Anda di halaman 1dari 28

BELAJAR, MENGINGAT DAN BERPIKIR

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok


Mata Kuliah Pengantar Psikologi
Dosen Pengampu :
Sri Wahyuni, M.Pd.

Oleh:

TALITA ALFI ZAHRA


NIM: 22.13.01.20
SITI HAWA
NIM: 22.13.00.36
ELAH NURLAELAH
NIM: 22.13.01.37
SITI RAUDATUL JAMILAH
NIM: 22.13.0101
AISAH SAKILA
NIM: 22.13.00.84
SYIFA ROCHATI
NIM: 22.13.00.73

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA INDONESIA
2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah dengan mengucapkan syukur kepada Allah subhanahu
wata’ala, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan deadline yang
sudah ditentukan. Makalah ini berisikan tentang Belajar, Mengingat dan Berpikir
selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sri Wahyuni, M.Pd. selaku
dosen pengampu mata kuliah Pengantar Psikologi yang telah memberi kesempatan
dan kepercayaannya kepada kami untuk membuat dan menyelesaikan makalah ini.
Sehingga kami memperoleh banyak ilmu, informasi dan pengetahuan selama kami
membuat dan menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kepada seluruh rekan kami
yang membantu penyelesaian makalah ini baik berupa bantuan moril maupun
materil.
Setelah itu kami berharap semoga makalah ini berguna bagi pembaca
meskipun terdapat banyak kekurangan di dalamnya. Akhir kata kami meminta maaf
sebesar-besarnya kepada pihak pembaca maupun pengoreksi jika terdapat
kesalahan dalam penulisan, penyusunan maupun kesalahan lain yang tidak
berkenan di hati pembaca maupun pengoreksi, karena hingga saat ini kami masih
dalam proses belajar. Oleh karena itu kami memohon kritik dan sarannya demi
kemajauan bersama.

Bogor, 30 Oktober 2023

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Belajar.................................................................................. 4
B. Pengkondisian Klasikal ......................................................................... 5
C. Pengkondisian Operan ........................................................................... 6
D. Konsep Penguatan ................................................................................. 7
E. Belajar Kognitif ..................................................................................... 9
F. Definisi Ingatan (Daya Ingat) ................................................................ 13
G. Tahapan Dalam Ingatan ......................................................................... 14
H. Jenis Ingatan (Memory) ......................................................................... 17
I. Pengertian Berpikir ................................................................................ 19
J. Proses Berpikir ...................................................................................... 20
K. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Berpikir ............................. 23
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 25

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar pada
setiap individu atau kelompok untuk merubah sikap dari tidak tahu menjadi tahu
sepanjang hidupnya. Proses belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang
interaktif dan edukatif antara peserta didik dan tenaga pendidik. Belajar adalah
kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam
setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Hal ini berarti bahwa
berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat tergantung pada
proses belajar yang dijalani peserta didik, baik ketika ia berada di sekolah
maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.
Dalam kehidupan sehari-hari berbagai aktifitas yang kita lakukan tidak
terlepas dari proses mengingat. Apalagi dalam pembelajaran, rasanya takkan
ada pembelajaran tanpa ingatan. Begitu pentingnya ingatan dalam proses
pembelajaran sehingga apabila kita ingin berhasil dalam pembelajaran kita
harus dapat mengingat dengan baik. Dengan adanya ingatan, akan
memepermudah berbagai aktifitas kita sehingga mewujudkan suatu
kesinambungan dari informasi apa yang pernah kita terima dan
menyampaikannya kembali informasi tersebut. Tanpa ingatan kita tidak dapat
mengenali diri kita sendiri, karena pemahaman tentang diri sendiri tergantung
dengan adanya ingatan.
Chatib (2011: 100) berpendapat, bahwa gaya belajar merupakan cara
bagaimana informasi dapat diterima dengan baik oleh siswa. Gunawan (2007:
139) mengkategorikan gaya belajar berdasarkan preferensi sensori menjadi tiga
ranah, yaitu berdasarkan visual (penglihatan), auditorial (pendengaran), dan
kinestetik (sentuhan dan gerakan). Rose dan Nicholl (dalam DePorter dkk,
2009: 165) mengatakan, bahwa setiap orang belajar dengan cara yang berbeda-
beda dan semua cara sama baiknya. Setiap cara mempunyai kekuatan masing-
masing. Rose juga menjelaskan, bahwa kita memiliki ketiga gaya belajar

1
tersebut, tapi satu yang mendominasi. Gaya kognitif merupakan cara seseorang
memproses, menyimpan maupun menggunakan informasi untuk menanggapi
suatu masalah atau menanggapi berbagai jenis situasi lingkungannya.
Witkin (dalam Ghufron, 2012: 86) mengelompokkan gaya kognitif
menjadi dua, yaitu field dependent (dipengaruhi oleh lingkungan) dan field
independent (tidak dipengaruhi oleh lingkungan). Seto (dalam Ghufron, 2012:
2) berpendapat, bahwa pentingnya pemahaman terhadap masing-masing gaya
belajar dan gaya kognitif, dalam arti setiap peserta didik diterima
kekurangannya, namun juga dikembangkan kelebihannya, maka peserta didik
dapat mengembangkan semua potensi diri secara optimal.
Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut, maka peneliti ingin
memaparkan materi tentang Belajar, mengingat dan Berpikir.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan belajar ?
2. Apakah yang dimaksud dengan pengkondisian klasikal ?
3. Apakah yang dimaksud dengan pengkondisian operan ?
4. Bagaimana konsep penguatan ?
5. Bagaimana penerapan belajar kognitif ?
6. Apakah definisi dari ingatan ?
7. Bagaimana tahapan dalam ingatan ?
8. Apakah saja jenis-jenis dalam ingatan ?
9. Apakah definisi dari berpikir ?
10. Bagaimana proses berpikir ?
11. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi proses berpikir ?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulisan makalah ini memiliki
tujuan sebagai berikut :
1. Menjelaskan pengertian dari belajar
2. Menjelaskan pengkondisian klasikal

