DOSEN
DISUSUN OLEH
FAKULTAS PSIKOLOGI
JAKARTA
2020
I
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun
Makalah Perkembangan Sepanjang Hayat. Dalam Makalah ini penulis membahas
tentang Perkembangan Kognitif Remaja.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat menempuh mata
kuliah Perkembangan Sepanjang Hayat. Makalah ini dibuat dengan beberapa
bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tugas Makalah
Perkembangan Sepanjang Hayat. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada Dosen Perkembangan Sepanjang Hayat, Ibu Erna Multahada, S.HI.,
S.Psi., M.Si yang telah membimbing penulis agar dapat mengerti tentang
bagaimana cara menyusun dan memahami makalah Perkembangan Kognitif
Remaja.
II
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 6
3.1. Kesimpulan............................................................................... 15
3.2. Saran.......................................................................................... 16
III
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 17
IV
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan kesan yang telah dipaparkan, kesan yang sangat penting adalah
remaja merupakan kelompok yang memiliki potensi yang harus dimanfaatkan. Hal
tersebut karena remaja merupakan kelompok yang bertanggung jawab terhadap
bangsa dan masa depan. Berdasarkan fakta di Indonesia, jumlah remaja kurang lebih
sepertiga dari jumlah penduduk. Selain itu, pada masa remaja memiliki Vitalitas yang
tinggi dan semangat patriotis. Oleh karena itu, remaja merupakan harapan bagi
penerus bangsa (Mappiare, 1982)
Remaja sebetulnya tidak memiliki tempat yang jelas. Mereka sudah tidak
termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk
masuk ke golongan orang dewasa. Remaja berada diantara anak dan orang dewasa.
Oleh karena itu, remaja sering kali dikenal dengan fase “mencari jati diri”atau fase
“topan dan badai”. Akan tetapi, dalam fase remaja merupakan fase perkembangan
5
yang tengah berada pada masa anak potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi,
maupun fisik (Hartinah, 2008).
Perkembangan yang pesat dalam aspek intelektual dari cara berpikir remaja
memungkinkan untuk mengintegrasikan dirinya kedalam masyarakat dewasa,"tetapi
juga merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua periode
perkembangan. Perkembangan intelektual yang terus menerus, menyebabkan remaja
mampu berpikir operasional formal. Tahap tersebut memungkinkan remaja mampu
berpikir secara lebih abstrak, menguji hipotesis, dan mempertimbangkan apa saja
peluang yang ada padanya dari pada sekedar melihat apa adanya. Kemampuan
intelektual seperti ini yang membedakan masa remaja dari masa-masa sebelumnya.
Selain itu, perkembangan bakat khusus atau minat pada remaja juga sudah
mulai tertata serta mulai berkurang berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi
baik dari diri sendiri maupun dari lingkungannya. Semua remaja sedikit banyak
memiliki minat-minat khusus tertentu yang terdiri dari berbagai kategori.
6
BAB II
PEMBAHASAN
Teori piaget adalah teori yang sangat terkenal dan merupakan teori
perkembangan kognitif mengenai remaja yang paling banyak dibahas secara luas.
Menurut teori piaget, remaja termotivasi untuk memahami dunianya karena hal
ini merupakan suatu bentuk adaptasi biologis. Remaja secara aktif
mengonstruksikan dunia kognitifnya sendiri, dengan demikian informasi-
informasi dari lingkungan tidak hanya sekedar dituangkan didalam pikiran
mereka. Agar dunia itu dapat dipahami, remaja mengorganisasikan pengalaman-
pengalamannya, memisahkan gagasan-gagasan penting dari gagasan-gagasan
yang kurang penting, dan menggabungkan gagasan-gagasan itu sama lain.
Mereka juga mengadaptasikan gagasan-gagasan baru karena informasi tambahan
ini dapat meningkatkan pemahaman mereka.
