Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PEMBENTUKAN KARAKTER

Disusun Oleh:
Ilham Darmawan
Anandita Asrawati
Fatiama
Dosen pengampu:
Dr. Hj. FATIMAH AZIS, M.Pd

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERISTAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
TAHUN AKADEMIK 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia yang
telah di limpahkan-Nya sehingga Penyusun dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dengan baik. Makalah ini merupakan salah satu tugas dari dosen mata
kuliah komputer. Dalam penyusunan makalah ini Penyusun banyak mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak yang telah ikut serta memberikan informasi dan data
sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penyusun
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan dan kesempatan
yang telah di berikan dalam penyelesaian makalah ini.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelesaian makalah ini


masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu penyusun memohon kepada
pembaca untuk memberikan kritik dan saran sebagai acuan untuk perbaikan di
masa yang akan datang. Penyusun juga berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua baik mahasiswa/i pada khususnya dan masyarakat
pada umumnya. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah kita
lakukan dan pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini. Aamiin

Makassar, 25 Maret 2023

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah........................................................................................ 2

C. Tujuan Penulisan.......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian pendidikan.................................................................................. 3

B. Pengertian pembentukan karakter................................................................ 4

C. Hubungan antara pendidikan dan pembentukan karakter............................ 6

D. Proses pembentukan karakter...................................................................... 7

E. Mengetahui pengkondisian dan keteladanan pendidikan karakter................9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................. 14

B. Saran............................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era globalisasi yang di tandai dengan kemajuan dunia ilmu informasi


dan teknologi, memberikan banyak perubahan dan tekanan dalam segala bidang.
Dunia pendidikan yangsecara filosofis di pandang sebagai alat atau wadah untuk
mencerdaskan dan membentukwatak manusia agar lebih baik (humanisasi),
sekarang sudah mulai bergeser atau disorientasi. Demikian terjadi salah satunya
dikarenakan kurang siapnya pendidikan untuk mengikuti perkembangan zaman
yang begitu cepat. Sehingga pendidikan mendapat krisis dalam halkepercayaan
dari masyarakat, dan lebih ironisnya lagi bahwa pendidikan sekarang sudahmasuk
dalam krisis pembentukan karakter (kepribadian) secara baik.
Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan primer atau
mutlak yang harusdipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali
mustahil suatu kelompok manusiadapat hidup berkembang dengan cita-cita untuk
maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep pandangan hidupnya. Dalam
pengertian sederhana dan umum makna pendidikan adalahusaha sadar manusia
untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik
jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat
dan agama.
Pendidikan bertujuan tidak sekedar proses alih budaya atau alih ilmu
pengetahuan (transfer ofknowledge), tetapi juga sekaligus sebagai proses alih nilai
(transfer of value). Artinya bahwa Pendidikan, di samping proses pertalian dan
transmisi pengetahuan, juga berkenaan dengan proses perkembangan dan
pembentukan kepribadian atau karakter masyarakat. Dalam rangkainternalisasi
nilai-nilai budi pekerti kepada peserta didik, maka perlu adanya optimalisasi
pendidikan. Perlu kita sadari bahwa fungsi pendidikan Nasional adalah
mengembangkankemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

