Anda di halaman 1dari 37

PERKEMBANGAN KOGNITIF DI MASA DEWASA AKHIR

MAKALAH TEORI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teori Psikologi Perkembangan


yang dibina oleh Muhammad Arif Furqon, M. Psi.

Oleh:
Kelompok 9
1. Asyifa Rahmani Ariyanto (220401110146)
2. Wahyu Windiastuti Rahmawati (220401110147)
3. Zulfia Amalia Alwi (220401110152)
4. Firnass Kanz Aulia Akbar (220401110178)

KELAS D
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah berjudul “Perkembangan Kognitif di
Masa Dewasa Akhir” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas Bapak Muhammad
Alif Furqon, M.Psi, pada mata kuliah Teori Psikologi Perkembangan. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai materi tentang
perkembangan kognitif di masa dewasa akhir yang mana bisa berguna bagi pembaca dan juga
bagi penulis. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Alif Furqon,
M.Psi, selaku dosen mata kuliah Teori Psikologi Perkembangan yang telah memberikan tugas
makalah ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pikiran, waktu dan pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Malang, 29 Mei 2023

Kelompok 9

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................2
1.3 Tujuan..................................................................................................................................2
BAB II...................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
2.1 Fungsi Kognitif pada Orang Lanjut Usia..........................................................................3
A. Multidimensionalitas dan Multidireksionalitas.................................................................3
B. Pendidikan, Pekerjaan, dan Kesehatan...........................................................................16
C. Gunakanlah atau anda akan kehilangan.........................................................................16
D. Pelatihan Keterampilan Kognitif......................................................................................17
E. Neurosains Kognitif dan Proses menjadi Tua.................................................................19
2.2 Perkembangan Bahasa......................................................................................................21
2.3 Kerja dan Masa Pensiun...................................................................................................22
A. Pekerjaan............................................................................................................................22
B. Pensiun di AS dan negara-negara lain................................................................................23
C. Penyesuaian Pada Masa Pensiun.........................................................................................25
2.4 Kesehatan Mental..............................................................................................................26
A. Depresi................................................................................................................................26
B. Dimensia, penyakit Alzheimer, dan penyakit-penyakit lainnya.....................................26
C. Ketakutan menjadi korban kejahatan dan perlakuan yang salah terhadao orang
lanjut usia...................................................................................................................................27
D. Agama.................................................................................................................................28
BAB III................................................................................................................................................31
PENUTUP...........................................................................................................................................31
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................32

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa dewasa akhir, yang juga dikenal sebagai masa lanjut usia atau usia tua,
merupakan fase kehidupan yang penting dan kritis dalam perjalanan manusia. Dalam fase
ini, individu mengalami berbagai perubahan fisik, psikologis, dan kognitif yang
signifikan. Salah satu aspek yang menarik perhatian para peneliti dan profesional di
bidang psikologi adalah perkembangan kognitif di masa dewasa akhir.
Perkembangan kognitif merujuk pada perubahan-perubahan dalam kemampuan
berpikir, memori, belajar, dan pemahaman yang terjadi sepanjang siklus kehidupan. Pada
masa dewasa akhir, terjadi perubahan yang signifikan dalam fungsi kognitif individu.
Beberapa area kognitif yang sering diperhatikan meliputi penurunan memori, kecepatan
pemrosesan informasi yang menurun, dan penurunan dalam kemampuan memecahkan
masalah kompleks.
Pemahaman yang lebih baik tentang perkembangan kognitif di masa dewasa akhir
sangat penting karena berdampak langsung pada kualitas hidup dan kemandirian individu
di usia tua. Melalui penelitian dan studi yang komprehensif, para ahli dapat
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif di masa
dewasa akhir, termasuk faktor genetik, lingkungan sosial, gaya hidup, dan kesehatan fisik
dan mental.
Studi-studi terkini juga menunjukkan bahwa perkembangan kognitif di masa dewasa
akhir dapat dipengaruhi oleh intervensi dan aktivitas yang tepat. Dalam konteks ini,
penting bagi kita untuk memahami faktor-faktor yang dapat memperkuat dan melindungi
kognisi pada masa dewasa akhir, seperti latihan otak, pendidikan sepanjang hayat, dan
hubungan sosial yang memadai.
Dengan memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang perkembangan kognitif di
masa dewasa akhir, masyarakat dapat mengembangkan program-program yang bertujuan
untuk memelihara dan meningkatkan kognisi pada usia tua. Hal ini akan memberikan
manfaat yang signifikan bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan.
Oleh karena itu, dalam makalah ini, kami akan membahas lebih lanjut tentang
perkembangan kognitif di masa dewasa akhir. Kami akan membahas fungsi kognitif pada
orang lanjut usia, perkembangan bahasa, pekerjaan dan masa pensiun, dan kesehatan
mental pada masa dewasa akhir. Tujuannya adalah untuk memberikan wawasan yang

1
lebih baik tentang perkembangan kognitif di masa dewasa akhir dan memberikan peluang
lebih besar atas tahapan kehidupan yang optimal.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas dapat di dapatkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana fungsi kognitif pada orang lanjut usia?
2. Bagaimana perkembangan bahasa pada orang lanjut usia?
3. Bagaimana kesehatan mental yang dialami oleh orang lanjut usia?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui fungsi kognitif pada orang lanjut usia
2. Mengetahui perkembangan bahasa pada orang lanjut usia
3. Mengetahui kesehatan mental yang terjadi pada orang lanjut usia

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Fungsi Kognitif pada Orang Lanjut Usia
A. Multidimensionalitas dan Multidireksionalitas
Ketika kita memikirkan mengenai perubahan kognitif di masa dewasa, kita
perlu mempertimbangkan bahwa kognisi merupakan suatu konsep yang
bersifat multidimensional (Margrett & Deshpande-Kamat, 2009). Kita juga
perlu mempertimbangkan bahwa meskipun mungkin terdapat beberapa
dimensi kognisi yang mengalami kemunduran seiring dengan bertambahnya
usia kita, pada orang lain dimensi ini mungkin tetap stabil atau bahkan
mengalami kemajuan.
a) Mekanika Kognitif dan Pragmatika Kognitif (Paul Baltes 2000, 2003);
Baltes, Lindenberger, & Staudinger, 2006) secara jelas membuat
pembedaan antara aspek-aspek dari pikiran lanjut usia yang
menunjukkan kemunduran dan yang tetap stabil atau bahkan
mengalami kemajuan:
 Mekanika Kognitif (cognitive mechanics) adalah "perangkat
keras" dari pikiran, yang mencerminkan suatu arsitektur
neurofisiologis dari otak dan berkembang melalui proses
evolusi. Mekanika kognitif melibatkan input sensoris, atensi,
memori visual dan motor, diskriminasi, perbandingan, dan
kategorisasi. Karena pengaruh yang kuat dari biologi,
keturunan, dan kesehatan, kemunduran mekanika kognitif
cenderung berlangsung sejalan dengan bertambahnya usia.
Beberapa peneliti berkesimpulan bahwa kemunduran dalam
mekanika kognitif dapat dimulai di awal usia paruh baya
(Finch. 2009; Salthouse, 2009).
 Pragmatika kognitif (cognitive pragmatics) adalah "perangkat
lunak berbasis budaya dari pikiran. Pragmatika kognitif
meliputi keterampilan membaca dan menulis, pemahaman
bacaan, kualifikasi pendidikan, keterampilan profesional, dan
juga jenis pengetahuan mengenai diri dan keterampilan hidup

3
yang dapat membantu kita menghadapi hidup. Karena pengaruh
yang kuat dari budaya. pragmatika kognitif dapat mengalami
kemajuan seiring dengan bertambahnya usia. Dengan demikian,
meskipun mekanika kognitif dapat mengalami kemunduran di
usia lanjut, pragmatika kognitif dapat mengalami kemajuan,
paling tidak sampai individu menjadi tua sekali.

