Anda di halaman 1dari 68

STRATEGI GURU PRAMUKA DALAM

M E N I N G K A T K A N KECERDASAN EMOSIONAL DAN


SPIRITUAL SISWA PADA EKSTRA KURIKULER PRAMUKA DI
MADRASAHTSANAWIYAHMUALLIMINUNIVAMEDAN

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Dalam Ilmu
Pendidikan Islam Pada Fakultas Agama Islam Universitas Al-Washliyah
OLEH:

MOHD HAFIZ BIN ZAINUDIN


NPM/NIRM : 1401010097

Program Studi
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS AL-WASHLIYAH UNIVA
MEDAN
2019
DAFTAR ISI

BAB I ............................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN...................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 5

C. Batasan Istilah .................................................................................................................... 6

D. Tujuan Penelitian .............................................................................................................. 8

E. Manfaat Penelitian ............................................................................................................ 8

F. Sistematika Pembahasan .............................................................................................. 10

BAB II ........................................................................................................................................ 11

LANDASAN TEORITIS ...................................................................................................... 11

A. Kerangka Teori ................................................................................................................ 11

1. Pengertian Kecerdasan ................................................................................................. 11

2. Pengertian Emosi ................................................................................................... 14

3. Pengertian Spiritual............................................................................................... 15

4. Pengertian Kecerdasan Emosional ................................................................... 15

5. Pengertian Kecerdasan Spiritual ....................................................................... 18

6. Unsur-Unsur Kecerdasan Emosional............................................................... 24

7. Unsur-Unsur Kecerdasan Emosional Dan Spiritual .................................... 27

i
8. Pengaruh Ekstrakurikuler Pramuka Terhadap Kecerdasan Emosional

Dan Spiritual Siswa. ...................................................................................................... 28

B. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan ............................................................ 30

BAB III ....................................................................................................................................... 35

METODOLOGI PENDIDIKAN ........................................................................................ 35

A. Lokasi Penelitian ............................................................................................................ 35

B. Jenis Penelitian ............................................................................................................... 35

C. Sumber Data Penelitian ................................................................................................ 35

D. Instrumen Penelitian...................................................................................................... 36

E. Metode Pengumpulan Data ......................................................................................... 37

F. Teknik Analisis Data ..................................................................................................... 39

BAB IV....................................................................................................................................... 42

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................................................. 42

A. Temuan Umum Penelitian ........................................................................................... 42

B. Temuan Khusus Penelitian .......................................................................................... 48

BAB V ........................................................................................................................................ 61

PENUTUP ................................................................................................................................. 61

A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 61

B. Saran-saran........................................................................................................................ 62

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 64

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Didalam dunia strategi banyak dari kita hanya mengaitkan tentang

bagaimana tatacara dalam pengurusan suatu perusahaan dan arah tindakan serta

alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan tujuan atau

strategi adalah sebuah seni perang, kususnya merancanakan bagaimana gerakan

pasukan, kapal, dan sebagainya menuju posisi yang layak. Didalam penelitian ini

tidak akan membahas tentang managemen perusahaan atau tentang seni perang

tetapi mengidentifikasi pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan tujuan.

Dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran, setiap guru perlu memikirkan

strategi pembelajaran yang akan digunakannya dan pemilihan strategi

pembelajaran yang tepat dapat berdampak pada tingkat penguasaan atau prestasi

belajar.

Dapat kita lihat dizaman sekarang ini, telah banyak terbukti bahwa

kecerdasan emosi memiliki peran yang jauh lebih signifikan dibandingkan

kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan otak (IQ) berperan sebatas syarat minimal

meraih keberhasilan, namum kecerdasan emosi (EQ) yang sesungguhnya

mengantarkan seseorang menuju ke puncak prestasi. Terbukti banyak orang-orang

yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi, terpuruk di tengah persaingan.

Sebaliknya, banyak yang mempunyai kecerdasan intelektual biasa-biasa saja

1
2

justru sukses menjadi bintang-bintang kinerja, pengusaha-pengusaha

sukses dan pemimpin-pemimpin di berbagai kelompok.

Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan

mengalami kesulitan belajar, kesulitan bergaul dan tidak dapat mengontrol

emosinya. Sebaliknya, anak-anak yang berkarakter atau mempunyai kecerdasan

emosi tinggi akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh

remaja, seperti kenakalan, tawuran, narkoba, minuman keras, perilaku seks bebas

dan sebagainya. Oleh karena itu, penting sekali mengajari anak-anak ketrampilan

mengendalikan emosi. Karena dengan kemampuan tersebut anak-anak akan lebih

mampu mengatasi berbagai masalah yang timbul selama dalam proses menuju

manusia dewasa sehingga mereka akan lebih mampu mengatasi tantangan-

tantangan emosional dalam kehidupan modern yang semakin kompleks Mengutip

dari seorang cendikiawan asal Iran, Ali Syariati. Beliau melihat bahwa manusia

adalah makhluk yang dua dimensi yang tentunya membedakan dengan makhluk

ciptakan yang lain yang hanya diciptakan dalam satu dimensi sehingga ini yang

kemudian membuat manusia sebagai sebaik-baik ciptaan1

Dari penjelasan Syariati dapat dipahami bahwa manusia memiliki konsep

duniawi atau kepekaan emosi serta intelegensi yang baik yaitu EQ (Emotional

Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient).

Beralih kepada kecerdasan spiritual, Tony Buzan mengatakan, Kecerdasan

Spiritual dianggap oleh banyak orang sebagai yang paling penting dari sekian

1
Ali Syariati, Tugas Cendikiawan Muslim, (Jakarta: Srigunting Press, cet. 2 2001), h.9
3

banyak kecerdasan, dan memiliki kekuatan mentransformasikan kehidupan,

peradaban, planet ini dan sejarah kita.2

Disaat seseorang berhasil dengan kemampuan EQ dan IQ-nya, acapkali ia

disergap oleh perasaan kekosongan dan hampa dalam diri batinnya. Setelah

prestasi puncak telah dipijak, ketika semua pemuasan kebendaan telah diraih,

setelah uang hasil jerih payah berada dalam genggaman dan puas dinikmati, ia

tidak tau ke mana harus melangkah, untuk apa semua prestasi itu diraihnya,

hingga tidak tahu dan mengerti untuk apa ia hidup dan di mana ia harus berpijak.

Disinilah penggabungan dari EQ dan SQ (Spiritual Quotient) itu berperan

sebagai metode dan konsep dari jawaban kekosongan batin jiwa manusia dan juga

digunakan sebagai konsep yang universal yang digunakan oleh semua manusia.

Merujuk kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional sebagai berikut:

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta
bertanggungjawab.3

Dari tujuan pendidikan nasional tersebut, kita dapat membagi ke dalam

beberapa kelompok atau dimensi, yaitu dimensi intelektual, dimensi emosional,

2
Tony Buzan, The Power of Spiritual Intelligence: 10 Ways to Tap Into Your Spiritual
Genius, terj. Ana Budi Kuswandani, Kekuatan ESQ: 10 Langkah Meningkatkan Kecerdasan
Emosional Spiritual (Jakarta: PT. Pustaka Delapratasa, 2003) h.1.
3
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
4

dimensi sosial, dan dimensi spiritual.Dengan demikian, tujuan pendidikan tidak

hanya membentuk kecerdasan intelektual, tetapi kecerdasan lainpun harus

menjadi perhatian, agar pendidikan tidak kehilangan ruhnya.

Didalam strategi untuk meningkatkan kecerdasan emosional, sepertinya

tidak cukup hanya mengandalkan proses pembelajaran di kelas saja. Oleh karena

itu, harus ada program diluar kelas yaitu kegiatan ekstrakurikuler. Ekstrakurikuler

yang dapat dikembangkan sebagai sarana untuk mencapai kematangan emosional

adalah kegiatan yang bersifat pembinaan karakter.Salah satunya adalah Gerakan

Pramuka. Ini karena mengingat hakikat pramuka adalah pendidikan diluar sekolah

yang membantu pemerintah dan masyarakat, membina dan mendidik anak-

anakdan pemuda Indonesia dalam melaksanakan pembangunan manusia

Indonesia seutuhnya dan pembangun seluruh masyarakat Indonesia melalui

pendidikan kepramukaan. Jadi peneliti berminat untuk meneliti strategi yang

digunakan guru dalam meningkatkan kecerdasan emosional dan spitual melalui

kegiatan ekstrakurikuler pramuka.

Madrasah Tsanawiyah Muallimin adalah salah satu lembaga pendidikan

islam yang menekankan pada tiga aspek kecerdasan manusia. Yaitu IQ

(Intelegence Quotient), EQ (Emotional Quotient) san SQ (Spiritual Quotient).

Untuk mewujudkan ketiga kecerdasan tersebut, madrasah Tsanawiyah Muallimin

melaksanakan berbagai kegiatan yang dapat menunjang tujuan tersebut.

Diantaranya melalui kegiatan ekstrakurikuler pramuka yang dilaksanakan

seminggu sekali.
5

Berdasarkan wawancara peneliti kepada pembina pramuka, siswa-siswi

yang mengikuti ekstrakurikuler pramuka memiliki kecerdasan emosional dan

kecerdasan spiritual yang lebih tinggi dibanding dengan yang tidak mengikuti

ekstrakurikuler. Peneliti mendapati dari hasil pengamatan kegiatan pramuka di

Madrasah Tsanawiyah Muallimin diarahkan kepada peningkatan kccerdasan

emosional, hal ini karena dapat dilihat dari perilaku siswa yang mudah bergaul,

bisa menghadapi stres dengan baik, kuat dari segi mental, berdisiplin, sopan-

santun, patuh terhadap orang yang tua darinya, disiplin di dalam mengelola waktu

serta dan dari segi kecerdasan spiritual, melaksanakan kegiatan salat ketika sudah

masuk waktu.

Penelitian ini akan dilaksanakan di Madrasah Tsanawiyah Muallimin

Medan berlokasi di Jalan Sisingamangaraja km 5,5 kecamatan Medan Amplas

20147, Medan, Sumatera Utara. yaitu pada guru-guru yang terlibat di dalam

kegiatan ekstrakurikuler pramuka.

Dari uraian tersebut diatas, penulis terdorong untuk memilih dan

membahas skripsi yang berjudul “Strategi Guru Pramuka Dalam Meningkatkan

Kecerdasan Emosional dan Spiritual Siswa Pada Ekstra Kurikuler Madrasah

Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan”

B. Rumusan Masalah

Dalam uraian latar belakang diatas, permasalah dalam penelitian ini

dipecahkan menjadi:
6

1. Bagaimana strategi guru pramuka dalam meningkatkan kecerdasan

emosional dan spiritual siswa pada ekstra kurikuler pramuka di Madrasah

Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan.

2. Apa saja faktor pendukung dan hambatan upaya guru pramuka dalam

peningkatan kecerdasan emosional dan spiritual siswa pada ekstra

kurikuler pramuka di Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan.

C. Batasan Istilah

Untuk memperjelas dan menghindari dari kesalahan dalam

menginterprestasikan istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian ini, maka

penulis memberikan batasan istilah sebagai berikut:

1. Strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai

sasaran khusus.4

Adapun yang dimaksud strategi dalam penelitian ini adalah strategi guru

dalam meningkatkan kecerdasan emotional dan spiritual siswa Madrasah

Tsanawiyah Muallimin Medan.

2. Guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya)

mengajar.5

Adapun yang dimaksud guru dalam penelitian ini adalah guru-guru yang

terlibat dalam mendidik siswa di Madrasah Tsanawiyah Muallimin Medan

pada ekstra kurikuler pramuka

4
Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, cet. 4, 1991), h.964.
5
Ibid., h.330.
7

3. Pramuka

Dalam diktat kursus pembina pramuka tingkat dasar disebutkan bahwa

kegiatan pramuka adalah suatu proses pendidikan dalam bentuk kegiatan

yang menyenangkan bagi anak dan pramuka dibawah tanggungjawab

orang dewasa yang dilaksanakan diluar lingkungan pendidikan keluarga,

dilaksanakan dengan prinsip dasar metodik kepramukaan.

4. Meningkatkan adalah menaikkan (derajat, taraf, dsb), mempertinggi,

memperhebat (produksi dbs).6

Adapun yang dimaksud meningkatkan dalam penelitian ini adalah

meningkatkan emosional subjek penelitian yaitu siswa di Madrasah

Tsanawiyah Muallimin Medan.

5. Kecerdasan adalah perihal cerdas, kesempurnaan perkembangan akal

budinya.7

Adapun yang dimaksud kecerdasan dalam penelitian ini adalah kecerdasan

subjek penelitian yaitu siswa Madrasah Tsanawiyah Muallimin Medan.

