Oleh:
Siti Renita Rahmah (0306182097)
Winda Apriani (0306181021)
2021/2022
2
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, Wr. Wb
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt yang telah melimpahkan
rahmat dan karuniaNya sehingga makalah “Implikasi Perkembangan Moral dan
Spritual Peserta Didik terhadap Pendidikan” dapat terselesaikan dengan baik. Tak
lupa pula shalawat beserta salam kepada Nabi Muhammad Saw. semoga kita
mendapatkan syafaatnya dihari akhir kelak.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam
kehidupan, dimana aspek yang menjadi subjek sekaligus objek yang penting dalam
hal ini adalah peserta didik. Pendidikan yang diberikan tidak hanya dalam lingkup
akademik namun mendidik disini dimaksudkan untuk membentuk kepribadian yang
sesuai dengan norma hukum dan agama. Setiap peserta didik bersifat khas dan unik
karena setiap peserta didik berbeda-beda.”
“Dalam pendidikan dan pembelajaran diperlukan suatu pengetahuan akan
perkembangan-perkembangan yang terjadi pada peserta didik. Dimana aspek-aspek
perkembangan peserta didik cukup banyak seperti perkembangan fisik, perkembangan
intelektual, perkembangan moral, perkembangan spiritual atau kesadaran beragama
dal lain sebagainya. Setiap aspek-aspek tersebut dapat dikaji berdasarkan fase-fasenya
untuk membantu dalam memahami cara belajar dan tentunya sikap maupun tingkah
laku peserta didik. Selain itu, aspek pembelajaran yang diberikan kepada para peserta
didik juga berupa pendidikan moral dan spirituall untuk membentuk pribadi-pribadi
yang sesuai dengan harapan bangsa yang dituliskan pada tujuan pendidikan bangsa
Indonesia.”
Pendidikan moral dan spiritual sangat penting untuk peserta didik dipelajari
sebab nantinya akan memberikan pengetahuan untuk peserta didik tersebut masuk ke
dalam masyarakat tempat tinggalnya. Dalam pendidikan moral dan spiritual terdapat
pekembangan-perkembangan yang harus diketahui oleh pendidik karena dengan
mengetahui tahap perkembangan moral maupun spiritual dapat menjadi acuan dalam
memberikan pendidikan sesuai tingkatan peserta didik.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan moral peserta didik?
2. Bagaimana karakteristik perkembangan spiritual peserta didik?
3. Apa faktor yang mempengaruhi perkembangan moral dan spiritual peserta
didik?
4. Bagaimana strategi yang digunakan terhadap perkembangan moral dan
spiritual peserta didik?
5. Apa implikasi perkembangan moral dan spiritual peserta didik terhadap
pendidikan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui perkembangan moral peserta didik
2. Untuk mengetahui karakteristik perkembangan spiritual peserta didik
3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan moral dan
spiritual peserta didik
4. Untuk mengetahui strategi yang digunakan terhadap perkembangan moral dan
spiritual peserta didik
5. Untuk mengetahui implikasi perkembangan moral dan spiritual peserta didik
terhadap pendidikan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Moral
1. Pengertian Perkembangan Moral
Sebelum membahas pengertian moral, akan dibahas pengertian dari
perkembangan, yaitu sebuah proses perubahan yang meningkat dan berkelanjutan dari
setiap diri seseorang dimulai sejak ia lahir hingga meninggal. Perkembangan bisa
dikatakan sebagai perubahan yang berlangsung pada seseorang menuju kedewasaan
yang akan terus berlangsung secara terstruktur, progresif, dan berkelanjutan baik dari
fisik ataupun psikis.1
Selanjutnya yaitu pengertian moral, kata moral berasal dari bahasa latin
“mores” yang berarti sistematika kehidupan, adat istiadat atau kebiasaan turun
temurun mengenai ajaran tentang baik buruk, benar salah, aturan yang harus dipatuhi
dan lain sebagainya. Moral dapat dikatakan sebagai rangkaian nilai mengenai
bagaimana cara bersikap pada setiap orang bersamaan dengan nilai-nilai tertentu. 2
Tergantung situasilah yang pada dasarnya menjadikan cara bersikap sesuai nilai moral
yang berlaku.3 Jadi dapat disimpulkan bahwa perkembangan moral adalah,
keberlangsungan secara bertahap mempelajari moral serta norma sosial yang berlaku
di masyarakat. Perkembangan moral merupakan hal penting bagi perkembangan
sosial dan kepribadian. Perkembangan norma dan moral ini berkaitan erat dengan kata
hati atau hati nurani individu.
