Anda di halaman 1dari 29

Mata Kuliah Filsafat Pendidikan

PENDIDIKAN KARATKTER
Dosen Pengampu : Drs. Demmu Karo-Karo, M.Pd

Oleh :

Mega Furi Handayani


4152121027
FISIKA DIK-C 2015

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMu PENGETAHUANALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT karena atas
limpahan rahmat dan karunianya kita selalu diberikan kesehatan dan kesempatan
terutama kepada penulis untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Filsafat
Pendidikan yang berjudul PENDIDIKAN KARATKTER ini.
Ucapan terima kasih kepada para pendukung penulis di dalam
menyelesaikan tugasnya, terkhususnya kepada bapak Drs. Demmu Karo-Karo,
M.Pd selaku dosen mata kuliah yang banyak memberi bimbingan.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak serta dapat
menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembacanya.Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih belum sempurna.Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, 20 November 2017


Penulis

Mega Furi Handayani

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... 2


DAFTAR ISI ............................................................................................. 3
BAB IPENDAHULUAN ........................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 5
1.3 Tujuan ................................................................................................... 5
BABII PEMBAHASAN ............................................................................ 2
2.1.1 Pendidikan karakter..6
2.1.2 Landasan filsafat untuk pendidikan karakter...7
2.1.3 Pandangan filsafat pancasila dalam pendidikan karakter................10
2.1.4 Pelaksanaan Nilai-Nilai Pancasila Dalam Pendidikan Berkarakter.12
2.1.5 urgensi, tujuan, fungsi, dan media pendidikan karakter...13
2.1.6 Nilai-nilai karakter yang dikembangkan...14
2.1.7 Prinsip-prinsip pendidikan karakter..16
2.1.8 Ciri dasar pendidikan karakter..17
2.1.9 Tahapan pengembangan karakter siswa18
2.1.10 Peran pendidikan filsafat dalam membangun manusia berkarakter.19
BAB III PENUTUP ................................................................................... 27
3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 17
3.2 Saran ..................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 19

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk


watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (Undang-undang Nomor 20
tahun 2003)
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional diatas, jelaslah bahwa
pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi harus
diselenggarakan secara sistematis untuk mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut
berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing,
beretika, bermoral, sopan santun, dan berakhlak serta berinteraksi dengan
masyarakat.
Lembaga pendidikan sebagai tempat pembentukan karakter peserta didik dituntut
untuk meningkatkan intensitas dan kualitas pelaksanaannya. Tuntutan tersebut
didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya
kenakalan remaja dimasyarakat mulai dari tawuran, pengeroyokan, penurian,
perampokan dan tindak asusila. Fenomena tersebut telah pada taraf yang
meresahkan. Oleh karena itu lembaga pendidikan sebagai wadah resmi pembinaan
generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan
kepribadian peserta didik disamping keluarga dan masyarakat.
Untuk mencegah semakin parahnya krisis akhlak pada generasi muda, pendidikan
karakter perlu diberikan secara terintegrasi dalam semua mata pelajaran, tidak
dibebankan pada mata pelajaran tertentu seperti selama ini terjadi.

4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis mrumuskan masalah sebagai sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter?
2. Apa landasan filsafat untuk pendidikan karakter ?
3. Apa pandangan filsafat pancasila dalam pendidikan karakter ?
4. Bagaiamana Pelaksanaan Nilai-Nilai Pancasila Dalam Pendidikan
Berkarakter?
5. Apa saja urgensi, tujuan, fungsi, dan media pendidikan karakter?
6. Apa saja nilai-nilai karakter yang dikembangkan?
7. Apa prinsip-prinsip pendidikan karakter?
8. Apa ciri dasar pendidikan karakter?
9. Apa saja tahapan pengembangan karakter siswa
10. Apa peran pendidikan filsafat dalam membangun manusia berkarakter?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan penulisan makalahnya ini adalah
untuk mengetahui:
1. Mengetahui yang dimaksud dengan pendidikan karakter?
2. Mengetahui andalsan filsafat untuk pendidikan karakter ?
3. Mengetahui pandangan filsafat pancasila dalam pendidikan karakter ?
4. Mengetahui Pelaksanaan Nilai-Nilai Pancasila Dalam Pendidikan
Berkarakter?
5. Mengetahui urgensi, tujuan, fungsi, dan media pendidikan karakter?
6. Mengetahui nilai-nilai karakter yang dikembangkan?
7. Mengetahui prinsip-prinsip pendidikan karakter?
8. Mengetahui ciri dasar pendidikan karakter?
9. Mengetahui tahapan pengembangan karakter siswa
10. Mengetahui peran pendidikan filsafat dalam membangun manusia
berkarakter?

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona (1991) adalah pendidikan


untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang
hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik,
jujur bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya.
Menurut Elkind dan Sweet (2004) pendidikan karakter adalah upaya yang
disengaja untuk membantu memahami manusia, peduli dan inti atas nilai-nilai
etis/susila. Lebih lnjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu
yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik.
Karakter (character) mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku
(behaviors), motivasi (motivations), dan ketarimpilan (skills). Karakter meliputi
sikap seperti keinginan untuk melakukan hal yang terbaik, kapasitas intelektual
seperti kritis dan alasan moral, perilaku seperti jujur dan bertanggung jawab,
mempertahankan prinsip-prinsip moral dalam situasi penuh keadilan, kecakapan
interpersonal dan emosional yang memungkinkan seseorang berinteraksi secara
efektif dengan komunitas dan masyarakat.
Menurut Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang
sama dengan pendidikan moral dan pendidikan ahlak. Tujuannya adalah
membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat,
dan warga negara yang baik.
Menurut Bukhori sebagaimana dikutip Trianto dalam bukunya Model-Model
Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktifistik, pendidikan yang baik adalah
pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk suatu profesi
atau jabatan saja, akan tetapi untuk menyelesaikan masalah- masalah yang
dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.
Pengkatagorian nilai didasarkan pada pertimbangan bahwa pada hakikatnya
perilaku seseorang yang berkarakter merupakan perwujudan fungsi totalitas
psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, dan

