Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN PEMIKIRAN


BUDI PEKERTI

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Nilai Ulangan Tengah Semester


Mata Kuliah Budi Pekerti

Dosen Pengampu : Dr. Dian Kusumawati, M.Pd

Disusun oleh:
Faridah Febi Zhafirah
60223206

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SELAMAT SRI
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat dan karunianya saya dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi
Ulangan Tengah Semester mata kuliah Budi Pekerti demi tercapainya nilai yang
Saya harapkan. Tidak lupa juga saya ucapkan terima kasih kepada Dosen Budi
Pekerti yaitu Ibu Dr. Dian Kusumawati, M.Pd yang telah membimbing saya agar
dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun makalah ini. Makalah ini di
susun agar pembaca dapat memperluas ilmu yang berhubungan dengan Budi
pekerti di dalam kehidupan.
Semoga makalah saya dapat bermanfaat bagi teman-teman sekalian
khususnya pada diri saya dan semua yang membacanya dan mudah-mudahan juga
dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah
ini memiliki kelebihan dan kekurangan saya mohon untuk saran dan kritiknya.
Terima kasih

Batang, 17 November 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4
2.1 Sejarah Perkembangan Pemikiran Budi Pekerti.........................................4
2.2 Perkembangan Pemikiran Pendidikan Budi Pekerti di Indonesia.............5
2.3 Tujuan Pendidikan Budi Pekerti..................................................................7
2.4 Fungsi Pendidikan Budi Pekerti...................................................................8
2.5 Ruang Lingkup Pendidikan Budi Pekerti...................................................9
2.6 Penanaman Nilai Budi Pekerti dalam Kehidupan...................................11
BAB III PENUTUP..............................................................................................16
3.1 Kesimpulan...................................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keberhasilan proses belajar budi pekerti / akhlak di sekolah
mempersyaratkan adanya dukungan dari institusi di luar sekolah. Dalam hal
ini orang tua, lingkungan masyarakat memberikan ruangan kondusif bagi
proses penanaman dan pembentukan budi pekerti. Menurut Robert Selman
Pendidikan Budi Pekerti mengembangkan siswa untuk mengaktifkan
perasan,emosi yang dimiliki dan mampu mengekpresikan emosi diri
sendiri,mampu menyampaikan siapa dirinya dan apa yang menjadi cita-cita
hidupnya. Tiga unsur penting dalam pendidikan yaitu:
1. Pendidikan merupakan upaya pengembangan kemampuan pribadi dan
prilaku,
2. Pendidikan merupakan proses sosial untuk yang ditujukan bagi
penguasaan ketrampilan sosial dan perkembangan diri melalui wahana
yang terselesai dan terkontrol,
3. Pendidikan merupakan disiplin ilmu yang memusatkan pada proses
perubahan pribadi atau paling tepat pembentukan watak manusia.
Kurikulum berbasis kompetensi yang dikembangkan saat ini tetap
menempatkan pendidikan budi pekerti sebagai pendidikan yang terintegrasi
dengan mata pelajaran lain dalam pembelajaran. Mengintegrasikan suatu
muatan pembelajaran ternyata bukan pekerjaan mudah bagi sebagian besar
guru. Karenanya, diperlukan strategi tertentu agar pembelajaran pendidikan
budi pekerti berjalan efektif. Secara konsepsional, pendidikan budi pekerti
merupakan usaha sadar menyiapkan peserta didik menjadi manusia
seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya sekarang
dan masa yang akan datang. Di samping itu, pendidikan budi pekerti
merupakan upaya pembentukan, pengembangan, peningkatan, pemeliharaan,
dan perbaikan perilaku peserta didik agar mereka mau dan mampu
melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras, serasi, dan seimbang.

