Anda di halaman 1dari 30

PERKEMBANGAN TEORI DAN TAHAPAN PERKEMBANGAN

SOSIAL DAN EMOSIONAL

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam


Menyelesaikan Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik
Yang dibina Oleh Bapak AJAR DIRGANTORO

Oleh
Kelompok 4:
1. Syarifatuzuliana NIM 858869174
2. Feris Kusuma Wardani NIM 858868237
3. Nur Hidayah NIM 858871425

PROGRAM STUDI PGSD


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA
NOVEMBER 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T., karena atas segala limpahan
rahmatNya dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengenalan
Teori dan Tahapan Perkembangan Sosial dan Emosional” ini dapat diselesaikan dengan baik dan
tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Mata
Kuliah Perkembangan Peserta Didik (MKDK4002) yang dibina oleh Bapak Ajar Dirgantoro.
Dalam penyelesaian Makalah ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tak langsung kepada yang
terhormat:
1. Bapak Ajar Dirgantoro Selalu Tutor Pembimbing kami
2. Bapak/Ibu Guru
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyempurnakan makalah ini, namun
penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman penulis. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari
berbagai pihak yang bersifat membangun dalam rangka penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Dan semoga Allah S.W.T., senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
Amin ya robbal „alamin.

Malang, November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ...........................................................................................................................

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................................1

A. Latar Belakang .......................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................................................2

C. Tujuan.....................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................3

I. Perkembangan Emosi, Tempramental dan Keterikatan ..................................................3

A. Definisi Emosional .........................................................................................................3

B. Tahap Perkembangan Emosional ...................................................................................3

C. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi ........................................................5

D. Definisi Keterikatan ........................................................................................................6

E. Teori-Teori Terkait Keterkaitan (ATTACHEMENT) ....................................................7

F. Fase Perkembangan Keterkaitan (ATTACHEMENT ) ..................................................7

G. Faktor yang Mempengaruhi Keterkaitan (ATTACHEMENT) .......................................7

H. Keterkaitan pada Usia Dini, Kanak-kanak, dan Remaja ................................................8

II. Konsep Diri dan Hasil Belajar ....................................................................................9

A. Konsep Diri ......................................................................................................................9

B. Harga Diri .........................................................................................................................9

C. Perkembangan Konsep Diri ...........................................................................................10

ii
D. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri dan Harga Diri ..............................................11
E. Konsep Diri dan Motivasi Belajar ..................................................................................12
F. Motivasi Belajar untuk Siswa di Jenjang Sekolah yang Berbeda .................................13
G. Pengaruh Teman Sebaya dan Budaya Terhadap Konsep Diri dan Capaian Akademik .14
III. Perkembangan Identitas Diri, Moral, dan Prososial
A. Pembentukan dan Tempaan Identitas Sosial ...........................................................15
B. Faktor yang Mempengaruhi Perkembang Identitas ................................................17
C. Persepsi Tentang Orang / Kelompok lain ...............................................................17
D. Tepri Perkembangan Kognisi Sosial.......................................................................18
E. Altruisme ................................................................................................................20
F. Komponen Perkembangan Moral ...........................................................................20

BAB III SIMPULAN ..................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................26

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan identitas diri, moral, dan prososial merupakan aspek
penting dalam tahap perkembangan manusia yang mempengaruhi kehidupan
sehari-hari. Konsep diri, moral, dan prososial adalah hal-hal yang saling
terkait dan dapat berpengaruh pada hasil belajar individu.
Konsep diri adalah persepsi individu terhadap dirinya sendiri, termasuk
penilaian terhadap kemampuan, kelemahan, minat, dan nilai-nilai yang
dimiliki. Perkembangan konsep diri dimulai sejak masa kanak-kanak dan
terus berkembang sepanjang kehidupan. Konsep diri yang positif dapat
meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri individu, sehingga berdampak
positif pada hasil belajar.
Selain itu, perkembangan moral juga berperan penting dalam hasil
belajar individu. Moralitas melibatkan pemahaman individu terhadap nilai-
nilai etika dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Ketika individu
memiliki pemahaman moral yang baik, mereka akan lebih cenderung
mengambil keputusan yang benar dan bertanggung jawab. Hal ini dapat
membantu individu dalam belajar dengan lebih baik dan menghasilkan
prestasi yang baik pula.
Perkembangan prososial juga berhubungan erat dengan hasil belajar
individu. Proses prososial melibatkan perilaku individu yang bertujuan untuk
membantu orang lain dan berkontribusi pada kebaikan bersama. Individu
yang memiliki kemampuan prososial yang baik cenderung memiliki
hubungan yang positif dengan orang lain, termasuk dengan teman sekelas dan
guru. Hal ini dapat menciptakan lingkungan belajar yang positif dan
mendukung perkembangan akademik individu.
Mengintegrasikan konsep diri, moral, dan prososial dalam proses
pembelajaran dapat membantu individu untuk mencapai hasil belajar yang
lebih baik. Guru dan orang tua perlu memperhatikan perkembangan emosi,
2

tempramen, dan keterikatan individu dalam mendukung perkembangan


identitas diri, moral, dan prososial. Dengan demikian, individu akan mampu
mengoptimalkan potensi diri dan mencapai prestasi yang memuaskan dalam
proses belajar.

B. Rumusa Masalah
Adapun paka makalah ini kelompok kami akan membahas tentang:
1. Apa yang dimaksud dengan perkembangan Emosi, Tempramental dan
Keterikatan
2. Bagaimana Konsep Diri Vs Hasil Belajar?
3. Bagaimana perkembangan Identitas Diri, moral dan Prososial?