2
3. Menjelaskan pengkondisian operan
4. Menjelaskan konsep penguatan
5. Menjelaskan penerapan belajar kognitif
6. Menjelaskan definisi dari ingatan
7. Menjelaskan tahapan dalam ingatan
8. Menjelaskan jenis-jenis dalam ingatan
9. Menjelaskan definisi dari berpikir
10. Menjelaskan proses berpikir
11. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi proses berpikir

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Belajar
Belajar dalam konteks psikologi adalah suatu proses di mana individu
memperoleh pengetahuan, keterampilan, pemahaman, atau perubahan perilaku
sebagai hasil dari pengalaman, studi, atau interaksi dengan lingkungan. Berikut
adalah beberapa definisi belajar menurut psikologi:
1. Definisi Klasik Oleh Edward L. Thorndike: Menurut Thorndike, belajar
adalah suatu proses di mana perilaku seseorang diubah sebagai hasil dari
pengalaman. Ia mengemukakan konsep hukum efek, yang menyatakan
bahwa perilaku yang diikuti oleh efek positif lebih cenderung diulang,
sementara perilaku yang diikuti oleh efek negatif cenderung dihindari.
2. Definisi John B. Watson: Watson menganggap belajar sebagai suatu reaksi
terhadap stimulus. Ia berpendapat bahwa perilaku adalah hasil dari stimulus
dan respons, dan belajar terjadi ketika hubungan antara stimulus dan respons
diubah melalui pengalaman.
3. Definisi B.F. Skinner: Skinner memfokuskan pada konsep operant
conditioning, di mana belajar adalah hasil dari konsekuensi dari perilaku. Ia
menekankan bahwa perilaku yang diberikan konsekuensi positif cenderung
diperkuat, sedangkan perilaku yang diberikan konsekuensi negatif
cenderung dihambat.
4. Definisi Jean Piaget: Piaget menekankan pentingnya kognisi dalam belajar.
Baginya, belajar adalah proses konstruksi pengetahuan melalui interaksi
dengan lingkungan. Ia mengembangkan teori perkembangan kognitif yang
mengidentifikasi tahap-tahap perkembangan intelektual anak.
5. Definisi Albert Bandura: Bandura mengembangkan teori belajar sosial atau
teori pembelajaran sosial. Menurutnya, belajar melibatkan pengamatan dan
peniruan perilaku orang lain, serta pengaruh dari faktor-faktor lingkungan.
Pendekatan-pendekatan di atas mencerminkan beragam sudut pandang dalam
psikologi terkait dengan bagaimana belajar terjadi dan bagaimana proses
tersebut memengaruhi perilaku individu. Kesimpulannya, belajar adalah proses

4
yang kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk stimulus,
respons, konsekuensi, dan kondisi individu.

B. Pengkondisian Klasikal
Pengkondisian klasikal mengacu pada sebuah konsep dalam psikologi yang
dikenal sebagai "Pengkondisian Klasik" atau "Kondisi Klasik." Konsep ini
pertama kali dijelaskan oleh ilmuwan Ivan Pavlov pada awal abad ke-20 dalam
penelitiannya tentang respons refleks pada hewan, khususnya anjing.
Pengkondisian klasik adalah proses pembentukan asosiasi antara stimulus
tertentu dan respons tertentu. Proses ini melibatkan beberapa tahap, yang
meliputi:
1. Stimulus Asli (Unconditioned Stimulus): Ini adalah stimulus yang secara
alami atau refleks menyebabkan respons tertentu tanpa perlu pembelajaran
sebelumnya. Contohnya, makanan adalah stimulus alami yang membuat air
liur anjing mengalir.
2. Respons Asli (Unconditioned Response): Ini adalah respons alami yang
muncul sebagai reaksi terhadap stimulus asli. Dalam contoh anjing Pavlov,
air liur yang mengalir adalah respons asli terhadap makanan.
3. Stimulus Netral (Neutral Stimulus): Ini adalah stimulus yang awalnya tidak
memicu respons tertentu.
4. Pengkondisian (Conditioning): Dalam pengkondisian klasik, stimulus
netral (NS) dipresentasikan bersamaan dengan stimulus asli (US) sehingga
hewan atau individu mulai mengasosiasikan stimulus netral dengan
stimulus asli. Ini terjadi selama beberapa percobaan.
5. Stimulus Terkondisi (Conditioned Stimulus): Setelah beberapa percobaan,
stimulus netral menjadi stimulus terkondisi (CS), yang sekarang dapat
memicu respons yang sama atau serupa dengan respons yang dipicu oleh
stimulus asli.
6. Respons Terkondisi (Conditioned Response): Ini adalah respons yang
muncul sebagai hasil dari stimulus terkondisi (CS). Respons ini seringkali
serupa atau mirip dengan respons asli (UR). Misalnya, dalam eksperimen

5
Pavlov, setelah asosiasi terbentuk, bunyi lonceng (CS) sendiri dapat
menyebabkan air liur mengalir pada anjing (CR).
Contoh yang paling terkenal adalah eksperimen Pavlov dengan anjing yang
mengasosiasikan lonceng berbunyi dengan makanan sehingga akhirnya anjing
tersebut mulai mengeluarkan air liur hanya karena mendengar bunyi lonceng.
Pengkondisian klasik telah diterapkan dalam berbagai konteks psikologi dan
pengajaran, dan konsep ini membantu menjelaskan bagaimana kita belajar
asosiasi antara stimulus dan respons dalam kehidupan sehari-hari.