1
Secara operasional, pendidikan budi pekerti merupakan upaya
membekali peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan
selama pertumbuhan dan perkembangannya sebagai bekal bagi masa
depannya. Tujuannya agar mereka memiliki hati nurani yang bersih,
berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban
terhadap Tuhan dan terhadap sesama makhluk.
Dikhawatirkan, dengan pengintegrasian yang tidak tepat, pendidikan
budi pekerti dalam pembelajaran akan mengalami pendangkalan makna,
setidaknya pendangkalan konsep. Bisa jadi pembelajaran budi pekerti
menjadi tidak lebih sekadar pendidikan etika atau sopan santun. Padahal,
sesungguhnya etika atau sopan santun hanyalah bagian dari pendidikan budi
pekerti. Dewasa ini, masyarakat sering menggunakan istilah etiket atau etika,
yang diartikan sama dengan tata krama, unggah-ungguh, dan subasita. Ketiga
istilah ini selalu dihubungkan dengan sikap dan perilaku sopan santun. Dalam
konteks ini, etika dihubungkan dengan norma sopan santun, tata cara
berperilaku, tata pergaulan, dan perilaku yang baik. Pengintegrasian
pendidikan budi pekerti dalam pembelajaran perlu diperjelas wujudnya. Di
antaranya, hendaknya implementasi pendidikan budi pekerti bukan hanya
pada ranah kognitif saja, melainkan harus berdampak positif terhadap ranah
afektif dan psikomotorik yang berupa sikap dan perilaku peserta didik dalam
kehidupan sehari-hari.

1.2 Rumusan Masalah


1) Bagaimana Sejarah Perkembangan Pemikiran budi Pekerti ?
2) Bagaimana Perkembangan Pemikiran Pendidikan budi Pekerti di
Indonesia ?
3) Apa Visi dan Misi dari Pendidikan Budi Pekerti ?
4) Apa Tujuan dari Belajar Budi Pekerti ?
5) Apa Fungsi dari Pendidikan Budi Pekerti ?
6) Bagaimana Sifat-sifat Pendidikan Budi Peketi ?

2
1.3 Tujuan
1) Supaya kita dapat mengerti dan mengetahui Bagaimana Sejarah
Perkembangan Pemikiran budi Pekerti
2) Supaya kita dapat mengerti dan mengetahui Bagaimana Perkembangan
Pemikiran Pendidikan budi Pekerti di Indonesia
3) Agar kita dapat mengetahui Visi dan Misi dari pendidikan Budi Pekerti
4) Supaya kita dapat mengetahui tujuan dari belajar Budi Pekerti
5) Agar kita dapat mengetahui Fungsi dari pedidikan Budi pekerti
6) Supaya kita dapat mengetahui sifat-sifat Budi Pekerti.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Perkembangan Pemikiran Budi Pekerti


Kata Budi pekerti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
tingkah laku, perangai, akhlak. Budi pekerti mengandung makna perilaku
yangbaik, bijaksana, serta manusiawi. Di dalam perkataan itu tercermin sifat,
watakseseorang dalam perbuatan sehari-hari. Budi pekerti sendiri
mengandungpengertian yang positif, namun mungkin pelaksanaannya yang
negatif. Ada juga yang berpendapat bahwa budi pekerti atau moral dalam
pengartian yang terluas adalah pendidikan. dengan kata lain budi pekerti
mempelajari artidiri sendiri (kesadaran diri) dan penarapan dari arti itu dalam
bentuk tindakan.
Kalau kita runut dari sejarahnya, masalah budi pekerti telah lama
menjadi masalah hidup manusia. Seperti tercermin pada lempengan tanah liat
tersebut, yang menurut beberapa pakar sejarah dijelaskan secara rinci factor
penyebabnya, yaitu berassal dari zaman babilonia dengan memperhatikan
aspek politikyang disebut- sebut itu menunjukkan bahwa sistem pemerintahan
Negara kurang baik. Sehingga mengakibatkan kesengsaraan bagi rakyatnya.
Pembahasan filosofis tentang budi pekerti khususnya dari segi
pendidikan moral sebagaimana dikemukakan oleh Klipatrick terus
berkembang dengan berbagai pendapat dan aspek budi pekerti itu sendiri. Ia
menguti beberapa pendapat tentang hal ini, baik yang menyangkut
perkembangan maupun latar belakang sulitnya pengembangan budi pekerti,
melalui budi pekerti di sekolah yang ditempuh melalui proses panjang itu
dapat menghasilkan semangat pada diri siswa untuk membrontak atau
melawan tatanan budi pekerti.salah satu penyebabnya adalah siswa
mencampakkan norma moralatau budi pekerti yang diajarkan dalam
himpuana pemerintah dan lainnya. Keadaann ini menjadikan siswa melawan
normayang disebabkan oleh hal mendasar, yaitu siswa tidak percaya lagi
kepada norma (moral) yaqng ternyata tidak dapat mengatasi masalah

