Anda di halaman 1dari 20

Peradaban Islam Pada Masa Khilafah Al-Rasyidah I-II: Idealitas dan

Realitas, Pembentukan Khilafah, Perkembangan Islam Sebagai Kekuatan


Politik, Sistem Ghanimah Dan Pertanahan

Elfa Riskhaturahma
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
210201210029@student.uin-malang.ac.id

Abstract

Islamic civilization during the time of the companions of the Prophet or what is commonly
called the Khilafah Ar Rashidah began after the death of the Prophet Muhammad. Al-
Khulafa al-Rasyidun was an Islamic leader among the companions, after the death of the
Prophet Muhammad SAW. They are leaders directly elected by the friends through a
democratic mechanism. With the selection process based on the deliberation, it was finally
determined that Abu Bakr would succeed Muhammad as the first head of government after
the Prophet Muhammad. Then continued by Umar ibn Khattab, Usman ibn Affan, and Ali
ibn Abi Talib. As for the leadership and system of government of the caliphs with each other,
there are differences and characteristics of each. This happened in accordance with the
circumstances and conditions at the time the leadership took place and the nature of the
caliphs also had an effect on all the upheavals at that time. However, this paper will only
discuss Islamic civilization and the leadership of Caliph Abu Bakr al-Shiddiq and Caliph
Umar bin Khattab.
Peradaban islam pada masa sahabat nabi atau yang biasa disebut dengan khilafah ar rasyidah
ini berawal setelah meninggalnya nabi muhammad saw. Al-Khulafa al-Rasyidun merupakan
pemimpin islam dari kalangan sahabat, pasca Nabi Muhammad SAW wafat. Mereka
merupakan pemimpin yang dipilih langsung oleh para sahabat melalui mekanisme yang
demokratis. Dengan proses pemilihan yang berdasarkan pada musyawarah tersebut akhirnya
ditentukan Abu Bakar yang menjadi pengganti Muhammad sebagai kepala pemerintahan
pertama setelah Nabi Muhammad. Kemudian dilanjutkan oleh Umar bin Khattab, Usman
bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Adapun kepemimpinan dan sistem pemerintahan para
khalifah satu dengan yang lain ini adanya perbedaan dan ciri khasnya masing-masing. Hal
ini terjadi sesuai dengan keadaan dan kondisi pada saat kepimpinan tersebut berlangsung
serta pembawaan sifat para khalifah juga berpengaruh terhadap segala pergejolakan pada
saat itu. Namun, makalah ini hanya akan membahas peradaban islam dan kepimpinan
Khalifah Abu Bakar Al-Shiddiq dan Khalifah Umar Bin Khattab.

Keywords: Khulafur Rasyidin, The Formation of the Caliphate, and the Development of Islam

1
Pendahuluan

Kata peradaban adalah terjemahan dari kata Arab Al-Hadharah. Juga diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia dengan Kebudayaan. Adapun istilah peradaban dipakai untuk bagian-
bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang halus dan indah. Peradaban sering juga dipakai
untuk menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni bangunan, seni
rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks. Jadi kebudayaan
mencakup juga peradaban, tetapi tidak sebaliknya, sebab peradaban dipakai untuk menyebut
kebudayaan yang maju dalam bentuk ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

Dalam pengertian kebudayaan direfleksikan kepada masyarakat yang terkebelakang,


bodoh, sedangkan peradaban terefleksikan kepada masyarakat yang sudah maju. Dalam buku
ini pengertian peradaban adalah seperti disebutkan di atas.

Sedangkan islam, memiliki Makna tersendiri. Islam yang diturunkan di Jazirah Arab
telah membawa bangsa Arab yang semula terkebelakang, bodoh, tidak dikenal dan diabaikan
oleh bangsa-bangsa lain, menjadi bangsa yang maju dan berperadaban. Ia sangat cepat bergerak
mengembangkan dunia membina suatu kebudayaan dan peradaban yang sangat penting artinya
dalam sejarah manusia hingga sekarang. Bahkan kemajuan bangsa Barat pada mulanya
bersumber dari peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol.

Islam memang berbeda dengan agama lain. Islam bukan kebudayaan, akan tetapi
menimbulkan kebudayaan. Kebudayaan yang ditimbulkannya dinamakan kebudayaan atau
peradaban Islam. Landasan “peradaban Islam” adalah “kebudayaan Islam” terutama wujud
idealnya, sementara landasan “kebudayaan Islam”adalah agama Islam. Jadi agama Islam
melahirkan kebudayaan. Kalau kebudayaan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, maka agama
Islam adalah wahyu dari Tuhan. Penulis Barat banyak yang mengidentikkan “kebudayaan” dan
“peradaban” Islam dengan “kebudayaan” dan “peradaban” Arab. Untuk masa periode klasik,
pendapat itu mungkin dapat dibenarkan. Karena, pada masa itu pusat pemerintahan hanya satu
dan untuk beberapa abad sangat kuat. Peranan bangsa Arab di dalamnya sangat dominan.
Semua wilayah kekuasaan Islam mengunakan bahasa Arab sebagai bahasa administrasi.1

Peradaban islam yang berkembang kini tidak luput dari pengaturan agama yang selalu
menjadi sumber rujukan agar tidak melenceng dari jalan kebenaran. Bilamana berbicara
tentang peradaban Islam maka tidak luput dari pembahasan mengenai perkembangan kerajaan

1
Syamruddin Nasution, “Sejarah Peradaban Islam”, (Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, 2013), 4.

2
Islam yang secara logis dan sistematis telah terbahas dalam kajian sejarah Islam. Misalnya
pemerintahan islam pada masa Khulafur Rasyidin.2

Masa Khulafur Rasyidin ini sebagai kekhilafahan pertama dalam Islam. Seuatu masa
yang dapat menjadi contoh terbaik dalam pembentukan sistem politik Islam. Al-Khulafa al-
Rasyidun merupakan pemimpin islam dari kalangan sahabat nabi muhammad saw serta sosok
pengganti kedudukan nabi Muhammad saw sebagai pemimpin negara. Adapun khulafaur
rasyidin ada ada empat, dan keempatnya menjadi khalifah secara bergantian, yakni Abu Bakar,
Umar Bin Khattab, Ustman Bin Affand, dan Ali Bin Abi Thalib. Keempat khalifah tersebut
adalah khalifah-khalifah yang jujur dan menegakkan kebenaran dan mereka terus menegakkan
ajaran islam hingga ke luar jazirah arab.3 Mereka adalah Abu Bakar as Shiddiq, Umar ibn
Khattab, Usman ibn ‘Affan, dan Ali ibn Abi Thalib yang dipilih atau terpilih dengan cara yang
berbeda-beda.

