PROPOSAL
Oleh :
AGHNES WULANDARI
NPM : 2011080440
Puji dan syukur penulis panjat kan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Upaya
meningkatkan kepercayaan diri siswa melalui teknik konseling rational emotive theraphy” tepat
pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan proposal penelitian ini adalah untuk mempelajari
cara pembuatan skripsi pada Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil sehingga proposal penelitian ini dapat
selesai. Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada:
1. Bunda Mega Aria Monica, M.Pd, selaku Dosen yang telah mendidik dan memberikan
bimbingan selama masa perkuliahan.
2. Papa dan mama serta kakakku yang telah memberikan doa, dorongan dan semangat selama
penyusunan proposal ini.
3. Teman-temanku satu bimbingan penelitian proposal yang telah berjuang bersama-sama
penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.
Meskipun telah berusaha menyelesaikan proposal penelitian ini sebaik mungkin, penulis
menyadari bahwa proposal penelitian ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna menyempurnakan
segala kekurangan dalam penyusunan proposal penelitian ini.
Kami menyadari proposal penelitian ini tidak luput dari berbagai kekurangan. Penulis
mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikannya sehingga akhirnya laporan
proposal penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi bidang pendidikan dan penerapan di
lapangan serta bisa dikembangkan lagi lebih lanjut.
Aghnes Wulandari
i
DAFTAR ISI
COVER................................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR......................................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah................................................................................................. 3
1.3 Pembatasan Masalah................................................................................................ 4
1.4 Perumusan Masalah................................................................................................. 4
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................................................ 4
ii
3.7 Analisis Data............................................................................................................ 20
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan.............................................................................................................. 21
4.2 Saran........................................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan di sekolah tidak hanya sekedar menyampaikan materi ajar kepada siswa
melainkan lebih dari itu yaitu: merupakan upaya menanamkan nilai-nilai yang berharga bagi
kepentingan hidup selanjutnya dari peserta didik. Salah satu nilai yang harus ditanamkan
lewat aktifitas pendidikan tersebut ialah, sikap yang berani dalam mengungkapkan pendapat.
Sikap kepercayaan diri dapat ditanamkan lewat pembiasaan dan latihan dapat di transfer ke
ranah tindakan atau aktifitas peserta didik. Oleh karena itu, kepercayaan diri merupakan sifat
pribadi yang harus dimiliki oleh peserta didik, tumbuh dan berkembang dalam diri sikap
individu yang dibutuhkan dalam memenuhi tuntutan hidup diberbagai lapangan kehidupan.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional mengungkapkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yan diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Ki Soeratman 1983: 12 megungkapkan bahwa pendidikan adalah usaha kebudayaan yang
bermaksud memberi bimbingan dalam hidup tumbuhnya jiwa raga anak agar dalam kodrat
pribadinya serta pengaruh lingkunganannya, mereka memperoleh kemajuan lahir batin
menuju ke arah adab kemanusiaan.
Sementara itu Ki Hadjar Dewantara 1962: 14-15 juga mengungkapkan bahwa pendidikan
adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti kekuatan batin, karakter,
pikiran intelek dan tubuh anak, dalam rangka kesempurnaan hidup dan keselarasan dengan
dunianya. Pendidikan itu membentuk manusia yang berbudi pekerti, berpikiran pintar,
cerdas dan bertubuh sehat. v beberapa definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan yang merupakan usaha sadar 12 yang
pelaksanaannya dipengaruhi oleh garis kodrati peserta didik dan lingkungan yang
mengelilinginya. Dari definisi pendidikan di atas terdapat dua kata kunci utama yaitu;
tumbuhnya jiwa raga anak dan kemajuan anak lahir batin. Dari dua kata kunci utama
1
tersebut dapat dimaknai bahwa manusia bereksistensi ragawi raga dan rokhani jiwa. Ki
Soeratman 1982: 215 mempertegas pengertian jiwa dalam budaya bangsa meliputi ngerti
cipta, ngrasa rasa, dan nglakoni karsa. Ki Hadjar Dewantara 1962: 17 juga menegaskan
bahwa pendidikan itu suatu tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Hal ini berarti
bahwa hidup tumbuhnya anak-anak itu terletak di luar kecakapan atau kehendak para
pendidik. Anak itu sebagai makhluk, sebagai manusia, sebagai benda hidup teranglah hidup
dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. Kaum pendidik hanya dapat menuntun tumbuhnya
atau hidupnya kekuatan-kekuatan itu agar dapat memperbaiki kelakuannya hidup dan
tumbuhnya itu. Berdasarkan hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Ki Hadjar
Dewantara ingin:
1. menempatkan anak didik sebagai pusat pendidikan,
2. memandang pendidikan sebagai suatu proses yang dengan demikian bersifat dinamis, dan
3. mengutamakan keseimbangan antar cipta, rasa, dan karsa dalam diri anak.
