PEDAGOGIK PENDIDIKAN
Tentang
HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI PENERIMA DAN PENGEMBAN ILMU
DALAM BERBAGAI PARADIGMA
Oleh
Kelompok
Nama Mahasiswa
Dosen Pembimbing
Tim Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 2
BAB II KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN ........................................ 3
A. Kajian Teori ........................................................................................ 3
1. Hakikat Pendidik .......... 3
2. Hakikat Peserta Didik ... 16
B. Hakikat Manusia ditinjau dari Berbagai Paradigma............................. 19
1.1 Hakikat Manusia ditinjau dari pengertian Filosofi................... 19
1.2 Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam ........................... 21
C. Hakikat Manusia sebagai Penerima dan Pengembang Ilmu................. 23
a. Hakikat Ilmu Pengetahuan ........................................................ 23
b. Hakikat Manusia sebagai Penerima dan Pengembang
Ilmu Pengetahuan..................................................................... 24
D. Pembahasan 26
1. Manusia dan Hakikatnya sebagai Penerima dan Pengembang
Ilmu. 26
1.1 Hakikat Manusia .. 26
1.2 Hakikat Manusia sebagai Penerima dan Pengembang ilmu ... 30
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 38
A. Simpulan ........................................................................................... 38
B. Saran ................................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA . 40
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Alam semester merupakan salah satu ciptaan Allah yang sangat banyak
menraik perhatian bagi para ilmuwan untuk menelitinya. Hal ini terkait tentang
asal mula kejadian, serta berbagai makhluk yang memiliki eksistensi di alam
semesta ini juga merupakan hal yang menarik untuk di teliti dan dikajis secara
mendalam. Salah satu makhluk yang memiliki eksistensi di alam semesta ini
adalah manusia. Manusia adalah sosok makhluk yang sangat sulit untuk
dipahami. Tidak sedikit ayat Al-Quran yang berbicara tentang manusia. Bahkan,
wahyu pertama yang turun di Gua Hira, manusia merupakan makhluk pertama
yang disebut sebanyak dua kali. Namun, manusia tetap Man the Unknown.
Mengetahui hakikat manusia bukanlah pekerjaan mudah. Kita tidak mengetahui
manusia secara utuh, yang kita ketahui hanyalah bahwa manusia terdiri dari
bagian-bagian tertentu dan masih pada tataran bagian secara fisik dan psikis.
Akan tetapi, perlu kita ketahui bahwa manusia tidak sesederhana itu. Manusia
mempunyai banyak keistimewaan dibanding makhluk lainnya, diantaranya
adalah potensi untuk menerima dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Dalam memahami hakikat manusia sebagai penerima dan pengembang
ilmu pengetahuan, para ahli berbeda pendapat. Oleh karena itu, dalam makalah
ini akan dijelaskan bagaimana hakikat manusia sebagai penerima dan
pengembang ilmu dari sudut pandang (paradigma) pakar barat dan timur (Islam).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, rumusan
masalah penulisan makalah ini, sebagai berikut :
1. Bagiamana hakikat pendidik?
2. Bagaimana hakikat peserta didik?
3. Bagaimana Hakikat Manusia sebagai makhluk yang memiliki Eksistensi di
pandang dari berbagai paradigma ?
4. Bagaimanakah hakikat manusia sebagai penerima ilmu pengetahuan ?
5. Bagaimanakah hakikat manusia sebagai pengembang ilmu pengetahuan?
C. Tujuan Penulisan
1
Berdasarkan rumusan masalah yang telah di uraikan, maka tujuan
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Menguraikan beberapa hakikat manusia ditinjau dari berbagai paradigma
baik itu paradigma yang lahir dari paradigma barat maupun padangan
Islam (Al-Quran)
2. Menguraikan hakikat manusia sebagai penerima ilmu.
3. Menguraikan hakikat manusia sebagai pengembang ilmu pengetahuan.
2
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN
A. Kajian Teori
1. Pengertian Pendidik
Dari segi bahasa, seperti yang dikutip Abudin Nata dari WJS,
Poerwadarminta pengertian pendidik adalah orang yang mendidik.
Pengertian ini memberikan kesan, bahwa pendidik adalah orang yang
melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Pendidik dalam bahasa
Inggris disebut Teacher, dalam bahasa Arab disebut Ustadz, Mudarris,
Mualim dan Muadib. Dalam literatur lainya kita mengenal guru, dosen,
pengajar, tutor, lecturer, educator, trainer dan lain sebagainya.
Sedangkan Pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah
orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh
potensi peserta didik, baik petensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik
sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Beberapa kata di atas secara keseluruhan terhimpun dalam kata
pendidik, karena keseluruhan kata tersebut mengacu kepada seorang yang
memberikan pengetahuan, keterampilan atau pengalaman kepada orang
lain. Kata-kata yang bervariasi tersebut menunjukan adanya perbedaan
ruang gerak dan lingkungan di mana pengetahuan dan keterampilan
diberikan.
Dikutip dari Abudin Nata, pengertian pendidik adalah orang yang
mendidik.Pengertian ini memberikan kesan bahwa pendidik adalah orang
yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Secara khusus
pendidikan dalam persepektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peseta didik.
Kalau kita melihat secara fungsional kata pendidik dapat di artikan sebagai
pemberi atau penyalur pengetahuan, keterampilan. Dari istilah-istilah
sinonim di atas, kata pendidik secara fungsional menunjukan kepada
3
seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan,
keterampilan, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya, bisa siapa saja dan
dimana saja. Secara luas dalam keluarga adalah orang tua, guru jika itu
disekolah, di kampus disebut dosen, di pesantren disebut murabbi atau
kyai dan lain sebagainya.
