Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH EVALUASI PENILAIAN HASIL BELAJAR

“PENGEMBANGAN TES ASESMEN AFEKTIF”

Oleh: Kelompok 1

1. Anisa Putri Rambe (4203131075)


2. Daniel Martua Sitorus (4203131055)
3. Lucy Adella (4201131001)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PENDIDIKAN KIMIA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas segala rahmat dan
segala karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Pengembangan Tes Asesmen Afektif”.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Ayi Darmana, M.Si dan ibu
Susilawati Amdayani, S.Si, M.Pd yang telah memberikan dorongan dan saran sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih banyak kekurangan, oleh
karena itu kami berharap kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan makalah ini
menjadi lebih baik.

Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan bagi yang
membacanya.

Medan, 23 Maret 2021

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................................................................ iii
BAB I .......................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ......................................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ............................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................................... 6
C. Tujuan ............................................................................................................................................ 6
BAB II ......................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................... 6
A. Pengertian Dan Konsep afektif....................................................................................................... 7
B. Hakekat Pembelajaran Afektif .......................................................... Error! Bookmark not defined.
C. Prinsip Penilaian Berbasis Portofolio ................................................ Error! Bookmark not defined.
D. Jenis-jenis Afektif ......................................................................................................................... 10
E. Ciri-ciri penilaian Afektif ................................................................................................................ 9
F. Variasi tipe-tipe Afektif ................................................................................................................ 10
G. Tingkat ranah Afektif ................................................................................................................... 10
H. Penilaian Domain Afektif ............................................................................................................. 11
I. Tujuan Asesmen Afektif ............................................................................................................... 16
BAB III ...................................................................................................................................................... 18
PENUTUP ................................................................................................................................................. 18
A. Kesimpulan ...................................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................... 19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 Pasal 63 ayat 1 penilaian pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah terdiri atas (a) penilaian hasil belajar oleh pendidik, (b) penilaian
hasil belajar oleh satuan pendidikan (c) penilaian oleh pemerintah, Penilaian hasil belajar oleh
pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk mengetahui keberhasilan pada proses hasil
belajar peserta didik dan memantau proses perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan
tengah semester, ulangan akhir semester atau ulangan kenaikan kelas. Penilaian digunakan untuk
menilai pencapaian kompetensi peserta didik sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil
belajar pada mata pelajaran tertentu yang telah di capai oleh peserta didik dalam proses suatu
pembelajaran. Sedangkan Suharsimi (2009) mengatakan penilaian adalah suatu usaha yang
dilakukan dalam pengambilan keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik atau buruk yang
bersifat kualitatif.
Rumusan tujuan pendidikan dalam sistem pendidikan nasional, menggunakan klasifikasi
hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah,
yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor, kognitif adalah ranah yang
menekankan pada pengembangan kemampuan dan ketrampilan intelektual. Psikoomotor adalah
ranah yang berkaitan dengan kegiatan atau ketrampilan motorik, Sedangkan Afektif adalah ranah
yang berkaitan dengan pengembangan perasaan, sikap, nilai dan emosi, (Degeng, 2001).
Setiap peserta didik memiliki potensi pada ketiga ranah tersebut, namun tingkatannya satu