4
kemasyarakatan yang terus berkembang, bahkan kenyataan di masyrakat
malah menjadi hal yang sebaliknya. Singkat kata norma juga menyeret
kewibawaan pendidik.
Lebih lanjut Kliipartick menyatakan bahwa budi pekerti seseorang
dapat dikembangkan dengan menggunakan landasan kemampuan dan
kebiasaan hidup yang itu berdasarkan norma masyarakat tempat
hidupnya.Nokat inilah yang menjadi norma masyarakat inilah yang menjadi
acuan bagi aktivitas seseorang termasuk di dalamnya cita – cita hidup, cara
yang ditempuh untuk mencapai keinginan dan kemauan bekerja sama dengan
orang lain dalam masyarakat. Kegiatan dalam masyarakat ini mengikat sikap
untuk mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan itu tidak bersifat umum
melainkan terukur duntuk diri sendiri yang bersifat unik dan tidak ternilai
harganya sepanjang selaras dengan norma moral masyarakat.
Ada juga yang mengatakan bahwa istilah budi atau moral dalam
pengertian yang terluas adalah pendidika. Dengan kata lain budi pekerti
mempelajari arti diri sendiri dan penerapan arti diri sendiri itu dalam bentuk
tindakan.Penerapan tindakan budi pekerti memperoleh pengalaman tentang
dunia nyata atau lingkungan hidup yang sangat berperan dalam pembelajaran
budipekerti. Tanpa penerapan tersebut akan berakibat kurang terpenuhnya
persyaratan pendidikan budi pekerti, karena seseorang tidak terpenuhi komisi
hidup sosialnya dengan akibat lebih jauh kurang berkembangnya budi pekerti
seseorang.

2.2 Perkembangan Pemikiran Pendidikan Budi Pekerti di Indonesia


Dalam buku Karya Ki Hajar Dewantara, Bagian Pendidikan (tahun
1961) banyak dituliskan tentang konsep pendidikan nasional, politik
pendidikan, pendidikan kanak kanak, pendidikan kesenian, pendidikan
keluarga, ilmu jiwa, ilmu adat, dan bahasa, namun pada paper ini kita akan
mencoba mengupas tentang dasar dasar pendidikan nasional. Kepentingan
pendidikan nasional digunakan untuk memberdayakan rakyat supaya kuat,
pandai dan berdaya guna untuk kemakmuran bangsa. Pengaruh pentingnya

