Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kuliah Evaluasi Pembelajaran Dosen Pengampu: Drs.Arifin
Siregar, S.Pd., M.Pd. dan Nurhudayah, S.Pd., M.Pd.
Disusun Oleh:
KELOMPOK 8
KELAS I PGSD
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami kelompok 8 dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah yang berjudul “Evaluasi Hasil Belajar Afektif” ini merupakan sebuah tugas
wajib pada mata kuliah Evaluasi Pembelajaran yang diberikan oleh dosen pengampu bapak
Drs.Arifin Siregar,.S.Pd. M.Pd dan ibu Nurhudayah,.S.PD,.M.Pd. Makalah ini bertujuan untuk
membantu kita dalam memahami bagaimana cara untuk merumuskan masalah.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membacanya. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan sekelompok yang telah menyusun makalah ini
dengan baik dan bekerja sama dengan sepenuh hati. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada dosen pengampu bapak Drs.Arifin Siregar, S.Pd., M.Pd dan ibu Nurhudayah,S.Pd.,
M.Pd.yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari setiap kita yang membaca makalah ini, terima kasih.
Penulis
Kelompok 8
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................... 2
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 4
1.3 Tujuan ..................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 6
2.1 Pengertian Penilaian Aspek Afektif ........................................................................ 6
2.2 Tingkatan Aspek Afektif......................................................................................... 7
2.3 Karakteristik Aspek Afektif .................................................................................... 8
2.4 Contoh Evaluasi Aspek Penilaian Afektif .............................................................. 10
2.5 Pengembangan Instrumen Penilaian Afektif .......................................................... 13
BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 15
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 15
3.2 Saran ....................................................................................................................... 15
DAFTR PUSTAKA........................................................................................................... 16
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tuntutan penerapan
kurikulum berbasis kompetensi mencakup tiga ranah, yaitu kemampuan berpikir,
keterampilan melakukan pekerjaan, dan perilaku.
Kemampuan berpikir merupakan ranah kognitif yang meliputi kemampuan menghapal,
memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Kemampuan afektif
berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama,
disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan
mengendalikan diri. Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di
sekolah, yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang tepat.
Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih
kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah
seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan
pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai. Keberhasilan
pendidik melaksanakan pembelajaran ranah afektif dan keberhasilan peserta didik mencapai
kompetensi afektif perlu dinilai. Oleh karena itu perlu dikembangkan acuan pengembangan
perangkat penilaian ranah afektif serta penafsiran hasil pengukurannya.
4
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan pengertian dari penilaian ranah afektif
2. Mengetahui tingkatan ranah afektif
3. Memahami karateristik dari ranah afektif
4. Mengtahui contoh dari pengukuran ranah penilaian ranah afektif
5. Memahami pengenbangan instrument penilaian Afektif
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Penilaian Aspek Afektif
Aspek afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Aspek afektif mencakup
watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan
bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki
kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik
dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata pelajaran pendidikan
agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran agama disekolah, motivasinya
yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran agama Islam yang di terimanya,
penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru pendidikan agama Islam dan sebagainya.
Menurut Popham (1995), aspek afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang
yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar
secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan
mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik harus mampu
membangkitkan minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan.
Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan,
semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya.
Akan tetapi, penilaian aspek afektif sepertinya belum mendapat porsi yang lebih
dibandingkan dengan penilaian ranah kognitif dan psikomotor, masih banyak para pendidik
yang menilai ranah ini kurang memperhatikan rambu-rambu serta pedoman yang telah
diterbitkan oleh pemerintah. Maklum penilaian ini banyak sekali variabelnya sehingga sulit
untuk memedomaninya dalam memberikan nilai kepada peserta didik. Menurut PP nomor 19
tahun 2005 pasal 65 ayat 2 menyatakan bahwa penilaian hasil belajar untuk semua mata
pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata
pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan merupakan penilaian akhir untuk menentukan
kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Oleh karena itu penilaian ranah afektif harus
dilakukan secara obyektif dan proporsional yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Aspek afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam aspek afektif
kemampuan yang diukur adalah:
6
1. Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi, gejala, kesadaran,
kerelaan, mengarahkan perhatian.
2. Merespon, meliputi merespon secara diam-diam, bersedia merespon, merasa puas dalam
merespon, mematuhi peraturan.
3. Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai, komitmen
terhadap nilai.
4. Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasikan nilai, memahami hubungan abstrak,
mengorganisasi sistem suatu nilai.
5. Karakterisasi, meliputi menyusun berbagai macam sistem nilai menjadi nilai yang mapan
dalam dirinya
7
hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya senang membaca buku, senang
bertanya, senang membantu teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan
sebagainya.
3. Tingkat valuing
Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan
derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai,
misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen.
Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik.
Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar
nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan
sebagai sikap dan apresiasi.
4. Tingkat organization
Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai
diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil
pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai.