C. Pengkondisian Operan
"Pengkondisian operan" atau "Operant Conditioning" dalam bahasa Inggris
adalah sebuah teori pembelajaran yang diusulkan oleh B.F. Skinner, seorang
psikolog Amerika. Teori ini berfokus pada perubahan perilaku yang terjadi
akibat dari konsekuensi atau akibat yang menyertainya.
Dalam pengkondisian operan, perilaku yang diikuti oleh konsekuensi yang
menyenangkan (seperti pujian atau hadiah) cenderung diulang di masa depan,
sementara perilaku yang diikuti oleh konsekuensi yang tidak menyenangkan
(seperti kritik atau hukuman) cenderung dihindari. Ada empat jenis konsekuensi
utama dalam pengkondisian operan:
1. Penguatan Positif (Positive Reinforcement): Menambahkan sesuatu yang
menyenangkan setelah perilaku untuk meningkatkan kemungkinan perilaku
tersebut diulang.
2. Penguatan Negatif (Negative Reinforcement): Menghilangkan sesuatu yang
tidak menyenangkan setelah perilaku untuk meningkatkan kemungkinan
perilaku tersebut diulang.
3. Hukuman Positif (Positive Punishment): Menambahkan sesuatu yang tidak
menyenangkan setelah perilaku untuk mengurangi kemungkinan perilaku
tersebut diulang.
4. Hukuman Negatif (Negative Punishment): Menghilangkan sesuatu yang
menyenangkan setelah perilaku untuk mengurangi kemungkinan perilaku
tersebut diulang.

6
Pengkondisian operan telah digunakan dalam berbagai bidang, termasuk
pendidikan, terapi perilaku, dan pelatihan hewan.

D. Konsep Penguatan
1. Definisi penguatan
Penguatan adalah respon positif dalam pembelajaran yang diberikan
guru terhadap perilaku peserta didik yang positif dengan tujuan
mempertahankan dan meningkatkan perilaku tersebut. Penguatan
merupakan respon terhadap suatu tingkah laku yang sengaja diberikan agar
tingkah laku tersebut dapat terulang kembali. Penguatan yang diberikan
oleh guru merupakan hal yang sangat penting bagi peserta didik. Sesuai
dengan makna kata dasarnya “kuat”, penguatan mengandung makna
menambahkan kekuatan pada sesuatu yang dianggap belum begitu kuat.
Makna tersebut ditujukan kepada tingkah laku individu yang perlu
diperkuat. “diperkuat” artinya dimantapkan, diperseling kemunculannya,
tidak hilang-hilang timbul, tidak sekali muncul sekian banyak yang
tenggelam.
Pada proses pendidikan yang beorientasi pengubahan tingkah laku,
tujuan utama yang hendak dicapai dalam proses pembelajaran adalah
terjadinya tingkah laku yang baik, tingkah laku yang diterima sesering
mungkin sesuai dengan kegunaan kemunculannya dan dapat meningkatkan
kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut.
Menurut Moh. Uzer Usman penguatan adalah segala bentuk respon,
apakah bersifat verbal ataupun nonverbal, yang merupakan bagian dari
modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan
untuk memberikan informasi atau umpan balik bagi si penerima (siswa)
atas perbuatannya sebagai suatu tindakan dorongan ataupun koreksi.
Penguatan dikatakan juga sebagai respon terhadap tingkah laku yang dapat
meningkatkan kemungkinan berulangnya tingkah laku tersebut. Tindakan
tersebut dimaksudkan untuk membesarkan hati siswa agar mereka lebih
giat berpartisipasi untuk interaksi dalam belajar mengajar

7
Penguatan mempunyai pengaruh yang berupa sikap positif terhadap proses
belajar siswa dan bertujuan sebagai berikut:
a) Meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran.
b) Merangsang dan meningkatkan motivasi belajar.
c) Meningkatkan kegiatan belajar dan membina tingkah laku siswa yang
produktif.
Penguatan bisa meningkatkan partisipasi siswa dengan memberikan pujian
terhadap komentar siswa, jadi mendorong partisipasi siswa lebih lanjut,
namun respon yang berlebihan juga bisa membuat pengaruh yang kurang
baik, seperti:
a) Komentar guru dapat mengganggu berfikir siswa.
b) Kontak mata yang berlebihan bisa merusak inetraksi siswa dengan
siswa.
c) Penguatan yang diberikan sangat sering atau terlalu cepat tanpa suatu
analisis yang teliti dari tanggapan siswa akan mengurangi pengaruhnya.
d) Penguatan yang digunakan secara berlebihan akan kehilangan
pengaruhnya.

2. Komponen keterampilan penguatan


Penggunaan penguatan dalam kelas harus bersifat selektif. Pemberian
penguatan harus bermakna bagi peserta didik. Jenis-jenis penguatan
tersebut sebagai berikut:
a) Penguatan verbal
b) Penguatan gestur
c) Penguatan kedekatan
d) Penguatan kontak
e) Penguatan aktivitas
f) Penguatan dalam bentuk do’a, materi atau pujian

8
3. Prinsip dalam penguatan
Menurut Moh. Uzer Usman ada tiga prinsip dalam penggunaan
penguatan, yaitu kehangatan dan keantusiasan, kebermaknaan, dan
menghindari respon negatif.
a) Kehangatan dan keantusiasan
Sikap dan gerak guru termasuk suara, mimik, dan gerak badan akan
menunjukkan adanya kehangatan dan keantusiasan dalam memberikan
penguatan.
b) Kebermaknaan
Penguatan hendaknya diberikan sesuai dengan tingkah laku dan
penampilan siswa sehingga ia mengerti dan yakin bahwa ia patut diberi
penguatan.
c) Menghindari penggunaan respon yang negatif
Respon negatif yang diberikan oleh guru terhadap siswa akan
mematahkan semangatsiswa dalam mengembangkan dirinya.

E. Belajar Kognitif
Definisi “Cognitive” berasal dari kata “Cognition” yang mempunyai
persamaan dengan “knowing” yang berarti mengetahui. Dalam arti yang luas
kognition/kognisi ialah perolahan penataan, penggunaan pengetahuan
(Muhibbin, 2005: 65). Teori belajar kognitivisme lebih mementingkan proses
belajar dari pada hasil belajar itu sendiri. Baharudin menerangkan teori ini lebih
menaruh perhatian dari pada peristiwa-peristiwa Internal. Belajar tidak sekedar
melibatkan hubungan antara stimulus dan respon sebagaimana dalam teori
behaviorisme, lebih dari itu belajar dengan teori kognitivisme melibatkan
proses berpikir yang sangat kompleks (Nugroho, 2015: 290).
Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar
melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Tidak seperti model belajar
behavioristik yang mempelajari proses belajar hanya sebagai hubungan
stimulus-respon, model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar
yang sering disebut sebagai model perceptual. Model belajar kognitif

