Disusun oleh :
Kelompok 8
KATA PENGANTAR
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna. Maka dari itu, penyusun dengan senang hati menerima kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca. Penyusun berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ I
KATA PENGANTAR......................................................................................... II
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I PENDAULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Membangun Ikatan dan Model Karakter........................................................ 4
2.2 Konsep Ruang Kelas Berkarakter……………………………………………. 7
2.3 Aktivitas-Aktivitas Pembentuk Ruang Kelas Berkarakter………………....... 8
2.4 Mendesain Ruang Kelas Berkarakter………………………………………… 9
2.5 Guru Sebagai Model Karakter....................................................................... 10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..................................................................................................... 13
3.2 Saran............................................................................................................... 13
Daftar Pustaka.................................................................................................... 14
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada fase ini sel-sel otak anak berkembang secara optimal. Untuk dapat mencapai
perkembangan yang optimal, diperlukan pemberian stimulus yang tepat disegala
aspek perkembangan, termasuk di dalamnya adalah karakter anak. Sekolah dasar
sebagail embaga pendidikan formal yang akan melanjutkan tugas pendidikan
karakter setelah anak meninggalkan lembaga pendidikan anak usia dini pun
memiliki peran yang penting dalam pelaksanaan pendidikan karakter.
Apalah artinya jika nilai-nilai karakter yang dikembangkan sejak usia dini,
kemudian terputus begitu saja ketika anak masuk ke lembaga pendidikan
dasar. Hal ini didasarkan pada alasan bahwa keberhasilan pendidikan karakter
salah satunya terletak pada konsistensi dan kontinyuitas dalam
pelaksanaannya.
Konsistensi dan kontinyuitas yang dimaksud salahsatunya antara jenjang
pendidikan sebelumnya dengan sesudahnya. Hal tersebut karena pendidikan
karakter dalam pelaksanaannya menjadi tanggung jawab semua pihak, bukan
pada segelintir orang. Orang tua, pendidik, institusi agama, organisasi
kepemudaan memiliki tanggung jawab yang besar untuk membangun karakter,
nilai, dan moral pada generasi muda. Watson (2010) menjelaskan bahwa peserta
didik dipandang secara alamiah sebagai papan tulis yang kosong yang akan
dibentuk melalui penguatan untuk menjadi peserta didik dan warga negara yang
produktif. Pendidik dalam hal ini merupakan pihak yang akan menuliskan
karakter apapun yang akan dibentuk dalam lingkungan sekolah. Lingkungan
merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh dalam keberhasilan
pendidikan karakter. Masitoh (2012) menjelaskan bahwa interaksi
pembelajaran yang diterapkan berlandaskan program yang ada bertujuan
membentuk perilaku dengan pembiasaan. Pembentukan perilaku dimaksud
dilakukan secara rutin dalam keseharian sehingga tertanam kebiasaan baik
(karakter baik). Lingkungan secara bertahap akan membentuk kesadaran moral
peserta didik untuk terbiasa berpikir, memiliki perasaan, dan bertindak sesuai
dengan nilai moral. Berdasarkan uraian di atas, dalam upaya pelaksanaan
pendidikan karakter disekolah, pendidik diharapkan mampu menciptakan
lingkungan kelas/sekolah yang dapat memberikan stimulus untuk
terinternalisasinya nilai-nilai karakter peserta didik. Olehkarena itu, pendidik
3
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui ikatan karakter peserta didik.
2. Memahami model karakter para peserta didik.
3. Mengetahui cara seorang pendidik menjadi model karakter yang baik bagi
peserta didik.
4
BAB II
PEMBAHASAN
hal untuk memotivasi peserta didik agak berperilaku yang baik salah
satu yang dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan reward dan
punishment. Kehadiran reward (hadiah) dan punishment (hukuman)
perlu untuk memotivasi peserta didik berperilaku yang baik.
ruang belajar karakter berjalan sesuai dengan tujuan yang diberikan. Tidak
hanya guru, siswa juga ikut serta dalam mengembangkan ruang kelas yang
berkarakter. Perkembangan kelas berkarakter tidak akan tercapai jika tidak ada
kerjasama antara guru dan siswa. Proses mengembangkan ruang kelas
berkarakter yang menarik dan menyenangkan kegiatan pembelajaran bagi
siswa mempengaruhi pengajaran nilai-nilai karakter siswa, begitu juga
sebaliknya. Oleh karena itu, kerjasama diantara keduanya sangat diperlukan
dalam mencapai tujuan. Guru diharapkan dapat memberikan pembelajaran
yang efektif dalam meningkatkan karakter siswa. Misalnya, membuat
karangan cerita yang bertemakan dengan karakter. Hal ini, secara tidak
langsung membuat siswa dapat membedakan yang baik dan benar melalui
pesan moral cerita tersebut. Sehingganya, terbentuklah karakter siswa yang
lebih unggul atas pemahamannya.