6. Emosional adalah menyentuh perasaan.8

Adapun yang dimaksud dengan emosional dalam penelitian ini adalah

emosional subjek penelitian yaitu siswa Madrasah Tsanawiyah Muallimin

Medan.

7. Spiritual adalah berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan (rohani,

batin)9

6
Ibid., h.1060.
7
Ibid., h.186.
8
Ibid., h.261.
9
Ibid., h.960.
8

Adapun yang dimaksud dengan spiritual dalam penelitian ini adalah

spiritual subjek penelitian yaitu siswa Madrasah Tsanawiyah Muallimin

Medan.

8. Ekstra kurikuler

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekstra adalah tambahan di luar

yang resmi. Sedangkan kurikuler adalah bersangkutan dengan kurikulum.

Jadi ekstra kurikuler adalah kegiatan tambahan selain belajar di dalam

kelas dan masih berkaitan dengan kurikulum.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui bagaimana strategi guru pramuka dalam meningkatkan

kecerdasan emosional dan spiritual siswa pada ekstra kurikuler pramuka di

Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan

2. Mengetahui apa saja faktor pendukung dan hambatan upaya guru pramuka

dalam peningkatan kecerdasan emosional dan spiritual siswa pada ekstra

kurikuler pramuka di Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian yang dilakukan

dapat dibagi menjadi 2 yaitu teoritis dan praktis.Manfaat praktis yaitu manfaat

yang dapat langsung diterapkan di lapangan atau lembaga


9

bersangkutan.Sedangkan manfaat teoritis yaitu penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat sebagai teori atau perbandingan bagi penelitian selanjutnya. Adapun

manfaat praktis adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

a. Bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat ditemukan bagaimana strategi

guru terhadap peningkatan kecerdasan emosi siswa Madrasah Tsanawiyah

Muallimin Medan.

b. Bahwa penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan.

2. Secara Praktis

a. Bagi siswa, hasil dari penelitian ini dapat meningkatkan kecerdasan

emosional dan spiritual siswa Madrasah Tsanawiyah Muallimin Medan

dengan strategi-strategi yang diterapkan oleh guru.

b. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman dalam

meningkatkan kecerdasan emotional dan spiritual siswa Madrasah

Tsanawiyah Muallimin Medan.

c. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan manfaat bagi peneliti

dalam mengetahui strategi-strategi yang diterapkan oleh guru dalam

meningkatkan kecerdasan emotional dan spiritual siswa Madrasah

Tsanawiyah Muallimin Medan.


10

F. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan pembaca dalam menelaah penelitian ini, maka

dibawah ini ditampilkan sistematika pembahasan, yaitu:

1. BAB I : Pendahuluan, terdiri dari berisi latar belakang masalah, rumusan

masalah, batasan istilah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan

sistematika pembahasan.

2. BAB II :Landasan Teoritis terdiri dari : Kerangka teoritis, Hasil Penelitian

Terdahulu yang Relevan.

3. BABIII :Metodologi Penelitian terdiri dari : Tempat dan waktu penelitian,

Jenis Penelitian,Sumber Data Penelitian, Variabel Penelitian, Metode

Pengumpulan Data, Instrumen Penelitian, Teknik Analisa Data.

4. BAB IV :Hasil Penelitian dan Pembahasan terdiri dari : Temuan Hasil

Penelitian : Deskripsi Data, Pembahasan Hasil Penelitian.

5. BAB V :Kesimpulan dan saran-saran sebagai penutup dari penulisan

penelitian ini.
BAB II

LANDASAN TEORITIS
A. Kerangka Teori

1. Pengertian Kecerdasan

Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan

membaca, menulis, menghitung, sebagai jalur sempit keterampilan kata dan angka

yang menjadi fokus dalam pendidikan formal seperti sekolah dan sesungguhnya

mengarahkan seseorang untuk mencapai kejayaan di bidang akademik. Pandangan

baru yang berkembang adalah ada kecerdasan lain di luar IQ, seperti bakat,

ketajaman pengamatan sosial hubungan sosial, kematangan emosional dan lain-

lain yang harus juga dikembangkan.10

Howard Gardner, penulis buku Frames of Mind : Theory of Multiple

Intelligence, membagi 3 bagian dalam mengkonseptualisasikan kecerdasan atau

inteligensi yaitu Lay Theories [teori umum], The Standard Psychometric

Approach [pendekatan psikometrik standar], Pluralization and Hierarchization

[plural dan tingkatan]

a. Lay Theories: di dalam sejarah umat manusia, tidak ada penjelasan secara

ilmiah tentang defenisi kecerdasan. Howard Gardner hanya mengatakan,

masyarakat hanya memahami dan melabelkan kecerdasan itu sebagai lebih

10Mohd Azhar Abdul Hamid, EQ: Panduan Meningkatkan Kecerdasan Emosi (Selangor:
PTS Publications & Distributors, 2006) h.6.

11
12

pintar atau kurang pintar, lebih bodoh, kurang bodoh, lebih pandai, kurang

pandai.11

b. The Standard Psychometric Approach: 1 abad yang lalu, ahli psikologis

mulai berusaha untuk mendefenisi kecerdasan dan memikirkan cara untuk

membuat tes kecerdasan yang bertujuan untuk mengukur kecerdasan

seseorang.12

c. Pluralization and Hierarchization: Ahli psikologis generasi pertama

Charles Spearman (1927) dan Lewis Terman (1975) mencoba untuk

mendemonstrasikan bahwa sebuah grup yang mendapat skor dari beberapa

tes merefleksikan faktor dari kecerdasan umum. Kemudian L.L Thurstone

(1960) dan J.P Guilford (1967) berpendapat akan wujudnya pernomoran

dari faktor atau komponen dari kecerdasan. Setelah disadari akan adanya

beberapa komponen dari kecerdasan, muncul pertanyaan bagaimana dan

apakah ia berkaitan antara satu sama lain. Ada yang mengatakan adanya

hirarki dari faktor, pengamatan secara general, verbal atau pernomoran

dalam kecerdasan itu ada dibalik komponen yang lebih spesifik dan ada

juga yang berpendapat sebaliknya yaitu menolak membuat hirarki dari

faktor kecerdasan dan berpendapat bahwa setiap komponen itu harus

dipertimbangkan dan disamakan semuanya daripada struktur hirarkinya

dengan kata lain tidak dibeda-bedakan.13

11
Howard Gardner, Frame of Mind: The Theory of Multiple Intelligences (New York:
Basic Book, 2011) h.xxx.
12
ibid.
13
ibid xxx-xxxi
13

Abad ke-20, Charles Spearman pertama kali yang mengatakan akan

adanya General Intelligence [kecerdasan umum] atau “G“ Factor [faktor G].

menurut Spearman, faktor “G” ini bertanggungjawab atas kinerja keseluruhan

pada tes kemampuan mental. Spearman mengatakan ketika seseorang bagus pada

satu bidang tertentu, dia akan cenderung bagus juga pada bidang yang lain sebagai

contoh, seseorang yang bagus pada tes verbal akan bagus juga pada tes di bidang

yang lain. Jadi faktor “G” ini mendasari semua perilaku orang.Bagi para ahli yang

setuju dengan teori ini memandang bahwa kecerdasan itu dapat dinyatakan dan

diukur pada skala digit seperti skor IQ.

Seorang ahli psikometrik bernama L.L Thurstone menentang teori

Spearman dan tidak suka memberi urutan menggunakan skala dari Spearman. Apa

yang L.L Thurstone lakukan adalah memberikan 56 tes yang berbeda terhadap

pesertanya dan menggunakannya untuk mengidentifikasi 7 kluster kemampuan

mental seperti spatial ability [kemampuan ruang] , verbal comprehension

[pemahaman verbal], word fluency [membuat kata-kata yang berpengaruh],

perceptual speed [perseptual], numeric ability [kemampuan angka], inductive

reasoning [logika]dan memory [memori]. Pada sistem ini kita bisa lihat bahwa

ketika kita hebat pada kemampuan verbal comprehension [kemampuan verbal]

tapi kurang dalam numeric ability [kemampuan angka]. Namun ketika para ahli

menindaklanjuti pendapat ini, mereka menemukan bahwa ketika peserta mendapat

skor tes yang tinggi pada suatu kemampuan selalu mendapatkan skor yang tinggi

juga pada bidang yang lain. Ini menunjukkan bahwa pada dasarnya teori
14

Thurstone membantu membuktikan beberapa jenis faktor “G”, walaupun ide

mereka tidak selalu serasi. Walaupun begitu, Spearman dan Thurstone membuka

jalan untuk lebih banyak teori kontemporer kecerdasan.

Kemudian setelah itu muncul ahli psikolog America bernama Howard

Gardner menerbitkan buku yang berjudul Frames of Mind : Theory of Multiple

Intelligence melihat bahwa kecerdasan sebagai kemampuan yang muncul dalam

bentuk yang berbeda-beda. Dia mencontohkan kerusakan otak pada satu bagian

yang mana memberi pengaruh terhadap suatu keterampilan tidak lah berpengaruh

terhadap bagian otak yang lain. Ini menunjukkan bahwa kita mempunyai berbagai

kecerdasan melebih faktor “G” nya Spearman.

Ahli psikolog Amerika bernama Robert Sternberg setuju dengan Howard

Gardner, walaupun dia meringkasnya menjadi 3 kecerdasan 1) Analitik, atau

kecerdasan memecahkan masalah 2) Kreatif, yaitu kecerdasan untuk beradaptasi

dengan situasi baru 3) Praktikal, atau kecerdasan praktikal untuk tugas sehari-hari.

Kedua model ini tampak masuk akal, dan karya Howard Gardner serta

Robert Sternberg telah membantu para guru mengapresiasi berbagai talenta siswa.

Namun penelitian menyebutkan bahwa semua cara untuk menjadi cerdas ini tidak

lepas dari faktor dasar kecerdasan yang mendasarinya.

2. Pengertian Emosi

Perkataan emosi berasal daripada perkataan latinemover yang bermaksud

bergerak, kegembiraan dan kegusaran. Pada hari ini perkataan emosi digunakan
15

bagi menggambarkan pengalaman subjektif seperti cinta, marah, suka, resah,

tertekan, malu, benci, duka, gembira, tenang dan pelbagai lagi.14

3. Pengertian Spiritual.

Spiritual secara sederhana dapat dipahami bahwa ia berasal dari dalam diri

atau jiwa manusia, ia dapat membantu kita menyembuhkan dan membangun diri

kita secara utuh, suatu hal yang membuat kita sering bertanya kenapa sesuatu itu

terjadi ataupun wujud.

Menurut pengertian dari Mimi Doe dan Marsha Walch mengemukakan

pengertian dari spiritual yaitu:

1)Spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral, dan
rasa memiliki. Spiritual memberi arah dan arti pada kehidupan.2)Spiritual
memberi rasa dan arti pada kehidupan. 3)Spiritual adalah kepercayaan akan
adanya kekuatan nonfisik yang lebih besar daripada kekuatan diri kita; suatu
kesadaran yang menghubungkan kita langsung dengan Tuhan, atau apa pun yang
kita namakan sebagai sumber keberadaan kita.15

4. Pengertian Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional sepertinya sering kita dengar dimana-mana. Mulai

dari pengajar, pekerja, kepala sebuah instansi, eksekutif, anak-anak, remaja dan

sebagainya semuanya tunduk dengan gagasan bahwasanya umat ini perlu kepada

kesadaran emosional, sensitivitas yang tinggi dan cerdas di dalam kehidupan

kontemporarinya. Tetapi apakah itu kecerdasan emosional? Dan mengapa ia

dianggap sebagai penting pada budaya saat ini? Di dalam memahami kecerdasan

emosional itu penting karena banyak orang salah dalam mengelola emosinya

14Abdul Hamid, EQ, h.5-6.


15Mimi Doe dan Marsha Walch, 10 Principles For Spiritual Parenting: Nurturing Your
Child’s Soul. terj. Rahmani Astuti, 10 Prinsip Spiritual Parenting (Bandung: Mizan Media Utama,
2001), h.20.
16

dengan sukses dan dibutakan dengan reaksi emosionalnya sendiri atau gagal

dalam mengkontrol gejolak emosional dan bertindak melakukan hal yang bodoh

di dalam keadaan tertekan.

Kecerdasan emosional mencakupi pengendalian diri, semangat dan

ketekunan serta kemampuan memotivasikan diri sendiri dan bertahan menghadapi

kegagalan, kesanggupan mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-

lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga supaya beban tekanan

tidak melumpuhkan kemampuan berfikir bagi membaca perasaan terdalam orang

lain dan berdoa untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan

untuk menyelesaikan konflik serta untuk memimpin.16

Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali disampaikan pada tahun 1990

oleh ahli psikologi Peter Salovey dari Universitas Harvard dan Jhon Mayer

dariUniversitas New Hampshire, keduanya menerangkan akan adanya

kualitaskualitasyang penting bagi keberhasilan antara lain: empati,

mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian,

kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antar


17
pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat. Ini

menunjukkan betapa pentingnya peran emosi terhadap setiap kegiatan serta semua

yang dirasakan seseorang dalam kegiatannya sehari-hari.