Istilah Rational Emotive Therapy sukar diganti dengan istilah bahasa Indonesia yang
mengena; paling - paling dapat dideskripsikan dengan mengatakan: corak konseling yang
menekankan kebersamaan dan interaksi antara berpikir dan akal sehat (rational thinking),
berperasaan (emoting), dan berperilaku (acting), serta berpikir dapat menghasilkan
perubahan yang berarti dalam cara berperilaku dan berperasaan. Maka, orang yang
mengalami gangguan dalam alam perasaannya, harus dibantu untuk meninjau kembali
caranya berpikir dan memanfaatkan akal sehat.
Pelopor dan sekaligus promotor utama corak konseling ini adalah "Albert Ellis" (1913-
2007), yang telah menerbitkan banyak karangan dan buku antara lain buku yang berjudul
Reason and Emotion in Psychotherapy (1962), A new Guide to Rational Living (1975), serta
karangan yang berjudul The Rational-Emotive Approach to Counseling dalam buku Burks
Theories of Counseling (1979). Menurut pengakuan Ellis sendiri, corak konseling Rational-
Emotive Therapy (disingkat RET) berasal dari aliran pendekatan Kognitif-Behavioristik.
Teorinya mempunyai kemiripan dengan terapi kognitif Aaron Beck (yang dirumuskan
secara terpisah pada waktu hampir bersamaan) dan terapi mood baru David Burns. Para ahli
psikologis klinis sering mengkhususkan diri dalam bidang konseling perkawinan dan
keluarga. Pada mulanya Ellis mendapat pendidikan dalam pengalaman prakteknya ia merasa
kurang meyakini psikoanalisa yang dianggap ortodoks. Oleh karena itu berdasarkan
2
pengalaman dan pengetahuannya dalam teori belajar behavioral, kemudian ia
mengembangkan suatu pendekatan sendiri yang disebut Rational Emotive Therapy (RET)
atau terapi rasional emotif.
Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Umumnya, mereka merasa tidak percaya diri untuk bergaul dengan teman-temannya. Ini
disebabkan karena mereka menganggap diri mereka lebih bodoh dari teman yang lainnya.
adalah latar belakang keluarga masing-masing siswa. Upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan kepercayaan diri yang rendah, diperlukan dukungan dari semua pihak yang
terlibat, khusunya siswa itu sendiri. Selain itu, peran Guru pembimbing juga sangat penting
untuk memberikan rancangan layanan bimbingan kelompok maupun individu bagi siswa
yang memerlukannya, baik layanan individual maupun kelompok, baik dalam bentuk
penyajian klasikal, kegiatan bimbingan, atau kegiatan lainnya. Alfred Adler (dalam
Suryabrata, 1990:221) juga menyatakan pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial.
hal tersebut dapat dilihat dalam wujud konkretnya bahwa manusia memiliki sikap
kooperatif, memiliki hubungan sosial, hubungan antar pribadi, mengikatkan diri dengan
kelompok, dan sebagainya.
Teman sebaya merupakan faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri
denganlingkungan, dimana teman sebaya merupakan agen sosial yang secara tidak sengaja
dapat memepengaruhi kita dalam bergaul, juga teman sebaya juga dapat memepengaruhi
kita dalam kegiatan proses belajar mengajar.
3
b) Kurangnya kepercayaan diri siswa yang suka menyendiri dan kurang suka berkumpul
dengan teman-temannya.
c) ada siswa yang merasa takut mengungkapkan pendapat.
d) ada beberapa siswa yang selalu di ejek oleh teman temannya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
2.1 Pengertian kepercayaan diri
Menurut Willis (1985) kepercayaan diri adalah keyakinan bahwa seseorang mampu
mengulangi suatu masalah dengan situasi terbaik dan dapat memberikan sesuatu yang
menyenangkan bagi orang lain.