Misalnya pengembangan filsafat hidup.
5. Tingkat characterization
Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta
didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu
hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi,
emosi, dan sosial.
8
dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi
pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.
2. Minat
Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
Penilaian minat dapat digunakan untuk:
• mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam
pembelajaran,
• mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
• pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
• menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
• mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama,
• acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih
metode yang tepat dalam penyampaian materi,
• mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,
• bahan pertimbangan menentukan program sekolah,
• meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
3. Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap
kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada
dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa
juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan
intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah
sampai tinggi.
Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan
mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang
tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk
memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.
4. Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan,
tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya
dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar
9
objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan. Target nilai
cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku.
Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan
tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu.
5. Moral
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain
atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang
lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral
juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan
perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan
keyakinan seseorang. Ranah afektif lain yang penting adalah:
• Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi
dengan orang lain.
• Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral
dan artistik.
• Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan
yang sama dalam memperoleh pendidikan.
• Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi
kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.
10
• Rancang instrumen evaluasi - Rancang instrumen evaluasi yang sesuai dengan
teknik evaluasi yang dipilih, sehingga instrumen dapat mengukur aspek afektif yang
ingin dievaluasi dengan valid dan reliabel.
• Implementasikan instrumen evaluasi - Implementasikan instrumen evaluasi yang
telah dirancang dan pastikan siswa memahami tujuan dan cara mengisi instrumen
tersebut.
• Analisis dan interpretasi hasil evaluasi - Analisis dan interpretasi hasil evaluasi,
sehingga dapat diperoleh gambaran perubahan sikap, nilai, minat, motivasi, empati,
atau moral siswa selama proses pembelajaran.
• Berikan umpan balik - Berikan umpan balik kepada siswa mengenai hasil evaluasi,
sehingga siswa dapat memperbaiki dan meningkatkan aspek afektifnya di masa depan.
Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu dinilai utamanya menyangkut sikap dan
minat siswa dalam belajar. Secara teknis penilaian ranah afektif dilakukan melalui dua hal
yaitu: a) laporan diri oleh siswa yang biasanya dilakukan dengan pengisian angket anonim, b)
pengamatan sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dan perlu lembar pengamatan.
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif
kemampuan yang diukur adalah:
➢ Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi, gejala, kesadaran,
kerelaan, mengarahkan perhatian
➢ Merespon, meliputi merespon secara diam-diam, bersedia merespon, merasa puas
dalam merespon, mematuhi peraturan
➢ Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai, komitmen
terhadap nilai
➢ Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasikan nilai, memahami hubungan
abstrak, mengorganisasi sistem suatu nilai
Karakteristik suatu nilai, meliputi falsafah hidup dan sistem nilai yang dianutnya.
Contohnya mengamati tingkah laku siswa selama mengikuti proses belajar mengajar
berlangsung.
Dalam memilih karakterisitik afektif untuk pengukuran, para pengelola pendidikan harus
mempertimbangkan rasional teoritis dan program sekolah. Masalah yang timbul adalah
11
bagaimana ranah afektif akan diukur. Isi dan validitas konstruk ranah afektif tergantung pada
definisi operasional yang secara langsung mengikuti definisi konseptual. Menurut Andersen
(1980) ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah afektif, yaitu metode
observasi dan metode laporan diri. Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi
bahwa karateristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau
reaksi psikologi. Metode laporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif
seseorang adalah dirinya sendiri. Namun hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap
karakteristik afektif diri sendiri.
Skala yang sering digunakan dalam instrumen (alat) penilaian afektif adalah Skala Thurstone,
Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.
Keterangan:
SS = sangat setuju
S = setuju
R = ragu-ragu
TS = tidak setuju
STS = sangat tidak setuju
12
Contoh skala beda Semantik:
13
4. menentukan pedoman penskoran
5. menelaah instrumen
6. merakit instrumen
7. melakukan ujicoba
8. menganalisis hasil ujicoba
9. memperbaiki instrumen
10. melaksanakan pengukuran
11. menafsirkan hasil pengukuran
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup
watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Tingkatan ranah afektif
menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), rsponding, valuing,
organization, dan characterization. Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl
ada lima, yaitu: receiving (attending), rsponding, valuing, organization, dan characterization.
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi
dan metode laporan diri. Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa
karateristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau reaksi
psikologi. Metode laporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang
adalah dirinya sendiri.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah di atas banyak sekali kesalahan dan jauh dari kata
sempurna. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak
sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangundari para pembaca mengenai pembahasan dalam kesimpulan di atas.
Dari makalah yang disediakan penulis berharap para pembaca kiranya bisa menambah wawasan
dengan makalah yang di sajikan.
15
DAFTAR PUSTAKA
Sukanti, S. (2011). Penilaian afektif dalam pembelajaran Akuntansi. Jurnal Pendidikan Akuntansi
Indonesia, 9(1).
16