1
berkembanganya potensi peserta didik agarmenjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratisserta bertanggung
jawab. Pendidikan juga dipandang sebagai sebuah sistem sosial, artinya dikatakan
sistem sosial disebabkan di dalamnya berkumpul manusia yang saling
berinteraksidengan lingkungannya. Untuk menuju pada pendidikan yang dapat
beradaptasi dengan lingkungannya, yaitu dengan cara melakuakan perubahan-
perubahan susunan dan proses dari bagian-bagian yang ada dalam pendidikan itu
sendiri. Sehingga pendidikan sebagai agen perubahan sosial diharapkan
peranannya mampu mewujudkan perubahan nilai-nilai sikap, moral, pola pikir,
perilaku intelektual, ketrampilan, dan wawasan para peserta didik sesuai dengan
tujuan pendidikan itu sendiri.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, ada lima rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Pendidikan?
2. Apa Yang Dimaksud Dengan Pembentukan Karakter?
3. Bagaimana Hubungan Pendidikan Dengan Pembentukan Karakter?
4. Bagaimana Proses Pembentukan Karakter?
5. Bagaimana Cara Mengetahui Pengkondisian Dan Keteladanan Pendidikan
Karakter?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Pendidikan.
2. Untuk Mengetahui Perngertian Pembentukan Karakter.
3. Untuk Mengetahui Hubungan Pendidikan Dengan Pembentukan Karakter.
4. Untuk Mengetahui Proses Pembentukan Karakter.
5. Untuk Mengetahui Pengkondisian Dan Keteladanan Pendidikan Karakter.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam pengertian yang sederhana dan
umum makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai
dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat.
Berbicara pendidikan sangat erat kaitannya dengan kemajuan peradaban
manusia. Karena pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia
yang tidak pernah bisaditinggalkan. Sebagai sebuah proses, ada dua asumsi yang
berbeda mengenai pendidikan dalam kehidupan manusia. Pertama, ia bisa
dianggap sebagai proses yang terjadi secara tidak disengaja atau berjalan secara
alamiah. Dalam hal ini, pendidikan bukanlah proses yang di organisasikan dan
direncanakan secara sistematis, melainkan merupakan bagian kehidupan yang
memang telah berjalan sejak manusia itu ada. Kedua, pendidikan bisa dianggap
sebagai proses yang terjadi secara di sengaja, direncanakan, dan didesain dengan
sistematis berdasarkan aturan-aturan yang berlaku terutama perundang-undangan
yang dibuat atas dasar kesepakatan masyarakat.
Tujuan-tujuan pendidikan misalnya secara umum orang memahami bahwa
tujuan pendidikan adalah mengarahkan manusia agar berdaya, berpengetahuan,
cerdas, serta memiliki wawasan ketrampilan agar siap menghadapi tantangan
kehidupan dengan potensi-potensinya yang telah diasah dalam proses pendidikan.
Misalnya, kita sering memahami bersama secara universal bahwa pendidikan itu
berkaitan dengan kegiatan yang terdiri dari proses dan tujuan berikut.

3
1. Proses pemberdayaan (empowerment), yaitu ketika pendidikan adalah
proses kegiatan yang membuat manusia menjadi lebih berdaya menghadapi
keadaan yang lemah menjadi kuat.
2. Proses pencerahan (enlightment) dan penyadaran (conscientization),
yaitu ketika pendidikan merupakan proses mencerahkan manusia melalui
dibukanya wawasan dengan pengetahuan, dari yang tidak tahu menjadi tahu.
3. Proses memberikan motivasi dan inspirasi, yaitu suatu upaya agar para
peserta didiktergerak untuk bangkit da berperan bukan hanya sekedar karena
arahan dan paksaan,melainkan karena diinspirasi oleh apa yang dilihatnya yang
memicu semangat dan bakatnya.
4. Proses mengubah perilaku, yaitu bahwa pendidikan memberikan nilai-
nilai yang luhurdan ideal yang diharapkan mengatur perilaku peserta didik kearah
yang lebih baik.

B. Pengertian pembentukan karakter


Hakekat karakater ialah Menurut Simon Philips, karakter adalah kumpulan
tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan
perilaku yang ditampilkan. Sedangkan Doni Koesoema, memahami bahwa
karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri, atau
karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari
bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan. Sementara Winnie, memahami
bahwa istilah karakter memiliki dua pengertian. Pertama, ia menunjukkan
bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang berperilaku tidak jujur,
kejam, atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku buruk.
Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang
tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua, istilah karaktererat kaitannya
dengan “personality”. Seseorang baru bisa disebut orang yang berkarakter (a
person of character) apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral.
Dalam hal ini akar dari semua tindakan yang jahat dan buruk, tindakan
kejahatan, terletak pada hilangnya karakter. Karakter yang kuat adalah sandangan
fundamental yang memberikan kemampuan kepada populasi manusia untuk hidup