C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini agar Mahasiswa PGSD UT mengetahui:
1. Pengertian perkembangan Emosi, Tempramental dan Keterikatan.
2. Konsep Diri vs Hasil Bealajar
3. Perkembangan Identitas Diri, moral dan Prososial
3

BAB II
PEMBAHASAN

I. Perkembangan Emosi, Tempramental dan Keterikatan


A. Defenisi Emosional
Emosi adalah perasaan atau efek yang terjadi ketika seseorang
berada dalam interaksi yang penting baginya dengan ditandai oleh
perilaku yang mencerminkan (mengekspresikan) rasa senang atau
tidak senang dari seseorang yang sedang berada dalam suatu kondisi
atau transaksi (Santrock, 2012).
Yang dimaksud dengan “mengekspresikan rasa” tentunya
dapat menggambarkan banyak hal, seperti rasa senang, sedih, takut,
dan marah, dan lain lain. Beberapa orang tua mengungkapkan bahwa
seorang bayi mulai dapat mengekspresikan rasa tertarik, terkejut,
senang, marah dan takut pada usia satu bulan keatas.
Emosi didefinisikan sebagai perasaan yang muncul dalam diri
seorang manusia sebagai respon dari situasi tertentu. Perasaan ini bisa
memengaruhi pikiran, persepsi dan perilaku seseorang. (Fadli, 2023)
Ketika kita merasa senang, umumnya kamu pasti akan tersenyum,
tertawa, riang dan bisa berinteraksi secara positif dengan orang lain.
Sebaliknya, ketika marah, kamu mungkin mengeluarkan ekspresi
wajah yang garang, berperilaku agresif dan denyut nadi
meningkat. Perasaan ini bisa ringan hingga intens, juga bisa berubah
dengan cepat atau bertahan untuk jangka waktu tertentu.

B. Tahap Perkembangan Emosional


Setiap individu tentunya memiliki perasaan emosi masing-masing.
Perkembangan emosi pada anak biasanya akan mengikuti
perkembangan dari usia kronologisnya. Itu berarti menandakan bahwa
perkembangan emosi anak akan selalu berkembang sesuai dengan
4

pertambahan usianya, dari mulai bayi, remaja, hingga beranjak


dewasa.
Selain itu, dalam tahap perkembangan emosi anak juga sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor yang terkait dengan lingkungannya.
Namun terkadang faktor gen/keturunan juga dapat berpengaruh
didalam perkembangan emosi anak. Berikut ini beberapa tahap
perkembangan emosi anak yang perlu anda ketahui:
1. Usia 0/lahir, pada tahap ini, beberapa ahli percaya bahwa seorang
bayi terlahir memiliki emosi. Hal ini disebabkan mereka sudah
terprogram secara biologis. Pada usia ini, mereka sudah dapat
mengungkapkan rasa kepuasan, ketertarikan dan kesusahan
2. Usia 2-7 bulan, pada usia ini, bayi sudah mulai dapat
mengambarkan berbagai macam ekspresi, seperti marah, takut,
gembira, sedih, dan terkejut. Hal ini disebabkab bayi sudah mulai
dapat merespon lingkungan sekitarnya, terutama orang
terdekatnya.
3. Usia 1-2 tahun, tingkat emosi 1-2 tahun sudah lebih kompleks.
Mereka mulai memiliki rasa malu, iri, menyesal, bangga.
Perasaan itu disebut juga self-conscious karena pada tahap ini
kemampuan kognitif anak sudah muai berkembang dan juga
menerima stimulus dari lauar sehinga terciptalah peningkatan
kompleksitas ekspresi emosi.
4. Usia 3 tahun, pada usia ini, anak sudah mulai memiliki
kemampuan diri sendiri untuk dapat menilai baik dan buruk atau
dengan kata lain sudah memiliki self- eνaluation.
5. Usia 4-5 tahun, pada usia ini, anak dapat mengekspresikan
perasaan malu, iri, menyesal, banga, baik, dan buruk. Itu semua
disebabkan anak sudah memiliki self- conscious dan self-
eνaluation. Selain itu pada tahap ini, anak sudah mendapatkan
stimulus dari orang tua dan lingkungan untuk dapat
menggambarkan suatu perasaan saat kondisi dan situasi tertentu.
5

6. Usia 6-12 tahun, tingkat emosi pada usia 6-12 tahun ini sudah
complek emostions anak sudah memiliki rasa malu, gugup, self-
touching, enggan, sombong, merasa bersalah, dan lain-lain. Pada
tahap ini, suda dapat mengungkapkan emosinya sendiri tanpa
bantuan.
7. Usia remaja-dewasa, pada tahap ini, seseorang memiliki
kompleksitas emosi yang tinggi. Hal tersebut disebabkan tingkat
kematangan emosi yang sudah baik. Pengalaman dan stimulus
dari lingkungan serta tingkat self-evaluation diripun tinggi
sehingga sudah sangat jelas bagaimana emosi itu ada dalam
kehidupan sehari-hari.

C. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi


Faktor yang sangat menonjol dalam perkembangan Emosi anak
adalah faktor kematangan secara usia dan lingkungan sekitar. namun
perkembangan emosi anak secara individu tidak hanya dipengaruhi
oleh faktor internal namun juga eksternal diantaranya yaitu:
1. Keadaan anak secara individu. Perkembangan emosi anak secara
individu dapat terpengaruh oleh adanya ketidaksempurnaan fisik
atau kekurangan pada diri anak itu sendiri. Jika terjadi hal seperti
ini, bukan tidak mungkin anak akan merasa rendah diri, mudah
tersinggung, atau menarik diri dari lingkungannya.
2. Pengalaman belajar anak akan menentukan reaksi potensial mana
yang mereka gunakan untuk marah.
3. Konflik-konflik dalam proses perkembangan. Setiap anak pasti
pernah mengalami konflik baik di rumah maupun di sekolah. Setiap
anak melalui berbagai konflik dalam menjalani fase-fase
perkembangan yang pada umumnya dapat dilalui dengan sukses.
4. Lingkungan keluarga. Keluarga adalah lembaga yang pertama kali
mengajarkan individu (melalui contoh yang diberikan orang tua)
bagaimana individu mengeksplorasi emosinya.
6