1
S Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, 2016, Bandung: PT Rosda Karya, hal.15.
2
M Asrori, Psikologi Pembelajaran, 2012, Bandung: CV Wacana Prima, hal. 155.
3
W Kurtinez, Moralitas: Perilaku Moral dan Perkembangan Mora, 1992, Jakarta; UI Press,
hal. 300.
3
Pendekatan kognitif fokus pada pengertian dan pemahaman, Piaget
menguraikan perkembangan moral pada peserta didik sebagai berikut:
Pemahaman moral heteronom (2 – 7 tahun)
Anak-anak pada level ini cara melihat dan menilai moral dari sikap baik dan
buruk, benar atau salah dapat dilihat dari akibat yang dilakukannya bukan dari apa
yang diniatkan. Jadi kendati niatnya baik namun apabila akibatnya jelek, maka
perbuatan ini dapat dianggap tidak baik (salah). Anak-anak akan berpersepsi jika
suatu peraturan itu tetap, tidak dapat ganti, ditentukan oleh pemimpin, misalnya orang
tua, guru (pendidik), kepala sekolah, bupati, presiden, dan pemimpin lain sesuai
lingkungannya. Pada tahap ini anak bertingkah laku baik hanya untuk menjauhi
hukuman yang telah dibuat, tidak berdasarkan kesadaran dari diri sendiri.
4
Dewa Priantini, Perkembangan Peserta Didik, 2020, Denpasar: Universitas Dwijendra, hal. 155.
5
Mesta Limbong, Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik, 2020, Jakarta: UKI Press, hal.83-
84.
4
1) Stadium 1, pada level ini berorientasi pada kepatuhan dan sanksi. Dalam hal ini
individu menuruti perintah, selali mematuhi aturan yang ada agar mendapat
penghargaan. Pada tahap ini anak mengira peraturan dibuat untuk diterapkan,
dipatuhi dan tidak dapat berubah. Sehingga kedua orang tua memerintahkan
sesuatu anak akan melakukannya.
2) Stadium 2, dalam urutan ini berorientasi individualisme dan instrumental. Jadi
maksudnya dalam tingkat ini berlaku prinsip relativistik hedonisme. Individu
melaksanakan suatu hal itu tergantung pada kebutuhannya (relativisme), dan
kesanggupannya (hedonistik). Contohnya seseorang mencuri burger karena lapar
maka dia tidak melanggar moral, karena dalam hal ini burger tersebut kebutuhan.
Tingkat Konvensional
Perkembangan moral murid SD terdapat pada tingakatan konvensional. Di
mana pada tingkatannya yaitu stadium 3 dan 4, sebagai lanjutan dari tingkat pra-
konvensional.
1) Stadium 3, level ini disebut dengan orientasi konformitas interpersonal, hal ini
dikarenakan yang difokuskan adalah anak-anak agar mampu menyesuaikan diri
pada hal-hal yang diyakini masyarakat setempat. Maka anak mematuhi moral
agar terlihat baik di masyarakat.
2) Stadium 4, yaitu dikenal orientasi hukum dan aturan. Pada tahap ini, individu
berpikir bahwa hal yang bermoral adalah yang hal yang sama dengan aturan yang
berlaku di masyarakat, selain agar diterima di masyarakat, biasanya anak-anak
juga ikut mempertahankan norma-norma yang diberlakukan di masyarakat.
Tingkat Pasca konvensional
Selanjutnya tingkatan ini ada dua stadium, stadium 5 dan 6 yaitu:
1) Stadium 5, dinamakan orientasi kontrak sosial. Pada tahap ini anak-anak
disadarkan denhan adanya hubungan keterkaitan atau ketergantungan antara diri
sendiri dengan masyarakat. Maka saat dalam tahapan 5 ini anak masih mematuhi
aturan yang berlaku masyarakat, walaupun sebenarnya anak-anak yakin bahwa
adanya kebebasan dalam keyakinan moral, sehingga memungkinkan adanya
perubahan dan perbaikan dalam standar moral. Biasanya para remajalah yang
telah sampai pada tahap ini.