16Abdul Hamid, EQ, h.6-7.


17
Alex Tri Kantjono, Mengajarkan Emotional Intelligent Pada Anak, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2003), h.5.
17

Travis Bradberry dan Jean Greaves mengatakan bahwa kecerdasan emosional

adalah “sesuatu” yang ada didalam diri manusia yang dapat memberi pengaruh terhadap

perilaku kita. Berikut pernyataannya:

Emotional intelligence is your ability to recognize and understand


emotions in yourself and others, and your ability to use this awareness to manage
your behavior and relationships. Emotional intelligence is the “something” in each
of us that is a bit intangible. It affects how we manage behavior, navigate social
complexities, and make personal decisions that achieve positive results.
[Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami
emosi di dalam diri sendiri dan orang lain, dan kemampuan untuk menggunakan
kesadaran ini untuk mengelola perilaku dan hubungan. Kecerdasan emosional
adalah “sesuatu” yang berada di dalam diri kita yang tidak dapat diraba. Ia
memberi kesan bagaimana kita mengelola perilaku, menavigasi kompleksitas
sosial dan membuat keputusan pribadi yang meraih keputusan yang positif.]18

Kemudian Michael Cornwall menjelaskan bahwa jika kita memahami

tentang potensi kecerdasan emosional ia dapat memberikan hasil baik untuk

kesehatan mental dan fisik diri sendiri. Berikut pernyataannya:

Emotional intelligence may be the ability to identify, assess and control


our own emotions, resulting in optimal mental health and overall physical well–
being. Emotional intelligence may be a self–perceived measure, far more flexible
and a lot more under our own control than general intelligence. For example, if we
find that we’re losing friends, jobs and family members, a decision to do
something else, to explore other emotional options, is very much in the realm of
possibilities. Unlike intellectual capacity, desire, effort and tenacity actually can
play a role in improving emotional intelligence. [Kecerdasan emosional adalah
kemampuan untuk mengenali, menilai dan mengontrol emosi diri sendiri yang
memberikan hasil yang optimal dalam kesehatan mental dan fisik secara
keseluruhan. Kecerdasan emosinal bisa dikatakan sebagai pengukur persepsi diri
sendiri, lebih lentur dan lebih bisa dikontrol oleh diri sendiri daripada kecerdasan
umum.Sebagai contoh, jika kita mengetahui kita kehilangan teman-teman,
pekerjaan dan ahli keluarga, kita membuat keputusan untuk melakukan hal yang
lain, mencari emosi yang lainnya adalah selalu dilakukan di dalam ranah
kemungkinan. Tidak seperti kapasitasnya intelektual, keinginan, usaha dan

18
Travis Bradberry dan Jean Greaves, Emotional Intelligence 2.0 (San Diego: Talent
Smart, 2009), cet ke-1, h.45.
18

keuletan sebenarnya bisa menjadi peran di dalam meningkatkan kecerdasan


emosional.]19

Daniel Goleman, ahli psikologi yang terkenal dengan bukunya yang

berjudul “Emotional Intelligence: Why it can matter more than IQ” pada tahun

1995 menjelaskan pengertian dari kecerdasan emosional sebagai berikut:

Emotional intelligence: abilities such as being able to motivate oneself and


persist in the face of frustrations; to control impulse and delay gratification; to
regulate one’s moods and keep distress from swamping the ability to think; to
empathize and to hope.[ kecerdasan emosional: kemampuan untuk memotivasi
diri sendiri dan tabah dalam menghadapi kekecewaan; dapat mengawal desakan
dan menahan kepuasan; mengatur perasaan hati dan menjaga kesulitan yang
menggangu kemampuan untuk berfikir; untuk berempati dan berharap.]20

Kecerdasan emosi ini adalah satu konsep kecerdasan yang lebih luas dan

ada kaitan dengan kesedaran terhadap emosi dan perasaan serta bagaimana

perasaan boleh berinteraksi dengan kecerdasan mental atau IQ.21

5. Pengertian Kecerdasan Spiritual

Kata spiritual memiliki akar kata spirit yang berarti roh.Kata ini berasal

dari bahasa Latin, spiritus, yang berarti nafas.Roh bisa diartikan sebagai energi

kehidupan yang membuat manusia dapat hidup, bernafas dan bergerak.Spiritual

berarti pula segala sesuatu diluar fisik, termasuk fikiran, perasaan dan karakter

atau dikenal dengan kodrat.22

19
Michael Cornwall, Go Suck a Lemon: Strategies for Improving Your Emotional
Intelligence (t.t.p: Nook Press, 2010), h. 190.
20
Daniel Goleman, Emotional Intelligence: Why it can matter more than IQ (London,
Bloomsbury Publishing, 1996), h.71.
21
Pati Anak Aleng, Transformasi Pendidikan dan Pembangunan Modal Insan (Selangor,
PTS Akademia, 2014), h.86.
22
Muhammad Yaumi dan Nurdin Ibrahim, Kecerdasan Jamak (Multiple Intelligence)
(Jakarta: Kencana Prenamedia Group, 2013), h.22.
19

Kecerdasan spiritual adalah ilmu yang menbahas tentang kesadaran diri,

makna hidup, tujuan hidup, atau nilai-nilai tertinggi dalam hidup.Kecerdasan ini

berupa kemampuan mengelola yang dikatakan suara hati sehingga terekspresikan

secara tepat dan efektif, yang memungkinkan kita bekerjasama dengan lancer

menuju sasaran yang lebih luas dan bermakna.

Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, kecerdasan spiritual adalah

kecedasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu

kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna

yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan

hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.23

Menurut Ari Ginanjar Agustian, kecerdasan spiritual adalah kemampuan

untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan, serta

mampu menyinergikan IQ, EQ dan SQ secara komprehensif 24 . Kemudian Ari

Ginanjar Agustian menjelaskan bahwa ada enam prinsip yang akan memiliki

landasan kokoh untuk meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual. berikut

dibawah ini:

a. Prinsip Bintang, Prinsip Bintang adalah prinsip yang menjadi pegangan

hidup. Di dalam prinsip ini mencakup hal-hal seperti berikut:

1) Berintegitas, yaitu bekerja secara total, sepenuh hati dan dengan

semangat tinggi,

23Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ: Kecerdasan Spiritual (Bandung, Mizan Pustaka,

2000), h.4.
24
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual
ESQ: Emotional Spiritual Quotient: The ESQ Way 165: 1 Ihsan, 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam
(Jakarta: Arga Publishing, 2010), h.13.
20

2) Memiliki rasa aman, yaitu memegang prinsip yang kekal dan tidak

berubah, dengan memiliki prinsip yang kekal kita tidak akan goyah

meskipun kehilangan harta, jabatan, keluarga, orang yang

disayangi, teman dan sebagainya.

3) Inisiatif, yaitu kesiapan dari segi mental untuk menghadapi

perubahan yang selalu terjadi. Untuk mencapai tingkat ini perlu ada

kejernihan dari pikiran dengan cara ketenangan. Dengan pikiran

yang jernih maka akan mampu memunculkan inisiatif-inisiatif

penting.

4) Kepercayaan diri, sumber kepercayaan diri haruslah bersumber dari

hal yang kokoh yaitu memiliki prinsip kepada yang maha esa,

tuhan sebagai pusat kepercayaan diri. Dengan meletakkan makna

tauhid di dalam sumber kepercayaan diri yang kokoh , maka

apapun rintangan hidup pasti akan dapat dihadapi.

5) Intuisi, yaitu menggunakan suara hati yang bersumber dari

kecerdasan spiritual. Apa yang dirasakan benar dan apa yang

dirasakan salah adalah merupakan instuisi yang harus

dipertimbangkan dalam membuat sebuah keputusan.

6) Motivasi, Allah tidak ingin hambaNya hina, maka Ia ciptakan

dengan sempurna untuk menjadi wakilNya serta diberikan ilmu

pengetahuan supaya menjadi modal dasar untuk menjadi dasar

keberhasilan, maka kita harus mempergunakan dengan baik.

Dengan mengingat bahwa kita adalah ciptaannya yang sangat luar


21

biasa adalah salah satu motivasi untuk meyakinkan untuk mencapai

kemenangan.25

b. Prinsip Malaikat, Prinsip ini meneladani malaikat sebagai makhluk yang

sangat dipercaya oleh tuhan untuk melakukan perintahNya. Semua

pekerjaan diberikan akan dikerjakan dengan sebaik-baiknya. Malaikat

dijadikan sebagai contoh bagi manusia tentang integritas yang total untuk

memghasilkan kepercayaan tingkat tinggi. Prinsip ini menghasilkan

seseorang yang memiliki sebagai berikut:

1) Integritas dan loyalitas

2) Komitmen, dengan menepati janji yang sudah dibuat bisa

menimbulkan kepercayaan orang lain kepada kita dan

meningkatkan kredibilitas. Hindari melanggar janji untuk tidak

kehilangan kepercayaan dari orang lain.

3) Kebiasaan memberi dan mengawali. Yang dimaksud dengan

memberi disini adalah memberi investasi terhadap diri sendiri

dengan suatu kepercayaan tanpa meminta seperti menetapkan

dalam hati untuk melakukan pekerjaan dengan kemuliaan namaNya

yakni bismillah dan mengawali dengannya.

4) Kebiasaan menolong

5) Saling percaya26

25Ibid., h.109-122.
26Ibid., h.126-137.
22

c. Prinsip kepemimpinan, Prinsip ini mengajari kita untuk menyadari

bahwasanya setiap dari manusia itu adalah pemimpin dilingkungan

masing-masing terlepas dari besar kecilnya jumlah orang dalam kelompok

tersebut. Dari prinsip ini menghasilkan pemimpin seperti berikut:

1) Pemimpin yang dicintai

2) Pemimpin yang dipercaya

3) Sebagai pembimbing

4) Pemimpin yang berkepribadian

5) Pemimpin yang abadi27

d. Prinsip Pembelajaran, hasil daripada prinsip ini dapat dilihat dari perilaku

seperti

1) memiliki kebiasaan membaca buku dan membaca situasi dengan

cermat,

2) selalu berpikir kritis dan mendalam ,

3) selalu mengevaluasi pemikirannya kembali,

4) bersikap terbuka untuk mengadakan penyempurnaan,

5) memiliki pedoman yang kuat dalam belajar yaitu berpegang kepada

alquran.28

e. Prinsip Masa Depan, pada tahap ini visi seseorang pun dimulai. Setiap

tahapan pembangunan sangat bergantung pada kualitas kecerdasan hati

27Ibid., h.147.
28Ibid., h.197.
23

seseorang yang sejatinya telah dipersiapkan di pembangunan prinsip-

prinsip sebelumnya.29 Hasil daripada prinsip ini sebagai berikut:

1) Selalu berorientasi pada tujuan akhir di setiap langkah yang dibuat.

2) Mengoptimalkan setiap langkah dengan sungguh-sungguh.

3) Yakin akan adanya Hari Kemudian sehingga memiliki kendali diri

dan sosial.

4) Memiliki kepastian akan masa depan.

5) Ketenangan batin yang tinggi.30

f. Prinsip Keteraturan. Pada prinsip ini mencakup sebagai berikut:

1) Kepastian hukum alam dan sosial, memiliki ketenangan dan

keyakinan dalam berusaha, karena pengetahuan akan kepastian

hukum alam dan hukum sosial.

2) Pemahaman arti proses, sangat memahami akan arti penting sebuah

proses yang harus dilalui.

3) Orientasi pembentukan sistem-Prinsip sinergi, selalu berorientasi

pada pembentukan sistem (sinergi)

4) Orientasi pemeliharaan sistem-menjaga sinergi, selalu berupaya

menjaga sistem yang telah dibentuk.31

29Ibid., h.199.
30Ibid., h.215.
31Ibid., h.239.
24

Berangkat dari defenisi serta uraian diatas dapat diperoleh suatu

kesimpulan bahwa kecerdasan spiritual itu adalah kemampuan internal bawaan

otak dan jiwa manusia, yang sumber terdalamnya adalah inti alam semesta sendiri

dan ia merupakan suatu kemampuan potensial setiap manusia yang menjadikan ia

dapat menyadari dan menentukan makna nilai, serta cinta terhadap kekuatan yang

lebih besar dan sesama makhluk hidup, karena merasa sebagai bagian dari

keseluruhan, yang menjadi landasan untuk mengfungsikan dan menyinergikan IQ

dan EQ secara efektif sehingga dapat menempatkan posisinya ke arah penuh

kebijaksanaan dan kebahagiaan yang hakiki.