Uraian singkat di atas tampak bahwa ketika menjelaskan
pengertian pendidik selalu dikaitkan dengan bidang tugas atau pekerjaan.
Jika dikaitakan dengan pekerjaan maka variabel yang melekat adalah
lembaga pendidikan, walau secara luas pengertian pendidik tidak terikat
dengan lembaga pendidikan. Ini menunjukan bahwa pada akhirnya
pendidik merupakan profesi atau keahlian tertentu yang melekat pada
seseorang yang tugasnya berkaitan dengan pendidikan. Didalam
pendidikan ada proses belajar mengajar dengan kata lain adalah
pengajaran.
Dalam Islam, orang yang paling bertanggung-jawab terhadap
pendidikan adalah orangtua (ayah dan ibu) anak didik. Tanggung jawab itu
disebabkan oleh dua hal yaitu pertama, karena kodrat yaitu karena
orangtua ditakdirkan menjadi orangtua anaknya, dan karena itu ia
ditakdirkan pula bertanggung-jawab mendidik anaknya. Kedua, karena
kepentingan kedua orangtua yaitu orangtua berkepentingan terhadap
kemajuan perkembangan anaknya.
Selain itu sukses tidaknya anak mereka juga sangat tergantung
pada pola pengasuhan dan pendidikan yang diberikan di lingkungan rumah
tangga. Inilah yang tercermin dalam QS. Al-Tahrim: 6 yang berbunyi:
4
sekaligus. Dalam pendidikan formal tingkat dasar dan menengah disebut
pendidik, sedangkan pada perguruan tinggi disebut dengan dosen.
Menurut Ramayulis, pendidik dalam pendidikan Islam setidaknya
ada empat macam. Pertama, Allah SWT sebagai pendidik bagi hamba-
hamba dan sekalian makhluk-Nya. Kedua, Nabi Muhammad SAW sebagai
utusan-Nya telah menerima wahyu dari Allah kemudian bertugas untuk
menyampaikan petunjuk-petunjuk yang ada di dalamnya kepada seluruh
manusia. Ketiga, orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga
bagi anak-anaknya. Keempat, guru sebagai pendidik di lingkungan
pendidikan formal, seperti di sekolah atau madrasah. Namun pendidik
yang lebih banyak dibicarakan dalam pembahasan ini adalah pendidik
dalam bentuk yang keempat.
Salah satu hal yang menarik pada ajaran Islam ialah penghargaan
Islam yang sangat tinggi terhadap guru/pendidik. Begitu tingginya
penghargaan itu sehingga menempatkan kedudukan guru setingkat di
bawah kedudukan nabi dan rasul. Mengapa demikian? Karena pendidik
selalu terkait dengan ilmu (pengetahuan), sedangkan Islam sangat
menghargai pengetahuan.
Sebenarnya tingginya kedudukan pendidik dalam Islam merupakan
realisasi ajaran Islam itu sendiri. Islam memuliakan pengetahuan,
pengetahuan itu didapat dari belajar dan mengajar, yang belajar adalah
calon pendidik, dan yang mengajar adalah pendidik. Maka, tidak boleh
tidak, Islam pasti memuliakan pendidik. Tak terbayangkan terjadinya
perkembangan pengetahuan tanpa adanya orang yang belajar dan
mengajar, tidak terbayangkan adanya belajar dan mengajar tanpa adanya
pendidik. Karena Islam adalah agama, maka pandangan tentang pendidik,
kedudukan pendidik, tidak terlepas dari nilai-nilai kelangitan.
Ada penyebab khas mengapa orang Islam amat menghargai
pendidik, yaitu pandangan bahwa ilmu (pengetahuan) itu semuanya
bersumber pada Tuhan:
5
() ..
..
..
6
tidak hanya sebagai pengajar tetapi sekaligus sebagai pembimbing yaitu
sebagai wali yang membantu anak didik mengatasi kesulitan dalam
studinya dan pemecahan bagi permasalahan lainya. Dilain pihak pendidik
juga berperan sebagai pemimpin (khusus diruang kuliah/kelas), sebagai
komunikator dengan masyarakat, sebagai pengembangan ilmu dan
penjabaran luasan ilmu (innovator), bahkan juga berperan sebagai
pelaksana administrasi. Peranan pendidik dapat ditinjau dalam arti luas
dan dalam arti sempit. Dalam arti luas pendidik mengemban peranan
peranan sebagai ukuran kognitif, sebagai agen moral, sebagai inovator dan
kooperatif.
Pendidik sebagai ukuran kognitif. Tugas pendidik umumnya adalah
mewariskan pengetahuan berbagai keterampilan kepada generasi muda.
Hal-hal yang akan diwariskan itu sudah tentu harus sesuai ukuran yang
telah ditentukan masyarakat dan merupakan gambaran tentang keadaan
sosial, ekonomi, dan politik. Karena itu pendidik harus mampu memenuhi
ukuran kemampuan tersebut.
Pendidik sebagai agen moral dan politik. Pendidik bertindak
sebagai agen moral masyarakat, karena fungsinya mendidik warga
masyarakat agar melek huruf, pandai berhitung dan berbagai keterampilan
kognitif lainnya. Keterampilan-keterampilan itu dipandang sebagai bagian
dari proses moral, karena masyarakat yang telah pandai membaca dan
pengetahuan, akan berusaha menghindari dari tindakan-tindakan kriminal
dan menyimpang dari aturan masyarakat.