Faktor penyebab perbedaan tersebut bukanlah didasarkan atas teks keislaman (Al
Qur’an atau Hadist), tetapi pertimbangan situasi dan kondisi saat itu. Artinya, bentuk
pemerintahan, cara pemilihan, hingga pengelolaan pemerintahan adalah sesuatu yang ijtihadi,
sesuai dengan aspek temporal dan spatial. Sistem politik Islam pada masa klasik adalah produk
historis yang terbuka pada perubahan.

Masa ini berlangsung selama kurang lebih 29 tahun, yaitu antara tahun 11 – 40 H atau
tahun 632 – 661 M. Selama masa Khulafa ar Rasyidin ini telah terjadi empat kali pergantian
khalifah yang berbeda-beda proses pemilihannya. Tata cara pemilihan dan sistem peralihan
kekuasaan pada masa ini mengindikasikan sistem politik yang demokratis sebagai
implementasi dari prinsip syura dalam kepemimpinan Islam.4

Peradaban ini yang dimulai setelah wafatnya nabi Muhammad Saw ini membawa
persoalan politik dalam dunia Islam bergulir seiring tiadanya mekanisme yang diwariskan
olehnya. Persoalan yang terkait dengan kelanjutan pemegang tertinggi atau komando teratas
umat Islam. Adapun persoalan kekuasaan menjadi tema yang cukup nyaring diteriakkan antar
para sahabat hingga menyebabkan titik awal munculnya embrio keretakan umat Islam.
Sungguh persoalan kekuasaan, apalagi dalam konteks politik, menjadi salah satu penyebab
antar umat Islam terpolarisasi dalam kelompok yang beragam, meskipun sebenarnya tidak

2
Suhaimi, “Meretas Sistem Pemerintahan Islam Dalam Lintas Sejarah”, Yustisia, 20 (Mei, 2019), 61.
3
Taufikurrahman, Mohammad Usman, “Peradaban Islam Pada Masa Khulfaur Rasyidin”,
Pancawahana, 15 (Desember, 2020), 114.
4
Ali Sodiqin, “Kultur Politik Islam Dalam Lintasan Sejarah”, Mazhabuna, 1 (October, 2017),

3
sedikit persoalan ini juga menggunakan otoritas tafsir keagamaan sebagai pembenar atas sikap
politik tertentu.5

Fakta sejarah menunjukkan bahwa kekuasaan era khulfaur rasyidin mengalami


dinamika yang cukup kuat bahkan menyebabkan terjadi kontestasi di internal dunia Islam
hingga memunculkan polarisasi sikap dalam memahami kekuasaan. Kenyataan ini nampak
sekali dari era kekuasaan Abu Bakar, Umar Ibn Khattab, Ustman ibn ’Affan dan ’Ali Ibn Abi
Talib yang masih dianggap banyak menciptakan persoalan bahkan menuai beban psikis umat
Islam sebab dalam proses peralihan kekuasaan diantara mereka selalu diiringi berbagai intrik
bahkan mengarah pada situasi berdarah-darah.6

Para khulfaur rasyidin merupakan generasi pemimpin negara terbaik dan telah
menancapkan pondasi kejayaan umat Islam yang sebelumnya di pancangkan Rasulullah saw.7
Masa ini juga menjadi sangat istimewa karena mengikuti manhaj Rasulullah secara sempurna
sesuai dengan jalan lurus yang Allah ridhai untuk hamba-hamba-Nya. Dengan demikian masa
ini dianggap sebagai gambaran paling tepat bagi pelaksanaan hukum Islam dan pemerintahan
Islam. Tentu saja gambaran cara pemerintahan mereka itu wajib dijadikan sebagai contoh
teladan bagi setiap penguasa yang menginginkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.8

Peradaban Islam Pada Masa Abu Bakar Al-Shiddiq

Periode pertama ini dimulai sejak wafatnya Rasulullah dan terpilihnya Abu Bakar As
Shiddiq sebagai khalifah pertama.9

a. Profil Singkat Abu Bakar


Nama beliau menurut pendapat yang shahih adalah Abdullah bin ‘Usman bin ‘Amir
bin ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taiym bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay Al Qurasyi At
Taimi. Abu Bakar berasal dari keturunan Suku Taim bin Murrah bin Ka’ab. Jika ditarik
garis ke atas, pertautan asal keturunan Abu Bakar akan bertemu dengan keluarga Nabi
Muhammad SAW, yakni bersatu dalam darah Adnan, sehingga Nabi Muhammad dan Abu
Bakar masih memiliki tali persaudaraan.10

5
Ali, Kultur,
6
Suis, “Problematika Politik Islam: Antara Idealitas dan Realitas Perspektif Muhammad Said Al-
'Asmawi”, Al-Daulah, 1, (April, 2011), 2.
7
Hepi Andi Bastoni, “Sejarah Para Khalifah”, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008), 3.
8
Ahmad Al-Usairy, “Sejarah Islam Sejak Nabi Adam Hingga Abad XX”, (Riyadh: Akbar, 1999), 144.
9
Ali, Kultur,
10
Muh. Alif Kurniawan dan Rochanah (eds), “Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam: Dari Masa
Klasik, Tengah, Hingga Modern”, (Yogyakarta: Qaulun Pustaka, 2014),

4
Abu Bakar lahir pada 573 M dan wafat pada 23 Jumadil Akhir tahun 13 H bertepatan
dengan bulan agustus 634 M dalam usianya 63 tahun. Dia dilahirkan di Makkah dua tahun
beberapa bulan setelah tahun gajah, berarti beliau lebih muda dua tahun dari Nabi
Muhammad SAW.11 Beliau adalah putera dari Abu Quhafah, biasa dipanggil dengan
Abdullah atau ‘Atiq. Abu Bakar adalah nama julukannya yang memiliki arti pelopor pagi
hari, karena ia termasuk pria yang masuk islam pertama.12
Abu Bakar adalah pelopor kaum Muslimin pertama biasa disebut dengan As-
Sabiqunal Awwalun. Beliau adalah kalangan bangsawan Mekkah yang kaya raya dan
sebagai orang kedua yang memeluk Islam setelah Khadijah. Ia merupakan sahabat terdekat
Nabi Muhammad yang kesetiaannya terhadap Nabi tidak pernah berkurang sedikitpun, dan
keimanannya terhadap dakwah Nabi tidak pernah sedikitpun goyah, karenanya dikenal al-
shiddiq (penuh kepercayaan). Kepribadian abu bakar sangat baik bahkan beliau dikenal
sebagai seorang yang berprilaku terpuji, tidak pernah minum khamar dan selalu menjaga
kehormatan diri. Kepercayaannya terhadap Nabi Muhaamd membuat abu bakar siap
mengorbankan nyawanya, di saat banyak orang hendak membunuh Rasulullah saw. 13
Ada sejumlah catatan yang merupakan kredit point baginya yang menempatkannya
sebagai sahabat utama di sisi Rasulullah saw. Diantara yang pantas dikemukakan di sini
adalah bahwa ia terlibat pada hampir semua pront perjuangan dan dakwah Rasulullah saw.
Ia juga banyak mendanai kegiatan perjuangan Rasulullah saw, bahkan untuk kasus perang
Tabuk dan pembangunan Masjid Nabawi di Madina, Abu Bakar menyumbang seluruh
harta miliknya.14 Dengan begitu, ia sangat dikenal sebagai sosok yang dermawan dan
menginfakkan sebagian besar hartanya di jalan Allah SWT. Dialah yang dimaksud dalam
firman Allah,