Perbedaan antara mekanika kognitif dan pragmatika kognitif serupa


dengan perbedaan antara fluid intelligence (kognitif mekanik:
kemampuan penalaran secara abstrak) dan crystallized intelligence
(kognitif pragmatika: kemampuan verbal dan informasi yang
diakumulasi individu) sebagaimana yang kami deskripsikan di
sebelumnya. Memang, kesamaannya sangatlah kuat sehingga beberapa
ahli sekarang menggunakan istilah-istilah ini untuk menjelaskan pola
penuaan kognitif: fluid mechanics dan crystallized pragmatics (Lovden
& Lindenberg, 2007).

Kemungkinan besar faktor-faktor yang paling mungkin berkontribusi


terhadap penurunan fluid mechanics di masa dewasa akhir adalah
penurunan kecepatan pemrosesan, kapasitas working memory, dan
menekan informasi yang tidak relevan (kekangan) (Lovden &
Lindenberg, 2007).

Aspek-aspek dari mekanika kognitif, yaitu: sensori/motor dan


pemrosesan kecepatan.

b) Kecepatan Pemrosesan
Meskipun kecepatan pemrosesan informasi cenderung
melambat di masa dewasa akhir (Salthouse, 2009), masih terdapat
variasi individual dalam kemampuan ini. Sampai taraf tertentu,
akumulasi pengetahuan dapat mengkompensasi melambatnya
kecepatan pemrosesan informasi pada orang lanjut usia.
Menurunnya kecepatan pemrosesan informasi yang dialami
orang lanjut usia cenderung berkaitan dengan penurunan fungsi otak
dan sistem saraf pusat (Finch. 2009). Kesehatan dan olahraga dapat
mempengaruhi seberapa besar penurunan dalam kecepatan pemrosesan

4
itu terjadi. Sebuah studi menemukan bahwa setelah enam bulan
mengikuti senam aerobik, orang lanjut usia memperlihatkan kemajuan
dalam tugas-tugas waktu reaksi (Kramer & kawan-kawan, 1999).
c) Atensi
Perubahan atensi adalah aspek penting dalam proses penuaan
kognitif (Commodari & Guarnera, 2008). Terdapat tiga aspek yang
diselidiki pada orang-orang lanjut usia, yaitu:
1) Atensi Selektif (Selective Attention)
adalah kemampuan fokus pada aspek tertentu dari
pengalaman yang relevan dan mengabaikan aspek-aspek lain
yang tidak relevan. Contoh dari atensi selektif adalah
kemampuan fokus pada satu suara diantara suara-suara lainnya
yang terdapat di dalam sebuah ruangan yang ramai atau sebuah
restoran yang ribut. Cara lain adalah memutuskan stimuli mana
yang hendak diikuti ketika melakukan putaran di
persimpangan. Secara umum, orang-orang dewasa lanjut usia
kurang cakap dalam atensi selektif dibandingkan orang-orang
dewasa yang lebih muda (Bucur & Madden, 2007). Meskipun
demikian, dalam suatu tugas sederhana yang mengukur
kemampuan mencari sebuah karakteristik tertentu, seperti
menentukan apakah sebuah item tertentu tampil di sebuah layar
komputer, ditemukan bahwa perbedaan individual akan
menjadi minimal apabila individu-individu itu berlatih secara
cukup.
2) Atensi yang Terbagi (Divided Attention)
adalah kemampuan berkonsentrasi pada lebih dari satu
aktivitas di dalam waktu yang bersamaan. Apabila individu
dihadapkan pada dua tugas yang mudah dan harus diselesaikan
sekaligus, perbedaan usia diantara orang-orang dewasa menjadi
minimal atau tidak ada. Meskipun demikian, semakin sulit
tugas-tugas itu, efektivitas orang lanjut usia dalam membagi
atensinya juga menjadi semakin kecil dibandingkan dengan
orang dewasa yang lebih muda (Bucur & Madden, 2007).

5
Dalam sebuah studi, peneliti mempelajari kemampuan
untuk terlibat dalam sebuah percakapan sambil mengendarai
sebuah simulator yang seakan-akan melintasi lalu lintas yang
ramai (dalam sebuah laboratorium eksperimen), yang
melibatkan orang-orang berusia 17 hingga 25 tahun, 26 hingga
49 tahun, dan 50 hingga 80 tahun (McKnight & McKnight,
1993). Peneliti juga menggunakan sebuah kondisi kontrol yang
tidak mengandung distraksi. Secara keseluruhan, para
partisipan menunjukkan performa yang lebih buruk dalam
kondisi dimana mereka harus membagi atensinya,
dibandingkan dalam kondisi kontrol tanpa distraksi.
Selain itu, orang-orang lanjut usia (50 hingga 80 tahun)
menunjukkan performa yang paling buruk dalam kondisi ketika
mereka harus membagi atensinya, dibandingkan kedua
kelompok: namun hal ini tidak terjadi dalam kondisi kontrol.
Dengan demikian, orang lanjut usia akan memberikan performa
yang lebih buruk dalam tugas mengemudi apabila mereka
dihadapkan pada tugas-tugas yang lebih banyak menyita
atensinya.
3) Atensi yang Berkesinambungan (Sustained Attention)
adalah keterlibatan dalam waktu panjang dan fokus
pada objek, tugas, peristiwa, atau aspek-aspek lainnya di
lingkungan. Kadangkala atensi yang berkesinambungan disebut
sebagai kewaspadaan (vigilance). Para peneliti menemukan
bahwa orang-orang lanjut usia menampilkan performa yang
sama baiknya dengan orang-orang paruh baya maupun orang-
orang dewasa muda dalam pengukuran ini, tapi untuk tugas
kewaspadaan yang kompleks performa orang dewasa lanjut
usia biasanya menurun (Bucur & Madden, 2007). Sebuah studi
terbaru mengungkapkan bahwa orang dewasa lanjut usia
menunjukkan pengambilan keputusan yang kurang efektif
untuk tugas laboratorium kompleks yang memerlukan atensi
yang berkesinambungan dibandingkan orang dewasa yang lebih
muda (Isella & kawan-kawan, 2008).