6
psikomotorik) dan fungsi totalitas sosial-kultural dalam konteks interaksi (dalam
keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.
Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter
merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk
menanamkan nilai-nilai perilaku peserta didik yang berhubungan dangan Tuhan
Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang
terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

B. LANDASAN FILSAFAT TENTANG PENDIDIKAN KARAKTER


Setiap paradigma pendidikan tidak bisa lepas dari akar filosofisnya. Sebab
pendidikan sebagai ilmu merupakan cabang dari filsafat dalam aplikasinya. Dalam
filsafat pendidikan terdapat beberapa aliran yang saling merekonstruksi masing-
masing paradigma pendidikan tersebut. Berangkat dari aliran-aliran filsafat
tersebut kemudian membentuk paradigma yang berbeda-beda. Paradigma yang
dimaksud di sini adalah sebagai salah satu perspektif filosofis dalam membaca
persoalan mengenai pendidikan. Dalam filsafat kontemporer terdapat jenis aliran
filsafat diantaranya aliran progresivisme, esensialisme, perenialisme,
eksistensialisme, dan rekonstruksialisme.
Aliran progresivisme memiliki ciri utama yaitu memberi kebebasan penuh
terhadap manusia untuk menentukan hidupnya. Hal ini didasari kepercayaaan
bahwa manusia memiliki kemampuan atau dengan kata lain potensi-potensi
alamiah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah hidupnya
(problem solving) yang bersifat menekan atau mengancam adanya manusia itu
sendiri. Oleh karena itu, manusia harus dapat memfungsikan jiwanya untuk
membina hidup yang penuh dengan rintangan. Lingkungan dan pengalaman
menjadi hal yang penting dalam aliran ini. Masalah atau problem yang dihadapi
manusia biasanya berasal dari lingkungan dan dengan pengalaman-pengalaman
yang dialaminya pada lingkungan dimana dia berada, manusia menjadi semakin
mudah dan bijak dalam menyelesaikan problem hidup. Serta dengan makin
seringnya manusia menghadapi tuntutan lingkungan dan makin banyak

7
pengalaman yang didapat, maka makin matang persiapan seseorang dalam
menghadapi tantangan atau tuntutan masa depan.
Filsafat progresivisme merupakan aliran yang anti kemapanan sehingga
bertentangan dengan esensialisme. Maksudnya, progresivisme berpandangan
berpikir ke arah ke depan (adanya kemajuan), secara terus-menerus
merekonstruksi pengetahuan-pengetahua menuju sebuah kesempurnaan.
Dalam perspektif progresivisme, pendidikan bukanlah sekadar memberikan
pengetahuan, lebih dari itu pendidikan melatih kemampuan berpikir (aspek
kognitif). Manusia memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding makhluk lain,
yaitu dianugerahi akal dan kecerdasan. Sehingga dengan akal dan kecerdasan
tersebut diharapkan manusia atau seseorang dapat mengetahui, memahami, dan
mengembangkan potensi-potensi yang telah ada pada dirinya sejak dilahirkan.
Akal membuat seseorang bersifat kreatif dan dinamis sebagai bekal dalam
menghadapi dan menyelesaikan problem yang dihadapi sekarang maupun masa
depan.
Aliran inilah yang menjadi dasar atau landasan terbentuknya pendidikan karakter.
Pandangan yang mengatakan bahwa manusia memiliki potensi-potensi dan
kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah. Progresivisme yang juga menaruh
kepercayaan terhadap kebebasan manusia dalam menentukan hidupnya, serta
lingkungan hidup yang dapat mempengaruhi kepribadiannnya. Beberapa hal yang
terkandung dalam aliran progresivisme ini kemudian secara mendalam dipikirkan
untuk kemudian memunculkan sebuah paradigma pendidikan yang sedang
menjadi primadona paradigma pendidikan dewasa ini, yang tidak lain adalah
pendidikan karakter.
Pengembangan pendidikan karakter sebagai satu-satunya cara dari jalur
pendidikan untuk menciptakan peserta didik yang bermoral, tentu saja dilandasi
oleh beberapa nilai-nilai filosofis agar tujuan pendidikan karakter menjadi terarah.
Berikut ini adalah dasar folosofi pendidikan karakter dalam pendidikan nasional
Dasar filosofis yang dianut oleh pendidikan nasional yang berkarakter adalah
berlandaskan falsafah pancasila. Setiap karakter harus dijiwai oleh kelima sila
secara utuh dan komprehensif. Penjelasannya sebagai berikut

8
a. Bangsa yang Berketuhanan Yang Maha Esa
Merupakan bentuk kesadaran dan perilaku iman dan takwa serta berakhlak
mulia sebagai karakteristik pribadi. Karakter yang pertama ini mencerminkan
saling menghormati, bekerja sama, berkebebasan menjalankan ibadah sesuai
dengan ajaran agama, tidak memaksakan agama dan kepercayaan bagi orang lain
serta tidak melecehkan agama seseorang.
b. Bangsa yang Menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Diwujudkan dalam perilaku saling menghormati sesama kewarganegaraan
Indonesia, tidak memandang suku, etnis budaya, maupun warna kulit. Dalam nilai
ini tercermin karakter yang adil dan beradab, menghormati, mengakui kesamaan
derajat, hak dan kewajiban, saling mengasihi, tenggang rasa, peduli, berani
membela.
c. Bangsa yang mengedepankan Persatuan Indonesia
Memiliki komitmen dan perilaku yang selalu mengutamakan persatuan
dan kesatuan Indonesia di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan.
Tercermin sifat bergotong royong, rela berkorban, bangga sebagai bangsa
Indonesia, menjunjung tinggi bahasa Indonesia, memajukan pergaulan demi
persatuan.
d. Bangsa yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan Hak Asasi
Manusia
Karakter kerakyatan tercermin dari sikap yang bersahaja, tenggang rasa
terhadap rakyat kecil yang menderita, selalu mengutamakan kepentingan
masyarakat dan negara, mengutamakan musyawarah untuk mufakat dan
mengambil keputusan untuk kepentingan bersama, berani mengambil keputusan
yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan.
e. Bangsa yang Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan Sosial.
Karakter kerkeadilan sosial tercermin dalam perbuatan yang menjaga adanya
kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan, menjaga harmonisasi antara
hak dan kewajiban, hormat terhadap hak-hak orang lain, suka menolong orang
lain, menjauhi sikap pemerasan, tidak boros, tidak bermewah-mewah, suka
bekerja keras dan menghargai karya orang lain.

