Anda di halaman 1dari 20

Makalah Telaah Kurikulum

KURIKULUM TERSEMBUNYI DAN


PEMBENTUKKAN KARAKTER

Oleh:

Kelompok 8

Ade Ayu Nandini 4153121001


Agus Lila Wati 4152121001
Chatarina Ms Purba 4153121009

Fisika Dik A 2015

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ Kurikulum Tersembunyi dan Pembentukkan Karakter “ dengan tepat
waktu. Tugas ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas wajib dari mata kuliah
Telaah Kurikulum.
Ucapan terimakasih kepada dosen pengampu yang telah membantu dan
membimbing serta kepada teman-teman yang terkait dalam penyusunan makalah
ini, sehingga makalah ini dapat selesai dengan tepat waktu.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari dosen dan seluruh pembaca, agar dapat
dijadikan pedoman perbaikan untuk penyusunan makalah selanjutnya.

Medan, 25 April 2018

Peyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 1

C. Tujuan Penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pembentukkan Karakter 3

B. Keteladanan Guru 5

C. Hubungan Guru dan Siswa 6

D. Proses Pembelajaran 8

E. Menumbuhkan Pendidikan Kritis 9

F. Kode Etik Peserta Didik 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 17

B. Saran 17

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan karakter memiliki makna penting bagi kehidupan manusia.
Hal ini dikarenakan dengan pendidikan karakter manusia akan mampu bersifat
humanis. Akan tetapi tidak sedikit gejala yang tampak dalam kehidupan sehari-
hari adalah terjadinya kecenderungan semakin terkikisnya sifat-sifat kemanusiaan
dalam diri manusia, yakni terjadi proses dehumanisasi yang demikian pesat. Hal
ini menjadi perhatian besar bagi para pendidik untuk mensukseskan pendidikan
karakter bagi peserta didik.
Pendidikan karakter yang menggunakan pendekatan komprehensif dan
holistik yang terintegrasi kedalam setiap aspek kehidupan sekolah, hal tersebut
mempengaruhi pendefinisian tentang apa itu kurikulum. Kegagalan pendidikan
dalam membentuk manusia berkarakter baik salah satunya karena kurang adanya
keseimbangan pengembangan antara programmed curriculum dengan hidden
curriculum.
Kegiatan dalam kurikulum tersembunyi merupakan kegiatan satuan
pendidikan yang bersifat umum dan tidak terkait langsung pada suatu mata
pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai kebutuhan,
potensi, bakat, dan minat mereka. Dengan begitu, aktivitas tersebut diharapkan
mempunyai kontribusi berarti bagi kesuksesan peserta didik disekolah khususnya
bagi keberhasilan pendidikan karakter.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud pembentukkan karakter ?
2. Bagaimana keteladanan guru ?
3. Bagimana hubungan guru dan siswa?
4. Bagaimana proses pembelajaran
5. Bagaimana menumbuhkan pendidikan kritis ?
6. Apa sajakah kode etik peserta didik ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui pendidikan karakter.
2. Mengetahui keteladanan guru .
3. Mengetahui hubungan guru dan siswa.

1
4. Mengetahui proses pembelajaran.
5. Memahami cara menumbuhkan pendidikan kritis .
6. Mengetahui kode etik peserta didik .

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pendidikan Karakter


Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong,
berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha
Esa berdasarkan Pancasila.Pendidikan karakter berfungsi untuk:

1. mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan


berperilaku baik
2. memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur

2
3. meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup
keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah,
dunia usaha, dan media massa.

Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada


pembentukan nilai-nilai karakter pada anak didik. Ada empat ciri
dasar Pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang pencetus pendidikan
karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster:
1. Pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap
nilai normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada dan
berpedoman pada norma tersebut.
2. Adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian,
dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan
tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali
menghadapi situasi baru.

3. Adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan


dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak
didik mampu mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh
desakan dari pihak luar.

4. Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam
mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar
penghormatan atas komitmen yang dipilih.