9
mengatakan bahwa tingkah laku sesorang ditentukan oleh persepsi serta
pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.
Perubahan Belajar merupakan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat
terlihat sebagai tingkah laku yang nampak (Nurhadi, 2018: 7; Baharuddin,
2015: 167).
Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari sistuasi saling
berhubungan dengan seluruh kontek situasi tersebut. Memisah-misahkan atau
membagi-bagi situasi atau materi pelajaran menjadi komponen-komponen
yang kecil-kecil dan mempelajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan
makna. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal
yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek-aspek
kejiwaan lainnya. Proses belajar terjadi mencakup pengaturan stimulus yang
diiterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki
dan sudah terbentuk dalam diri sesorang berdasarkan pemahman dan
pengalaman-pengalaman sebelumnnya.
Di samping itu, teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil
interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses
asimilasi dan akomodasi. Teori kognitivisme mengungkapkan bahwa belajar
yang dilakukan individu adalah hasil interaksi mentalnya dengan lingkungan
sekitar sehingga menghasilkan perubahan pengetahuan atau tingkah laku.
Dalam pembelajaran pada teori ini dianjurkan untuk menggunakan media yang
konkret karena anak-anak belum dapat berfikir secara abstrak (Nurhadi, 2018:
9).
Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan
mempergunakan bentuk-bentuk representatif yang mewakili obyek-obyek itu
direpresentasikan atau dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan,
gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental,
misalnya seseorang menceritakan pengalamannya selama mengadakan
perjalanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri. Tempat-tempat
yang dikunjuginya selama berada di lain negara tidak dapat dibawa pulang,
orangnya sendiri juga tidak hadir di tempat-tempat itu. Pada waktu itu sedang

10
bercerita, tetapi semua tanggapan-tanggapan, gagasan dan tanggapan itu
dituangkan dalam kata-kata yang disampaikan kepada orang yang
mendengarkan ceritanya (Nurhadi, 2018: 11; Yamin, dkk, 2013: 25).
Proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang
dilalui oleh siswa yang terbagi kedalam empat tahap, yaitu (Winfred F. Hill,
2011: 160-161; Erawati, dkk, 2014: 70):
1. Tahap sensorimotor (anak usia lahir-2 tahun)
2. Tahap preoperational (anak usia 2-8 tahun)
3. Tahap operational konkret (anak usia 7/8-12/14 tahun)
4. Tahap operational formal (anak usia 14 tahun lebih)
Secara umum semakin tinggi tingkat kognitif seseorang maka semakin teratur
dan juga semakin abstrak cara berfikirnya. Karena itu guru seharusnya
memahami tahap-tahap perkembangan kognitif anak didiknya, serta
memberikan isi, metode, media pembelajaran yang sesuai dengan tahap-tahap
tersebut.
Setiap teori pembelajaran pastilah di bandingkan dengan teori pembelajaran
yang lain. Selain itu setiap teori pembelajaran juga melengkapi dan menambah
dari kekurangan teori-teori pembelajaran yang telah diungkapkan oleh para ahli
sebelumnya. Teori pembelajaran kognitif memiliki kelebihan sebagai berikut:
1. Kelebihan
a) Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa
memahami bahan belajar secara lebih mudah.
b) Sebagian besar dalam kurikulum pendidikan negara Indonesia lebih
menekankan pada teori kognitif yang mengutamakan pada
pengembangan pengetahuan yang dimiliki pada setiap individu.
c) Pada metode pembelajaran kognitif pendidik hanya perlu memeberikan
dasar-dasar dari materi yang diajarkan unruk pengembangan dan
kelanjutannya deserahkan pada peserta didik, dan pendidik hanya perlu
memantau, dan menjelaskan dari alur pengembangan materi yang telah
diberikan.

11
d) Dengan menerapkan teori kognitif ini maka pendidik dapat
memaksimalkan ingatan yang dimiliki oleh peserta didik untuk
mengingat semua materi-materi yang diberikan karena pada
pembelajaran kognitif salah satunya menekankan pada daya ingat
peserta didik untuk selalu mengingat akan materi-materi yang telah
diberikan.
e) Menurut para ahli kognitif itu sama artinya dengan kreasi atau
pembuatan satu hal baru atau membuat suatu yang baru dari hal yang
sudah ada, maka dari itu dalam metode belajar kognitif peserta didik
harus lebih bisa mengkreasikan hal-hal baru yang belum ada atau
menginovasi hal yang yang sudah ada menjadi lebih baik lagi.
f) Metode kognitif ini mudah untuk diterapkan dan juga telah banyak
diterapkan pada pendidikan di Indonesia dalam segala tingkatan.

2. Kekurangan
a) Pada dasarnya teori kognitif ini lebih menekankan pada kemampuan
ingatan peserta didik, dan kemampuan ingatan masing-masing peserta
didik, sehingga kelemahan yang terjadi di sini adalah selalu
menganggap semua peserta didik itu mempunyai kemampuan daya ingat
yang sama dan tidak dibeda-bedakan.
b) Adakalanya juga dalam metode ini tidak memperhatikan cara peserta
didik dalam mengeksplorasi atau mengembangkan pengetahuan dan
cara-cara peserta didiknya dalam mencarinya, karena pada dasarnya
masing-masing peserta didik memiliki cara yang berbeda-beda.
c) Apabila dalam pengajaran hanya menggunakan metode kognitif, maka
dipastikan peserta didik tidak akan mengerti sepenuhnya materi yang
diberikan.
d) Jika dalam sekolah kejuruan hanya menggunakan metode kognitif tanpa
adanya metode pembelajaran lain maka peserta didik akan kesulitan
dalam praktek kegiatan atau materi.

12
e) Dalam menerapkan metode pembelajran kognitif perlu diperhatikan
kemampuan peserta didik untuk mengembangkan suatu materi yang
telah diterimanya.