9
C. PANDANGAN FILSAFAT PANCASILA DALAM PENDIDIKAN
BERKARAKTER
Pembangunan karakter bangsa bertujuan untuk membina dan
mengembangkan karakter warga negara sehingga mampu mewujudkan
masyarakat yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan
beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Karakter bangsa adalah kualitas perilaku
kolektif kebangsaan yang khasbaik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman,
rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah
hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang.
Pembangunan Karakter Bangsa adalah upaya kolektif-sistemik suatu negara
kebangsaan untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai
dengan dasar dan ideologi, konstitusi, haluan negara, serta potensi kolektifnya
dalam konteks kehidupan nasional, regional, dan global yang berkeadaban untuk
membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral,
bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientasi
Ipteks berdasarkanPancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Karakter yang berlandaskan falsafah Pancasila artinya setiap aspek karakter harus
dijiwai ke lima sila Pancasila secara utuh dan komprehensif yang dapat dijelaskan
sebagai berikut.
1. Bangsa yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa
Karakter Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa seseorang tercermin antara lain hormat
dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan, saling
menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya itu; tidak memaksakan agama dan kepercayaannya kepada orang
lain.
2. Bangsa yang Menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Karakter kemanusiaan seseorang tercermin antara lain dalam pengakuan atas
persamaan derajat,hak, dan kewajiban; saling mencintai; tenggang rasa; tidak

10
semena-mena; terhadap orang lain; gemar melakukan kegiatan kemanusiaan;
menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
3. Bangsa yang Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa Komitmen dan
sikap yang selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan Indonesia di atas
kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan merupakan karakteristik pribadi
bangsa Indonesia. Karakter kebangsaan seseorang tecermin dalam sikap
menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa di atas
kepentingan pribadi atau golongan; rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan
negara.
4. Bangsa yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan Hak Asasi
Manusia Karakter kerakyatan seseorang tecermin dalam perilaku yang
mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara; tidak memaksakan kehendak
kepada orang lain; mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam mengambil
keputusan untuk kepentingan bersama.
5. Bangsa yang Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan
Karakter berkeadilan sosial seseorang tecermin antara lain dalam perbuatan yang
mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
Membangun Karakter dalam filsafat pancasila adalah Suatu proses atau Usaha
yang dilakukan untuk membina, memperbaiki dan atau membentuk tabiat, watak,
sifat kejiwaan, ahlak (budi pekerti), insan manusia (masyarakat) sehingga
menunjukkan perangai dan tingkah laku yang baik berdasarkan nilai-nilai
Pancasila.

Ciri-Ciri Karakter Bangsa Indonesia :


a. Adanya saling menghormati & saling menghargai diantara sesame.
b. Adanya rasa kebersamaan & tolong menolong.
c. Adanya rasa persatuan dan kesatuan sebagai suatu bangsa.
d. Adanya rasa perduli dlm kehidupan bermasyarakat, berbangsa & bernegara.
e. Adanya moral, ahlak yang dilandasi oleh nilai-nilai agama.
f. Adanya perilaku dlm sifat-sifat kejiwaan yang saling menghormati & saling
menguntungkan.
g. Adanya kelakuan dan tingkah laku yang senantiasa menggambarkan nilai-nilai
agama, nilai-nilai hukum dan nilai-nilai budaya.

11
h. Sikap dan perilaku yang menggambarkan nilai-nilai kebangsaan.

Nilai-Nilai Karakter :
a. Penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia sebagai mahluk ciptaan
Tuhan Yang Maha Kuasa.
b. Tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, merdeka dan
bersatu.
c. Cinta akan Tanah Air dan Bangsa.
d. Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat.
e. Kesetiakawanan Sosial.
f. Masyarakat adil makmur.

D. Pelaksanaan Nilai-Nilai Pancasila Dalam Pendidikan Berkarakter


Sebagai warga dalam pendidikan, baik itu guru, keluarga maupun masyarakat
harus memahami nilai-nilai pancasila sehingga mampu menerapkan dalam
praktek belajar kepada anak didiknya.
Jika dilihat dari ulasan point F tadi, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
dalam pemahaman pancasila saja warga pendidikan telah susah, terlebih lagi
dalam pelaksanaannya, tentu para pendidik tidak mengetahui apa yang akan
diberikan kepada anak didiknya. Dibawah ini beberapa point yang harus
dilakukan oleh pendidik dalam melaksanakan nilai-nilai pancasila.
a. Harus memahami nilai-nilai pancasila tersebut.
b. Menjadikan pancasila sebagai aturan hukum
c. Memberikan contoh pelaksanaan nilai-nilai pendidikan kepada peserta didik
dengan baik.
Dengan melaksanakan tiga point diatas, diharapkan cita-cita bangsa yang ingin
melaksanakan pendidikan berkarakter sesuai falsafah pancasila akan terwujud.
Karena bagaimanapun juga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terus
berkembang setiap waktu, sehingga tidak mungkin rasanya menghambat
perkembangan itu, sehingga satu-satunya jalan dalam menerapkan pendidikan
berkarakter adalah dengan melaksanakan point-point diatas.

12
E. Urgensi, Tujuan, Fungsi dan Media Pendidikan Karakter
Terkait dengan perlunya pendidikan karakter, adalah Thomas Lickona
(Seorang profesor pendidikan dari Cortland University) mengungkapkan bahwa
ada sepuluh tanda zaman yang kini terjadi, tetapi harus diwaspadai karena dapat
membawa bangsa menuju jurang kehancuran. 10 tanda zaman itu adalah:
1. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja/masyarakat;
2. Penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk/tidak baku;
3. Pengaruh peer-group (geng) dalam tindak kekerasan, menguat;
4. Meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol dan
seks bebas;
5. Semakin kaburnya pedoman moral baik dan bburuk;
6. Menurunnya etos kerja;
7. Semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru;
8. Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan kelompok;
9. Membudayanya kebohongan/ketidakjujuran, dan
10. Adanya rasa saling curiga dan kebencian antar kelompok
Maka tidaklah heran jika banyak para ilmuan yang percaya, bahwa karakter suatu
bangsa akan sangat terkait dengan prestasi yang diraih oleh bangsa itu dalam
berbagai bidang kehidupan.
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong,
berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan yang Maha
Esa berdasarkan Pancasila.
Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati
baik, berfikir baik, dann berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun
perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradapan bangsa yang
kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan berbagai media yang mencakup keluarga, satuan
pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politif, pemerintah, dunia usaha, dan
media massa.

