Anda di halaman 1dari 11

PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER

“MANDIRI”
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan nilai dan moral
Dosen pengampu : Atika Susanti, M.Pd

Disusun oleh
Kelompok 4

Halimatus sakdiyah A1G021024


Ahdiat Firdaus A1G021057
Ira Dwi Afrilya A1G021063
Widya Cahaya A1G021070
Nabilah Zulfa Anis Marwa A1G021093
Yoane Salimar A1G021034

Pendidikan Guru Sekolah Dasar


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Bengkulu
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’laikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Alhamdulillahi rabbil ‘aalamin puji dan syukur kami haturkan kepada Allah SWT.
yang telah memberikan rahmat dan nikmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas
pembuatan makalah tentang “ Penguatan Pendidikan Karakter Mandiri” ini tepat pada
waktunya. Shalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah
membawa kita dari alam jahiliyah menuju alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen mata
kuliah Pendidikan Nilai dan Moral. Dan juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi
kami dan para pembaca. Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Atika Susanti, M. Pd.
selaku dosen pengampu kami dan kepada semua pihak yang sudah membantu dalam
pembuatan makalah ini. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penyelesaian tugas
pembuatan makalah ini. Semoga dalam penulisan ini bermanfaat dan dapat menambah
wawasan bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bengkulu, Agustus 2022

Penulis kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
A. Latar belakang............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................2
C. Tujuan.........................................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
A. Pengertian Karakter Mandiri....................................................................................................3
B. Konsep penguatan Pendidikan karakter mandiri pada Anak.................................................3
C. Indicator yang digunakan dalam membangun karakter mandiri.........................................5
D. Evaluasi Penguatan karakter Mandiri......................................................................................5
BAB III.................................................................................................................................................6
PENUTUP............................................................................................................................................6
A. Kesimpulan..............................................................................................................................6
B. Saran.........................................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................7

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tujuan Pendidikan Nasional Menurut (Nasional, 2003) Tentang Sistem Pendidikan
Nasional dinyatakan bahwa “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan bentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa”. Bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab.
Susanto dalam (Harahap, 2019) Belajar yaitu suatu aktivitas yang dilakukan
seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memeperoleh suatu informasi,
pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga dapat terjadinya perubahan perilaku yang relatif
baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak. Sedangkan kreativitas, (Mustika &
Ain, 2020) menyatakan kreativitas merupakan kemampuan menciptakan sesuatu yang baru
bermakna sosial. (Harahap, 2019) mengemukakan Mengajar adalah suatu aktivitas untuk
mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau
mengembangkan skill, attitude, ideals (cita-cita), appreciations (penghargaan), dan
knowledge.
Karakter merupakan gambaran diri seseorang yang sesungguhnya karena setiap orang
memiliki karakter dan itu bisa dilihat dari diri seseorang yang sebenarnya apakah baik atau
buruk. Karakter dilakukan seseorang ketika tidak ada yang memperhatikan oleh sebab itu
karakter bisa dimaknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang khas di setiap individu
supaya baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang
berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap
mempertanggungjawabkan setiap akibat yang dilakukan. Karakter yang dimiliki siswa
sekarang mulai berkurang karena di dalam dirinya belum ditanamkan karakter misal kurang
menghormati orang tua, belum bisa menjaga kebudayaan yang dimiliki negara oleh sebab itu
karakter harus bisa ditanamkan pada diri siswa mulai sejak kecil kalau tidak siswa akan
mempunyai karakter yang kurang baik.
Dalam tahap proses belajar yang diutamakan adalah kematangan tertentu dari anak.
Dalam karakter yang baik harus terkandung tiga komponen yaitu pengetahuan moral,
perasaan moral, dan tindakan moral, maka dari itu pendidikan karakter akan berjalan secara
baik dan berkelanjutan sehingga siswa dapat menilai suatu tindakan melalui pengetahuannya,
dapat merasakan suatu tindakan melalui perasaan moralnya, serta dapat memutuskan
tindakan tersebut melalui tindakan moral yang dimiliki siswa.