7
2.2. Pandangan Pemrosesan Informasi
8
Para peneliti telah menemukan sejumlah cara yang dapat digunakan untuk
mengukur kecepatan pemrosesan. Sebagai contoh, kecepatan pemrosesan dapat
diukur melalui tugas waktu-reaksi (reaction-time task) dimana individu diminta
untuk memencet sebuah tombol sesegera mungkin ketika mereka melihat sebuah
stimulis seperti cahaya. Atau individu dapat diminta untuk memasangkan huruf-
huruf atau angka-angka dengan symbol-simbol di layar computer.
9
informasi dengan hanya mengunakan sedikit atau tanpa usaha sama sekali.
Seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman, perosesan informasi menjadi
otimatis sehingga mereka dapat mendeteksi koneksi-koneksi yang terdapat di
antara berbagai gagasan dan peristiwa yang mungkin dapat terabaikan.
Konstruksi Strategi adalah penemuan sebuah prosedur baru untuk memproses
informasi. Siegler menyatakan bahwa agar dapat memecahkan sebuah persoalan,
remaja perlu melakukan pengkodean terhadap informasi yang penting dan
kemudian menemukan cara untuk mengoordinasikan informasi yang relevan
dengan pengetahuanyang sudah dimiliki sebelumnya.
10
Atensi tidak hanya bersifat selektif, atensi juga dapat beralih ( shiftable).
Apabila seorang guru meminta para siswa untuk memberikan atensi pada sebuah
pertanyaan tertentu dan merwka melakukannya, perilaku yang tampil
mengindikasikan bahwa mereka dapat mengalihkan upaya mentalnya untuk
berfokus pada sebuah stimulus tertentu di antara stimuli lainnya. Apabila telepon
berbunya ketika remaja sedang belajar, remaja itu mungkin akan mengalihkan
atensinya dari belajar ke telepon. Meskipun demikian, stimulus eksternal tidak
harus adauntuk membuat remaja mengalihkan atensinya terhadap suatu hal. Di
setiap saat, remaja dapat mengalihkan atensinya dari topic yang satu ke topic
lainnya. Mereka mungkin memikirkan kapan saat terakhir pergi bermain,
kemudian mengalihkan pikiran mereka ke recital music yang akan datang,
demikian seterusnya.
11
pendek adalah dengan menyajikan suatu daftar item-item yang harus diingat,
yang sering kali disebut tugas rentang memori. Memori kerja (working
memory) merupakan “bangku kerja” mental, di mana individu dapat
memanipulasi dan mengumpulkan informasi ketika membuat keputusan,
menyelesaikan masalah, dan mengusai bahasa tertulis dan lisan (Baddeley, 1999,
2000). Memori Jangka Panjang (long-term memory) adalah system memori
yang relative permanen yang mempertahankan sejumlah besar informasi dalam
periode waktu yang lama. Memori jangka panjang meningkat secara berarti
dimasa kanak-kanak menengah dan akhir serta cenderung meningkat selama
masa remaja, meskipun hal ini belum di dokumentasikan dengan cukup baik oleh
para peneliti. Segala sesuatu yang diketahui mengenai memori jangka panjang itu
tergantung pada aktivitas belajar yang terlibat ketika belajar dan ketika
mengingat informasi (Pressley & Schneider, 1997; Siegler & Alibali, 2005).
Sebagian besar aktivitas belajar cocok untuk dimasukan dalam kategori strategi,
yaitu aktivita yang berada di bawah kendali yang disadari oleh orang yang
belajar. Terdapat banyak aktivitas semacam itu, namun salah satu yang
terpenting adalah organisasi, tendensi untuk mengelompokan atau mengatur
item-item ke dalam kategori-kategori.
12
Pengambilan Keputusan, masa remaja merupakan suatu masa meningkatnya
pengambilan keputusan, seperti kawan mana yang dipilih, orang mana yang
hendak diajak kencan, dan seterusnya (Breynes, 1998, 2003, 2005; Galotti &
Kozberg, 1996; Jacobs & Klacynski, 2005; Klacynski, 2005; Parker & Fischhoff,
2002; Reyna dkk., 2005). Sebuah study mencatat bahwa remaja yang paling tua
lebih baik dalam mengambil keputusan dibandingkan remaja yang paling muda
(Lewis, 1981).