13
F. Nilai-nilai Karakter yang Dikembangkan
Pendapat Djahiri (1978:107)yang mengatakan bahwa nilai adalah suatu jenis
kepercayaan, yang letaknya berpusat pada sistem kepercayaan seseorang, tentang
bagaimana seseorang sepatutnya, atau tidak sepatutnya dalam melakukan sesuatu,
atau tentang apa yang berharga dan tidak berharga untuk dicapai.
Selanjutnya, Sumantri (1993:3) menyebutkan bahwa nilai adalah hal yang
terkandung dalam diri (hati nurani) manusia yang lebih memberi dasar pada
prinsip akhlak yang merupakan standar dari keindahan dan efisiensi atau
keutuhan kata hati. Dari beberapa pengertian tentang nilai diatas, dapat
disimpulkan bahwa nilai adalah merupakan rujukan untuk bertindak. Nilai
merupakan standar untuk mempertimbangakan dan meraih prilaku tentang baik
atau tidak baik dilakukan. Maka yang dimaksud nilai-nilai karakter dalam tulisan
ini, berarti sesuatu nilai yang dapat dilaksanakan karena pertimbangan diatas.

Nilai-nilai Karakter yang dikembangakan di Sekolah


1.Nilai karakter dalam hubungan dengan tuhan yang maha esa (Religius)
Berkaitan dengan nilai ini, pikiran, perkataan dan tindakan seseorang yang
diupayakan selalu didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan/atau ajaran
agamanya.
2. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri yang meliputi:
Jujur Merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain.
Bertanggung jawab merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan,
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara
dan Tuhan YME.
Bergaya hidup sehat Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan baik
dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang
dapat menggangu kesehatan.
Disiplin Merupakan suatu tindakan yang menunjukan perilaku tertib dsn
pstuh patuh pada berbagai ketentuaan dan peraturan.

14
Kerja keras Merupakan suatu perilaku yang menunjukan upaya sunguh-
sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas
(belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.
Percaya diri Merupakan sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap
pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya.
Berjiwa wirausaha Sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai atau
berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun
operasi untuk penggandaan produk, memasarkannya, serta mengatur permodalan
operasinya.
Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif Berfikir dan melakukan sesuatu
secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan
termutakhir dari apa yang telah dimiliki.
Mandiri Suatu siikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
Ingin tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui
lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
Cinta ilmu Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menujukan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadp pengetahuan.
3. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama.
Sadar akan hak kewajiban diri dan orang lain. Sikap tahu dan mengerti
serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang lain serta
tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain.
Patuh pada aturan-aturan sosial. Sikap menurut dan taat terhadap aturan-
aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum.
Menghargai karya dan prestasi orang lain. Sikap dan tindakan yang
mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,
dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain
Santun Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun
tata perilakunya ke semua orang.
Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak
dan kewajiban dirinya dan orang lain.

15
4. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan Sikap dan tindakan
yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya,
dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang
sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat
yang membutuhkan.
5. Nilai kebangsaan Cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan diri dan kelomoknya.
Nasionalis Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan
fisik, soial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
Menghargai keberagamaan Sikap memberikan respek/hormat terhadap
berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, suku, dan agama.

G. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter


Pendidikan karakter di sekolah akan terlaksana dengan lancar, jika guru dalam
pelaksanaanya memperhatikan beberapa prinsip pendidikan karakter.
Kemendiknas (2010) memberikan rekomendasi 11 prinsip untuk mewujudkan
pendidikan karakter yang efektif sebagai berikut:
1. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter;
2. Mengidentifikasi karakter secaara komprehensif supaya mencakup pemikiran,
perasaan, dan perilaku;
3. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif, dan efektif untuk membangun
karakter;
4. Menciptakan sekolah yang memiliki kepedulian;
5. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukan perilaku yang
baik;
6. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang
menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan membantu
mereka untuk sukses;
7. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para peserta didik;
8. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi
tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama;

16
9. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam
membangun inisiatif pendidikan karakter;
10. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha
membangun karakter;
11. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru
karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik.
Dasyim Budimansyah (2010:68) berpendapat bahwa program pendidikan karakter
disekolah perlu dikembangkan dengan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Pendidikan karakter disekolah harus dilaksankan secara berkelanjutan
(kontinuitas)
2. Pendidikan karakter hendaknya dikembangkan melalui semua mata pelajaran
(terintegrasi), melalui pengembangan diri, dan budaya,suatu satuan pendidikan.
3. Sejatinya nilai-nilai karakter tidak diajarkan (dalam bentuk pengetahuan), jika
hal tersebut diintegrasikan dalam pelajaran.
4. Proses pendidikan dilakukan peserta didik dengan secara aktif (active learning)
dan menyenangkan (enjoy full learning).

H. Ciri Dasar Pendidikan Karakter


Foerster dan Majid (2010) menyebutkan, paling tidak empat dasar pendidikan
karakter, yaitu:
1. Keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur berdasarkan hirarki nilai.
Maka nilai menjadi pedoman yang bersikat normative dalam setiap tindakan.
2. Koherensi yang memberi keberanian membuat seseorang teguh ada prinsip, dan
tidak terombang-ambing pada situasi baru atau takut resiko.
3. Otonomi. disana seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai
menjadi nilai-nilai bagi pribadi.
4. Keteguhan dan kesetian. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna
menginginkan apapun yang dipandang baik. Dan kesetiaan merupakan dasar bagi
penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Kemudian Roswarth Kidder dalam How Good People Make Tough Choices
(1995), yang dikutip oleh Majid (2010) menyampaikan tujuh kualitas yang
diperlukan dalam pendidikan karakter.