Pendidik sebagai innovator. Berkat kamajuan ilmu pengetahuan
dan teknoligi, maka masyarakat senantiasa berubah dan berkembang
dalam semua aspek. Perubahan dan perkembangan itu menuntut terjadinya
inovasi pendidikan. Tanggung jawab melaksanakan inovasi itu diantaranya
terletak pada penyelenggaraan pendidikan.
Peranan kooperatif dalam melaksanakan tugasnya pendidik tidak
mungkin bekerjasama sendiri dan mengandalkan kemampuan diri sendiri.
Karena itu para pendidik perlu bekerja sama antara sesama pendidik dan
7
dengan pekerja-pekerja sosial, lembaga-lembaga kemasyarakatan, dan
dengan persatuan orang tua murid.
Dalam proses pengajaran dikelas peranan pendidik (mengadopsi
istilah guru) lebih spesifik sifatnya. Peranan itu meliputi lima hal yaitu;
(a) Pendidik sebagai model, (b) Pendidik sebagai perencana, (c) Pendidik
sebagai peramal (d) pendidik sebagai Pemimpin (e) Pendidik sebagai
penunjuk jalan atau sebagai pembimbing kearah pusat-pusat belajar.
Menambahkan hal itu Djamarah, menuliskan peran pendidik adalah;
a. Korektor; Yaitu pendidik bisa membedakan mana nilai yang
baik dan mana nilai yang buruk, koreksi yang dilakukan bersifat
menyeluruh dari afektif sampai ke psikomotor
b. Inspirator; pendidik menjadi inspirator/ilham bagi
kemajuan belajar mahasiswa, petunjuk bagaimana belajar yang baik
dan mengatasi permasalahan lainya.
c. Informator; pendidik harus dapat memberikan informasi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
d. Organisator; Mampu mengelola kegiatan akademik
(belajar)
e. Motivator; Mampu mendorong peserta didik agar bergairah
dan aktif belajar
f. Inisiator; pendidik menjadi pencetus ide-ide kemajuan
dalam pendidikan dan pengajaran
g. Fasilitator; pendidik dapat memberikan fasilitas yang
memungkinkan kemudahan kegiatan belajar
h. Pembimbing; membimbing anak didik manusia dewasa
susila yang cakap
i. Demonstrator; jika diperlukan pendidik bisa
mendemontrasikan bahan pelajaran yang susah dipahami
j. Pengelola kelas; mengelola kelas untuk menunjang
interaksi edukatif
8
k. Mediator; pendidik menjadi media yag berfungsi sebagai
alat komunikasi guna mengefektifkan proses interaktif edukatif
l. Supervisor; pendidik hendaknya dapat, memperbaiki, dan
menilai secara kritis terhadap proses pengajaran dan
m. Evaluator; pendidik dituntut menjadi evaluator yag baik
dan jujur.
3. Tujuan Pendidik.
a. Harus beragama.
9
b. Mampu bertanggung jawab atas kesejahteraan agama.
d. Bersifat pemaaf.
10
Mengenai tugas pendidik, ahli-ahli pendidikan Islam juga ahli
pendidikan Barat telah sepakat bahwa tugas pendidik ialah mendidik.
Mendidik adalah tugas yang amat luas. Mendidik itu sebagian dilakukan
dalam bentuk mengajar, sebagian dalam bentuk memberikan dorongan,
memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan, dan lain-lain.
()
()
11
Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah
yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.. QS. Al-Baqarah: 129
12
Kelima, menghindarkan diri dari sikap merendahkan ilmu-ilmu
lain di hadapan anak, misalnya pendidik bahasa mengatakan ilmu fikih
tidak penting, pendidik fikih mengatakan ilmu tafsir tidak perlu dan
sebagainya.
13
Juan Luis Vives (1492-1540) mulai mengemukakan bahwa dalam
kegiatan pendidikan, anak harus mendapatkan perhatian. Tetapi
pendidikan anak dengan kasih sayang baru dimulai di Eropa pada abad
18.
d. Berakhlak mulia.
Pendidik akan ditiru dan diteladani oleh murid. Oleh karena, itu ia
harus berakhlak mulia, berbudi tinggi dan memiliki sikap toleransi
(tasamuh) dalam menghadapi murid-muridnya.
14
Oleh karena itu ia tidak boleh mengatakan ilmu yang dimilikinya lebih
penting dari pada ilmu yang dikuasai oleh pendidik yang lain.
15
e. Pendidik sebagai pembimbing untuk membawa anak didik kedalam
kearah kedewasaan, pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat
membentuk anak didik menurut sekehendaknya.
f. Pendidik sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat
g. Pendidik sebagai penegek disiplin.
h. Pendidik administrator dan manajer
i. Pendidik sebagai suatu profesi.
j. Pendidik sebagai perencana kurikulum.
k. Pendidik sebagai pemimpin.
l. Pendidik sebagai sponsor kegiatan anak-anak.
Dikutib dari Wens Tanlani, Djamarah menuliskan bahwa pendidik
yang bertanggung jawab memiliki sifat;
a. Menerima dan mematuhi norma, nilai kemanusiaan.
b. Memikul tugas mendidik dengan baik, berani gembira (tugas bukan
menjadi beban baginya).
c. Sadar akan nilainilai yang berkaitan dengan perbuatannya serta
akibat-akibat yang timbul (kata hati).
d. Menghargai orang lain termasuk anak didik.
e. Bijaksana dan hati-hati (tidat nakat tidak semberono, tidak singkat
akal) Taqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa.