Peraturan Presiden No. 87 tahun 2017 tentang PPK merupakan pembuka ruang untuk
sinergi antara antara sekolah dan komunitas yang bergerak dalam pengembangan nilai-nilai
luhur. Menurut (Tim Penyusun, 2016) pelaksanaan gerakan PPK disesuaikan dengan
kurikulum pada satuan pendidikan masing-masing dan dapat dilakukan melalui tiga cara,
yaitu: (1) Mengintegrasikan pada mata pelajaran yang ada di dalam struktur kurikulum dan
mata pelajaran Muatan Lokal (Mulok) melalui kegiatan intrakurikuler dan kokurikuler.
1
Sebagai kegiatan intrakurikuler dan kokurikuler, setiap guru menyusun dokumen
perencanaan pembelajaran berupa Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
sesuai mata pelajarannya masing-masing. Nilai-nilai utama PPK diintegrasikan ke dalam
mata pelajaran sesuai topik utama nilai PPK yang akan dikembangkan/dikuatkan pada sesi
pembelajaran tersebut dan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran masing-masing.
(2) Mengimplementasikan PPK melalui kegiatan ekstrakurikuler yang ditetapkan oleh
satuan pendidikan. Pada kegiatan ekstrakurikuler, satuan pendidikan melakukan penguatan
kembali nilai-nilai karakter melalui berbagai kegiatan. Kegiatan ekskul dapat dilakukan
melalui kolaborasi dengan masyarakat dan pihak lain/lembaga yang relevan, seperti PMI,
Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perdagangan, museum, rumah budaya, dan lainlain,
sesuai dengan kebutuhan dan kreativitas satuan pendidikan. (3) Kegiatan pembiasaan melalui
budaya sekolah dibentuk dalam proses kegiatan rutin, spontan, pengkondisian, dan
keteladanan warga sekolah. Kegiatan-kegiatan dilakukan di luar jam pembelajaran untuk
memperkuat pembentukan karakter sesuai dengan situasi, kondisi, ketersediaan sarana dan
prasarana di setiap satuan pendidikan. (Subadar, 2017) Pondasi awal tujuan penerapan PPK
adalah membangun generasi ideal yang menguasai keterampilan abad 21.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan mandiri?
2. Apa saja konsep yang digunakan untuk membangun karakter mandiri?
3. Apa saja indicator yang digunakan dalam membangun karakter mandiri?
4. Bagaimana cara mengevaluasi karakter mandiri?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari mandiri.
2. Untuk mengetahui konsep yang di gunakan untuk membangun karakter mandiri.
3. Untuk mengetahui indicator didalam karakter mandiri.
4. Untuk mengetahui cara mengevaluasi karakter mandiri.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Karakter Mandiri


Karakter yang dapat dikembangkan pada anak usia dini adalah karakter mandiri.
Mandiri adalah sikap yang tidak mudah bergantung pada orang lain baik dalam
menyelesaikan masalahnya sendiri maupun dalam menyelesaikan tugas. Sikap tidak mandiri
atau manja pada anak biasanya disebabkan apabila sang anak selalu dilayani dan dilarang ini
itu oleh orangtuanya. Anak dilarang makan sendiri, anak dilarang main sendiri, anak dilarang
membuat susu sendiri. Anak harus mencoba melakukan hal tersebut dan orangtua tidak boleh
melarang. Maka dari itu, untuk mengembangkan kemandirian anak adalah dengan selalu
memberi kesempatan pada anak untuk belajar dan mencoba suatu hal yang baru. Kita sebagai
orangtua dan pendidik hanya perlu membimbing dan mengarahkan agar anak dapat
melakukannya dengan baik, daripada anak menjadi pemalas dan menyusahkan orang lain.
Rasulullah bersabda: “bermain-mainlah dengan anakmu selama seminggu, didiklah ia selama
seminggu, temanilah ia selama seminggu pula, setelah itu suruhlah ia mandiri”. (HR.
Bukhari) (Cahniyo, 2016: 22 dalam Jurnal Ilmiah Pendidikan Anak Usia Dini Vol.1 No.2).
Menurut Piaget, pada awalnya pengenalan nilai dan pola tindakan masih bersifat
paksaan dimana anak belum mengetahui maknanya (M. Fadlillah & Lilif, 2013: 69) Namun,
seiring dengan perkembangan kognitifnya, anak secara perlahan akan mengikuti ketentuan
dan peraturan yang ada di keluarga, semakin lama semakin luas, hingga ketentuan yang
berlaku di masyarakat dan di negara. Pada awalnya mungkin memang sulit untuk
mengajarkan pada anak tentang nilai-nilai dan pembiasaan baik. Namun, kita sebagai
orangtua harus pintar menyiasati dalam menyelipkan nilai-nilai positif tanpa membuat anak
merasa dipaksa.
Montessori berpendapat bahwa, mengajarkan nilai-nilai kemandirian pada anak dapat
melalui kegiatan praktis sehari-hari agar anak memperoleh kebebasan untuk melakukan hal
yang mereka butuhkan. Mereka dapat melakukan hal yang mereka butuhkan untuk bertahan
hidup seperti menyiapkan makan, memasang kancing, menali sepatu, mencuci tangan, dan
lain-lain. Mereka dapat belajar, memperoleh pengetahuan dan keterampilan hidup sesuai
tahap perkembangan mereka. Dengan cara ini juga anak dapat merasa senang dan tidak
merasa dipaksa.