ْ ‫سيُ َجنَّبُ َها ْاْلَتْقَى الَّذ‬


‫ِي يُؤْ تِ ْي َمالَهٗ يَتَزَ ّٰكى‬ َ ‫َو‬
"dan akan dijauhkan darinya (neraka) orang yang paling bertakwa, yang
menginfakkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan (dirinya)”. QS Al-Lail : 17-
18.

b. Pembentukan Khalifah Abu Bakar

11
Syamruddin Nasution, “Sejarah Peradaban Islam”, (Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, 2013),
12
Rizem Aizid, “Sejarah Peradaban Islam Terlengkap”, (Yogyakarta: Diva Press, 2015), hlm. 186
13
Cyril Gasse, “The Concise Encyclopaedia of Islam, Ensiklopedi Islam”, Ringkasan, (penerjemah:
Ghufron A. Mas’adi) (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), cetakan kedua, 7.
14
Burhanuddin Yusuf, “Khilafah Rasyidah: Kajian Atas Makna, Fungsi Dan Sistem Suksesinya”,
Tafsere, 1 (2015), hal 120.

5
Setelah Nabi Muhammad saw wafat, umat Islam terjadi konflik yang kritis mengenai
siapakah pengganti Rasulullah SAW. Rasulullah SAW tidak menunjuk siapa-siapa yang
akan menggantikan Beliau, bahkan bagaimana memilih dan mencari sosok tersebut beliau
tidak memberikan petunjuk sama sekali. 15
Dalam menanggapi masalah ini para sahabat yang terbagi menjadi empat kelompok
(Kaum Anshor, Muhajirin, keluarga dekat Nabi/Ahlul Bait dan kelompok Aristokrat
Mekkah)7 berkumpul di Saqifah Bani Saidah untuk membicarakan dan bermusyawarah
tentang siapa yang akan memegang kepemimpinan umat.16 Bai‘at pertama ini disebut
bai‘at Saqifah karena persetujuan atau pernyataan setia ini dilakukan di Saqifah yang
dihadiri oleh para pemuka suku yang hadir saja. Baru keesokan harinya dilanjutkan dengan
al-Ba’iah al-‘Ammah (baiat umum) oleh umat Islam yang dilaksanakan di Masjid nabawi.
Pada baiat pertama di Saqifah terdapat beberapa orang sahabat yang tidak hadir
dikarenakan sibuk mengurusi jenazah nabi Muhammad. Mereka ini antara lain adalah
Zuber bin Awwam, dan beberapa pemuka bani Hasyim. Pada baiat kedua baru mereka
turut serta. Setelah dilantik menjadi khalifah, Abu Bakar memberikan pidato kenegaraan
yang berbunyi:
“Wahai sekalian manusia. Sekarang Aku telah memangku jabatan yang kalian
percayakan kepadaku. Padahal aku bukanlah orang yang terbaik di antara kalian.
Maka bila aku menjalankan tugasku dengan baik, ikutilah aku. Tetapi bila aku
berbuat salah, luruskanlah. Orang yang kalian nilai kuat, sebenarnya kuanggap
lemah. Adapun yang kalian pandang lemah adalah orang yang kuat dalam
pendapatku. Karena itu, aku akan mengambilkan haknya dari yang kuat, insya
Allah. Hendaknya kalian taat kepadaku, selama aku patuh kepada Allah dan
Rasulnya. Tetapi bila aku mengingkari Allah dan Rasul-Nya, maka janganlah
kalian taat kepadaku. Marilah kita menunaikan salat dan semoga Allah selalu
memberikan rahmat-Nya kepadamu”.5

Pidato kenegaraan Abu Bakar tersebut di atas, meskipun singkat tetapi mengandung
sejumlah nilai atau prinsip-prinsip tentang kepemimpinan yang amat penting.6 Pertama
adalah nilai amanah. Abu Bakar menganggap bahwa jabatan yang ia peroleh adalah suatu
amanah yang harus dilaksanakan dengan sepenuh hati. Kedua adalah adanya kebebasan
berpendapat atau apa yang dalam era modern ini dikenal dengan kebebasan pers, seperti
harapannya agar jika ia salah diluruskan. Atau dengan kata lain ia ingin ada semacam
lembaga kontrol yang di era sekarang ini menjadi ciri negara demokratis. Ketiga adalah
komitmen terhadap penegakan hukum (law inforsment), seperti tampak pada ucapannya

15
16
Darmawati, “Demokrasi Dalam Islam Suatu Tinjauan Fikih Siyasah”, (Makasar: Alaudin University
Press, 2013),

6
tentang orang kuat dan yang lemah. Keempat adalah prinsip kejujuran. Prinsip-prinsip
yang dikembangkan oleh Abu Bakar ini ternyata menjadi ciri-ciri yang di era sekarang
dikenal sebagai prinsip demokratis.17
Kekhalifahan Abu Bakar as Siddiq berlangsung selama dua tahun (11-13H/632-
634M). Keterpilihan Abu Bakar melewati proses musyawarah yang alot, antara kelompok
Muhajirin dan Ansar. Perdebatan ini dipicu oleh dua hal. Pertama, tidak adanya kejelasan
sistem politik dari Rasulullah sebagai pemegang otoritas keagamaan. Kedua, persaingan
kelompok sosial antara Muhajirin dan Ansar yang merasa memiliki hak yang sama atas
kepemimpinan umat Islam.18
Adapun faktor-faktor terpilihnya Abu Bakar antara lain:
1) Menurut pendapat umum yang ada pada zaman itu, seorang khalifah (pemimpin)
haruslah berasal dari suku Quraisy; pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi
Muhammad SAW yang berbunyi "al-aimmah min Quraisy" (kepemimpinan itu di
tangan orang Quraisy).
2) Sahabat sependapat tentang ketokohan pribadi Abu Bakar sebagai khalifah karena
beberapa keutamaan yang dimilikinya, antara ia adalah laki-laki dewasa pertama yang
memeluk Islam, ia satu-satunya sahabat yang menemani Nabi SAW pada saat hijrah
dari Makkah ke Madinah dan ketika bersembunyi di Gua Tsur, ia yang ditunjuk oleh
Rasulullah SAW untuk mengimami shalat pada saat beliau sedang uzur, dan ia
keturunan bangsawan, cerdas, dan berakhlak mulia.
3) Beliau sangat dekat dengan Rasulullah SAW, baik dalam bidang agama maupun
kekeluargaan. Beliau seorang dermawan yang mendermakan hartanya untuk
kepentingan Islam.14
c. Perkembangan Islam Sebagai Kekuatan Politik
Setelah Abu Bakar resmi dilantik sebagai khalifah, maka mulailah Abu Bakar
melaksanakan tugas-tugasnya sebagai khalifah bagi negara khilafah. Sebagai khalifah
pertama, Sistem pemerintahan yang dilakukan Abu Bakar tidak jauh beda dengan apa yang
pernah dilakukan oleh Rasulullah saw yaitu sistem pemerintahan secara terpusat (sentral).
Beliau termasuk orang yang sangat mencintai Rasulullah, sehingga apa yang dilakukan
dalam lingkup pemerintahan mengikuti apa yang pernah dilakukan oleh Nabi, bahkan