sama lain berbeda. Ada peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir tinggi dan perilaku
amat baik, namun keterampilannya rendah. Demikian sebaliknya ada peserta didik yang memiliki
kemampuan berpikir rendah, namun memiliki keterampilan yang tinggi dan perilaku amat baik.
Ada pula peserta didik yang kemampuan berpikir dan keterampilannya sedang, tapi memiliki
perilaku baik. Hampir tidak ada peserta didik yang kemampuan berpikirnya rendah, keterampilan
melakukan pekerjaan rendah, dan perilaku kurang baik, karena setiap manusia memiliki potensi
yang dapat dikembangkan menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat
Tuntutan pada kurikulum pada saat ini penilaian harus mengarah pada kompetensi siswa,
kompetensi yang dimaksud pada kurikulum adalah kemampuan yang dapat dilakukan peserta
didik yang mencakup pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor) dan perilaku (afektif).
4
Ketiga ranah tersebut hampir dimiliki oleh setiap mata pelajaran, oleh karena itu penilaian harus
mengacu pada pencapaian standar kompetensi siswa. Untuk mengetahui perkembangan peserta
didik dalam mencapai tujuan pembelajaran yang di harapkan maka harus didukung oleh
instrumen penilaian yang sesuai dengan karakteristik tujuan standar kompetensi dan kompetensi
dasar.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di beberapa SMA menunjukkan
bahwa penilaian hasil belajar lebih menitik beratkan pada aspek kognitif, terbukti dengan
beberapa tes yang diselenggarakan di sekolah baik lisan maupun tulis lebih banyak pada
pengungkapan kemampuan aspek kognitif saja sedangkan pada penilaian afektif tidak
memperhatikan kreteria penilaian afektif, terbukti bahwa pendidik dalam memberi nilai pada
aspek afektif dan aspek psikomotor sering disamakan dengan nilai pada aspek kognitif. Pendidik
beranggapan bahwa apabila nilai kognitif siswa baik maka nilai afektifnya juga baik, padahal
ketiga aspek penilaian tersebut mempunyai karakter dan bentuk penilaian yang sangat berbeda,
ini menunjukkan bahwa penilaian pada aspek afektif dan aspek psikomotor dilakukan tanpa acuan
yang jelas.
Popham (1996) mengatakan ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang.
Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh kondisi afektif
peserta didik. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai
keberhasilan belajar secara optimal. Peserta didik yang berminat dalam suatu mata pelajaran akan
mencapai hasil pembelajaran yang optimal artinya ketiga ranah kognitif, psikomotor dan afektif
tercapai. Sehingga semua pendidik harus mampu membangkitkan minat peserta didik untuk
mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Ikatan emosional sering diperlukan untuk
membangun semangat belajar yang tinggi untuk mencapai keberhasilan, semangat kebersamaan,
rasa sosial, dan rasa tanggungjawab. Untuk itu dalam merencanakan program pembelajaran,
satuan pendidikan harus selalu memperhatikan ranah afektif.
Komponen penilaian afektif yang tercantum dalam permendiknas nomor 23 tahun 2006
tentang standar kompetensi lulusan meliputi : (1) Memiliki keimanan dan ketaqwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa sesuai ajaran agama masing-masing yang tercermin dalam perilaku sehari-
hari, (2) Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan
pekerjaannya, (3) Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang
terbaik dalam bidang pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan, (4) Menganalisis sikap positif
terhadap penegakan hukum, peradilan nasional, dan tindakan anti korupsi, (5) Mengevaluasi
sikap berpolitik dan bermasyarakat madani sesuai dengan Pancasila dan Undang- Undang Dasar
5
1945, sikap cermat dan menghargai hak atas kekayaan intelektual, (6) Menunjukkan sikap toleran
dan empati terhadap keberagaman budaya yang ada di masyarakat setempat dalam kaitannya
dengan budaya nasional, (7) Menunjukkan sikap peduli terhadap bahasa dan dialek, (8)
Menunjukkan sikap kompetitif, sportif, dan etos kerja untuk mendapatkan hasil yang terbaik
dalam bidang iptek.
Penilaian aspek afektif beberapa pendidik melakukan dengan cara mengamati peserta didik
pada saat proses belajar mengajar dengan menggunakan lembar pengamatan, pengamatan yang
dilakukan pendidik adalah dengan melihat kondisi peserta didik saat pelajaran berlangsung, jika
peserta didik duduk dengan tenang dan memperhatikan diberi nilai bagus, sedangkan siswa yang
duduknya tidak tenang diberi nilai kurang, dan ada juga yang memberi nilai afektif disamakan
dengan nilai kogbitif. Kondisi ini menunjukkan penilaian afektif dilakukan tidak menggunakan
prosedur penilaian yang sebenarnya, sehingga perlu dilakukan penelitian ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Pengembangan tes asesmen afektif?
2. Bagaimana cara penilaian pada asesmen portofolio?