F. Definisi Ingatan (Daya Ingat)


Berdasarkan arti katanya, daya merupakan kemampuan melakukan sesuatu
atau tindakan dan ingat berarti berada dalam pikiran. Daya ingat berarti
kemampuan mengingat kembali. Daya ingat yang dimiliki seseorang tergantung
pada persepsi atau pengalaman yang dimiliki oleh setiap individu. Menurut
walgito (1994) daya ingat atau memori dimaknai tidak hanya kemampuan untuk
menyimpan apa yang pernah dialami namun juga termasuk kemampuan untuk
menerima, menyimpan dan menimbulkan kembali apa yang telah diketahui.
Kemampuan tersebut disebut dengan pengkodean (encoding), penyimpanan
(storage), dan pemulihan kembali terhadap apa yang telah dialami atau
diketahui (retrival).
1. Proses encoding (pengkodean terhadap apa yang dipersepsikan dengan cara
mengubah informasi menjadi simbolsimbol sesuai dengan daya ingat
seseorang). Dalam proses encoding mengubah suatu sifat sebuah informasi ke
dalam bentuk yang sesuai dengan sifatsifat memori seseorang. Proses encoding
sangat mempengaruhi waktu lamanya suatu informasi disimpan dalam
pikiran/jiwa seseorang. Proses ini dapat berlangsung sengaja atau tidak
disengaja.
2. Proses storage (penyimpanan terhadap apa yang telah diproses dalam
encoding). Proses storage dapat disebut juga dengan retensi yang merupakan
proses mengendapkan informasi yang diterimanya pada suatu tempat
tertentu.Sistem penyimpanan ini sangat mempengaruhi kepada jenis memori,
baik itu memori jangka pendek maupun memori jangka Panjang.
3. Proses retrival (pemilihan kembali atau mengingat kembali apa yang telah
disampaikan sebelumnya dalam proses penerimaan informasi). Dalam proses
ini seseorang/peserta didik berusaha mencari dan menemukan kembali
informasi yang telah disimpan dalam memori untuk digunakan kembali.

13
Mekanisme dalam proses mengingat sangat membantu peserta didik untuk
mengatasi permasalahan sehari-hari sehingga sering dikatakan belajar dari
pengalaman. Hal ini terjadi apabila peserta didik mampu menggunakan
informasi yang telah diterima di masa lalu untuk memecahkan permasalahan
yang ada di masa sekarang. Hilgard (1975) dalam Slavin, (2008) menyebutkan
tiga jenis dalam proses mengingat yaitu : (1) Recall merupakan proses
mengingat kembali informasi yang dipelajari dimasa lalu tanpa petunjuk yang
dihadapkan kepada seseorang/peserta didik. (2) Recognition yaitu proses
mengenal kembali informasi yang sudah dipelajari melalui suatu petunjuk yang
dihadapkan kepada seseorang/peserta didik. (3) Redintegrative merupakan
proses mengingat kembali dengan menghubungkan informasi yang dimiliki
menjadi suatu konsep atau cerita yang cukup kompleks.
Berdasarkan penjelasan di atas, pendekatan information processing
menyatakan bahwa pengingatan informasi dapat dipahami melalui hubungan
antara proses encoding, storage, dan retrival.

G. Tahapan Dalam Ingatan


Sebelum seseorang mengingat suatu informasi atau sebuah kejadian dimasa
lalu, ternyata ada beberapa tahapan yang harus dilalui ingatan tersebut untuk
bisa muncul kembali. Atkinson (1983) berpendapat bahwa, para ahli psikologi
membagi tiga tahapan ingatan, yaitu:
4. Memasukan pesan dalam ingatan (encoding).
5. Penyimpanan ingatan (storage).
6. Mengingat kembali(retrieval).
Walgito (2004), yang menjelaskan bahwa ada tiga tahapan mengingat,
yaitu mulai dari memasukkan informasi (learning), menyimpan (retention),
menimbulkan kembali (remembering). Lebih jelasnya lagi adalah sebagai
berikut:
1. Fungsi memasukkan pesan dalam ingatan (encoding)
Proses Encoding (pengkodean terhadap apa yang dipersepsi dengan cara
mengubah menjadi simbol-simbol atau gelombanggelombang listrik

14
tertentu yang sesuai dengan peringkat yang ada pada organisme). Jadi
encoding merupakan suatu proses mengubah sifat suatu informasi ke dalam
bentuk yang sesuai dengan sifat-sifat memori organisme. Proses ini sangat
mempengaruhi lamanya suatu informasi disimpan dalam memori. Proses
pengubahan informasi ini dapat terjadi dengan dua cara, yaitu:
a) Tidak sengaja, yaitu apabila hal-hal yang diterima oleh inderanya
dimasukkan dengan tidak sengaja ke dalam ingatannya. Contoh
konkritnya dapat kita lihat pada anak-anak yang umumnya menyimpan
pengalaman yang tidak disengaja, misalnya bahwa ia akan mendapat
apa yang diinginkan jika ia menangis keraskeras sambil berguling-
guling.
b) Sengaja, yaitu bila individu dengan sengaja memasukkan pengalaman
dan pengetahuan ke dalam ingatannya. Contohnya kita sebagai
mahasiswa, dimana dengan sengaja kita memasukkan segala hal yang
dipelajarinya di perguruan tinggi.

2. Fungsi Menyimpan (Storage)


Fungsi kedua dari ingatan adalah mengenai penyimpanan (penyimpanan
terhadap apa yang telah diproses dalam encoding, apa yang dipelajari atau
apa yang dipersepsi). Sesuatu yang telah dipelajari biasanya akan tersimpan
dalam bentuk jejakjejak (traces) dan bisa ditimbulkan kembali. Jejak-jejak
tersebut biasa juga disebut dengan memory traces. Walaupun disimpan
namun jika tidak sering digunakan maka memory traces tersebut bisa sulit
untuk ditimbulkan kembali bahkan juga hilang, dan ini yang disebut
dengan kelupaan. Sehubungan dengan masalah retensi dan kelupaan, ada
satu hal yang penting yang dapat dicatat, yaitu mengenai interval atau
waktu antara memasukkan dan menimbulkan kembali. Masalah intercal
dapat dibedakan atas lama interval dan isi interval:
a) Lama interval, yaitu berkaitan dengan lamanya waktu pemasukan
bahan (act of remembering). Lama interval berkaitan dengan kekuatan

15
retensi. Makin lama intervalnya, makin kurang kuat retensinya, atau
dengan kata lain kekuatan retensinya menurun.
b) Isi interval, yaitu berkaitan dengan aktivitas-aktivitas yang terdapat
atau mengisi interval. Aktivitas-aktivitas yang mengisi interval akan
merusak atau mengganggu memory traces, sehingga kemungkinan
individu akan mengalami kelupaan.
Atas dasar lama interval dan isi interval, hal tersebut merupakan sumber
atau dasar berpijak dari teori-teori mengenai kelupaan.