a. Definisi Tempramen
Temperamen adalah kecendrungan seseorang untuk
merespon denga cara yag dapat diprediksi terhadap peristiwa
lingkungan, termasuk merespon tingkat aktivitas, lekas marah,
ketakutan, dan kemampuan bersosialisasi (Shaffer & Kipp, 2014).
Gillibrand dkk (2016) mengungkapkan bahwa tempramen
merupakan kecendrungan yag menjadi dasar umum untuk
berperilaku dengan cara tertentu.
Dalam sebuah penelitian, tempramen pada anak
diklasifikasikan menjadi tiga sebagai berikut :
1. Temperamen anak yang mudah (easy child). Anak mudah
sekali bersosialisasi dengan orang lain, mudah diatur dalam
aktivitasnya, dan mudah menyesuaikan diri dengan
lingkungan.
2. Temperamen anak yang sudah diatur (difficult child). Anak
sulit dalam melakukan aktivitasnya. Dalam bersosialisasi
dengan orang baru, mereka takut dan mereka sering menangis
bahkan mereka tidurpun mereka gelisah.
3. Temperamen anak yang berada di tengah-tengah (slow to
warm up to child). Anak dengan temperamen ini memiliki
respon yang lambat, Dalam mencoba sesuatu yang baru,
mereka cenderung bersikap pasif, tetapi ketika hal baru
tersebut diulangi, merea menjadi tidak tertekan.
b. Faktor yang memperngaruhi temperamen
1. Faktor lingkungan
2. Faktor biologis

D. Definisi Keterikatan
Keterkaitan adalah ikatan kuat, abadi, dan ksih sayang uang
dibagikan oleh seorang anak terhadap orang yang signifikan dekat
7

denganya. Biasanya seorang ibu atau orang yang tahu dan dapat
memenuhi kebutuhan sang anak (Gillibrand dkk, 2016).
Menurut Santrock (2007), keterkaitan (attachment) merupakan
ikatan emosional yang erat antara dua orang. Keterkaitan ini mengcu
pada suatu relasi antara dua orang yang memiliki perasaan yang kuat
satu sama lain dan melakukan banyak.
Dapat kita simpulkan bahwa keterkaitan merupakan bentuk
keterikatan emosi antara satu orang dengan orang lain.

E. Teori-Teori Terkait Keterikatan (ATTACHMENT)


Teori psikoanalisis. Teori ini merupakan teori yang berusaha untuk
menjelaskan hakikat dan perkembangan kepribadian manusia.
Teori belajar. Teori belajar dalam keterikatan dapat digambarkan
dalam sebuah kalimat I love you because you reward me yang artinya
aku mencintaimu karena kamu menghargaiku.
Teori kognitif. Teori kognitif dalam keterikatan adalah adanya
hubungan yang kuat yang membuat anak nyaman dan anak tau bahwa
ada ibu atau pengasuh pertamanya yang akan selalu ada untuknya.
Teori etologikal. Teori etologikal merupakan teori yang
berpendapat bahwa manusia memiliki karakteristik yang telah
berdaptasi yang membuat mereka memiliki keterikatan dan telah
menjadi sangat berpengaruh dalam beberapa tahun terakhir (Shaffer &
Kipp,2014)
F. Fase Perkembangan Keterikatan (ATTACHMENT)
Ketika membicarakan fase perkembngan keterkaitan, tentunya
fase-fase tersebut digunakan untuk menjelaskan capaian
perkembangan keterikatan sesuai dengan usia.
G. Faktor Yang Mempengaruhi Keterikatan (ATTACHMENT)
Menurut Erickson, faktor yang mempengaruhi keterikatan sebagai
berikut :
8

1. Perpisahan yang tiba-tiba antara anak dan sosok yang lekat


dengannya
2. Penyiksaan emosial atau penyiksaan fisik
3. Pengasuh yang tidak stabil
4. Sering berpindah domisili
5. Pola asuh yang tidak konsisten
6. Figure lekat yang mengalami masalah psikologis
Menurut Gilibrand dkk (2016), factor yang mempengaruhi
keterikatan sebagai berikut:
1. Pengasuh yang sensitive dan responsive dapat mengembangkan
keterikatan yang aman.
2. Pengasuh yang tidak konsisten, lalai, terlalu intrusive, dan kasar
dapat menyebabkan terciptanya keterikatan yang tidak aman.
3. Faktor-faktor lingkungan seperti kemiskinan dan hubungan
pernikahan yang tidak baik dapat menciptaan keterikatan yang
tidak aman.
4. Karakteristik bayi dan juga karakter temperamental juga dapat
mempengaruhi kualitas juga karakter interaksi yang terjadi
antara bayi dan pengasuhnya.
5. Pengasuh dapat menentukan apakah keterkaitan yang tercipta
aman atau tidak. Kemudian, tempramen anak dapat
menentukan jenis rasa tidak aman yang ditunjukan oleh seorang
anak yang disebabkan oleh pengasuh yang tidak peka
H. Keterkaitan Pada Usia Dini, Kanak-kanak, dan Remaja
Menurut Ainsworth (Dwyer,2000) keterikatan pada usia dini,
kanak-kanak, dan remaja , pada dasarnya, keterikatan yang
terbentuk dan tidak berubaha dan bersifat stabil dari masa kecil
hingga dewasa sekalipun ditujukan pada figur keterikatan yang
berbeda.
9

Perbedaan hubungan keterikatan pada masa dewasa mempunyai


kemiripan dengan hubungan yang terjadi pada masa kanak-
kanakyaitu:
 Figur keterikatan pada masa dewasa yang berubah
 Orang dewasa lebih mudah menoleransi perpisahan dengan figure
dibandingkan masa kanak-kanak.

