Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH

PEDAGOGIK PENDIDIKAN

Tentang
HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI PENERIMA DAN PENGEMBAN ILMU
DALAM BERBAGAI PARADIGMA

Oleh
Kelompok

Nama Mahasiswa

Dosen Pembimbing

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2016
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat


dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan makalah filsafat ilmu dengan judul
Hakikat Manusia sebagai Penerima dan Pengembang Ilmu dalam Berbagai
Paradigma dengan tepat waktu. Shalawat dan salam kita hadiahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, Allahumma Shalli Alaa Muhammad, Waalaa Alii
Muhammad.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen pembimbing
mata kuliah filsafat pendidikan yakni Prof. Dr. Aliasar, M.Ed yang telah banyak
memberikan sumbang saran dan pemikiran terkait tentang beberapa materi yang
telah di bahas. Selain itu, ucapan terimakasih kepada rekan-rekan mahasiswa
Pascasarjana Pendidikan Dasar khususnya kelas B, yang telah membantu baik
moril maupun materil, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini berisi tentang hakikat manusia sebagai penerima dan
pengembang ilmu dari berbagai paradigma secara ringkas berisi mengenai
bagaimana manusia dijadikan sebagai makhluk penerima dan pengembang ilmu
meskipun terdapat beberapa keterbatasan. Materi tersebut, secara sederhana di
bahas dalam makalah yang penulis sajikan. Penulis berharap, semoga makalah ini
dapat dijadikan bahan acuan atau referensi bagi rekan-rekan mahasiswa.
Khususnya mahasiswa pascasarjana pendidikan dasar.
Tim penulis menyadari bahwa dalam dalam penulisan makalah ini belum
begitu sempurna. Oleh sebab itu, sumbang saran dan kritik sangat penulis
harapkan dari para pembaca dan penelaah makalah ini. Billahi taufiq walhidayah.
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Padang, Februari 2017

Tim Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 2
BAB II KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN ........................................ 3
A. Kajian Teori ........................................................................................ 3
1. Hakikat Pendidik .......... 3
2. Hakikat Peserta Didik ... 16
B. Hakikat Manusia ditinjau dari Berbagai Paradigma............................. 19
1.1 Hakikat Manusia ditinjau dari pengertian Filosofi................... 19
1.2 Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam ........................... 21
C. Hakikat Manusia sebagai Penerima dan Pengembang Ilmu................. 23
a. Hakikat Ilmu Pengetahuan ........................................................ 23
b. Hakikat Manusia sebagai Penerima dan Pengembang
Ilmu Pengetahuan..................................................................... 24
D. Pembahasan 26
1. Manusia dan Hakikatnya sebagai Penerima dan Pengembang
Ilmu. 26
1.1 Hakikat Manusia .. 26
1.2 Hakikat Manusia sebagai Penerima dan Pengembang ilmu ... 30
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 38
A. Simpulan ........................................................................................... 38
B. Saran ................................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA . 40

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Alam semester merupakan salah satu ciptaan Allah yang sangat banyak
menraik perhatian bagi para ilmuwan untuk menelitinya. Hal ini terkait tentang
asal mula kejadian, serta berbagai makhluk yang memiliki eksistensi di alam
semesta ini juga merupakan hal yang menarik untuk di teliti dan dikajis secara
mendalam. Salah satu makhluk yang memiliki eksistensi di alam semesta ini
adalah manusia. Manusia adalah sosok makhluk yang sangat sulit untuk
dipahami. Tidak sedikit ayat Al-Quran yang berbicara tentang manusia. Bahkan,
wahyu pertama yang turun di Gua Hira, manusia merupakan makhluk pertama
yang disebut sebanyak dua kali. Namun, manusia tetap Man the Unknown.
Mengetahui hakikat manusia bukanlah pekerjaan mudah. Kita tidak mengetahui
manusia secara utuh, yang kita ketahui hanyalah bahwa manusia terdiri dari
bagian-bagian tertentu dan masih pada tataran bagian secara fisik dan psikis.
Akan tetapi, perlu kita ketahui bahwa manusia tidak sesederhana itu. Manusia
mempunyai banyak keistimewaan dibanding makhluk lainnya, diantaranya
adalah potensi untuk menerima dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Dalam memahami hakikat manusia sebagai penerima dan pengembang
ilmu pengetahuan, para ahli berbeda pendapat. Oleh karena itu, dalam makalah
ini akan dijelaskan bagaimana hakikat manusia sebagai penerima dan
pengembang ilmu dari sudut pandang (paradigma) pakar barat dan timur (Islam).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, rumusan
masalah penulisan makalah ini, sebagai berikut :
1. Bagiamana hakikat pendidik?
2. Bagaimana hakikat peserta didik?
3. Bagaimana Hakikat Manusia sebagai makhluk yang memiliki Eksistensi di
pandang dari berbagai paradigma ?
4. Bagaimanakah hakikat manusia sebagai penerima ilmu pengetahuan ?
5. Bagaimanakah hakikat manusia sebagai pengembang ilmu pengetahuan?

C. Tujuan Penulisan

1
Berdasarkan rumusan masalah yang telah di uraikan, maka tujuan
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Menguraikan beberapa hakikat manusia ditinjau dari berbagai paradigma
baik itu paradigma yang lahir dari paradigma barat maupun padangan
Islam (Al-Quran)
2. Menguraikan hakikat manusia sebagai penerima ilmu.
3. Menguraikan hakikat manusia sebagai pengembang ilmu pengetahuan.

2
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN

A. Kajian Teori

1. Pengertian Pendidik

Dari segi bahasa, seperti yang dikutip Abudin Nata dari WJS,
Poerwadarminta pengertian pendidik adalah orang yang mendidik.
Pengertian ini memberikan kesan, bahwa pendidik adalah orang yang
melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Pendidik dalam bahasa
Inggris disebut Teacher, dalam bahasa Arab disebut Ustadz, Mudarris,
Mualim dan Muadib. Dalam literatur lainya kita mengenal guru, dosen,
pengajar, tutor, lecturer, educator, trainer dan lain sebagainya.
Sedangkan Pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah
orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh
potensi peserta didik, baik petensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik
sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Beberapa kata di atas secara keseluruhan terhimpun dalam kata
pendidik, karena keseluruhan kata tersebut mengacu kepada seorang yang
memberikan pengetahuan, keterampilan atau pengalaman kepada orang
lain. Kata-kata yang bervariasi tersebut menunjukan adanya perbedaan
ruang gerak dan lingkungan di mana pengetahuan dan keterampilan
diberikan.
Dikutip dari Abudin Nata, pengertian pendidik adalah orang yang
mendidik.Pengertian ini memberikan kesan bahwa pendidik adalah orang
yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Secara khusus
pendidikan dalam persepektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peseta didik.
Kalau kita melihat secara fungsional kata pendidik dapat di artikan sebagai
pemberi atau penyalur pengetahuan, keterampilan. Dari istilah-istilah
sinonim di atas, kata pendidik secara fungsional menunjukan kepada

3
seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan,
keterampilan, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya, bisa siapa saja dan
dimana saja. Secara luas dalam keluarga adalah orang tua, guru jika itu
disekolah, di kampus disebut dosen, di pesantren disebut murabbi atau
kyai dan lain sebagainya.
Uraian singkat di atas tampak bahwa ketika menjelaskan
pengertian pendidik selalu dikaitkan dengan bidang tugas atau pekerjaan.
Jika dikaitakan dengan pekerjaan maka variabel yang melekat adalah
lembaga pendidikan, walau secara luas pengertian pendidik tidak terikat
dengan lembaga pendidikan. Ini menunjukan bahwa pada akhirnya
pendidik merupakan profesi atau keahlian tertentu yang melekat pada
seseorang yang tugasnya berkaitan dengan pendidikan. Didalam
pendidikan ada proses belajar mengajar dengan kata lain adalah
pengajaran.
Dalam Islam, orang yang paling bertanggung-jawab terhadap
pendidikan adalah orangtua (ayah dan ibu) anak didik. Tanggung jawab itu
disebabkan oleh dua hal yaitu pertama, karena kodrat yaitu karena
orangtua ditakdirkan menjadi orangtua anaknya, dan karena itu ia
ditakdirkan pula bertanggung-jawab mendidik anaknya. Kedua, karena
kepentingan kedua orangtua yaitu orangtua berkepentingan terhadap
kemajuan perkembangan anaknya.
Selain itu sukses tidaknya anak mereka juga sangat tergantung
pada pola pengasuhan dan pendidikan yang diberikan di lingkungan rumah
tangga. Inilah yang tercermin dalam QS. Al-Tahrim: 6 yang berbunyi:








Terjemah: Wahai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan


keluargamu dari api neraka.
Kemudian pendidik berikutnya dalam pandangan Islam adalah
guru/dosen. Sederhananya guru bisa disebut sebagai pengajar dan pendidik