Sedangkan menurut Lauster (1992) mendefinisikan kepercayaan diri diperoleh dari
pengalaman hidup. Kepercayaan diri diperoleh dari pengalaman hidup. Kepercayaan diri
merupakan salah ssatu aspek keperibadian yang berupa keyakinan akan kemampuan diri
seseorang sehingga tidak terpengaruh oleh orang lain dan dapat bertindak sesuai kehendak,
gembira, optimis, cukup toleran, dan bertanggung jawab.
Lauser (1992) menambahkan bahwa kepercayaan diri berhubungan dengan kemampuan
melakukan sesuatu yang baik. Anggaran seperti ini membuat individu tidak pernah menjadi
orang yang mempunyai kepercayaan diri yang sejati. Bagaimana pun kemampuan manusia
terbatas pada kemampuan yang dikuasai.
Menurut pendapat Anthony (1992) bahwa kepercayaan diri merupakan sikap pada diri
seseorang yang dapat menerima kenyataan, dapat mengembangkan kesadaran diri, berfikir
positif, memiliki kemandirian, dan mempunyai kemampuan untuk memiliki serta mencapai
segala sesuatu yang diinginkan
Sedangkan menurut Kumara (1988) menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan
kepribadian yang mengandung arti keyakinan terhadap kemampuan sendiri. Hal ini senada
dengan pendapat Afiatin dan Andayani (1998) yang mengatakan bahwa kepercayaan diri
merupakan aspek kepribadian yang berisi keyakinan tentang kekuatan, kemampuan, dan
keterampilan yang dimiliki, kepercayaan diri merupakan sikap mental seseorang dalam
menilai diri maupun objek sekitarnya sehingga orang tersebut mempunyai keyakinan akan
kemampuan dirinya untuk dapat melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuannya.
Percaya Diri (Self Confidence) adalah meyakinkan pada kemampuan dan penilaian
(judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih pendekatan yang efektif. Hal
ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya menghadapi lingkungan yang semakin
menantang dan kepercayaan atas keputusan atau pendapatnya. Sedangkan kepercayaan diri
5
adalah sikap positif seorang induvidu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan
penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang
dihadapinya. Hal ini bukan berarti induvidu tersebut mampu dan kompeten melakukan
segala sesuatu seorang diri. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada
adanya beberapa aspek dari kehidupan induvidu terseburt dimana ia merasa memiliki
kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa karena didukung oleh pengalaman,
potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri.
Sedangkan Menurut Hygiene Kepercayaan Diri adalah penilaian yang relatif tetap
tentang diri sendiri, mengenai kemampuan, bakat, kepemimpinan, inisiatif, dan sifat- sifat
lain, serta kondisi-kondisi yang mewarnai perasaan manusia (Iswidharmanjaya&Enterprise
2014:20-21).
Kepercayaan diri merupakan sikap positif seseorang individu yang memampukan dirinya
untuk mengembangkan penilaian positif, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap
lingkungan atau situasi yang dihadapinya (Fatimah,2010:149).
Orang yang percaya diri lebih mampu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan yang
baru, orang yang percaya diri biasanya akan lebih mudah berbaur dan beradaptasi dibanding
dengan yang tidak percaya diri. Karena orang yang percaya diri memiliki pegangan yang
kuat, mampu mengembangkan motivasi, ia juga sanggup belajar dan bekerja keras untuk
kemajuan, serta penuh keyakinan terhadap peran yang dijalaninya
(Iswidharmanjaya&Enterprise,2014:40-41).
Percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis seseorang, dimana individu dapat
mengevaluasi keseluruhan dari dirinya sehingga memberi keyakinan kuat pada kemampuan
dirinya untuk melakukan tindakan dalam mencapai berbagai tujuan didalam hidupnya
(Setiawan, 2014:14).
Kepercayaan diri berawal dari diri sendiri dan dukungan dari orang lain. Kepercayaan diri
dapat mengubah seseorang yang biasanya tidak berani dalam menghadapi sesuatu,
denganadanya kepercayaan diri seseorang menjadi lebih yakin dan mampu dalam
menghadapi atau mengerjakan sesuatu.
Berdasarkan penjelasan dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri adalah keyakinan untuk
melakukan sesuatu pada diri subjek sebagai karakteristik pribadi yang di dalamnya terdapat
keyakinan akan kemampuan diri, optimis, bertanggung jawab, rasional, dan realistis.