II. KONSEP DIRI VS HASIL BELAJAR


A. KONSEP DIRI
Menurut Gilibrand dkk, (2016) konsep diri merupakan pandangan
terhadap diri sendiri, termasuk secara fisik, mental, emosi, dan
kebiasaan. Sejalan dengan pendapat Gilibrand, Brooks
mengungkapakan bahwa konsep diri adalah pandangan dan perasaan
tentang diri.
Berdasarkan paparan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa
konsep diri adalah pandangan diri sendiri terhadao diri mengenai
siapa diri ini, apa, dan bagaimana diri ini.
Konsep diri memiliki komponen-komponen, diantaranya yaitu :
 Citra tubuh
 Ideal diri
 Harga diri
 Peran diri
 Identitas diri

B. HARGA DIRI (Self-Esteem)


Harga diri adalah evaluasi seseorang terhadap seseorang yang
didasarkan pada penilaian terhadap kualitas yang membentuk konsep
diri (Shaffer & Kipp, 2004).
Menuru Santrock (2012), harga diri merupakan keseluruhan cara
yang digunakan untuk mengevaluasi diri, yaitu harga diri tersebut
juga perbandingan antara ideal-self dan real-self.
10

Menurut Coopersmith (1967), terdapat empat aspek dalam harga


diri. Aspek tersebut yaitu :
1. Kekuatan (power) adalah kekuatan yang menunjukan bahwa
seseorang memiliki kemampuan untuk dapat mengontrol
tingkah laku serta mendapatkan pengakuan orang lain atas
tingkah laku tersebut.
2. Keberartian (significant) merupakan sebuah kepedulian,
perhatian, afeksi, dan ekspresi kasih sayang yang diterima oleh
seseorang dari orang lain yang menjadi tanda bahwa seseorang
tersebut diterima keberadaannya di lingkungan sosialnya.
3. Kebijakan (virtue), suatu ketaatan untuk mengikuti dan
bertingkah laku sesuai dengan etika, moral, dan agama.
4. Kemampuan (competence), adalah kemampuan dalam
menunjukan performa yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan
dan mencapai prestasi.
C. Perkembangan Konsep Diri
Perkembangan konsep diri merupakan salah satu bagian yang
sangat penting dalam perkembangan sosioemosional. Perkembangan
ini sangat mempengaruhi kehidupan seseorang.
Hal tersebut disebabkan oleh perkembangan konsep diri dapat
mempengaruhi beberapa faktor perkembangan diri yang lainnya.
Menurut Santrok (2012), perkembangan konsep diri anak selama
bertahun-tahun sekolah dasar dapat dilihat tiga karakteristik konsep
diri sebagai berikut:
1. Karakteristik internal
Anak-anak pada tingkat sekolah dasar lebih cendrung
menyebutkan karakteristik psikologis dalam pendefinisian diri dan
cendrung kurang menyebutkan karakteristik fisik.
2. Karakteristik aspek social
Selama proses bertahun-tahun, pada tingkat sekolah dasar,
aspek sosial dari pemahaman diri mereka meningkat. Pada fase
11

inilah anak-anak mulai sering menjadikan kelompok-kelompok


sosaial sebagai acuan dalam mendeskrisikan diri mereka.
3. Karakteristik perbandingan social
Pada tahap ini, anak-anak cendrung mendeskripsikan diri
mereka dengan orang lain secara komperatif dari pada absolute.
Misalnya usia anak sekolah dasar tidak lagi berpikir “ apa yang
dapat aku lakukan” dan “apa yang tidak dapat aku lakukan”,
tetapi mereka mulai berpikir “apa yang dapat saya lakukan” dan
“apa yang dapat dilakukan orang lain”.
Menurut santrock (2012), konsep perkembangan diri remaja
sebagai berikut:
1. Abstrak dan idealistic
Pada fase ini, anak-anak lebih mungkin menggambarkan diri
mereka dengan kata- kata yang abstrak dan idealistic.
Minsalnya saya seorang sensitive.
2. Differentiated
Remaja mulai memahami diri mereka memiliki diri-diri yang
berbeda sesuai dengan peran dan konteks tertentu.
3. Real dan ideal, live fase selves
Munculnya kemampuan remaja untuk membangun konsep diri
ideal (ideal seft) mereka, disamping konsep diri merka yang
nyata. Perbedaan antara diri ideal dan diri yang nyata
merupakan pertanda bahwa kemampuan kognitif yang
dimilikinya terus berkembang.
4. Sosial comparison
Pada fase inni, remaja lebih sering menggunakan perbandingan
social untuk mengevaluasi diri mereka.
D. Faktor Yang Memengaruhi Konsep Diri Dan Harga Diri
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri dan harga diri
sebagai berikut:
12

1. Orang lain : Respon positif orang lain terhadap diri akan


membentuk konsep diri dan harga diri yang positif.
2. Kelompok sosial : suatu kelompok pasti memiliki norma-norma
yang secara emosional akan berpengaruh pada pembentukan
konsep diri karena seseorang akan mengarahkan perilakunya dan
berusaha menyesuaikan diri dengan kelompoknya.
3. Pengaruh kelas sosial : kelas social dapat dilihat dari pekerjaan,
pendapatan, dan tempat tinggal individu.
4. Pengaruh usia : pengaruh usia sangat mempengaruhi proses
perkembangan konsep diri dan harga diri.
E. Konsep Diri Dan Motivasi Belajar
Konsep diri merupakan pandangan terhadap diri sendiri dari
berbagai aspek. Sementara itu, motivasi adalah dorongan yang
timbul pada diri sendiri seseorang secara sadar atau tidak sadar
dalam melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi
juga dapat dikatakan sebagai suatu energi penggerak, pengarah, dan
memperkuat tingkah laku seseorang untuk mencapai tujuan yang
hendak dikhendakinya.
Motivasi terbagi menjaadi dua, yaitu motivasi instrik dan
motivasi ekstrik. Motivasi instrik adalah motivasi yang timbul dari
dalam diri sendiri untuk melakukan sesuatu. Sementara itu, motivasi
ekstrik adalah motivasi yang berasal dari luar individu itu sendiri.
Konsep diri merupakan pandangan terhadap diri sendiri dari
berbagai aspek. Sementara itu, motivasi adalah dorongan yang
timbul pada diri sendiri seseorang secara sadar atau tidak sadar
dalam melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi
juga dapat dikatakan sebagai suatu energi penggerak, pengarah, dan
memperkuat tingkah laku seseorang untuk mencapai tujuan yang
hendak dikhendakinya.
Motivasi terbagi menjaadi dua, yaitu motivasi instrik dan
motivasi ekstrik. Motivasi instrik adalah motivasi yang timbul dari
13

dalam diri sendiri untuk melakukan sesuatu. Sementara itu, motivasi


ekstrik adalah motivasi yang berasal dari luar individu itu sendiri.