C. Tujuan
1. Mengetahui tentang pengembangan asesmen afektif.
2. Mengetahui cara menilai suatu asesmen afektif
3. Sebagai pemenuhan salah satu tugas mata kuliah EPHB

BAB II

PEMBAHASAN

6
A. Pengertian Dan Konsep Asesmen Afektif
Johnson (dalam Harsiati, 2011) menjelaskan makna asesmen sebenarnya adalah proses
mendapatkan sejumlah deskripsi karakteristik tertentu yang dimiliki siswa. Asesmen tidak
semata-mata hanya dapat dilakukan pada ranah kognitif dan psikomotor, namun ranah
afektif sangat penting. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Popham (dalam Hall, 2011)
yang menyatakan bahwa asesmen pada domain afektif jauh lebih penting daripada
asesmen pada domain kognitif. Asesmen ranah afektif adalah proses untuk mendapatkan
sejumlah deskripsi mengenai sikap, minat, atau nilai-nilai yang terdapat dalam diri siswa.
Jika asesmen ranah kognitif dan psikomotor mengukur sesuatu yang diketahui dan dapat
dilakukan siswa, maka asesmen ranah afektif justru mengukur sesuatu yang mungkin tidak
diketahui dan tidak disadari siswa yaitu watak/karakter. (Hall,2011)
Afektif (dari bahasa Latin affectus, yang berarti "perasaan") mencakup sejumlah
konstruksi, seperti sikap, nilai, kepercayaan, pendapat, minat, dan motivasi (Koballa,
2011). Sikap dalam bahasa Inggris diterjemahkan attitude yang dapat diartikan cara
berpikir atau sikap. Sikap umumnya didefinisikan sebagai kecenderungan untuk merespon
secara positif atau negatif terhadap benda, orang, tempat, peristiwa, dan gagasan.
Ranah afektif pada awalnya diklasifikasikan berdasarkan objektif sikap dan emosi.
Tingkatan ranah afektif menurut Krathwohl ada lima, yaitu receiving (menerima),
responding (menanggapi), valuing (menilai), organization (organisasi), dan
characterization (karakterisasi) (2011). Kemudian, ranah afektif diperluas mencakup
internalize (internalisasi nilai-nilai), wonder (rasa ingin tahu), dan aspire (mencita-citakan)
(Dettmer, 2006).
Taksonomi Bloom (Dettmer, 2006) terdiri dari empat ranah dan delapan fase. Fase-
fase setiap ranah paralel dengan fase-fase ranah yang lain dalam mensintesis keterpaduan.
Dalam merencanakan kegiatan pembelajaran, khususnya merancang objektif
instruksional, dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, serta melakukan asesmen dan
evaluasi pembelajaran dapat menggunakan bantuan tabel taksonomi Bloom
Ranah afetif berkaitan erat dengan ranah sosial. Tingkat kompetensi dalam ranah
afektif akan mempengaruhi tingkat kompetensi dalam ranah sosial. Kemampuan
seseorang untuk menerima akan mempengaruhi kemampuannya berhubungan,
kemampuannya untuk menanggapi akan mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dan
kemampuan berkreasi akan mempengaruhi kemampuan untuk berubah. Pada hakekatnya,
hal-hal yang berkenaan dengan sikap seseorang merupakan aspek-aspek dalam ranah
afektif, sedangkan bagaimana seseorang bersikap merupakan aspek-aspek dalam rana
sosial. Kemampuan seseorang menanggapi merupakan aspek afketif, sedangkan
bagaimana caranya merespon atau mengkomunikasinnya merupakan aspek sosial.

B. Hakikat Pembelajaran Afektif


Hasil belajar menurut Bloom (1976) mencakup prestasi belajar, kecepatan belajar, dan hasil
afektif. Andersen (1981) sependapat dengan Bloom bahwa karakteristik manusia meliputi cara
yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal berpikir berkaitan dengan ranah kognitif,
tipikal berbuat berkaitan dengan ranah psikomotor, dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah
afektif. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai.
Ketiga ranah tersebut merupakan karakteristik manusia sebagai hasil belajar dalam bidang
pendidikan.

7
Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang
yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar secara
optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil
pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik harus mampu membangkitkan minat
semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu ikatan emosional
sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat
nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk itu semua dalam merancang program
pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif.

Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh kondisi
afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran
akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu, sehingga dapat mencapai hasil
pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal ini, namun belum banyak
tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk meningkatkan minat peserta didik. Oleh
karena itu untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dalam merancang program pembelajaran dan
kegiatan pembelajaran bagi peserta didik, pendidik harus memperhatikan karakteristik afektif
peserta didik.

C. Jenis – jenis Afektif


Jika ingin mengases karakteristik sikap, harus dimulai dengan definisi yang khusus dan
tajam. Dalam bagian ini, akan mempelajari beberapa definisi dasar yang akan membantu kita agar
dapat mendesain bahwa literatur pendidikan meuat pokok pengetahuan yang besar mengenai setiap
jenis hasil yang didefinisikan disini. Semakin paham tentang literatur dan konsep ini, maka akan
lebih mudah untuk mengases sikap siswa. Berdasarkan jenis afektif yang diungkapkan Anderson,
maka jenis-jenis afektif adalah:

1. Perilaku

Anderson mendefinisikan perilaku sebagai “perasaan yang…. dapat membantu atau tidak
membantu, positif atau negatif, dan biasanya mengarah langsung pada objek yang khusus.
Hubungan antara perasaan dan objek tertentu dipelajari. Dan sekali dipelajari, perasaan tersebut
sevara konsisten dialami kehadiran objek tersebut”.

Jelas bahwa jangkauan perilaku yang dapat kita pelajari adalah seluas jumlah objek yang akan kita
sikapi. Di sekolah, siswa mungkin mempunyai perilaku yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan terhadap orang lain, guru, staf administrasi, anggota sekolah, dan lain-lain.

2. Minat

Hal ini merepresentasikan perasaan yang berkisar dan level perasaan senang yang tinggi hingga
tidak ada kegembiraan sama sekali di setiap kemungkinan yang digunakan, atau ketika
menggunakan kemungkinan tersebut di setiap kegiatan khusus. Sekali lagi, yang dipelajari adalah
hubungan antara level minat dengan objek. Seorang siswa mungkin akan sangat tertarik pada
drama namun sangat tidak menyukai goegrafi.