Pendidikan karakter penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan


karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan karakter berkualitas
bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan,
kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan sebagainya.Pendidikan
karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan
kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan.
Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata
kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan

3
kemampuan teknis dan kognisinyan (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan
mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan
metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Selain itu, di
lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar juga sebaiknya diterapkan
pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia nan unggul
akan dilahirkan dari sistem pendidikan karakter.
Tidak sedikit, masyarakat pada umumnya mengasosiasikan istilah
karakter dengan apa yang disebut dengan temperamen, dalam artian unsur
psikososial yang terkait dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Sehingga
dapat diistilahkan bahwa karakter ini dengan kepribadian. Kepribadian sendiri,
merupakan ciri, karakteristik atau gaya dan sifat khas pada diri seseorang yang
bersumber dari bentukan lingkungannya, misal keluarga pada masa kecil,
lingkungan pergaulan atau bawaan seseorang sejak lahir .

Adapun pembentukan karakter adalah sebuah kondisi dinamis yang


melekat pada diri individu, bukan hanya berhenti pada sifat kodratinya,
melainkan merupakan usaha untuk terus berkembang menjadi individu yang lebih
baik .

Dua dimensi pertumbuhan ketika pembentukan karakter diletakkan dalam


konteks lembaga pendidikan. Dua dimensi pertumbuhan itu mencakup
pertumbuhan individu yang bersifat ke dalam dan yang bersifat keluar. Pertama,
pertumbuhan individu ke dalam, mengarah pada pengembangan kemampuan
transendental individu secara moral dan spiritual. Kedua, pertumbuhan individu
yang terarah keluar, menjangkau yang lain. Kaitannya dengan hal ini, artinya
setiap individu tidaklah hidup menyendiri, melainkan bersama dengan manusia
lainnya dalam konteks komunitas pendidikan. Sehingga, pembentukan
karakternya pengaruh dari proses sosial.

2.2 Keteladanan Guru


Dalam proses pembelajaran, keteladanan guru memiliki peran penting
dalam mensukseskan keberhasilan. Mendidik tidak hanya sekedar memenuhi
prasyarat administrasi dalam proses pembelajaran, tetapi perlu totalitas. Artinya

4
ada keseluruhan komponen yang masuk di dalamnya. Lebih khusus lagi adalah
kepribadian seorang guru.
Kepribadian seorang guru sangatlah penting terutama di dalam
mempengaruhi kepribadian siswa. Karena guru memiliki status seseorang yang di
anggap terhormat dan patut di contoh, maka keteladanan guru menjadi penting.
Selain itu, guru adalah seorang pendidik. Pendidikan itu sendiri memiliki arti
menumbuhkan kesadaran kedewasaan.

Profesi guru adalah profesi yang sangat mulia.Risalah yang diemban guru
sangat agung.Seorang guru harus memiliki bekal dan persiapan agar dapat
menjalankan profesi dan risalahnya. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan
bagi seorang guru dan dibutuhkan dalam proses belajar mengajar, yakni sebagai
berikut: Menguasai materi pelajaran dengan matang melebihi siswa-siswanya dan
mampu memberikan pemahaman kepada mereka secara baik. Guru harus
memiliki kesiapan alami (fitrah) untuk menjalani proses mengajar, seperti
pemikiran yang lurus, bashirah yang jernih, tidak melamun, berpandangan jauh
ke depan, cepat tanggap, dan dapat mengambil tindakan yang tepat pada saat-saat
kritis. Guru harus menguasai cara-cara mengajar dan menjelaskan. Dia mesti
menelaah buku-buku yang berkaitan dengan bidang studi yang
diajarkannya.Sebelum memasuki pelajaran, guru harus siap secara mental, fisik,
waktu dan ilmu (materi).Maksud kesiapan mental dan fisik adalah tidak mengisi
pelajaran dalam keadaan perasaan yang kacau, malas ataupun lapar.Kesiapan
waktu adalah dia mengisi pelajaran itu dengan jiwa yang tenang, tidak
menghitung tiap detik yang berlalu, tidak menanti-nanti waktu usainya atau
menginginkan para siswa membaca sendiri tanpa diterangkan maksudnya, atau
menghabiskan jam pelajaran dengan hal-hal yang tidak ada gunanya bagi
siswa.Sedangkan maksud kesiapan ilmu adalah dia menyiapkan materi pelajaran
sebelum masuk kelas. Dia menyiapkan apa yang dikatakannya. Sebiasa mungkin,
dia menghindari spontanitas dalam mengajar jika tidak menguasai materinya.