6. Unsur-Unsur Kecerdasan Emosional.

Travis Bradberry dan Jean Greaves menjelaskan ada 4 (empat)

keterampilan dari kecerdasan emosional yang digabungkan berasal dari 2 buah

kompetensi dasar yaitu 1) Personal Competence (kompetensi pribadi) 2) Social

Competence (kompetensi sosial).32

a. Personal competence (kompetensi pribadi)

1) self awareness (kesadaran diri sendiri)

Kesadaran diri sendiri adalah keterampilan fondasi. Ketika kita menguasai

keterampilan ini maka kecerdasan emosi yang lainnya akan mudah dicapai.

Kesadaran diri sendiri haruslah dengan akuratnya mampu mengerti atau

32Bradberry dan Greaves, Emotional, h.53.


25

merasakan emosi diri sendiri dalam suatu momen dan memahami kecenderungan

dengan segala situasi.

2) self management (mengelola diri)

Mengelola diri adalah kemampuan untuk menggunakan kesadaran dari

emosi untuk tetap fleksibel dan mengarahkan perilaku secara positif.Kesadaran

diri lebih dari sekadar menolak sifat yang bermasalah atau tidak dapat

dikontrol.Didalam mengelola diri sendiri tantangan terbesar yang dihadapi adalah

mengelola kecenderungan dari waktu ke waktu dan menerapkan keterampilan

untuk menghadapi bermacam-macam situasi.

Keterampilan ini adalah kemampuan untuk kesadaran diri dan skil

mengelola diri sendiri. Kompetensi ini lebih berfokus pada diri individu itu

sendiri dibandingkan berinteraksi dengan orang lain. Kompetensi pribadi ini

adalah kemampuan untuk waspada atau sadar pada emosi diri sendiri dan

mengelola tingkah laku dan kecederungan seseorang.

b. Social Competence (kompetensi sosial)

1) Social Awareness (kesadaran sosial)

Sebagai komponen pertama dari kompetensi sosial.Kesadaran sosial

adalah keterampilan fondasi. Kesadaran sosial adalah kemampuan secara akurat

menangkap emosi orang lain dan memahami apa yang sebenarnya terjadi dengan
26

mereka. Ini sering berarti memahami apa yang difikirkan dan dirasakan orang lain

meskipun kita tidak merasakan hal yang sama dan sangat mudah terjebak dalam

emosi diri sendiri dan lupa untuk mempertimbangkan perspektif orang lain.

Kesadaran sosial ini mampu membuat kita memastikan kita tetap fokus dan

mampu menyerap informasi penting. Didalam keterampilan ini hal yang paling

penting adalah mendengar dan memperhatikan apa yang terjadi disekitar.

2) Relationship Management (mengelola hubungan)

Mengelola hubungan adalah kemampuan untuk untuk menggunakan

kesadaran emosi diri sendiri dan emosi orang lain untuk mengelola interaksi

dengan sukses. Dapat berkomunikasi dengan baik dan menangani konflik secara

efektif adalah ciri-ciri dari keterampilan ini.Orang yang dapat mengelola dengan

baik dalam sebuah hubungan dapat melihat manfaat dari terhubung dengan

banyak orang yang berbeda bahkan dengan orang yang tidak mereka sukai.

Keterampilan ini dapat dipahami bahwa ada kemampuan untuk memahami

perasaan orang lain, tingkah laku dan motivasi untuk meningkatkan kualitas

hubungan.

David R. Caruso dan Peter Salovey mengatakan bahwa kecerdasan

emosional itu dipandang sebagai suatu kecerdasan yang terdiri dari 4 macam

kemampuan yang saling berhubungan.berikut dibawah ini33:

1) Read People-Identify Emotions [membaca perasaan orang lain-

mengindentifikasi emosi]: kemampuan ini digunakan untuk untuk dapat

33David R. Caruso dan Peter Salovey, The Emotionally Intelligent Manager: How to

Develop and Use The Four Key Emotional Skills of Leadership (San Fransisco: Jossey Bass, 2004)
cet-ke-1, h.25-26.
27

mengidentifikasi secara akurat apa yang dirasakan diri sendiri dan orang-

orang disekitar dan kemampuan untuk mengekspresikan rasa itu.

2) Get in the Mood-Use Emotion [menggunakan perasaan]: kemampuan ini

membantu kita untuk menentukan bagaimana emosi itu membantu kita

dan bagaimana ia selaras dengan pemikiran logika.

3) Predict the Emotional Future– Understand Emotions [memprediksi emosi

untuk kedepannya-memahami emosi]: emosi memiliki bahasanya

tersendiri, jadi dengan memahami bahasanya kita bisa mengatur emosi

kita dan mengelola dengan lebih bijaksana.

4) Do It with Feeling-Manage Emotions [melakukan dengan emosi,

mengelola emosi] : Emosi itu menyampaikan informasi-informasi, jadi

kita harus lah memiliki sifat terbuka terhadap emosi diri sendiri untuk bisa

dijadikan sebagai penyampai atau pemberitahu kepada logika untuk dapat

membuat keputusan.

Setiap kemampuan diatas dapat dipisahkan dari yang lainnya, masing-

masing dapat di defenisikan, di buat studi, diukur, dikembangkan, dan digunakan

dan dapat digunakan dengan independen.Tetapi keempat-empat kemampuan

diatas dapat bekerja secara bersama-sama dan membekali sebuah rencana

terperinci.

7. Unsur-Unsur Kecerdasan Emosional Dan Spiritual

Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, tanda-tanda kecerdasan spiritual

yang telah berkembang dengan baik mencakup hal-hal berikut:

a. Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif)


28

b. Tingkat kesadaran diri yang tinggi

c. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan

d. Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit

e. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai

f. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu

g. Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal

(berpandangan “holistik”)

h. Kecenderungan nyata untuk bertanya “Mengapa?” atau “Bagaimana jika?”

untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar

i. Menjadi apa yang disebut oleh para psikolog sebagai “bidang-mandiri”-

yaitu memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi.34

8. Pengaruh Ekstrakurikuler Pramuka Terhadap Kecerdasan

Emosional Dan Spiritual Siswa.

Madrasah Tsanawiyah Muallimin adalah satu lembaga pendidikan yang

mementingkan tiga aspek kecerdasan manusia. Yaitu IQ (Intelligence Quotient),

EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient). Untuk dapat mewujudkan

ketiga-tiga dari aspek kecerdasan manusia diatas, Madrasah Tsanawiyah

Muallimin melaksanakan berbagai kegiatan yang dapat menunjang tujuan

itu.Diantaranya adalah melalui kegiatan ekstrakurikuler pramuka yang

dilaksanakan pada hari sabtu setiap minggu.

Vety Dazeva Tirmizi membuat sebuah penelitian dan menulis di dalam

sebuah jurnal nya yang berjudul “Perbedaan kecerdasan emosional siswa ditinjau

34
Zohar dan Marshall, SQ, h.14.
29

dari jenis kegiatan extrakurikuler” membandingkan perbedaan jenis-jenis

ekstrakurikuler yang di ikuti oleh siswa memberi hasil yang berbeda juga. Peneliti

tersebut menggunakan sampel dari 163 orang siswa SMA Yapena yang aktif

mengikuti kegiatan ekstrakurikuler seperti berikut:

Ekstrakurikuler keterlibatan prososial (prosocial activities) meliputi


Pramuka dan PMR, jenis ekstrakurikuler tim olahraga (team sports) meliputi
Drum Band, jenis ekstrakurikuler keterlibatan sekolah (school involment)
meliputi OSIS, jenis penelitian ekstrakurikuler kelompok akademik (academic
clubs) yang meliputi International Mathematic Olympiade, International Chemical
Olympiade, International Physics Olympiade, International Biology Olympiade,
International Olympiade Informatics, Olympiade Ekonomi, dan Olimpiade
Geologi.35

Berikut merupakan hasil daripada penelitiannya. Berikut pernyataannya:

Berdasarkan hasil analisa data diperoleh bahwa kelompok yang memiliki


kecerdasan emosional paling tinggi adalah kelompok yang mengikuti jenis
kegiatan ekstrakurikuler keterlibatan prososial, kemudian kelompok jenis kegiatan
ekstrakurikuler pertunjukan seni, jenis kegiatan ekstrakurikuler keterlibatan
sekolah, jenis kegiatan ekstrakurikuler kelompok akademik, dan jenis kegiatan
ekstrakurikuler tim olahraga memiliki kecerdasan emosional paling rendah dari
yang lainnya.36

Dapat dipahami bahwa keberagaman jenis ekstrakurikuler menunjukkan

keberagaman pada sifat dan tingkah laku siswa. Misalnya, siswa yang ikut

ekstrakurikuler pramuka mempunyai sifat sosial yang tinggi dalam berhubungan

dengan orang lain, sedangkan siswa yang ikut dalam kegiatan ekstrakurikuler

drum band akan lebih terkontrol dalam melakukan suatu hal dan juga memiliki

keyakinan keberhasilan yang tinggi. Terdapat juga perbedaan antara

ekstrakurikuler olah raga yang terlihat dapat bekerjasama dalam kelompok dengan

siswa yang mengikuti ekstrakurikuler dalam bidang akademik yang kurang dapat
35
Vety Dazeva, “Perbedaan Kecerdasan Emosional Siswa Ditinjau dari Jenis Kegiatan
Extrakurikuler” dalam Psikologia Online, vol. 7, h.86-87.
36
Ibid., h.88.
30

menjalin kerjasama dengan orang lain, tetapi mempunyai dorongan berprestasi

yang tinggi.37

Kemudian Ermi Yantiek dalam jurnal nya yang berjudul “kecerdasan

Emosi, Kecerdasan Spiritual Dan Perilaku Prososial Remaja”

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa hipotesis penelitian pertama diterima


yaitu kecerdasan emosi berhubungan dengan perilaku prososial remaja…...Hasil
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa hipotesis kedua diterima yaitu kecerdasan
spiritual memiliki hubungan dengan perilaku prososial remaja. …..Hipotesis
ketiga dalam penelitian ini juga diterima yaitu terdapat hubungan antara
kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual dengan perilaku prososial remaja.
…….Kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual secara bersama sama
memberikan sumbangan efektif sebesar 72,3 % terhadap perilaku prososial pada
remaja.38

B. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan

Untuk menghindari adanya duplikasi, peneliti melakukan pencarian

terhadap penelitian-penelitian terdahulu. Dari hasil penelusuran, diperoleh

beberapa masalah yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, yaitu:

1. Strategi Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosi (Emotional

Quotient) Melalui Pendidikan Agama Islam Di SMA Negeri 2 Kecamatan

Simpang Kiri Kota Subulussalam.Penelitian ini dilakukan oleh Siti

Nurbaiti mahasiswi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Prodi Pendidikan

Agama Islam Universitas Islam Negeri Ar-Raniry. Hasil dari penelitiannya

menyimpulkan bahwa strategi yang digunakan guru adalah strategi

Pembelajaran Berorientasi Aktivitas Siswa (PBAS), strategi pembelajaran

37
Ibid., h.86.
Ermi Yantiek, “Kecerdasan Emosi, Kecerdasan Spiritual dan Perilaku Prososial
38

Remaja” dalam Jurnal Psikologi Indonesia, vol. 3, h.29-30.


31

kooperatif, dan strategi pembelajaran sikap.39 Dampak dari strategi yang

telah dilakukan oleh guru dalam peningkatan kecerdasan emosional adalah

siswa lebih bisa mengontrol diri ataupun emosi, saling menghargai, rasa

empati yang begitu tinggi, kelas lebih aktif, efektif, dan menyenangkan.40

2. Pengaruh Tingkat Kecerdasan Intelektual dan Kecerdasan Emosional

Terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

pada Siswa di SMP 15 Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan oleh Febri

Sulistiya mahasiswi fakultas ilmu keolahragaan di Universitas Negeri

Yogyakarta pada tahun 2016. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan

bahwa Kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ)

bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar pendidikan

jasmani, olahraga dan kesehatan41

3. Peran Guru Agama Dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional dan

Spiritual pada Anak Di SMP Swasta Al-Hikmah Medan Marelan Pasar IV

Barat. Penelitian ini dilakukan oleh Siti Fatimah mahasiswi jurusan

Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara tahun 2017. Hasil dari

penelitiannya yaitu peran guru PAI dalam mengembangkan kecerdasan

emosional akan membuat anak mampu mengelola emosinya untuk

kebutuhan penyesuaian diri terhadap lingkungan dan berbagai situasi.