3. Motivasi
8
Jenis sikap ini merupakan kekuatan akan keinginan seorang siswa untuk meraih atau untuk
bertindak secara sukarela di setiap kegiatan sekolah dan/atau kerja yang berhubungan dengan
sekolah. Ini adalah keinginan untuk diikuti, kecenderungan untuk meraih sukses, untuk
menghindari kegagalan, bercita-cita berbuat sesuai norma dan ekspektasi yang ada. Sebagai
contoh, murid dapat dimotivasi atau dihilangkan motivasinya dengan maksud agar berpartisipasi
dalam aktivitas belajar tertentu atau untuk mengejar arah studi tertentu.

4. Nilai
Anderson mendefinisikan perasan ini dengan menyatakan bahwa, pertama “nilai adalah
kepercayaan mengenai apa yang harus dikerjakan, apa yang penting atau dihargai dan standar apa
yang digunakan dalam bersikap dan bertindak yang secara personal dan sosial dapat diterima.
Kedua, nilai bersifat abadi atau tahan lama. Oleh karena itu, niali cenderung stabil stabil dalam
jangka waktu yang lama”. Jelas bahwa objek nilai dapat meluas dan melebar, dan itu yang
dipelajari. Nilai-nilai terlihat memiliki jangkar yang sangat dalam di dalam kehidupan kita.

5. Pilihan
Pilihan yang dibuat merefleksikan keinginan atau kecenderungan untuk memilih sebuah objek
dibandingkan pilihan objek yang lain. anderson mengatakan bahwa ini bisa jadi merupakan
menifestasi perilaku (salah satu lebih disukai dari pada yang lain, minat (yang satu lebih menarik
dibandingkan dengan yang lain), dan nilai (yang satu memiliki nilai yang lebih besar). Esensi dari
pilihan ini adalah bahwa akumulasi perasaan ini mengarahkan pada sebuah pilihan yang dilakukan
oleh siswa

6. Konsep akademis diri


Tidak ada karakteristik afektif yang lebih berhubungan dengan sekolah dibandingkan yang satu ini.
Hal ini adalah rangkuman dari semua keputusan evaluatif yang dibuat oleh satu orang mengenai
kesuksesan orang lain atau produktivitas dalam sebuah konsep akademis. Pada intinya, hal ini
adalah sebuah perilaku (baik yang disukai maupun yang tidak) mengenai diri seseorang (objek)
ketika dilihat dalam setting ruang belajar. Konsep akademis diri seperti yang ditulis Anderson
adalah sebuah visi yang dipelajari yang sebagian besar berasal dari evaluasi diri yang dilakukan
oleh orang lain selama periode tertentu.

7. Tempat Pengontrolan
Hal ini mencerminkan sebuah bagian yang sangat penting dari konsep akademis diri. Dalam kasus
ini, karakteristik pilihan adalah sebab atau alasan-alasan murid untuk sukses atau gagal dalam
akademis. Salah satu jenis sebab didefinisikan sebagai sebab internal. “Saya sukses karena saya
bekerja keras”. Sebab yang lain adalah eksternal, ketika berlaku aturan “Saya yakin mendapt nilai
A semata-mata karena beruntung!”. Namun, ada juga sebab eksternal yang lain ketika berlaku
aturan : “Saya dapat tampil dengan bagus karena memiliki seorang guru yang baik.” Pada masalah
ini, persepsi murid mengenai alasan-alasan yang mendasari hasil yang mereka alami. Hal ini juga
berarti bahwa persepsi belajar diri muncul dari perasaan mereka akan hubungan antara usaha dan
kesuksesan akademis.

D. Ciri-ciri penilaian ranah Afektif


Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif
(Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku
harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah,
dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih
9
kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan
memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi
positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk.

Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila
intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu
skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan.
Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan target.
Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pembelajaran.
Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh
seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa cemas bila
menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target kecemasannya
adalah tes.

E. Variasi Tipe-tipe Afektif

Tipe-tipe afektif bervariasi dalam tiga dimensi penting, diantaranya:

a. Berkenaan dengan perasaan tentang objek yang berbeda. Attitude dan nilai dapat difokuskan
pada rentang objek yang tak terbatas, sedangkan academic self-concept memiliki fokus sentral
yang lebih terbatas.
b. Variasi dalam arahnya. Berfikir tentang afektif merupakan perluasan keluar dan titik netral
dalam arah secara kontinyu dan positif ke negatif
c. Variasi dalam intensitasnya. Perasaan dan nertal dan arahnya secara extrim dapat menjadi
positif dan negatif yang sangat kuat.