6
2.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berikut ini adalah faktar-faktor tersebut.
1. Konsep diri
Menurut Anthony (1992) terbentuknya kepercayaan diri pada diri seseorang di awali
dengan perkembangan konsep diri yang diperoleh dalam pergaulannya dalam suatu
kelompok. Hasil intraksi yang terjadi akan menghasilkan konsep diri.
Terbentuknya percaya diri pada seseorang diawali dengan perkembangan konsep diri
yang diperoleh dalam pergaulan suatu kelompok. Menurut Centi (1995), konsep diri
merupakan gagasan tentang diri sendiri. Individu yang mempunyai rasa rendah diri
biasanya mempunyai konsep diri negatif, sebaliknya individu yang mempunyai rasa
percaya diri akan memiliki konsep diri positif.
2. Harga diri
Konsep diri yang positif akan membentuk harga diri yang positif pula. Harga diri adalah
penilaian yang dilakukan terhadap diri sendiri. Santoso berpendapat bahwa tingkat harga
diri seseorang akan mempengaruhi tingkat kepercayaan diri seseorang.
3. Pengalaman
pengalaman dapat menjadi factor munculnya rasa percaya diri. Sebaliknya, pengalaman
juga dapat menjadi faktir menurunnya rasa percaya diri seseorang. Anthony (1992)
mengemukakan bahwa pengalaman masa lalu adalah hal terpenting untuk
mengembangkan kepribadian sehat.
4. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan diri
seseorang. Tingkat pendidikan yang rendah orang tesebut tergantung dan berada di
bawah kekuasaan orang lain yang lebih pandai darinya. Sebaliknya, orang yang
mempunyai pendidikan yang tinggi akan memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih
dibandingkan yang berpendidikan rendah.
7
Pendidikan mempengaruhi percaya diri individu. Anthony (1992) lebih lanjut
mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan yang rendah cenderung membuat individu
merasa di bawah kekuasaan yang lebih pandai, sebaliknya individu yang pendidikannya
lebih tinggi cenderung akan menjadi mandiri dan tidak perlu bergantung pada individu lain.
Individu tersebut akan mampu memenuhi keperluan hidup dengan rasa percaya diri dan
kekuatannya dengan memperhatikan situasi dari sudut kenyataan.
2. Optimis
Optimis adalah sikap positif yang dimiliki seseorang yang selalu berpandangan baik
dalam menghadapi segala hal tentang diri dan kemampuannya.
3. Objektif
8
Orang yang memandang permasalahan atau sesuatu sesuai dengan kebenaran yang
semestinya. Bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri.
4. Bertanggung jawab
Bertanggung jawab adalah kesediaan orang untuk menanggung segala sesuatu yang telah
menjadi konsekuensinya.
a) Kontak sosial
Kontak sosial berarti adanya hubungan yang saling mempengaruhi tanpa perlu
bersentuhan. Misalnya, pada saat berbicara yang mengandung pertukaran informasi, tentu
saja akan mempengaruhi pengetahuan dan cara pandang. Kontak sosial dapat terjadi
secara langsung maupun tidak langsung antara satu pihak ke pihak lainnya.
Dari uraian di atas maka dapat diketahui bahwa kontak sosial adalah hubungan antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok yang dapat saling mempengaruhi
tanpa perlu bersentuhan, misalnya saja suatu pembicaraan yang dapat bertukar informasi
sehingga dapat mempengaruhi pengetahuan dan sudut pandang orang lain.
b) Komunikasi
Sedangkan Soekanto (2010: 60) mengatakan bahwa, "komunikasi adalah proses
penyampaian dan penerimaan pesan berupa lambang- lambang yang mengandung arti,
baik yang berwujud informasi, pemikiran, pengetahuan ataupun yang lain-lain dari
komunikator kepada komunikan."
Dalam komunikasi, yang penting adalah adanya pengertian bersama dari lambang-
lambang tersebut, dan karena itu komunikasi merupakan proses sosial. Bila komunikasi
itu berlangsung secara terus menerus maka akan terjadi suatu interaksi.
9
2.1.3 Tahap-Tahap kepercayaan diri
Dalam proses, berlangsungnya kepercayaan diri akan menempuh beberapa tahapan, dimulai
dari ketika individu baru memulai hubungan, ada masalah adalah sebuah hubungan, ada
penyelesaian dan kelegaan dalam sebuah hubungan dan seterusnya.