17
Katimin, “Politik Islam Study Tentang Azas, Pemikiran, Dan Praktik Dalam Sejarah Politik Umat
Islam”, (Medan: Perdana Publishing, 2017),
18
Ali, Kultur,

7
sangat hati-hati dalam bertindak sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi dan tidak
segan-segan untuk melakukan penolakan. 19
Adapun sistem pemerintahan dan kebijakan politik yang dilakukan Abu Bakar
sepeninggal Rasulullah yaitu:
1) Memerangi Nabi-Nabi Palsu, Kaum Ingkar Zakat, Dan Kaum Murtad Yang
Dinamakan Perang Riddah.
Memerangi Kaum Riddah, Nabi Palsu dan Orang yang Menolak Membayar
Zakat Pada masa awal kepemimpinannya Abu Bakar dihadapkan pada masalah Nabi
Palsu, kemurtadan dan orang yang tidak mau membayar zakat. Masalah Nabi palsu
merupakan masalah yang telah ada saat Rasul masih hidup, tapi tidak begitu
melakukan perlawanan yang cukup berarti kepada Rasul. Setelah wafatnya Rasul
mereka semakin menjadi-jadi dan mudah menyebarkan pengaruh kepada kaum
Muslimin yang belum mempunyai keimanan yang kokoh. Tokoh-tokoh seperti
Thulaihah di Bani Asad, Musailamah di Bani Hanifah dan di Yaman muncul Al Ansi
Dzil Khimar. Golongan murtad muncul karena adanya kaum Muslimin yang hanya
masuk Islam tidak secara sungguh-sungguh, mereka hanya masuk Islam karena pada
saat itu Islam yang berkuasa. Sehingga keimanan mereka mudah goyah dengan
wafatnya Rasul. Munculnya orang yang tidak mau membayar zakat juga merupakan
persoalan yang cukup rumit. Menurut mereka karena kaum Anshar dan Muhajirin
telah berselisih paham mengenai kedudukan Khalifah sebagai pengganti Rasulullah
SAW. Beliau sendiri tidak pernah mewasiatkan kepada siapapun untuk menggantikan
kedudukanya. Oleh karena itu, sangatlah layak bagi kita untuk menentukan jabatan
Khalifah bagi golongan mereka masing-masing. Keharusan untuk tunduk kepada Abu
Bakar atau orang lainya tidak terdapat dalam ketentuan Agama dan kitabullah. Kita
hanya diperintahkan untuk taat kepada orang-orang yang kita angkat untuk mengurusi
kita.11 Meski terjadi perbedaan pendapat di kalangan sahabat tentang tindakan yang
akan dilakukan dalam menghadapi kesulitan yang memuncak pada masa ini, kelihatan
kebesaran jiwa dan ketabahan hati Abu Bakar. Seraya bersumpah dengan tegas dia
menyatakan akan memerangi semua golongan yang menyimpang dari kebenaran
termasuk kaum Muslimin yang murtad.20

19
Suhaimi, Meretas,
20
Dedi, Sejarah Pemikiran,

8
2) Melakukan Ekspansi Keluar Dengan Mengutus Usamah Bin Zaid Bin Harithah
Memerangi Ghasani.
Mengirim Pasukan Usamah Pada masa Rasul masih hidup, beliau telah
memerintahkan Usamah untuk pergi berperang melawan Romawi. Tapi ditengah
perjalanan pasukan ini ke Romawi, mereka mendengar kabar bahwa Rasul telah wafat.
Akhirnya mereka mengurungkan niat untuk pergi berperang dan kembali ke Madinah.
Setelah Abu Bakar menjadi Khalifah beliau ingin meneruskan rencana Rasul untuk
mengirim pasukannya ke Romawi. Tapi hal ini sempat ditolak oleh Umar dengan
alasan kestabilan keamanan di Madinah. Akan tetapi Abu Bakar tetap tegas untuk
mengirim pasukan ini ke Romawi. Pasukan kaum Muslimin yang dipimpin oleh
Usamah berhasil mencapai kemenangan gemilang. Jumlah pasukan yang terbunuh tak
terkira banyaknya. Rampasan perang yang mereka sita juga tidak sedikit, disertai
sejumlah orang yang ditawan. 21
Adapun Abu Bakar juga melakukan perluasan wilayah. Pada tahap pertama,
Abu Bakar terlebih dahulu menaklukkan Persia dan pada tahap kedua, Abu Bakar
berupaya menaklukkan Kerajaan Romawi dengan membentuk empat barisan
pasukan.22
3) Pembukuan Al Qur’an
Ide mengenai pembukuan Al Qur’an berasal dari Umar. Ide ini muncul karena
keprihatinannya terhadap banyaknya penghafal Al Qur’an yang meninggal dunia
dalam perang Yamamah. Untuk mewujudkan idenya ini Umar melakukan dialog
dengan Abu Bakar karena beliaulah pemimpin tertinggi umat Islam pada saat itu. Pada
awalnya Abu Bakar tidak setuju dengan ide Umar dengan alasan karena Rasul tidak
pernah memerintahkan untuk membukukan Al Qur’an dan Abu Bakar tidak mau
melakukan perbuatan yang tidak dianjurkan oleh Rasul. Setelah terjadi dialog yang
cukup panjang akhirnya kahlifah Abu Bakar setuju dengan ide Umar. Untuk
merealisasikan program ini Khalifah Abu Bakar memanggil Zaid bin Tsabit untuk
mengumpulkan Al Qur’an. Pada awalnya Zaid juga tidak setuju dengan ide ini, dia
beralasan seperti yang disampaikan oleh Abu Bakar. Setelah ketiga orang ini
berdialog akhirnya diputuskan untuk membukukan Al Qur’an dan orang yang diberi
tugas untuk itu ialah Zaid bin Tsabit.