2) Stadium 6, orientasi etis universal. Dalam stadium ini terdapat pemahaman yang
lebih baik mengenai subjektivitas aturan sosial. Anak tidak saja melihat suatu
5
aturan tertentu memiliki unsur subjektivitas dan dapat diubah, tetapi juga persepsi
mereka tentang makna dan aturan itu juga bersifat subjektif. Jadi individu boleh
memiliki persepsi sendiri yang lain terhadap peraturan yang ada.
Dari penjelasan tahap perkembangan moral ini, dapat ditarik kesimpulan
bahwa anak dalam mempertimbangkan suatu moral berasal dari kata hatinya. Hal ini
senada dengan pendapat Monks yang menyatakan bahwa seseorang melakukan
konformitas tidak karena perintah atau norma dari luar, melainkan karena keyakinan
sendiri, hatinya ingin melakukannya.
B. Perkembangan Spiritual
1. Pengertian Spiritual
Spiritual adalah asal kata dari bahasa latin “spiritus” yang berarti nafas, spirit
yang memberikan hidup, menjiwai seseorang. Spiritual lebih kepada hal yang
mengarah pada komunikasi dengan Tuhan, spiritualitas diartikan sebagai pada diri
sendiri tentang adanya yang lebih tinggi atau agung dari dirinya sendiri. Spiritualitas
pada hakikatnya merupakan kesadaran diri pribadi mengenai asal, tujuan, dan nasib. 7
Spiritualitas dalam Islam diterrjemahan dari kata ruhaniyah. Ruhaniyah memiliki asal
6
R.Rosmawati, Perkembangan Peserta Didik, Perpustakaan Universitas Riau, hal. 126. Diakses dari
https://repository.unri.ac.id.
7
Hasan, Aliah B.P.2006.Psikologi Perkembangan Islami, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal. 294.
6
kata yaitu ruh. Dalam hal ini Quran mengetahui bahwa ruh manusia ditiupkn langsung
oleh Allah sesaat sesudah fisik terbentuk dari rahim.8
Jika disimpulkan, spiritualitas merupakan inti dari terdapatnya diri seseorang
dan dapat dikatakan sebagai pengalaman hubungan pribadi dengan yang agung
(Tuhan) atau kesadaran akan adanya Tuhan dalam diri sendiri. Spiritualitas ini
meliputi perasaan dan pola pikir yang mengarahkan pada arti dan tujuan keberadaan
manusia. Spiritual yaitu keadaan sadar dari seorang individu tentang adanya Allah dan
hal yang dirasakan oleh diri sendiri dengan lingkungan sekitar, hal tersebut berupa
sikap empati terhadap individu lain, baik, tidak sombong, menghormati, dan
menghargai pendapat orang lain agar terjalin hubungan baik dengan seseorang.
7
dari bimbingan rasul Allah, sehingga pada akhirnya fitrah itu berkembang sesuai
kehendak Allah.
Perkembangan dalam hal spiritual anak sangat penting untuk diteliti dan
diperhatikan agar memiliki bekal mengenai spiritual itu sendiri, berikut tahapan
perkembangan spiritual pada anak sesuai dengan umurnya:11
Usia antara 0-18 bulan. Bayi merupakan seseorang yang pada hakikatnya masih
ketergantungan pada orang lain maupun lingkungannya, jadi dapat diartikan
bahwa bayi membutuhkan lingkungan yang dapat memberikannya pengaruh
dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar independent. Apabila
bayi tumbuh di keluarga yang spiritualnya baik maka dapat menjadikan pedoman
untuk terbentuknya sikap spiritual yang baik pada bayi tersebut.
Anak-anak awal (18 bulan-3 tahun). Dalam hal ini mereka telah memiliki
peningkatan dalam kemampuan kognitif. Anak mulai bisa membandingkan sikap
baik buruk untuk menerapkan sikap kemandiriannya menjadi lebih baik. Tahap
perkembangan ini menampilkan bahwa mereka mulai melatih diri agar bisa
memberikan pendapat dan menghormati ritual di tempat tinggal mereka.