4
bersama dalam kedamaian serta membentuk dunia yang dipenuhi dengan
kebaikan dan kebajikan, yang bebas dariku kerasan dan tindakan-tindakan tidak
bermoral. Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara
berkesinambungan hari demihari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi
pikiran, tindakan demi tindakan. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan
berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam
lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Untuk memahami makna
pembangunan karakter dan mengapa hal itu penting, ada suatu kisah yang menarik
yang akan penulis sampaikan. Suatu ketika, ada seorang pendidik yang
mengusulkan kepada seorang kepala sekolah agar dalam penerimaan peserta didik
baru tidak menggunakan tes ujian masuk dalam model apapun. Reaksi sang
kepala sekolah menjadi terkaget-kaget luar biasa. “Kalau penerimaan peserta
didik baru tidak melalui tes terdahulu, pasti sekolah ini nanti akan banyak diisi
oleh peserta didik yang bodoh-bodoh dan nakal-nakal. Terus bagaimana kualitas
lulusan kita nanti”. Demikian alasan sang kepala sekolah.
Kemudian, ia menjelaskan alasannya kepada kepala sekolah tersebut.
Alasannya begini : para peserta didik baru itu pada dasarnya tidak ada yang
bodoh, tidak ada yang nakal, tidak adayang kekurangan sifatnya. Dengan
demikian, setelah para peserta didik baru yang masuktanpa tes itu diterima,
mereka kemudian akan menjalani penelitian kecerdasan yang dimiliki masing-
masing. Hal ini dalam istilah ilmi psikologi pendidikan disebut
Multi Intelegences Research (MIR). Tindakan tersebut digunakan untuk
mengetahui gaya belajar peserta didik,sebuah data yang sangat penting yang harus
diketahui oleh para guru yang akan mengajar mereka.Menurut penulis, cerita
pendidik tersebut memang ada benarnya juga. Pendidikan adalah proses
pembangunan karakter. Jadi, sudah seharusnya tak menjadi sebuah masalah bagi
siapa pun yang akan masuk di dalamnya (sekolah). Pembangunan karakter adalah
prosemembentuk karakter, dari yang kurang baik menjadi yang lebih baik .Senada
dengan kata-kata filosof kaliber Plato (428-347 SM), beliau mengatakan “Jika
Anda bertanya apa manfaat pendidikan, maka jawabannya sederhana: Pendidikan
membuat orang menjadi lebih baik dan orang baik tentu berperilaku baik.

5
C. Hubungan antara pendidikan dan pembentukan karakter
Manusia hanya dapat menjadi sungguh-sungguh manusia melalui
pendidikan dan pembentukan diri (character) yang berkelanjutan. Manusia hanya
dapat dididik oleh manusia lain yang juga dididik oleh manusia yang lain”, begitu
kata Immanuel Kant. Artinya bahwa, pendidikan dan pembentukan karakter sejak
awal munculnya pendidikan oleh paraahli dianggap sebagai hal yang niscaya dan
saling berhubungan.
John Dewey, misalnya, pada tahun 1961, pernah berkata juga. “Sudah
merupakan hal lumrah dalam teori pendidikan bahwa pembentukan watak atau
karakter merupakan tujuan umum pengajaran dan pendidikan budi pekerti di
sekolah. Pendidikan karakter pada hakikatnyaingin membentuk individu menjadi
seorang pribadi bermoral yang dapat menghayati kebebasan dan tanggung
jawabnya, dalam relasinya dengan orang lain dan dunianya di dalam komunitas
pendidikan. Komunitas pendidikan ini bisa memiliki cakupan lokal,
nasional,maupun internasional (antar negara).
Sejalan dengan implementasi pendidikan karakter, UNESCO dalam empat
pilar pendidikansecara implisit sebenarnya juga menyinggung perlunya
pendidikan karakter. Seperti kita ketahui ada empat pilar pendidikan yang
diharapkan ditegakkan dalam implementasi pendidikan diseluruh dunia, yang
meliputi; learning to know, learning to do, learning tobe, dan learning to live
together. Dua pilar terakhir learning to be, dan learning to live together pada
hakekatnya adalah implementasi dari pendidikan karakter.
Dengan demikian, pendidikan karakter mempunyai visi senantiasa
mengarahkan diri pada pembentukan individu bermoral, cakap mengambil
keputusan yang tampil dalam perilakunya, sekaligus mampu berperan aktif dalam
membangun kehidupan bersama. Pendidikan karakter dimulai dari lingkungan
keluarga karena lingkungan inilah yang pertamakali dikenal oleh seseorang sejak
ia lahir. Lingkungan keluarga sangat berpengaruh karena merupakan dasar dari
pembentukan karakter seseorang. Selanjutnya lingkungan tempat tinggal,
lingkungan pergaulan dan sampai pada lingkungan pendidikan (sekolah).