5
adalah untuk memerdekakan manusia secara lahir batin dan memberikan
manusia sebagai anggota dari rakyat. Dalam hidup merdeka seseorang harus
senatiasa ingat bahwa ia hidup bersama-sama dengan orang lain, menjadi
bagian dari persatuan manusia yang berhak menuntut kemerdekaannya. Titik
poin kemerdekaan itu terdidri dari 3 macam : berdiri sendiri (zelf standig),
tidak tergantung kepada orang lain ( onafhankalijk) dan dapat mengatur
dirinya sendiri (frijheid,zelfsbeschikking)
Budi pekerti merupakan bersatunya gerak, pikiran,perasaan dan
kehendak yang bisa menimbulkan tenaga, jadi budi pekerti merupakan sifat
jiwa manusia yang dimulai dari angan angan dan terwujud sebagai tenaga.
Semangat dasarnya adalah bahwa setiap manusia adalah manusia merdeka
dan bisa menguasai diri sendiri, itulah yang disebut sebagai manusia beradap.
Sehingga pendidikan berkuasa memngalahkan dasar dasar jiwa manusia,
dapat menghilangkan dasar yang jahat atau minimal menguranginya.
Dewasa ini, pendidikan budi pekerti di sekolah banyak dibicarakan
kembali dalam konteks pembangunan (kembali) moral bangsa. Sedemikian
gencarnya pembicaraan tentang topik ini, sehingga pada sebagian orang ada
anggapan seakan-akan budi pekerti sebagai sesuatu yang baru. Padahal tidak!
Sekarang, hingar-bingar pendidikan budi pekerti mengalahkan pendidikan
“keimanan dan ketakwaan”, apalagi pendidikan moral Pancasila yang dari
segi “judul”-nya telah dikubur sejak Kurikulum 1994. Bahkan Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) yang populer sekarang — yang “menggantikan”
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), dan yang terakhir ini
pun sebelumnya “mengambil-alih” dominasi Pendidikan Moral Pancasila
(PMP) menurut Kurikulum 1975 — dititipi untuk secara kental bermuatan
pendidikan budi pekerti. Mulai ada gelagat, pendidikan “keimanan dan
ketakwaan” yang populer selama 10 tahun terakhir tergeser popularitasnya
oleh pendidikan budi pekerti.Indikator yang sederhana namun cukup terandal
untuk melihat perubahan tersebut adalah dalam nama proyek.
Di Depdiknas, misalnya, sekarang pendidikan imtak menempel pada
proyek pendidikan budi pekerti, sedangkan di masa sebelumnya merupakan

6
bagian dari proyek PPKn. Begitulah, ibarat hingar-bingar panggung politik
sekarang yang enak dipandang tapi menyesakkan, kurikulum pendidikan
mengikuti ke mana orientasi bangsa ini condong. Benar bila dikatakan bahwa
pada dasarnya pendidikan tidak bisa dilepaskan dari politik (Beeby, 1980),
dan bahwa dalam setiap kebijakan pendidikan selalu termuat kepentingan-
kepentingan politik (Fiske, 1996).Tentu tidak perlu disebutkan secara detail di
sini tentang bagaimana bangsa ini ibarat kebakaran janggut ketika dalam
waktu yang singkat harus merevisi kurikulum pendidikan Sejarah pada awal
Era Reformasi dengan membuang bagian-bagian yang dianggap “tidak
objektif” tentang Serangan Umum 1 Maret yang menempatkan peran Overste
Soeharto begitu rupa kuatnya, kemudian mendudukkan kembali peran Sultan
Yogya sebagai inisiator dan inspirator serangan fajar itu. Atau juga revisi
terhadap muatan PPKn melalui puluhan butir-butirnya karena dianggap
terlalu berlebihan menurut kacamata sekarang, padahal di masa lalu menjadi
acuan yang tidak bisa ditawar-tawar, bahkan menurut sebagian orang,
cenderung “diberhalakan”.

2.3 Tujuan Pendidikan Budi Pekerti


Tujuan pendidikan budi pekerti berdasarkan kerangka pemikiran para
ahli yaitu sebagai berikut :
a. Siswa memahami nilai - nilai budi pekertidi lingkungan keluarga, lokal,
nasional, dan internasional melalui adat istiadat, hukum, undang - undang
dan tatanan antar bangsa.
b. Siswa mampu mengembangkan watak atau tabiatnya secara konsisiten
dalam mengambil keputusan budi pekerti di tengah - tengah rumitnya
kehidupan bermasyarakat saat ini.
c. Siswa mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara
rasional bagi pengambilan keputusan yang baik setelah melakukan
pertimbangan sesuai dengan norma pendidikan budi pekerti.