6
d) Memori
Memori mengalami perubahan seiring dengan bertambahnya usia,
namun tidak semua perubahan memori berlangsung dengan cara yang
sama (Barba, Attall & La Corte, 2010). Dimensi-dimensi utama dari
memori dan proses menjadi tua yang telah dipelajari meliputi episodic
memory, semantic memory, sumber daya kognitif (seperti working
memory dan kecepatan perseptual), memory beliefs, dan faktor-faktor
nonkognitif seperti faktor kesehatan, pendidikan, dan sosioekonomi.
1) Memori Episodik (Episodic Memory)
adalah retensi informasi mengenai di mana dan kapan
peristiwa-peristiwa hidup terjadi. Sebagai contoh, seperti apa
yang terjadi ketika Anda berpacaran untuk pertama kalinya,
dan apa saja yang pernah Anda makan ketika sarapan di pagi
hari?
Orang-orang dewasa yang lebih muda memiliki
episodic memory yang lebih baik dibandingkan orang-orang
lanjut usia (Cansino, 2009). Penelitian terbaru terhadap orang
berusia 18 hingga 94 tahun mengungkap bahwa peningkatan
usia terkait dengan peningkatan kesulitan dalam menerima
informasi episodik, fakta, dan kejadian (Siedlecki. 2007). Di
samping itu, orang-orang lanjut usia beranggapan bahwa
mereka lebih dapat mengingat peristiwa-peristiwa yang sudah
lampau dibandingkan peristiwa-peristiwa yang baru terjadi;
biasanya mereka menyatakan bahwa mereka dapat mengingat
peristiwa-peristiwa yang terjadi bertahun-tahun yang lalu,
namun lupa terhadap apa yang dilakukannya kemarin.
Meskipun demikian, para peneliti secara konsisten menemukan
adanya fakta yang bertentangan dengan laporan-diri mereka.
Ternyata, pada orang lanjut usia, semakin lama memori itu,
semakin kecil akurasinya (Smith, 1996).
2) Memori Semantik (Semantic Memory)
adalah pengetahuan seseorang mengenal dunia.
Semantic memory meliputi bidang-bidang keahlian seseorang,
pengetahuan akademik umum mengenai hal-hal yang telah

7
dipelajari di sekolah; serta "pengetahuan sehari-hari" mengenai
makna kata-kata, orang-orang terkenal, tempat- tempat yang
penting, dan hal-hal yang umum, seperti tanggal berapakah hari
Valentine itu. Semantic memory terlihat mandiri dari identitas
pribadi individu seiring dengan berlangsungnya waktu. Sebagai
contoh, Anda dapat mencoba mengingat sebuah fakta, seperti
"Lima adalah ibukota dari Peru” —dan memiliki gagasan yang
jelas mengenai kapan dan di manakah Anda mempelajarinya.
Di antara tugas-tugas yang sering digunakan oleh
peneliti untuk mengakses memori semantik adalah kosa kata,
pengetahuan umum, dan identifikasi kata (Bucur & Madden.
2007). Orang lanjut usia sering kali membutuhkan waktu lebih
lama agar dapat mengingat kembali informasi semantik, namun
biasanya mereka dapat mengingat kembali sepenuhnya.
Meskipun demikian, kemampuan untuk mengingat informasi
yang sangat spesifik (seperti nama) biasanya menurun pada
orang lanjut usia (Luo & Craik, 2008). Episodic memory lebih
banyak mengalami penurunan di usia lanjut, dibandingkan
dengan semantic memory (Yoon, Cole & Lee, 2009).
Meskipun banyak aspek dari memori semantik sangat
terjaga di masa dewasa akhir, masalah memori utama yang
umum pada orang lanjut usia adalah fenomena tip-of-the
tongue (TOT), dimana seseorang tidak dapat mengingat
kembali informasi yang sangat dikenal tetapi merasa mereka
seharusnya dapat mengingatnya (Bucur & Madden. 2007).
Peneliti telah menemukan bahwa orang lanjut usia lebih banyak
mengalami fenomena TOT ini daripada orang dewasa muda
(Bucur & Madden, 2007).
3) Sumber Daya Kognitif: Memori Kerja dan Kecepatan
Perseptual
Suatu pandangan mengenal memori menyatakan bahwa
sumber daya kognitif yang terbatas itu dapat dicurahkan untuk
mengerjakan segala macam tugas kognitif. Dua mekanisme
sumber daya kognitif yang penting adalah memori kerja dan

8
kecepatan perseptual. Meninjau kembali Bab 15 yang
menyatakan bahwa memori kerja (working memory) berkaitan
erat dengan memori jangka-pendek, namun pengertiannya lebih
merujuk pada sebuah wadah untuk melakukan pekerjaan-
pekerjaan mental. Memori kerja lebih menyerupai sebuah
bangku kerja yang memungkinkan individu-individu untuk
memanipulasi dan menggabungkan informasi ketika
mengambil keputusan. menyelesaikan masalah, dan menguasai
bahasa tertulis dan bahasa lisan (Baddeley, 2000). Para peneliti
telah menemukan adanya kemunduran dalam memori kerja di
masa dewasa akhir (Delaloye & kawan-kawan. 2009).
Penjelasan dari kemunduran memori kerja pada orang lanjut
usia berfokus pada kurangnya efisiensi inhibisi dalam
mencegah informasi yang tidak relevan untuk memasuki
memori kerja dan meningkatnya kemampuan pengalihan
(Commodari & Guamera, 2008; Lusting & Hasher. 2009).
Kecepatan perseptual adalah sumber daya kognitif
lainnya yang dipelajari oleh para peneliti sehubungan dengan
proses menjadi tua (Deary, Johnson, & Starr, 2010; Salthouse,
2009). Kecepatan perseptual adalah kemampuan menampilkan
tugas-tugas perseptual-motor sederhana seperti menentukan
waktu yang dibutuhkan untuk menginjak rem ketika sebuah
mobil yang berada di depannya berhenti. Kecepatan perseptual
menunjukkan penurunan yang cukup berarti di masa dewasa
akhir, dan hal ini berkaitan kuat dengan penurunan working
memory (Bopp & Verhaeghen, 2007). Sebuah studi yang
dilakukan baru-baru ini menemukan bahwa pelatihan kecepatan
pemrosesan dapat meningkatkan performa orang-orang lanjut
usia ketika menangani tugas-tugas yang menuntut kecepatan
perseptual (Lovden & kawan-kawan, 2007)
4) Memori Eksplisit dan Implisit
Para peneliti juga menemukan bahwa proses menjadi
tua berkaitan dengan perubahan dalam memori eksplisit (Yoon,
Cole & Lee, 2009). Memori eksplisit (explicit memory) adalah

9
memori mengenai fakta-fakta dan pengalaman-pengalaman
yang diketahui secara sadar dan dapat dinyatakan oleh individu
yang bersangkutan. Kadangkala memori eksplisit juga disebut
sebagai declarative memory (memori yang menerangkan).
Contoh dari memori eksplisit ini adalah mampu mengingat hal-
hal yang hendak dibeli ketika sedang berada di sebuah toko
makanan atau mampu menghitung kembali peristiwa-peristiwa
dari sebuah film yang pernah Anda lihat. Memori implisit
(implicit memory) adalah memori yang tidak melibatkan
ingatan yang disadari, mencakup keterampilan keterampilan
dan prosedur-prosedur rutin yang ditampilkan secara otomatis.
Contoh dari memori implisit adalah mengendarai mobil,
bergabung dengan klub golf, atau mengetik di papan ketik
komputer, tanpa memikirkannya secara sadar.
Dampak negatif dari proses menjadi tua terhadap
memori eksplisit lebih besar dibandingkan terhadap memori
implisit (Howard kawan-kawan. 2008), Dengan demikian orang
lanjut usia cenderung lebih banyak lupa mengenai barang-
barangnya hendak mereka beli di toko makanan (kecuali
mereka menuliskannya di sebuah daftar dan membawanya serta
ke toko itu), dibandingkan lupa mengenai bagaimana caranya
mengendarai sebuah mobil. Kecepatan perseptual mereka
mungkin menurun dalam mengendarai mobil, namun mereka
ingat bagaimana cara melakukannya.
5) Memori Sumber (Source Memory)
adalah kemampuan mengingat di mana seseorang
mempelajari sesuatu. Kegagalan dalam memori sumber akan
meningkat seiring dengan bertambahnya usia di masa dewasa
dan hal ini dapat menciptakan situasi-situasi yang aneh, seperti
ketika orang-orang lanjut usia lupa mengenal siapakah yang
menceritakan suatu lelucon dan kemudian orang lanjut usia
tersebut menceritakan kembali ke sumber pembuat lelucon itu
(Besken & Gulgoz, 2009; Glisky & Kong, 2009).