Menurut Santoso (2010:189-190), dalam kepercayaan diri perlu menempuh tahap-tahap
sebagai berikut:
a) Tahap pertama: ada kontak/hubungan
b) Tahap kedua: ada bahan dan waktu
c) Tahap ketiga: timbul problema
d) Tahap keempat: timbul ketegangan
e) Tahap kelima: ada integrasi
Dari pendapat di atas maka dapat diketahui bahwa kepercayaan diri itu tidak terjadi secara
begitu saja, namun ada proses dan tahapan yang dilalui, bermula dari adanya suatu kontak
dengan individu atau kelompok lain yaitu adanya hubungan dan saling berkomunikasi, lalu
ada bahan untuk dikornunikasikan tersebut dan mungkin mengatur waktu untuk
berkomunikasi dengan lebih efektif, selanjutnya timbul problema dari pembicaraan atau hal
yang dibicarakan tersebut, dan terjadi perdebatan atau ketegangan adalah hal yang harus
dilewati dengan bijak sehingga pada akhirnya dapat mencapai integrasi, yaitu suatu
pemecahan masalah dari problema dan ketegangan itu sehingga dapat menciptakan rasa lega
dan dalam interaksi tersebut.
10
Pendekatan rational emotive terapy dikembangkan oleh Albert Ellis. Pada tahun 1955, Ellis
mencoba untuk mengombinasikan teori-teori humanistik, filosofi dan behavioral.
Penggabungan ini pada akhirnya memunculkan pendekatan atau teori rational emotive
therapy. Pada tahun 1956, RET menjadi terapi yang pertama kali menggunakan cara berpikir
yang rasional. Alhasil, Ellis disebut sebagai bapak RET juga sebagai kakek dari terapi
kognitif behavioral. George & Cristiani (1990) menyatakan bahwa pendekatan Rational
Emotive Therapy ini menekankan pada proses berpikir konsli yang dihubungkan dengan
perilaku serta kesulitan psikologisdan emosional.
Sedangkan Pendekatan Rational Emotive Therapy lebih diorientasikan pada kognisi,
perilaku dan aksi yang lebih mengutamakan berpikir, menilai, menentukan, menganalisis
dan melakukan sesuatu. Rational Emotive Therapy lebih banyak bersifat didaktik sangat
direktif dan sangat perhatian terhadap pemikiran daripada perasaan. Pendekatan ini
mempunyai asumsi bahwa kognisi, emosi dan perilaku berinteraksi secara signifikan dan
mempunyai hubungan sebab akibat yang resiprokal (Ellis, dalam Corey 1986).
Salah satu pandangan pendekatan ini adalah bahwa permasalahan yang dimiliki seseorang
bukan disebabkan oleh lingkungan dan perasaannya, tetapi lebih pada sistem keyakinan dan
cara memandang lingkungan di sekitarnya. Lebih khususnya lagi, gangguan emosi yang
dimiliki seseorang akan mempengaruhi keyakinan keyakinan, bagaimana dia menilai dan
dan bagaimana dia menginterpestasi apa yang terjadi padanya. Jika emosi seseorang
terganggu, maka akan terganggu pula pola pikir yang dimilikinya, dengan demikian akan
timbul pola pikir yang irasional.
11
Manusia pun berkecendrungan untuk terpaku pada pola-pola tingkah laku lama yang
disfungsional dan mencari berbagai cara untuk terlibat dalam sabotase diri.
Manusia tidak ditakdirkan untukk menjadi korban pengondisian awal RET menegaskan
bahwa manusia memiliki sumber-sumber yang takterhingga bagi aktualisasi potensi- potensi
dirinya dan bisa mengubah ketentuan-ketentuan pribadi dan masyarakat. Bagaimanapun,
menurut RET, manusia dilahirkan dengan kecendrungan untuk mendesakan pemenuhan
keinginan-keinginan, tuntutan-tuntutan, hasrat-hasrat, dan kebutuhan-kebutuhan dalam
hidupnya. Jika tidak segera mecapai apa yang diinginkannya, manusia mempersalahkan
dirinya sendiri ataupun orang lain (Ellis, 1973an, hlm. 175-176).