39
Siti Nurbaiti, “Strategi Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosi (Emotional
Quotient) Melalui Pendidikan Agama Islam Di SMA Negeri 2 Kecamatan Simpang Kiri Kota
Subulussalam” (Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, 2017), h.64.
40
Ibid.
41
Febri Sulistiya, “Pengaruh Tingkat Kecerdasan Intelektual dan Kecerdasan Emosional
Terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan pada Siswa di SMP 15
Yogyakarta” (Skripsi, Fakultas Ilmu keolahragaan, 2016), h.61.
32

Sementara kecerdasan spiritual akan membuat anak mampu memaknai

setiap keadaan sehingga tahu bagaimana harus bersikap dan berperilaku

secara arif dalam berbagai situasi keadaan realitas yang dihadapinya. 42

4. Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Kecerdasan

Emosional dan Spiritual Siswa di SMK Islam 2 Durenan Trenggalek.

Penelitian ini dilakukan oleh Septin Masripah mahasiswa Pendidikan

Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Tulungagung

tahun 2018. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa peran guru PAI

sebagai fasilitator, komunikator, motivator dalam meningkatkan

kecerdasan emosional dan spiritual siswa di SMK Islam 2 Durenan

Trenggalek.43

Dari keempat penelitian seperti yang dipaparkan diatas, terdapat kesamaan

terhadap penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yaitu kecerdasan emosional

dan spiritual. Akan tetapi dari keempat penelitian tersebut tidak ada yang benar-

benar sama dengan masalah yang akan diteliti.

Dari penelitian diatas, penelitian yang pertama memiliki kesamaan yaitu

strategi guru dalam meningkatkan kecerdasan emosional. Penelitian ini hanya

berfokus kepada kecerdasan emosional sahaja sedangkan penulis ingin

mengangkat judul dengan tambahan kecerdasan spiritual dan berfokus kepada

ekstrakurikuler pramuka sedangkan skripsi dari Siti Nurbaiti hanya membahas

42
Siti Fatimah, “Peran Guru Agama Dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional dan
Spiritual pada Anak Di SMP Swasta Al-Hikmah Medan Marelan Pasar IV Barat” (Skripsi,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2017), h.77.
43
Septin Masripah, “Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan
Kecerdasan Emosional dan Spiritual Siswa di SMK Islam 2 Durenan Trenggalek” (Skripsi,
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, 2018), h.102-103.
33

tentang strategi guru dalam meningkatkan kecerdasan emosional dan berfokus

kepada pendidikan agama islam.

Kemudian penelitian yang kedua hanya membandingkan 2 variabel yaitu

tingkat kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional.Dan memiliki jenis

penelitian yang berbeda yaitu kuantitatif sedangkan jenis penelitian penulis

kualitatif.

Selanjutnya, melihat kepada penelitian yang ketiga dan keempat memiliki

kesamaan terhadap objek penelitian yaitu kecerdasan emosional dan spiritual

tetapi memiliki perbedaan dari penelitian yang akan dilakukan penulis yang

berfokus kepada strategi guru sedangkan penelitian yang dipaparkan di atas hanya

berfokus kepada peran guru.

Dari pemaparan diatas telah jelas mengenai perbedaan dan persamaan

antara penelitian yang akan dilakukan dengan hasil penelitian-penelitian yang

sudah dilakukan. Oleh karena itu penelitian yang berjudul “Strategi Guru

Pramuka dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional dan Spiritual pada Ektra

kurikuler Pramuka di Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNVA Medan” dapat

dilakukan karena masalah yang akan diteliti bukan duplikasi dari penelitian-

penelitian yang sebelumnya.


BAB III

METODOLOGI PENDIDIKAN

A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di Madrasah Tsanawiyah Muallimin Jl.

Sisingamangaraja Km. 5,5 Harjosari I Kecamatan Medan Amplas 20147 Medan,

Sumatera Utara, Indonesia.

B. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan

fokus penelitian komplek dan luas. Metode Penelitian kualitatif mengkaji

perspektif partisipan dengan berbagai macam strategi yang bersifat interaktif

seperti observasi langsung, observasi partisipatif, wawancara mendalam,

dokumen-dokumen, teknik- teknik pelengkap.44

C. Sumber Data Penelitian

Adapun sumber data dalam penelitian ini ialah sebagai berikut :

1. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti

secara langsung dari sumber datanya. Data primer disebut juga sebagai

data asli atau data baru yang memiliki sifat up to date.45 Jadi sumber data

44
Sandu Siyoto dan M. Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Literasi
Media Publishing, cet. 4, 2015), h.12.
45
Ibid., h.68.

35
36

yang dikumpulkan langsung dari data individu-individu yang diselidiki,

sepertikepala sekolah, guru, atau murid.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari

berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data

sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik

(BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.46

D. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian

adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen harus

divalidasi seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang

selanjutnya terjun ke lapangan. Sedangkan instrument yang peneliti gunakan

adalah seperti alat rekam, daftar wawancara, dan daftar observasi.

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian

adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen harus

divalidasi seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang

selanjutnya terjun ke lapangan. Sedangkan instrument yang peneliti gunakan

adalah seperti alat rekam, daftar wawancara, dan daftar observasi.

Sugiono menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif tidak ada pilihan

lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen peneliti utama.47 Alasannya

ialah bahwa segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah,

fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan bahkan hasil yang

46
Ibid.
47
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D)
(Bandung:Alfabeta, 2012), h.305.
37

diharapkan itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas

sebelumnya.

Jadi, Peneliti kualitatif sebagai human instrumen berfungsi menetapkan

fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data dan membuat

kesimpulan atas semua temuannya.

Dalam hal ini sebagian dinyatakan oleh Lexy J, Moeleong, kedudukan

penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksanaan,

pengumpulan data, analisis penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor

hasil penelitiannya.48

E. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ini diperoleh dengan

menggunakan wawancara, observasi dan dokumen demikian juga halnya pada

penelitian ini data diperoleh melalui:

1. Observasi

Observasi partisipasi yang digunakan adalah peran serta pasif dan

aktif.Pada tahap awal peneliti hadir dalam lingkungan, tetapi peneliti tidak

berperan serta.Peneliti hanya menyaksikan berbagai peristiwa ataupun melakukan

tindakan secara fasif untuk mengenal lingkungan penelitian.Pada tahap ini, lebih

banyak dimanfaatkan untuk membangun hubungan baik dengan lokasi tempat

48
Lexy J, Moeleong, et.al, Metodologi Penelitian,(Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
1989), h.169.
38

meneliti. Berikutnya, setelah peneliti telah membaur dengan remaja, maka tahap

peneliti mulai berperan aktif dengan meneliti hal yang akan diteliti.

2. Wawancara

Metode wawancara adalah teknik pengumpulan data yang menggunakan

pedoman beberapa pertanyaan yang diajukan langsung kepada obyek untuk

mendapatkan respon secara langsung.49

Metode ini ditujukan untuk guru ekstrakurikuler pramuka di Madrasah

Tsanawiyah Muallimin Medan. Wawancara dilakukan secara mendalam dan

peneliti mengajukan sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan

penelitian, dan penelitian dilakukan secara terbuka, sehingga subjek peneliti

mempunyai kelulusan untuk menyatakan keinginan dan mengungkapkan apa

adanya.

3. Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan

tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk buku-buku tentang pendapat

teori, dalil/hukum, gambar, dan lain-lainnya yang berhubungan dengan masalah

penyelidikan.50

Didalam teknik dokumentasi ini seluruh data yang telah terkumpul maka

selanjutnya dilakukan pengkajian atau penafsiran dalam berbagai dokumen yang

berhubungan dengan peneliti, berbagai dokumen yang diperoleh seperti kata-kata

49
Ibid.,h.186.
50
Sugiono,Metode, h.141.
39

yang di dokumentasikan dan data ini digunakan untuk melengkapi data dari hasil

observasi dan wawancara.

F. Teknik Analisis Data

Analisis merupakan proses pemecahan data menjadi komponen-komponen

yang lebih kecil berdasarkan elemen dan struktur tertentu. Menurut

Moleong,analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisasikan data, memilih-milihnya menjadi satuan yang

dapat dikelola, mensintesiskan, mencari dan menemukan pola, menemukan apa

yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan

kepada orang lain.51Adapun tujuannya adalah mencari makna dibalik data yang

melalui pengakuan subyek pelakunya.

Analisis data kualitatif dilakukan secara induktif, yaitu penelitian kualitatif

tidak dimulai dari deduksi teori tetapi dimulai dari fakta empiris.Peneliti terjun ke

lapangan, mempelajari, menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan dari

fenomena yang ada di lapangan.Peneliti dihadapkan kepada data yang diperoleh

dari lapangan.Dari data tersebut, peneliti harus menganalisis sehingga

menemukan makna yang kemudian makna itulah menjadi hasil penelitian. 52

Adapun teknik analisis data yang peneliti lakukan sebagai berikut:

1. Reduksi data (Data Reduction)

51
Siyoto dan Ali Sodik, Dasar, h.120.
52
Ibid, h.121.
40

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

menfokuskan pada hal-hal penting yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan,

tema dan polanya dicari kemudian membuang yang tidak perlu. Proses reduksi

data ini dilakukan oleh peneliti secara terus-menerus saat melakukan penelitian

untuk menghasilkan catatan-catatan inti dari data yang diperoleh.

Tujuan dari reduksi data adalah untuk menyederhanakan data yang

diperoleh selama penggalian data di lapangan. Data yang diperoleh sudah pasti

rumit dan juga bercampur baur dengan data-data yang tidak ada kaitannya dengan

penelitian, maka dari itu proses penyederhanaan tanpa mengurangi data hasil

penelitian harus dilakukan dan tidak hanya itu, peneliti juga harus memastikan

data yang diolah merupakan data yang berkaitan dengan strategi guru

dalammeningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual siswa Madrasah

Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan.

2. Penyajian data

Penyajian data dilakukan dari data-data sudah peneliti dapatkan ketika

melakukan penelitian di lapangan.Selanjutnya perlu diatur, disusun dan atau

disajikan dalam bentuk yang lebih jelas dan lebih baik.Penyajian data dalam

penelitian ini berbentuk tabel dan daftar serta hasil wawancara terhadap

responden.

3. Kesimpulan atau verifikasi


41

Proses ini adalah tahap akhir dalam proses analisa data. Dalam bagian ini

peneliti berusaha untuk mengutarakan kesimpulan dari data-data yang

diperoleh.Penarikan kesimpulan ini didasarkan pada reduksi data yang merupakan

jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian.53

53
Sugiono,Metode, h.345.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Temuan Umum Penelitian

1. Sejarah Berdirinya Madrasah Muallimin UNIVA Medan

Madrasah Tsanawiyah Muallimin Univa Medan, salah

satumadrasah/sekolah proyek Univa Medan, yang lahir pada tahun 1958,

merupakan Madrasah persiapan Univa Medan. Tujuan pendidikan Madrasah

Tsanawiyah Muallimin Univa Medan adalah melaksanakan program pendidikan

Al-Washliyah yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah Swt, mengembangkan potensi

peserta didik agar memiliki akhlaqul karimah, dan amanah, mengembangkan

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu, cakap, kreatif, dan

mandiri, mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kecerdasan

emosional, intelektual, dan kecerdasan spiritual, menjadikan MTs Muallimin

UNIVA Medan sebagai lembaga pendidikan yang kompetitif untuk

pengembangan kualitas IPTEKS dan IMTAQ. Tujuan pendidikan Al-Washliyah

ini dicerminkan dalam visi Madrasah Tsanawiyah Muallimin Univa Medan,

menjadikan lulusannya unggul dalam mutu, berbasis pada akhlaqul karimah dan

taqwa kepada Allah Swt. Sejak kelahirannya pada tahun 1958, Madrasah ini

beturut-turut dipimpin oleh Bapak Tengku H.Thabrani Harumi, Drs. H. Makmur

Aziz, Drs. H. Kasim Inas, Drs. H.M. Rusydi, Drs. H. M. Nizar Syarif, Drs. H.

42
43

Aziz Harahap, Drs. Sutrisno, SH. dan sekarang dipimpin oleh Drs. Kasran MA.

MadrasahTsanawiyah Muallimin Univa Medan sudah TERAKREDITAS “A”

berdasarkan SK Penetapan Hasil Akreditasi BAP-S/M Nomor 645/BAP-

SM/PROVSU/LL/X/2015, SK ini berlaku sampai dengan tanggal 16 Oktober

2020. Beralamat di Jalan Sisingamangaraja Km 5,5 Komplek Univa Medan E-

mail: mts_muallimin@yahoo.com Website: www.univa.ac.id Telp. 061-7873093.

Madrasah Tsanawiyah Muallimin Univa Medan, saat ini adalah Madrasah

Plus yang memadukan dua kurikulum, berorientasi kepada Sistem Pendidian

Nasional dan Sistem Pendidikan Al-Washliyah yang memiliki kekhasan mengkaji

kitab-kitab Islam klasik. Saat ini Madrasah Tsanawiyah Muallimin menerapkan

sistem pembelajaran terpadu yang berbasis pada kompetensi ilmiah dan amaliah.