Satu hal yang sifatnya umum yang harus kita perhatikan dengan baik saat kita akan menilai
(mengassess) dan memikirkan afektif bahwa yang namanya perasaan itu sifatnya mudah menguap
(hilang), terutama pada usia remaja (usia anak-anak sekolah). Perasaan siswa sangat bisa berubah
dalam hal arahnya ataupun intensitasnya untuk beberapa alasan. Hal ini sengaja dijelaskan dengan
tujuan supaya penilaian afektif penting dilakukan secara berulang-ulang sepanjang waktu untuk
melihat kecenderungannya. Hasil penilaian mungkin berlaku untuk beberapa waktu singkat saja.

F. Tingkat Ranah Afektif


Menurut Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen
afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya ada komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah
komponen afektif. Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving
(attending), responding, valuing, organization, dan characterization.

 Tingkat receiving
Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan memperhatikan
suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya.
Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek
pembelajaran afektif. Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku,
senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang
10
diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.
 Tingkat responding
Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya.
Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi.
Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi
respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah
minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus.
Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan
kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.
 Tingkat valuing
Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat
internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya
keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Hasil belajar pada
tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas.
Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.
 Tingkat organization
Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai
diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada
tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan
filsafat hidup.
 Tingkat characterization

Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta didik memiliki
sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk gaya
hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.
G. Penilaian Domain Afektif
 Hakikat Penilaian Domain Afektif
Penilaian dilakukan secara menyeluruh yaitu mencakup semua aspek kompetensi yang
meliputi kemampuan kognitif, psikomotorik, dan afektif. Kemampuan kognitif adalah kemampuan
berpikir yang menurut taksonomi Bloom secara hierarkis terdiri atas mengingat (remember),
memahami (comprehension), menerapkan (apply), menganalisis (analyze), mengevaluasi
(evaluate), dan evaluasi (evalution). Pada tingkat pengetahuan, peserta didik dituntut untuk
menyatakan jawaban atas pertanyaan dengan kata-katanya sendiri. Pada tingkat aplikasi, peserta
didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam suatu situasi yang baru. Pada tingkat
analisis, peserta didik diminta untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian,
menemukan asumsi, membedakan fakta dan pendapat, dan menemukan hubungan sebab dan
akibat. Pada tingkat sintesis, peserta didik dituntut merangkum suatu cerita, komposisi, hipotesis,
atau teorinya sendiri, dan mensintesiskan pengetahuan. Pada tingkat evaluasi, peserta didik
mengevaluasi informasi, termasuk di dalamnya melakukan judgement 15 (pertimbangan) terhadap