7
d. Siswa mampu menggunakan pengalaman budi pekerti yang baik bagi
pembentukan kesadaran dan pola perilaku yang bergunadan bertanggung
jawab batas tindakannya.
Secara umum bertujuan untuk memfasilitasi siswa agar mampu
menggunakan pengetahuan,mengkaji dan mempersonalisasikan nilai,
mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan tumbuh dan
berkembang, berakhlak mulia dalam diri manusia serta mewujudkannya
dalam perilaku sehari - hari, dalam berbagai konteks sosial - budaya yang
berbhinneka sepanjang hayat.
Pendidikan Budi Pekerti bertujuan untuk :
1) Membina kepribadian peserta didik berdasarkan nilai, norma, dan moral
luhur bangsa Indonesia yang tercermin dalam dimensi keagamaan,
kesusilaan, dan kemandirian.
2) Membiasakan peserta didik untuk berpola pikir, bersikap, berkata, dan
bertindak yang mencerminkan nilai, norma, dan moral luhur bangsa
Indonesia yang tercermin dalam dimensi keagamaan, kesusilaan,
kemandirian.
3) Menciptakan suasana sekolah yang kondusip untuk berlangsungnya
pembentukan budi pekerti yang luhur.
Pendidikan budi pekerti mempunyai sasaran kepribadian siswa,
khususnya unsur karakter atau watak yang mengandun hati nurani
(conscience) sebagai kesadaran diri (consciousness) untuk berbuat kebajikan
(virtue).

2.4 Fungsi Pendidikan Budi Pekerti


Menurut cahyoto tahun (2001:13) kegunaan pendidikan budi pekerti
antara lain sebagai berikut:
a. Siswa memahami susunan pendidikan budi pekerti dalam lingkup etika
bagi pengembangan dirinya dalam bidang ilmu pengetahuan.
b. Siswa memiliki landasan budi pekerti luhur bagi pola perilaku sehari-hari
yang didasari hak dan kewajiban sebagai warga negara.

8
c. Siswa dapat mencari dan memperoleh informasi tentang budi
pekerti,mengolahnya dan mengambil keputusan dalam menghadapi
masalah nyata dimasyarakat.
d. Siswa dapat berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain untuk
mengembangkan nilai moral.
Sementara itu, menurut Draf Kurikulum Berbasis Kompetensi (2001)
fungsi pendidikan budi pekerti bagi peserta didik ialah sebagai berikut :
a. Pengembangan, yaitu untuk meningkatkan perilaku yang baik peserta
didik yang telah tertanam dalam lingkungankeluarga dan masyarakat.
b. Penyaluran, yaitu untuk membantu peserta didik yang memiliki bakat
tertentu agar dapat berkembang dan bermanfaat secara optmal sesuai
dengan budaya bangsa.
c. Perbaikan, untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan dan kelemahan
peserta didik.
d. Pencegahan, yaitu mencegah perilaku negatif yang tidak sesuai dengan
ajaran agama dan budaya bangsa.
e. Pembersih, yaitu untuk memebersihkan diri dari penyakit hati seperti
sombong, iri, dengki, egois dan ria.
f. Penyaringan (filter),yaitu untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan
budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai budi pekerti.

2.5 Ruang Lingkup Pendidikan Budi Pekerti


Adapun ruang lingkup Pendidikan Budi Pekerti mencakup :
1) Dimensi Nilai - Nilai Keagamaan (Spiritual Values), meliputi :
 Ketaqwaan
 Keikhlasan
 Rasa Syukur
 Perbuatan Baik (Amalan Shalihah)
 Standarisasi Benar dan Salah

9
2) Dimensi Nilai - Nilai Kemandirian, meliputi :
 Harga Diri
 Disiplin
 Etos Kerja
 Bertanggung Jawab
 Keberanian dan Semangat
 Keterbukaan
 Pengendalian Diri
 Kepribadian Mantap
 Berpikir Positip
3) Dimensi Nilai - Nilai Kemanusiaan (Human Values), meliputi :
 Kejujuran
 Teguh Memegang Janji
 Cinta dan Kasih Sayang
 Kebersamaan dan Gotong Royong
 Kesetiakawanan
 Tolong Menolong
 Tenggang Rasa
 Saling Menghormati
 Tata Krama dan Sopan Santun
 Rasa Malu
Dimensi - dimensi tersebut secara akumulatif tercermin dalam perilaku sehari
- hari, dan secara umum orang akan menetapkan kriteria perilaku yang
berbudi pekerti yaitu :
a. Teguh memegang dan melaksanakan ajaran agama
b. Melaksanakan nilai – nilai luhur dalam Pancasila
c. Medatangkan kebahagiaan
d. Mampu mengendalikan diri
e. Patuh terhadap hukum dan perundang – undangan yang berlaku
f. Saling menghormati dan penuh tepo sliro