F. Motivasi Belajar Untuk Siswa Di Jenjang Sokolah Yang Berbeda


1. Cara meningkatkan motivasi belajar anak usia sekolah dasar
a. Berikan pujian dengan bijak
Seorang anak pada tingkat sekolah dasar biasanya senang
pada saat diberi pujian positif. Guru yang memberikan pujian
saat siswa melakukan sesuatu akan membuat siswa merasa
istimewa dan termotivasi.
b. Membentuk kebiasaan belajar yang baik
Kebiasaan belajar yang baik dibangun oleh siswa dan guru
dapat membuat siswa nyaman melakukan pembelajaran dan
termotivasai untuk melakukan hal seoptimal mungkin yang dapat
mereka lakukan.
c. Ciptakan persaingan atau kompetisi yang sehat
Persaingan atau kompetisi sehat diperlukan oleh siswa agar
siswa berusaha hingga tingkat optimalnya. Dengan kata lain,
siswa termotivasi untuk melakukan hal seoptimal mungkin yang
dapat mereka lakukan.
d. Menulis nama siswa di papan tulis dengan rewardnya
Misalkan dikelas kecil, biasanya sisawa termotivasi jika
mereka melakukan sesuatu, lalu mereka mendapar reward seperti
bintang.
e. Gunakan media belajar yang baik dan sesuai dengan
pembelajaran.
Penggunaan media belajar yang baik dan sesuai akan
mempermudah siswa dalam melakukan pembelajaran. Adanya
pembelajaran yang mudah dapat menyebabkan siswa
termotivasinya siswa untuk mengikuti pembelajaran hingga
akhir.
14

f. Menjelaskan tujuan belajar


Melalui jelasnya tujuan belajar, siswa pun berusaha focus
untuk mencapai tujuan tersebut.
g. Memberikan poin kelompok
Dengan adanya penilaian kelompok, setiap kelompok dapat
mengevaluasi kemampuannya sehingga ketika mereka
mendapatkan nilai yang kurang maksimal, mereka akan berusaha
lebih keras yang kemudian demi mendapatkan nilai yang
optimal.
h. Memberikan ulangan atau ujian secara berkala
Ketika akan ulangan atau ujian secara berkala, secara tidak
lansung guru memotivasi siswa untuk berusaha giat belajar demi
menyiapkan diri menghadapi ulangan atau ujian tersebut.
i. Menumbuhkan kesadaran siswa
Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan
pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga
bekerja keras atau dalan kata lain memotivasi siswa untuk
bekerja keras.
j. Memberikan dorongan untuk siswa untuk belajar
Disini peran guru sangat dibutuhkan oleh siswa-siswa yang
memiliki kemampuan rendah untuk mendorong mereka berusaha
mengoptimalkan kemampuannya.

G. PENGARUH TEMAN SEBAYA DAN BUDAYA TERHADAP


KONSEP DIRI DAN CAPAIAN AKADEMIK
Dalam beberapa penelitian, diungkapkan bahwa teman sebaya
dan budaya berpengaruh terhadap terbentuknya konsep diri
seseorang. Minsalnya, di suatu sekolah ada seorang anak dengan
hambatan pendengaran ringan, yaitu teman-teman yang sering kali
mengucapkan bawa anak itu bodoh.
15

Selain itu, orang tua siswa lainnya mengungkapkan bahwa anak


dengan hambatan pendengaran ringan tersebut pasti tidak akan
mampu mengikuti pembelajaran dikelas. Hal tersebut dapat
menyebabkan terbentuknya konsep diri yang rendah pada diri siswa
pendengaran ringan tersebut. Dengan demikian, kita sebagai
pendidik berhati-hatilah mengucapkan kata-kata pada anak didik
kita.
Konsep diri yang positif dapat meningkatkan motivasi belajar.
Berdasarkan hal ini bahwa adanya konsep diri yang positif akan
dapat meningkatkan pencapaian akademik seseorang. Hal ini terjadi
karena orang yang memiliki konsep diri positif akan memiliki
pencapaian akademik tertinggi, optimis untuk melakukan hal yang
terbaik dan dapat berkolaborasi dengan banyak orang sehingga
memudahkan untuk bertukar pikiran yang pada intinya memudahkan
seseorang tersebut memiliki pencapaian akademik yang baik atau
tinggi.
Jadi, Teman sebaya dan budaya yang baik akan membangun
konsep diri yang positif. Konsep diri yang positif akan membangun
motivasi belajar yang tinggi. Motivasi belajar yang tinggi akan
mempermudah seseorang untuk pencapaian akademik terbaiknya.
Oleh karena itu, teman sebaya dan budaya memengaruhi konsep diri
dan pencapaian akademik.