2.3 Hubungan Guru dan Siswa


Salah satu ciri dari sebuah profesi adalah adanya kode etik yang menjadi
pedoman bersikap dan berperilaku bagi para penyandang profesi yang
bersangkutan. Berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005, secara tegas

5
dinyatakan bahwa guru adalah tenaga profesional yang berkewajiban untuk
senantiasa menjunjung tinggi Kode Etik Guru, agar kehormatan dan martabat
guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalannya dapat terpelihara. Kode Etik
Guru berisi seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan
tugas dan layanan profesional guru, sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan,
sosial, etika dan kemanusiaan.
Tugas utama guru adalah berusaha mengembangkan segenap potensi
siswanya secara optimal, agar mereka dapat mandiri dan berkembang menjadi
manusia-manusia yang cerdas, baik cerdas secara fisik, intelektual, sosial,
emosional, moral dan spiritual. Sebagai konsekuensi logis dari tugas yang
diembannya, guru senantiasa berinteraksi dan berkomunikasi dengan siswanya.
Dalam konteks tugas, hubungan diantara keduanya adalah hubungan profesional,
yang diikat oleh kode etik. Berikut ini disajikan nilai-nilai dasar dan operasional
yang membingkai sikap dan perilaku etik guru dalam berhubungan dengan siswa,
sebagaimana tertuang dalam rumusan Kode Etik Guru Indonesia (KEGI):
1. Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
2. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan
mengamalkan hak-hak dan kewajiban sebagai individu, warga sekolah,
dan anggota masyarakat.

3. Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara


individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.

4. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya


untuk kepentingan proses kependidikan.

5. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus


berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah
yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien
bagi peserta didik.

6
6. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih
sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar
batas kaidah pendidikan.

7. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang


dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.

8. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk


membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan
kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.

9. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali


merendahkan martabat peserta didiknya.

10. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara
adil.

11. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi
kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.

12. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh
perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.

13. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta


didiknya dari kondisi – kondisi yang menghambat proses belajar,
menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.

14. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-
alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum,
kesehatan, dan kemanusiaan.

15. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya


kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial,
kebudayaan, moral, dan agama.

7
16. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional
dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan
pribadi.

6.4 Proses Pembelajaran


Suatu proses pembelajaran akan dikatakan berhasil apabila diawali dengan
perencanaan yang sangat matang , maka setengah keberhasilan sudah tercapai,
setengahnya lagi terletak pada pelaksanaan. Perencaan pembelajaran pada
mulanya merupakan suatu ide dari orang yang merancangnya. Tentang bentuk-
bentuk pelaksanaan proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Untuk
mengkomunikasikan ide tersebut, diwujudkan dalam pelaksanaan, yaitu dalam
proses pembelajaran.
Untuk dapat melaksanakan tugas profesionalnya dengan baik, calon guru
harus memiliki empat standar kompetensi yaitu kompetensi pedagogis,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Perencanaan pembelajaran diharapkan dapat menjadi bekal para calon guru
tentang aspek yang terkait kurikulum dan pembelajaran. Dalam sistem pendidikan
nasional ada tiga komponen utama yakni peserta didik, guru , dan kurikulum.
Dalam proses belajar mengajar, ketiga komponen memiliki hubungan yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lainnya.