21
Dedi, Sejarah Pemikiran,
22
Taufikurrahman,Peradaban Islam Pada Masa Khulfaur Rasyidin,

9
4) Ghanimah
Berbicara tentang ghanimah, ghanimah adalah satu dari kebijakan keuangan
yaitu Baitul Mal. Abu bakar membentuk lembaga Bait al-Mal, semacam kas negara
atau lembaga keuangan. Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat
nabi yang digelari amin al-ummah (kepercayaan ummat). Selain itu didirikan pula
lembaga peradilan yang ketuanya dipercayakan kepada Umar bin Khattab.
Kebijaksanaan Abu Bakar dalam pembagian ghanimah yakni membagi sama
rata hasil rampasan perang (ghanimah) dan menyiapkan tempat khusus di rumahnya
yang berupa karung untuk menyimpan nya. Hal ini berlangsung hingga akhir masa
kekhalifahannya pada tahun 13 H (634 M).23
Timbul lah perbedaaan pendapat antara Abu Bakar dan Umar bin Khattab yang
menginginkan pembagian dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat. Alasan yang
dikemukakan Abu Bakar adalah semua perjuangan yang dilakukan atas nama Islam
akan mendapat balasan dari Allah SWT di akhirat..24
Terlepas dari kebijakan-kebijakan politik yang ditempuh Abu Bakar, faktanya
kebijakannya ini mampu menyelamatkan negara dari goncangan pemberontakan yang
sangat berbahaya. Ia meninggal dunia pada usia 63 tahun, tepatnya pada hari Senin 23
Agustus 624 M, setelah menderita sakit lebih kurang 15 hari. Ia menghembuskan
nyawanya setelah wasiatnya dibacakan kepada sahabat-sahabatnya. Salat jenazah
dipimpin oleh Umar, dan kemudian dikuburkan di rumah Aisyah, di samping makam nabi
Muhammad.25
Pada masa ini belum banyak yang dapat dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar
mengenai pengelolaan pemerintahan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya permasalahan
internal yang harus dihadapi. Bentuk pemerintahan pada masa Khalifah Abu Bakar masih
meneruskan seperti apa yang dilakukan oleh Rasul yaitu kekuasaan bersifat sentral
(eksekutif, legislatif dan yudikatif terpusat pada pemimpin tertinggi).26

23
Moh. Ahyar Maarif, “Baitul Mal Pada Masa Rasulullah Saw Dan Khulafaur Al-Rashidin”, Asy-
Syari’ah, 5, No. 2, (Juni, 2019). 41.
24
Darmawati, Demokrasi,
25
Katimin, Politik Islam,
26
Kurniawan, Dari Masa Klasik,

10
Peradaban Islam Pada Masa Umar Bin Khattab (13 – 24 H / 634 – 644 M)

Pengganti Abu Bakar adalah Umar Ibn Khattab, yang memerintah selama sepuluh
tahun (13-23H/634-644M). Terpilihnya Umar melalui penunjukkan khalifah sebelumnya
setelah berkonsultasi dengan beberapa sahabat senior. Keputusan Abu Bakar tidak dapat
dianggap sebagai bentuk otoritarianisme, tetapi merupakan solusi yang tepat berdasarkan
pengalaman politik sebelumnya. Terdapat kekhawatiran akan terjadi perpecahan internal di
kalangan umat islam, jika pengganti Abu Bakar dibiarkan mengambang di masyarakat. Oleh
karena itu keputusan Abu Bakar tetap dalam ranah syura, karena terlebih dahulu berkonsultasi
dengan sahabat senior di Madinah.27

a. Profil singkat Umar Bin Khattab


Umar lahir di Mekah dari Bani Adi salah satu rumpun suku Quraisy dengan nama
lengkap Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza. Keluarga Umar tergolong keluarga
kelas menengah, dia bisa membaca dan menulis yang pada masa itu merupakan sesuatu
yang jarang. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana dia menjadi juara gulat
di Mekkah.16 Keluarga Bani Adi juga dikenal mempunyai kecerdasan yang di atas rata-
rata masyarkat pada saat itu, sehingga keluarga ini terkenal di kalangan kaum Quraisy.
Kecerdasan Umar dimungkinkan dari pengaruh genologi keluarganya. Umar dikenal
sebagai tokoh yang gagah berani dan tegas. Dia memiliki kepribadian yang benar-benar
kuat, tetapi dengan kekuatanya yang besar itu dia bukanlah seorang yang tamak dan
serakah. Dia bukanlah orang yang ingin berkuasa dan memperbesar kemegahan dan
kekuasaan bila tidak ada alasan yang benar dan mendorongnya ke arah itu sedang dia
sendiri tidak menginginkanya. Karena Umar memiliki fitrah adil, menyampaikan hak-hak
kepada yang seharusnya, dan tetap menjauhi hal-hal yang dijauhi oleh orang-orang di
sekitarnya. Dibalik sikapnya yang keras tersebut dia memiliki sikap yang adil, penyayang,
antusias, cerdas, teguh iman, dan selalu sedia membela agamanya. Dia selalu siap
membela Rasul saat diserang oleh musuh-musuh Islam. 28
Umar adalah profilseorang pemimpin yang sukses, mujtahid (ahli ijtihad) yang
ulung, dan sahabat Rasulullah yang sejati. Ia meriwayatkanS2T hadits.17 Umar memiliki
12 anak, enam laki-laki dan enam perempuan. Merekh adalah Abdullah, Abdurahma n,
Zaid, Ubaidillah, Ashim, Iyyadh, Hafshah, Ruqayyah, Fathimah, Shafiyah, Zainab, dan
Ummu Walid.