6
D. Proses pembentukan karakter
Terbentuknya karakter seseorang melalui proses yang panjang. Dia
bukanlah proses sehari dua hari, namun bisa bertahun-tahun. Dalam ilustrasi
seorang yang tinggal sementara di Singapura sebelumnya, kita berharap
sepulangnya dia dari sana karakternya akan berubah, tapi kenyataannya tidak. Ini
menunjukkan, waktu satu tahun belum sanggup membentuk karakter.

Suatu sikap atau prilaku dapat menjadi karakter melalui proses berikut:
      1.            Mengetahui
      2.            Menghayati
      3.            Melakukan
      4.            Membiasakan menjadi karakter yang baik
Karakter menjadi kuat jika rangkaian proses tersebut dilewati. Tahapan di
atas dapat dikelompokkan lagi atas dua bagian. Bagian pertama dominan aspek
cognitifnya, yakni mulai dari Tahap Pengenalan hingga tahap Penerapan.
Selanjutnya bagian kedua mulai didominasi oleh ranah afektif, yakni mulai dari
pengulangan sampai internalisasi menjadi karakter. Bagian ke dua ini, dorongan
untuk melakukan sesuatu sudah berasal dari dalam dirinya sendiri.
Pemahaman atas tahapan pembentukan karakter ini akan sangat
mempengaruhi jenis interfensi apa yang diperlukan untuk membentuk karakter
secara sengaja. Akan sangat berbeda interfensi yang dilakukan pada saat karakter
baru pada tahap pengenalanan dengan tahapan pengulangan atau pembiasaan.
 Mengetahui (knowledge)
Pembentukan karakter dimulai dari fase ini yaitu kesadaran dalam bidang
kognitif. Untuk seorang anak, dia mulai mengenal berbagai karakter baik dari
lingkungan keluarganya. Misalnya, pada keluarga yang suka memberi, bersedekah
dan berbagi. Dia kenal bahwa ada sikap yang dianut oleh seluruh anggota
keluarganya, yakni suka memberi. Kakaknya suka membagi makanan atau
meminjamkan mainan. Ibunya suka menyuruh dia memberikan sedekah ketika
ada peminta-pinta datang ke rumah. Ayahnya suka memberikan bantuan pada

7
orang lain. Pada tahapan ini dia berada pada ranah kognitif, dimana perilaku
seperti itu masuk dalam memorinya.
 Menghayati (understanding)
Setelah seseorang mengenal suatu karakter baik, dengan melihat berulang-
ulang, akan timbul pertanyaan mengapa begitu? Dia bertanya, kenapa kita harus
memberi orang yang minta sedekah? Ibunya tentu akan menjelaskan dengan
bahasa yang sederhana. Kemudian dia sendiri juga merasakan betapa senangnya
ketika kakaknya juga mau berbagi dengannya. Dia kemudian membayangkan
betapa senangnya si peminta-minta jika dia diberi uang atau makanan. Pada tahap
ini, si anak mulai paham jawaban atas pertanyaan ”mengapa”. Pada tahap ini
yakni kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu.  
 Melakukan (acting)
Jika kedua aspek diatas sudah terlaksana makan akan dengan mudah
dilakukan oleh seseorang yaitu sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk
melakukan suatu pekerjaan. Didasari oleh pemahaman yang diperolehnya,
kemudian si anak ikut menerapkannya. Pada tahapan awal, dia mungkin sekedar
ikut-ikutan, sekedar meniru saja. Mungkin saja dia hanya melakukan itu jika
berada dalam lingkungan keluarga saja, di luar dia tidak menerapkannya. Seorang
yang sampai pada tahapan ini mungkin melakukan sesuatu atau memberi sedekah
itu tanpa didorong oleh motivasi yang kuat dari dalam dirinya. Seandainya dia
kemudian keluar dari lingkungan tersebut, perbuatan baik itu bisa jadi tidak
berlanjut.
 Membiasakan menjadi karakter yang baik
Tingkatan berikutnya, adalah terjadinya internalisasi nilai-nilai yang
terkandung dalam suatu sikap atau perbuatan di dalam jiwa seseorang. Sumber
motivasi melakukan suatu respon adalah dari dasar nurani. Karakter ini akan
menjadi semakin kuat jika ikut didorong oleh suatu ideologi atau believe. Dia
tidak memerlukan kontrol social untuk mengekspresikan sikapnya, sebab yang
mengontrol ada di dalam sanubarinya. Disinilah sikap, prilaku yang diepresikan
seseorang berubah menjadi karakter.