Melalui proses belajar dan mengajar di sekolah formal diharapkan karakter


siswa terbangun. Baik melalui proses belajar maupun interaksi antar civitas
akademika. Tetapi jika diamati dan disadari, ternyata dari sekian waktu interaksi
antara guru dan peserta didik, yang terjadi adalah proses transfer ilmu
pengetahuan, bukanlah proses pembentukan karakter yang utuh.
Satuan pendidikan merupakan sektor utama yang secara optimal
memanfaatkan dan memberdayakan semua lingkungan belajar yang ada untuk
menginisiasi, memperbaiki, menguatkan, dan menyempurnakan secara terus
menerus pendidikan karakter di satuan pendidikan. Pendidikanlah yang akan
melakukan upaya sungguh-sungguh dan senantiasa menjadi garda depan dalam
pembentukan upaya karakter manusia Indonesia yang sesungguhnya.
Pengembangan karakter dibagi menjadi empat pilar, yaitu :

8
1. Kegiatan belajar mengajar di kelas
2. Kegiatan keseharian dalam bentuk pengembangan budaya satuan pendidikan
3. Kegiatan ko-kurikuler atau ekstrakurikuler
4. Kegiatan keseharian di rumah dan masyarakat.
Pendidikan karakter dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan integrasi dalam semua mata
pelajaran. Bagi mata pelajaran PKN dan Agama, karakter dikembangkan sebagai
dampak pembelajaran dan juga dampak pengiring. Selain itu, mata pelajaran
lainnya wajib mengembangkan rancangan pembelajaran pendidikan karakter yang
diintegrasikan ke dalam kegiatan mata pelajaran sehingga memiliki dampak
pengiring bagi berkembangnya karakter dalam peserta didik.
Lingkungan satuan pendidikan perlu dikondisikan agar lingkungan fisik
dan sosial kultural satuan pendidikan memungkinkan para peserta didik bersama
dengan warga satuan pendidikan lainnya terbiasa membangun kegiatan keseharian
di satuan pendidikan yang mencerminkan perwujudan karakter yang dituju. Pola
ini ditempuh dengan melakukan pembiasaan dengan pembudayaan aspek-aspek
karakter dalam kehidupan keseharian di sekolah dengan pendidik sebagai teladan.

2.5 Menumbuhkan Pendidikan Krirtis


Pendidikan merupakan pimpinan dan bimbingan bagi peserta didik.
Pendidikan menjadikan prosesnya harus berjalan dengan kebijakan “Learning
Process Skill” daripada “Learning Concept”. Pada pendekatan proses akan
ditandai dengan kurikukulum yang student centered, bukan teacher centered.
Peran guru lebih sebagai fasilitator, mediator, dinamisator, organisator, dan
katalisator yang bekerja keras untuk memberlakukan “dialog” sebagai ruh yang
mendasari hidupnya proses pendidikan, serta tidak mencoba menerapkan sikap
“anti dialog” di dalamnya.Tiga proses pendidikan ideal di atas memungkinkan
munculnya sikap kritis (prise conscience) pada peserta didik, di mana persepsi
terhadap siswa tidak lagi ia pandang sebagai “cawan” (yang pasif dan dituangi air
ke dalamnya), tetapi sebagai subjek yang belajar dan bersama-sama dengan subjek
yang mendidik untuk selalu berada dalam derap pencarian makna sesuatu
kebenaran.

Paradigma pendidikan semacam ini sering disebut sebagai pendidikan


“produksi kesadaran kritis”. Lebih lanjut, hasil dari proses pendidikan adalah

9
kesadaran kelas, kesadaran gender, maupun kesadaran kritis lainnya. Oleh karena
itu, pendidikan lebih merupakan pembebasan manusia. Pendidikan merupakan
sarana memproduksi kesadaran untuk mengembalikan kemanusiaan manusia.
Pendidikan kritis merupakan media untuk resistensi dan aksi sosial yang tidak
dapat dipisahkan. Pendidikan merupakan bagian dari proses transformasi sosial,
maka pendidikan kritis merupakan proses perjuangan polotik.