11
hasil analisis untuk membuat keputusan (Depdiknas, 2008:6).
Kemampuan psikomotorik melibatkan gerak adaptif (adaptive movement) atau gerak
terlatih dan keterampilan komunikasi berkesinambungan (non-discursive communication)
(Depdiknas, 2008:6). Gerak adaptif terdiri atas keterampilan adaptif sederhana (simple adaptive
skill), keterampilan adaptif gabungan (compound adaptive skill), dan keterampilan adaptif
kompleks (complex adaptive skill). Kemampuan komunikasi berkesinambungan mencangkup
gerak expresif (expressive movement) dan gerak intrepretatif (interpretative movement).
Keterampilan adaptif sederhana dapat dilatihkan dalam beberapa mata pelajaran, seperti bentuk
keterampilan menggunakan peralatan laboratorium . Keterampilan adaptif gabungan, ketrampilan
adaptif kompleks, dan ken komunikasi berkesinambuangan baik gerak ekspresif maupun gerak
interpretatif dapat dilatihkan dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Pendidikan Jasmani, Olahraga
dan Kesehatan.
Kondisi afektif peserta didik berhubungan dengan sikap, minat, dan nilai- nilai. Kondisi ini
tidak dapat di deteksi dengan tes, tetapi dapat diperoleh melalui angket, inventori, atau pengamatan
yang sistematik dan berkelanjutan. Sistematik berarti pengamatan mengikuti suatu prosedur
tertentu, sedangkan berkelanjutan memiliki arti pengukuran dan penilaian yang dilakukan secara
terus menerus (Depdiknas, 2008:7). Kemampuan afektif merupakan bagian dari hasil belajar yang
memiliki peran yang sangat penting. Keberhasilan pada ranah kognitif dan psikomotorik sangat
ditentukan oleh kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap
positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu, sehingga dapat
mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal ini, namun
belum banyak tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk meningkatkan minat
peserta didik. Pencapaian hasil belajar yang optimal, dalam mencapai program pembelajaran dan
kegiatan pembelajaran bagi peserta didik, pendidik harus memperhatikan karakteristik afektif
peserta didik (Depdiknas, 2008:2). Laporan hasil belajar peserta didik, terhadap komponen
pengetahuan yang umumnya representasi aspek kognitif, komponen praktik yang melibatkan aspek
psikomotorik dan komponen sikap yang berkaitan dengan kondisi afektif peserta didik terhadap
mata pelajaran tertentu. Pelaksanaan penilaian dan evaluasi pada domain afektif ini mengacu pada
teori taksonomi pembelajaran dari Bloom. Bloom mengkategorikan domain afektif dimulai dari
perilaku yang paling sederhana hingga yang paling kompleks, Taksonomi Bloom untuk domain
afektif dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Taksonomi Bloom untuk Domain Afektif
No Kategori Penjelasan Kata Operasional
1. Receive/ Kemampuan untuk menerima Menanyakan,
Menerima stimulus atau rangsang dari luar memilih,
yang datang kepada dirinya mendeskripsikan,
dalam bentuk masalah, situasi, memberikan,
dan gejala yang termasuk dalam mengikuti,
jenjang ini adalah keinginan dan menyebutkan
kesadaran untuk menerima
stimulus, mengontrol atau
menyeleksi gejala-gejala dan
rangsangan yang datang dari
luar.
12
2. Respond/ Kemampuan berpartisipasi aktif Menjawab,
Menanggapi dalam pembelajran dan selalu membantu,
termotivasi untuk segera menaati,
bereaksi atau mengambil memenuhi,
tindakan atas suatu kejadian menyetujui,
mendiskusikan,
membaca,
melaporkan,
menceritakan
3. Value/Menilai Kemampuan menunjukkan nilai Memilih,
yang dianut untuk membedakan membedakan,
mana yang baik dan kurang baik mengikuti,
terhadap suatu kejadian atau mengusulkan,
objek, dan nilai tersebut menolak
diekspresikan ke dalam perilaku
4. Organize/ Kemampuan menyatukan nilai- Mengubah,
Mengorganisasi nilai yang berbeda, mengatur,
menyelesaikan atau menggabungkan,
memecahkan masalah, membandingkan,
membentuk suatu sistem mempertahankan,
menggabungkan,
membandingkan,
mempertahankan,
menggeneralisasi,
dan memodifikasi
5. Characterize/ Kemampuan mengendalikan Melakukan,
Mengkarakterisasi perilaku berdasarkan nilai yang melaksanakan,
dianut dan memperbaiki memperlihatkan,
hubungan intrapersonal dan menunjukkan,
interpersonal dan sosial. mempengaruhi,
mempraktekkan

Taksonomi Bloom yang memuat jenjang soal ini selanjutnya dikembangkan menjadi indikator.
Indikator didefinisikan sebagai tolak ukur ketercapaian suatu kompetensi dasar, indikator
dirumuskan dengan menggunkan kata kerja operasional yang dapat diukur. Indikator merupakan
tanda-tanda yang dimunculkan oleh peserta didik, yang dapat diamati atau diobservasi oleh guru
sebagai representasi sikap yang dinilai (Majid, 2014). Indikator sikap yang dikembangkan oleh
Harlen dapat dilihat pada Tabel. 2.2
Sikap yang dinilai Contoh Indikator
Sikap ingin tahu Antusias mencari jawaban Perhatian
pada objek yang diamati Antusias
pada proses sains
Menanyakan setiap langkah kegiatan

Sikap berpikir kritis Menanyakan setiap perubahan/hal baru


Mengulangi kegiatan yang dilakukan
Tidak mengabaikan data meskipun kecil

13
Sikap berpikiran terbuka Menghargai pendapat/ temuan orang lain Mau
dan kerjasama merubah pendapat jika data kurang Menerima
saran dari teman
Tidak merasa selalu benar
Menganggap setiap kesimpulan adalah alternatif
Berpartisipasi aktif dalam kelompok

Sikap peka terhadap Perhatian terhadap peristiwa sekitar.


lingkungan sekitar Partisipasi pada kegiatan sosial.
Menjaga kebersihan lingkungan sekolah.

Respek terhadap Obyektif/jujur.