8
Seorang anak yang dibesarkan dalam keluarga yang suka berbagi, kemudian
tinggal dalam masyarakat yang suka bergotong royong, suka saling memberi,
serta memiliki keyakinan ideologis bahwa setiap pemberian yang dia lakukan
akan mendapatkan pahala, maka suka memberi ini akan menjadi karakternya.
Seorang anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak menekankan
sopan santu, tinggal dalam lingkungan yang suka bertengkar dan mengeluarkan
makian dan kata-kata kotor, dan tidak memiliki pemahaman ideologi yang baik,
maka berkatan kotor mungkin akan menjadi karakternya.
Tahapan yang telah dipaparkan diatas akan saling pengaruh mempengaruhi.
Mekanismenya ibaratkan roda gigi yang sling menggerakkan. Mengenal sesuatu
akan menggerakkan seseorang untuk memahaminya. Pemahaman berikutnya akan
memudahkan dia untuk menerapkan suatu perbuatan. Perbuatan yang berulang-
ulang akan melahirkan kebiasaan. Kebiasaan yang berkembang dalam suatu
komunitas akan menjelma menjadi kebudayaan, dan dari kebudayaan yang
didorong oleh adanya values atau believe akan berubah menjadi karakter.

E. Mengetahui pengkondisian dan keteladanan pendidikan karakter


Pengkondisian dan Keteladanan

1. Pengkondisian
Pengkondisian berkaitan dengan upaya untuk menata lingkungan fisik
maupun nonfisik demi terciptanya suasana mendukung terlaksananya pendidikan
karakter. Kegiatan menata lingkungan fisik misalnya adalah mengkondisikan
tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak
yang dipajang. Sedangkan pengkondisian lingkungan nonfisik misalnya
mengelola konflik supaya tidak menjurus kepada perpecahan, atau bahkan
menghilangkan konflik tersebut.
2. Keteladanan
Keteladanan merupakan sikap “menjadi contoh”. Sikap menjadi contoh
merupakan perilaku dan sikap tenaga kependidikan dan peserta didik dalam
memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan

9
menjadi panutan bagi peserta didik atau warga belajar lain. Contoh kegiatan ini
misalnya tenaga kependidikan menjadi contoh pribadi yang bersih, rapi, ramah,
dan patut dicontoh.
 Strategi/Pembentukan Karakter Terpuji (Santun atau Menghormati
Orang Lain) Melalui
A. Pengkondisian
Pembentukan karakter sopan santun (menghormati orang lain) melalui
pengkondisian dapat dilakukan dengan beberapa cara. Diantaranya (Lickona,
2013):

1.      Menciptakan Komunitas yang Bermoral


Menciptakan komunitas yang bermoral dengan mengajarkan siswa untuk saling
menghormati, menguatkan, dan peduli. Dengan ini, rasa empati siswa akan
terbentuk.

2.      Disiplin Moral


Disiplin moral menjadi alasan pengembangan siswa untuk berperilaku dengan
penuh rasa tanggung jawab di segala sitasi, tidak hanya ketika mereka di bawah
pengendalian atau pengawasan guru atau orang dewasa saja. Disiplin moral
menjadi alasan pengembangan siswa untuk menghormati aturan, menghargai
sesame, dan otoritas pengesahan atau pengakuan guru.