III. PERKEMBANGAN IDENTITAS DIRI, MORAL DAN


PROSOSIAL
A. Pembentukan Dan Tempaan Identitas Sosial
Identitas diri adalah mendefinisikan diri dengan matang : persaan
tentang siapa seseorang, kemana orang akan pergi dalam kehidupannya,
dan bagaimana seseorang tersebut cocok dengan masyarakat
(Shafer&Kipp, 2014).
Menurut Erikson (dalam Berk, 2007), identitas diri berarti persaan
dapat berfungsi sebagai seseorang yang berdiri sendiri, tetapi
16

berhubungan erat dengan orang lain. Itu artinya menjadi seseorang dari
kelompok tetapi sekaligus memilki ciri-ciri yang berbeda dengan orang
lain atau dengan kata lain memiliki ciri-ciri khusus sebagai individu.
Identitas diri terbentuk melalui penilaian seorang individu terhadap
dirinya yang berlandaskan pada pertimbangan budaya, ideologi dan
harapan masyarakat serta adanya penilaian diri yang didasarkan pada
persepsi orang lain. Menurut Mercia pembentukan identitas diiri
memerlukan dua elemen penting yaitu eksplorasi (krisis) dan komitmen.
Ekplorasi menunjuk pada suatu masa ketika seseorang berusaha
untuk menjelajah berbagai pilihan yang ada. Sementara itu, komitmen
merupakan usaha membuat keputusan. Kemudian, untuk menentukan
identitas diri seseorang perlu menentuakan kedudukan status
identitasnya. Berikut dijelaskan beberapa status identitas :
1. Identity diffusion
Identity diffusion merupakan suatu kemunduran dalam perspektif
waktu, inisiatif dan kemampuan untuk mengkoordinasikan perilaku
pada masa kini dengan tujuan pada masa depan. Remaja dengan
status ini yaitu remaja yang mengalami kebingungan tentang siapa
dirinya dan mau apa dalam hidupnya.
2. Identity forelocure
Identity forelocure adalah remaja yang telah membuat komitmen
tetapi belum pernah mengalami krisis atau mengeksplorasi alternatif-
alternatif yang berarti. Remaja dengan status ini akan cenderung
menerima pilihan orang tua tanpa mempertimbangkan lagi.
3. Identity moratorium
Identity moratorium merupakan fase ketika remaja sedang
mengekplorasi alternatif-alternatif yang ada tetapi tidak memiliki
komitmen atau memiliki komitmen tetapi tidak jelas. Remaja dengan
status identitas ini sering dianggap berada dalam tahap
mengeksplorasi pemikiran, kesadaran, intelektual yang ditandai
dengan banyaknya berhubungan dengan orang lain.
4. Identity achieνement
Identity achieνementadalah status identitas ketika remaja telah
melewati masa krisis atau masa mengeksplorasi dan telah membuat
komitmen. Remaja pada status identitas ini memiliki perasaan stabil
karena mengeksplorasi dan menemukan identitas dirinya.
17

B. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Identitas


1. Keluarga
Keluarga merupakan salah satu factor terpenting dalam
pembentukan identitas diri seseorang. Hubungan yang terjalin antara
anak dan orang tua dengan baik akan menyebabkan terbentuknya jati
diri dan identitasdiri yang baik pula
2. Interaksidengantemansejawat
Melalui interaksi dengan teman sebaya yang beragam, seorang
individu akan lebih mudah mendapatkan nilai-nilai kehidupan dan ide-
ide. Selainitu, adanya interaksi dengan teman sebaya, terutama
petemanan dekat, dapat menyebabkan seorang individu mendapatkan
dukungan secara emosi.
3. Sekolah dan Komunitas
Sekolah dan komunitas merupakan tempat yang luas untuk
individu melakukan eksplorasi yang dapat mendukung perkembangan
identitas. Melalui sekolah, seorang individu akan mendapatkan
bantuan untuk memilki pemikiran yang tinggi, tanggung jawab
terhadap peran yang diambil, dapat bantuan dalam memillih bidang
yang diminati, serta terdapat sarana untuk memperoleh gambaran
dunia yang sesungguhnya.
4. Kebudayaan
Kebudayaan berperan dalam pembentukan identitas seseorang.
Maksudnya, budaya dapat membentuk self-continuity disamping
perubahan diri yang terjadi.
5. Kognitif
Faktor kognitif atau cara berfikir seorang individu akan
menentukan jati diri seseorang juga. Oleh karena itu faktor kognitif
juga menjadi salah satu factor yang penting dalam pembentukan
identitas diri.

C. Persepsi Tentang Orang/ Kelompok Lain


Persepsi seseorang terhadap orang lain mungkin akan bersifat
dinamis, tergantung situasi dan kondisi saat mempersepsikannya. Berikut
ini proses persepsi yang berkembang dari masa kanak-kanak hingga
remaja menurut Shaffer &Kipp (2014) sebagai berikut :
18

a. Anak-anak di bawah 7 atau 8 tahun, umumnya menggambarkan


teman dan kenalan dalam istilah nyata yang sama yang mereka
gunakan untuk menggambarkan diri.
b. Anak-anak sekolah dasar menjadi terbiasa dengan keteraturan
dalam perilaku mereka sendiri dan orang lain, kemudian mulai
mengandalkan konstruksi psikologis yang stabil atau ciri-ciri untuk
menggambarkan pola-pola ini.
c. Kesan remaja muda terhadap orang lain menjadi lebih abstrak
Ketika mereka mulai membuat perbandingan psikologi
santarateman dan kenalan mereka.
d. Pada usia 14 hingga 16 tahun, remaja tahu bahwa pengaruh
situasional dapat menyebabkan seseorang bertindak keluar dari
karakter.
D. Teori Perkembangan Kognisi Sosial
Kognisi sosial adalah cara yang terjadi pada diri seorang individu
untuk menganalisis, mengingat serta menggunakan informasi yang
didapatkan dari kejadian-kejadian sosial.
1. Teori Perkembangan Kognitif (Piaget)
Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat
aspek yaitu kematangan, pengalaman, interaksisosial dan ekuilibrasi.
Tujuan dari teori Piaget adalah menjelaskan mekanisme dan proses
perkembangan intelektual sejak masa bayi dan kemudian masa
kanak-kanak yang berkembang menjadi seorang individu yang dapat
bernalar dan berfikir menggunakan hipotesis-hipotesis. Piaget
membagi perkembangan kognitif ini kedalam empat periode berikut:
a. Periode sensori motor (0-2 tahun)
Pada periode ini tingkah laku anak bersifat motoric dan anak
menggunakan system penginderaan untuk mengenal
lingkungannya unutk mengenal objek.
b. Periode praoperasional (2 ‗ 7 tahun)
Pada periode ini anak bias melakukan sesuatu sebagai hasil
meniru atau mengamati sesuatu model tingkah laku dan mampu
melakukan simbolisasi.
c. Periode konkret (7-11 tahun)
Pada periode ini anak sudah mampu menggunakan operasi.
Pemikiran anak tidak lagi didominasi oleh persepsi sebab anak
mampu memecahkan masalah secara logis.
19

d. Periode operasi formal (11-dewasa)