Anak usia pra sekolah (3-6 tahun). Anak pada tahap ini masih terjalin dengan
egonya, mereka mulai memahami kebutuhan sosialnya, norma yang harus
dilaksanakan sesuai yang dilakukan keluarga, serta harapan mereka. Kebutuhan
spiritual pada tahap ini harus sangat diperhatikan karena pada tahap ini anak sudah
dapat berpikir konkret. Mereka terkadang masih sukar dalam menerima
pengetahuan mengenai Tuhan yang tidak terlihat.
10
Hidayat dan Uliyah, Pengantar kebutuhan dasar manusia, 2014, Jakarta : Salemba medika hal. 86.
11
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, 2009, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal. 280.
8
Anak usia sekolah dasar (6-12 tahun). Pada level ini, anak berpikir dengan cara
yang konkret namun mereka sudah dapat mengaplikasikan konsep abstrak untuk
mengetahui makna spiritual dan agama. Orang tua dapat memberikan pengetahuan
tentang keyakinan apa yang mereka jalankan, karena pada usia ini siswa sudah
sedikit mengetahui gambaran mengenai hal abstrak, misalnya tentang Tuhannya.
Remaja usia 12-18 tahun. Dalam usia ini seseorang telah mengetahui makna
tujuan hidup, mereka misalnya menggunakan apa yang mereka ketahui untuk
mengambil keputusan dalam hidupnya. Biasanya pada usia ini, orang tua ini
merasakan hal paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan membimbing
anak untuk bertanggung jawab untuk dirinya sendiri. Sehingga karena ini sering
muncul konflik antara keduanya.
Dewasa muda (18-25 tahun). Pada tingkatan ini seseorang sedang dalam proses
pencarian identitas spiritual dalam dirinya, mampu memikirkan dan memilih nilai
serta kepercayaan mereka.
“Dewasa pertengahan (25-38 tahun). Pada tahap usia ini, seseorang sudah
mengetahui spiritual yang memahami konsep benar atau salah, dan juga mulai
menggunakan yang mereka yakini untuk melaksanakan moral, agama dan etika.
Dalam tahapan ini juga mereka mulai merencanakan kehidupan serta
mengevaluasi apa yang mereka kerjakan.”
“Dewasa akhir (38-65 tahun). Periode perkembangan spiritual pada tahap ini
digunakan untuk introspeksi dan mengkaji kembali spiritual yang ada pada
mereka sendiri, kemampuan introspeksi ini sama baik dengan dimensi yang lain
dari diri individu tersebut. Biasanya kebanyakan pada tahap ini kebutuhan ritual
spiritual meningkat.”
“Lanjut usia (65 tahun sampai kematian). Pada tahap perkembangan ini, menurut
Haber, pada masa ini walaupun membayangkan kematian mereka banyak
menggeluti spiritual sebagai isu yang menarik, karena mereka melihat agama
sebagai faktor yang mempengaruhi kebahagiaan dan rasa berguna bagi orang lain.
Pada tahap ini lansia yang spiritualnya baik ia tidak takut mati dan dapat lebih
mampu untuk menerima kehidupan.”
Berikut teori Fowler dalam Desmita, tentang karakteristik perkembangan
spiritualitas peserta didik yang terdiri dari dua macam yaitu sebagai berikut:12
12
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, 2017, Bandung: PT Remaja Rosdarya.
9
a) Karakteristik perkembangan spiritualitas anak usia sekolah
“Tahap mythic-literal faith, yaitu yang dimulai usia 7-11 tahun. Menurut
Fowler pada tahap ini sesuai dengan perkembangan kognitifnya, anak mulai berpikir
secara logis. Pada tahap ini anak secara sistematis mulai mengambil makna dari
tradisi masyarakatnya. Sebagai anak yang masih berada pada tahap berpikir konkret,
maka anak usia SD akan memahami segala sesuatu yang abstrak secara konkret.