Singkatnya, remaja yang paling tua sering kali membuat keputusan yang lebih
baik dibandingkan remaja yang lebih muda, yang juga membuat keputusan lebih
baik dibandingkan anak-anak. Kemampuan untuk meregulasi emosi selama
pengambilan keputusan, untuk mengingat keputusan sebelumya serta
konsekuensinya, dan untuk beradaptasi terhadap pengambilan keputusan
selanjutnya berdasarkan konsekuensi tersebut, agaknya meningkat seiring degan
bertambahnya usia selama masa dewasa muda (Klaczynski, Byrnes & Jacobs,
2001).
13
Tes Binet pada tahun 1904, French Ministry of Education meminta psikolog
Alfred Binet memikirkan sebuah metode yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasikan anak-anak yang tidak memperoleh keuntungan dari
pengajaran di kelas biasa. Binet dan muridnya yang bernama Theophile Simon
kenudian berusaha mengembangakan sebuah tes inteligensi untuk memenuhi
permintaan ini. Tes itu terdiri dari 30 pertanyaan yang isinya berkisar dari
kemampuan menyentuh telinganya sendiri hingga kemampuan untuk
menggambar sebuah desain dari memori, serta mendefinisikan konsep-konsep
abstrak.
Skala Wechcler, tes ini dikembangkan oleh David Wechler. Di tahun 1939,
Wechler memperkenalkan bagian pertama dari skalanya, yang dirancang untuk
orang dewasa (Wechsler, 1939). Di edisinya yang ketiga, Wechsler Adult
Intelligence Scale-III (WAS-III), telah disertai dengan Wechsler Intelligence
Scale for Children-IV (WISC-IV) untuk anak-anak antara usia 6 hingga 16 tahun,
Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence-III (WPPSI-III) untuk
anak-anak usia 4 hingga 7 tahun.
14
Egosentrisme Remaja adalah meningkatnya kesadaran dir pada remaja, yang
tercermin dalam keyakinan mereka bahwa orang lain berminat terhadap diri
mereka seperti halnya mereka terhadap dirinya sendiri. David Elkind (1976)
berpendapat bahwa Egosentrisme Remaja mengandung dua jenis pemikiran
social yaitu imaginary audience dan personal fable.
15
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
16
menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan yang berlangsung di dalam
lingkungannya, dengan tuntutan-tuntutan tugas, serta tujuan-tujuannya (Siegler &
Alibali, 2005). Meskipun demikian, kemampuan berpikir manusia yang luarbisa
ini memiliki sejumlah kelemahan. Individu-individu hanya dapat memproses
informasi dalam jumlah yang terbatas dalam suatu waktu, dan mereka dibatasi
oeleh seberapa cepat dapat memprosesnya. Tes inteligensi, Tes Binet pada tahun
1904, French Ministry of Education meminta psikolog Alfred Binet memikirkan
sebuah metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasikan anak-anak yang
tidak memperoleh keuntungan dari pengajaran di kelas biasa. Tes itu terdiri dari
30 pertanyaan yang isinya berkisar dari kemampuan menyentuh telinganya
sendiri hingga kemampuan untuk menggambar sebuah desain dari memori, serta
mendefinisikan konsep-konsep abstrak. Skala Wechcler, tes ini dikembangkan
oleh David Wechler. Di tahun 1939, Wechler memperkenalkan bagian pertama
dari skalanya, yang dirancang untuk orang dewasa (Wechsler, 1939). Di edisinya
yang ketiga, Wechsler Adult Intelligence Scale-III (WAS-III), telah disertai
dengan Wechsler Intelligence Scale for Children-IV (WISC-IV) untuk anak-anak
antara usia 6 hingga 16 tahun, Wechsler Preschool and Primary Scale of
Intelligence-III (WPPSI-III) untuk anak-anak usia 4 hingga 7 tahun.
3.2. Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
18