10
Lynn Haster (2003, h. 1301), menyatakan bahwa
perbedaan usia akan menjadi penting apabila individu-individu
diminta menyatakan “sebuah informasi mengenai hal-hal yang
tidak terlalu penting. Namun apabila Anda menanyakan
informasi yang penting, orang lanjut usia mampu
mengerjakannya sebaik orang muda yang memiliki kemampuan
yang baik untuk mengingat. Seiring dengan bertambah tuanya
seseorang mereka akan lebih selektif dalam hal bagaimana
menggunakan sumber-sumbernya."
6) Memori Prospektif (Prospective Memory)
meliputi kemampuan mengingat untuk melakukan
sesuatu di waktu mendatang, seperti mengingat untuk
meminum obat Anda atau mengingat untuk mengerjakan
pekerjaan rumah. Meskipun beberapa peneliti telah
menemukan adanya penurunan memori prospektif seiring
dengan bertambahnya usia, sejumlah studi memperlihatkan
bahwa kemunduran itu bersifat kompleks dan tergantung
dengan sejumlah faktor seperti sifat dasar dari tugas dan hal-hal
yang diukur (Einstein & McDaniel, 2005; Rendell & kawan-
kawan, 2007). Sebagai contoh, defisit yang terkait dengan usia
lebih sering terjadi untuk tugas-tugas memori prospektif yang
terkait dengan waktu (seperti mengingat untuk menelepon
seseorang di hari Jumat berikutnya) dibandingkan untuk tugas-
tugas memori prospektif yang terkait dengan peristiwa (seperti
mengingat untuk mengatakan kepada kawan Anda untuk
membaca sebuah buku tertentu lain kali apabila bertemu
kembali).
Lebih jauh, penurunan pada memori prospektif terjadi
lebih banyak di laboratorium dibandingkan di kondisi
kehidupan nyata (Bisiacchi Tarantino, & Ciccola, 2008).
Memang benar, di kehidupan nyata, memori prospektif orang
dewasa lanjut usia lebih baik dibandingkan orang dewasa yang
lebih muda (Luo & Craik. 2008).
7) Keyakinan, Harapan, dan Perasaan

11
Keyakinan-keyakinan positif atau negatif ataupun
harapan-harapan mengenal keterampilan memori orang-orang
lajut usia berkaitan dengan performa memori aktual (Hess &
Hinson, 2006). Sebuah studi dimana secara acak orang-orang
lanjut usia ditugaskan untuk membaca dua artikel lucu di surat
kabar di awal situasi tes (Hess & kawan-kawan, 2003).
Kelompok yang satu membaca mengenai kemunduran dalam
keterampilan memori sebagai kondisi yang dialami orang lanjut
usia; kelompok lainnya membaca mengenai usaha yang dapat
dilakukan untuk membina keterampilan memori di usia lanjut.
Kemampuan mengingat orang-orang lanjut usia yang membaca
penjelasan yang pesimis mengenai memori dan proses menjadi
tua adalah 20 hingga 30 persen lebih kecil dari dari seluruh
kata-kata yang diberikan, dibandingkan dengan kemampuan
mengingat orang-orang lanjut usia yang membaca mengenai
kemampuan mempertahankan memori di usia lanjut.
Sikap dan perasaan juga merupakan hal yang penting
(Reese & Cherry. 2004). Sebuah studi menemukan bahwa
individu-individu yang memiliki kecemasan rendah mengenai
keterampilan memori mereka dan memiliki self-efficacy yang
tinggi mengenal penggunaan memori dalam konteks kehidupan
sehari-hari, memperlihatkan performa memori yang lebih baik
dibandingkan rekan-rekannya yang memiliki kecemasan tinggi
dan self-efficacy yang rendah (McDougall & kawan-kawan.
1999).
8) Faktor-faktor Nonkognitif
Status kesehatan, pendidikan, dan sosioekonomi dapat
mempengaruhi performa orang lanjut usia dalam tugas-tugas
memori (Fritsch & kawan- kawan, 2007; Lachman & kawan-
kawan, 2010; Noble & kawan-kawan, 2010). Meskipun faktor-
faktor nonkognitif seperti kesehatan yang baik berkaitan
dengan kemunduran memori yang lebih kecil di antara orang-
orang lanjut usia, faktor-faktor nonkognitif ini tidak
menghilangkan kemungkinan adanya kemunduran dalam

12
memori. Sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa orang
dewasa lanjut usia dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah
memiliki kemampuan kognitif yang lebih rendah dibandingkan
mereka yang tingkat pendidikannya lebih tinggi (Lachman &
kawan-kawan, 2010). Akan tetapi, bagi orang dewasa lanjut
usia yang tingkat pendidikannya rendah, sering terlibat dalam
aktivitas kognitif dapat meningkatkan memori episodik mereka.
Suatu kritik yang dilontarkan terhadap penelitian
mengenai memori dan proses menjadi tua adalah bahwa
penelitian itu terutama didasarkan pada pengujian laboratorium
mengenal memori. Argumen yang dilontarkan menyatakan
bahwa tugas-tugas semacam itu telah dirancang dan tidak
mewakili tugas-tugas kognitif sehari-hari yang dilakukan oleh
orang-orang lanjut usia. Sejumlah peneliti telah menemukan
bahwa menggunakan tugas-tugas yang lebih dikenal akan
mengurangi kemunduran dalam memori namun tidak
menghilangkannya. Dibandingkan orang-orang lanjut usia,
orang-orang dewasa yang lebih muda memiliki kemampuan
yang lebih baik dalam mengingat wajah, rute menuju kotanya
sendiri, bahan-bahan makanan, dan melakukan aktivitas-
aktivitas. Dalam sebuah studi, orang dewasa muda (20 hingga
40 tahun) lebih mampu mengingat isi berita yang terdapat di
media cetak, berita radio, berita televisi, dibandingkan orang
lanjut usia (60 hingga 80 tahun) (Frieske & Park, 1999).
9) Kesimpulan Mengenai Memori dan Proses Menjadi Tua
Beberapa, namun tidak semua, aspek-aspek dari memori
cenderung mengalami kemunduran seiring dengan
bertambahnya usia. (Healey & Hasher, 2009). Kemunduran ini
terutama terjadi dalam memori episodik dan memori kerja,
bukan dalam memori semantik atau memori implisit.
Kemunduran dalam kecepatan perseptual berkaitan dengan
kemunduran memori (Salthouse, 2009). Keberhasilan di usia
lanjut tidak berarti harus berarti tidak mengalami kemunduran
dalam hal memori, namun berarti mengurangi proses