Dan sedangkan tanggung jawab pendidik sebagai tenaga profesional
antara lain;
a. Tanggung jawab moral; Tenaga profesional berkewajiban menghayati
dan mengamalkan pancasila dan mewariskan moral Pancasila
kemahasiswa dan generasi muda
b. Tanggung jawab dalam bidang pendidikan; Tenaga profesional
bertanggung jawab mengelola proses pendidikan dalam pengajaran,
bimbingan, dan lain sebaginya.
c. Tanggung jawab kemasyarakatan; pendidik tidak boleh melepaskan
diri dari kehidupan masyarakat
16
d. Tanggung jawab di bidang keilmuan; pendidik bertanggung jawab
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama bidang
keahlianya.
Dalam melengkapi keahlian sebagai seorang pendidik tentunya
tidak terlepas juga dari keahlihan dia dalam memahami metode, yang
selanjutnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Maka sangatlah penting
untuk memahami hakekat metode dalam pendidikan.
Disamping itu menurut pemakalah adalah perlunya adanya
lembaga yang selanjutnya akan mengevaluasi kompetensi seorang
pendidik, baik secara mentalitas maupun kapabilitasnya. Disamping
evaluasi perlu juga adanya lembaga yang konsen dibidang peningkatan
mutu seorang pendidik, dalam hal ini mungkin diterjemahkan dalam
bentuk program pelatihan, pengawasan, pembimbingan dan penjaminan.
Kehadiran lembaga pengontrol mutu di lembaga-lembaga pendidikan
sangat membantu dalam menciptakan profil pendidik yang ideal.
Dari pembahasan tersebut maka secara khusus tugas-tugas dari
seorang pendidik adalah sebagai berikut :
17
Sedangkan tanggung jawab dari seorang pendidik adalah :
1) Bertanggung moral.
18
a. Aspek Paedogogis
c. Aspek Tauhid.
19
c. Setiap peserta didik wajib menghormati pendidiknya.
d. Peserta didik hendaknya belajar secara bersungguh-sungguh dan tabah
dalam belajar.
20
f. Belajar secara bertahap atau berjenjang dengan melalui pelajaran yang
mudah menuju pelajran yang sulit.
g. Mempelajari ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih kepada ilmu
yang lainnya.
h. Memahami nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari
i. Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.
j. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan yang
dapat bermanfaat, membahagiakan, serta memeberi keselematan dunia
dan akhirat.
Pada kajian teori akan di bahas beberapa pendapat para ahli serta
berbagai teori mengenai hakikat manusia menurut paradigma barat dan islam,
serta beberapa uraian mengenai hakikat manusia sebagai penerima dan
pengembang ilmu.
1. Hakikat Manusia di Tinjau dari Berbagai Paradigma
1.1 Hakikat Manusia di Tinjau dari Filosofi
21
budaya, hukum pendidikan maupun lainnya, bahkan akan
menghalalkan berbagai macam cara. Maka, agar dapat dipahami
tentang hakekat manusia secara utuh, ada beberapa pendapat atau
pandangan tentang manusia ini.
22
Kecantikan, kejelitaan, kemolekan, dan ketampanan yang dimiliki
oleh seorang wanita atau pria tak ada artinya tanpa adanya roh.
Orang yang berpandangan dengan aliran ini, dia isi hidupnya
dengan penuh dimensi rohani, pembersihan jiwa dari ketertarikan
dengan unsur materi miskipun dia harus hidup dengan penderitaan
dan hidup dengan kesederhanaan, mereka tinggal dengan
menyisihkan diri dari masyarakat dan hidup dengan selalu beramal
ibadah.
c. Aliran Dualisme. Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada
hakikatnya terdiri dari dua substansi, yaitu jasmani dan rohani,
badan dan roh. Kedua substansi ini masing-masing merupakan
unsur asal yang adanya tidak tergantung satu sama lain. Jadi, badan
tidak berasal dari roh, juga sebaliknya roh tidak berasal dari badan.
Hanya dalam perwujudannya, manusia itu serba dua, jasad dan roh
yang berintegrasi membentuk manusia. Antara keduanya terjalin
hubungan sebab akibat. Artinya anatara keduanya terjalin saling
mempengaruhi. Misalnya, orang yang cacat jasmaninya akan
berpengaruh pada perkembangan jiwanya. Begitu pula sebaliknya,
orang yang jiwanya cacat akan berpengaruh pada fisiknya. Paham
dualisme ini tidaklah otomatis identik dengan pandangan Islam
tentang manusia.
1.2 Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam
Di dalam Al-quran ada tiga kelompok istilah yang digunakan
untuk menjelaskan manusia secara totalitas, baik fisik maupun
psikisdiantaranya:
a. Kelompok al-basyar, secara bahasa maknanya fisik manusia. Al-
Quran menggunakan kata al-basyar untuk menjelaskan manusia
sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan hanya sekali dalam bentuk
mutsanna (dua). Dari penjelasan ayat-ayat yang menjelaskan al-basyar
tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian al-basyar secara istilah
tidak lain adalah manusia pada umumnya, yaitu manusia dalam
kehidupannya sehari-hari yang sangat bergantung pada kodrat
23
alamiahnya, seperti makan, minum dan berhubungan seks, tumbuh,
berkembang dan akhirnya mati, hilang dari peredaran kehidupan
dunia.
b. Kelompok al-Insan. Kata al-Insan yang sejenisnya yaitu al-ins, al-nas
dan al-unas. Kemudian kata al-Insan disebutkan dalam al-Quran
sebanyak 65 kali, masing-masing dalam 63 ayat dan 43 surah.