10
g. Mengikuti hati nurani
h. Melandasi semua perilakunya dengan niat baik
i. Mendapat pengakuan umum

2.6 Penanaman Nilai Budi Pekerti dalam Kehidupan


Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar istilah budi
pekerti, namun pengertian ini nampaknya hanyalah sebuah definisi yang
hanya dapat kita temukan di literatur-literatur sekolah, padahal sejatinya nilai
budi pekerti ini dapat di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari baik
dalam kehidupan ranah individu, masyarakat, dan bernegara. Budi pekerti
sendiri merupakan sebuah nilai yang akan mendasari seluruh perilaku kita
dari segi etika, norma, tatakrama dsb. Semua nilai-nilai tersebut akan bernilai
baik jika lahir dari budi pekerti yang telah dibina secara baik sehingga
nantinya akan menghasilkan perilaku yang baik pula.
Di lihat dari segi definisi, secara umum budi pekerti mempunyai arti
yaitu moral dan kelakuan yang baik dalam menjalani kehidupan dan secara
harfiah mempunyai pengertian perbuatan (Pekerti) yang dilandasi atau
dilahirkan oleh Pikiran yang jernih dan baik (Budi) (Widiastini, 2010).
Dengan definisi tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa pikiran dan
perbuatan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Jika
pikirannya baik, maka perbuatan yang akan dihasilkan pun akan baik pula
karena menurut Syeikh Taqiyudin An-Nabhani kepribadian seorang individu
di pengaruhi oleh pola pikir (aqliyah) dan nafsiyah (pola sikap) yang baik dan
selaras. Agar tercipta pola pikir dan pola sikap yang selaras kita harus
menanamkan nilai-nilai budi pekerti semenjak dini. Nilai-nilai budi pekerti
sendiri mencakup 14 nilai-nilai yang kemudian tertulis dalam buku Pedoman
Suasana Sekolah yang Kondusif dalam Rangka Pembudayaan Budi Pekerti
Bagi Warga Sekolah yang diterbitkan oleh Depdiknas yaitu mencakup
keimanan, ketakwaan, kejujuran, keteladanan, suasana demokratis,
kepedulian, keterbukaan, kebersamaan, keamanan, ketertiban, kebersihan,
kesehatan, keindahan, dan sopan santun.

11
Nilai-nilai budi pekerti tersebut kemudian haruslah diketahui
esensinya karena pada saat ini hal tersebut merupakan sebuah kebutuhan
dalam rangka menghadapi era globalisasi yang secara definitif menurut Selo
Soemardjan dalam carapedia.com “[g]lobalisasi adalah terbentuknya sistem
organisasi dan komunikasi antar masyarakat di seluruh dunia untuk mengikuti
sistem dan kaidah-kaidah yang sama”. Dengan demikian, dengan adanya era
globalisasi yang juga ditandai dengan seiringnya kemajuan teknologi, kita
harus menyiapkan, minimal dari diri kita sendiri untuk menghadapi proses
globalisasi yang harus disertai oleh kepribadian kita yang santun karena
seperti yang kita ketahui bahwa masalah terbesar yang ada seiring dengan
kemajuan teknologi di abad 21 ini adalah adanya degradasi moral yang
tercermin dalam kejahatan ringan maupun besar yang melibatkan diri sendiri
ataupun orang lain. Dengan demikian, nilai budi pekerti ini perlu dibangun
pada abad ini untuk menyeleraskan kemajuan teknologi dan juga etika dari
Sumber Daya Manusia nya. Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan
dalam hal ini tentunya harus melibatkan individu, masyarakat, dan negara
yang terfokus pula pada lembaga formal dan non formal serta media sosial.
Dalam aspek individu dan masyarakat (keluarga), budi pekerti ini
mencakup hal-hal mendasar yang sangat diperlukan oleh individu yaitu
kesadaran untuk bertingkah laku baik dan selalu menjaga nilai-nilai tersebut.
Nilai-nilai dasar sesungguhnya dapat diajarkan melalui media dan lembaga
apapun serta akan lebih baik jika di ajarkan ketika kita masih dini oleh
keluarga kita sendiri. Namun tak dapat dipungkiri, pada era globalisasi seperti
ini, media menjadi sarana yang paling efektif untuk membentuk kepribadian
individu baik media sosial seperti facebook, twitter, dan blog ataupun media
pembelajaran berbasis penceritaan seperti dongeng dan mitos untuk anak-
anak usia dini yang sejatinya telah ditanamkan oleh orang tua kita semenjak
kita masih kecil. Selanjutnya, tugas kita pada saat ini adalah memilih nilai
budi pekerti yang harus diprioritaskan dalam mengatasi permasalahan di abad
ke-21 ini terutama dalam masalah degradasi moral ketika moral tidak
diselaraskan dengan kemajuan teknologi. Dalam media sosial, kita bisa