Untuk menyahuti tuntutan perkembangan kurikulum dan kompetensi lulusan,

Madrasah Tsanawiyah Muallimin melakukan:

a. Modifikasi kurikulum pelajaran agama.

b. Menyeimbangkan pembelajaran teoritik dengan praktik.

c. Konsentrasi terhadap kemampuan berbahasa (Arab dan Inggris).

d. Menempatkan tenaga edukatif berpengalaman dan sesuai dengan

keahliannya.

2. Visi dan Misi Madrasah Muallimin UNIVA Medan

a. Visi

“Unggul dalam Mutu Berbasis pada Akhlakqul karimah dan

Taqwa Kepada Allah Swt.”


44

b. Misi

Untuk mewujudkan visi di atas, maka misi Madrasah Tsanawiyah

Muallimin UNIVA Medan adalah :

1) Menyelenggarakan pembelajaran yang baik, variatif, efektif dan

bertanggung jawab.

2) Mengelola Madrasah dengan manajemen modern dan terpadu.

3) Mengupayakan penguasaan terhadap hafalan Al-Quran.

4) Mengupayakan penguasaan terhadap hafalan Al-Quran, Al-

Hadits.

5) Mengupayakan penguasaan terhadap Bahasa Arab dan Inggris.

6) Melaksanakan pengembangan bidang seni dan keterampilan.

7) Mengupayakan penguasaan dasar-dasar IT.

8) Menjadikan akhlak, kesantunan, etika, dan tata krama sebagai

dasar beraktifitas warga madrasah.

Melalui visi misi yang telah dicanangkan oleh MTs Muallimin UNIVA

Medan, madrasah tersebut telah memiliki acuan mendasar dalam

melangkah.Menciptakan generasi penerus yang Unggul dalam Mutu Berbasis

pada Akhlaqul karimah dan Taqwa Kepada Allah Swt.

3. Struktur Organisasi

Setiap organisasi formal memiliki struktur organisasi sebagai suatu

keharusan manajemen, organisasi akan dapat mencapai tujuan secara efektif dan

efisien apabila terstruktur dengan baik. Setiap bagian dalam struktur tentu saja

memiliki fungsi dan tanggung jawab masing-masing yang dijalankan untuk


45

mencapai visi, misi dan tujuan sekolah.Karena itu, MTs Muallimin UNIVA

Medan juga memiliki struktur.

Struktur organisasi tertinggi secara struktural dipegang oleh Kepala

Madrasah yang dijabat oleh Bapak Drs. Kasran, MA. Kepala Madrasah bekerja

sama dengan komite madrasah dan berkaitan erat dengan kepala tata usaha dalam

operasional madrasah, ketua tata usaha sendiri dipengang oleh Bapak Supriyadi,

SHI. Kepala Madrasah memiliki tiga Wakil Kepala Madrasah, yaitu Bapak

Muhayan, MA sebagai Wakil Kepala Madrasah bidang Kurikulum, Bapak Irham

Azmi, S.Pd.I sebagai Wakil Kepala Madrasah bidang Kesiswaan dan Bapak H.M.

Syukur Abrazain BA. sebagai Wakil Kepala Madrasah bidang Pembiayaan dan

Sarana Prasarana, kemudian diikuti oleh struktural pendukung lainnya, seperti

guru wali kelas, guru mata pelajaran, guru bimbingan konseling, pengelola

labolatorium sekolah dan koordinator kegiatan ekstrakulikuler. Secara

keseluruhan MTs Muallimin UNIVA Medan memiliki tenaga pendidik dan

kependidikan berjumlah 40 orang.

a. Keadaan Guru

Guru merupakan komponen penting yang turut menentukan perkembangan

dan kemajuan madrasah. Selain guru, tenaga kependidikan juga sangat berperan

aktif dalam mendampingi proses pengelolaan di madrasah ini. Untuk menciptakan

siswa yang berkualitas, maka guru pun harus berkualitas sehingga siswa yang

dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan.Siswa yang berkualitas juga perlu

didukung dengan kelengkapan administrasi.MTs Muallimin UNIVA Medan

memiliki guru yang berkompeten dibidangnya masing-masing.Sebab, guru


46

mengajar sesuai dengan bidang studi yang dikuasai. Sehingga tidak terjadi

kesenjangan dalam proses pembelajaran. Berikut adalah data pendidik dan tenaga

kependidijan tahun pelajaran 2018-2019:

TABEL I. DATA PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN TAHUN


PELAJARAN 2018-2019
L/ STA PENDIDIKAN MATA SERTIFIKASI
NO NAMA P TUS TERAKHIR PELAJARAN NO.
SERTIFIKAT

1 Abdul Aziz, Drs L GTY S.1 Syariah Tauhid, 071123522845


IAIN SU Akhlak

2 Afrizal, MS, Drs L GTY S.2 Sastra Bahasa 020915708796


Inggris UISU Inggris

3 Ali, Drs H L GTY S.1 Ushuluddin Akhlak, Ke In.07/SP/M/209


IAIN SU AW 5/2009

4 Asbat, S.Pd.I L PNS S.1 Tarbiyah Nahwu, 071223920228


DPK STAIS Medan Muhadatsah

5 Dahlia, S.Ag P PNS S.1 Tarbiyah Prakarya, 021022700609


DPK Seni Budaya
6 Elvi Zahara P GTY S.1 Ekonomi IPS 1021210009011
Harahap, S.Pd UNIMED
7 Halimatussakdiy P GTY S.1 PAI STAIS TIK 1021122417585
ah, S.Pd.I Medan
8 Harun Arrasyid, L GTY S.1 Syariah Ushul -
Lc H Tripoli Libya Fiqih,
Hadits
9 Irham Azmi, L GTY S.1 STAIS PJKS -
S.Pd.I Tebing Tinggi
10 Irwan, S.Pd.I L GTT S.1 Tadris MM Matematika -
IAIN SU
11 Kamilin, M.Pd, L GTY S.2 AP PKn 020708420136
Drs UNIMED
12 Kartini, S.Pd P GTY S.1 FKIP -
Ekonomi
IPS
UMN
13 Kasran, MA, Drs L GTY S.2 Tafsir Qawaidh In.07/SP/M/100
Hadits IAIN Fiqih 4/2008
47

SU
14 Khairuna, S.Pd.I P GTY S.1 Tarbiyah Tafsir, M. 2071323603524
IAIN SU Hadits, SKI
15 M. Syukur P GTY D.3 Syariah Al Quran -
Abrazain, BA H UNIVA Hadits
16 Marwan Ingah, L GTT S.1 Al Azhar Faraidh -
Lc H Cairo
17 Mohd. Rusydi, L GTT S.1 Ushuluddin Fiqih -
Drs H UNIVA
18 Muhayan, MA L GTY S.2 PEDI UIN Q. Fiqih In.07/SP/M/009
3/2010
19 Muhyiddin L GTT S.1 Tarbiyah Tafsir -
Masykur, Drs Al Aqidah
20 Nelmi Hartati P GTY S.1 Sastra B. -
Srg, SS USU Indonesia
21 Nola Afni P GTY S.1 FKIP Matematika -
Oktavia, S.Pd UMN
22 Nudia Yultisa, P GTT S.2 Sastra B. Inggris -
MS Inggris UISU
23 Nugrah Pratama, L GTY S.1 PAI Al Khot -
S.Pd.I UNIVA
24 Rahmat Hidayat, L GTY S.1 Syariah Al B. Arab -
Lc H Azhar Cairo
25 Rosdani Hsb, P GTY S.1 FKIP B. 021015600485
S.Pd UMN Indonesia
26 Roslila, S.Pd.I P GTT S.1 Tarbiayah SKI -
IAIN
27 Saldan, Drs L GTT S.1 FKIP B. -
UISU Indonesia
28 Sibawaihi, Lc L GTY S.2 Tafsir UIN Tahsinul -
MTH H Qiroah
29 Sri Handayani, P PTY S.1 Harapan - -
ST
30 Supriyadi, S.HI L GTY S.1 Syariah Shorof 2071323902303
IAIN SU
31 Ulfa Aini, S.Pd.I P GTY S.1 Tarbiyah Fiqih -
IAIN SU
32 Dewi Puspita P GTT S.1 Fsikologi Tilawah -
Sari, S.Psi UMA
33 Fathurrahman L GTT S.1 PAI UIN M. Hadits -
Anshori SU
34 Yeninda Sartika, P GTT S.1 MIPA IPA -
S.Pd Unsyiah
35 Yusnita Anwar P GTT S.1MIPA IPA -
Nst, S.Pd UNIMED
48

36 Dra. Nurhidayah P GTY S.1 UNIVA Fiqih -


37 Affan Suaidi, L GTT S.2 IAIN SU Q. Fiqih -
MA
38 Mahmud Aziz, L GTT S.1 Syariah Hadits -
S.HI IAIN SU
39 Fadhila Hayani P GTT S.1 Tarbiyah B. Inggris -
S.Pd.I UIN SU
40 Luqman Angga L GTT MAS. Tilawah -
Muallimin

b. Keadaan Siswa

Berdasarkan data terakhir yang ada di Kantor Tata Usaha Madrasah

Tsanawiyah Mualllimin UNIVA Medan (data periode Juli 2019), pada tahun

pelajaran 2018/2019, siswa Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan

berjumlah 570 orang. Yang terdiri atas: Kelas VII; laki-laki 128 orang, perempuan

93 orang, jumlah 221 orang. Kelas VIII; laki-laki 98 orang, perempuan 97 orang,

jumlah 195 orang, dan kelas IX; laki-laki 88 orang, perempuan 66 orang, jumlah

154 orang.

B. Temuan Khusus Penelitian

1. Strategi guru pramuka dalam meningkatkan kecerdasan emosional dan

spiritual siswa pada ekstra kurikuler pramuka di Madrasah Tsanawiyah

Muallimin.

Setelah peneliti menggali strategi yang digunakan guru dalam

meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual siswa di Madrasah Tsanawiyah

Muallimin, peneliti mendapati bahwa strategi yang digunakan oleh guru pramuka

adalah strategi kontekstual teaching and learning.Hal ini disampaikan oleh Bapak
49

Muhayyan selaku Mabigus (Majelis Pembimbing Gugus Depan) pramuka di

Madrasah Tsanawiyah Muallimin sebagai berikut:

Kalau di pramuka itu saya kira proses pembelajarannya menggunakan


strategi kontekstual learning karena semua pembelajaran yang ada di dalam
gerakan pramuka itu diarahkan kepada sifat yang ada di kehidupan nyata,
misalnya berkemah, disiplin dan menjaga kebersihan itukan mereka berhadapan
dengan dunia nyata. Jadi dia tidak lagi berbicara tentang teori, langsung tentang
keadaan siswa itu sendiri gitu.54

Dari wawancara tersebut dapat disimpulkan guru Pramuka dalam

meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual adalah menggunakan strategi

kontekstual teaching and learning.

a. Strategi Kontektual Learning and Teaching.

Darmani mengatakan di dalam bukunya yang berjudul “Optimalisasi

Strategi Pembelajaran” bahwa strategi pembelajaran kontekstual learning adalah

sebagai berikut:

Strategi pembelajaran ini merupakan suatu proses pendidikan yang


holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran
yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan
mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki
pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan ditransfer dari
satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.Pendekatan
kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat.Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih
bermakna bagi siswa.55

54
Hasil wawancara dengan Bapak Muhayyan, MA selaku Mabigus (Majelis Pembimbing
Gugus Depan) pramuka di Madrasah Tsanawiyah Muallimin pada tanggal 23 Oktober 2019.
55
Darmani, Optimalisasi Strategi Pembelajaran: Inovasi Tiada Henti Untuk
Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Peserta Didik (Indonesia: Guepedia, 2018),
h.131.
50

Jadi dari pernyataan tersebut bisa dikatakan strategi ini merupakan suatu

konsep yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi

dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan

penerapannya dalam kehidupan mereka.

Kemudian Wina Sanjaya mengatakan bahwa strategi kontekstual teaching

and learningini adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada

proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang

dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga

mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. 56

Dengan proses yang panjang, strategi ini menekankan pada berpikirnya siswa ke

tingkat lebih tinggi, transfer pengetahuan lintas disiplin, serta pengumpulan,

penganalisis dan pensintesis informasi dan data dari berbagai sumber dan

pandangan.