3.      Menciptakan Lingkungan Kelas yang Demokratis: Bentuk Perteman Kelas


Menciptakan lingkungan kelas yang demokratis dapat dilakukan dengan
membentuk pertemuan kelas guna membentuk karakter terpuji santun atau
menghoramti orang lain. Menurut Lickona (2013:212), tujuan perkembangan
karakter dari pertemuan kelas yaitu:

1) mengembangkan siswa melalui kebiasaan tatap muka untuk mencapai


kemampuan siswa yang mampu mendengarkan, menghargai, dan menghormati
pendapat orang lain.

10
2) menyediakan sebuah forum untuk bertukar pikiran sehingga akan mncul rasa
kepercayaan diri masing-masing individu.

3) membantu perkembangan ketiga bagian karakter, kebiasaan moral, perasaan,


dengan melakukan latihan setiap hari dalam kehidupan di kelas.

4) menciptakan komunitas moral sebagai sebah struktur dukungan untuk


memelihara wilayah sebuah kualitas karakter yang baik bahwa sejatinya para
siswa itu berkembang.

5) mengembangkan sikap dan kemampuan yang dibutuhkan untuk mengambil


peranan dalam kelompok pengambil keputusan secara demokratik.

4.      Mengajarkan Nilai Melalui Kurikulum


Kurikulum berbasis nilai moral akan membantu membentuk atau mengkondisikan
siswa dalam membentuk karakter terpuji. Dan salah satunya adalah karakter
santun. Dari kurikulum berbasis nilai moral ini bergerak dan menuju pusat dari
proses belajar-mengajar.

5.      Pembelajaran Kooperatif


Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan dan membentuk karakter terpuji
santun atau menghargai orang lain karena pembelajaran kooperatif memiliki
banyak keuntungan. Keuntungan-keuntungan tersebut diantaranya, proses belajar
kooperatif dapat mengajarkan nilai-nilai kerja sama, membangun komunitas di
dalam kelas, keterampilan dasar kehidupan, memperbaiki pencapaian akademik,
rasa percaya diri, dan penyikapan terhadap sekolah, dapat menawarkan alternative
dalam pencatatan, dan yang terakhir yaitu memiliki potensi untuk mengontrol
efek negatif.

6.      Meningkatkan Tingkat Diskusi Moral


Melalui diskusi moral, siswa mampu bertukar pendapat dengan siswa lain.
Hasilnya, mampu membat siswa tersebt saling menghargai pendapat-pendapat
yang memang berbeda dengan pendapatnya. Diskusi moral ini lebih kebanyakan
bertujuan untuk menyamakan pendapat antara pendapat yang satu dengan lainnya.

11
B. Keteladanan
Pembudayaan merupakan suatu proses pembiasaan. Pembudayaan sopan
santun dapat dimaksudkan sebagai supaya pembiasaan sikap sopan santun agar
menjadi bagian dari pola hidup seorang yang dapat dicerminkan melalui sikap dan
perilaku kesehariannya. Sopan santun sebagai perilaku dapat dicapai oleh anak
melalui berbagai cara. Proses ini dapat dilakukan di rumah maupun di sekolah.

Pembudayaan sopan antun di rumah dapat dilakukan melalui peran orang


tua dalam mendidik anaknya. Orang tua dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:

a) Orang tua memberikan contoh-contoh penerapan perilaku sopan santun di depan


anak. Contoh merupakan alat pendidikan yang sekaligus dapat memberikan
pengetahuan pada anak tentang makna dan implementasi dari sikap sopan santun
itu sendiri. Menurut  pendapat  Dyah  Kusuma  (2009) “pembentukan perilaku
sopan santun sangat dipengaruhi lingkungan. Anak pasti menyontoh perilaku
orang tua sehari-hari. Tak salahlah kalau ada yang menyebutkan bahwa ayah/ibu
merupakan model yang tepat bagi anak. Di sisi lain, anak dianggap sebagai sosok
peniru yang ulung. Lantaran itu, orang tua sebaiknya selalu menunjukkan sikap
sopan santun.
b) Menanamkan sikap sopan santun melalui pembiasaan. Anak dibiasakan bersikap
sopan dalam kehidupan sehari hari baik dalam bergaul dalam satu keluarga
maupun dengan lingkungan. Seperti yang diungkapkan oleh Dyah Kusuma (2009)
dalam  yaitu: “Kelak, anak yang dibiasakan dari kecil untuk bersikap sopan santun
akan lebih mudah bersosialisasi. Dia akan mudah memahami aturan-aturan yang
ada di masyarakat dan mau mematuhi aturan umum tersebut. Anak pun relatif
mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, supel, selalu menghargai
orang lain, penuh percaya diri, dan memiliki kehidupan sosial yang baik. Pen-dek
kata, dia tumbuh menjadi sosok yang beradab.”
c) Menanamkan sikap sopan santun sejak anak masih kecil, anak yang sejak kecil
dibiasakan bersikap sopan akan berkembang menjadi anak yang berperilaku sopan
santun dalam bergaul dengan siapa saja dan selalu dpat menempatkan dirinya