Menurut Ibnu Mansur al-insan mempunyai tiga asal kata yaitu: (1)
Anasa, yang berarti melihat, mengetahui dan meminta izin, maka ia
memiliki sifat-sifat potensial dan aktual untuk mampu berfikir dan
bernalar. (2) Nasiya, yang berarti lupa menunjukkan bahwa potensi
manusia untuk lupa dan bahkan lupa ingatan. (3) Al-unas yang berarti
jinak, ini menunjukkan bahwa manusia menunjukkan sikap ramah dan
mudah mengenalkan diri dengan lingkungan. Selanjutnya al-ins.
Istilah al-Ins dalam al-Quran disebutkan sebanyak 18 kali masing-
masing 17 ayat dan 9 surah. Biasanya selalu dihubungkan
penjelasannya dengan al-jin.n Al-ins dipakai al-Quran dalam
kaitannya dengan berbagai potensi jiwa manusia yaitu potensi
manusia untuk menjadi baik atau buruk, maka manusia terlihat sangat
bergantung kepada pengaruh lingkungan. Selanjutnya kata al-unas
terdapat dalam al-Quran sebanyak 5 kali, masing-masing dalam 5
ayat dan dalam 4 surah. Berdasarkan penggunaan kata al-unas dalam
berbagai konsteks ayat yang menjelaskan al-uns tersebut dapat
disimpulkan bahwa ia selalu dihubungkan dengan kelompok manusia,
baik sebagai suku bangsa, kelompok pelaku kriminal, maupun
kelompok orang yang baik dan buruk nanti di akhirat. Dari situ dapat
dipahami bahwa manusia adalah makhluk yang berkelompok, dan ia
akan selalu membentuk kelompok sesuai dengan suku, bangsa, dan
lain-lain. Kemudian istilah berikutnya adalah al-nas disebutkan dalam
al-Quran sebanyak 243 kali, masing-masing 54 surah dan 230 ayat.
Diantara kata yang terpenting mengikuti istilah al-nas adalah ya
ayyuhan nas (wahai manusia). Allah menggunakan istilah ini yang
24
berlaku umum, bukan hanya untuk ummat muslim. Jika dianalisa ayat
yang menggunakan ya ayyuhan nas akan ditemukan bahwa ayat-ayat
itu mengajarkan nilai-nilai yang dipandang baik untuk seluruh
manusia. Dengan demikian menurut al-Quran, sifat dasar manusia
sebenarnya adalah saling mencintai. Itulah nilai universal umat
manusia. Dan untuk menegasklan universal itu, al-Quran memulai
ayat ayat tersebut dengan ya ayyuhan nas (wahai manusia.).
c. Bani Adam. Secara bahasa bani adalah bentuk jamak dari ibnun, yang
berarti anak. Istilah bani adam dalam al-Quran disebutkan sebanyak
7 kali, masing- masing dalam 7 surah dan 7 ayat. Dari keseluruhan
ayat yang menggunakan kata bani adam tersebut dapat disimpulkan
bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai kelebihan dan
keistimewaan dari makhluk lainnya. Keistimewaan itu meliputi fitrah
keagamaan, peradaban, dan kemampuan memanfaatkan alam. Dengan
kata lain bahwa manusia adalah makhluk yang berada dalam relasi
dengan Tuhan (hablun min al-Allah) dan relasi dengan sesama
manusia (hablun minannas) dan relasi dengan alam (hablun min al
alam). Tugas manusia adalah sebagai khalifah di muka bumi, yakni
pemelihara dan penjaga amanah Allah.
2. Hakikat Manusia sebagai Penerima dan Pengembang Ilmu
Pengetahuan
2.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan
Menurut Amsal Bakhtiar (2012:98) pengetahuan diperoleh dari
berbagai sumber yakni antara lain:
a. Empirisme. Empiris merupakan pengalaman, manusia memperoleh
pengetahuan melalui pengalamannya. Menurut David Hume (dalam
Amsal Bakhtiar, 2012:100) menegaskan bahwa pengalaman lebih
memberi keyakinan dibandingkan kesimpulan logika atu kemestian
sebab akibat.
b. Rasionalisme. Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar
kepastian pengetahuan,manusia memperoleh pengetahuan melalui
kegiatan menangkap objek. Akal selain bekerja karena ada bahan
dari indera, juga akal dapat menghasilkan pengetahuan yang tidak
25
berdasarkan bahan indrawi sama sekali, jadi dapat disimpulkan
bahwa akal dapat menghasilkan pengetahuan tentang objek yang
betul-betul abstrak.
c. Instuisi. Menurut Henry Bergson (dalam Amsal Bakhtiar,2012:106)
intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi, intuisi
mengatasi sifat lahiriah pengetahuan simbolis yang bersifat analisis,
menyeluruh, mutlak dan tanpa dibantu oleh penggambaran secara
simbolis. Jadi intuisi adalah sarana untuk mengetahui secara
langsung dan seketika.
d. Wahyu. Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah
kepada manusia lewat perantaraan para nabi. Para nabi memperoleh
pengetahuan dari Tuhan. Pengetahuan dengan jalan ini merupakan
kekhususan para nabi, sehingga membedakan para nabi dengan
manusia lainnya. Wahyu Allah berisikan pengetahuan, baik
mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh pengalaman,
maupun yang mencakup masalah transedental.
2.2 Hakikat Manusia sebagai Penerima dan Pengembang Ilmu
Manusia memiliki kemampuan menalar, kemampuan menalar ini
menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang ada.