4
sekaligus. Dalam pendidikan formal tingkat dasar dan menengah disebut
pendidik, sedangkan pada perguruan tinggi disebut dengan dosen.
Menurut Ramayulis, pendidik dalam pendidikan Islam setidaknya
ada empat macam. Pertama, Allah SWT sebagai pendidik bagi hamba-
hamba dan sekalian makhluk-Nya. Kedua, Nabi Muhammad SAW sebagai
utusan-Nya telah menerima wahyu dari Allah kemudian bertugas untuk
menyampaikan petunjuk-petunjuk yang ada di dalamnya kepada seluruh
manusia. Ketiga, orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga
bagi anak-anaknya. Keempat, guru sebagai pendidik di lingkungan
pendidikan formal, seperti di sekolah atau madrasah. Namun pendidik
yang lebih banyak dibicarakan dalam pembahasan ini adalah pendidik
dalam bentuk yang keempat.
Salah satu hal yang menarik pada ajaran Islam ialah penghargaan
Islam yang sangat tinggi terhadap guru/pendidik. Begitu tingginya
penghargaan itu sehingga menempatkan kedudukan guru setingkat di
bawah kedudukan nabi dan rasul. Mengapa demikian? Karena pendidik
selalu terkait dengan ilmu (pengetahuan), sedangkan Islam sangat
menghargai pengetahuan.
Sebenarnya tingginya kedudukan pendidik dalam Islam merupakan
realisasi ajaran Islam itu sendiri. Islam memuliakan pengetahuan,
pengetahuan itu didapat dari belajar dan mengajar, yang belajar adalah
calon pendidik, dan yang mengajar adalah pendidik. Maka, tidak boleh
tidak, Islam pasti memuliakan pendidik. Tak terbayangkan terjadinya
perkembangan pengetahuan tanpa adanya orang yang belajar dan
mengajar, tidak terbayangkan adanya belajar dan mengajar tanpa adanya
pendidik. Karena Islam adalah agama, maka pandangan tentang pendidik,
kedudukan pendidik, tidak terlepas dari nilai-nilai kelangitan.
Ada penyebab khas mengapa orang Islam amat menghargai
pendidik, yaitu pandangan bahwa ilmu (pengetahuan) itu semuanya
bersumber pada Tuhan:

5
() ..

Terjemah: .Tidak ada pengetahuan yang kami miliki


kecuali yang Engkau ajarkan kepada kami (QS. Al-Baqarah: 32)
Ilmu datang dari Tuhan, pendidik pertama adalah Tuhan.
Pandangan yang menembus langit ini tidak boleh tidak telah melahirkan
sikap pada orang Islam bahwa ilmu itu tidak terpisah dari Allah, ilmu tidak
terpisah dari pendidik, maka kedudukan pendidik amat tinggi dalam Islam.
Dari beberapa hadis dapat dilihat bahwa Nabi Muhammad SAW
juga memposisikan pendidik di tempat yang mulia dan terhormat. Dia
menegaskan bahwa ulama adalah pewaris para nabi, sementara makna
ulama adalah orang yang berilmu. Dalam perspektif pendidikan Islam,
pendidik termasuk ulama. Tegasnya, pendidik adalah pewaris para nabi.
Ini bisa dilihat misalnya pada contoh hadis berikut:

..
..

Artinya: Para ulama (pendidik) adalah pewaris para nabi


(Dari Abu Dardara. dan diriwayatkan oleh Ibn Majah)
Hadis di atas juga menunjukkan bahwa Rasulullah SAW
memberikan perhatian yang besar terhadappendidik sekaligus
memberikan posisi terhormat kepadanya. Hal ini beralasan mengingat
peran pendidik sangat menentukan dalam mendidik manusia untuk tetap
konsisten dan komitmen dalam menjalankan risalah yang dibawa oleh
Rasulullah SAW. Kemudian ada pula hadits yang menjelaskan bahwa
kedudukan orang alim itu lebih unggul dibanding abid. Juga hadits
tentang pujian Nabi SAW terhadap orang yang belajar ilmu Al-Quran dan
mengajarkannya kepada orang lain.

2. Peran Pendidik dalam Pengajaran

Pendidik dalam rangka pengajaran dituntut untuk melakukan


kegiatan yang bersifat edukatif dan ilmiah. Oleh karena itu peran pendidik

6
tidak hanya sebagai pengajar tetapi sekaligus sebagai pembimbing yaitu
sebagai wali yang membantu anak didik mengatasi kesulitan dalam
studinya dan pemecahan bagi permasalahan lainya. Dilain pihak pendidik
juga berperan sebagai pemimpin (khusus diruang kuliah/kelas), sebagai
komunikator dengan masyarakat, sebagai pengembangan ilmu dan
penjabaran luasan ilmu (innovator), bahkan juga berperan sebagai
pelaksana administrasi. Peranan pendidik dapat ditinjau dalam arti luas
dan dalam arti sempit. Dalam arti luas pendidik mengemban peranan
peranan sebagai ukuran kognitif, sebagai agen moral, sebagai inovator dan
kooperatif.
Pendidik sebagai ukuran kognitif. Tugas pendidik umumnya adalah
mewariskan pengetahuan berbagai keterampilan kepada generasi muda.
Hal-hal yang akan diwariskan itu sudah tentu harus sesuai ukuran yang
telah ditentukan masyarakat dan merupakan gambaran tentang keadaan
sosial, ekonomi, dan politik. Karena itu pendidik harus mampu memenuhi
ukuran kemampuan tersebut.
Pendidik sebagai agen moral dan politik. Pendidik bertindak
sebagai agen moral masyarakat, karena fungsinya mendidik warga
masyarakat agar melek huruf, pandai berhitung dan berbagai keterampilan
kognitif lainnya. Keterampilan-keterampilan itu dipandang sebagai bagian
dari proses moral, karena masyarakat yang telah pandai membaca dan
pengetahuan, akan berusaha menghindari dari tindakan-tindakan kriminal
dan menyimpang dari aturan masyarakat.
Pendidik sebagai innovator. Berkat kamajuan ilmu pengetahuan
dan teknoligi, maka masyarakat senantiasa berubah dan berkembang
dalam semua aspek. Perubahan dan perkembangan itu menuntut terjadinya
inovasi pendidikan. Tanggung jawab melaksanakan inovasi itu diantaranya
terletak pada penyelenggaraan pendidikan.
Peranan kooperatif dalam melaksanakan tugasnya pendidik tidak
mungkin bekerjasama sendiri dan mengandalkan kemampuan diri sendiri.
Karena itu para pendidik perlu bekerja sama antara sesama pendidik dan

7
dengan pekerja-pekerja sosial, lembaga-lembaga kemasyarakatan, dan
dengan persatuan orang tua murid.
Dalam proses pengajaran dikelas peranan pendidik (mengadopsi
istilah guru) lebih spesifik sifatnya. Peranan itu meliputi lima hal yaitu;
(a) Pendidik sebagai model, (b) Pendidik sebagai perencana, (c) Pendidik
sebagai peramal (d) pendidik sebagai Pemimpin (e) Pendidik sebagai
penunjuk jalan atau sebagai pembimbing kearah pusat-pusat belajar.
Menambahkan hal itu Djamarah, menuliskan peran pendidik adalah;
a. Korektor; Yaitu pendidik bisa membedakan mana nilai yang
baik dan mana nilai yang buruk, koreksi yang dilakukan bersifat
menyeluruh dari afektif sampai ke psikomotor
b. Inspirator; pendidik menjadi inspirator/ilham bagi
kemajuan belajar mahasiswa, petunjuk bagaimana belajar yang baik
dan mengatasi permasalahan lainya.
c. Informator; pendidik harus dapat memberikan informasi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
d. Organisator; Mampu mengelola kegiatan akademik
(belajar)
e. Motivator; Mampu mendorong peserta didik agar bergairah
dan aktif belajar
f. Inisiator; pendidik menjadi pencetus ide-ide kemajuan
dalam pendidikan dan pengajaran
g. Fasilitator; pendidik dapat memberikan fasilitas yang
memungkinkan kemudahan kegiatan belajar
h. Pembimbing; membimbing anak didik manusia dewasa
susila yang cakap
i. Demonstrator; jika diperlukan pendidik bisa
mendemontrasikan bahan pelajaran yang susah dipahami
j. Pengelola kelas; mengelola kelas untuk menunjang
interaksi edukatif

8
k. Mediator; pendidik menjadi media yag berfungsi sebagai
alat komunikasi guna mengefektifkan proses interaktif edukatif
l. Supervisor; pendidik hendaknya dapat, memperbaiki, dan
menilai secara kritis terhadap proses pengajaran dan
m. Evaluator; pendidik dituntut menjadi evaluator yag baik
dan jujur.

3. Tujuan Pendidik.

Pendidik adalah orang dewasa yang mempunyai rasa tanggung


jawab untuk memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam
perkembangan jasmani dan rohaninya demi mencapai kedewasaannya,
mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk tuhan, makhluk sosial
dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.

Orang yang pertama yang bertanggung jawab terhadap


perkembangan anak atau pendidikan anak adalah orang tuanya, karena
adanya pertalian darah secara langsung sehingga ia mempunyai rasa
tanggung jawab terhadap masa depan anaknya.

Orang tua disebut juga sebagai pendidik kodrat. Namun karena


mereka tidak mempunayai kemampuan, waktu dan sebagainya, maka
mereka menyerahkan sebagian tanggung jawabnya kepada orang lain yang
dikira mampu atau berkompeten untuk melaksanakan tugas mendidik.

4. Syarat-syarat dan Sifat-sifat Yang Harus dimiliki oleh Seorang


Pendidik.

Syarat-syarat umum bagi seorang pendidik adalah: Sehat Jasmani


dan Sehat Rohani. Menurut H. Mubangit, syarat untuk menjadi seorang
pendidik yaitu:

a. Harus beragama.

9
b. Mampu bertanggung jawab atas kesejahteraan agama.

c. Tidak kalah dengan guru-guru umum lainnya dalam membentuk


Negara yang demokratis.

d. Harus memiliki perasaan panggilan murni.

Sedangkan sifat-sifat yang harus dimiliki seorang pendidik adalah:

a. Integritas peribadi, peribadi yang segala aspeknya berkembang secara


harmonis.

b. Integritas sosial, yaitu peribadi yang merupakan satuan dengan


masyarakat.

c. Integritas susila, yaitu peribadi yang telah menyatukan diri dengan


norma-norma susila yang dipilihnya.