17
1. Pemberdayaan (empowered), maksudnya bahwa guru harus mampu
memberdayakan dirinya untuk mengajarkan pendidikab karakter dengan dimulai
dari dirinya sendiri.
2. Efektif (effective), proses pendidikan karakter harus dilaksanakan dengan
efektif.
3. Extended into comuniti, maksudnya bahwa komunitas harus membantu dan
mendukung sekolah dalam menanamkan nilai-nilai tersebut kepada peserta didik.
4. Ebedded, integrasikan seluruh nilai kedalam kurikulum dan seluruh rangkaian
proses pembelajaran.
5. Engaged, melibatkan komunitas dan menampilkan topik-topik yang cukup
esensial.
6. Epistemological, harus ada koherensi antara cara berpikir makna dengan upaya
yang dilakukan untuk membantu peserta didk menerapkannya secara benar.
7. Evaluative.

I. Tahapan Pengembangan Karakter Siswa


Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan
(acting), dan kebiasaan (habit). Dengan demikian diperlukan tiga komponen
karakter yang baik (components of goog character) yaitu moral knowing
(pengetahuan tentang moral), moral feeling atau perasaan (penguatan emosi)
tentang moral, dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar
peserta didik dan atau warga sekolah lain yang terlibat dalam sistem pendidikan
tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan
(mengerjakan) nilai-nilai kebajikan (moral).
Dengan demikian jelas bahwa karakter dikembangkan melalui tiga langkah, yakni
mengembangkan moral knowing, kemudian moral felling, dan moral action.

PERAN PENDIDIKAN FILSAFAT DALAM MEMBANGUN MANUSIA


BERKARAKTER
Seperti yang kita tahu bahwa, filsafat bukanlah ilmu positif seperti fisika,
kimia, biologi, tetapi filsafat adalah ilmu kritis yang otonom di luar ilmu-ilmu
positif. Kelompok mencoba mengangkat unsur pembentukan manusia.

18
Unsur lain yang menurut kelompok dapat membantu membentuk karakter
manusia sehingga manusia dapat hidup secara lebih baik, lebih bijaksana adalah
agama. Dengan kata lain, agama mengandung nilai-nilai universal yang pada
hakikatnya mengajarkan yang baik bagi penganutnya.
Dalam mata pisau filsafat ketiga unsur pembentuk manusia untuk hidup secara
lebih baik bisa dilihat dan dijelaskan secara lebih dalam pokok-pokok berikut.
1. Manusia mengetahui dirinya dan dunianya
Telah dikatakan sebelumnya (pada bagian pendahuluan) bahwa
pengetahuan merupakan salah satu unsur yang penting dalam hubungan dengan
pembentukan manusia untuk hidup secara lebih baik dan lebih sempurna. Manusia
adalah makluk yang sadar dan mempunyai pengetahuan akan dirinya. Selain itu
juga manusia juga mempunyai pengetahuan akan dunia sebagai tempat dirinya
bereksistensi. Dunia yang dimaksudkan di sini adalah dunia yang mampu
memberikan manusia kemudahan dan tantangan dalam hidup. Dunia di mana
manusia bereksistensi dapat memberikan kepada manusia sesuatu yang berguna
bagi pembentukan dan pengembangan dirinya.
Pengetahuan merupakan kekayaan dan kesempurnaan bagi makhluk yang
memilikinya. Manusia dapat mengetahui segala-galanya, maka ia menguasai
makhluk lain yang penguasaannya terhadap pengetahuan kurang. Dalam
lingkungan manusia sendiri seseorang yang tahu lebih banyak adalah lebih baik
bila dibandingkan dengan yang tidak tahu apa-apa. Pengetahuan menjadikan
manusia berhubungan dengan dunia dan dengan orang lain, dan itu membentuk
manusia itu sendiri.
Namun, pengetahuan manusia begitu kompleks. Pengetahuan manusia
menjadi kompleks karena dilaksanakan oleh suatu makhluk yang bersifat daging
dan jiwa sekaligus, maka pengetahuan manusia merupakan sekaligus inderawi
dan intelektif. Pengetahuan dikatakan inderawi lahir atau luar bila pengetahuan
itu mencapai secara langsung, melalui penglihatan, pendengaran, penciuman,
perasaan dan peraba, kenyataan yang mengelilingi manusia. Sementara,
pengetahuan itu dikatakan inderawi batin ketika pengetahuan itu memperlihatkan
kepada manusia, dengan ingatan dan khayalan, baik apa yang tidak ada lagi atau
yang belum pernah ada maupun yang terdapat di luar jangkauan manusia.

19
Pengetahuan intelektif merupakan watak kodrati pengetahuan manusia yang lebih
tinggi.
Lalu, bagaimana pengetahuan yang dimiliki manusia tentang dirinya dan
dunianya dapat membentuk manusia untuk hidup secara lebih baik? Manusia
mengetahui dirinya berarti mengenal dengan baik kelebihan dan kekurangan yang
ada pada dirinya. Sementara, manusia mengetahui dunianya berarti manusia
mengenal secara baik apa yang ada atau terkandung dalam dunianya itu, baik
potensi yang dapat memudahkan manusia itu sendiri maupun tantangan yang
diperhadapkan kepadanya. Kekurangan manusia dapat diatasi dengan apa yang
ada dalam dunianya. Tentu saja melalui suatu relasi, baik relasi dengan orang lain
maupun relasi dengan alam. Pengetahuan dan pengenalan atas diri dan dunianya
membantu manusia untuk mengarahkan dirinya kepada hidup yang lebih baik.
Salah satu cara manusia mengetahui dirinya dan lingkungannya adalah melalui
pendidikan. Dan pendidikan di sini tentu saja pendidikan yang diharuskan untuk
seni yang baik, yang khas hanya untuk manusia, dan yang membedakannya dari
semua binatang.
Jadi, melalui pengetahuanlah manusia mempunyai hubungan dengan
dirinya, dunia dan orang lain. Melalui pengetahuan benda-benda
dimanisfestasikan dan orang-orang dikenal, dan bahwa tiap orang menghadiri
dirnya. Melalui pengetahuan pula manusia bisa berada lebih tinggi, dan dapat
membentuk hidupnya secara lebih baik. Dengan pengetahuan manusia dapat
melalukan sesuatu atau membentuk kembali sesuatu yang rusak menjadi baik
berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Melalui pengetahuan manusia dapat
mengenal dirinya, orang lain dan dunia di sekitarnya, sehingga ia mampu
menempatkan dirinya dalam dunianya itu (dapat beradaptasi dengan dunianya).
2. Manusia dalam hidup komunitas
Secara umum komunitas dapat diartikan sebagai suatu perkumpulan atau
persekutuan manusia yang bersifat permanen demi pencapaian suatu tujuan umum
yang diinginkan. Dan umumnya tujuan yang hendak dicapai itu didasarkan atas
kesatuan cinta dan keprihatinan timbal balik satu dengan yang lain. Jadi, secara
tidak langsung hidup komunitas dapat dimengerti sebagai suatu kehidupan dimana
terdapat individu-individu manusia yang membentuk suatu persekutuan guna