Dalam perspektif kritis, proses pendidikan merupakan proses refleksi


dalam aksi (praksis) terhadap seluruh tatanan dan relasi sosial dari sistem dan
struktur sosial, dan bagaimana peranya dan cara kerjanya dalam mengembangkan
ketidakadilan dan ketidaksetaraan sosial. Oleh karena tugas utama pendidikan
adalah menciptakan ruang agar sikap kritis terhadap sistem dan struktur yang
diskriminatif terhadap kaum tertindas, kemudian bagaimana melakukan proses
dekonstruksi dan aksi praktis maupun strategis menuju sistem sosial yang sensitif
dan non-diskriminatif. Melihat dasar filosofis dari pendidikan kritis di atas, maka
selanjutnya ada 3 (tiga) ciri pokok pendidikan kritis.

1. Belajar dari realitas atau pengalaman; yang dipelajari bukan ajaran (teori,
pendapat, kesimpulan, wejangan, nasihat, dan seterusnya) dari seseorang, tetapi
keadaan nyata masyarakat atau pengalaman seseorang atau sekelompok orang
yang terlibat di atas keadaan nyata tersebut. Akibatnya, tidak ada otoritas
pengetahuan seorang yang lebih tinggi dari lainnya. Keabsahan pengetahuan
seorang ditentukan oleh pembuktiannya dalam realitas tindakan/pengalaman
langsung, bukan pada retorika atau kepintaran omong-nya.
2. Tidak menggurui; karena itu tidak ada guru dan tidak ada murid yang digurui,
semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan ini adalah guru sekaligus
murid pada saat yang bersamaan.
3. Dialogis; proses berlangsungnya belajar mengajar bersifat komunikasi dalam
berbagai bentuk kegiatan (diskusi, kelompok bermain, dan sebagainya), dan
media (peraga, grafik, audio-visual, dan sebagainya) yang lebih
memungkinkan terjadinya dialog kritis antara semua orang yang terlibat dalam
proses pelatihan tersebut.
Paradigma pendidikan kritis adalah sangat berbeda dengan paradigma
pendidikan yang telah disebut sebelumnya. Paradigma Pendidikan kritis (critical

10
pedagogy), yang kemudian disebut pendidikan kritis saja, merupakan mazhab
pendidikan yang menyakini terdapatnya muatan politik dalam semua aktivitas
pendidikan.Pendidikan ini memiliki orientasi yang berbeda dengan madzab
pendidikan konsevativ dan liberal. Meskipun pendidikan kritis sama-sama berasal
dari liberalisme barat, tetapi sikapnya lebih tajam tentang kedudukan individu dan
fungsi kebudayaan masyarakat.
Pendidikan kritis berupaya memberdayakan kaum tertindas dan
mentransformasikan ketidakadilan sosial yang terjadi di masyarakat melalui
media pendidikan. Visi pendidikan kritis berlandaskan pada suatu pemahaman
bahwa pendidikan tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial, kutural, ekonomi,
dan politik yang lebih luas. Institusi pendidikan tidaklah bersifat netral,
independen, dan bebas dari pelbagai kepentingan, tetapi pada dasarnya merupakan
ajang pertarungan dari berbagai kepentingan antara pengetahuan, kekuasaan dan
ideologi. Berbagai kepentingan itulah yang akan membentuk dan mempengaruhi
subyektifitas peserta didik. Ketika pendidikan berwajah ideologi ekonomi
kapitalis maka peserta didik pemikiran dan subyektifitasnya juga demikian.
Pendidikan kritis memiliki tiga unsur fundamental. Ketiganya adalah
pengajar (guru), peserta didik, dan realitas dunia . Hubungan antara guru dan
peserta didik memililiki pola hubungan pertemanan (partnership) yang saling
melengkapi dalam proses pembelajaran. Keduanya memiliki hubungan yang
sejajar, jarak sosial vertikal ditiadakan, dan diupayakan menjadi hubungan
horisontal diperkuat. Ketika hubungan vertikal yang berlaku maka akan
melahirkan pendidikan gaya bank. Guru dan peserta didik merupakan subyek
yang sadar. Guru membangun kesadaran kritis peserta didik agar mampu
mendemistifikasi kepentingan ideologis yang menyelimuti realitas dunia.
Basis pendidikan kritis adalah ketidakadilan dan kesetaraan. Pendidikan
bukan hanya berkutat pada persoalan kebijakan pendidikan, kurikulum, dan
sekolah (atau praktik pendidikan persekolahan), melainkan keadilan sosial dan
kesetaraan. Pendidikan tidak hanya melulu pada praktik yang tertulis tetapi harus
berlangsung dalam kenyataan sosial sehari-hari. Ketika upaya kapitalisasi
memasuki ranah pendidikan, maka kelas sosial yang pertama kali terkena
dampaknya adalah masyarakat miskin, masyarakat difabel dan masyarakat