27
Ali, Kultur
28
Kurniawan, Dari Masa Klasik,

11
Kesuksesannya dalam mengibarkan panji-panji Islam mengundang rasa iri dan
dengki di hati musuh-musuhnya. Salah seorang di antara mereka adalah Fairuz, Abu
Lu'lu'ah. Mantan pembantu Mughirah bin Syu'bah ini telah mengakhi,ri hidupnya dengan
cara yang amat tragis. Ia menikam Umar tatkala sedang memimpin shalat Subuh pada
Rabu 26 Dzulhilah 23H.18
Urnar wafat pada Ahad, dalam usia 63 tahun, persis seperti usia Nabi dan Abu Bakar
Ash-Shiddiq, setelah menjabat selama L0 tahun enam bulan dan empat hari. Sebelum
meninggal, ia sempat memilih enam orang sahabat Nabi sebagai formatur untuk
menentukan khalifah setelahnya. Mereka adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib,
Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqqash, Abdurahman bin Auf, dan Thalhah bin
Ubaidillah.29
b. Pembentukan Khalifah Umar Bin Khattab
Umar adalah calon tunggal khalifah Abu Bakar waktu sakit dan akan wafat setelah
bermusyawarah dengan para sahabat pilihannya. Ketika itu, dalam sakitnya Abu Bakar, ia
menunaikan suatu tugas yang sungguh mulia yang pernah dilakukan orang sesudah
Rasulullah saw. terhadap islam dan muslimin, yaitu penunjukan Umar bin Al-Khattab
sebagai khalifah.30
Pengangkatan Umar Ibnu Khattab menjadi Khalifah Menjelang wafatnya, atau 15
hari setelah mengalami sakit, Abu Bakar Siddik bermusyawarah dengan sejumlah sahabat
membincangkan tentang pergantian dirinya sebagai khalifah. Calon yang ditunjuk adalah
Umar bin Khattab. Jadi jika Abu Bakar terpilih sebagai khalifah dengan cara aklamasi,
maka Umar dipih berdasarkan penunjukkan penguasa sebelumnya dalam rapat terbatas.
Sahabat-sahabat yang diajak bermusyawarah secara terbatas oleh Abu Bakar adalah:
Abdur Rahman bin Auf, Usman bin Affan, Usaid bin Hudair al Ansari, Sa’id bin Zaid, dan
Talhah bin Ubaidillah. Setelah Abu Bakar yakin pilihannya disepakati oleh para sahabat
senior, Abu Bakar kemudian memanggil Usman bin Affan untuk mencatat wasiat atau
pesan tentang penggantiannya. Isi wasiat itu adalah bahwa setelah Abu Bakar wafat Umar
bin Khattab ditunjuk sebagai pemimpin umat dan kepala pemerintahan.
Mengenai proses pengangkatan Umar ini dapat diketahui lewat ath-Thabari.10
Dikatakan bahwa Abu Bakar memanggil Abdurrahman bin Auf seraya berkata: “Apa
pendapatmu tentang Umar?”. Dia menjawab, “Wahai khalifah Rasulullah, dia adalah laki-

29
Hepi, Sejarah Para Khalifah ,
30
Taha Husain, “Dua Tokoh Besar Dalam Sejarah Islam”, (Jakarta: PT. Midas Surya Grafindo, 1986),
117.

12
laki terbaik yang terlihat”. Kemudian Abu Bakar memanggil Utsman bin Affan, dan
berkata, “Apa pendapatmu tentang Umar?” Dia menjawab, “Demi Allah yang aku tahu
bahwa sisi dalamnya lebih baik daripada penampilan luarnya, dan bahwasanya tidak ada
di antara Kami yang dapat menyamainya.” Kemudian Abu Bakar memanggil sahabat yang
lainnya dan bermusyawarah dalam masalah ini. Setelah melihat bahwa mereka semua
sependapat dengannya dalam masalah ini, Abu Bakar mendiktekan kepada Usman bin
Affan surat wasiatnya yang tertulis sebagai berikut, “Dengan nama Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang.
Berdasarkan sumber lain disebutkan dalam riwayat Al-lalaka`y dari Utsman bin
Ubaid bin Abdullah bin Umar, dia berkata, “Sebelum ajal tiba, Abu Bakar memanggil
Utsman bin Affan, agar dia menulis surat wasiat yang akan didiktekannya. Sebelum Abu
Bakar selesai mendiktekan nama yang akan menggantikan kedudukannya, dia pingsan tak
sadarkan diri karena sakitnya. Ketika Abu Bakar siuman kembali, dia melihat dalam surat
itu sudah tertulis nama Umar bin Al-Khathab, maka Abu Bakar berkata,”Rupanya engkau
sudah menulis nama seseorang”. Utsman menjawab. “karena aku mengkhawatirkan
keadaanmu dan akau takut akan terjadi perpecahan. Maka kutulis nama Umar bin Al-
Khatthab” Abu Bakar berkata,”semoga Allah merahmatimu.andaikan engkau menulis
namamu sendiri, sebenarnya engkaupun layak.”
Ketika Abu Bakar meninggal dunia, ia mewasiatkan khilafah bagi Umar r.a dengan
mengumpulkan penduduk dimasjid Nabi saw., kemudian berkata kepada mereka: “Apakah
kalian menyetujui orang yang kutunjuk untuk menggantikan kedudukanku sepeninggalku?
Sesungguhnya aku, demi Allah telah bersungguh-sungguh berdaya upaya memikirkan
tentang hal ini, dan aku tidak mengangkat seseorang dari sanak keluargaku, tapi aku telah
menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantiku. Maka dengarlah dan taatlah
kepadanya”. Orang banyak pun berkata : “Samina wa athana” (“kami dengar dan kami
taat”).31
Penunjukan ini didasarkan beberapa pertimbangan. Pertama boleh jadi Abu Bakar
tidak ingin kasus setelah wafatnya Nabi umat Islam hampir mengalami konflik besar
karena persoalan suksesi. Oleh sebab itu, untuk menghindari potensi konflik serupa, Abu
Bakar menunjuk penggantinya secara definitif. Kedua, sebelum wafatnya Abu bakar, umat
Islam sedang bertempur melawan dua adikuasa. Inilah pertempuran yang paling besar,
paling sengit pada masa itu di dalam sejarah Islam. Dalam keadaan yang demikian,

31
Taufikurrahman,Peradaban Islam Pada Masa Khulfaur Rasyidin,

13
seandainya terjadi konflik kepemimpinan di pusat, tentu dapat mengganggu kosentrasi
pasukan yang sedang bertempur. Dalam hal ini dapat dipahami jika Abu bakar menunjuk
Umar sebagai penggantinya sebelum ia wafat, untuk menghindari konflik kepentingan
terkait tentang kekuasaan, bahkan antar elit-elit penguasa maupun antar suku-suku yang
ada pada masa itu. Berdasarkan hal ini secara politik strategi ataupun langkah yang
dilakukan Abu Bakar ini cukup berarti dalam menopang stabilitas negara maupun gaung
kebesaran negara di mata dunia. Setelah dibaiat Umar memakai gelar Amîr alMukmin
(pemimpin orang beriman).32
c. Perkembangan Islam Sebagai Kekuatan Politik
Adapun yang telah dilakukan oleh Umar selama menjabat sebagai khalifah
antara lain sebagai berikut:
1) Pembentukan Majelis Permusyawaratan dan Dewan Pertimbangan
Semasa pemerintahan Umar telah dibentuk dua badan penasehat. Badan
penasehat yang satu merupakan sidang umum atau majelis permusyawaratan yang
diundang bersidang bila negara menghadapi bahaya.18 Sifatnya insidental dan
melibatkan banyak orang yang mempunyai kompetensi akan masalah yang sedang
dibicarakan. Sedang yang satu lagi adalah badan khusus yang terdiri dari orang-
orang yang integritasnya tidak diragukan untuk diajak membicarakan hal rutin dan
penting. Bahkan masalah pengangkatan dan pemecatan pegawai sipil serta lainnya
dapat dibawa ke badan khusus ini, dan keputusannya dipatuhi.
2) Pembentukan Lembaga Peradilan yang Independent.
Selama masa pemerintahan Umar diadakan pemisahan antara kekuasaan
pengadilan dan kekuasaan eksekutif. Pemisahan wewenang ini menghidupkan
check and balance antara eksekutif yang melaksanakan pemerintahan dengan
lembaga peradilan sebagai ujung tombak penegakkan hukum. Dengan sistem ini
eksekutif tidak dapat mengintervensi keputusan dan proses hukum yang sedang
berjalan, hingga jauh dari budaya korupsi, kolusi dan nepotisme.
3) Sistem Monitoring dan Kontroling Pemerintah Daerah
Wilayah kedaulatan umat Islam yang semakin meluas mengharuskan Umar
bin Khattab sebagai khalifah melakukan monitoring dan kontroling yang baik
terhadap gubernur-gubernurnya. Sebelum diangkat seorang gubernur harus
menandatangani pernyataan yang mensyaratkan bahwa “Dia harus mengenakan