20
mancapai suatu tujuan bersama. Dan tujuan yang dicapai itu selalu merunjuk pada
nilai-nilai tertentu yang diinginkan bersama. Misalnya, nilai kebaikan, keindahan,
kerja sama dan sebagainya. Selanjutnya, dalam mencapai tujuan bersama itu
setiap individu (anggota persekutuan) saling berinteraksi atau bekerjasama satu
dengan yang lain guna tercapainya tujuan yang ingin dicapai.
Akan tetapi serentak pula tak dapat disangkal bahwa melalui kehidupan
komunitas kepribadian manusia dapat dibentuk melalui proses sosialisai dan
internalisasi. Artinya, melalui nilai-nilai yang dicapai dalam hidup komunitas itu
disampaikan kepada setiap individu (anggota persekutuan). Selanjutnya, nilai-nilai
itu dijadikan oleh pegangan dalam diri setiap individu.
Dalam hubungan dengan pembentukan karakter manusia untuk hidup
secara lebih baik, maka pertanyaan yang patut dikemukakan adalah apakah
kehidupan komunitas dapat membentuk manusia untuk hidup secara lebih baik
atau lebih bijaksana dan kritis?
Menjawab pertanyaan di atas maka dapat dikatakan bahwa kehidupan
komunitas dapat membentuk hidup manusia secara lebih baik. Dapat dikatakan
demikian karena pada dasarnya kodrat manusia adalah makhluk sosial. Itu
berarti manusia selalu berada bersama dengan sesamanya atau orang lain. Ia tidak
berada sendirian, melainkan selalu berada bersama dengan orang lain. Manusia
selalu berada dengan orang lain dan membentuk suatu persekutuan yang disebut
sebagai komunitas. Mereka membentuk hidup besama karena ada nilai yang ingin
dicapai secara bersama. Nilai yang ingin dicapai adalah membentuk hidup secara
lebih baik. Nilai hidup secara lebih baik itu dicapai lewat interaksi atau kerja sama
setiap individu dalam komunitas. Selanjutnya, setelah mencapai nilai yang
diinginkan itu (membentuk hidup secara lebih baik), kemudian disosialisasikan
kepada individu (anggota komunitas) dan selanjutnya individu menjadikan nilai
tersebut menjadi pegangan dalam dirinya. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa melalui kehidupan komunitas dapat membentuk hidup manusia secara
lebih baik, lewat nilai yang ditemukan dalam kehidupan komunitas itu. Nilai
itulah yang membentuk manusia menjadi lebih baik, lebih bijaksana dan kritis
dalam hidup.

21
3. Agama membantu manusia hidup lebih baik
Arti budaya telah diangkat kembali oleh reneisans dengan karakter
naturalistik, yaitu budaya dipahami sebagai pembentukan manusia dalam
dunianya, yakni sebagai pembentukan yang memperkenankan manusia hidup atas
cara yang lebih bijaksana dan lebih sempurna dalam dunia yang adalah dunianya.
Dalam konteks ini, agama mendapat tempat dan peranan penting. Agama
dimengerti sebagai unsur integral dari budaya, terutama karena mengajarkan
bagaimana hidup dengan baik, hidup dengan bijaksana dan nilai-nilai universal
lainnya. Dalam agama terkandung ajaran-ajaran kebijaksanaan (dalam arti tertentu
filsafat dipahami sebagai kebijaksanaan) yang dapat mengarahkan manusia
kepada hidup yang lebih baik. Dengan demikian, hidup yang lebih baik dalam
perspektif filsafat budaya adalah pembentukan kebijaksanaan secara internal
dalam diri manusia melalui ajaran-ajaran agama.
Manusia tidak dapat dilepaskan dari agama dalam kehidupannya.
Maksudnya adalah bahwa agama menjadi sarana di mana manusia dapat
memenuhi keinginannya untuk dapat hidup dengan lebih bijaksana. Dengan kata
lain agama membantu manusia untuk dapat hidup lebih baik. Melalui agama
manusia dapat menjadi bijaksana untuk mencapai realisasi dirinya yang lengkap
sehingga menjadi suatu microcosmos yang sempurna dalam macrocosmos.
Setiap agama umumnya mengajarkan kepada para penganut atau
pengikutnnya untuk hidup sebagai orang yang saleh, baik di hadapan manusia
maupun di hadapan yang ilahi. Dengan demikian agama dapat mengarahkan
manusia kepada hidup yang lebih baik. Agama membentuk manusia untuk
menjadi lebih baik, lebih bijaksana dengan menanamkan nilai-nilai universal
dalam diri manusia itu.
Kemudian daripada itu pengetahuan merupakan salah satu unsur yang penting
dalam hubungan dengan pembentukan manusia untuk hidup secara lebih baik dan lebih
sempurna. Manusia adalah makluk yang sadar dan mempunyai pengetahuan akan
dirinya. Selain itu juga manusia juga mempunyai pengetahuan akan dunia sebagai
tempat dirinya bereksistensi. Dunia yang dimaksudkan di sini adalah dunia yang
mampu memberikan manusia kemudahan dan tantangan dalam hidup. Dunia di mana
manusia bereksistensi dapat memberikan kepada manusia sesuatu yang berguna bagi