Dengan demikian gagasan keagamaan yang bersifat abstrak yang terjadi dipahami
secara konkret, misalnya tuhan itu satu, tuhan itu amat dekat, ciptaan tuhan tak
terhitung jumlahnya, dan lain sebagainya. Pada kejadian ini, individu mulai dapat
memahaminya secara abstrak.”
b) Karakteristik perkembangan spiritualitas remaja
Pada masa remaja mereka mengalami kemajuan dalam perkembangan
kognitifnya. Pada fase peningkatan kognitif, peran guru sangat besar dalam membantu
peserta didik yang remaja dalam meluruskan paham keagamaan, tetap berada di
tengah yang bersumber pada Al Quran dan Sunah Rasulullah SAW.
13
Baharudin, Perilaku Organisasi, 2011, Yogyakarta: CAPS, hal. 37.
10
Ahli sosiolog beranggapan bahwa masyarakat mempunyai peran penting
dalam pembentukan moral. Di mana dalam usaha membentuk tingkah laku,
masyarakat merupakan cerminan daripada pengaplikasian nilai-nilai hidup yang ada,
banyak faktor yang mempengaruhinya diantaranya sebagai berikut:14
1) Tingkat harmonis antara hubungan orang tua dan anak
2) Banyak model (orang-orang dewasa yang simpatik, teman-teman, orang-
orang yang terkenal dan hal-hal lain) yang diidentifikasi oleh anak sebagai
gambaran-gambaran ideal.
3) Lingkungan meliputi segala unsur lingkungan sosial yang berpengaruh, yang
tampaknya sangat penting adalah unsur lingkungan berbentuk manusia yang
langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan dari nilai-
nilai tertentu.
4) “Tingkat penalaran, di mana perkembangan moral yang sifatnya penalaran
menurut Kohlberg, dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana
dikemukakan oleh Piaget. Makin tinggi tingkat penalaran seseorang menurut
tahap-tahap perkembangan Piaget, makin tinggi pula tingkat moral seseorang.”
5) “Interaksi sosial dalam memberi kesepakatan pada anak untuk mempelajari
dan menerapkan standar perilaku yang disetujui masyarakat, keluarga,
sekolah, dan dalam pergaulan dengan orang lain.”
11
arah yang baik (positif) atau menuju ke arah yang buruk (negatif), itu semua
tergantung bagaimana cara anak berkorelasi dengan masyarakat tersebut.”
15
Safira, Sally, Skripsi: Strategi Guru Kelas dalam Mengembangkan Sikap Spiritual dan Sikap Sosial
Siswa Kelas V SD Islam Syahidin, 2019, Semarang: UNNES, hal. 14, diakses dari https://unnes.ac.id.
12
4) “Membentuk pendidikan sebagai wahana yang tenang atau mendukung bagi
peserta didik untuk mendalami agamanya, tidak hanya sekedar bersifat teoritis
tetapi penjiwaan yang benar-benar terwujud dari pengalaman keberagamaan. Oleh
karena itu, pendidikan agama yang diberlakukan disekolah harus lebih
memusatkan pada peletakan peserta didik untuk mencari pengalaman
keberagamaan. Dengan demikian yang difokuskan dalam pendidikan agama
adalah ajaran dasar agama dengan nilai-nilai spiritualitas dan moralitas seperti
kedamaian dan keadilan.”
5) “Menolong anak didik dalam menumbuh kembangakan rasa ketuhanan melalui
pendekatan spiritual parenting, misalnya: Memupuk hubungan sadar anak dengan
Tuhan melalui doa dalam setiap kegiatan sehari-hari, menstimuluskan kepada
anak dengan bertanya bagaimana Tuhan terlibat dalam aktivitasnya sehari-hari,
memberikan kepekaan kepada anak bahwa Tuhan akan membantu kita apabila
kita berdoa atau meminta, serta meminta anak untuk memikirkan bahwa Tuhan itu
ada dalam jiwa mereka melalui penjelasan bahwa mereka tidak dapat melihat diri
mereka tumbuh atau mendengar darah mereka mengalir, tetapi tahu bahwa semua
itu sungguh-sungguh terjadi sekalipun mereka tidak melihat apa pun.”