12
memilah grup-grup yang memotivasi kita agar menjadi lebih baik dan grup
yang senantiasa memberikan tips-tips untuk menghadapi perkembangan
zaman yang dinamis ini karena kita sadari , semakin banyak kita melihat dan
mendengar tayangan yang bernilai positif, maka tingkah laku kita pun akan
positif, namun apabila kita lebih sering melihat dan mendengar hal yang
negatif, maka tingkah laku kita pun akan meniru hal-hal yang demikian.
Sehingga, dalam dunia media sosial pun, interaksi menjadi bagian yang
paling penting seperti hal nya di dunia nyata sehingga kita harus berhati-hati
ketika kita berteman di dunia maya, karena secara tidak langsung hal tersebut
dapat membentuk kepribadian kita, apakah akan berbudi pekerti luhur dalam
arti menanamkan nilai-nilainya dan memahami esensinya ataukah sebaliknya,
membentuk kepribadian kita yang tidak selaras dengan budi pekerti luhur.
Ketika usia dini, sebenarnya nilai-nilai budi pekerti pun telah
diajarkan oleh orang tua kita melalui dongeng dan mitos. Contohnya, kita
tidak boleh menyisakan nasi di piring kita karena takut apabila ‘Dewi Sri’
yang terkenal sebagai dewi padi marah, padahal itu hanyalah mitos yang
sebenarnya melalui cerita tersebut orang tua kita berusaha untuk menanamkan
esensi dari salah satu nilai budi pekerti yaitu kebersihan dan tentunya selain
cerita Dewi Sri masih banyak lagi contoh lain yang terjadi dikehidupan kita
sehari-hari tanpa kita sadari.
Oleh karena itu, pendekatan nilai-nilai budi pekerti harus diajarkan
melalui beberapa pendekatan seperti keluarga dan media sosial selain
individu sendiri yang harus menanamkan kesadaran yang tumbuh secara
alami. Dalam hal ini, keluarga berfungsi untuk membina dan mengontrol
segenap anggota keluarga agar memiliki nilai budi pekerti yang luhur.
Keluarga memiliki peranan yang besar dalam membentuk karakter individu
dengan cara yang komunikatif antaranggota keluarganya. Fungsi setiap
anggota keluarga sangatlah penting seperti fungsi ayah, ibu, dan anak yang
semuanya memiliki potensi untuk membentuk kepribadian satu sama lain.
Ayah sebagai kepala keluarga merupakan orang pertama yang bertugas
mendidik istri dan anak akan nilai-nilai budi pekerti dan ibu kemudian akan