22
pembentukan dan pengembangan dirinya. Pengetahuan merupakan kekayaan dan
kesempurnaan bagi makhluk yang memilikinya. Manusia dapat mengetahui segala-
galanya, maka ia menguasai makhluk lain yang penguasaannya terhadap pengetahuan
kurang. Dalam lingkungan manusia sendiri seseorang yang tahu lebih banyak adalah
lebih baik bila dibandingkan dengan yang tidak tahu apa-apa. Pengetahuan menjadikan
manusia berhubungan dengan dunia dan dengan orang lain, dan itu membentuk manusia
itu sendiri.
Namun, pengetahuan manusia begitu kompleks. Pengetahuan manusia menjadi
kompleks karena dilaksanakan oleh suatu makhluk yang bersifat daging dan jiwa
sekaligus, maka pengetahuan manusia merupakan sekaligus inderawi dan intelektif.
Pengetahuan dikatakan inderawi lahir atau luar bila pengetahuan itu mencapai secara
langsung, melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan peraba,
kenyataan yang mengelilingi manusia. Sementara, pengetahuan itu dikatakan inderawi
batin ketika pengetahuan itu memperlihatkan kepada manusia, dengan ingatan dan
khayalan, baik apa yang tidak ada lagi atau yang belum pernah ada maupun yang
terdapat di luar jangkauan manusia. Pengetahuan intelektif merupakan watak kodrati
pengetahuan manusia yang lebih tinggi.
Lalu bagaimana pengetahuan yang dimiliki manusia tentang dirinya dan dunianya
dapat membentuk manusia untuk hidup secara lebih baik? Manusia mengetahui dirinya
berarti mengenal dengan baik kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya.
Sementara, manusia mengetahui duninya berarti menusia mengenal secara baik apa
yang ada atau terkandung dalam dunianya itu, baik potensi yang dapat memudahkan
manusia itu sendiri maupun tantangan yang diperhadapkan kepadanya. Kekurangan
manusia dapat diatasi dengan apa yang ada dalam dunianya. Tentu saja melalui suatu
relasi, baik relasi dengan orang lain maupun relasi dengan alam. Pengetahuan dan
pengenalan atas diri dan dunianya membantu manusia untuk mengarahkan dirinya
kepada hidup yang lebih baik. Salah satu cara manusia mengetahui dirinya dan
lingkungannya adalah melalui pendidikan. Dan pendidikan di sini tentu saja pendidikan
yang diharuskan untuk seni yang baik, yang khas hanya untuk manusia, dan yang
membedakannya dari semua binatang.
Unesco telah merumuskan empat pilar pendidikan (learning to know, learning to
do, learning to be and learning to live together) untuk era memasuki abad ke-21.

23
Ini dikaitkan dengan pembangunan manusia yang berkarakter lewat jalur filsafat.
Kondisi kekinian yang semakin tidak terarah. Filsafat adalah pengunci bagi
kegamangan yang sedang melanda indeks pembangunan manusia yang
berkarakter saat ini. Ditengah semakin banyak manusia yang sedang jatuh dalam
gelimang ketidaktahuan dan hanya menganggap ilmu filsafat sebagai kaji teoritis
dan hanya memandangnya sebagai tolok ukur belajar, maka ada hal yang perlu
digali lagi sebagai manusia. Manusia yang memiliki karakter sejadinya harus
membubuhi pikirannya dengan berbagai macam ilmu yang berakar dari filsafat.
Pengkajiannya adalah menuju kebenaran yang hakiki, absolut dan bermanfaat di
masa yang akan datang. Manusia yang belajar dengan filsafat maka terbentuk
dengan karakter masing-masing. Integritas dari seorang manusia yang belajar
filsafat selalu mengakomodir transfer keilmuannya pada titik pengembangan.
Etika seorang ilmuwan yang menawarkan ilmu pengetahuan sebagai hasil dari
filsafat pada setiap dunia yang terus berkembang.
Dari sinilah manusia merumuskan filsafat sebagai pembentuk karakter
dalam kehidupannya. Filsafat secara garis besar hadir dalam segala bentuk ilmu
pengetahuan. Manusia yang terus belajar akan mengakar dengan karakter yang
sduah sedemikian rupa diolah filsafat. Output jadian yang dimiliki dalam bentuk
ilmu sebenarnya merupakan bukti maujud filsafat itu sendiri. Seiring perjalanan
manusia tersebut mulai mengasah karakter yang dimilikinya. Seorang ilmuwan
fisika pasti akan menjadi pengukur yang handal dalam bidangnya, seorang
ilmuwan bahasa pasti mampu mengakomodir perbendaharaannya, dll sebagai
penguasa minat studi/ilmu lain. Maka manusia dianggap sebagai penguasa hati
nurani mereka untuk menumbuhkan karakter dan berpengaruh pula pada
lingkungannya. Semestinya manusia menjadi penyongsong pembangunan dengan
pondasi karakter yang kuat. Pondasi kebangsaan yang sudah tertanam dalam
bagian ilmu masing-masing. Manusia menjadi sosok paling dominan, terhadap
kaumnya yang klasik dan memiliki kompetensi bawaan sebagai pencari ilmu.
Prinsip keilmuan dari manusia itulah yang akan menjadikannya berkarakter,
setelah bertemu muka dengan filsafat. Selain itu, filsafat juga menelaah bagian
etika keseluruhan dari manusia tersebut. Apakah manusia tersebut masih masuk
dalam insan yang selalu belajar? Mengerjakan kebenaran dan meninggalkan

