Disusun oleh :
Rosi Yulita PM.02.218.0621
Penulis
2
DAFTAR ISI
COVER ...........................................................................................................
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 2
A. Definisi Belajar .................................................................................... 2
B. Perkembangan dalam belajar ............................................................... 6
C. Tahap-tahap dalam perkembangan belajar .......................................... 12
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 15
A. Kesimpulan .......................................................................................... 15
B. Saran .................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 16
3
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LatarBelakang
Dalam kegiatan sehari – hari baik secara disadari atau tidak setiap orang
pasti mengalami sebuah kegiatan yaitu belajar. Belajar secara teori maupun
praktek dari lingkungan sekitar. Belajar mengerti arti kehidupan dan belajar
menjadi semakin baik. Anak – anak kecil pun belajar bagaimana cara mereka
berjalan dan berkomunikasi dengan baik. Sebagai calon pendidik kita juga
dituntut untuk mengetahui tentang arti penting belajar. Karena belajar merupakan
masalah yang pasti dihadapi setiap orang. Oleh karena itu di sini kita akan
mengupas lebih dalam tentang arti dari kata belajar itu sendiri. Yang diharapkan
nantinya akan berguna bagi kita para calon pendidik untuk lebih memahami
kegiatan belajar mengajar ini dan mampu.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
belajar diawali dengan membangun jembatan antara konsep yang satu dengan
konsep lainnya. Pada awalnya belajar akan terasa berat dan sukar, akan tetapi
seiring dengan seringnya pelajaran diulangi maka pelajaran semakin dikuasai.
Ibaratnya jembatan antara pengetahuan yang satu dengan pengetahuan lain yang
sudah tersambung.
a. Belajar Vs Kematangan.
b. Otak Belajar
Bagian-bagian otak yaitu belahan otak kanan, belahan otak kiri, dan
belahan otak tengah. Belahan-belahan tersebut mempunyai fungsi yang berbeda-
beda. Pada belahan otak kiri manusia dirancang untuk memproses bagian-bagian
(secara berurutan), bagian otak kanan memproses keseluruhan (secara acak) dan
pada bagian otak tengah merupakan penyumbang sekitar 20% dari seluruh volume
otak, bertanggungjawab atas tidur, emosi, atensi, pengaturan bagian tubuh,
hormon, seksualitas, penciuman, dan produksi kimiawi otak.
6
Kedua bagian otak terlibat dalam hampir setiap aktivitas. Peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada salah satu belahan dapat mempengaruhi perkembangan yang terjadi
pada saat yang sama di bagian paling jauh di bagian otak yang lain. (Jerry Levy,
Ph.D., (1983, 1985) : University of Chicago).
Disaat otak kiri bekerja menghafal rumus, berpikir kritis, dan otak kanan
tidak bisa bekerja, maka otak kanan akan mengganggu kerja otak kiri. Otak kanan
akan bekerja saat ada music klasik, gambar-gambar yang menarik, dan
sebagainya. Intinya seorang guru harus mampu memberikan pengajaran yang
menyeimbangkan kerja otak. Sedangkan otak depan merupakan sumber rasio
yang terdiri dari pusat-pusat yang memahami apa yang diamati. Amygda adalah
tempat menyimpan memori emosi yang mempunyai peran penting dalam
emosional. Amyda memungkinkan adanya respon sebelum berfikir. Sebaiknya
dalam memberikan pelajaran diawali dengan pemanasan otak, agar individu
mempersiapkan otaknya sehingga tercapai hasil belajar yang optimal.Singkatnya
semua belahan otak digunakan semua pada hampir setiap waktu dan tidak dapat
dihentikan dalah satunya sama sekali. Otak bekerja begitu banyak di luar
kesadaran manusia.
7
Otak terletak dalam batok kepala dan melanjut menjadi saraf tulang
belakang (medulla spinalis). Berat otak kurang lebih 1400 gram atau kira – kira
2% dari berat badan. Tidak ada hubungan langsung antara berat otak dan besarnya
kepala dengan tingkat kecerdasan. Otak bertambah besar, namun tetap berada
dalam tengkorak sehingga semakin dalam lekukan pertanda semakin banyak
informasi yang disimpan, dan semakin cerdaslah pemiliknya.