Adapun menurut Prof. Dr. Moh. Athiyah al-Abrasyi, seorang


pendidik harus memiliki sifat-sifat tertenru agar ia dapat melaksanakan
tugas-tugasnya dengan baik, seperti yang diungkapkan oleh beliau adalah:

a. Memiliki sifat Zuhud, dalam artian tidak mengutamakan materi dan


mengajar karena mencari ridha Allah.

b. Seorang Guru harus jauh dari dosa besar.

c. Ikhlas dalam pekerjaan.

d. Bersifat pemaaf.

e. Harus mencintai peserta didiknya.

5. Tugas dan Tanggung Jawab Pendidik

10
Mengenai tugas pendidik, ahli-ahli pendidikan Islam juga ahli
pendidikan Barat telah sepakat bahwa tugas pendidik ialah mendidik.
Mendidik adalah tugas yang amat luas. Mendidik itu sebagian dilakukan
dalam bentuk mengajar, sebagian dalam bentuk memberikan dorongan,
memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan, dan lain-lain.

Dalam Al-Quran juga dijelaskan tentang tugas seorang pendidik


atau pendidik. Al-Quran telah mengisyaratkan peran para nabi dan
pengikutnya dalam pendidikan dan fungsi fundamental mereka dalam
pengkajian ilmu-ilmu Ilahi serta aplikasinya. Isyarat tersebut, salah
satunya terdapat dalam firman-Nya berikut ini :


()

Terjemah: Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan


kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada
manusia: Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan
penyembah Allah. Akan tetapi (dia berkata): Hendaklah kamu menjadi
orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan
disebabkan kamu tetap mempelajarinya. (QS. Ali Imran: 79)

Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung mengisyaratkan bahwa


tugas terpenting yang diemban oleh Rasulullah Saw. adalah mengajarkan
al-kitab, hikmah dan penyucian diri sebagaimana difirmankan Allah
berikut ini:


()

Terjemah : Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul


dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat
Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-

11
Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah
yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.. QS. Al-Baqarah: 129

Pendidik, jika ingin berhasil dalam dalam kegiatannya mendidik


anak, harus mematuhi 8 adab atau etika yang bisa dimaknai juga sebagai
tugas kewajiban selaku pendidik yang telah diatur pedomannya
berlandaskan nilai-nilai luhur Islam. Al-Ghazali -sebagaimana dikutip Al-
Abrasy- menjelaskan tugas dan kewajiban pendidik sebagai berikut :

Pertama, sayang kepada murid sebagaimana sayangnya kepada


anaknya sendiri dan berusah memberi pelajaran yang dapat
membebaskannya dari api neraka. Oleh karena itu, tugas pendidik adalah
lebih mulia daripada tugas kedua orang tua. Pendidik adalah sebab bagi
kebahagiaan dunia dan akhirat, sedang orang tua hanyalah sebab bagi
kelahiran anak ke dalam dunia fana.

Kedua, mengikuti akhlak dan keteladanan Nabi Muhamad SAW.


Oleh karena itu, seorang pendidik tidak boleh mengharapkan gaji, upah
atau ucapan terima kasih. Ia mengajar harus dengan niat beribadat dan
mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Ketiga, membimbing murid secara penuh, baik dalam cara belajar


maupun dalam menentukan urutan pelajaran. Ia harus memulai pelajaran
dari yang mudah dan berangsur meningkat kepada yang sukar. Ia harus
menjelaskan juga pada murid bahwa menuntut ilmu itu tidak boleh
bercampur dengan niat lain kecuali karena Allah semata-mata.

Keempat, menasehati murid agar senantiasa berakhlak baik. Ia


harus memualai nasehat itu dari hanya sekedar sindiran serta dengan
penuh kasih sayang, tidak dengan cara dengan terang-terangan, apalagi
dengan kasar dan mengejek, yang malah akan membuat murid menjadi
kebal atau keras kepala sehingga nasehat itu akan menjadi seumpama air
dalam dalam keranjang menetes ke dalam pasir.

12
Kelima, menghindarkan diri dari sikap merendahkan ilmu-ilmu
lain di hadapan anak, misalnya pendidik bahasa mengatakan ilmu fikih
tidak penting, pendidik fikih mengatakan ilmu tafsir tidak perlu dan
sebagainya.

Keenam, menjaga agar materi yang diajarkanya sesuai dengan


tingkat kematangan dan daya tangkap muridnya. Ia tidak boleh
memberikan pelajaran yang belum terjangkau oleh potensi inteljensi anak
didiknya. Pelajaran yang tidak disesuaikan malah akan membuat anak
benci, merasa terpaksa dan akhirnya malah meninggalkan pelajaran
tersebut.

Ketujuh, memilihkan mata pelajaran yang sesuai untuk anak-


anak yang kurang pandai atau bodoh. Ia tidak boleh menyebut-menyebut
bahwa di belakang dari ilmu yang sedang diajarkanya masih banyak
rahasia yang hanya ia sendiri mengetahuinya. Kadang-kadang pendidik,
dengan sikap menyembunyikan semacam itu, ingin memperlihatkan
dirinya sebagai seorang yang sangat dalam ilmunya sehingga orang
banyak harus berpendidik kepadanya .

Kedelapan, mengamalkan ilmunya, serta perkataannya tidak boleh


berlawanan dengan realitas zhahir perbuatannya. Sebab, jika demikian
halnya maka murid-murid tidak akan hormat kepadanya.

Ada beberapa hal penting yang perlu ditampilkan ke permukaan


dari teori Al-Ghazali mengenai pendidik tersebut. Di antaranya adalah:

a. Mengajar dengan kasih sayang

Al-Ghazali telah mengemukakan teorinya pada abad 9, sedang di


Eropa di zaman reformasi Martin Luther pada abad 15 jadi 6 abad
kemudian anak-anak masih didik dengan kasar dan bengis berdasrkan
teori bahwa mereka, karena dosa asal, benar-benar berkodrat jahat.

13
Juan Luis Vives (1492-1540) mulai mengemukakan bahwa dalam
kegiatan pendidikan, anak harus mendapatkan perhatian. Tetapi
pendidikan anak dengan kasih sayang baru dimulai di Eropa pada abad
18.

b. Memperhatikan tingkat kemampuan anak.

Pelajaran harus dimulai dari materi-materi yang sesuai dengan tingkat


kemampuan pemahaman anak. Oleh karena itu pelajaran harus dimuali
dari yang konkrit dan mudah, lalu secara berangsur meningkat kepada
yang abstrak dan sukar.

c. Memberi nasehat dengan kiasan/ kasih


sayang.

Dalam memberi nasehat kepada anak (murid) tidak boleh langsung


atau secara belak-belakkan, tetapi harus dimulai dengan sindiran atau
kiasan dan menyampaikanya secara sopan dan lembut. Nasehat yang
blak-blakkan hanya diberikan pada saat-saat tertentu yang dipandang
sangat diperlukan.

d. Berakhlak mulia.

Pendidik akan ditiru dan diteladani oleh murid. Oleh karena, itu ia
harus berakhlak mulia, berbudi tinggi dan memiliki sikap toleransi
(tasamuh) dalam menghadapi murid-muridnya.

e. Bersikap sebagai motivator.

Setiap murid harus diusahakan berhasil memperoleh ilmu. Untuk itu


pendidik harus bersikap motivator, merangsang murid agar mencintai
ilmu dan dengan bersungguh-sungguh mempelajarinya. Kecintaan
tersebut tidak boleh diarahkan kepada satu atau dua macam ilmu saja.

14
Oleh karena itu ia tidak boleh mengatakan ilmu yang dimilikinya lebih
penting dari pada ilmu yang dikuasai oleh pendidik yang lain.

f. Memperhatikan perbedaan individual.

Anak-anak, termasuk yang kembar, berbeda antar yang satu dengan


yang lainnya (individual differences). Pendidik harus
memperhatikanya dan menyesuaikan pelajaran dengan kondisi anak
agar benar-benar dapat diserap serta difahaminya dengan baik.

Al-Ghazali sudah mengemukakan apa yang kemudian pada abad


20 dikenal dengan individual differences yang olehnya diistilahkan dengan
al-furuq al-fardiyyah (perbedaan individual). Berdasarkan teorinya itu, ia
menganjurkan supaya pelajaran disesuaikan dengan kondisi individual
masing-masing anak. Mungkin boleh jadi beliau lah orang pertama yang
memasukan teori Ilmu Jiwa ke dalam Ilmu Pendidikan yang kemudian
berkembang amat pesat di belakangnya terutama mengenai keharusan
menyesuaikan pelajaran dengan pribadi anak didik, baik dilihat dari segi
tingkatan umur, kematangan jiwa dan kemampuan memahami maupun
tingkat intelejensi.
Menurut Roestiyah N.K. yang dikutip oleh Djamarah bahwa
pendidik dalam mendidik anak didik bertugas untuk:
a. Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian,
kecakapan dan pengalaman-pengalaman.
b. Membentuk kepribadian anak didik yang harmonis, sesuai cita-cita dan
dasar negara kita pancasila.
c. Menyiapkan anak didik menjadi warga negara yang baik sesuai
undang-undang pendidikan yang merupakan keputusan MPR No II
Tahun 1983
d. Sebagai perantara dalam belajar