Menurut Jujun S. Suriamantri (2009:39) secara simbolis manusia
memakan buah pengetahuan lewat Adam dan Hawa, dan setelah itu
manusia harus hidup berbekal pengetahuan ini. Hal ini berarti manusia
sebagai individu yang menerima ilmu dari leluhur sebelumnya dan
mengembangkan ilmu yang diterimanya secara sungguh-sungguh
tersebut agar mampu bertahan hidup. Selanjutnya menurut Jujun S
Suriamantri (2009:39) manusia memilkirkan hal-hal baru, menjelajah
ufuk baru, karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup,
namun lebih dari itu. Hal ini berarti bahwa manusia memiliki tujuan
tertentu yang lebih tinggi dalam hidup, sehingga manusia
mengembangkan ilmu pengetahuan yang diterimanya sehingga
membuat manusia menjadi makhluk yang berbeda dari makhluk
lainnya.
26
Potensi lain yang dimiliki manusia hingga Allah
menjadikannya sebagai salah satu makhluk yang ditugaskan sebagai
penerima dan pengembang ilmu adalah, karena manusia memiliki
berbagai potensi yang dimiliki. Bertitik tolak uraian di atas, manusia
dibandingkan dengan makhluk lain mempunyai berbagai ciri utama,
diantaranya :
1. Mahkluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang paling
sempurna, hal ini sebagaimana firman Allah :
Artinya : dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, keculai untuk
mengabdi kepada-Ku (QS. Az-Zariyat :56).
4. Manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah di bumi. Hal itu
dinyatakan Allah dalam QS. Al-baqoroh ayat 30. Bahwa Allah
menciptakan manusia untuk menjadi khalifa-Nya di bumi.
Pernyataan menjadi khalifah mengandung makna bahwa Allah
menjadikan manusia wakil atau pemegang kekuasaan-Nya mengurus
27
dunia dengan jalan melaksanakan segala yang di ridhoinya di muka
bumi.
5. Manusia di lengkapi dengan akal, perasaan dan kemauan atau
kehendak. Dengan akal dan kehendaknya manusia akan tunduk dan
6. patuh kepada Allah, menjadi muslim. Tetapi dengan akal dan
kehendaknya pula manusia dapat tidak percaya, tidak tunduk, dan
tidak patuh kepada kehendka Allah, bahkan mengingkari, menjadi
kafir. Karena itu dalam Al-Quran ditegaskan oleh Allah dalam QS.
Alkahfi ayat 29.
B. Pembahasan
1. Mansuia dan Hakikatnya sebagai penerima dan Pengembang Ilmu
1.1 Hakikat Manusia
28
Manusia merupakan salah satu makhluk yang memiliki eksistensi
di bumi. Eksistensinya ditunjukkan melalui keberadaannya sebagai salah
satu komponen makhluk Allah yang bisa mengolah berbagai unsur yang
ada di bumi. Eksistensi manusia di bumi membuat ketertarikan tersendiri
untuk di bahas secara lebih mendalam mengenai hakikat manusia sebagai
salah satu makhluk yang memiliki eksistensi di bumi. Kajian ini mencoba
menggabungkan paradigma yang telah tersaji pada uraian kajian teori dan
pembahasan dengan pardigma yang bersumber dari Al-Quran. Namun,
bisa jadi kajian ini akan lebih banyak bersumber pada Alquran.
Manusia sebagai makhluk yang multidimensi, mengundang
ketertarikan untuk di bahas. Pembahasan ini akan bermula dari beberapa
pertanyaan inti yakni siapakah manusia? Dan apakah hakikat manusia
itu ?. banyak teori barat yang telah membahas mengenai hakikat manusia.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai aliran teori, dari mulai aliran monoisme
sampai kepada aliran dualisme yang menyatakan bahwa manusia
merupakan Two In One atau dua dalam satu. Terdidi dari dua komponen
yakni rohaniah dan jasadiyah. Ketika hal ini kita kaji lebih dalam lagi,
pada hakikatnya pernyataan ini benar. Yakni manusia terdiri dari dua
komponen penyusun yang pertama adalah jasad dan ruh. Sebagaimana
juga terkandung dalam beberapa ayat Al-Quran bahwa manusia
diciptakan dari segumpal daging yang kemudian Allah meniupkan ruh
kepada setiap jasad yang dia kehendaki-Nya.
Beranjak dari berbagai teori yang telah diuraikan serta pertanyaan
yanng telah di paparkan, penulis mencoba mengkaji kembali dari sudut
pandang yang penulis pahami yakni Al-Quran. Ada lima inti dari hakikat
manusia yang penulis temukan, yakni
a. Manusia sebagai Makhluk
Manusia sebagai makhluk artinya bahwa manusia itu diciptakan
bukan menciptakan (Khaliq). Hal ini sebagaimana diperjelas oleh Allah
dalam QS. Az-Zariyat ayat 56 yang artinya dan tidak Aku ciptakan jin
dan manusia kecuali untuk menyembahku. Berawal dari hakikat yang
pertama ini jelas bahwa manusia merupakan makhluk sengaja
29
diciptakan oleh Allah dengan berbagai alasan. Alasan pertama yang
nampak pada ayat tersebut adalah sebagai hamba allah, menyembah dan
menyeru bahwa Tuhan yang wajib di sembah adalah Allah, mengikuti
segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Alasan kedua
berdasarkan kajian sederhana penulis bahwa Allah sengaja menciptakan
manusia sebagai khalifah di muka bumi yang bertanggung jawab
terhadap segala sesuatu yang ada di bumi. Artinya bahwa manusia
merupakan Wali Allah yang sepenuhnya memiliki hak untuk mengelola
semua yang ada dibumi.
b. Mukarram (yang dimuliakan)
Manusia merupakan satu-satunya makhluk yang Allah muliakan
dari makhluk yang lain. Dimuliakan bukan berarti mulia dengan
sendirinya, melainkan Allah telah memuliakannya. Hal ini sebagaimana
firman Allah dalam QS. Al-Israa ayat 70.