13
kemunduran yang terjadi dan berusaha agar dapat beradaptasi
terhadapnya.
e) Pengambilan Keputusan
Terlepas dari terjadinya penurunan di banyak aspek memori,
seperti working memory dan memori jangka panjang, banyak orang
dewasa lanjut usia menjaga keahlian pengambilan keputusan dengan
cukup baik (Healey & Hasher, 2009). Dalam beberapa kasus,
penurunan memori terkait usia akan mengganggu proses pengambilan
keputusan (Brand & Markowitsch, 2010). Akan tetapi, orang dewasa
lanjut usia menunjukkan performa yang bagus ketika proses
pengambilan keputusan tidak dibatasi oleh tekanan waktu dan ketika
keputusan tersebut berarti bagi mereka (Yoon, Cole, & Lee, 2009).
f) Kearifan (Wisdom)
adalah pengetahuan ahli mengenai aspek-aspek praktis dari
kehidupan yang memungkinkan seseorang mampu melakukan
penilaian yang sangat baik menyangkut persoalan-persoalan penting.
Pengetahuan praktis ini meliputi wawasan-wawasan yang tidak biasa
mengenai perkembangan manusia dan permasalahan-permasalahan
hidup, keputusan yang baik, dan suatu pemahaman mengenai
bagaimana mengatasi persoalan-persoalan hidup yang sulit. Dengan
demikian, kearifan, lebih dari sekadar konsep biasa mengenai
intelegensi, berfokus pada masalah-masalah praktis dan kondisi-
kondisi manusia (Staudinger & Gluck, 2011). Sebuah studi terbaru
tentang kearifan mengungkapkan bahwa orang dewasa lanjut usia
terlibat dalam penalaran tingkat tinggi tentang konflik sosial
dibandingkan orang dewasa muda atau paruh baya (Grossman &
kawan-kawan. 2010). Aktivitas penalaran tingkat yang lebih tinggi
yang digunakan orang dewasa lanjut usia mencakup perspektif
majemuk, kemauan untuk berkompromi, dan mengakui keterbatasan
pengetahuan seseorang.
Dalam mempertimbangkan kearifan, penelitian yang dilakukan
oleh Baltes dan rekan-rekannya (Baltes & Kunzmann, 2007; Baltes &
Smith, 2008) menemukan bahwa:

14
 Kearifan tingkat tinggi merupakan hal yang jarang dicapai.
Hanya terdapat beberapa orang yang dapat mencapai tingkah
kearifan yang tinggi. Fakta bahwa hanya sebagian kecil saja
orang yang bijaksana mendukung anggapan yang menyatakan
bahwa kearifan menuntut pengalaman, praktik, atau
keterampilan yang kompleks.
 Masa remaja akhir dan dewasa awal adalah pintu gerbang
utama bagi munculnya kearifan (Staudinger & Dorner, 2007;
Staudinger & Gluck, 2011). Para peneliti tidak menemukan
perkembangan kearifan dalam tingkat yang lebih jauh di masa
dewasa menengah dan dewasa tua, dibandingkan yang telah
dicapai di masa dewasa muda.
 Faktor-faktor selain usia merupakan hal yang penting bagi
perkembangan kearifan untuk memasuki taraf yang tinggi.
Sebagai contoh, pengalaman-pengalaman hidup tertentu,
seperti dilatih dan bekerja di suatu bidang yang mengandung
persoalan-persoalan hidup yang sulit dan memiliki pembimbing
yang dapat meningkatkan kearifan, berkontribusi ke taraf
kearifan yang tinggi. Selain itu, orang yang memiliki kearifan
yang tinggi memiliki nilai-nilai yang lebih memikirkan
kesejahteraan orang lain dibandingkan kebahagiaan mereka
sendiri.
 Faktor-faktor yang berkaitan dengan kepribadian, seperti
keterbukaan terhadap pengalaman, generativitas dan
kreativitas, merupakan prediktor-prediktor yang lebih baik
dibandingkan faktor-faktor kognitif seperti intelegensi.

Robert J. Sternberg (2000, 2009d, e), yang teori triarki


inteligensinya (triarchic theory of intelligence), berpendapat bahwa
kearifan berkaitan dengan intelegensi praktis dan akademis. Dalam
pandangannya, intelegensi akademis diperlukan tapi dalam banyak
kasus tidaklah cukup untuk mendapatkan kearifan. Pengetahuan praktis
tentang kenyataan hidup juga dibutuhkan untuk kearifan. Bagi

15
Sternberg, keseimbangan antara minat-diri, minat orang lain, dan
konteks menghasilkan keadaan yang bagus. Maka dari itu, individu
yang bijak tidak hanya memikirkan diri mereka sendiri mereka juga
perlu memikirkan kebutuhan dan perspektif orang lain, dalam konteks
tertentu. Sternberg menilai kearifan dengan memberikan masalah
kepada individu yang membutuhkan solusi yang menyoroti berbagai
kepentingan intrapersonal, interpersonal, dan kontekstual. Penekanan
Sternberg pada penggunaan pengetahuan untuk kebaikan bersama
dalam cara menekankan kepentingan yang bersaing adalah hal utama
yang membedakannya dari pandangan Baltes dan para koleganya
tentang kearifan.
B. Pendidikan, Pekerjaan, dan Kesehatan
Pendidikan, pekerjaan dan kesehatan merupakan tiga komponen
penting yang berpengaruh terhadap fungsi kognitif pada orang lanjut usia.
Ketiga komponen ini juga merupakan faktor-faktor yang sangat penting
untuk memahami mengapa pengaruh kelompok usia (kohort) perlu
dimasukkan dalam laporan ketika mempelajari fungsi-fungsi kognitif dari
orang-orang lanjut usia. Memang efek kohort sangatlah penting
diperhitungkan dalam studi tentang penuaan kognitif (Margrett &
Deshpande-Kamat, 2009) (Santrock,2012: 180). Hal ini memperlihatkan
bahwa pendidikan berkorelasi secara positif dengan skor intelegensi.
Orang dewasa lanjut usia bisa kembali mengenyam pendidikan untuk
berbagai alasan. Generasi-generasi selanjutnya sudah memiliki pengalaman
pekerjaan yang mencakup penekanan yang lebih kuat pada pekerjaan yang berorientasi
kognitif. Penekanan pada pemrosesan informasi mengalami peningkatan
terutama dalam pekerjaan dapat meningkatkan kemampuan intelektual
individu. Kesehatan yang baru berhubungan dengan performa tes intelegensi yang
menurun pada orang dewasa lanjut usia. Latihan dan olahraga dihubungkan dengan
keberfungsian kognitif yang lebih tinggi pada orang dewasa lanjut usia
(Santrock, 2012: 202).
C. Gunakanlah atau anda akan kehilangan
Perubahan-perubahan dalam pola aktivitas kognitif mengakibatkan
adanya keterampilan-keterampilan kognitif yang tidak terpakai dan
mengalami atropi (Hughes, 2010). Konsep ini sesuai dengan peribahasa