3. Fungsi Menimbulkan Kembali (Retrival)


Fungsi ketiga ingatan adalah berkaitan dengan menimbulkan
kembali hal-hal yang disimpan dalam ingatan. Proses mengingat kembali
merupakan suatu proses mencari dan menemukan informasi yang disimpan
dalam memori untuk digunakan kembali bila dibutuhkan. Mekanisme
dalam proses mengingat kembali sangat membantu organisme dalam
menghadapi berbagai persoalan seharihari. Seseorang dikatakan “Belajar
dari Pengalaman” karena ia mampu menggunakan berbagai informasi yang
telah diterimanya di masa lalu untuk memecahkan berbagai masalah yang
dihadapi saat ini juga. Menimbulkan kembali ingatan yang sudah disimpan
dapat menggunakan cara:
a) Recall, yaitu proses mengingat kembali informasi yang dipelajari di
masa lalu tanpa petunjuk yang dihadapkan pada organisme.
Conyohnya mengingat nama seseorang tanpa kehadiran orang yang
dimaksud.
b) Recognize, yaitu proses mengenal kembali informasi yang sudah
dipelajari melalui suatu petunjuk yang dihadapkan pada organisme.
Contohnya mengingat nama seseorang saat ia berjumpa dengan orang
yang bersangkutan.
c) Redintegrative, yaitu proses mengingat dengan menghubungkan
berbagai informasi menjadi suatu konsep atau cerita yang cukup
kompleks. Proses mengingat reintegrative terjadi bila seseorang

16
ditanya sebuah nama, misalnya Siti Nurbaya (tokoh sinetron), maka
akan teringat banyak hal dari tokoh tersebut karena orang tersebut telah
menontonnya berkali-kali.
Ketiga kemampuan tersebut antara individu satu dengan individu lain
tidak sama, bahkan pada individu yang sama belum tentu memiliki
kesamaan dalam ketiga

H. Jenis Ingatan (Memory)


Jenis ingatan atau daya ingat dibedakan menjadi daya ingat jangka pendek
(short term memory) dan daya ingat jangka panjang (long term memori).
1. Daya ingat jangka pendek
Daya ingat jangka pendek adalah sistem penyimpanan yang dapat menahan
informasi dalam jumlah terbatas selama beberapa detik (Slavin, 2008). Ini
adalah bagian daya ingat yang menjadi tempat informasi yang saat itu
dipikirkan. Saat kita berhenti memikirkan hal tersebut maka hal itu akan
hilang dari memori jangka pendek kita. Memori ini juga dikenal dengan
istilah daya ingat kerja (work memory). Artinya, semacam memori yang
diibaratkan seperti meja kerja mental di mana informasi dikelola atau
dimanipulasi dan dipadukan untuk membantu dalam membuat keputusan,
memecahkan masalah, dan memahami informasi dari luar. Memori kerja
ini merupakan sistem memori yang sangat aktif bukan hanya sekedar
tempat menyimpan informasi belaka. Masing-masing orang memiliki
perbedaan kapasitas daya ingat jangka pendek mereka untuk
menyelesaikan tugas tertentu. Salah satu faktor utama dalam meningkatkan
kapasitas ini adalah latar belakang pengetahuan. Semakin banyak
pengetahuan tentang sesuatu, orang tersebut akan makin sanggup
mengorganisasikan dan menyerap informasi baru. Memori jangka pendek
dipandang sebagai media berikut.
a) Encoding: Proses meletakkan informasi dalam memori, sesuai dengan
bentuk persepsinya

17
b) Storage: Proses meletakkan informasi dalam memori, ada perubahan
struktur dan fungsi otak
c) Retrieval: Proses meletakkan informasi dalam memori, ada perubahan
struktur penyimpan temporal dalam bentuk terkodekan. Misalnya
untuk mengingat nomor telepon, posisi bidak pada permainan catur
dan sebagainya. Penelitian menyebutkan bahwa memori kapasitas
rendah hanya mempunyai jangka waktu penyimpanan antara 20 - 30
detik, tetapi dapat ditingkatkan dengan latihan dan pengalaman.

2. Daya ingat jangka panjang


Daya ingat jangka panjang adalah bagian sistem daya ingat yang menjadi
tempat menyimpan informasi dalam kurun waktu yang lama (Slavin,
2008). Daya ingat jangka panjang dianggap sebagai suatu penyimpanan
yang kapasitas sangat besar dan berdaya ingat sangat jangka panjang. Para
ahli membagi daya ingat jangka panjang menjadi tiga bagian yaitu daya
ingat episodik, daya ingat semantik, dan daya ingat prosedural. Daya ingat
episodik (episodic memory) adalah daya ingat pengalaman pribadi tentang
hal-hal yang kita lihat dan dengar. Daya ingat semantik (semantic memory)
adalah jangka panjang yang berisi fakta dan informasi yang digeneralisasi
yang kita ketahui, konsep, prinsip atau aturan bagaimana kita
menggunakannya. Kebanyakan hal yang diingat dalam pelajaran sekolah
merupakan daya ingat sematik. Menurut Solso (dalam Slavin, 2008) daya
ingat prosedural merujuk pada “mengetahui bagaimana” bukannya
“mengetahui bahwa”.
Daya ingat episodik, sematik dan prosedural menyimpan dan
mengorganisasikan informasi dengan cara yang berbeda. Informasi dalam
daya ingat episodik disimpan dalam bentuk citra yang diorganisasikan
berdasarkan kapan dan dimana berlangsung peristiwaperistiwa. Informasi
dalam daya ingat sematik diorganisasikan dalam bentuk jaringan gagasan.
Informasi dalam daya ingat prosedural disimpan sebagai suatu kompleks
pasangan rangsangan-tanggapan. Informasi dalam memori jangka pendek

18
dapat dikirim ke memori jangka panjang dengan usaha dan latihan dalam
kondisi sadar dan dengan proses yang berulangulang.
Memori ini berbasis semantik dan diakses secara asosiatif (paralel). Belum
ada penelitian secara pasti tentang kapasitas memori jangka panjang pada
manusia bervariasi pada setiap orang. Sebagai catatan, informasi yang
paling baru dan paling sering digunakan merupakan memori yang paling
siap diakses.