24
kesalahan. Institusi yang sedang dibangun filsafat dalam dunia global saat ini
seharusnya bisa diartikan sebagai tingkat ukur kebenaran yang dibangun oleh
dunia itu sendiri. Manusia yang berkarakter cukup mudah dibangun asalkan
filsafat masuk dalam kategori yang sudah diporsikan sebagai pangkal dari
pembangunan tersebut.
Bicara karakter maka definisi sederhananya adalah suatu kebiasaan yang
menjadi pengarah dari tindakan tindakan kita yang endingnya jika kita bisa
mengetahui kebiasaan kebiasaan seseorang kita juga bisa mengetahui sikap
seseorang tersebut pada suatu situasi atau kondisi yang terjadi atau dengan kata
lain karakter adalah rangkaian tindakan yang terjadi secara spontan karena sudah
tertanam dalam pikiran dan disebut dengan kebiasaan. Domain terpenting dalam
pembentukan karakter adalah pikiran kita. Apa yang kita pelajari,apa yang kita
alami,apa yang kita lakukan,apa yang kita kembangkan dan semua yang terjadi
dalam perjalanan kehidupan kita semuanya terekam dalam memori otak.
Lantas kembali terulang pertanyaan, apakah kita sudah memahami benar
karakter yang tersirat dalam setiap ilmu yang kita pelajari? Manusia yang
memiliki norma dan aturan yang berkembang dalam kehidupannya adalah salah
satu contoh pembangunan manusia yang berkarakter. Lebih jelas lagi, ketika
manusia tersebut sadar bahwa ilmu yang dipelajari adalah untuk mengangkat
marwah dirinya dan negeri ini. Belajar ilmu pengetahuan adalah belajar dari buah,
dimana buah tersebut sebenarnya memiliki pohon besar yang mampu berbuah
tanpa mesti menungggu musim panen. Pohon tersebut adalah pohon filsafat.
Mengkaji filsafat dalam membangun manusia yang berkarakter secara sempurna
sangat diharapkan. Apalagi negeri ini sudah begitu bobrok sehingga kita butuh
sebuah karakter yang kuat. Karakter anti korupsi yang sebenarnya bisa
disandingkan dengan beberapa karakter lainnya. Filsafat ada dalam setiap gerak
langkah kita, ilmu adalah jalannya. Maka manusia yang menguasai filsafat adalah
manusia yang berkarakter.

PERAN GURU BERFILSAFAT DALAM PENDIDIKAN KARAKTER DI


SEKOLAH
Jika pendidikan karakter diselenggarakan di sekolah maka guru sekolah
akan menjadi pioner dan sekaligus koordinator program tersebut. Hal itu karena

25
guru sekolah yang memang secara khusus memiliki tugas untuk membantu
siswa mengembangkan kepedulian sosial dan masalah-masalah kesehatan mental,
dengan demikian guru sekolah harus sangat akrab dengan program pendidikan
karakter.

Guru sekolah harus mampu melibatkan semua pemangku kepentingan


(siswa, guru bidang studi, orang tua, kepala sekolah) di dalam mensukseskan
pelaksanaan programnya. Mulai dari program pelayanan dasar yang berupa
rancangan kurikulum bimbingan yang berisi materi tentang pendidikan karakter,
seperti kerja sama, keberagaman, kejujuran, menangani kecemasan, membantu
orang lain, persahabatan, cara belajar, menejemen konflik, pencegahan
penggunaan narkotika, dan sebagainya. Program perencanaan individual berupa
kemampuan untuk membuat pilihan, pembuatan keputusan, dan seterusnya.
Program pelayanan responsif yang antara lain berupa kegiatan konseling individu,
konseling kelompok.
Demikianlah mengenai pendidikan karakter, begitu pentingnya pendidikan
karakter di negeri ini, untuk itu bagi para guru, Guru, dosen maupun orang tua
hendaknya senantiasa menanamkan karakter pada anak didiknya. Khusus bagi
Guru sekolah di Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung
berkewajiban menyelenggarakan program pelayanan yang bernuansa nilai nilai
pendidikan berkarakter.

26
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang dan pembahasan diatas dapat disimpulkan
bahwa konsep pendidikan karakter upaya-upaya yang dirancang dan
dilaksanakan secara sistematis untuk menanamkan nilai-nilai perilaku peserta
didik yang berhubungan dangan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama
manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum,
tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong,
berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan yang
Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Nilai-nilai karakter yang perlu dikembangakan yaitu, Nilai karakter dalam
hubungan dengan tuhan yang maha esa (Religius), Nilai karakter dalam
hubungannya dengan diri sendiri, Nilai karakter dalam hubungannya dengan
sesama, Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan, Nilai
kebangsaan.
11 prinsip untuk mewujudkan pendidikan karakter yang efektif sebagai
berikut:
1. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter;
2. Mengidentifikasi karakter secaara komprehensif supaya mencakup pemikiran,
perasaan, dan perilaku;
3. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif, dan efektif untuk membangun
karakter;
4. Menciptakan sekolah yang memiliki kepedulian;
5. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukan perilaku yang
baik;

27
6. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang
menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan membantu
mereka untuk sukses;
7. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para peserta didik;
8. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi
tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama;
9. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam
membangun inisiatif pendidikan karakter;
10. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha
membangun karakter;
11. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru
karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik.
Ciri dasar pendidikan karakter adalah sebagai berikut, Keteraturan interior
Koherensi Otonomi. Keteguhan dan kesetian. Karakter dikembangkan melalui
tiga langkah, yakni mengembangkan moral knowing, kemudian moral felling, dan
moral action.

B. Saran
Pendidikan karakter sebagai suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter bagi
peserta didik perlu dilakukan lebih intensif dan berkesinambungan dalam semua
mata pelajaran. Lembaga pendidikan sebagai wadah pembinaan generasi muda
diharapkan dapat meningkatkan perannya dalam pembentukaan kepribadian
maupun karater peserta didik. Dan semoga makalah yang kami susun ini dapat
menambah wawasan kita tentang apa pentingnya pendidikan karakter bagi
peserta didik dan apa saja nilai-nilai yang terkandung didalam pendidikan
karakter.

28
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Heri, 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasinya, cet-2,


Bandung: Alfabeta, cv,.

Samani, Muchlas & Hariyanto, 2013. Pendidikan Karakter, cet-3, Bandung: PT


Remaja Rosdakarya,.

Trianto2007., Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktifistik,


Jakarta: Prestasi Pustaka,

Zubaedi, 2013. Desain Pendidikan Karakter, cet-3, Jakarta: Kencana Prenada


Media Group,

29

Anda mungkin juga menyukai