12
dalam suasana apapun. Sehingga sikap ini dapat diajadikan bekal awal dalam
membina karakter anak.

Pembudayaan sikap sopan santun di sekolah dapat dilakukan melalui program


yang dibuat oleh sekolah untuk mendesain skenario pembiasaan sikap sopan
santun. Sekolah dapat melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1). Peran sekolah dalam membiasakan sikap sopan santun dapat dilakukan dengan
memberikan contoh sikap sopan dan santun yang ditunjukkan oleh guru. Siswa
sebagai pembelajar dapat menggunakan guru sebagai model. Dengan contoh atau
model dari guru ini siswa dengan mudah dapat meniru sehingga guru dapat
dengan mudah menananmkan sikap sopan santun.

2). Guru dapat mengitegrasikan perilakuk sopan santun ini dalam setiap mata
pelajaran, sehingga tanggungjawab perkembanagn anak didik tidak hanya menjadi
beban guru agama, pendidikan moral pancasila, dan guru BP.

3). Guru agama, guru pendidikan moral pancasila dan guru BP dapat melakukan
pembiasaan yang dikaitkan dalam penilaian secara afektif. Penilaian pencapain
kompetensi dalam 3 mata pelajaran ini hendaknya difokuskan pada pencapain
kompetensi afektif. Kompetensi kognitif hanya sebagai pendukung mengusaan
secara afektif.

13
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Sehingga pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwakepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, danmenjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab yang pada hakikatnya sangatdekat dengan perannya untuk membentuk
manusia yang berkarakter baik. Dengan demikian, pendidikan karakter
mempunyai visi senantiasa mengarahkan diri pada pembentukan individu
bermoral, cakap mengambil keputusan yang tampil dalam perilakunya, sekaligus
mampu berperan aktif dalam membangun kehidupan bersama dalam tantangan
global. Kemudian menurut Kementrian Pendidikan Nasional, pendidikan
karakterharus meliputi dan berlangsung pada.

1). Pendidikan Formal (pemerintah)

2). Pendidikan Nonformal (masyarakat)

3). Pendidikan Informal (keluarga)Yang dari ketiga lembaga pendidikan di atas


dalam implementasinya harus saling berkerjasama dan melengkapi dengan baik,
hal demikian dilakukan agar terbentuknya sebuah kondisi dan suasana yang
kondusif serta nyaman dalam proses pendidikan dan pembentukan karakter bagi
setiap manusia.

14
B. SARAN

Adapun sejumlah hal yang perlu kami sampaikan sebagai saran dalam makalah
ini yaitu rajin rajinlah membaca agar pengetahuan dan wawasan kita dapat meluas
khususnya tentang pengetahuan pendidikan karakter. Bagaimana pun juga, kami
terap mengharapkan saran dan kritik dari pembaca makalah kami yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah berikutnya. Itulah timbal balik antara
pembaca dan penyusun makalah.

15
DAFTAR PUSTAKA

Goble. Frank G., 1991, Mazhab ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow,
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Samani. Muchlas dan Hariyanto, 2011, “Konsep dan Model” Pendidikan Karakter,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Koesoema. Doni A, 2010, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global,
Jakarta: Grasindo.

Mu’in. Fatchul, 2011, Pendidikan Karakter (Konstruksi Teoretik dan Praktek), Jogjakarta:
AR-RUZZ MEDIA.

16

Anda mungkin juga menyukai