penekanan,


ritme, dan tone. Keterampilan ini akan membantu anda untuk menjadi pendengar
yang baik. Individu dengan kecerdasan musikal juga cenderung berpikir logis.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Jiwa kreatif merupakan kunci utama dalam menggapai sebuah kesuksesan.
Ketika seseorang memiliki jiwa kreatif, maka tentu akan terus berkarya. Kreativitas
dari wirausahawan sangat dibutuhkan dalam dunia usaha karena semakin
meningkatnya persaingan dari berbagai lingkungan bisnis. Setiap orang harus
berani memulai atau mengembangkan bisnisnya sendiri. Hal inilah yang disebut
dengan kecerdasan wirausaha atau entrepreneurial quotient (Entre-Q).Sebagia n
besar wirausaha yang memiliki EntreQ selalu mengedepankan semangat dan
kecerdasan setiap menghadapi tantangan, hal ini biasanya dibangun melalui
pemikiran-pemikiran dari wirausahawan tersebut.
Karakter Wirausaha Sukses atau tidaknya seorang wirausaha dalam
mengelola usaha tidak hanya dipengaruhi oleh banyaknya modal yang dimiliki serta
fasilitas atau koneksi dengan seseorang yang dianggap memiliki kekuasaan. Satu
hal yang penting adalah bahwa usaha dikelola oleh orang-orang yang berjiwa
wirausaha dan mengerti apa yang dilakukan, mengapa dan bagaimana bisnis
tersebut dapat dijalankan dan dikelola dengan baik.
3.2 Saran
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali
kesalahan dan sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus
memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapka n
kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.

30
DAFTAR PUSTAKA

http://imandede.blogspot.com/2009/10/bab-iv-perilaku-kewirausahaan-
berbasis.html
http://dianaagri.blogspot.com/2018/11/kecerdasan-wirausaha.html
http://e-journal.uajy.ac.id/2750/2/1EM16436.pdf
http://pa-
pontianak.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=876:bimbinga
n-mental-tiga-kecerdasan-manusia- yang-harus-
seimbang&catid=115&Itemid=539#:~:text=Bimbingan%20Mental%20%3A%20
%22%20Tiga%20Kecerdasan%20Manusia%20yang%20harus%20seimbang%20
%22,-
Ditulis%20oleh%20Super&text=IQ%20(Intelligence%20Quotient)%20adalah%2
0kemampuan,abstrak%2C%20berbahasa%2C%20memvisualisasikan%20sesuatu
https://staim-bandung.ac.id/2017/09/09/ternyata-kecerdasan- manusia-ada-5-jenis/

31

Anda mungkin juga menyukai