Muchammad Djarot, Program Pengembangan Aspek Moral, Spiritual, Sosial, dan Emosional Pada
16
Anak, Jurnal ALBANNA, Vol. 1 (1), 2020, hal. 21, diakses dari https://ejournal-iainptk.ac.id.
13
sekolah diharapkan dapat berfungsi sebagai kawasan yang sejuk untuk melakukan
sosialisasi bagi anak-anak dalam pengembangan moral dan segala aspek
kepribadiannya. Pelaksanaan pendidikan moral di kelas hendaknya dihubungkan
dengan kehidupan yang ada di luar kelas. Dengan demikian, pembinaan
perkembangan moral peserta didik sangat penting karena percuma saja jika mendidik
anak-anak hanya untuk menjadi orang yang berilmu pengetahuan, tetapi jiwa dan
wataknya tidak dibangun dan dibina.”
17
__, Modul Perkembangan Peserta Didik, 2015, hal. 15, diakses dari https://ftik.iainpurwokerto.ac.id.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
“Dari penjelasan makalah di atas dapat di simpulkan bahwa erkembangan
moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan mengenai apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Banyak
teori mengenai perkembangan moral peserta didik diantaranya teori Kohlberg yang
mengatakan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral
dan berkembang secara bertahap yaitu: Penalaran Prakonvesional, Penalaran
Konvensional, Penalaran Pascakonvensional. Selanjutnya spiritualitas, yang
didefinisikan sebagai suatu kepercayaan akan adanya suatu kekuatan atau suatu yang
lebih agung dari dirisendiri. Karakteristik kebutuhan spiritual meliputi:
Kepercayaan, Pemaafan, Cinta dan hubungan,Keyakinan, kreativitas dan harapan,
Maksud dan tujuan serta anugrah dan harapan.”
“Implikasi perkembangan moral dan spiritual terhadap pendidikan
diantaranya sebagai berikut : Memberikan pendidikan moral dan keagamaan melalui
kerikulum, Memberikan pendidikan moral langsung, Memberikan pendekatan moral
melalui pendekatan klarifikasi nilai, Menjadikan pendidikan sebagai wahana yang
kondusif bagi peserta didik untuk menghayati agamanya, Membantu peserta didik
mengembangkan rasa ketuhanan melalui pendekatan spiritual parenting.”
15
B.Saran
DAFTAR PUSTAKA
Aliah B.P., Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, 2006, Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Asrori, M., Psikologi Pembelajaran, 2012, Bandung: CV Wacana Prima.
Baharudin, Perilaku Organisasi, 2011, Yogyakarta: CAPS.
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, 2009, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, 2017, Bandung: PT Remaja
Rosdarya.
Djarot, Muchammad, Program Pengembangan Aspek Moral, Spiritual, Sosial, dan
Emosional Pada Anak, Jurnal ALBANNA, Vol. 1 (1), 2020.
Hamid, A.Y., Buku Ajar Aspek Spiritualitas Dalam Keperawatan, 2009, Jakarta:
Widya Medika.
Hidayat dan Uliyah, Pengantar kebutuhan dasar manusia, 2014, Jakarta : Salemba
medika.
Kurtinez, W., Moralitas: Perilaku Moral dan Perkembangan Mora, 1992, Jakarta; UI
Press.
Limbong, Mesta, Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik, 2020, Jakarta: UKI
Press.
16
Priantini, Dewi, Perkembangan Peserta Didik, 2020, Denpasar: Universitas
Dwijendra.
Sally, Safira, Skripsi: Strategi Guru Kelas dalam Mengembangkan Sikap Spiritual
dan Sikap Sosial Siswa Kelas V SD Islam Syahidin, 2019, Semarang: UNNES.
S., Aman, Tren Spiritualitas Milenium Ketiga, 2013, Tangerang : Ruhama.
Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, 2011, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Yusuf, S., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, 2016, Bandung: PT Rosda
Karya.
Rosmawati, R., Perkembangan Peserta Didik, Perpustakaan Universitas Riau, hal.
126. Diakses dari https://repository.unri.ac.id.
____, Modul Perkembangan Peserta Didik, 2015, diakses dari
https://ftik.iainpurwokerto.ac.id.
17