11
terasing. Masyarakat tersebut tidak mampu menjangkau dengan sumberdaya
apapun yang dimilikinya. Mereka akan tersingkir keluar batas yang “ditentukan‟
oleh kaum yang lebih berdaya (kapitalis, berpunya), bahkan mereka akhirnya
tidak akan mampu memperoleh pendidikan. Sementara kelas menengah ke atas
membentuk subkultur tersendiri dengan identitas yang ketat, memiliki jenis
sekolah-sekolah khusus, dan sederet identitas yang lain (Agus Salim, 2007 : 180).

2.6 Kode Etik Peserta Didik

a.Pengertian Kode Etik Peserta Didik

Kode etik berasal dari kata kode dan etik . Kode berarti simbol atau
tanda ,sedangkan “ etik “ berasal dari bahasa latin “ethicia” dan bahasa Yunani
etos.Dalam kedua bahasa tersebut ,etik berarti norma-norma ,nilai-nilai,kaidah-
kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia.
Kode etik peserta didik adalah aturan-aturan norma yang dikenakan
kepada peserta didik ,berisi sesuatu yang menyatakan boleh tidak boleh ,benar
tidak benar ,layak tidak layak ,dengan maksud agar ditaati oleh peserta
didik.Aturan-aturan tersebut,bisa berupa yang tertulis ataupun yang tidak
tertulis,termasuk didalamnya adalah tradisi-tradisi yang lazim ditaati di dunia
pendidikan,khususnya sekolah.

b.Tujuan Kode Etik


Adapun tujuan kode etik peserta didik yaitu :
1) agar terdapat suatu standar tingkah laku tertentu yang dapat dijadikan sebagai
pedoman bagi peserta didik di sekolah .
2) agar terdapat kesamaan bahasa dan gerak langkah antara sekolah dengan orang
tua peserta didik serta masyarakat dalam hal menangani peserta
didik.Kesamaan arah ini sangat penting agar upaya-upaya yang mengarah pada
perkembangan peserta didik menuju arah yang sama dan bukan saling bertolak
belakang.
3) agar dapat menjunjung tinggi citra peserta didik di mata masyarakat. Adanya
ucapan,tingkah laku, dan perbuatan yang pantas,sangat menjunjung tinggi citra
dan wibawa peserta didik.
4) agar tercipta suatu aturan yang dapat ditaati bersama,khususnya peserta
didik,dan demikian juga oleh personalia sekolah yang lain.Penataan demikian

12
sangat penting demi menjaga harkat dan martabat kemanusiaan peserta didik
secara keseluruhan.

c.Isi Kode Etik

Adapun isi yang terkandung di dalam kode etik adalah sebagai berikut ;
1) pertimbangan dan rasionalitas mengapa kode etik tersebut ditetapkan dan harus
ditaati.
2) standar tingkah laku peserta didik yang layak ditampilkan ,baik ketika berada
di sekolah ,di lingkungan keluarga ataupun di masyarakat.
3) kapan peserta didik harus sudah berada di sekolah ,dan kapan juga peserta
didik harus sudah berada di rumah kembali.
4) pakaian yang bagaimanakah yang layak dipakai oleh peserta didik terutama di
lingkungan sekolah.
5) apa saja yang wajib dilakukan oleh peserta didik berkaitan dengan lembaga
pendidikan atau sekolahnya.
6) bagaimanakah hubungan antara peserta didik dengan guru,kepala
sekolah,personalia yang lain dengan teman sebaya,orang tua,masyarakat umum
bahkan tamu yang sedang berkunjung ke sekolah.
7) apa yang dilakukan peserta didik ketika ada temannya yang merasa kesusahan.