Periode operasi formal merupakan tingkat puncak perkembangan
struktur kognitif. Anak remaja mampu berfikir logis untuk semua
jenis masalah hipotesis, masalah verbal serta ia dapat
menggunakan penalaran ilmiah dan dapat menerima pandangan
orang lain.
2. Roberts Selman’s Role-Taking Analysis
Teori Roberts Selaman ini lebih pada teori yang mengungkapkan
bagaimana seorang anak lebih memahami diri sendiri dan juga orang
lain. Kemudian, dilihat hubungannya. Teori yang Selaman dibagi
menjadi 5 tahap:
a. Egocentric or undifferentiated perspectiνe (3 — 6 tahun)
Pada tahap ini anak belum memiliki kepedulian terhadap
pendapat orang lain. Ia lebih mementingkan pendapat diri
sendiri.
b. Social information role taking (6 - 8 tahun)
Pada tahap ini anak mulai memahami bahwa setiap orang akan
memiliki pendapat yang berbeda tergantung informasi yang
didapatkan oleh setiap individu.
c. Self-effectiνe role taking (8 — lO tahun)
Pada tahap ini anak mulai memahami bahwa meski dia dan
individu lainnya mendapatkan informasi yang sama, tetap saja
munkin pendapat terhadap sesuatu akan tetap berbeda.
d. Mutual Role taking (lO — l2 tahun)
Pada tahap ini anak sudah mulai dapat memahami sudut
individu sendiri dengan sudut pandang orang lain yang mungkin
ada satu moment akan sama. Kemudian, ia sudah dapat
memberikan tanggapan terhadap perspektif yang berbeda.
e. Societal role taking (l2 — l5 tahun)
Pada masa ini seseorang sudah dapat memahami berbagai
macam perspektif dan dapat membandingkannya.
20

E. Altruisme
Altruisme berasal dari kata “Œlt9V” yang artinya orang lain.
Secara bahasa altruism adalah perbuatan yang berorientasi pada kebaikan
orang lain. Altruisme merupakan kepedulian tanpa pamrih untuk
kesejahteraan orang lain yang diekspresikan melalui tindakan prososial,
seperti berbagi, bekerjasama dan membantu (Shaffer &Kipp, 2014).
Makna tindakan prososial inia dalah tindakan apapun yang
dimaksudkan untuk member manfaat kepada orang lain seperti berbagi
dengan seseorang yang kurang beruntung, menghibur dan
menyelamatkan seseorang, kerjasama atau sekedar membuat orang lain
merasa senang dengan memuji mereka. Komponen-komponen altruisme:
1. Prososial Moral Reasoning
Prososial moral reasoning merupakan pemikiran yang ditampilkan
orang ketika memutuskan apakah akan membantu, berbagi atau
menghibur orang lain ketika tindakan ini bias terbukti mahal untuk
diri mereka sendiri.
2. Simpati Empatik Gairah
Simpati empatik gairah merupakan perasaan atau simpati atau kasih
sayang yang dapat ditimbulkan ketika kita mengalami emosi orang
lain yang tertekan :dianggap menjadi mediator penting altruisme.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan altruism
sebagai berikut :
1. Altruistik seseorang dipengaruhi oleh lingkungan budaya dan
keluarganya.
2. Orang tua dapat mempromosikan perilaku altruistic dengan memuji
perbuatan baik anak mereka dan dengan mempraktikkan sendiri
pelajaran prososial yang mereka khotbahkan.
3. Orang tua mendisiplinkan perilaku buruk dengan penjelasan yang
tidak emosional dan efektif cenderung membesarkan anak-anak yang
menjadi simpatik, rela berkorban dan peduli akan masalah orang.

F. Komponen Perkembangan Moral :Afektif, Kognitif Dan Perilaku


Moral merupakan seperangkat prinsip atau cita-cita yang membantu
individu untuk membedakan yang benar dari yang salah, untuk bertindak
atas perbedaan ini dan untuk merasa bangga dalm perilaku berbudi luhur
dan rasa bersalah atas perilaku yang melanggar standard seseorang.
21

Perkembangan moral ini memiliki dua dimensi yaitu dimensi


interpersonal dann dimensi intrapersonal :
1. Dimensi Interpersonal
Dimensi interpersonal mencakup aturan atau nilai dasar dan
penilaian diri individu sendiri. Dimensi ini mengatur atau
mengarahkan aktivitas orang tersebut saat dia tidak terlibat dalam
interak sisosial
2. Dimensi Intrapersonal
Dimensi Intrapersonal yaitu titik perhatiannya ada pada apa yang
seharusnya dilakukan individu saat berinteraksi dengan orang
lain. Dimensi ini mengatur interaksi sosial individu dengan orang
lain dan akan menengahi sebuah konflik yang muncul.