15
e. Pendidik sebagai pembimbing untuk membawa anak didik kedalam
kearah kedewasaan, pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat
membentuk anak didik menurut sekehendaknya.
f. Pendidik sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat
g. Pendidik sebagai penegek disiplin.
h. Pendidik administrator dan manajer
i. Pendidik sebagai suatu profesi.
j. Pendidik sebagai perencana kurikulum.
k. Pendidik sebagai pemimpin.
l. Pendidik sebagai sponsor kegiatan anak-anak.
Dikutib dari Wens Tanlani, Djamarah menuliskan bahwa pendidik
yang bertanggung jawab memiliki sifat;
a. Menerima dan mematuhi norma, nilai kemanusiaan.
b. Memikul tugas mendidik dengan baik, berani gembira (tugas bukan
menjadi beban baginya).
c. Sadar akan nilainilai yang berkaitan dengan perbuatannya serta
akibat-akibat yang timbul (kata hati).
d. Menghargai orang lain termasuk anak didik.
e. Bijaksana dan hati-hati (tidat nakat tidak semberono, tidak singkat
akal) Taqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa.
Dan sedangkan tanggung jawab pendidik sebagai tenaga profesional
antara lain;
a. Tanggung jawab moral; Tenaga profesional berkewajiban menghayati
dan mengamalkan pancasila dan mewariskan moral Pancasila
kemahasiswa dan generasi muda
b. Tanggung jawab dalam bidang pendidikan; Tenaga profesional
bertanggung jawab mengelola proses pendidikan dalam pengajaran,
bimbingan, dan lain sebaginya.
c. Tanggung jawab kemasyarakatan; pendidik tidak boleh melepaskan
diri dari kehidupan masyarakat

16
d. Tanggung jawab di bidang keilmuan; pendidik bertanggung jawab
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama bidang
keahlianya.
Dalam melengkapi keahlian sebagai seorang pendidik tentunya
tidak terlepas juga dari keahlihan dia dalam memahami metode, yang
selanjutnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Maka sangatlah penting
untuk memahami hakekat metode dalam pendidikan.
Disamping itu menurut pemakalah adalah perlunya adanya
lembaga yang selanjutnya akan mengevaluasi kompetensi seorang
pendidik, baik secara mentalitas maupun kapabilitasnya. Disamping
evaluasi perlu juga adanya lembaga yang konsen dibidang peningkatan
mutu seorang pendidik, dalam hal ini mungkin diterjemahkan dalam
bentuk program pelatihan, pengawasan, pembimbingan dan penjaminan.
Kehadiran lembaga pengontrol mutu di lembaga-lembaga pendidikan
sangat membantu dalam menciptakan profil pendidik yang ideal.
Dari pembahasan tersebut maka secara khusus tugas-tugas dari
seorang pendidik adalah sebagai berikut :

1) Membimbing peserta didik, dalam artian mencari pengenalan terhadap


anak didik mengenai kebutuhan, kesanggupan, bakat, minat dan
sebagainya.

2) Menciptakan situasi untuk pendidikan, yaitu ; suatu keadaan dimana


tindakan-tindakan pendidik dapat berlangsung dengan baik dan hasil
yang memuaskan.

3) Seorang penddidik harus memiliki pengetahuan yang diperlukan,


seperti pengetahuan keagamaan, dan lain sebagainya. Seperti yang
dikemukakan oleh Imam al-Ghazali, bahwa tugas pendidik adalah
menyempurnakan, membersihkan, menyempurnakan serta membaha
hati manusia untuk Taqarrub kepada Allah SWT.

17
Sedangkan tanggung jawab dari seorang pendidik adalah :

1) Bertanggung moral.

2) Bertanggung jawab dalam bidang pedidikan.

3) Tanggung jawab kemasyarakatan.

4) Bertanggung jawab dalam bidang keilmuan.

B. Hakekat Peserta Didik

1. Pengertian Peserta Didik

Peserta didik adalah makhluk yang berada dalam proses


perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing,
mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju
kearah titik optimal kemampuan fitrahnya.

Didalam pandangan yang lebih modern anak didik tidak hanya


dianggap sebagai objek atau sasaran pendidikan, melainkan juga mereka
harus diperlukan sebagai subjek pendidikan, diantaranya adalah dengan
cara melibatkan peserta didik dalam memecahkan masalah dalam proses
belajar mengajar. Berdasarkan pengertian ini, maka anak didik dapat
dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu,
bimbingan dan pengarahan.

Dasar-dasar kebutuhan anak untuk memperoleh pendidikan, secara


kodrati anak membutuhkan dari orang tuanya. Dasar-dasar kodrati ini
dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap
anak dalam kehidupannya, dalam hal ini keharusan untuk mendapatkan
pendidikan itu jika diamati lebih jauh sebenarnya mengandung aspek-
aspek kepentingan, antara lain :

18
a. Aspek Paedogogis

Dalam aspek ini para pendidik mendorang manusia sebagai animal


educandum, makhluk yang memerlukan pendidikan. Dalam
kenyataannya manusia dapat dikategorikan sebagai animal, artinya
binatang yang dapat dididik, sedangkan binatang pada umumnya tidak
dapat dididik, melainkan hanya dilatih secara dresser. Adapun manusia
dengan potensi yang dimilikinya dapat dididik dan dikembangkan
kearah yang diciptakan.

b. Aspek Sosiologi dan Kultural

Menurut ahli sosiologi, pada perinsipnya manusia adalah moscrus,


yaitu makhlik yang berwatak dan berkemampuan dasar untuk hidup
bermasyarakat.

c. Aspek Tauhid.

Aspek tauhid ini adalah aspek pandangan yang mengakui bahwa


manusia adalah makhluk yang berketuhanan, menurut para ahli disebut
homodivinous (makhluk yang percaya adanya tuhan) atau disebut juga
homoriligius (makhluk yang beragama).

2. Tugas dan Kewajiban Peserta Didik

Agar pelaksanaan proses pendidikan Islam dapat mencapai tujuan


yang diinginkan maka setiap peserta didik hendaknya, senantiasa
menyadari tugas dan kewajibannya.. Menurut Asma Hasan Fahmi tugas
dan kewajiban yang harus dipenuhi peserta didik diantaranya adalah.

a. Peserta didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum


menuntut ilmu.
b. Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi ruh dengan
berbagai sifat keimanan.

19
c. Setiap peserta didik wajib menghormati pendidiknya.
d. Peserta didik hendaknya belajar secara bersungguh-sungguh dan tabah
dalam belajar.

Dan adapun kewajiban peserta didik diantaranya adalah:

1. Sebelum belajar hendaknya terlebih dahulu membersihkan hatinya dari


segala sifat buruk.
2. Niat belajar hendaknya ditujukan untuk mengisi jiwa dengan berbagai
fadillah.
3. Wajib bersungguh sungguh dalam belajar, wajib saling mengasihi
dan menyayangi diantara sesama, bergaul baik terhadap guru-gurunya.

3. Sifat-sifat Ideal Peserta Didik

Dalam upaya mencapai tujuan Pendidikan Islam, peserta didik


hendaknya memiliki dan menanamkan sifat-sifat yang baik dalam dari dan
kepribadiannya. Diantara sifat-sifat ideal ynag perlu dimiliki peserta didik
misalnya ; berkemauan keras atau pantang menyerah, memiliki motivasi
yang tinggi, sabar, dan tabah, tidak mudah putus asa dan sebagainya.
Berkenaan dengan sifat ideal diatas, Imam Al-Ghazali,
sebagaimana dikutip Fatahiyah Hasan Sulaiman, merumuskan sifat-sifat
ideal yang patut dimiliki peserta didik yaitu ;
a. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub ila Allah.
Mempunyai ahklak yang baik dan meninggalkan yang buruk.
b. Mengurangi kecendrungan pada kehidupan duniawi disbanding
ukhrawi dan sebaliknya.
c. Bersifat tawadhu (rendah hati).
d. Menjaga pikiran dari berbagai pertentangan dan aliran.
e. Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji baik ilmu umum dan agama.

20
f. Belajar secara bertahap atau berjenjang dengan melalui pelajaran yang
mudah menuju pelajran yang sulit.
g. Mempelajari ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih kepada ilmu
yang lainnya.
h. Memahami nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari
i. Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.
j. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan yang
dapat bermanfaat, membahagiakan, serta memeberi keselematan dunia
dan akhirat.

Pada kajian teori akan di bahas beberapa pendapat para ahli serta
berbagai teori mengenai hakikat manusia menurut paradigma barat dan islam,
serta beberapa uraian mengenai hakikat manusia sebagai penerima dan
pengembang ilmu.
1. Hakikat Manusia di Tinjau dari Berbagai Paradigma
1.1 Hakikat Manusia di Tinjau dari Filosofi

Pembahasan makna dari siapa manusia sebenarnya telah


lama berlangsung, namun sampai sekarang pun tidak ada satu
kesatuan dan kesepakatan pandangan berbagai teori dan aliran
pemikiran mengenai manusia ini sendiri. Kadang kala studi tentang
manusia ini tidak utuh karena sudut pandangnya memang berbeda.
Antropologi fisik, misalnya, memandang manusia hanya dari segi
fisik-material semata, sementara antropologi budaya mencoba meneliti
manusia dari aspek budaya. Sepertinya, manusia sendiri tak henti-
hentinya memikirkan dirinya sendiri dan mencari jawaban akan apa,
dari apa dan mau kemana manusia itu.