data/fakta Tidak memanipulasi data.
Tidak purbasangka.
Mengambil keputusan sesuai fakta.
Tidak mencampur fakta dengan pendapat
 Karekteristik Domain Afektif
Karakteristik afektif yang penting ada empat yaitu sikap, minat, konsep diri, dan nilai.
1. Sikap
Fishbein dan Ajzan (1975) menjelaskan bahwa sikap adalah suatu presdisposisi yang dipelajari
untuk menanggapi secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang.
Obyek sekolah adalah siswa terhadap sekolah, sikap siswa terhadap mata pelajaran, ranah siswa ini
penting untuk ditingkatkan ( Popham, 1996). Sikap siswa setelah mengikuti pembelajaran kimia
harus lebih positif dibandingkan sebelum mengikuti pembelajaran kimia. Perubahan sikap ini yang
menjadi indikator keberhasilan guru dalam melaksanakan pembelajaran.
2. Minat
Getzel (1966) menjelaskan bahwa minat adalah sutu disposisi yang terorganisir melalui
pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh obyek khusus, aktivitas, pemahaman,
dan keterampilan melalui tujuan pencapaian. Minat merupakan krakteristik afektif yang memiliki
intensitas tinggi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia minat adalah kecenderungan yang tinggi
dari hati terhadap sesuatu.
3. Konsep diri
Konsep diri menurut Smith adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan
kelemahan yang dimiliki olehnya. Konsep diri bermanfaat untuk membantu siswa mengetahui
kekurangan, kelemahan, serta kekutan diri sendiri, sehingga ini penting untuk menentukan jenjang
karir siswa. Konsep diri juga penting bagi sekolah untuk memotivasi peserta didik untuk belajar
dengan tepat
4. Nilai
Rokeach (1968) menjelaskan, nilai adalah suatu keyakinan yang dalam tentang perbuatan,
tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan dianggap jelek. Adersen juga menjelaskan bahwa
target nilai cenderung menjadi ide, tetapi sesuai dengan definisi sebelumnya oleh Rokeach, target

14
dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat pula
menjadi negatif selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada
situasi dan nilai yang diacu.
Instrumen yang dikembangkan berfokus pada pengukuran sikap terhadap pembelajaran kimia, dari
keempat karakteristik domain afektif yang meliputi sikap, minat, konsep diri dan nilai.
Karakteristik sikap dipilih karena, sikap terutama sikap ilmiah dapat mempengaruhi penguasaan
konsep siswa terhadap suatu kejadian, gejala serta prinsip-prinsip dalam sains, jadi dengan
mengembangkan sikap positif terhadap mata pelajaran kimia, konsep ilmu kimia juga akan
dikuasai (Juhanda et al., 2015).
H. Penilaian Afektif
Ada beberapa cara untuk mengungkap seperti apa perilaku afektif. Krathwohl's Affective
Domain memberi rambu-rambu penilaian afektif ini:
Tabel. Learning Taxonomy – Krathwohl's Affective Domain
Level dan tingkatan Kata-kata yang Contoh
digunakan
Menerima: merupakan level yang terendah, meminta, memilih obyek mau membuka diri
menunjuk pada kesediaan untuk memperhatikan yang diinginkan, untuk mendengarkan
stimulus tertentu yang terjadi pada situasi mengikuti, duduk tegak, diskusi yang
pembelajaran. Tugas guru: adalah berhasil menemukan, kontrofersial.
mengarahkan perhatian siswa pada obyek menggambarkan, menghormati hak orang
secara positip. seperti menunjukkan rasa menggunakan, lain, mengingat nama
senang, bisa bekerja sama dengan baik dalam orang yang baru
kelompok. diperkenalkan.

Menanggapi: menunjuk pada partisipasi aktif menjawab, membantu, menyelesaikan pekerjaan


pada situasi kelas atau kelompok, yaitu menjadi patuh, menyesuaikan, rumah, berpartisipasi
bagian dari kegiatan kelas. Memberi reaksi membahas, menyapa, dalam kegiatan
dengan berbagai cara dan diberikan secara suka membahas, laporan, pemecahan masalah, cita-
rela. Kepuasan dalam menanggapi hal-hal yang memilih, menulis, cita baru, konsep, model,
menyenangkan ataupun bacaan yang disenangi. mengatakan.
Tugas guru: memberi suasana belajar untuk
memumculkan minat pada hal-hal yang
disenangi, senang pada obyek yang
ditekuni,seperti membaca buku, menolong
teman, membantu kesulitan orang lain, senang
kebersihan dan kerapihan.

15
Menilai: berkaitan ini penentuan nilai, melengkapi, menerima gagasan
keyakinan, komitmen, Derajat tingkatannya menjelaskan, tentang kurikulum 2013
mulai dari menerima suatu nilai sampai menggambarkan, merupakan carayang
tingkat yang lebih tinggi berupa komitmen. bergabung, terbaik untuk belajar,
Penialian didasarkan pada internalisasi nilai- mengundang, berpertisipasi dalam
nilai yang telah ditetapkan. membenarkan, kegiatan kampus dan
Hasil pembelajaran adalah: berkaitan dengan membaca, laporan, sebagai penggerak,
perilaku yang konsisten dan stabil cukup membenarkan, menunjukkan
terhadap nilai yang diyakini. mengusulkan. kemampuan untuk
Umumnya tujuan pembelajarannya memecahkan masalah.
diklasifikasikan sebagai "sikap" dan
"penghargaan".
.