Sedangkan rasional emotive therapy menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan
bertindak secara simultan. Jarang manusia beremosi tampa berpikir, sebab perasaan-
perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesipik. Sebagaimana
dinyatakan oleh Ellis (1974, hlm. 313)" ketika mereka beremosi, mereka juga berpikir dan
bertindak. ketika mereka berpikir mereka juga beremosi dan bertindak.". dalam rangka
memahami bagaimana seseorang beremosi, berpikir, mempersepsi, dan bertindak. untuk
memperbaiki pola-pola yang dispungsional, seseorang idealnya harus menggunakan metode-
metode persepektua-kognitif, emotif- evokatif, dan behavioristik reeduktif( Ellis, 1973an,
hlm 171).
Tentang sifat manusia, baik pendekatan psikoanalitik freudian maupun pendektan
eksistensial telah keliru dan bahwa metodologi-metodologi yang dibangun diatas kedua
sistem psikoterapi tersebut tidak efektif dan tidak memadai. Ellis menandaskan bahwa
pandangan freudian tentang manusia itu keliru karena pandangan eksistensial humanistik
tentang manusia, sebagian benar. Menurut Ellis, manusia bukanlah makhluk sepenuhnya
ditentukan secara biologis dan di dorong oleh naluri-naluri. Ia melihat manusia sebagai
makhluk unik dan memiliki kekuatan untuk memahami keterbatasan- keterbatasan, untuk
mengubah pandangan-pandangan dan nilai-nilai dasar yang telah diintroyeksinya secara
tidak kritis pada masa kanak-kanak, dan untuk mengatasi kecendrungan-kecendrungan
menolak diri sendiri.
12
2.1.5 Teori rational emotive therapy dan Teori Keperibadian
Pandangan teoritis tentang ciri-ciri tertentu keperibadian dan tingkahlaku berikut
gangguan-gangguannya memisahkan terapi rasional-emotif dari teori yang melandasi
sebagian besar pendekatan terapi yang lainnya. Rangkuman pandangan RET tentang
manusia adalah sebagai berikut.
Neurosis mendevinisikan sebagai "berfikir dan bertingkah laku irasional" adalah suatu
keadaan alami yang pada taraf tertentu menimpa kita semua. Keadaan ini berakar dalam
pada kenyataan bahwa kita adalah manusia dan hidup dengan manusia-manusia lain dalam
masyarakat. Psikopatologi pada mulanya dipelajari dan diperhebat oleh timbunan
keyakinan-keyakinan irasional yang berasal dari orang-orang yang berpengaruh selama
masa kanak-kanak. Bagaimanapun, kita secara aktif membentuk keyakinan-keyakinan
keliru. Dengan proses-proses otosugesti dan repetisi diri. Oleh karena itu, sikap-sikap yang
disfungsional hidup dan bekerja didalam diri kita lebih disebabkan oleh pengulangan
pemikiran-pemikiran irasional yang diterimakan pada masa ini yang dilakukan oleh kita
sendiri dari pada oleh pengulangan yang dilakukan oleh orang tua.
Emosi-emosi adalah produk pemikiran manusia. Jika kita berpikir buruk tentang sesuatu,
maka kita pun akan merasakan sesuatu itu sebagai hal yang buruk. Gangguan emosi pada
dasarnya terdiri atas kalimat-kalimat atau arti-arti yang keliru, tidak bisa disahihkan, yang
diyakini secara dogmatis dan tanpa kritik, dan terhadapnya, orang yang terganggu emosi
atau bertindak sampai ia sendiri kalah. (Ellis, 1967, hlm. 82).
Rational emotive therapy berhipotesis bahwa kita tumbuh dalam masyarakat, kita
cendrung menjadi korban dari gagasan-gagasan yang keliru, cendrung mereidoktrinasi diri
gagasan-gagasan tersebut berulang-ulang dengan cara yang tidak dipikirkan dan
autosugestif, dan kita tetap mempertahankan gagasan-gagasan yang keliru itu dalam tingkah
laku overt kita. Beberapa gagasan irasional yang menonjol yang terus menerus di
internalisasi dan tampa dapat dihindari mengakibatkan kekalahan diri. Ellis (1967, hlm.48).
berpendapat sebagai berikut:
1. Gagasan bahwa sangat perlu bagi orang dewasa untuk dicintai atau disetujui oleh setiap
orang yang berarti di masyarakatnya.
13
2. Gagasan bahwa seorang harus benar-benar kompeten, layak dan berprestasi dalam segala
hal jika seseorang itu menginginkan dirinya dihormati.