32
Katimin, Politik Islam,

14
pakaian sederhana, makan roti yang kasar, dan setiap orang yang ingin mengadukan
suatu hal bebas menghadapnya setiap saat.”
4) Pembentukkan Lembaga Keuangan (Baitul Mal)
Ia membentuk “Diwan” (departemen keuangan) yang dipercayakan
menjalankan administrasi pendapatan negara. Kas negara dipungut dari zakat,
Kharaj dan jizyah. Zakat atau pajak yang dikenakan secara bertahap terhadap
Muslim yang berharta. Kharaj atau pajak bumi dan Jizyah atau pajak perseorangan.
Pajak yang dikenakan pada orang non Muslim jauh lebih kecil jumlahnya dari pada
yang dibebankan pada kaum Muslimin.
Umar bin Khattab menetapkan pajak bumi menurut jenis penggunaan tanah
yang terkena. Ia menetapkan 4 dirham untuk satu Jarib gandum. Sejumlah 2 dirham
dikenakan untuk luas tanah yang sama tapi ditanami gersb (gandum pembuat ragi).
Padang rumput dan tanah yang tidak ditanami tidak dipungut pajak. Menurut
sumber-sumber sejarah yang dapat dipercaya, pendapatan pajak tahunan di Irak
berjumlah 860 juta dirham. Jumlah itu tak pernah terlampaui pada masa setelah
wafatnya Umar.33
5) Kebijakan Politik Kenegaraan
Umar mulai melakukan perluasan wilayah dengan cara melakukan penyerangan
kepada negeri yang dulu masih dikuasai non Muslim. Keadaan bala tentara Islam
telah jauh lebih kuat dari pada laskar bangsa Romawi yaitu setelah mereka
mendapat kemenangan yang gemilang pada pertempuran Ajnadan. Umar
mengirimkan pasukan untuk menyerbu Persia di bawah kepemimpinan panglima
Sa’ad Abi Waqash. Pasukan ini berhasil merebut Persia dari tangan kerajaan
keluarga Sasan yang sudah berkuasa kira-kira 4 abad lamanya.
Setelah perang ini ekspansi Islam terus berjalan hingga dapat menguasai Mesir,
Iskandariah, Akka, Yaffa, Kizzah, dan lain sebagainya. Umar dikenal sebagai
Khalifah yang menerapkan Negara Modern atau Daulah Islamiyah. Dia membagi
negara terdiri dari provinsi-provinsi yang berotonomi penuh. Kepala pemerintahan
provinsi bergelar Amir (gubernur), disetiap provinsi tetap berlaku adat kebiasaan
setempat selama tidak bertentangan dengan aturan pusat. 34

33
Ali, Kultur,
34
Kurniawan, Dari Masa Klasik,

15
Kebijakan Umar yang dianggap monumental selain ekspansi adalah mendirikan
sebuah sistem administrasi pemerintahan. Umar membagi wilayah negara menjadi
sejumlah Propinsi. Masing-masing propinsi ini diketuai oleh seorang gubernur
(wali atau amîr), yakni: Gubernur Makkah, Madinah, Jazirah, Basrah, Mesir, dan
Palestina. Seorang penguasa propinsi (wali) juga seorang panglima militer
sekaligus sebagai imam agama. Mereka bertanggungjawab langsung kepada
khalifah. Masing-masing propinsi terdiri dari distrik-distrik (Kabupaten) yang
dikepalai oleh seorang ‘amil. Umar juga mendirikan majelis Syuro/penasehat
(MPR). Selain itu ia juga mendirikan suatu lembaga keuangan yang disebut dengan
“Diwan”.Diwan ini ada dari tingkat pusat hingga daerah untuk mengoptimalkan
pendapatan negara.
Dari sisi sifat pemerintahannya, sistem kenegaraan hingga pada masa Umar ini
masih murni pemerintahan militer. Dalam sistem ini setiap muslim Arab adalah
tentara. Akan tetapi pada saat yang bersamaan, Umar juga telah menerapkan apa
yang pada era modern disebut dengan demokrasi. Unsur-unsur demokrasi yang
penting seperti kebebasan, penghargaan terhadap HAM, kontrol terhadap
pemerintahan oleh rakyat, kebebasan, keadilan, dan penentuan kepala daerah
berdasarkan pemilihan. Prinsip-prinsip demokrasi ini diterapkan yang kadang-
kadang juga disesuaikan dengan kondisi-kondisi khas wilayah Arab pada masa itu.
Bukti dari hal ini adalah bahwa Umar membentuk dua lembaga penasehat. Lembaga
penasehat yang pertama seperti majelis umum yang melakukan sidang-sidang
terkait dengan kepentingan yang bersifat umum. Lembaga penasehat kedua bersifat
khsus yakni yang penting-penting saja, seperti masalah pengangkatan dan
pemecatan pejabat negara. Selain itu, setiap warga negara memiliki satu suara
dalam pemerintahan negara.
6) Kebijakan Ekonomi (Ghanimah)
Pendapatan negara pada masa Umar ini adalah Zakat, Jizyah, Kharaj,
Ghanimah, dan Fay’. Selain itu khalifah Umar juga menetapkan sumber pendapatan
negara dari al-Usyr (1/10) yang dipungut dari tanah perkebunan yang luas, pajak
perniagaan dari para saudagar non muslim, dan zakat kuda. Sumber pendapatan
negara tersebut selain digunakan untuk kepentingan umum, juga digunakan untuk
masyarakat kecil, untuk keluarga, dan kerabat nabi, serta kesejahteraan pasukan.
Adapun penjelasan detail tentang ghanimah, Menurut Muhammad Rawwas,
ghanimah adalah harta yang dirampas dari orang-orang Islam dari tentara kafir
16
dengan jalan perang. Ghanimah merupakan hal-hal yang dirampas oleh orang-orang
Islam dari tentara kafir; tanah, tawanan perang (laki-laki, perempuan, anak-anak),
dan harta yang dapat dipindah-pindah (kuda, dirham, pedang, dan sebagainya).
Harta rampasan tersebut diperoleh dari orang-orang kafir oleh orang-orang Islam
didapatkan setelah melalui pertempuran antara tentara Islam dengan tentara kafir.
Dalam ekspansi besar-besaran yang dilakukan Umar, sebagai contoh ketika
menaklukkan Negeri Syam sehingga banyak ghanimah yang didapatkan oleh
orang-orang Islam.
Inilah yang menjadi persoalan mendasar umar mengambil kebijakan dalam
pembagian ghanimah.
Pembagian ghanimah terbagi menjadi tiga macam, antara lain:
1) Shafi yaitu harta rampasan yang dipilih oleh kepala Negara, harta ini tidak boleh
dibagi-bagikan.
2) Seperlima dari shafi dibagikan, seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil (QS. al-Anfal 41). Setelah
Rasul wafat, Abu Bakar menghentikan bagian Rasul dan kerabat Rasul,
menggantikannya ke fakir miskin. Demikian ini, diikuti oleh Umar dan
membagikan kepada fakir, miskin, dan ibnu sabil.
3) Empat perlima dibagikan kepada tentara yang ikut berperang.35