Pemahaman manusia yang tidak utuh tentang manusia


dapat berakibat fatal bagi perlakuan seseorang terhadap sesamanya.
Misalnya saja pandangan dari teori evolusi yang di perkenalkan
Darwin pada abad XIX. Bisa saja pandangan Darwin tersebut akan
menimbulkan sikap kompetitif dalam segala hal, baik ekonomi, politik,

21
budaya, hukum pendidikan maupun lainnya, bahkan akan
menghalalkan berbagai macam cara. Maka, agar dapat dipahami
tentang hakekat manusia secara utuh, ada beberapa pendapat atau
pandangan tentang manusia ini.

a. Aliran materialisme. Aliran ini memandang manusia sebagai


kumpulan dari organ tubuh, zat kimia dan unsur biologis yang
semuanya itu terdiri dari zat dan materi. Manusia berasal dari
materi, makan, minum, memenuhi kebutuhan fisik-biologis dan
seksual dari materi dan bilamana mati manusia akan terkapar
dalam tanah lalu diuraikan oleh benda renik hinggga menjadi
humus yang akan menyuburkan tanaman, sedangkan tanaman
akan dikonsumsi manusia lain yang dapat memproduksi
fertilitas sperma, yang menjadi bibit untuk menghasikan
keturunan dan kelahiran anak manusia baru. Dengan demikian
bahwa aliran berpendapat bahwa manusia itu berawal dari materi
dan berakhir menjadi materi kembali. Orang yang berpandangan
materiliastik tentang manusia dapat berimplikasi pada gaya
hidupnya yang juga materiliastik, tujuan hidupnya tidak lain
demi materi dan kebahagian hidupnya pun diukur dari seberapa
banyak materi yang ia kumpulkan. Gaya hidup ini tercermin
dari hidupnya yang glamour atau hura-hura dalam menikmati
hidupnya.
b. Aliran spiritualisme atau serba roh. Aliran ini berpandangan
hakekat manusia adalah roh atau jiwa, sedang zat atau materi
adalah manifestasi dari roh atau jiwa. Aliran ini berpandangan
bahwa bahwa ruh lebih berharga lebih tinggi nilainya dari materi.
Hal ini dapat kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya seorang wanita atau pria yang kita cintai kita tidak mau
pisah dengannya. Tetapi, kalau roh dari wanita atau pria tersebut
tidak. ada pada badannya, berarti dia sudah meninggal dunia,
maka mau tidak mau harus melepaskan dia untuk dikuburkan.

22
Kecantikan, kejelitaan, kemolekan, dan ketampanan yang dimiliki
oleh seorang wanita atau pria tak ada artinya tanpa adanya roh.
Orang yang berpandangan dengan aliran ini, dia isi hidupnya
dengan penuh dimensi rohani, pembersihan jiwa dari ketertarikan
dengan unsur materi miskipun dia harus hidup dengan penderitaan
dan hidup dengan kesederhanaan, mereka tinggal dengan
menyisihkan diri dari masyarakat dan hidup dengan selalu beramal
ibadah.
c. Aliran Dualisme. Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada
hakikatnya terdiri dari dua substansi, yaitu jasmani dan rohani,
badan dan roh. Kedua substansi ini masing-masing merupakan
unsur asal yang adanya tidak tergantung satu sama lain. Jadi, badan
tidak berasal dari roh, juga sebaliknya roh tidak berasal dari badan.
Hanya dalam perwujudannya, manusia itu serba dua, jasad dan roh
yang berintegrasi membentuk manusia. Antara keduanya terjalin
hubungan sebab akibat. Artinya anatara keduanya terjalin saling
mempengaruhi. Misalnya, orang yang cacat jasmaninya akan
berpengaruh pada perkembangan jiwanya. Begitu pula sebaliknya,
orang yang jiwanya cacat akan berpengaruh pada fisiknya. Paham
dualisme ini tidaklah otomatis identik dengan pandangan Islam
tentang manusia.
1.2 Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam
Di dalam Al-quran ada tiga kelompok istilah yang digunakan
untuk menjelaskan manusia secara totalitas, baik fisik maupun
psikisdiantaranya:
a. Kelompok al-basyar, secara bahasa maknanya fisik manusia. Al-
Quran menggunakan kata al-basyar untuk menjelaskan manusia
sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan hanya sekali dalam bentuk
mutsanna (dua). Dari penjelasan ayat-ayat yang menjelaskan al-basyar
tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian al-basyar secara istilah
tidak lain adalah manusia pada umumnya, yaitu manusia dalam
kehidupannya sehari-hari yang sangat bergantung pada kodrat

23
alamiahnya, seperti makan, minum dan berhubungan seks, tumbuh,
berkembang dan akhirnya mati, hilang dari peredaran kehidupan
dunia.
b. Kelompok al-Insan. Kata al-Insan yang sejenisnya yaitu al-ins, al-nas
dan al-unas. Kemudian kata al-Insan disebutkan dalam al-Quran
sebanyak 65 kali, masing-masing dalam 63 ayat dan 43 surah.
Menurut Ibnu Mansur al-insan mempunyai tiga asal kata yaitu: (1)
Anasa, yang berarti melihat, mengetahui dan meminta izin, maka ia
memiliki sifat-sifat potensial dan aktual untuk mampu berfikir dan
bernalar. (2) Nasiya, yang berarti lupa menunjukkan bahwa potensi
manusia untuk lupa dan bahkan lupa ingatan. (3) Al-unas yang berarti
jinak, ini menunjukkan bahwa manusia menunjukkan sikap ramah dan
mudah mengenalkan diri dengan lingkungan. Selanjutnya al-ins.
Istilah al-Ins dalam al-Quran disebutkan sebanyak 18 kali masing-
masing 17 ayat dan 9 surah. Biasanya selalu dihubungkan
penjelasannya dengan al-jin.n Al-ins dipakai al-Quran dalam
kaitannya dengan berbagai potensi jiwa manusia yaitu potensi
manusia untuk menjadi baik atau buruk, maka manusia terlihat sangat
bergantung kepada pengaruh lingkungan. Selanjutnya kata al-unas
terdapat dalam al-Quran sebanyak 5 kali, masing-masing dalam 5
ayat dan dalam 4 surah. Berdasarkan penggunaan kata al-unas dalam
berbagai konsteks ayat yang menjelaskan al-uns tersebut dapat
disimpulkan bahwa ia selalu dihubungkan dengan kelompok manusia,
baik sebagai suku bangsa, kelompok pelaku kriminal, maupun
kelompok orang yang baik dan buruk nanti di akhirat. Dari situ dapat
dipahami bahwa manusia adalah makhluk yang berkelompok, dan ia
akan selalu membentuk kelompok sesuai dengan suku, bangsa, dan
lain-lain. Kemudian istilah berikutnya adalah al-nas disebutkan dalam
al-Quran sebanyak 243 kali, masing-masing 54 surah dan 230 ayat.
Diantara kata yang terpenting mengikuti istilah al-nas adalah ya
ayyuhan nas (wahai manusia). Allah menggunakan istilah ini yang

24
berlaku umum, bukan hanya untuk ummat muslim. Jika dianalisa ayat
yang menggunakan ya ayyuhan nas akan ditemukan bahwa ayat-ayat
itu mengajarkan nilai-nilai yang dipandang baik untuk seluruh
manusia. Dengan demikian menurut al-Quran, sifat dasar manusia
sebenarnya adalah saling mencintai. Itulah nilai universal umat
manusia. Dan untuk menegasklan universal itu, al-Quran memulai
ayat ayat tersebut dengan ya ayyuhan nas (wahai manusia.).
c. Bani Adam. Secara bahasa bani adalah bentuk jamak dari ibnun, yang
berarti anak. Istilah bani adam dalam al-Quran disebutkan sebanyak
7 kali, masing- masing dalam 7 surah dan 7 ayat. Dari keseluruhan
ayat yang menggunakan kata bani adam tersebut dapat disimpulkan
bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai kelebihan dan
keistimewaan dari makhluk lainnya. Keistimewaan itu meliputi fitrah
keagamaan, peradaban, dan kemampuan memanfaatkan alam. Dengan
kata lain bahwa manusia adalah makhluk yang berada dalam relasi
dengan Tuhan (hablun min al-Allah) dan relasi dengan sesama
manusia (hablun minannas) dan relasi dengan alam (hablun min al
alam). Tugas manusia adalah sebagai khalifah di muka bumi, yakni
pemelihara dan penjaga amanah Allah.
2. Hakikat Manusia sebagai Penerima dan Pengembang Ilmu
Pengetahuan
2.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan
Menurut Amsal Bakhtiar (2012:98) pengetahuan diperoleh dari
berbagai sumber yakni antara lain:
a. Empirisme. Empiris merupakan pengalaman, manusia memperoleh
pengetahuan melalui pengalamannya. Menurut David Hume (dalam
Amsal Bakhtiar, 2012:100) menegaskan bahwa pengalaman lebih
memberi keyakinan dibandingkan kesimpulan logika atu kemestian
sebab akibat.
b. Rasionalisme. Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar
kepastian pengetahuan,manusia memperoleh pengetahuan melalui
kegiatan menangkap objek. Akal selain bekerja karena ada bahan
dari indera, juga akal dapat menghasilkan pengetahuan yang tidak

25
berdasarkan bahan indrawi sama sekali, jadi dapat disimpulkan
bahwa akal dapat menghasilkan pengetahuan tentang objek yang
betul-betul abstrak.
c. Instuisi. Menurut Henry Bergson (dalam Amsal Bakhtiar,2012:106)
intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi, intuisi
mengatasi sifat lahiriah pengetahuan simbolis yang bersifat analisis,
menyeluruh, mutlak dan tanpa dibantu oleh penggambaran secara
simbolis. Jadi intuisi adalah sarana untuk mengetahui secara
langsung dan seketika.
d. Wahyu. Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah
kepada manusia lewat perantaraan para nabi. Para nabi memperoleh
pengetahuan dari Tuhan. Pengetahuan dengan jalan ini merupakan
kekhususan para nabi, sehingga membedakan para nabi dengan
manusia lainnya. Wahyu Allah berisikan pengetahuan, baik
mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh pengalaman,
maupun yang mencakup masalah transedental.
2.2 Hakikat Manusia sebagai Penerima dan Pengembang Ilmu
Manusia memiliki kemampuan menalar, kemampuan menalar ini
menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang ada.
Menurut Jujun S. Suriamantri (2009:39) secara simbolis manusia
memakan buah pengetahuan lewat Adam dan Hawa, dan setelah itu
manusia harus hidup berbekal pengetahuan ini. Hal ini berarti manusia
sebagai individu yang menerima ilmu dari leluhur sebelumnya dan
mengembangkan ilmu yang diterimanya secara sungguh-sungguh
tersebut agar mampu bertahan hidup. Selanjutnya menurut Jujun S
Suriamantri (2009:39) manusia memilkirkan hal-hal baru, menjelajah
ufuk baru, karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup,
namun lebih dari itu. Hal ini berarti bahwa manusia memiliki tujuan
tertentu yang lebih tinggi dalam hidup, sehingga manusia
mengembangkan ilmu pengetahuan yang diterimanya sehingga
membuat manusia menjadi makhluk yang berbeda dari makhluk
lainnya.