I. Pengertian Berpikir
Berpikir adalah suatu proses memanipulasi informasi secara mental,
seperti ketika membentuk konsep-konsep abstrak, menyelesaikan beragam
masalah, dan membuat keputusan serta berefleksi kritis atau menghasilkan
gagasan kreatif. Berpikir memiliki arti segala proses aktivitas psikis yang
intensional maksudnya dimana seseorang mempunyai masalah maka seseorang
menggabungkan pengertian yang satu dengan yang lainnya untuk mendapatkan
jalan keluar (pemecahan masalah) yang sedang dihadapinya.
Para Psikolog mendefinisikan berpikir sebagai manipulasi terhadap
representatif mental dari informasi. Suatu representative dapat berbentuk kata,
gambaran visual, suara, atau data dalam modalitas sensori lain yang tersimpan
dalam memori. Dengan kata lain, berpikir merupakan suatu proses mengubah
suatu representatif tertentu dari informasi menjadi bentuk yang baru dan
berbeda, sehingga kita dapat menjawab pertanyaan, mengatasi
masalah,mencapai tujuan tertentu.
Berfikir pun mempunyai sifat, salah satu sifat berfikir yaitu goal directed
yaitu berfikir tentang sesuatu untuk memperoleh berbagai pemecahan masalah
bahkan sampai mendapatkan sesuatu yang baru. Jadi berfikir dapat dipandang
sebagai pemprosesan informasi dari stimulus (starting pasition), sampai
pemecahan masalah (finishing position) goal state. Dan dengan demikian dapat
dikemukakan bahwa berfikir merupakan proses kognitif yang berlangsung
antara stimulus dan respon.

19
Sebagai ilustari yang menunjukan seseorang berfikir ketika seseorang
akan mengadakan transaksi jual beli, misalnya membeli HP, si penjual
menawarkan berbagai merek hp dari mulai esia sampai blackbarry, dengan
memberitahukan keunggulan dan kekurangan yang dimiliki dari aplikasi-
aplikasi yang ada pada HP tersebut. Setelah si penjual menerangkan semuanya
maka si pembeli telah mendapatkan berbagai informasi dan akhirnya si pembeli
memutuskan untuk membeli salah satu merek hp dengan aplikasi yang bagus
dan terpercaya.

J. Proses Berpikir
Adapun proses berpikir di uraikan sebagai berikut ini :
1. Pembentukan Pengertian
Dalam tahap ini setidaknya dibentuk melalui beberapa tingkatan, sebagai
berikut:
a) Menganalisis ciri-ciri dari objek yang sejenis
Misalnya, menganalisa ciri-ciri manusia dari berbagai jenis:
• Manusia dari Indonesia: makhluk hidup, berbudi, memiliki kulit
sawo matang, berambut hitam, tidak terlalu tinggi, dsb.
• Manusia dari Eropa: makhluk hidup, berbudi, berkulit putih,
berambut pirang, bermata biru/ hijau, dsb.
• Manusia dari Afirka: makhluk hidup, berbudi, berkulit hitam,
berambut keriting, bermata hitam, dsb.
• Manusia dari Cina: makhluk hidup, berbudi, berkulit kuning,
berambut hitam lurus, bermata sipit, dsb.
b) Membandingkan ciri tersebut untuk menemukan ciri-ciri yang sama,
ciri-ciri yang tidak sama, mana yang selalu ada dan mana yang tidak
selalu ada, mana yang hakiki dan mana yang tidak hakiki.
c) Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, ciri-ciri yang tidak
hakiki, menangkap ciri-ciri yang hakiki. Pada contoh di atas ciri-ciri
yang hakiki adalah makhluk hidup yang berbudi.

20
2. Pembentukan Pendapat
Pembentukan pendapat merupakan peletakan hubungan antara dua atau
lebih pengertian. Pendapat tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk kalimat.
Pendapat tersebut terbagi atas tiga kategori, yakni:
a) Pendapat afirmatif atau positif
b) Pendapat negative
c) Pendapat modalitas atau kemungkinan menjadi kunci masalahnya.
Hypotese dicoba untuk dihungkan dengan hal hal yang mengandung
arti bagi pemecah masalah yang dihadapi.

3. Penarikan Kesimpulan
Terdapat tiga macam kesimpulan, yakni:
a) Kesimpulan induktif, merupakan kesimpulan yang diambil dari
berbagai pendapat khusus yang nantinya tertuju pada satu pendapat
umum. Misalnya: Tembaga dipanaskan akan memuai, Perak
dipanaskan akan memuai, Besi dipanaskan akan memuai, Kuningan
dipanaskan akan memuai. Sehingga, dapat ditarik satu kesimpulan
umum, yakni semua logam bila dipanaskan akan memuai.
b) Kesimpulan deduktif, merupakan kebalikan dari kesimpulan induktif
yang mana penarikan kesimpulan berdasarkan pada hal yang umum
kemudian tertuju pada hal-hal yang lebih khusus. Misalnya: Pendapat
umum: Semua logam bila dipanaskan akan memuai. Sehingga untuk
penarikan kesimpulannya, Tembaga dipanaskan akan memuai, Perak
dipanaskan akan memuai, Besi dipanaskan akan memuai, Kuningan
dipanaskan akan memuai.
c) Kesimpulan analogis, merupakan kesimpulan yang didapatkan dengan
cara membandingkan atau menyesuaikan dengan berbagai pendapat
khusus yang telah ada. Misalnya: Andi anak yang pandai dan Andi naik
kelas. Penarikan kesimpulan analogisnya adalah andi anak pandai,
pastinya akan naik kelas.