Artinya : dan sungguh kami telah memuliakan anak cucu adam, dan
Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki
dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk
yang kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.
Berdasarkan ayat di atas, jelas bahwa manusia merupakan
makhluk Allah yang paling dimuliakan. Hal ini dapat dilihat dari
beberapa poin apda uraian ayat di atas. Kemuliaan yang Allah berikan
pada manusia yakni di tiupkannya ruh, diberikan kelebihan, rezeki,
serta ditundukkan alam semesta bagi manusia.
c. Mukallaf (tanggung jawab).
Selain sebagai makhluk yang dimuliakan, manusia juga di beri
beban tanggung jawab (Mukallaf). Ada dua beban besar yang diberikan
Allah kepada manusia, yakni Ibadah dan Khilafah.
30
Artinya :dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat, Aku hendak menjadikan khalifah di bumi. Mereka berkata
apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan
menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih, memuji-Mu,
dan menyucikan nama-Mu?. Dia Berfirman sungguh aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui (QS. Al-Baqoroh:30)
Beban berat yang diberikan Allah kepada manusia tentu
menggambarkan bahwa ada kelebihan lain yang dimiliki oleh manusia
sehingga Allah memilih untuk memberi beban kepada manusia sebagai
khalifah, sebagai penanggung jawab atas keadaan di bumi.
d. Mukhayyar (memilih) dan Mujza (diberi balasan)
Manusia adalah makhluk yang dimuliakan, diberi beban, dan kemudian
diberi kebebasan memilih. Kebebasan memilih itu terdiri dari apakah
dia beriman atau kafir kepada Allah, apakah dia berbuat baik atau
berbuat buruk. Dan masing-masing memiliki konsekuensi yang jelas
dari Allah ketika manusia memilih diantara dua pilihan yang diberikan
Allah kepada manusia. Pendapat tersebut berdasarkan pada firman
Allah dalam QS Al-Kahfi ayat 29 serta surat Al-Insan ayat 3.
Sebagaimana berikut ini .
31
Artinya : sungguh kami telah menunjukkan jalan yang lurus, ada yang
bersyukur adapula yang kufur (QS. Al-Insan ayat 3)
Keempat penjelasan di atas merupakan jawaban dari apa hakikat
manusia itu serta siapakah manusia itu sebenarnya. Jelas bahwa manusia
merupakan makhluk yang dicipta dengan memiliki tujuan penciptaan.
Tujuan penciptaannya sebagai mana telah dijelaskan oleh beberapa ayat
Alquran yang tertera di atas. Alquran tidak memandang manusia sebagai
makhluk yang diciptakan secara kebetulan, atau gtercipta dari kumpulan
atom, namun diciptakan setelah sebelumnya direncanakan untuk
mengemban tugas mengabdi dan menjadi khalifah yang telah disebutkan
dalam QS Azzariyat dan QS Albaqoroh. Sangat tidak lazim ketika ada
pendapat yang mengatakan bahwa manusia berasal dari salah satu yang
sudah ada di bumi yakni kera.
Dari kedua ayat tersebut, juga dapat diambil pemahaman bahwa,
kedudukan manusia dalam sistem penciptaannya adalah sebagai hamba
Allah. Kedudukan ini berhubungan dengan hak dan kewajiban manusia
di hadapan Allah sebagai penciptanya. Dan tujuan penciptaan
manusia adalah untuk menyembah kepada Allah SWT. Penyembahan
manusia kepada Allah lebih mencerminkan kebutuhan manusia terhadap
terhadap terwujudnya sesuatu kehidupan dengan tatanan yang baik dan
adil. Karena manusia yang diciptakan Allah sebagai makhluk yang paling
canggih, mampu menggunakan potensi yang dimilikinya dengan baik,
yaitu mengaktualisasikan potensi iman kepada Allah, menguasai ilmu
pengetahuan, dan melakukan aktivitas amal saleh, maka manusia akan
menjadi makhluk yang paling mulia dan makhluk yang berkualitas di
muka bumi ini sesuai dengan fitrahnya masing-masing.
1.2 Hakikat Manusia sebagai Penerima dan Pengembang Ilmu
Telah dijelaskan bahwa penciptaan manusia tidak terjadi secara
kebetulan. Namun telah direncanakan sebelumnya, telah memiliki tujuan
sebelumnya. Ketika kajian mengenai hakikat manusia sebagai penerima
dan pengembang ilmu, maka tidak salah jika bahasan ini diawali dengan
32
kata potensi dasar atau bakat alamiah. Pengembanan amanah sebagai
penerima dan pengembangan ilmu yang dilimpahkan kepada manusia
tentu memiliki beberapa alasan yang kuat. Berdasarkan beberapa kajian
teori yang telah diuraikan di atas, penulis mencoba membahas satu persatu
potensi dasar yang menyebabkan status penerima dan pengembang ilmu
melekat erat pada manusia.