siswa juga lingkungan sekitarnya. Nilai saling menghargai sesama akan timbul
ketika masing-masing siswa diberikan kesempatan untuk menunjukkan
kreativitas mereka. Menikmati suasana yang sejuk selalu membuat siswa
menjaga alam dengan baik dan menanamkan dalam diri rasa syukur atas
nikmat sang pencipta. Rasa syukur ini ialah nilai religius yang
mendorong anak untuk memperkuat kecintaannya kepadatuhan yang
mahaesa.
nilai-nilai karakter ini tidak berhenti pada tataran kognitif, tetapi menyentuh
pada tataran internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan anak didik
sehari-hari di masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan ajaran hidup Ki Hadjar
Dewantara, “Tringa” yang meliputi ngerti, ngrasa, dan nglakoni,
mengingatkan terhadap segala ajaran, cita-cita hidup yang kita anut diperlukan
pengertian, kesadaran dan kesungguhan dalam pelaksanaanya. Tahu dan
mengerti saja tidak cukup, kalau tidak merasakan, menyadari, dan tidak ada
artinya kalau tidak melaksanakan dan tidak memperjuangkan. Diibaratkan
ilmu tanpa amal seperti pohon kayu yang tidak berbuah.
Kegiatan pendidikan dan pembelajaran adalah proses kegiatan interaksi
guru/ pendidik dengan anak didik siswa. Pendidik dan guru berperan sebagai
model pengembang karakter dengan membuat penilaian dan keputusan
profesional yang didasarkan pada kebajikan sosial dan moral. Setiap anak
didik mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model, teladan
baginya. Hubungan antara guru atau pendidik dan siswa, harus dilandasi cinta
kasih, saling percaya, jauh dari sifat otoriter dan situasi yang memanjakan.
Siswa bukan hanya objek, tetapi juga dalam kurun waktu yang bersamaan
sekaligus menjadi subjek. Konsep Ki Hadjar Dewantara mengenai tut
wurihandayani sebagai semboyan metode among. “Sistem Among” yaitu cara
pendidikan yang dipakai dalam Tamansiswa, mengemong (anak) berarti
memberi kebebasan anak bergerak menurut kemauannya, tetapi pamong guru
akan bertindak. Kalau perlu dengan paksaan apabila keinginan anak
membahayakan keselamatannya. Guru atau pamong wajib mengasuh anak
didiknya, mengasah kodrati secara alamiah. Guru wajib mendorong anak
didiknya, yakni ing ngarsa sung tuladha, maksudnya bila seseorang atau guru
berada di depan diharapkan mampu menjadi teladan atau contoh yang baik
bagi anak buah atau pengikutnya, ing madya mangun karsa, maksudnya posisi
seseorang atau guru di level menengah diharapkan mampu menuangkan
gagasan dan ide-ide yang baru untuk mendukung program yang ditetapkan,
tutwuri Handayani berarti pemimpin atau guru mengikuti dari belakang,
memberi kemerdekaan bergerak yang dipimpinny, tetapi handayani,
mempengaruhi dengan daya kekuatan, kalau perlu dengan paksaan dan
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Membangun sebuah ikatan yang baik akan menumbuhkan sebuah karakter
yang positif bagi peserta didik dan guru. Ikatan yang terjalin dengan baik
tersebut dapat mngjadi penunjang bagi karakter peserta didik. Peran guru tidak
sekedar sebagai pengajar semata, pendidik akademis tetapi juga merupakan
pendidik karakter, moral dan budaya bagi siswanya. Guru haruslah menjadi
teladan, seorang model sekaligus mentor dari anak/siswa di dalam
mewujudkan perilaku yang berkarakter yang meliputi olah pikir, olah hati dan
olah rasa. Terciptanya ruang kelas yang berkarakter sangat penting untuk
mendukung terinternalisasinya nilai-nilai karakter ke dalam diri siswa. Untuk
menciptakan kelas yang berkarakter memrlukan pperan guru di dalamnya,
mengingat guru adalah pihak yang memiliki otortas untuk pengelolaan kelas.
Beberapa hal yang dapat dilakukan guru untuk menciptakan kelas berkarakter
adalah: 1) mempraktikan disiplin berbasis karakter, 2) mengajarkan tata cara
yang baik, 3) mencegah kenakalan teman sebaya dan mengedepankan
kebaikan, dan 4) membantu anak-anak bertanggng jawab untuk membangun
karakter mereka sendiri.
3.2 Saran
Sebagai seorang pendidik, guru bukan hanya mengajar tentang akademis
ataupun pengetahuan umum lainnya. Sebagai seorang pendidik, guru harus
dapat membimbing muridnya agar menjadi suri tauladan yang baik bagi
kehidupan bermasyarakat contohnya memiliki karakter yang baik. Hendaknya
kita sebagai pendidik khususnya guru menjadi model dalam menanmkan
karakter yang baik bagi peserta didik.
14
DAFTAR PUSTAKA
Purwanto, M. & Nuryani. (2021). Peran Pendidik Dalam menciptakan Kelas yang
Berkarakter di Sekolah Dasar. Jurnal PGSD Musi, Vol. 4, No. 2,152-166.
Wardani, Kristi. (2010). Peran guru dalam pendidikan karakter menurut konsep
pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Proceeding of The 4th International
Conference on Teacher Education; Join Conference UPI & UPSI, 8-10