8
Otak menyimpan informasi dengan menggunakan asosiasi. Apabila ada
penguatan informasi lama dan penambahan informasi baru maka sel-sel otak
segera berkembang membentuk hubungan-hubungan baru. Semakin banyak
jalinan saraf terbentuk, semakin lama dan kuat informasi itu disimpan.
9
dapat memperoleh apa yang diinginkannya (menarik,
menggenggam, atau meminta).
2. Fase Praoperasional (usia 2- 7 tahun)
Pada fase praoperasional, anak mulai menyadari bahwa
pemahamannya tentang benda di sekitarnya tidak hanya dapat
dilakukan melalui sensori motorik saja, akan tetapi dapat juga
dilakukan melalui kegiatan yang bersifatsimbolis. Contoh
kegiatan simolis ini misalnya dengan bermain memanfaatkan
telepon mainan, yaitu anak melakukan percakapan melalui
telepon mainan, atau pura menjadi bapak atau ibu, dan kegiatan
simbolis lainnya. Fase inimemberikan andil besar dalam
perkembangan kognitif anak, Karena fase ini merupakan
masa awal bagi anak untuk mengkonstruksi kemampuan
menyusun pemikirannya. Oleh karena itu, pola pikir anak pada
masa ini belum stabil dan tidak terorganisasi secara baik.
3. Fase Operasi Konkret (usia 7 - 12 tahun)
Pada fase operasi konkret,kemampuan berpikir logis pada anak
sudah berkembang, dengan syarat, obyek yang menjadi sumber
berpikir logis tersebuthadir secara konkret. Kemampuan
mengklasifikasikan obyek sesuai dengan klasifikasinya,
mengurutkan benda sesuai dengan urutannya, dan kemampuan
memahami cara pandang orang lain, dan kemampuan berpikir
secara deduktif merupakan wujud dari kemampuan berpikir
logis.
4. Fase Operasional Formal (12 tahun sampai usia dewasa)
Perpindahan cara berpikir konkret ke cara berpikir abstrak
merupakan ciri dari fase Operasi Formal. Kemampuan berpikir
abstrak dapat dilihat dari kemampuan anak dalam
mengemukakan pendapat atau ide, memprediksi kejadian yang
akan terjadi, dan melakukan proses berpikir ilmiah.
10
Secara umum semakin tinggi tingkat kognitif seseorang maka semakin
teratur dan juga semakin abstrak cara berfikirnya. Karena itu guru seharusnya
memahami tahap-tahap perkembangan kognitif aak didiknya, serta memberikan
isi, metode, media pembelajaran yang sesuai dengan tahap-tahap tersebut. Piaget
juga mengemukakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Proses belajar yang dialami seorang
anak berbeda pada tahap-tahap lainnya. Oleh karena itu guru seharusnya
memahami tahap-tahap perkembangan kognitif anak didiknya serta memberikan
isi, metode, media pembelajaran yang sesuai dengan tahapannya.
b. Perkembangan Bahasa dan Belajar
Pemerolehan bahasa anak tidak secara tiba-tiba atau sekaligus,
melainkan bertahap. Kemajuan berbahasa anak berjalan seiring
dengan perkembangan fisik, mental, kecerdasan,dan sosialnya. Oleh
karena itu, perkembangan bahasa anak ditandai oleh keseimbangan
dinamis atau suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari bunyi-bunyi
atau ungkapan yang sederhana menuju tuturan yang lebih kompl eks.
11
kegiatan belajar. Piaget yakin bahwa perkembangan kognitif anak
mendahului perkembangan bahasanya.
d. Perkembangan Diri
12
banyak disebabkan oleh sikap siswa yang memandang dirinya tidak mampu
melaksanakan tugas-tugas di sekolah.