Menerima Menanggap Menilai Mengelola Menghayati


(A1) i (A2) (A3) (A4) (A5)

Memilih Menjawab Mengasumsikan Menganut Mengubah


Mempertanya- Membantu Meyakini Mengubah perilaku
Kan Mengajukan Melengkapi Menata Berakhlak
Mengikuti Mengompromi- Meyakinkan Mengklasifikasikan Mulia
Memberi kan Memperjelas Mengombinasikan Mempengaruhi
Menganut Menyenangi Memprakarsai Mempertahankan Mendengarkan
Mematuhi Menyambut Mengimani Membangun Mengkualifikasi
Meminati Mendukung Mengundang Membentuk Melayani
Menyetujui Menggabungkan pendapat Menunjukkan
Menampilkan Mengusulkan Memadukan Membuktikan
Melaporkan Menekankan Mengelola Memecahkan
Memilih Menyumbang Menegosiasi
Mengatakan Merembuk
Memilah
Menolak

I. Tujuan Asesmen Afektif


Tujuan utama pembelajaran afektif adalah: mengembangkan keterampilan personal dan
intrapersonal. Secara personal menjadikan siswa tumbuh kesadaran akan harga diri yang posistip
dan stabil, memiliki sikap positip terhadap pekerjaannya, menumbuhkan pandangan positip
terhadap masa depannya, dan memiliki antuisme terhadap pekerjaan dan lingkungannya. Oleh
karena itu selama pembelajaran guru harus dapat menumbuhkan hal-hal tersebut yang teramati
unjuk kerjanya baik selama proses pembelajaran maupun pada hasil belajar. Dengan kata lain guru
harus dapat menumbuhkan 1) minat siswa baik internal maupun eksternal, 2) sikap positip pada
mata pelajaran, 3) memiliki konsep diri yang benar dan 4) mengmbangkan nilai-nilai moral
sebagai penuntut perilaku.
Guru dapat melakukan pengukuran ranah afektif melalui berbagai cara: 1) metode observasi yaitu
mengamati perilaku dan perbuatan siswa saat pembelajaran dikelas, 2) metode laporan diri yaitu:
dapat berupa refleksi diri atau dengan profil diri sebagai bentuk pengakuan diri atas apa yang
16
dikuasai tentang aspek afektif. Siswa adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Afektif (dari bahasa Latin affectus, yang berarti "perasaan") mencakup sejumlah
konstruksi, seperti sikap, nilai, kepercayaan, pendapat, minat, dan motivasi (Koballa, 2011).
Sikap dalam bahasa Inggris diterjemahkan attitude yang dapat diartikan cara berpikir atau
sikap. Sikap umumnya didefinisikan sebagai kecenderungan untuk merespon secara positif
atau negatif terhadap benda, orang, tempat, peristiwa, dan gagasan.
Taksonomi Bloom (Dettmer, 2006) terdiri dari empat ranah dan delapan fase. Fase-fase setiap
ranah paralel dengan fase-fase ranah yang lain dalam mensintesis keterpaduan. Dalam
merencanakan kegiatan pembelajaran, khususnya merancang objektif instruksional, dan
melaksanakan kegiatan pembelajaran, serta melakukan asesmen dan evaluasi pembelajaran
dapat menggunakan bantuan tabel taksonomi Bloom
afetif berkaitan erat dengan ranah sosial. Tingkat kompetensi dalam ranah afektif akan
mempengaruhi tingkat kompetensi dalam ranah sosial. Kemampuan seseorang untuk
menerima akan mempengaruhi kemampuannya berhubungan, kemampuannya untuk
menanggapi akan mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dan kemampuan berkreasi akan
mempengaruhi kemampuan untuk berubah. Pada hakekatnya, hal-hal yang berkenaan dengan
sikap seseorang merupakan aspek-aspek dalam ranah afektif, sedangkan bagaimana seseorang
bersikap merupakan aspek-aspek dalam rana sosial. Kemampuan seseorang menanggapi
merupakan aspek afketif, sedangkan bagaimana caranya merespon atau mengkomunikasinnya
merupakan aspek sosial.
B. Saran
Hendaknya dengan adanya self assessment siswa pada penilaian afektif ini tidak menjadi
tekanan dan paksaan kepada setiap siswa untuk menjadi sempurna.

18
DAFTAR PUSTAKA

Dasim Budimansyah, (2002), Model Pembelajaran dan Penilaian Afektif, Bandung: PT.
Ganesindo

-----------------------, (2001), Studi Eksperimental Model Pembelajaran Berbasis Afektif


dalam Mata Pelajaran Kimia Sebagai Sarana Pendidikan Demokrasi, Bandung:
UPI

19

Anda mungkin juga menyukai