d. Langkah-langkah Penyusunan Kode Etik


Langkah-langkah penyusunan kode etik yaitu :
1) Mengundang wakil – wakil peserta didik.Wakil-wakil peserta didik yang
diundang tidak tidak hanya terdiri dari mereka yang duduk secara formal dalam
struktur organisasi peserta didik,melainkan juga mereka yang menjadi tokoh-
toloh non – formal.
2) Memberi kesempatan kepada mereka untuk menyususn kode etik peserta didik
dengan memberikan bahan-bahan arahan seperti : pentingnya kode etik peserta
didik ,isi yang terkandung dalam kode etik peserta didik,tata cara penyusunan
kode etik peserta didik serta sanksi yang dapat diterapkan bagi pelanggar kode
etik.Agar mereka dapat menyusun dengan baik ,berikan contoh kode etik yang
telah ada sebelumnya,agar dapat dijadikan perbandingan dalam menyusun
kode etik yang baru tersebut.
3) Menyampaikan masukan pada konsep kode etik yang telah disususn oleh
peserta didik tersebut .Masukan ini sangat penting agar isi yang terkandung di
dalamnya memiliki manfaat kepada banyak pihak

13
4) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menjadi tim perumus
kode etik dan tawarkan kepada mereka siapa yang harus mendampingi tim
dalam merumuskan kembali konsep-konsep yang sudah mendapatkan banyak
masukan.
5) Konsep kode etik peserta didik hendaknya di tanda tangani oleh ketua tim
perumus dengan mengetahui ketua OSIS,yang selanjutnya di ajukan kepada
kepala sekolah untuk mendapat pengesahan.
6) Kode etik peserta didik yang sudah sampai di tangan kepala sekolah kemudian
disahkan melalui surat keputusan (SK).Maka sejak ini kode etik pesert didik
dinyatakan sah dan berlaku sampai batas waktu yang ditentukan sesuai dengan
SK tersebut.

e. Pengaturan Hukuman Peserta Didik


Hukuman adalah suatu sanksi yang diterima oleh seseorang sebagai akibat
dari pelanggaran atau aturan-aturan yang telah ditetapkan .Sanksi demikian,dapat
berupa material dan dapat pula berupa non material.Tujuan hukuman adalah
sebagai alat pendidikan.Hukuman yang diberikan harus dapat mendidik dan
menyadarkan peserta didik manakalah menurut perkiraan peserta didik tidak sadar
dengan hukuman yang dapat menyadrkan dan mendidik dirinya,sebaiknya tidak
perluh dijatuhkan hukuman.Sebab,misi dan maksud hukuman,bagaimanapun
haruslah tercapai.
Langveld (1955) memberikan pedoman hukuman sebagai berikut :
1) Punitur,qunnia no pecatum,yang artinya ; dihukum karena peserta didik
memang bersalah.
2) Punitur no peccatum ,yang artinya ; dihukum agar peserta didik tidak lagi
berbuat kesalahan .
Ada beberapa macam hukuman yaitu :
1) Hukuman badan
Hukuman badan misalnya adalah memukul,menjewer
,mencubit,menyepak,menendang dan sebagainya. Hukuman demikian sebaiknya