13
dengan nama panggilan “Si Gendut”. Sebaliknya, jika individu mendapatkan
hukuman dan situasi yang tidak menyenangkan maka individu akan merasa tidak
senang pada dirinya sendiri. Umpan balik dari teman sebaya dan lingkungan
sosial selain keluarga mulai mempengaruhi pandangan dan juga penilaian individu
terhadap dirinya. Tahap ini oleh Allport disebut dengan tahap perkembangan diri
sebagai pelaku. Individu mulai belajar untuk bisa mengatasi berbagai macam
masalah secara rasional.
Menurut Fuhrman, Pada masa remaja, individu mulai menilai kembali
berbagai kategori yang telah terbentuk sebelumnya dan konsep dirinya menjadi
semakin abstrak. Penilaian kembali pandangan dan nilai-nilai ini sesuai dengan
dengan tahap perkembangan kognitif yang sedang remaja, dari pemikiran yang
bersifat konkrit menjadi lebih abstrak dan subjektif. Piaget mengatakan bahwa
remaja sedang berada pada tahap formal operasional, individu belajar untuk
berpikir abstrak, menyusun hipotesis, mempertimbangkan alternatif, konsekuensi,
dan instropeksi. Masa remaja merupakan masa terpenting bagi seseorang untuk
menemukan dirinya. Mereka harus menemukan nilai-nilai yang berlaku dan yang
akan mereka capai di dalamnya. Individu harus mulai belajar untuk mengatasi
masalah-masalah, merencanakan masa depan, dan khususnya mulai memilih jenis
pekerjaan yang akan digeluti secara rasional.
e. Perkembangan Moral
Mengembangkan teori dari Piaget, Lawrence Kohlberg membagi
perkembangan moral menjadi tiga tingkatan, yaitu tingkat prekonvensional,
tingkat konvensional, dantingkat postkonvensional (Slavin, 2006:54). Menurut
pandangan Kohlberg dari tiga tingkatan tersebut, anak harus melewati enam tahap
dalam dirinya. Setiap tahap memberikan jalan untuk menuju ke tahap selanjutnya
ketika anak mampu menemukan ‘aturan’ pada tahap itu, kemudian anak harus
meninggalkan penalaran moral dari tahap awal menuju ke tahap berikutnya.
Tahapan-tahapan perkembangan moral yang dikemukakan Kohlberg jauh
lebih kompleks dibanding dengan tahapan-tahapan perkembangan moral dalam
teori Piaget. Berikut ini adalah tiga tingkat perkembangan moral menurut
14
Kohlberg (dalam Cahyono danSuparyo, 1985:37-45), di mana masing-masing
tingkat memuat dua tahap perkembangan moral :
1. Tingkat Prekonvensional
Pada tingkat pertama ini, anak sangat tanggap terhadap norma-norma
budaya,misalnya norma-norma baik atau buruk, salah atau benar, dan sebagainya.
Anak akanmengaitkan norma-norma tersebut sesuai dengan akibat yang akan
dihadapi atas tindakan yang dilakukan. Anak juga menilai norma-norma tersebut
berdasarkan kekuatan fisik dariyang menerapkan norma-norma tersebut.Pada
tingkat prekonvensional ini dibagi menjadi dua tahap yaitu:
a. Tahap Punishment and Obedience Orientation
Pada tahap ini, secara umum anak menganggap bahwa konsekuensi yang
ditimbulkandari suatu tindakan sangat menentukan baik-buruknya suatu
tindakan yang dilakukan, tanpamelihat sisi manusianya. Tindakan-
tindakan yang tidak diikuti dengan konsekuensi daritindakan tersebut,
tidak dianggap sesuatu hal yang buruk.
b. Tahap Instrumental-Relativist Orientation atau Hedonistic Orientation
Pada tahap ini, suatu tindakan dikatakan benar apabila tindakan tersebut
mampumemenuhi kebutuhan untuk diri sendiri maupun orang lain. Pada
tahap ini hubungan antar manusia digambarkan sebagaimana hubungan
yang berlangsung di pusat perbelanjaan, di mana terdapat timbal balik dan
sikap terus terang yangmenempati kedudukan yang cukup penting.