13
mengomunikasikan kembali pada anak serta anak dapat memberikan
pengaruh pada lingkungan sekitar dimana ia berada akan pengajaran yang
telah ia dapat dari keluarganya. Hal inilah yang nantinya akan membedakan
pendekatan budi pekerti melalui keluarga dan pendidikan formal, yaitu dari
segi komunikasi yang tidak memandang posisi ia dalam keluarga, namun
fungsi mereka adalah sama-sama mengontrol agar nilai-nilai budi pekerti itu
terimplementasi dalam keluarga mereka. Dengan demikian, keluarga dalam
hal ini dapat disebut pendidikan non-formal yang artinya pengajaran tidak
dilakukan melalui lembaga namun keluarga lah yang memegang aspek paling
mendasar yaitu sebagai madrasah utama dari pengajaran, sehingga nantinya
kita pun akan mendapatkan dua hal yang berbeda dan saling melengkapi dari
pendidikan non-formal dan formal.
Dalam pendidikan formal, nilai budi pekerti dapat diperoleh melalui
pengajaran guru ke muridnya yang terkadang berjalan satu arah saja antara
keduanya. Namun, dalam pendidikan non-formal, komunikasi dapat berjalan
dua arah dan tidak bersifat kaku sehingga pembelajaran akan terasa menarik
tanpa batasan komunikasi seperti hal nya di lembaga pendidikan. Namun,
kedua hal ini mempunyai kesamaan, yaitu baik guru di sekolah maupun orang
tua dirumah harus memberikan teladan bagi murid dan anak-anaknya sebagai
bekal agar mereka dapat menyampaikan esensi nya kepada lingkungan
sekitarnya karena nilai-nilai budi pekerti pun ternyata dapat dibentuk melalui
lingkungan. Kita sadari, bahwa lingkungan yang positif akan menjadikan diri
kita berkepribadian baik dan lingkungan yang negatif akan membentuk
kepribadian kita menjadi tidak baik. Sehingga, kita pun harus dapat memilah
hal-hal yang positif dan juga negatif bagi diri kita.
Selain nilai individu dan masyarakat yang dalam hal ini mencakup
keluarga serta lembaga pendidikan, salah satu faktor yang penting dalam
membangun karakter yang berbudi pekerti luhur adalah adanya peran negara
yang juga membantu dalam mengimplementasikan program ini. Negara
dengan sifatnya yang memaksa harus tegas dalam memberikan sanksi bagi
warga yang melanggar norma serta etika yang apabila dirasa sudah

14
mengganggu kehidupan bermasyarakat. Negara pun harus memfasilitasi
kebutuhan masyarakat agar terciptanya masyarakat yang berbudi pekerti
luhur sehingga akan mengatasi masalah degradasi moral yang terjadi di abad
ini.
Dengan demikian, nilai-nilai budi pekerti luhur bukanlah nilai-nilai
yang hanya tersimpan dalam literatur dan dihapal saja, namun juga perlu
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari agar tercipta masyarakat
yang juga menjunjung tinggi norma dan etika sehingga akan mengentaskan
masalah-masalah sosial ringan dan berat pada abad ini. Pendekatan yang
dapat dilakukan dalam rangka pembudayaan budi pekerti luhur ini tentunya
harus melibatkan semua pihak, baik itu individu, masyarakat, dan negara
terutama yang melibatkan lembaga formal dan non formal serta media sosial.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Budi Pekerti terdiri dari budi dan pekerti. Budi adalah alat batin
sebagai panduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk.
Berbudi berarti mempunyai kebijaksanaan berkelakuan baik. Pekerti adalah
perilaku, perangai, tabiat, watak, akhlak dan perbuatan. Budi pekerti ialah
perilaku kehidupan sehari-hari dalam bergaul, berkomunikasi, maupun
berinteraksi anatar sesama manusia maupun dengan penciptanya. Budi pekerti
yang kita miliki terdiri dari kebiasaan atau perangai,tabiat dan tingkah laku
yang lahir disengaja tidak dibuat-buat dan telah menjadi kebiasaan.
Pendidikan moral dapat disebut sebagai pendidikan nilai atau
pendidikan afektif. Dalam hal ini hal-hal yang ingin disampaikan dalam
pendidikan moral adalah nilai-nilai yang termasuk domain afektif. Nilai-nilai
afektif tersebut antara lain, meliputi: perasaan, sikap, emosi, kemauan,
keyakinan, dan kesadaran
Pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta
didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati,
pikir, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai
pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan
watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk
memberi keputusan baik buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan
kebaikan itu dalam kehidupan sehar-hari dengan sepenuh hati

16

Anda mungkin juga menyukai