Komponen-Komponen Perkembangan Moral :


1. Komponen afektif
Afektif : moral feelings
Komponen perekembangan moral yang terdiri atas perasaan yang
mengelilingi Tindakan benar atau salah dan yang memotivasi pikiran
dan tindakan moral. Freud menerangkan pembentukan moral afektif
dimulai melalui masa oedipal, yaitu pada masa ini anak melakukan
identifikasi dengan salah satu orang tuanya sehingga orang tua dalam
diri anak. Sosok orang tua dalam diri anak inilah yang menghukum
atau menimbulkan rasa bersalah apabila anak melanggar.
2. Komponen kognitif
Kognitif : moral reasoning
Komponen perkembangan moral yang berpusat pada cara kita
mengkonsep benar dan salah dan membuat keputusan tentang
bagaimana berprilaku.
Terdapat dua teori tentang komponen kognitif dalam
perkembangan moral yaitu teori yang dikemukakan oleh Piaget dan
Kohlberg.
a. Teori Piaget
Teori Piaget memandang penalaran moral sebagai
kemajuan melalui urutan tiga tingkat yang tidak berubah
periode premoral, moralitas heteronom dan periode otonom.
22

- Periode premoral, yaitu lima tahun pertama kehidupan


ketikanak-anak dikatakan memiliki sedikit rasa hormat atau
kesadaran akan aturan yang ditetapkan secara sosial.
- Periode heteronom, yaitu tahap pertama perkembangan
moral Piaget ketika anak-anak memandang aturan tokoh-
tokoh kezaliman sebagai hal yang sakral dan tidak dapat
diubah
- Periode otonom, yaitu ketika anak-anak menyadari bahwa
aturan adalah perjanjian sewenang- wenang yang dapat
dihadang dan diubah dengan persetujuan dari orang yang
memerintah.
b. Teori Kohlberg
Teori Kohlberg memandang penalaran moral sebagai kemajuan
melalui urutan tiga tingkat yang berbeda yaitu moralitas
prakonvensional, konvensional dan poskonvensional.

a) Moralitas prakonvensional yaitu istilah Kohlberg untuk


dua tahap pertama dari penalaran moral. Maksudnya,
penilaian moral didasarkan pada konsekuensi hukuman
yang nyata atau konsekuensi yang menguntungkan dari
suatu tindakan untuk actor dari pada hubungan yang
bertindak dengan aturan dan kebiasaan masyarakat.

b) Moralitas konvensional yaitu istilah Kohlberg untuk tahap


ketiga dan keempat dari penalaran moral. Maksudnya,
penilaian moral didasarkan pada keinginan untuk
mendapatkan persetujuan atau untuk menegakkan hukum
yang menjaga ketertiban sosial.

c) Moral poskonvensional, yotu istilah yang dipakai


Kohlberg untuk tahap kelima dan keenam penalaran
moral. Maksudnya, penilaian moral didasarkan pada
kesepakatan sosial dan hokum demokrasi atau pada
prinsip-prinsip universal etika dan keadilan.
23

3. Komponen perilaku
Peilaku : moral behavior
Komponen perkembangan moral mencerminkan cangkul yang
secara actual kita lakukan ketika kita mengalami godaan untuk
berbohong, menipu, atau melanggar aturan moral lainnya. Teori
yang erat kaitannya dengan komponen perilaku ini adalah teori
pembelajaran sosial.
Teori pembelajaran sosial menjelaskan bagimana anak-anak belajar
melawan godaan dan menghambat tindakan yang melanggar norma
moral. Agar anak-anak dapat melawan seluruh godaan yang ada
dibutuhkan faktor-faktor pengendali yaitu :

a) Hadiah yang diberikan untuk berbagi prilaku


b) Hukuman yang mencakup alasan-alasan yang tepat
c) Terus-menerus memaparkan anak-anak pada model
pengendalian moral.
24

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan identitas diri, moral, dan prososial merupakan aspek
penting dalam pertumbuhan dan perkembangan individu. Identitas diri
mencakup pemahaman individu tentang siapa mereka, apa yang mereka nilai,
dan bagaimana mereka memandang diri mereka sendiri. Sementara itu,
moralitas melibatkan pengembangan nilai-nilai dan prinsip-prinsip etis yang
mengarahkan perilaku individu dalam berinteraksi dengan orang lain.
Selama masa perkembangan, individu juga mengalami perubahan dalam
kemampuan mereka untuk membentuk hubungan sosial yang sehat dan
bermakna. Hal ini dikenal sebagai perkembangan prososial, yang melibatkan
kemampuan individu dalam memahami dan merespons perasaan orang lain,
melibatkan diri dalam tindakan altruistik, dan membangun hubungan yang
erat.
Identitas diri, moral, dan prososial secara langsung terkait dengan hasil
belajar individu. Ketika seseorang memiliki pemahaman yang kuat tentang
siapa mereka dan apa yang mereka nilai, mereka lebih mungkin untuk
memiliki motivasi yang tinggi dalam mencapai tujuan belajar mereka.
Selain itu, perkembangan prososial juga dapat berdampak positif pada
hasil belajar individu. Kemampuan untuk berempati dan bekerja sama dengan
orang lain dapat meningkatkan kemampuan individu dalam berkolaborasi
dalam situasi belajar, memunculkan gagasan dan solusi yang inovatif, serta
membangun keterikatan dengan rekan sekelas dan guru.
Dalam konteks pendidikan, penting bagi pendidik dan orang tua untuk
mendukung perkembangan identitas diri, moral, dan prososial anak-anak
mereka. Menciptakan lingkungan yang mendukung dan memfasilitasi
pertumbuhan individu dalam aspek-aspek ini akan berdampak positif pada
25

hasil belajar mereka. Selain itu, melibatkan anak-anak dalam kegiatan yang
mempromosikan kesadaran diri, empati, dan kerjasama juga dapat membantu
mereka dalam perkembangan pribadi dan akademik mereka.
Dalam kesimpulan, perkembangan identitas diri, moral, dan prososial
merupakan faktor penting dalam hasil belajar individu. Pemahaman diri yang
kuat, nilai-nilai moral yang baik, dan kemampuan untuk berinteraksi secara
positif dengan orang lain dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan dalam
pembelajaran.
26

DAFTAR PUSTAKA

- Asep Hery Hermawan, dkk. 2007. Pengembangan Kurikulum dan


Pembelajaran, Jakarta: Universitas Terbuka.
- Asrori, Muhammad. 2007. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV.Wacana
Prima.
- Mulyani Sumantri. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Universitas Terbuka.
- Rini Susanti, 2023. Perkembangan Emosi manusia;
- https://www.halodoc.com/artikel/emosi-manusia-pengertian-jenis-dan-
fungsinya

Anda mungkin juga menyukai