35
Ali Ridlo, “Kebijakan Ekonomi Umar Bin Khattab”, Al-Adl, 6 (Juli, 2013),

17
Kesimpulan

Masa Khulafur Rasyidin ini sebagai kekhilafahan pertama dalam Islam. Seuatu masa
yang dapat menjadi contoh terbaik dalam pembentukan sistem politik Islam. Al-Khulafa al-
Rasyidun merupakan pemimpin islam dari kalangan sahabat nabi muhammad saw serta sosok
pengganti kedudukan nabi Muhammad saw sebagai pemimpin negara. Adapun khulafaur
rasyidin pada makalah ini yakni abu bakar al-shiddiq dan umar bin khattab. Kedua khalifah
tersebut memiliki perbedaan dari pengankatan sebagai khalifah, sistem kebijakan dan
pemerintahan yang berbeda, namun memiliki ciri khas kepimpinan tersendiri.

Masa pemerintahan Abu bakar. Abu Bakar yang ditunjuk menjadi khalifah pengganti
Nabi berdasarkan musyawarah yang diadakan di Tsaqifah bani Sa’idah antara orang Anshar
dengan orang Muhajirin mendapat bai’at dari mayoritas umat Islam, tetapi tidak dari Ali bin
Abi Thalib kecuali enam bulan kemudian. Penunjukan Abu Bakar sebagai khalifah dapat
menyelamatkan umat Islam dari krisis yang sangat genting karena munculnya orang murtad,
Nabi palsu dan yang enggan membayar zakat, Abu Bakar bertindak tepat memerangi mereka
sampai kembali kepada kebenaran. Itu sebabnya Abu Bakar dikenal sebagai khalifah
penyelamat Negara Islam. Kemudian dalam kebijakan pembagian ghanimah, membagi sama
rata hasil rampasan perang (ghanimah) dan menyiapkan tempat khusus di rumahnya yang
berupa karung untuk menyimpan nya.

Masa pemerintahan Umar bin Khathab yang dipilih sebagai khalifah pengganti Abu
Bakar melakukan pembenahan administrasi Negara, membentuk lembaga kehakiman, Baitul
Mal, lembaga kepolisian, lembaga pertahanan Negara dan memperluas wilayah Islam ke fron
timur dan barat. Sehingga dia dikenal sebagai khalifah yang sukses mebenahi administrasi
pemerintahan Islam. Khalifah Abu bakar diangkat menjadi khalifah atas dasar pemufakatan
dan musyawarah para pemuka-pemuka kaum muslimin dan disetujui oleh jamaah muslimin,
tanpa ada peninggalan calon dari Rasul, Umar menjadi khalifah kedua atas pencalonan abu
bakar yang segera juga mendapat persetujuan umat. Kemudian dalam pembagian ghanimah,
Pembagian ghanimah terbagi menjadi tiga macam, antara lain:

1. Shafi yaitu harta rampasan yang dipilih oleh kepala Negara, harta ini tidak boleh dibagi-
bagikan.
2. Seperlima dari shafi dibagikan, seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil (QS. al-Anfal 41). Setelah Rasul wafat, Abu

18
Bakar menghentikan bagian Rasul dan kerabat Rasul, menggantikannya ke fakir miskin.
Demikian ini, diikuti oleh Umar dan membagikan kepada fakir, miskin, dan ibnu sabil.
3. Empat perlima dibagikan kepada tentara yang ikut berperang

19
Daftar Pustaka

Al-Usairy, Ahmad. (1999). Sejarah Islam Sejak Nabi Adam Hingga Abad XX. Riyadh: Akbar.

Bastoni, Hepi Andi. (2008). Sejarah Para Khalifah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Darmawati, (2013). Demokrasi Dalam Islam Suatu Tinjauan Fikih Siyasah. Makasar: Alaudin
University Press.

Gasse, Cyril. (1999). The Concise Encyclopaedia of Islam, Ensiklopedi Islam. Ringkasan,
(penerjemah: Ghufron A. Mas’adi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Husain, Taha (1986). Dua Tokoh Besar Dalam Sejarah Islam. Jakarta: PT. Midas Surya
Grafindo.

Katimin. (2017). Politik Islam Study Tentang Azas, Pemikiran, Dan Praktik Dalam Sejarah
Politik Umat Islam. Medan: Perdana Publishing.

Muh. Alif Kurniawan dan Rochanah (eds). (2014 ). Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam:
Dari Masa Klasik, Tengah, Hingga Modern. Yogyakarta: Qaulun Pustaka.

Nasution, Syamruddin. (2013). Sejarah Peradaban Islam. Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau.

Ridlo, Ali. Kebijakan Ekonomi Umar Bin Khattab, Al-Adl, 6 (Juli, 2013)

Rizem Aizid. (2015). Sejarah Peradaban Islam Terlengkap. Yogyakarta: Diva Press.

Sodiqin, Ali “Kultur Politik Islam Dalam Lintasan Sejarah”, Mazhabuna, 1 (October, 2017)

Suhaimi, “Meretas Sistem Pemerintahan Islam Dalam Lintas Sejarah”, Yustisia, 20 (Mei,
2019), 61.

Suis, “Problematika Politik Islam: Antara Idealitas dan Realitas Perspektif Muhammad Said
Al-'Asmawi”, Al-Daulah, 1, (April, 2011)

Taufikurrahman, Mohammad Usman, “Peradaban Islam Pada Masa Khulfaur Rasyidin”,


Pancawahana, 15 (Desember, 2020)

Yusuf, Burhanuddin Khilafah Rasyidah: Kajian Atas Makna, Fungsi Dan Sistem Suksesinya.
Tafsere, 1 (2015)

Maarif, Moh. Ahyar. “Baitul Mal Pada Masa Rasulullah Saw Dan Khulafaur Al-Rashidin”,
Asy-Syari’ah, 5, No. 2, (Juni, 2019).

20

Anda mungkin juga menyukai