14
tidak dipergunakan , karena terbukti tidak efektif untuk mengubah prilaku peserta
didik,bahkan jika guru menggunakan hukuman ini dan peserta didik ada yang
cedera,maka yang bersangkutan dapat diajuhkan ke pengadilan sebagai orang
yang bersalah atau mengadakan penganiayaan.Oleh karena itu,sebaiknya
hukuman ini di hindari di dunia pendidikan termasuk sekolah.
2) Penahanan di Kelas
Penahanan di kelas adalah jenis hukuman yang diberikan kepada peserta
didik karena peserta didik melakukan kesalahan.Penahanan di kelas mungkin
efektif manakalah dikaitkan dengan beban pekerjaan yang bersifat mendidik
kepada peserta didik,misalnya bersangkutan harus mengerjakan soal,menyapu
kelas,mengepel kelas dan sebagainya.Hukuman demikian juga efektif jika guru
meminta ganti rugi atau kompensasi kepada peserta didik dalam bentuk
melakukan pekejaan-pekerjaan di perpustakaan atau di laboratorium.

3) Menghilangkan Privilege
Menghilangkan privilege adalah pencabutan hak-hak istiimewayang ada
pada diri peserta didik .Ini perluh dilakukan agar yang bersangkutan mengetahui
kesalahan memang tidak boleh diperbuat apalagi diulang –ulang .Misalnya
saja,peserta didik tidak diperkenankan mengikuti pelajaran untuk beberapa
saat,tidak mendapatkan rezeki kelak dan sebagainya.
4) Hukuman Denda
Denda juga boleh dikenakan kepada peserta didik,sepanjang hal tersebut
tetap dalam batas peserta didik,hanya saja uang denda tersebut harus masuk ke
khas sekolah .Dengan adanya denda demikian,diharapkan peserta didik tidak terus
melanggar peratran.Pembayaran denda demikian haruslah disertai dengan tanda
terima atau kwitansi.
5) Sanksi
Sanksi lain yang bisa diberikan adalah skors untuk beberapa hari bagi
peserta didik yang terbukti melanggar.Sanksi demikian hendaknya diberikan jika
memang yang bersangkutan layk diberi sanksi dan mungkin sebelumnya sudah
mendapat peringatan secara ringan dan keras,lisan dan tertulis.Selain itu ada
hukuman lain ,misalnya saja menatap tajam siswa,,memberikan teguran-teguran.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kegiatan dalam kurikulum tersembunyi merupakan kegiatan satuan
pendidikan yang bersifat umum dan tidak terkait langsung pada suatu mata
pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai kebutuhan,
potensi, bakat, dan minat. Kegagalan pendidikan dalam membentuk manusia
berkarakter baik, salah satunya karena kurang adanya keseimbangan
pengembangan antara programmed curriculum dengan hidden curriculum.

3.2 Saran
Demikian penulisan makalah ini semoga dengan membaca makalah ini
,pembaca dapat lebih paham tentang kurikulum tersembunyi dan pemebentukkan
karakter. Makalah ini tentunya masih banyak kekurangan yang harus
dilengkapi,untuk mencapai kesempurnaan tentunya. Kami hanyalah manusia biasa
yang penuh dengan kekurangan, untuk itu penulis mohon dengan segala
kerendahan hati, untuk memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun,
dengan harapan agar makalah ini bisa lebih sempurna.

16
DAFTAR PUSTAKA

Alamin,Mohamad.(2015). Pendidikan Karakter Siswa Melalui Hidden


Curriculum .Skripsi. Madrasah Ibtidaiyah (Mi) Tarbiyatul Aulad Nglanjuk
Cepu Blora Jawa Tengah

Anonim.(2011).Keteladanan Guru dalam Pendidikan.


http://www.referensimakalah.com/2011/12/keteladanan-guru-dalam-
pendidikan-makna_2876.html.Diakses 20 april 2018.
Dwi ,Feni.(2017). Kriteria Guru Profesional dan Guru Teladan.
http://www.karyatulisku.com/2017/12/kriteria-guru-profesional-dan-
teladan.html.Diakses 20 April 2018
Tanjung,Ratna dan Ida Wahyuni.(2015).Telaah Kurikulum Fisika.Medan : Unimed
Press

17

Anda mungkin juga menyukai