3. Gagasan bahwa orang-orang buruk, keji, atau jahat, dan harus dikutuk dan dihukum atas
kejahatannya.
4. Gagasan bahwa lebih mudahmenghindari dari pada menghadapi kesulitan-kesulitan
hidup dan tanggung jawab -tanggung jawab pribadi.
5. Gagasan bahwa adalah merupakan bencana yang mengerikan apabila hal-hal menjadi
tidak seperti yang diharapkan.
6. Gagasan bahwa ketidak bahagiaan manusia terjadi oleh penyebab-penyebab dari luar dan
bahwa orang-orang hanya memiliki sedikit atau tidak memiliki kemampuan untuk
mengendalikan kesusahan-kesusahan dan gangguan-gangguan nya.
7. Gagasan bahwa massa lampau adalah determinan yang terpenting dari tingkah dulu
sesuatu pernah laku seseorang sekarang dan bahwa karena mempengaruhi kehidupan
seseorang, maka sesuatu itu sekarang memiliki efek yang sama.
14
BAB III
METODE PENELITIAN
4.3 Metode Penelitian
Menurut Arikunto dalam buku prosedur penelitian (2006:160) bahwa metode penelitian
adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Didalam
penelitian ini penulis menggunakan metode PTBK. Penelitian ini merupakan penelitian
tindakan kelas (classroom action research). Secara singkat PTBK dapat didefinisikan
sebagai suatu bentuk penelaahan penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan
tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan meningkatkan praktik-praktik
pembelajaran di kelas secara lebih profesional. Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui
bagaimana upaya meningkatkan kepercayaan diri siswa dengan teman sebaya melalui
Teknik Konseling Rational Emotive Therapy.
4.4 Aktivitas
Aktivitas dalam penelitian ini adalah upaya meningkatkan kepercayaan diri siswa melalui
teknik konseling rational emotive therapy pada siswa. Dimana siswa diberikan pendekatan
rational emotive therapy menggunakan teknik pengelolaan diri (self managemen) untuk
dilaksanakan yang bertujuan agar siswa mampu meningkatkan kepercayaan diri secara
positif.
15
peneliti menentukan sendiri sample yang diawali karena adanya pertimbangan tertentu.
Jadi sampel diambil tidak secara acak, akan tetapi ditentukan sendiri oleh peneliti.
Siklus I
A. Perencanaan
1. Membuat angket tentang rasa kepercayaan diri siswa.
2. Siswa mampu mengungkapkan pendapat dengan teman sebaya.
3. Menyusun alokasi waktu dan memilih alat peraga yang tepat.
4. Membuat pedoman observasi untuk siswa sewaktu mengikuti konseling rational
emotive therapy.
5. Membuat pedoman observasi untuk mengamati situasi dan kondisi pada saat
pendekatan konseling rational emotive therapy berlangsung.
B. Tindakan:
1. Guru BK atau Peneliti menyampaikan materi dengan menggunakan metode ceramah.
2. Siswa berdialog untuk mengerjakan tugas yang diperintahkan guru. (meningkatkan
kepercayaan diri).
3. Guru pembimbing atau peneliti bersama siswa mencocokkan dan menyimpulkan
hasil pekerjaan siswa.
C. Pengamatan
1. Terhadap kepercayaan diri siswa.
a. Perhatian siswa dalam mengikuti layanan konseling rational emotive therapy.
16
b. Peneliti mengamati siswa sewaktu atau selama mengikuti konseling rational
emotive therapy.
c. Peran dan fungsi teman sebaya dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa.
d. Pemecahan masalah yang terjadi dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa
dalam layanan konseling rotional emotive therapy.
D. Refleksi:
Langkah ini dilakukan untuk menganalisa hasil proses layanan konseling rotional
emotive therapy. Analisa dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan yang
terjadi dalam kelas, khususnya pada siklus 1. Yang ditindak lanjuti dengan
mendiskusikan melalui teman sebaya untuk kesempurnaan pada siklus II.
Siklus II
A. Perencanaan:
1. Membuat rencana tindakan layanan konseling rational emotive therapy yang telah
diperbaharui berdasarkan sisi-sisi lemah yang diketahui dari pelaksanaan pada siklus.
2. Membuat pedoman observasi untuk melihat aktivitas siswa dalam melakukan
aktivitas layanan konseling rational emotive therapy.