16
yang mengatakan “Gunakanlah atau anda akan kehilangan” (use it or lose
it) Aktivitas mental yang cenderung dapat membina keterampilan kognitif
pada orang-orang lanjut usia adalah aktivitas-aktivitas seperti membaca
buku, mengisi teka-teki silang, mengikti kuliah, dan menonton konser.
“Gunakanlah atau anda akan kehilangan” juga merupakan komponen
signifikan dari model keterlibatan optimasi kognitif yang menekankan
tentang bagaimana keterlibatan intelektual dan sosial bisa memperlambat
penurunan terkait usia untuk perkembangan intelektual (La Rue, 2010;
Park & Reuter-Lorenz, 2009; Stine-Morrow & kawan-kawan, 2007).
Studi-studi ini mendukung pendapat ini:Dalam sebuah analisis terhadap
partisipan dalam Studi Longitudinal Victoria, apabila orang-orang paruh
baya dan lanjut usi berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas intelektual,
maka aktivitas-aktivitas ini dapat menghambat terjadinya terjadinya
kemunduran kognitif (Hultsch & kawan-kawan, 1999). Analisis terbaru
terhadap partisispan dalam studi ini mengungkapkan bahwa keterlibatan
dalam aktivitas yang kompleks secara kognitif berhubungan dengan
kecepatan pemrosesan yang lebih cepat dan konsisten (Bielak & kawan-
kawan, 2007).
 Dalam sebuah studi longitudional yang melibatkan 810 pastor katolik yang berusia 65
tahun ke atas, mereka yang secara teratur membaca buku, mengerjakan teka-teki
silang, atau Latihan berpikir lainnya, menunjukkan kecenderungan 47 persen lebih
kecil untuk mengembangkan penyakit Alzheimer, dibandingkan para pastor yang
jarang melakukan aktivitas-aktivitas ini (Wilson & kawan-kawan, 2002).
 Sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa ruutin membaca buku setiap hari
berhubungan dengan menurunnya tingkat kematian pria di usia 70-an (Jacobs &
kawan-kawan, 2008).
 Dalam sebuah studi lainnya, 488 individu berusia 75 hingga 85 tahun dinilai rata-rata
selama lima tahun (Hall & kawan-kawan, 2009). Di awal riset, orang dewasa lanjut
usia mengindikasikan seberapa sering mereka berpartisipasi dalam enam aktivitas
membaca buku, menulis, mengisi teka-teki silang, bermain kartu ata permainan
papan, terlibat diskusi kelompok, dan bermain music setiap harinya. Selama lima
tahun studi, titik di mana terjadi percepatan kehilangan memori dinilai dan ditemukan
bahwa untuk setiap aktivitas tambahan yang diikuti orang dewasa lanjut usia,

17
permulaan kehilangan memori yang cepat menjadi tertunda selama 18 tahun. Untuk
orang dewasa lanjut usia yang berpartisipan dalam 11 aktivitas per minggu
dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang terlibat hanya dalam empat aktivitas
per minggu, titik dimana penurunan memori yang dipercepat terjadi menjadi tertunda
menjadi 1,29 tahun.
D. Pelatihan Keterampilan Kognitif
Terdapat dua kesimpulan penting yang diperoleh dari penelitian, yaitu:
(1) Pelatihan dapat meningkatkan keterampilan kognitif dari sejumlah orang-
orang lanjut usia. (2) Di masa dewasa akhir, mereka tetap kehilangan sebagian
plastisitasnya, khususnya untuk orang yang sudah tua sekali―yang telah
mencapai usia 85 tahun ke atas (Baltes, Lindenberg, & Staudinger, 2006;
Baltes & Smith, 2003).
Dalam sebuah studi ekstensif yang dilakukan oleh Sherry Willis dan
para koleganya (2006), orang dewasa lanjut usia secara acak ditempatkan
dalam salah satu dari empat kelompok; (1) Penalaran, (2) Memori, (3)
Kecepatan pemrosesan, (4) Kelompok kontrol yang tidak menerima pelatihan.
Masing-masing tipe pelatihan secara cepat menunjukkan efek dalam
wilayahnya; pelatihan penalaran meningkatkan penalaran, pelatihan memori
meningkatkan memori, dan pelatihan kecepatan pemrosesan meningkatkan
kecepatan pemrosesan. Akan tetapi, efek pelatihan tidak berpindah
antarwilayah kognitif, misalnya pelatihan kecepatan pemrosesan tidak akan
bermanfaat bagi kemampuan penalaran atau memori pada orang dewasa lanjut
usia. Orang dewasa lanjut usia yang diberikan pelatihan penalaran memang
mengalami kesulitan yang lebih sedikit dalam aktivitas sehari-hari
dibandingkan kelompok kontrol yang tidak menerima pelatihan ini. Aktivitas
kehidupan sehari-hari yang dinilai mencakup bagaimana kemandirian orang
dewasa lanjut usia untuk menyiapkan makanan, melakukan pekerjaan rumah
tangga, mengatur keuangan, pergi berbelanja dan melakukan pemeliharaan
kesehatan. Setiap intervensi mempertahankan efeknya pada keterampilan
tertentu yang ditargetkan selama lima tahun studi. Akan tetapi, baik memori
maupun kecepatan pemrosesan tidak bermanfaat bagi aktivitas kehidupan
sehari-hari yang dilakukan orang dewasa lanjut usia.
Studi terbaru lainnya yang diikuti orang dewasa lanjut usia berupa
aktivitas selama 20 minggu yang disebut Pengembaraan Senior (Senior

18
Odyssey), sebuah program berbasis tim yang mencakup pemecahan masalah
kreatif yang berasal dari program Pengembaraan Pikiran untuk anak-anak dan
orang dalam masa transisi dewasa (Stine-Morrow & kawan-kawan, 2007).
Dalam eksperimen lapangan, dibandingkan dengan kelompok kontrol yang
tidak mengalami Pengembaraan Senior, para partisipan Pengembaraan Senior
menunjukkan peningkatan kecepatan pemrosesan, agaknya juga meningkatkan
berpikir kreatif, dan meningkatkan kewaspadaan dan kesadaran (mindfulness).
Kesadaran mencakup menciptakan ide-ide baru, terbuka terhadap informasi
baru, dan sadar terhadap adanya perspektif majemuk (Langer, 2000, 2007).
Studi lainnya melatih orang dewasa lanjut usia untuk meningkatkan
kecepatan pemrosesannya (Ball. Edwards. & Ross, 2007). Sebagai hasil dari
pelatihan, orang dewasa lanjut usia meningkatkan kecepatan pemrosesan
mereka dan hasil peningkatan tersebut bertahan selama dua tahun. Manfaat
pelatihan kecepatan pemrosesan diterjemahkan menjadi kemajuan dalam
aktivitas sehari-hari, seperti performa mengemudi yang lebih aman. Studi
lainnya menemukan bahwa orang dewasa lanjut usia dengan kesulitan
kecepatan pemrosesan yang menyelesaikan pelatihan kecepatan pemrosesan
kemungkinannya 40 persen lebih kecil untuk berhenti mengemudi selama tiga
tahun kemudian (Edwards, Delahunt, & Mahncke, 2009).
Sebagaimana yang telah dibahas pada bab terdahulu, para peneliti juga
menemukan bahwa meningkatnya kebugaran fisik dari orang-orang lanjut usia
dapat meningkatkan fungsi kognitif mereka (Baker & kawan-kawan. 2010;
Erickson & kawan-kawan, 2009). Sebuah rangkuman yang dilakukan baru-
baru ini, mengungkapkan bahwa pelatihan kebugaran aerobik dapat
meningkatkan kemampuan perencanaan, penjadwalan, memori kerja, daya
tahan terhadap distraksi, dan pemrosesan tugas-tugas majemuk, pada orang-
orang lanjut usia (Colcombe & Kramer, 2003).
Singkatnya, vitalitas kognitif dari orang-orang lanjut usia dapat
meningkat melalui pelatihan kognitif dan kebugaran (Kramer & Morrow,
2009; Park & Reuter-Lorenz, 2009). Meskipun demikian, keuntungan-
keuntungan ini tidak terlihat di semua studi (Salthouse, 2006). Dibutuhkan
penelitian lanjutan untuk menentukan secara lebih tepat mengenai kemajuan
kognitif manakah yang terjadi pada orang-orang lanjut usia.