Peneliti kemudian beralih kepada guru pramuka lainnya yang

berjabat sebagai Ketua Gugus Depan pramuka.beliau mengatakan bahwa

strategi yang digunakan untuk meningkatkan kecerdasan emosional dan

spiritual di Madrasah Tsanawiyah Muallimin sebagai berikut:

…..Kemudian strategi itu disesuaikan dengan materi yang diberikan


kemudian disesuaikan dengan metodenya bisa jadi ada metode ceramah dan
metode pembelajaran yang lainnya. Disesuaikan saja seperti sebagai guru di
pembelajaran kurikuler atau pembelajaran umum begitu juga di kepramukaan,
strategi-strategi yang diterapkan tidak jauh berbeda sebenarnya57

56
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan
(Jakarta: Kencana, 2011), cet.8, h.255.
57
Hasil wawancara dengan Bapak Irham Azmi,S.Pd.I selaku ketua gugus depan pramuka
di Madrasah Tsanawiyah Muallimin pada tanggal 21 Oktober 2019.
51

Pada wawancara ini guru pramuka mengatakan bahwa strategi yang

diterapkan adalah yang disesuaikan dengan materi yang diberikan dan

menggunakan metode ceramah dan tidak jauh berbeda cara nya dengan guru biasa

pada umumnya. Untuk itu peneliti menelaah materi apa saja yang diberikan oleh

guru pramuka kepada siswa.

Dan materi yang diberikan guru pramuka terhadap siswa adalah

berdasarkan kepada SKU (Syarat Kecakapan Umum). Berikut pernyataannya:

Karena pramuka merupakan organisasi yang berdiri sendiri dan memiliki


undang-undang sendiri maka segala bentuk kegiatan kepramukaan menyesuaikan
dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga gerakan pramuka dan untuk
materi di kepramukaan yang diajarkan itu menyesuaikan mengikut dengan kalau
kita di sekolah mengenal istilah silabus dan RPP, sementara di pramuka untuk
kegiatannya itu menyesuaikannya dengan yang disebut dengan SKU (Syarat
Kecakapan Umum) jadi materi-materi yang diajarkan di kepramukaan dengan
SKU sesuai dengan tingkatannya mulai dari tingkatan Ramu, Rakit dan Terap.58

Sebelum menelaah materinya, peneliti ingin menyampaikan bahwa ada

pengolongan di dalam kegiatan pramuka ini dan materi itu harus lah sesuai

dengan berdasarkan kelompok umur dan tingkatan-tingkatannya yang ditentukan

oleh kemampuan anggotanya.Adapun kelompok umurnya yang sudah ditetapkan

yaitu (1) Kelompok umur 7-10 tahun, disebut dengan Pramuka Siaga. (2)

Kelompok umur 11-15 tahun, disebut dengan Pramuka Penggalang. (3) Kelompok

umur 16-20 tahun, disebut dengan Pramuka Penegak. (4) Kelompok umur 21-25

tahun, disebut dengan Pramuka Pandega.59

58
Hasil wawancara dengan Bapak Irham Azmi, S.Pd.I selaku ketua gugus depan pramuka
di Madrasah Tsanawiyah Muallimin pada tanggal 21 Oktober 2019.
59
Jaenudin Yusuf dan Tini Rustini, Panduan wajib Pramuka Superlengkap(Jakarta:
Bmedi, 2016), h. 27.
52

Adapun tingkatan-tingkatan di dalam pramuka itu dibagi seperti (1)

Tingkatan Pramuka Siaga: Siaga Mula, Siaga Bantu, Siaga Tata. (2) Tingkatan

Pramuka Penggalang: Penggalang Ramu, Penggalang Rakit, Penggalang Terap.

(3) Tingkatan Pramuka Penegak: Penegak Bantara, Penegak Laksana. (4)

Tingkatan Pramuka Pandega.60

Jadi didalam penelitian ini peneliti hanya berfokuskan kepada kelompok

pramuka Penggalang, karena subjek peneliti di dalam penelitian ilmiah ini adalah

siswa Tsanawiyah yang kelompok usianya dari 13 -15 tahun.Kemudian kembali

kepada materi, setelah peneliti menelaah materi-materi yang terdapat didalam

SKU yang diberikan guru kepada siswa yang mengikuti pramuka.Materi-materi

SKU sangat banyak sekali, didalamnya berisikan 30 topik pembahasan. 61Di dalam

nya terdapat materi mulai dari program kerja, pengetahuan umum, pengetahuan

kepramukaan yang mana semua materi itu melibatkan peningkatan 3 aspek

daripada kecerdasan manusia yaitu kecerdasan intelektual, emosional dan juga

spiritual. Melihat materi tersebut, hal yang berkaitan dengan aspek kecerdasan

emosional bisa dilihat pada SKU nomor 5 dan nomor 6 yaitu dapat

menyampaikan emosi dan dapat menyampaikan pendapat dengan baik dalam

suatu pertemuan Pasukan Penggalang.62

Setelah mengamati guru pramuka di Madrasah Tsanawiyah Muallimin,

peneliti mendapati strategi yang diterapkan guru di sini adalah menggunakan

strategi afektif dan ekspositori.

60
Ibid., h. 28.
61
Ali Munir, Tuntas SKU Penggalang Ramu: Penuntun Menyelesaikan SKU Penggalang
Ramu (buku, tidak diterbitkan), h. 1-28.
62
Yusuf dan Rustini, Panduan, h. 4-5.
53

b. Strategi Afektif

Strategi afektif secara umunya adalah strategi pembentukan nilai, istilah

yang menggambarkan afektif yang paling sesuai adalah pendidikan bukan istilah

pengajaran.Jika dilihat strategi pembelajaran afektif memang berbeda dengan

strategi pembelajaran kognitif dan keterampilan.Afektif ini berhubungan dengan

nilai, yang mana sulit bagi kita untuk mengukurnya, oleh karena menyangkut

kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam. Dalam batas tertentu memang

afektif dapat muncul dalam kejadian behavioral, akan tetapi penilaiannya untuk

sampai pada kesimpulan yang biasa dipertanggungjawabkan membutuhkan

ketelitian dan observasi yang terus-menerus, dalam hal ini tidaklah mudah untuk

dilakukan apalagi nilai perubahan sikap sebagai akibat dari proses pembelajaran

yang dilakukan guru di sekolah.

Strategi ini menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam diri

diakibatkan dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Dalam strategi ini

guru bisa menggunakan model strategi pembelajaran sikap yaitu menghadapkan

siswa pada situasi yang mengandung konflik atau situasi yang

problematis.Melalui situasi ini diharapkan siswa itu dapat mengambil keputusan

berdasarkan nilai yang dianggapnya baik.

Model yang bisa diterapkan adalah model konsiderasi yaitu model yang

berfokus kan kepada pembentukan kepribadian bukan pengembangan intelektual.

Oleh karena itu, model ini menekankan kepada strategi pembelajaran yang dapat
54

membentuk kepribadian. Tujuannya adalah agar siswa itu menjadi manusia yang

memiliki kepedulian terhadap orang lain.

c. Strategi ekspositori.

Strategi pembelajaran ini berorientasikan kepada guru yang mana materi

disampaikan secara verbal dari guru kelompok siswa dengan maksud agar siswa

dapat menguasai materi secara optimal yang mana fokus utama dari pembelajaran

ini kemampuan akademis.Kemudian penggunaan metode ekspositori merupakan

metode pembelajaran mengarah kepada tersampaikanya isi pelajaran kepada siswa

secara langsung.63

Melihat materi pramuka yaitu SKU yang menjadi acuan dalam

pembelajaran pramuka atau kurikulumnya, materi-materi itu semuanya

melibatkan pengoptimalisasikan pada kecerdasan manusia yang menyangkut

aspek kecerdasan intelektual, emosional dan juga spiritual.sebagai mana yang

dijelaskan oleh guru pramuka sebagai berikut:

Kegiatan kepramukaan bisa dibilang sebuah kegiatan yang multikompleks, ia


memiliki segala unsur dalam mengembangkan atau membentuk karakteristik
siswa baik dari segi intelektual, emosional dan juga spiritual. salah satu
contohnya dalam SKU itu saja yang kemudian menjadi materi dalam kegiatan
kepramukaan64

63
M. Chalish, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2011), h. 124.
64
Hasil wawancara dengan Bapak Irham Azmi S.Pd.I selaku ketua gugus depan pramuka
di Madrasah Tsanawiyah Muallimin pada tanggal 21 Oktober 2019.
55

2. Faktor pendukung dan hambatan upaya peningkatan kecerdasan

emosional dan spiritual siswa di Madrasah Tsanawiyah Muallimin.

Penerapan yang dilakukan dalam guru dalam upaya meningkatkan

kecerdasan emosional dan spiritual yang terjadi pada siswa memiliki faktor

pendukung sebagaimana wawancara dengan guru pramuka berikut ini:

anak-anak pramuka ini tidak ada paksaan dalam mengikuti pramuka.


Maka yang mengikuti pramuka itu pasti yang cinta dan senang dengan pramuka,
sudah pasti hatinya tertambat di pramuka itu dan pasti jika sudah senang dan
cinta untuk menanamkan nilai-nilai spiritual itu lebih gampang tanpa strategi
pun lagi, cakap saja pun kita sudah didengarkan mereka. Cuma pembina selalu
melakukan cara menyampaikan materi-materi dalam pramuka itu, penanaman-
penanaman nilai spiritual itu disampaikan melalui strategi-strategi yang mereka
buat.65

Peneliti menganalisis ada 2 faktor pendukung yang terjadi yaitu faktor

internal dan eksternal

a. Faktor Internal

1) Fisik

Faktor internal di dalam hal ini berkaitan secara fisik, bagian yang paling

menentukan atau paling berpengaruh terhadap kecerdasan emosi seseorang adalah

anatomi saraf emosinya. Bagian otak yang digunakan untuk berfikir yaitu frontal

lobe dan sebagian bagian yang berada dibagian otak yang mengurusi emosi yaitu

sistem limbik.

65Hasil
wawancara dengan Bapak Muhayyan, MA selaku Mabigus (Majelis Pembimbing
Gugus Depan) pramuka di Madrasah Tsanawiyah Muallimin pada tanggal 23 Oktober 2019
56

a) Melihat lebih dalam lagi pada bagian frontal lobe berupa bagian

yang paling depan dalam otak. Frontal lobe itu berperan penting

dalam memahami sesuatu secara mendalam, menganalisis mengapa

mengalami perasaan tertentu dan selanjutnya berbuat sesuatu untuk

mengatasinya.

b) Sistem limbik, bagian ini disebut dengan emosi otak yang letaknya

jauh didalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggungjawab

atas pengaturan emosi dan implus. Sistem ini meliputi

hippocampus, tempat berlangsungnya proses pembelajaran emosi

dan tempat disimpannya emosi. Selain itu amygdala dilihat sebagai

pusat pengendalian emosi pada otak.

Travis Bradberry dan Jean Greaves menjelaskan bagaimana cara proses

otak kita membuat keputusan. Beliau mengatakan bahwa apapun yang kita lihat,

cium, dengar, rasa dan sentuh akan melalui didalam tubuh badan secara sinyal

elektrik. Sinyal-sinyal ini akan melalui dari satu sel ke sel yang lain sebelum ia

mencapai tujuan akhirnya yaitu otak. Sinyal itu kemudian melewati bagian

pertama otak dan yang paling bawah dari otak dinamakan spinal cord, sinyal-

sinyal tadi haruslah sampai pada tujuan akhirnya yaitu frontal lobeatau dibelakang

dahi atau bagian paling depan otak. Pada bagian frontal lobeini adalah bagian

dimana kita berfikir secara rational, kemampuan berfikir secara logis berada pada

bagian ini.Jadi ketika sinyal-sinyal tadi untuk sampai ke bagian frontal lobe,

haruslah melewati bagian tengah otak yaitu dinamakan limbic system.Pada bagian
57

ini emosi kita diproses, ini menunjukkan sebelum kita berfikir secara rasional atau

berfikir secara logis, otak kita sebenarnya membuat kita berfikir secara emosional

karena sinyal-sinyal tadi tidak bisa langsung membawa kita bagian paling depan

otak dan harus melewati bagian tengah otak yaitu limbic systematau bagian yang

membuat kita berfikir secara emosional.66

2) Psikis

Faktor psikis adalah kondisi mental seseorang. Kondisi ini dapat

dipengaruhi oleh berbagai hal seperti cara berpikir, pengaruh lingkungan,

pendidikan, dan lain sebagainya. Dalam kenyataannya psikis seseorang sangat

berperan dalam menentukan kepribadian orang tersebut.Faktor ini mengacu

kepada kerelaan siswa itu sendiri dalam mengikuti kegiatan pramuka dan memang

tidak ada paksaan dalam mengikuti pramuka baik dari guru-guru di sekolah

maupun dari pihak keluarga siswa.

b. Faktor eksternal

1) Materi Pembelajaran

Materi merupakan faktor eksternal yang menjadi faktor pendukung dalam

peningkatan kecerdasan emosional dan spiritual.Materi yang diberikan berupa

SKU (Syarat kecakapan Umum) dan dasadarma yang merupakan kurikulumnya

bagi kegiatan pramuka.Di dalam materi ini mencakup semua aspek dari

kecerdasan manusia yaitu kecerdasan intelektual, emosional dan juga spiritual.