26
Potensi lain yang dimiliki manusia hingga Allah
menjadikannya sebagai salah satu makhluk yang ditugaskan sebagai
penerima dan pengembang ilmu adalah, karena manusia memiliki
berbagai potensi yang dimiliki. Bertitik tolak uraian di atas, manusia
dibandingkan dengan makhluk lain mempunyai berbagai ciri utama,
diantaranya :
1. Mahkluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang paling
sempurna, hal ini sebagaimana firman Allah :

Artinya : sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dalam


bentukyang sebaik-baiknya " (QS. At-Tin :4)
2. Manusia memiliki potensi (daya atau kemampuan yang mungkin
dikembangkan) beriman kepada Allah. Sebab sebelum ruh (ciptaan )
Allah dipertemukan dengan jasad di rahim ibunya, ruh yang berada
di alam ghaib itu berikrar kepada Allah yang menciptakan.
Artinya:" apakah kalian mengakui Aku sebagai Tuhan kalian? (para
ruh itu menjawab) "ya, kami akui (kami saksikan) Engkau adalah
Tuhan kami''). (Q.S. AI-A 'raf: 172)
Hal di atas bermakna pula bahwa secara potensial manusia percaya atau
beriman kepada ajaran agama yang diciptakan Allah yang Maha
Kuasa.
3. Manusia di ciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya. Hal ini
termaktib dalam Q.S Az-Zariyaat ayat 56.

Artinya : dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, keculai untuk
mengabdi kepada-Ku (QS. Az-Zariyat :56).
4. Manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah di bumi. Hal itu
dinyatakan Allah dalam QS. Al-baqoroh ayat 30. Bahwa Allah
menciptakan manusia untuk menjadi khalifa-Nya di bumi.
Pernyataan menjadi khalifah mengandung makna bahwa Allah
menjadikan manusia wakil atau pemegang kekuasaan-Nya mengurus

27
dunia dengan jalan melaksanakan segala yang di ridhoinya di muka
bumi.
5. Manusia di lengkapi dengan akal, perasaan dan kemauan atau
kehendak. Dengan akal dan kehendaknya manusia akan tunduk dan
6. patuh kepada Allah, menjadi muslim. Tetapi dengan akal dan
kehendaknya pula manusia dapat tidak percaya, tidak tunduk, dan
tidak patuh kepada kehendka Allah, bahkan mengingkari, menjadi
kafir. Karena itu dalam Al-Quran ditegaskan oleh Allah dalam QS.
Alkahfi ayat 29.

Artinya : Dan katakan bahwa kebenaran itu datangnya dari


Tuhanmu. Barangsiapa yang mau beriman hendaklah ia beriman,
dan barangsiapa yang tidak ingin beriman, biarlah ia kafir. " (QS.
Al-Kahfi : 29).
7. Secara Individual manusia bertanggung jawab atas segala
perbuatannya. Hal ini dinyatakan dalam Al-Quran Surat At-Thur
ayat 21.

Artinya : Setiap orang terikat (bertanggungjawab atas apa yang


dilakukannya."(QS. At- Thur : 21)

8. Berakhlak. Berakhlaq merupakan ciri utama manusia dibandingkan


makhluk lain. Artinya manusia adalah makhluk yang diberikan
Allah kemampuan untuk membedakan yang baik dengan yang
buruk. Dalam silam kedudukan akhlak sangat penting, ia menjadi
komponen ketiga dalam islam.

B. Pembahasan
1. Mansuia dan Hakikatnya sebagai penerima dan Pengembang Ilmu
1.1 Hakikat Manusia

28
Manusia merupakan salah satu makhluk yang memiliki eksistensi
di bumi. Eksistensinya ditunjukkan melalui keberadaannya sebagai salah
satu komponen makhluk Allah yang bisa mengolah berbagai unsur yang
ada di bumi. Eksistensi manusia di bumi membuat ketertarikan tersendiri
untuk di bahas secara lebih mendalam mengenai hakikat manusia sebagai
salah satu makhluk yang memiliki eksistensi di bumi. Kajian ini mencoba
menggabungkan paradigma yang telah tersaji pada uraian kajian teori dan
pembahasan dengan pardigma yang bersumber dari Al-Quran. Namun,
bisa jadi kajian ini akan lebih banyak bersumber pada Alquran.
Manusia sebagai makhluk yang multidimensi, mengundang
ketertarikan untuk di bahas. Pembahasan ini akan bermula dari beberapa
pertanyaan inti yakni siapakah manusia? Dan apakah hakikat manusia
itu ?. banyak teori barat yang telah membahas mengenai hakikat manusia.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai aliran teori, dari mulai aliran monoisme
sampai kepada aliran dualisme yang menyatakan bahwa manusia
merupakan Two In One atau dua dalam satu. Terdidi dari dua komponen
yakni rohaniah dan jasadiyah. Ketika hal ini kita kaji lebih dalam lagi,
pada hakikatnya pernyataan ini benar. Yakni manusia terdiri dari dua
komponen penyusun yang pertama adalah jasad dan ruh. Sebagaimana
juga terkandung dalam beberapa ayat Al-Quran bahwa manusia
diciptakan dari segumpal daging yang kemudian Allah meniupkan ruh
kepada setiap jasad yang dia kehendaki-Nya.
Beranjak dari berbagai teori yang telah diuraikan serta pertanyaan
yanng telah di paparkan, penulis mencoba mengkaji kembali dari sudut
pandang yang penulis pahami yakni Al-Quran. Ada lima inti dari hakikat
manusia yang penulis temukan, yakni
a. Manusia sebagai Makhluk
Manusia sebagai makhluk artinya bahwa manusia itu diciptakan
bukan menciptakan (Khaliq). Hal ini sebagaimana diperjelas oleh Allah
dalam QS. Az-Zariyat ayat 56 yang artinya dan tidak Aku ciptakan jin
dan manusia kecuali untuk menyembahku. Berawal dari hakikat yang
pertama ini jelas bahwa manusia merupakan makhluk sengaja

29
diciptakan oleh Allah dengan berbagai alasan. Alasan pertama yang
nampak pada ayat tersebut adalah sebagai hamba allah, menyembah dan
menyeru bahwa Tuhan yang wajib di sembah adalah Allah, mengikuti
segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Alasan kedua
berdasarkan kajian sederhana penulis bahwa Allah sengaja menciptakan
manusia sebagai khalifah di muka bumi yang bertanggung jawab
terhadap segala sesuatu yang ada di bumi. Artinya bahwa manusia
merupakan Wali Allah yang sepenuhnya memiliki hak untuk mengelola
semua yang ada dibumi.
b. Mukarram (yang dimuliakan)
Manusia merupakan satu-satunya makhluk yang Allah muliakan
dari makhluk yang lain. Dimuliakan bukan berarti mulia dengan
sendirinya, melainkan Allah telah memuliakannya. Hal ini sebagaimana
firman Allah dalam QS. Al-Israa ayat 70.

Artinya : dan sungguh kami telah memuliakan anak cucu adam, dan
Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki
dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk
yang kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.
Berdasarkan ayat di atas, jelas bahwa manusia merupakan
makhluk Allah yang paling dimuliakan. Hal ini dapat dilihat dari
beberapa poin apda uraian ayat di atas. Kemuliaan yang Allah berikan
pada manusia yakni di tiupkannya ruh, diberikan kelebihan, rezeki,
serta ditundukkan alam semesta bagi manusia.
c. Mukallaf (tanggung jawab).
Selain sebagai makhluk yang dimuliakan, manusia juga di beri
beban tanggung jawab (Mukallaf). Ada dua beban besar yang diberikan
Allah kepada manusia, yakni Ibadah dan Khilafah.