B. Konsep penguatan Pendidikan karakter mandiri pada Anak


Menurut Moh. Said (2011: 5) pendidikan adalah suatu proses untuk mendewasakan
manusia. Dengan kata lain, pendidikan merupakan suatu upaya secara sengaja dan terarah
untuk memanusiakan manusia (Didin & Imam, 2015: 11) melalui pendidikan manusia dapat
tumbuh dan berkembang sesuai tempo dan bawaannya sehingga ia dapat melaksanakan tugas
sebagai manusia dan dapat memelihara kebaikan dan bermanfaat bagi orang lain.

3
Konsep-konsep tersebut memberikan makna bahwa manusia harus di didik secara
manusia agar menjadi manusia. Karena pada dasarnya manusia membutuhkan pendidikan,
berpotensi sebagai pendidik dan mampu untuk dididik bahkan sejak masih dalam kandungan.
Kemandirian dapat dimiliki oleh seseorang yang memiliki konsep diri positif.
Menurut hasil penelitian Widodo dan Rusmawati dalam Jurnal Psikologi UNDIP Vol. 1
bahwa individu yang mempunyai keyakinan diri tinggi akan mempunyai persepsi positif
terhadap dirinya termasuk didalam hal kemandirian. Komunikasi dalam keluarga
berkontribusi bagi pembentukan konsep diri anak. Penelitian yang dilakukan oleh D.H. Demo
(1987) menekankan pada maksud bahwa konsep diri dibentuk, dipelihara, diperkuat dan atau
diubah oleh komunikasi dari para anggota keluarga (Budyatna, 2011: 169).
Konsep diri ialah pandangan dan perasaan kita tentang diri sendiri. Konsep diri
meliputi apa yang kita pikirkan dan rasakan tentang diri kita sendiri (Rakhmat, 2001: 98).
Dalam buku Psikologi Komunikasi, Jalaluddin Rakhmat menjelaskan ada dua faktor yang
mempengaruhi konsep diri, yakni orang lain dan kelompok rujukan (Reference Group).
Konsep diri dibagi menjadi dua yakni konsep diri positif dan konsep diri negatif.
Seseorang dikatakan memiliki konsep diri positif yakni ketika ia yakin akan
kemampuannya dalam menyelesaikan masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima
pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan,
keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat dan mampu memperbaiki
dirinya. Sedangkan seseorang yang memiliki konsep diri negatif, yakni ketika orang tersebut
peka terhadap kritik, responsif pada pujian, tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau
pengakuan pada kelebihan orang lain atau disebut hiperkritis, cenderung merasa tidak
disenangi oleh orang lain, dan pesimis (Rakhmat, 2001: 103-104).
Konsep diri mulai terbentuk saat anak memasuki masa remaja. Masa remaja ialah
periode peralihan perkembangan dari kanak-kanak ke masa dewasa awal, memasuki masa ini
sekitar usia 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 hingga 22 tahun (Santrock, 2002:
20). Menurut Konopka (Pikunas: 1976) dalam buku Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja (Yusuf, 2004: 184), remaja awal dimulai pada usia 12-15 tahun, remaja madya
dimulai pada usia 15-18 tahun dan remaja akhir pada usia 19-22 tahun..
Havighurst (dalam Mu’tadin, 2002: 2), menyatakan bahwa kemandirian seseorang
meliputi aspek emosi, ekonomi, intelektual dan sosial. Kemandirian emosi ditunjukkan
dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada
orangtua atau orang dewasa lainnya. Kemandirian ekonomi ditunjukkan dengan kemampuan
mengatur sendiri perekonomiannya. Kemandirian intelektual ditunjukkan dengan
kemampuan dalam mengatasi masalah, dan kemandirian sosial ditunjukkan dengan
kemampuan berinteraksi dengan orang lain tanpa tergantung dan menunggu aksi dari orang
lain.