3. Membuat pedoman observasi untuk siswa sewaktu mengikuti kegiatan konseling
rational emotive therapy.
4. Membuat observasi pedoman observasi untuk mengamati situasi dan kondisi pada
saat kegiatan konseling rational emotive therapy.
B. Tindakan
1. Menjelaskan tentang meningkatkan kepercayaan diri dan teori konseling rational
emotive therapy.
2. Guru menyampaikan materi dengan menggunakan metode ceramah.
3. Siswa berdialog untuk mengerjakan tugas yang diperintahkan guru. (meningkatkan
kepercayaan diri).
17
4. Guru pembimbing atau peneliti bersama siswa mencocokkan dan menyimpulkan
hasil pekerjaan siswa
C. Pengamatan:
1. Perhatian siswa dalam mengikuti layanan konseling rational emotive therapy.
2. Peneliti mengamati siswa sewaktu atau selama mengikuti konseling rational emotive
therapy.
3. Peran dan fungsi teman sebaya dalam layanan rational emotive therapy.
4. Pemecahan masalah yang terjadi dalam layanan konseling rotional emotive therapy.
D. Refeksi:
Menganalisis kembali proses perubahan yang terjadi agar memperoleh kesimpulan
kesesuaian dengan hipotesis tindakan. Dengan tujuan akhir pada siklus II dapat
menunjukan hasil yang meningkat yaitu adanya peningkatan kepercayan diri siswa
dengan teman sebaya yang dilakukan melalui layanan konseling rational emotive
therapy.
konseling Rational Emotive Therapy dengan teknik dispute cognitif dan setelah
dilakukan tindakan pada siklus I. Demikian juga yang terjadi pada tindakan siklus II,
terjadi peningkatan yang signifikan skor kepercayaan diri dari tindakan siklus I ke siklus
II. Dari table konversi diatas ditunjukkan bahwa terjadi peningkatan skor dari sebelum
tindakan yang sebesar 42% menjadi 61, 83% setelah tindakan siklus I, selanjutnya
tindakan setelah siklus II mengalami peningkatan skor dari sebesar 61,83% menjadi
71,16% dan hasil persentase peningkatannya sebesar 30,66%. Berdasarkan hasil
penelitian yang diperoleh di atas menunjukkan bahwa kepercayaan diri siswa menjadi
hal yang cukup penting dalam menunjang keberlangsungan proses pembelajaran di
sekolah. Kepercayaan diri merupakan salah satu unsur kepribadian yang memegang
peranan penting bagi kehidupan manusia. Banyak ahli mengakui bahwa kepercayaan diri
merupakan faktor penting penentu kesuksesan seseorang. Banyak tokohtokoh hebat yang
18
mampu menggapai kesuksesan dalam hidup karena mereka memiliki karakter yang
disebut kepercayaan diri.
19
BK dalam meningkatkan kepercayaan diri siswa dengan teman sebaya melalui Teknik
Konseling Rational Emotive Therapy
20
atau pemanding terhadap data yang ada. Triangulasi dapat dilakukan terhadap sumber
data, teknik pengumpulan data dan waktu. Teknik Triangulasi ini dilakukan dengan cara
mengajukan pertanyaan yang sama pada setiap sumber.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
kepercayaan diri adalah keyakinan untuk melakukan sesuatu pada diri subjek sebagai
karakteristik pribadi yang di dalamnya terdapat keyakinan akan kemampuan diri, optimis,
bertanggung jawab, rasional, dan realistis.
Rational emotive therapy adalah yang menekankan dan intraksi berfikir dan akan akal sehat
(rasional thingking), perasaan (omoting), dan berperilaku (acting), serta sekaligus
menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam cara berfikir dapat
menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku.
Sedangkan Pendekatan Rational Emotive Therapy lebih diorientasikan pada kognisi,
perilaku dan aksi yang lebih mengutamakan berpikir, menilai, menentukan, menganalisis
dan melakukan sesuatu.
4.2 Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman
pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.
21
DAFTAR PUSTAKA
https://text-id.123dok.com/document/myjmlg62y-pengertian-pendidikan-menurut-ki-
hadjar-dewantara.html
http://repository.uinbanten.ac.id/2816/5/BAB%20II%20revisi.pdf
http://eprints.stainkudus.ac.id/1794/6/06%20BAB%20III.pdf
22