19
E. Neurosains Kognitif dan Proses menjadi Tua
Bidang neurosains kognitif telah muncul sebagai disiplin utama yang
mempelajari kaitan antara otak dan fungsi kognitif (Meeks & Jeste. 2009;
Phillips & Andres, 2010; Schiavone dkk, 2009, Voelcker-Rehage. Godde, &
Staudinger, 2010). Bidang ini secara khusus menggunakan brain imaging
techniques, seperti fMRI dan PET, dan DTI untuk mengungkapkan area-area
otak yang aktif ketika individu melakukan aktivitas-aktivitas kognitif tertentu
(Charlton dkk, 2010; Erickson dkk.. 2009; Kennedy & Raz, 2009; Park &
Reuter-Lorenz, 2009; Ystad dkk, 2010). Sebagai contoh, ketika orang lanjut
usia diminta untuk menyandikan (encode) dan kemudian mengeluarkan
kembali (retrieve) materi-materi verbal atau bayangan mengenai
pemandangan, aktivitas otak mereka dimonitor dengan menggunakan fMRI
brain scan.
Perubahan-perubahan yang berlangsung di otak dapat memengaruhi fungsi
kognitif dan perubahan-perubahan fungsi kognitif dapat memengaruhi otak
(Smith. 2007). Dan apabila orang lanjut usia tidak menggunakan working
memory mereka secara teratur (pembahasan di bagian "Gunakanlah atau Anda
Akan Kehilangan"). koneksi-koneksi neural yang terjadi di lobus prefrontal
dapat mengalami atropi. Selain itu, intervensi kognitif yang mengaktifkan
working memory orang dewasa dapat meningkatkan koneksi-koneksi neural.
Meskipun merupakan bidang yang usianya masih sangat muda, neurosains
kognitif yang mengkaji proses menjadi tua telah mengungkapkan beberapa
kaitan penting yang terdapat di antara proses menjadi tua, otak, dan fungsi
kognitif. Hal ini meliputi:
a. Sirkuit neural di daerah-daerah spesifik di korteks prefrontal otak
mengalami kemunduran dan kemunduran ini berkaitan dengan
performa yang lebih buruk pada orang lanjut usia dalam
menyelesaikan tugas-tugas yang kompleks, working memory, dan
tugas-tugas yang melibatkan memori episodik (Grady & kawan-kawan.
2006).
b. Meninjau kembali Bab 17 yang menyatakan bahwa apabila
dibandingkan orang dewasa muda, orang lanjut usia lebih banyak
menggunakan kedua belahan otak untuk mengkompensasi kemunduran

20
dalam hal atensi, memori dan bahasa, terkait usia (Dennis & Cabeza,
2008)
c. Fungsi dari hippokampus tidak terlalu banyak mengalami kemunduran
apabila dibandingkan dengan fungsi lobus frontal.
d. Pola neural, menjadi lebih besar dalam bidang mengingat kembali
dibandingkan dalam menyandikan (Gutchess & kawan-kawan, 2005).
e. Dibandingkan dengan orang dewasa muda, orang dewasa lanjut usia
menunjukkan aktivitas yang lebih besar di di wilayah frontal dan
parietal ketika mereka menghadapi tugas yang membutuhkan proses
kontrol kognitif seperti atensi (Park & Gutchess, 2005).
f. Orang dewasa muda punya konektivitas yang lebih baik antara wilayah
otak dibandingkan orang dewasa lanjut usia. Sebagai contoh, sebuah
studi terbaru mengungkapkan bahwa orang dewasa yang lebih muda
punya koneksi lebih banyak antara aktivasi otak di daerah frontal,
occipital, and hippocampal dibandingkan orang dewasa lanjut usia
selama tugas penyandian yang sulit (Leshikar & kawan-kawan, 2010).
g. Meningkatnya jumlah studi pelatihan kognitif dan kebugaran
mencakup teknik pencitraan otak seperti fMRI untuk menilai hasil dari
pelatihan keberfungsian otak (Erickson dkk., 2009). Dalam sebuah
studi, orang dewasa lanjut usia yang berjalan satu jam per hari
sebanyak tiga kali seminggu dalam jangka waktu enam bulan
menunjukkan peningkatan volume lobus frontal dan lobus temporal
pada otak (Colcombe dkk., 2006).

Denise Park dan Patricia Reuter-Lorenz (2009) baru-baru ini mengajukan


pandangan perancah (scaffolding) neurokognitif tentang koneksi antara otak
yang mengalami penuaan dan kognisi. Dalam pandangan ini, peningkatan
aktivasi pada korteks prefrontal dengan penuaan merefleksikan otak yang
beradaptasi sedang mengimbangi tantangan terjadinya penurunan struktur dan
fungsi neural, dan penurunan pada berbagai aspek kognisi, termasuk working
memory dan memori jangka panjang. Scaffolding mencakup penggunaan
sirkuit neural komplementer untuk melindungi keberfungsian kognitif pada
otak yang mengalami penuaan. Di antara faktor-faktor yang bisa memperkuat
scaffolding otak adalah keterlibatan dan latihan otak. Kami melihat adanya

21
upaya-upaya yang semakin besar untuk mengungkapkan kaitan antara proses
menjadi tua, otak, dan fungsi kognitif dalam beberapa dasawarsa ke depan.

2.2 Perkembangan Bahasa

Menurut Harley (2001), perkembangan bahasa merupakan proses yang sangat


kompleks yang melibatkan perkembangan berbagai keterampilan lain. Orang dewasa
akhir atau lanjut usia (lansia) dapat diklasifikasikan menjadi beberapa beberapa jenis di
bawah ini.

1. Young Old (60 – 69 tahun),


2. Middle Old (70 – 79 tahun),
3. Old-old (80 – 89 tahun),
4. Very Old-Old (90 tahun ke atas) (Masykuroh, 2021, hlm. 130).