30
Artinya :dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat, Aku hendak menjadikan khalifah di bumi. Mereka berkata
apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan
menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih, memuji-Mu,
dan menyucikan nama-Mu?. Dia Berfirman sungguh aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui (QS. Al-Baqoroh:30)
Beban berat yang diberikan Allah kepada manusia tentu
menggambarkan bahwa ada kelebihan lain yang dimiliki oleh manusia
sehingga Allah memilih untuk memberi beban kepada manusia sebagai
khalifah, sebagai penanggung jawab atas keadaan di bumi.
d. Mukhayyar (memilih) dan Mujza (diberi balasan)
Manusia adalah makhluk yang dimuliakan, diberi beban, dan kemudian
diberi kebebasan memilih. Kebebasan memilih itu terdiri dari apakah
dia beriman atau kafir kepada Allah, apakah dia berbuat baik atau
berbuat buruk. Dan masing-masing memiliki konsekuensi yang jelas
dari Allah ketika manusia memilih diantara dua pilihan yang diberikan
Allah kepada manusia. Pendapat tersebut berdasarkan pada firman
Allah dalam QS Al-Kahfi ayat 29 serta surat Al-Insan ayat 3.
Sebagaimana berikut ini .

Artinya : dan katakanlah kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu :


barang siapa yang menghendaki beriman hendaklah dia beriman, dan
barang siapa yang menghendaki kafir biarlah dia kafir. Sesungguhnya
kami telah menyediakan neraka bagi orang dzalim, yang gejolaknya
mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan (minum),
mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang
menghanguskan wajah. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat
istirahat yang paling jelek (QS. Al-kahfi ayat 29).
Firman Allah QS. Al-Insan ayat 3

31
Artinya : sungguh kami telah menunjukkan jalan yang lurus, ada yang
bersyukur adapula yang kufur (QS. Al-Insan ayat 3)
Keempat penjelasan di atas merupakan jawaban dari apa hakikat
manusia itu serta siapakah manusia itu sebenarnya. Jelas bahwa manusia
merupakan makhluk yang dicipta dengan memiliki tujuan penciptaan.
Tujuan penciptaannya sebagai mana telah dijelaskan oleh beberapa ayat
Alquran yang tertera di atas. Alquran tidak memandang manusia sebagai
makhluk yang diciptakan secara kebetulan, atau gtercipta dari kumpulan
atom, namun diciptakan setelah sebelumnya direncanakan untuk
mengemban tugas mengabdi dan menjadi khalifah yang telah disebutkan
dalam QS Azzariyat dan QS Albaqoroh. Sangat tidak lazim ketika ada
pendapat yang mengatakan bahwa manusia berasal dari salah satu yang
sudah ada di bumi yakni kera.
Dari kedua ayat tersebut, juga dapat diambil pemahaman bahwa,
kedudukan manusia dalam sistem penciptaannya adalah sebagai hamba
Allah. Kedudukan ini berhubungan dengan hak dan kewajiban manusia
di hadapan Allah sebagai penciptanya. Dan tujuan penciptaan
manusia adalah untuk menyembah kepada Allah SWT. Penyembahan
manusia kepada Allah lebih mencerminkan kebutuhan manusia terhadap
terhadap terwujudnya sesuatu kehidupan dengan tatanan yang baik dan
adil. Karena manusia yang diciptakan Allah sebagai makhluk yang paling
canggih, mampu menggunakan potensi yang dimilikinya dengan baik,
yaitu mengaktualisasikan potensi iman kepada Allah, menguasai ilmu
pengetahuan, dan melakukan aktivitas amal saleh, maka manusia akan
menjadi makhluk yang paling mulia dan makhluk yang berkualitas di
muka bumi ini sesuai dengan fitrahnya masing-masing.
1.2 Hakikat Manusia sebagai Penerima dan Pengembang Ilmu
Telah dijelaskan bahwa penciptaan manusia tidak terjadi secara
kebetulan. Namun telah direncanakan sebelumnya, telah memiliki tujuan
sebelumnya. Ketika kajian mengenai hakikat manusia sebagai penerima
dan pengembang ilmu, maka tidak salah jika bahasan ini diawali dengan

32
kata potensi dasar atau bakat alamiah. Pengembanan amanah sebagai
penerima dan pengembangan ilmu yang dilimpahkan kepada manusia
tentu memiliki beberapa alasan yang kuat. Berdasarkan beberapa kajian
teori yang telah diuraikan di atas, penulis mencoba membahas satu persatu
potensi dasar yang menyebabkan status penerima dan pengembang ilmu
melekat erat pada manusia.
a. Potensi Fitriyah
Ditinjau dari beberapa kamus dan pendapat tokoh islam, fitrah
mempunyai makna sebagai berikut :
1. Fitrah berasal dari kata (fiil) fathara yang berarti menjadikan
secara etimologi fitrah berarti kejadian asli, agama, ciptaan, sifat
semula jadi, potensi dasar, dan kesucian
2. Fitrah berarti Tuhur yaitu kesucian
3. Menurut Ibn Al-Qayyim dan Ibn Katsir, karena fatir artinya
menciptakan, maka fitrah artinya keadaan yang dihasilkan dari
penciptaannya itu
Apabila di interpretasikan lebih lanjut, maka istilah fitrah
sebagaimana dalam Ayat Al-quran, hadits ataupun pendapat adalah
sebagai berikut :

1. Fitrah berarti agama, kejadian. Maksudnya adalah agama Islam ini


bersesuaian dengan kejadian manusia. Karena manusia diciptakan
untuk melaksanakan agama (beribadah). Hal ini berlandaskan dalil
Al-quran surat Adz-Dzariyat (51:56)
2. Fitrah Allah untuk manusia merupakan potensi dan kreativitas yang
dapat dibangun dan membangun, yang memilliki kemungkinan
berkembang dan meningkat sehingga kemampuannya jauh
melampaui kemampuan fisiknya. Maka diperlukan suatu usaha-
usaha yang baik yaitu pendidikan yang dapat memelihara dan
mengembangkan fitrah serta pendidikan yang dapat membersihkan
jiwa manusia dari syirik, kesesatan dan kegelapan menuju ke arah

33
hidup bahagia yang penuh optimis dan dinamis. Ini sesuai dengan
Al-Quran surat Ar-Rum ayat : 30 yaitu

Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama


Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui
Pada ayat ini Allah telah menciptakan semua makhluknya
berdasarkan fitrahnya. Surat ini telah menginspirasikan untuk
mengembangkan dan mengaktualisasikan fitrah atau potensi itu dengan
baik dan dan lurus. Dengan demikian, pada diri manusia sudah melekat
(menyatu) satu potensi kebenaran (dinnullah). Kalau ia gunakan
potensinya ini, ia akan senantiasa berjalan di atas jalan yang lurus.
Karena Allah telah membimbingnya semenjak dalam alam ruh (dalam
kandungan).
b. Potensi Ruhiyah
Potensi ruhiyah adalah potensi yang dilekatkan pada hati nurani untuk
membedakan dan memilih jalan yang hak dan yang batil, jalan menuju
ketaqwaan dan jalan menuju kedurhakaan. Bentuk dari roh ini sendiri
pada hakikatnya tidak dapat dijelaskan. Potensi ini terdapat pada surat
Asy-Syams ayat 7 yaitu :

Artinya : dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya)


kemudian Asy-Syams ayat 8 :

Artinya : maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan


dan ketakwaannya.

34
Di dalam hati setiap manusia telah tertanam potensi ini, yang dapat
membedakan jalan kebaikan (kebenaran) dan jalan keburukan
(kesalahan). Menurut Ibn Asyur kata nafs pada surat Asy-Syams ayat
ke-7 menunjukan nakiroh maka arti kata tersebut menunjukan nama
jenis, yaitu mencakup jati diri seluruh manusia seperti arti kata nafs
pada surat Al-infithar ayat 5 yaitu :

Artinya : maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah


dikerjakan dan yang dilalaikannya.
Menurut Al-Qurthubi sebagian ulama mengartikan nafs adalah
nabi Adam namun sebagian lain mengartikan secara umum yaitu jati
diri manusia itu sendiri. Pada arti kata nafs ini terdapat tiga unsur
yaitu :
Qolbu, menurut para ulama salaf adalah nafs yang terletak di jantung
Domir, bagian yang samar, tersembunyi dan kasat mata
Fuad, mempunyai manfaat dan fungsi

Dengan demikian, dalam potensi ruhaniyyah terdapat pertanggung


jawaban atas diberinya manusia kekuatan pemikir yang mampu untuk
memilih dan mengarahkan potensi-potensi fitrah yang dapat
berkembang di ladang kebaikan dan ladang keburukan ini. Karena itu,
jiwa manusia bebas tetapi bertanggung jawab. Ia adalah kekuatan yang
dibebani tugas, dan ia adalah karunia yang dibebani kewajiban.
Demikianlah yang dikehendaki Allah secara garis besar terhadap
manusia. Segala sesuatu yang sempurna dalam menjalankan
peranannya, maka itu adalah implementasi kehendak Allah dan qadar-
Nya yang umum
c. Potensi Aqliyah
Potensi Aqliyah terdiri dari panca indera dan akal pikiran (sama basar,
fuad). Dengan potensi ini, manusia dapat membuktikan dengan daya
nalar dan ilmiah tentang kekuasaan Allah. Serta dengan potensi ini ia

35
dapat mempelajari dan memahami dengan benar seluruh hal yang dapat
bermanfaat baginya dan tentu harus diterima dan hal yang mudharat
baginya tentu harus dihindarkan. Potensi Aliyah juga merupakan
potensi yang dianugerahkan Allah kepada manusia agar manusia dapat
membedakan mana yang haq dan mana yang bathil dan mapu
berargumen terhadap pemilihan yang dilakukan oleh potensi ruhiyah.
Allah berfirman dalam Al-quran surat An-Nahl ayat 78 :


Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam


keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur

Ayat ini mengandung penjelasan bahwa setelah Allah melahirkan


kamu dari perut ibumu, maka Dia menjadikan kamu dapat mengetahui
segala sesuatu yang sebelumnya tidak kamu ketahui. Dia telah
memberikan kepadamu beberapa macam anugerah berikut ini :
1. Akal sebagai alat untuk memahami sesuatu, terutama dengan akal itu
kamu dapat membedakan antara yang baik dan jelek, antara yang
lurus dan yangs esat, antara yang benar dan yang salah
2. Pendengaran sebagai alat untuk mendengarkan suara, terutama
dengan pendengaran itu kamu dapat memahami percakapan diantara
kamu
3. Penglihatan sebagai alat untuk melihat segala sesuatu, terutama
dengan penglihatan itu kamu dapat mengenal diantara kamu.
4. Perangkat hidup yang lain sehingga kamu dapat mengetahui jalan
untuk mencari rizki dan materi lainnya yang kamu butuhkan, bahkan
kamu dapat pula meilih mana yang terbaik bagi kamu dan
meninggalkan mana yang jelek.
Menurut An-Nawawi menafsirkan ayat ini bahwa agar kamu
(manusia) menggunakan nimat Allah itu untuk kebaikan, maka kamu
mendengar akan nasihat Allah, dan melihat tanda-tanda Allah dan

36
memikirkan kebesaran Allah. Selain ayat tersebut, surat Al-Israa ayat 36
juga menjelaskan tentang potensi ini yang berbunyi :

Artinya : Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak


mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya.
Pada ayat ini Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud
adalah janganlah kamu mengatakan bahwa kamu melihatnya, padahal
kamu tidak melihatnya, atau kamu katakana kamu mendengarnya
padahal kamu tidak mendengrnya, atau kamu katakana bahwa kamu
mengetahuinya, padahal kamu tidak mengetahui. Karena sesungguhnya
Allah kelak akan meminta pertanggungjawaban darimu tentang hal itu
secara keseluruhan, sehingga inti dari ayat ini adalah bagaimana kita
mengolah potensi yang terdapat dalam ayat ini dengan sebaik-baiknya
karena ketika kita menggunakan potensi ini, maka cara kita
menggunakannya akan mendapat pertanggungjawaban kelak di akhirat
dan Allah melarang sesuatu tanpa pengetahuan, bahkan melarang pula
mengatakan sesuatu dengan dzan (dugaan) yang bersumber dari
sangkaan atau ilusi.
Termasuk dalam surat Al-Araf tentang potensi Aqliyah ini pada
ayat 179 yang berbunyi :

Artinya: Dan sesungguhnya telah kami sediakan untuk mereka


jahannam banyak dari jin dan manusia; mereka mempunyai hati
(tetapi) tidak mereka gunakan memahami, dan mereka mempunyai

37
mata (tetapi) tidak mereka gunakan untuk melihat dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak mereka gunakan untuk mendengar,
mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi,
mereka itulah orang-orang yang lalai.
Dalam ayat ini, kekuatan dan kesuksesan bersumber dari-Nya,
aktifitas akal dan juga ruh berada di tangan-Nya. Oleh karena itu,
manusia tidak dapat menyembunyikan sesuatu apa pun dari-Nya,
melainkan dalam setiap kesempatan dan keadaan senantiasa memohon
taufik dari-Nya dan menjadikan Allah sebagai penolong-Nya dan tidak
mencari penolong selain-Nya. Sehingga dapat kita ketahui bahwa akal
merupakan potensi yang besar yang iberikan oleh Allah sehingga kita
bisa melaksanakan tugas sebagai ciptan-Nya dengan baik dan benar.
d. Potensi Jasmaniyyah
Potensi jasmaniya adalah kemampuan tubuh manusia yang telah
Allah ciptakan dengan sempurna, baik rupa, kekuatan dan kemampuan.
Sebagaimana pada firman Allah Al-Quran surat At-Tin ayat 4 yaitu

Artinya : sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk


yang sebaik-baiknya

Kata insan dijumpai dalam Al-Quran sebanyak 65 kali. Penekanan


kata insan ini adalah lebih mengacu pada peningkatan manusia ke derajat
yang dapat memberinya potensi dan kemampuan untuk memangku jabatan
khalifah dan meikul tanggung jawab dan amanat manusia di muka bumi,
karena sebagai khalifah manusia dibekali dengan berbagai potensi seperti
ilmu, persepsi, akal dan nurani.
Dengan potensi-potensi ini manusia siap dan mampu menghadapi
segala permasalahan sekaligus mengantisipasinya. Di samping itu,
manusia juga dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai makhluk yang
mulia dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari makhluk lain dengan
berbekal potensi-potensi tadi. Dan dalam surat ini manusia diberikan oleh

38
Allah potensi jasmani. Potensi ini juga terdapat disurat At-Taghabun ayat 3
yang berbunyi :

Artinya: Dia menciptakan langit dan bumi dengan hak, Dia membentuk
rupamu dan membaguskan rupamu itu, dan hanya kepada-Nya-lah
kembali(mu).
Oleh karena itu, patutnya manusia sebagai ciptaan Allah yang
sangat mulia dan banyak keutamaan, agar mempergunakan potensi
jasmaninya dengan baik sebagai modal utama untuk menjalankan tugas
sebagai ciptan-Nya. Dari berbagai uraian di atas jelas bahwa hakikat
manusia sebagai penerima dan pengembang ilmu adalah karena manusia
memiliki potensi baik dari akal, pikiran, serta jasmaniah yang secara
gamblang dijelaskan oleh Allah dalam Firman-Nya.

39
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik beberapa poin simpulan, sebagai
berikut :
1. Manusia merupakan makhluk yang diciptakan Allah dengan segala
kesempurnaan dari makhluk yang lainnya karena manusia dilengkapi
dengan akal dan fikiran walaupun manusia dengan makhluk lainnya
sama-sama makhluk ciptaan Allah dan Allah menjadikan manusia tidak
sia-sia karena manusia tersebut dengan akal dan potensi yang dimilikinya
dapat menjadi khalifah dan abdun.
2. Terminologi manusia yang digambarkan dengan istilah al-basyar,
al-insan dan al-nas merupakan kausa prima yang secara fitrah sebagai
potensi dasar manusia sekaligus menjadi karakter personalitas dari
eksistensi manusia. Konsep kausa material ini sepenuhnya menjadi
keistimewaan manusia yang membedakannya dengan makhluk lain di
muka bumi serta berimplikasi kepada adanya peran dan tugas
kekhalifahan.
3. Allah menciptakan manusia hanya untuk menyembah Allah semata yang
memiliki peran yang sangat ideal yaitu memakmurkan bumi dan
memelihara serta mengembangkannya untuk kemaslahatan hidup
manusia. Namun Allah akan meminta pertanggung jawaban sesuai
dengan peranan manusia tersebut yang dilakukan selama di dunia.
4. Tugas utama manusia adalah beribadah kepada Allah SWT.Semua ibadah
yang kita lakukan dengan bentuk beraneka ragam itu akan kembali kepada
kita dan bukan untuk siapa-siapa.Patuh kepada Allah SWT,menjadi
khalifah,melaksanakan ibadah,dan hal-hal lainnya dari hal besar sampai
hal kecil yang termasuk ibadah adalah bukan sesuatu yang ringan yang
bisa dikerjakan dengan cara bermain-main terlebih apabila seseorang
sampai mengingkarinya.Perlu usaha yang keras,dan semangat yang kuat
ketika keimanan dalam hati melemah,dan pertanggungjawaban yang besar

40
dari diri kita kelak di hari Pembalasan nanti atas segala apa yang telah kita
lakukan di dunia

5. Hakikat manusia sebagai penerima dan pengembang ilmu didasarkan pada


alasan bahwa manusia memiliki potensi yang tidak dimiliki oleh makhluk
lain di bumi. Selain hakikatnya sebagai makhluk, manusia juga menjadi
hamba sekaligus khalifah dibumi. Potensi yang dimiliki oleh manusia
antara lain, potensi ruhiyah, potensi aqliyah, potensi jasadiyah, dan potensi
fitriyah.
B. Saran
Dari beberapa penjelasan di atas, penulis menyarankan kepada seluruh
pembaca bahwa untuk lebih memantapkan pemahaman mengenai hakikat manusia
hendaklah membaca banyak literatur serta tafsir Alquran sebagai salah satu
sumber ilmu pengetahuan yang sangat kompleks dan banyak memberikan
informasi terkait apa-apa yang ada di bumi secara mendalam.

41
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H. M. 1993. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara


Baharuddin. 2004. Paradigma Psikologi Islami; Studi Tentang Elemen Psikologi
Dari Al-Quran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Baharuddin. 2005. Aktualisasi Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


Bakhtiar, Amsal. 2012. Filsafat Ilmu. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Fithri, Widia Fithri. 2004. Wacana Filsafat Ilmu. Padang: Azka
Hamalik,Oemar.2003. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan pendekatan
sistim.Jakarta Bumi Aksara
Kemp.J.E. 1980. Designing Effective Instruction. New York. MacMilan College
Manan,Imran,1989.Antropologi Pendidikan:Suatu Pengantar.Jakarta. Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan
Nizar, Samsul. 2001. Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya
Media Pratama
Nasution,S. Sosiologi Pendidikan. Jakarta.Bumi Aksara.
Purwanto, Ngalim. 1999. Psikologi Pendidikan, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Pokja Pengembangan Peta Keilmuan Pendidikan, 2005 Peta Keilmuan
Pendidikan. Jakarta; Depdiknas.
Prayitno, 2005. Sosok Keilmuan Ilmu Pendidikan. Padang: UNP.
Prayitno, 2008. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan Padang: UNP.

42

Anda mungkin juga menyukai