C. Indicator yang digunakan dalam membangun karakter mandiri


Menurut Winton dalam Samani dan Hariyanto (2011:43), “pendidikan karakter
adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai
kepada para siswanya.” Menurut Gunawan (2012:30) bahwa, pendidikan karakter bertujuan
membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran,

4
bergotong-royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan Pancasila. Menurut Gunawan (2012:33), “mandiri adalah suatu sikap dan
perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.”
Selanjutnya, Samani dan Hariyanto (2011:131) mengatakan bahwa mandiri mempunyai
makna mampu memenuhi kebutuhan sendiri dengan upaya sendiri dan tidak mudah
bergantung pada orang lain. Jadi, yang dimaksud dengan pendidikan karakter mandiri adalah
bagian dari pembelajaran yang baik dan fundamental untuk membentuk kepribadian
seseorang melalui pendidikan budi pekerti yang hasilnya terlihat dari tindakan nyata
seseorang yang baik dan bertanggung jawab serta tidak mudah tergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan tugas-tugas. Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa
indikator dari pendidikan karakter mandiri adalah sebagai berikut:
a) Mampu menyelesaikan tugas dan tanggung jawab. b) Mampu mengatasi masalah.
c) Percaya pada kemampuan diri sendiri.
d) Mampu mengatur dirinya sendiri.

D. Evaluasi Penguatan karakter Mandiri


Pendidikan karakter merupakan pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan
pengembangan perilaku peserta didik secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai tertentu
yang dirujuk oleh sekolah.
Evaluasi pembelajaran pendidikan dasar berbasis pendidikan karakter, dengan cara
penanaman nilai-nilai karakter yang dimasukkan dalam proses pembelajaran pada setiap mata
pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata
pelajaran perlu dikembangkan dan dihubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari
melalui berbagai contoh nyata. Dengan kata lain, penanaman nilai karakter hendaknya
dimulai dari keluarga dan sekolah. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik
dapat tumbuh menjadi individu yang berkarakter mulia. Penanaman nilai-nilai karakter dapat
diintegrasikan dalam evaluasi pembelajaran pada setiap mata pelajaran (Rinjani, 2017).
Hal tersebut dikarenakan dalam mempelajari materi yang berkaitan dengan norma
atau nilai-nilai lebih mudah jika dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari melalui
contoh yang lebih nyata. Kaitannya dengan pendidikan karakter adalah pembinaan akhlak.
Melalui pendidikan karakter, pada diri peserta didik akan membentuk keseimbangan antara
kecerdasan akademik, kecerdasaan emosional, dan kecerdasan spiritual. Fathurrohman, dkk
(2013), menjelaskan bahwa manfaat yang diperoleh dari pendidikan karakter adalah peserta
didik mampu mengatasi masalah pribadi sendiri, meningkatkan rasa tanggung jawab,
meningkatkan prestasi akademik, dan meningkatkan suasana sekolah yang kondusif.
Adanya evaluasi pembelajaran berbasis pendidikan karakter bagi peserta didik SD
bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang
mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh,
terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter
diharapkan peserta didik SD mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan

5
pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter
dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Karakter yang dapat dikembangkan pada anak usia dini adalah karakter mandiri.
Mandiri adalah sikap yang tidak mudah bergantung pada orang lain baik dalam
menyelesaikan masalahnya sendiri maupun dalam menyelesaikan tugas. Sikap tidak
mandiri atau manja pada anak biasanya disebabkan apabila sang anak selalu dilayani dan
dilarang ini itu oleh orangtuanya.
Montessori berpendapat bahwa, mengajarkan nilai-nilai kemandirian pada anak
dapat melalui kegiatan praktis sehari-hari agar anak memperoleh kebebasan untuk
melakukan hal yang mereka butuhkan.
Kemandirian dapat dimiliki oleh seseorang yang memiliki konsep diri positif.
Menurut hasil penelitian Widodo dan Rusmawati dalam Jurnal Psikologi UNDIP Vol. 1
bahwa individu yang mempunyai keyakinan diri tinggi akan mempunyai persepsi positif
terhadap dirinya termasuk didalam hal kemandirian. Komunikasi dalam keluarga
berkontribusi bagi pembentukan konsep diri anak. Penelitian yang dilakukan oleh D.H.
Demo (1987) menekankan pada maksud bahwa konsep diri dibentuk, dipelihara, diperkuat
dan atau diubah oleh komunikasi dari para anggota keluarga (Budyatna, 2011: 169).
Seseorang dikatakan memiliki konsep diri positif yakni ketika ia yakin akan
kemampuannya dalam menyelesaikan masalah, merasa setara dengan orang lain,
menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai
perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat dan mampu
memperbaiki dirinya. Sedangkan seseorang yang memiliki konsep diri negatif, yakni
ketika orang tersebut peka terhadap kritik, responsif pada pujian, tidak sanggup
mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain atau disebut
hiperkritis, cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain, dan pesimis (Rakhmat,
2001: 103-104).
Pendidikan karakter merupakan pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan
pengembangan perilaku peserta didik secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai tertentu
yang dirujuk oleh sekolah. Evaluasi pembelajaran pendidikan dasar berbasis pendidikan
karakter, dengan cara penanaman nilai-nilai karakter yang dimasukkan dalam proses
pembelajaran pada setiap mata pelajaran.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa penulisan masih jauh dari kata
sempurna, kedepannya kami akan lebih berhati-hati dalam menjelaskan tentang makalah
dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan dapat lebih dipertanggung jawabkan.

7
DAFTAR PUSTAKA

Basri, I. K. (2017). EVALUASI PEMBELAJARAN SEKOLAH DASAR (SD)


BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DAN MULTIKULTURAL. jurnal Ilmiah Sekolah
Dasar. Vol.1 (4) pp. 247-251.
Basri, I. (2017). Evaluasi Pembelajaran Sekolah Dasar (SD) Berbasis Pendidikan
Karakter dan Multikultural. Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar, 1(4), 247-251.
Lestari, A., & Mustika, D. (2021). Analisis Program Pelaksanaan Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) Di Sekolah Dasar Negeri. JURNAL BASICEDU, 5(3), 1577 -
1583
Putri, I. D., (2019). PENGUATAN PROGRAM PENDIDIKAN KARAKTER (PPK)
MELALUI KEGIATAN EKSTRAKULIKULER SENI TARI DI SD. Pendas : Jurnal Ilmiah
Pendidikan Dasar, 4(1), 125-134
Saputri, R. O. H., Lestari, S. B., Naryoso, A., & Ayun, P. Q. (2015). Memahami
Komunikasi Ibu yang Berkarier dalam Membentuk Konsep Diri Anak Sebagai Pribadi yang
Mandiri. Interaksi Online, 4(1).
Wulandari, D. A., Saefuddin, S., & Muzakki, J. A. (2018). Implementasi pendekatan
metode montessori dalam membentuk karakter mandiri pada anak usia dini. AWLADY:
Jurnal Pendidikan Anak, 4(2), 1-19.

Anda mungkin juga menyukai