a. Potensi Fitriyah
Ditinjau dari beberapa kamus dan pendapat tokoh islam, fitrah
mempunyai makna sebagai berikut :
1. Fitrah berasal dari kata (fiil) fathara yang berarti menjadikan
secara etimologi fitrah berarti kejadian asli, agama, ciptaan, sifat
semula jadi, potensi dasar, dan kesucian
2. Fitrah berarti Tuhur yaitu kesucian
3. Menurut Ibn Al-Qayyim dan Ibn Katsir, karena fatir artinya
menciptakan, maka fitrah artinya keadaan yang dihasilkan dari
penciptaannya itu
Apabila di interpretasikan lebih lanjut, maka istilah fitrah
sebagaimana dalam Ayat Al-quran, hadits ataupun pendapat adalah
sebagai berikut :
33
hidup bahagia yang penuh optimis dan dinamis. Ini sesuai dengan
Al-Quran surat Ar-Rum ayat : 30 yaitu
34
Di dalam hati setiap manusia telah tertanam potensi ini, yang dapat
membedakan jalan kebaikan (kebenaran) dan jalan keburukan
(kesalahan). Menurut Ibn Asyur kata nafs pada surat Asy-Syams ayat
ke-7 menunjukan nakiroh maka arti kata tersebut menunjukan nama
jenis, yaitu mencakup jati diri seluruh manusia seperti arti kata nafs
pada surat Al-infithar ayat 5 yaitu :
35
dapat mempelajari dan memahami dengan benar seluruh hal yang dapat
bermanfaat baginya dan tentu harus diterima dan hal yang mudharat
baginya tentu harus dihindarkan. Potensi Aliyah juga merupakan
potensi yang dianugerahkan Allah kepada manusia agar manusia dapat
membedakan mana yang haq dan mana yang bathil dan mapu
berargumen terhadap pemilihan yang dilakukan oleh potensi ruhiyah.
Allah berfirman dalam Al-quran surat An-Nahl ayat 78 :
36
memikirkan kebesaran Allah. Selain ayat tersebut, surat Al-Israa ayat 36
juga menjelaskan tentang potensi ini yang berbunyi :
37
mata (tetapi) tidak mereka gunakan untuk melihat dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak mereka gunakan untuk mendengar,
mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi,
mereka itulah orang-orang yang lalai.
Dalam ayat ini, kekuatan dan kesuksesan bersumber dari-Nya,
aktifitas akal dan juga ruh berada di tangan-Nya. Oleh karena itu,
manusia tidak dapat menyembunyikan sesuatu apa pun dari-Nya,
melainkan dalam setiap kesempatan dan keadaan senantiasa memohon
taufik dari-Nya dan menjadikan Allah sebagai penolong-Nya dan tidak
mencari penolong selain-Nya. Sehingga dapat kita ketahui bahwa akal
merupakan potensi yang besar yang iberikan oleh Allah sehingga kita
bisa melaksanakan tugas sebagai ciptan-Nya dengan baik dan benar.
d. Potensi Jasmaniyyah
Potensi jasmaniya adalah kemampuan tubuh manusia yang telah
Allah ciptakan dengan sempurna, baik rupa, kekuatan dan kemampuan.
Sebagaimana pada firman Allah Al-Quran surat At-Tin ayat 4 yaitu
38
Allah potensi jasmani. Potensi ini juga terdapat disurat At-Taghabun ayat 3
yang berbunyi :
Artinya: Dia menciptakan langit dan bumi dengan hak, Dia membentuk
rupamu dan membaguskan rupamu itu, dan hanya kepada-Nya-lah
kembali(mu).
Oleh karena itu, patutnya manusia sebagai ciptaan Allah yang
sangat mulia dan banyak keutamaan, agar mempergunakan potensi
jasmaninya dengan baik sebagai modal utama untuk menjalankan tugas
sebagai ciptan-Nya. Dari berbagai uraian di atas jelas bahwa hakikat
manusia sebagai penerima dan pengembang ilmu adalah karena manusia
memiliki potensi baik dari akal, pikiran, serta jasmaniah yang secara
gamblang dijelaskan oleh Allah dalam Firman-Nya.
39
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik beberapa poin simpulan, sebagai
berikut :
1. Manusia merupakan makhluk yang diciptakan Allah dengan segala
kesempurnaan dari makhluk yang lainnya karena manusia dilengkapi
dengan akal dan fikiran walaupun manusia dengan makhluk lainnya
sama-sama makhluk ciptaan Allah dan Allah menjadikan manusia tidak
sia-sia karena manusia tersebut dengan akal dan potensi yang dimilikinya
dapat menjadi khalifah dan abdun.
2. Terminologi manusia yang digambarkan dengan istilah al-basyar,
al-insan dan al-nas merupakan kausa prima yang secara fitrah sebagai
potensi dasar manusia sekaligus menjadi karakter personalitas dari
eksistensi manusia. Konsep kausa material ini sepenuhnya menjadi
keistimewaan manusia yang membedakannya dengan makhluk lain di
muka bumi serta berimplikasi kepada adanya peran dan tugas
kekhalifahan.
3. Allah menciptakan manusia hanya untuk menyembah Allah semata yang
memiliki peran yang sangat ideal yaitu memakmurkan bumi dan
memelihara serta mengembangkannya untuk kemaslahatan hidup
manusia. Namun Allah akan meminta pertanggung jawaban sesuai
dengan peranan manusia tersebut yang dilakukan selama di dunia.
4. Tugas utama manusia adalah beribadah kepada Allah SWT.Semua ibadah
yang kita lakukan dengan bentuk beraneka ragam itu akan kembali kepada
kita dan bukan untuk siapa-siapa.Patuh kepada Allah SWT,menjadi
khalifah,melaksanakan ibadah,dan hal-hal lainnya dari hal besar sampai
hal kecil yang termasuk ibadah adalah bukan sesuatu yang ringan yang
bisa dikerjakan dengan cara bermain-main terlebih apabila seseorang
sampai mengingkarinya.Perlu usaha yang keras,dan semangat yang kuat
ketika keimanan dalam hati melemah,dan pertanggungjawaban yang besar
40
dari diri kita kelak di hari Pembalasan nanti atas segala apa yang telah kita
lakukan di dunia
41
DAFTAR PUSTAKA
42