21
Menurut Dewey (1933) dalam bukunya How We Think proses berpikir
dari manusia normal mempunyai urutan berikut:
a) Timbul rasa sulit, baik dalam bentuk adaptasi terhadap alat, sulit
mengenal sifat, ataupun dalam menerangkan hal-hal yang muncul
secara tiba-tiba.
b) Kemudian rasa sulit tersebut diberi definisi dalam bentuk
permasalahan.
c) Timbul suatu kemungkinan pemecahan yang berupa reka-reka,
hipotesa, inferensi atau teori.
d) Ide-ide pemecahan diuraikan secara rasional melalui pembentukan
implikasi dengan jalan mengumpulkan bukti-bukti (data).
e) Menguatkan pembuktian tentang ide-ide di atas dan menyimpulkannya
baik melalui keterangan-keterangan ataupun percobaan-percobaan

Sedangkan menurut Kelly (1930) dalam bukunya The Scientific Versus


The Philosophic Approach to The Novel Problem proses berpikir menuruti
langkah-langkah berikut:
a) Timbul rasa sulit.
b) Rasa sulit tersebut didefinisikan.
c) Mencari suatu pemecahan sementara.
d) Menambah keterangan terhadap pemecahan tadi yang menuju kepada
kepercayaan bahwa pemecahan tersebut adalah benar.
e) Melakukan pemecahan lebih lanjut dengan verifikasi eksperimental
(percobaan).
f) Mengadakan penilaian terhadap penemuan-penemuan eksperimental
menuju pemecahan secara mental untuk diterima atau ditolak sehingga
kembali menimbulkan rasa sulit.
g) Memberikan suatu pandangan ke depan atau gambaran mental tentang
situasi yang akan datang utnuk dapat menggunakan pemecahan
tersebut secara tepat.

22
K. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Berpikir
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi berpikir kritis seseorang,
diantaranya adalah :
a) Kondisi fisik: menurut Maslow kondisi fisik adalah kebutuhan fisiologi
yang paling dasar bagi manusia untuk menjalani kehidupan. Ketika kondisi
fisik siswa terganggu, sementara ia dihadapkan pada situasi yang menuntut
pemikiran yang matang untuk memecahkan suatu masalah maka kondisi
seperti ini sangat mempengaruhi pemikirannya. Ia tidak dapat
berkonsentrasi dan berpikir cepat karena tubuhnya tidak memungkinkan
untuk bereaksi terhadap respon yang ada.
b) Motivasi: Kort mengatakan motivasi merupakan hasil faktor internal dan
eksternal. Motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan
dorongan ataupun pembangkit tenaga seseorang agar mau berbuat sesuatu.
c) Kecemasan: keadaan emosional yang ditandai dengan kegelisahan dan
ketakutan terhadap kemungkinan bahaya.
d) Perkembangan Intelektual: kemampuan mental seseorang untuk merespon
dan menyelesaikan suatu persoalan, menghubungkan satu hal dengan yang
lain dan dapat merespon dengan baik setiap stimulus.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Belajar dalam konteks psikologi adalah suatu proses di mana individu
memperoleh pengetahuan, keterampilan, pemahaman, atau perubahan perilaku
sebagai hasil dari pengalaman, studi, atau interaksi dengan lingkungan. Pada
proses pendidikan yang beorientasi pengubahan tingkah laku, tujuan utama
yang hendak dicapai dalam proses pembelajaran adalah terjadinya tingkah laku
yang baik, tingkah laku yang diterima sesering mungkin sesuai dengan
kegunaan kemunculannya dan dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya
kembali tingkah laku tersebut.
Sebelum seseorang mengingat suatu informasi atau sebuah kejadian
dimasa lalu, ternyata ada beberapa tahapan yang harus dilalui ingatan tersebut
untuk bisa muncul kembali. Mekanisme dalam proses mengingat kembali
sangat membantu organisme dalam menghadapi berbagai persoalan seharihari.
Seseorang dikatakan “Belajar dari Pengalaman” karena ia mampu
menggunakan berbagai informasi yang telah diterimanya di masa lalu untuk
memecahkan berbagai masalah yang dihadapi saat ini juga.
Berpikir adalah seseorang yang berpikir bukan saja dengan otaknya tetapi
berpengaruh juga dengan keseluruhan anggota tubuhnya. Berpikir selalu
berdampingan dalam mengingat suatu peristiwa/kejadian masa lampau, yang
telah terjadi pada diri kita sendiri maupun orang lain. Berpikir dan mengingat
yang bermanfaat maka akan menghasilakn hal yang sangat baik (positif) apabila
berpikir dan mengingat yang tidak bermanfaat maka akan menghasilkan hal
yang buruk (negatif).

24
DAFTAR PUSTAKA
Nurhadi. Teori Kognitivisme Serta Aplikasinya Dalam Pembelajaran. Pekanbaru:
STAI Al-Azhar.

Baharuddin. 2015. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Ar


Ruzz Media

Nurhadi. 2018. Teori Belajar dan Pembelajaran Kognitivistik. Program Magister


Pasca Sarjana (Pps) Prodi Pendidikan Agama Islam Universitas
Islam Negeri Sutan Syarif Kasim Riau Pekanbaru.

Slavin, Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik.


Jakarta:Indeks.

Santrock, J. W. 2008. Psikologi pendidikan: Edisi kedua. Jakarta:


Kencana Prenada Media Group.

Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali


Press.

Syah, Muhibbin. 2001. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.


Bandung:Remaja Rosdakarya
.
Winkel. W.S. 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar.
Jakarta:Gramedia.

M,Arifin. 1976. psiklogi dan beberpa aspek kehidupan rohaniyah. Jakarta


Bimo walginto, 2004. pengantar psikologi umum, yogyakarta
https://www.dictio.id/t/faktor-faktor-apa-saja-yang-mempengaruhi-seseorang-
untuk-dapat-berpikir-kritis/119663/2

25

Anda mungkin juga menyukai