2. Tingkat Konvensional
Pada tingkat perkembangan moral konvensional, memenuhi harapan
keluarga,kelompok, masyarakat, maupun bangsanya merupakan suatu
tindakan yang terpuji. Tindakantersebut dilakukan tanpa harus mengaitkan
dengan konsekuensi yang muncul, namundibutuhkan sikap dan loyalitas
yang sesuai dengan harapan-harapan pribadi dan tertib sosialyang
berlaku.Pada tingkat ini, usaha seseorang untuk memperoleh, mendukung,
dan mengakuikeabsahan tertib sosial sangat ditekankan, serta usaha aktif
untuk menjalin hubungan positifantara diri dengan orang lain maupun
15
dengan kelompok di sekitarnya. Pada tingkatkonvensional ini dibagi
menjadi dua tahap yaitu:
a. Tahap Interpersonal Concordance atau Good-Boy/Good-Girl Orientation
Pandangan anak pada tahap ini, tindakan yang bermoral adalah tindakan
yangmenyenangkan, membantu, atau tindakan yang diakui dan diterima
oleh orang lain.
b. Tahap Law and Order Orientation
Pada tahap ini, pandangan anak selalu mengarah pada otoritas, pemenuhan
aturan-aturan, dan juga upaya untuk memelihara tertib sosial. Tindakan
bermoral dianggap sebagaitindakan yang mengarah pada pemenuhan
kewajiban, penghormatan terhadap suatu otoritas,dan pemeliharaan tertib
sosial yang diakui sebagai satu-satunya tertib sosial yang ada.
3. Tingkat Postkonvensional
Pada tingkat ketiga ini, terdapat usaha dalam diri anak untuk menentukan
nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral yang memiliki validitas yang
diwujudkan tanpa harus mengaitkandengan otoritas kelompok maupun
individu dan terlepas dari hubungan seseorang dengankelompok. Pada
tingkat ketiga ini, di dalamnya mencakup dua tahap perkembangan
moral,yaitu:
a. Tahap Social-Contract, Legalistic Orientation
Tahap ini merupakan tahap kematangan moral yang cukup tinggi. Pada
tahap initindakan yang dianggap bermoral merupakan tindakan-tindakan
yang mampu merefleksikanhak-hak individu dan memenuhi ukuran-
ukuran yang telah diuji secara kritis dan telahdisepakati oleh masyarakat
luas. Seseorang yang berada pada tahap ini menyadari perbedaanindividu
dan pendapat. Oleh karena itu, tahap ini dianggap tahap yang
memungkinkantercapainya musyawarah mufakat. Tahap ini sangat
memungkinkan seseorang melihat benardan salah sebagai suatu hal yang
berkaitan dengan nilai-nilai dan pendapat pribadi seseorang.Pada tahap ini,
hukum atau aturan juga dapat dirubah jika dipandang hal tersebut lebih
baik bagi masyarakat.
16
b. Tahap Orientation of Universal Ethical Principles
Pada tahap yang tertinggi ini, moral dipandang benar tidak harus dibatasi
oleh hukum atau aturan dari kelompok sosial atau masyarakat. Namun, hal
tersebut lebih dibatasi oleh kesadaran manusia dengan dilandasi prinsip-
prinsip etis.
17
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Belajar adalah mendapatkan sesuatu hal yang baru. Dapat berupa
pemikiran dan pengetahuan baru, perasaan yang lebih terkemas, sikap yang lebih
baik, kecakapan yang lebih baik serta tumbuhnya kesadaran untuk bertanggung
jawab. Belajar tidak sama dengan kematangan. Akan tetapi kematangan di
stimulasi oleh faktor belajar dan sebaliknya belajar tidak efektif jika diberikan tak
sesuai dengan kematangan yang di perlukan untuk mempelajari sesuatu.
Pada perkembangannya, Perkembangan bahasa anak tidak
berlangsung secara sekaligus. Bahasa anak berkembang secara
berproses atau terlebih dahul u melalui beberapa tahapan. Tahapan-
tahapan perkembangan anak di tiap fase dan subfase memilki
karakteristik yang berbeda-beda. Tiap masa perkembangan memili ki
rentang waktu yang berbeda. Perkembangan bahasa anak bersifat
dinamis dan kemungkinan cenderung menetap.
3.2. Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
19