66
Travis Bradberry dan Jean Greaves, Emotional, h. 30-31.
58

2) Lingkungan

Lingkungan yang dimaksud disini adalah keluarga siswa.siswa yang bisa

dikatakan di lingkungan ahli keluarga pernah menjadi anggota di masa mudanya

membuat keturunan selanjutnya pun turut cenderung melakukan hal yang sama.

Berikut pernyataan dari siswi Madrasah Tsanawiyah Muallimin:

ada yang mendukung ada yang enggak. Karena ayah saya dulu mengikuti
pramuka jadi dia menyaranin pramuka, cuma kalau dari bunda tidak
menyarankan karena itukan kegiatan untuk cowok karena banyak kegiatan diluar,
berbaur dengan orang banyak, jadi itu lebih cocok ke cowok.67

Adapun hambatan dalam upaya peningkatan kecerdasan emosional dan

spiritual siswa di Madrasah Tsanawiyah Muallimin sebagaimana yang

disampaikan oleh guru pramuka sebagai berikut:

Kalau hambatan bisa jadi 2 faktor, dari sisi internal dan eksternal.Dari
sisi internal biasa sering terjadi seperti anggota atau siswa itu sendiri seperti
banyak yang belum terbuka fikirannya dan hatinya untuk dapat menerima dengan
baik pemahaman-pemahaman tentang kecerdasan emosional dan spiritual
tersebut.Namun dari sisi eksternal biasanya tidak terlalu banyak.68

Kemudian pada guru pramuka yang lainnya mengatakan sebagai berikut:

Ada. Karena tidak semua orang tidak percaya dengan pramuka ini.Orang
menganggap bahwa kegiatan pramuka ini kegiatan-kegiatan yang bentuknya
penyiksaan.Masih banyak orangtua menganggap kegiatan pramuka ini
prodaman, pendidikan yang mengarah kepada militer, padahal salah.Bahwa
pramuka ini intinya adalah penanaman nilai spiritual, karena mereka orangtua
belum paham. Mereka menganggap bahwa kegiatan pramuka yang mereka lihat
masuk ke lumpur, disiksa, dirodam, makan nasi bercampur dengan makanan-
makanan yang kurang baik, nah ini yang masih ada di dalam pola pikir orangtua
siswa. Mereka tidak tau bahwa pramuka itu memang adalah konsepnya dari
spiritual dan melahirkan nilai spiritual dan emosional. Bakat lahir, kepekaan

67
Hasil wawancara dengan Vira yaitu siswi kelas IX di Madrasah Tsanawiyah Muallimin
pada tanggal 23 Oktober 2019
68
Hasil wawancara dengan Bapak Irham Azmi S.Pd.I selaku ketua gugus depan pramuka
di Madrasah Tsanawiyah Muallimin pada tanggal 21 Oktober 2019.
59

sesama manusia lahir, sesayang sama kawan lahir, cinta sama lingkungan lahir.
Emosional lahir dan spiritual pun lahir.69

Dari wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwasanya hambatan yang dihadapi

guru pramuka ada 2 faktor yaitu internal dan eksternal.berikut adalah hasilnya:

a. Faktor internal.

1) Siswa

Kesadaran siswa dalam menilai seberapa pentingnya kegiatan pramuka

dan belum terbukanya kesadaran dan pemahamannya untuk menerima dengan

baik.

b. Faktor eksternal

2) Keluarga

Dari keluarga siswa banyak juga yang menganggap upaya meningkatkan

kecerdasan emosional dan spiritual melalui kegiatan pramuka tidak sesuai

dilaksanakan pada anak-anaknya karena melihat kepada kegiatan-kegiatannya

yang seolah-olah mencederai fisik serta batin nya siswa.

Dengan adanya faktor pendukung dan juga penghambat atau kendala

tersebut dalam proses peningkatan kecerdasan emosional siswa di Madrasah

Tsanawiyah Muallimin, maka guru pramuka harus lebih pandai dalam memahami

69
Hasil wawancara dengan Bapak Muhayyan, MA selaku Mabigus (Majelis Pembimbing
Gugus Depan) pramuka di Madrasah Tsanawiyah Muallimin pada tanggal 23 Oktober 2019
60

keadaaan masing-masing siswa agar tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat

dengna mudah tercapai dan juga terlaksanakan dengan baik.


BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan

Setelah penulis mengadakan penelitian di Madrasah Tsanawiyah

Muallimin tentang Strategi Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional

dan Spiritual Siswa di Madrasah Tsanawiyah Muallimin, kemudian membahas

data yang terkumpul dan menguraikan dalam bab-bab, penulis memberikan

kesimpulan sebagai akhir dari pembahasan ini, yaitu:

1. Strategi yang digunakan oleh guru pramuka di Madrasah Tsanawiyah

Muallimin untuk meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual adalah

strategi kontekstual teaching and learning, strategi afektif dan strategi

ekspositori.

2. Faktor pendukung upaya meningkatkan kecerdasan emosional terbagi

menjadi 2 yaitu internal dan eksternal . Faktor internal yaitu fisik. Fisik

yang dimaksud disini adalah proses otak seseorang dalam membuat

keputusan. Kemudian faktor internal selanjutnya yaitu psikis. Psikis yang

dimaksudkan disini adalah mental siswa yang dipengaruhi oleh cara

berpikir dan kesadaran dari dalam diri sendiri melihat pentingnya kegiatan

pramuka itu. Adapun faktor eksternal yaitu materi. Materi yang digunakan

dalam kegiatan pramuka adalah materi SKU (Syarat kecakapan Umum)

dan Dasadarma yang mana materi ini tidak hanya menyangkut kecerdasan

emosional dan spiritual saja tetapi menyangkut aspek lainnya yaitu

61
62

keerdasan intelektual. Kemudian faktor eksternal selanjutnya adalah

lingkungan. Yang dimaksud lingkungan disini adalah keluarga. Keluarga

memiliki peran yang sangat penting dalam peningkatan kecerdasan

emosional dan spiritual karena merupakan anggota yang paling dekat

dengan siswa. selanjutnya hambatan dalam upaya meningkatkan

kecerdasan emosional dan spiritual di Madrasah Tsanawiyah Muallimin

terbagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan eksternal. faktor internal disini

adalah siswa. Siswa dikatakan kurang kesadarannya dalam menilai betapa

pentingnya mengikuti kegiatan pramuka. Selanjutnya faktor eksternalnya

adalah keluarga. Selain faktor keluarga menjadi faktor pendukung dalam

upaya meningatkan kecerdasan emosional dan spiritual, keluarga juga

menjadi faktor hambatan. Dari hasil data menunjukkan bahwa keluarga

memiliki pandangan yang buruk terhadap kegiatan pramuka

B. Saran-saran

1. Bagi guru, peneliti mengharapkan

2. Bagi siswa, peneliti mengharapkan bagi yang masih belum meminati

ekstrakurikuler ini untuk mempertimbangkannya. Karena melihat potensi

yang didapatkan dari kegiatan tersebut banyak mengacu kepada

peningkatan segala aspek kecerdasan manusia seperti intelektual,

emosional dan spiritual bila dibandingkan dengan ekstrakurikuler yang

lainnya yang hanya berfokus kepada kecerdasan intelektual sahaja dan

pada akhirnya diharapkan kita dapat mencapai manusia yang memiliki

prestasi yang tinggi dari setiap aspek kecerdasan emosional.


63

3. Bagi keluarga siswa, peneliti mengharapkan untuk tidak melihat hanya

dari kegiatan pramuka yang dikatakan hanya menyiksa fisik dan batin

siswa tetapi juga harus melihat kepada materi yang disampaikan serta hasil

dari kegiatan tersebut yang pada akhirnya membina kaum muda dalam

mencapai sepenuhnya potensi-potensi intelektual, emosional dan spiritual.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hamid, Mohd Azhar. EQ: Panduan Meningkatkan Kecerdasan Emosi.


Selangor: PTS Publication & Distribution. 2006.

Agustian, Ary Ginanjar. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan


Spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient: The ESQ Way 165: 1 Ihsan,
6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam. Jakarta: Arga Publishing. 2010

Alex Tri Kantjono. Mengajarkan Emotional Intelligent Pada Anak. Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama. 2003.

Anak Aleng, Pati. Transformasi Pendidikan dan Pembangunan Modal Insan.


Selangor: PTS Akademia. 2014

Bradberry, Travis dan Greaves, Jean. Emotional Intelligence 2.0. San Diego:
Talent Smart. 2009.

Buzan, Tony, The Power of Spiritual Intelligence: 10 Ways to Tap Into Your
Spiritual Genius, terj. Ana Budi Kuswandani, Kekuatan ESQ: 10 Langkah
Meningkatkan Kecerdasan Emosional Spiritual, Jakarta: PT. Pustaka
Delapratasa. 2003.

Chalish, M. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: PT.Bumi


Aksara. 2011.

Cornwall, Michael. Go Suck a Lemon: Strategies for Improving Your Emotional


Intelligence. t.t.p: Nook Press. 2000

Darmani. Optimalisasi Strategi Pembelajaran: Inovasi Tiada Henti Untuk


Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Peserta Didik.
Indonesia: Guepedia. 2018.

Departemen Pendidikan dan kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia,


Jakarta: Balai Pustaka. 1991.

Doe, Mimi dan Walch, Marsha. 10 Principles For Spiritual Parenting: Nurturing
Your Child’s Soul. terj. Rahmani Astuti, 10 Prinsip Spiritual Parenting.
Bandung: Mizan Media Utama. 2001

Fatimah, Siti. Peran Guru Agama Dalam Mengembangkan Kecerdasan


Emosional dan Spiritual pada Anak Di SMP Swasta Al-Hikmah Medan
Marelan Pasar IV Barat (Skripsi, tidak diterbitkan) 2017.

64
65

Gardner, Howard. Frame of Mind: The Theory of Multiple Intelligence. New


York: Basic Book. 2011

Goleman, Daniel. Emotional Intelligence: Why it can matter more than IQ.
London: Bloomsbury Publishing. 1996.

J, Lexy, Moeleong, et.al. Metodologi Penelitian, Bandung: PT Remaja


Rosdakarya. 1989

Masripah, Septin. Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan


Kecerdasan Emosional dan Spiritual Siswa di SMK Islam 2 Durenan
Trenggalek (Skripsi, tidak diterbitkan) 2018.

Munir, Ali. Tuntas SKU Penggalang Ramu: Penuntut Menyelesaikan SKU


Penggalang Ramu. (Buku, Tidak diterbitkan)

Nurbaiti, Siti. Strategi Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosi (Emotional


Quotient) Melalui Pendidikan Agama Islam Di SMA Negeri 2 Kecamatan
Simpang Kiri Kota Subulussalam (Skripsi, tidak diterbitkan) 2017.

R. Caruso, David dan Salovey, Peter. The Emotionally Intelligent Manager: How
to Develop and Use The Four Key Emotional Skills of Leadership. San
Fransisco: Jossey Bass. 2004

Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.


Jakarta: Kencana. 2011.

Siyoto, Sandu dan Sodik, M.Ali. Dasar Metodologi Penelitian, Yogyakarta:


Literasi Media Publishing, 2015

Sulistiya, Febri. Pengaruh Tingkat Kecerdasan Intelektual dan Kecerdasan


Emosional Terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Jasmani, Olahraga dan
Kesehatan pada Siswa di SMP 15 Yogyakarta (Skripsi, tidak diterbitkan)
2016.

Sugiono. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan


R&D, Bandung: Alfabeta. 2012

Syariati, Ali. Tugas Cendikiawan Muslim, Jakarta: Srigunting Press. 2001.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem


Pendidikan Nasional.

Vety Dazeva. Perbedaan Kecerdasan Emosional Siswa Ditinjau dari Jenis


Kegiatan Ekstrakurikuler.
66

Yantiek, Ermi. Kecerdasan Emosi, Kecerdasan Spiritual dan Perilaku Prososial


Remaja.

Yaumi, Muhammad dan Ibrahim, Nurdin. Kecerdasan Jamak (Multiple


Intelligence). Jakarta: Kencana Prenamedia Group. 2013.

Yusud, Jaenuddin dan Rustini, Tini. Panduan Wajib Pramuka Superlengkap.


Jakarta: Bmedi. 2016.

Zohar, Danah dan Marshall, Ian. SQ: Kecerdasan Spiritual. Bandung: Mizan
Pustaka. 2000.

Anda mungkin juga menyukai