Tetapi, klasifikasi yang lebih bernilai adalah mengenai usia fungsional. Usia
fungsional adalah ukuran kemampuan seseorang untuk berfungsi secara efektif dalam
lingkungan fisik dan sosialnya dibandingkan dengan orang lain yang seusianya. Seseorang
berusia 90 tahun yang tetap berada dalam kesehatan yang prima bisa jadi berfungsi lebih
muda dibandingkan dengan orang berusia 65 tahun yang tidak sehat.
Sebagian besar penelitian mengnai perkembangan bahasa hanya berfokus pada masa
bayi dan masa anak-anak. Pada umumnya orang beranggapan bahwa Sebagian individu yang
berada di masa dewasa mempertahankan keterampilan-keterampilan bahasanya (Thornton &
Light, 2006). Perbendaharaan kata individu sering kali terus bertambah hingga usia dewasa,
paling tidak hingga masa dewasa akhir (Willis & Schaie, 2005).
Secara umum, apabila sehat, orang-orang lanjut usia hanya mengalami sedikit
kemunduran dalam keterampilan bahasanya (Clark-Cotton dkk, 2007). Kesulitan memahami
pembicaraan bisa jadi akibat dari kehilangan pendengarannya (Gordon-salant dkk, 2006).
Satu aspek dari cara berbicara dimana perbedaan usia ditemukan mencakup
menceritakan Kembali sebuah kisah atau memberikan intruksi untuk menyelesaikan sebuah
tugas. Ketika terlibat dalam cara berbicara jenis ini, orang dewasa lanjut usia cenderung
menghilangkan elemen kunci, menciptakan percakapan yang kurang lancer dan lebih sulit
untuk disimak (Clark-cotton dkk, 2007).
Faktor-faktor nonbahasa dapat merupakan faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran
keterampilan bahasa pada orang-orang lanjut usia(Obler, 2005). Menurunnya kecepatan

22
dalam pemrosesan informasi dan meurunnya working memory, khususnya dalam hal kemampuan
menyimpan informasi di dalam pikiran ketika melakukan pemrosesan, cenderung berkontribusi
terhadap kurangnya efisiensi berbahasa pada orang-orang lanjut usia(Stine-Morrow, 2007)
(Santrock, 2012: 186)

2.3 Kerja dan Masa Pensiun


A. Pekerjaan

Stereotip terhadap pekerja lanjut usia dan jenis tugas#tugas yang ditangani,
dapatmembatasi peluang karrier mereka dan mendorong untuk pensiun lebih diniatau
pembatasan pekerja yang berdampak pada mereka (Finkelstein & Farrel, 2007). Stereotip
yang ditunjukan pada karyawan lanjut usia, merupakan stereotip yang negatif, sering kali
berfokus pada keterampilan, adaptabilitas, kreatifitas, dan minat dalam teknologi mutakhir
(Scilfa & Fernie, 2006).

Pada masa dewasa akhir, kemampuan kognitif seseorang dapat mengalami penurunan
secara alami. Beberapa fungsi kognitif yang dapat terpengaruh meliputi kecepatan
pemrosesan informasi, memori jangka pendek, dan fleksibilitas berpikir. Hal ini dapat
memengaruhi kinerja pekerjaan seseorang, terutama dalam tugas-tugas yang membutuhkan
pemrosesan informasi yang kompleks atau kecepatan pemecahan masalah. Individu mungkin
merasa sulit menyesuaikan diri dengan perubahan teknologi atau tuntutan pekerjaan yang
meningkat.

B. Pensiun di AS dan negara-negara lain


Pilihan pensiun untuk para pekerja tua merupakan fenomena akhir abad 20 di
Amerika Serikat. Orang-orang tua di Amerika yang bekerja penuh waktu lebih tinggi pada
awal ytahun 1990-an daripada hari ini. Sistem jaminan social, yang memberikan keuntungan
bagi para pekerja tua Ketika mereka pensiun, diwujudkan pada tahun 1953. Rata-rata para
pekerja saat ini akan menikmati 10 sampai 15 persen dari kehidupannya dalam masa pensiun.

Pada tahun 1967, the Age Discrimination Act membuat suatu kebijakan federal untuk
melarang pemecatan para pekerja karena usia sebelum mereka mencapai usia pensiun yang
ditetapkan. Pada tahun 1978, konggres memperpanjang usia pensiun yang ditetapkan dari 65
tahun menjadi 70 tahun ntuk perusahaan, industry, dan pemerintahan federal. Pada tahun
1986, konggres memutuskan untuk melarang penetapan usia pensiun bagi semua kecuali
Sebagian kecil pekerjaan, seperti polisi, pemadam kebakaran, dan pilot pesawat, di mana

23
keamanan sangat penting. Hukum federan saat ini melarang para majikan untuk memecat
pekerja-pekerja tua, yang memiliki senioritas dan gaji yang tinggi, hanya demi menghemat
keuangan. Dengan semakin berkurangnya kewajiban pensiun pada usia yang ditetapkan, para
pekerja tua dihadapkan pada suatu keputusan kapan ia akan pensiun, dibandingkan jika ia
dipaksa untuk pension. Meskipun Amerika Serika sudah memperpanjang usia pensiun, fase
pensiun dini tetap dianut oleh Sebagian besar negara (Stanford dkk, 1991).

Di banyak-banyak negara Eropa baik blok kapitalis dan blok yang awalnya berpaham
komunis para pegawai negeri telah diuji coba dengan sejumlah bujukan keuangan yang
didesain untuk mengurangi atau mengontrol pengangguran melalui anjuran pensiun bagi para
pekerja tua. Jerman Barat, Swedia, Inggris Raya, Italia, Perancis, Cekoslovia, Hungaria, dan
Rusia merupakan negara-negara yang mengarah pada fase pensiun dini, informasi lebih
banyak mengenai variasi kultural di dalam pensiun Nampak di dalam Dunia Perkembangan
Sosiokultural.

Seorang ahli gerontologi, Robert Archely (1976). Menggambarkan 7 fase pensiun


yang dilalui oleh orang-orang dewasa jauh (remote), mendekat (near), bulan madu (honey
moon), kecewa (disenchantment), re-orientasi (reorientation), stabil (stability) dan fase akhir
(termination).

Kebanyakan dari kita berkerja dengan kepercayaan yang samar-samar bahwa kita
tidak akan meninggal dalam pekerjaan tetapi justru akan menikmati hasil pekerjaan kita di
masa depan. Pada fase jauh (the remote phase), kebanyakan individu sedikit melakukan
sesuatu untuk mempersiapkan masa fase pensiun. Seiring dengan pertambahan usia mereka
yang memungkinkan pensiun, mereka mungkin mneyangkal bahwa fase pensiun akan terjadi.
Pada fase mendekat (the near phase), para pekerja mulai berpartisipasi di dalam program pra-
pensiun. Program ini biasanya membantu orang-orang dewasa memutuskan kapan dan
bagaimana mereka seharusnya pensiun dengan mengakrabkan mereka dengan keuntungan-
keuntungan dan dana pensiun yang diharapkan akan dapat mereka terima atau melibatkan
mereka dalam diskusi mengenai isu-isu yang lebih komprehensif, seperti Kesehatan fisik dan
mental. Pada saat orang-orang dewasa memiliki kesadaran yang lebih mengenai pentingnya
perencanaan keuangan, gelombang partisipasi, dalam perencanaan pra-pensiun telah terjadi
pada decade terakhir (Anderson & Weber, 1993; Ekerdt & DeViney, 1993).

Lima fase berikut terjadi setelah fase pensiun. Pada fase bulan madu (the honeymoon
phase), merupakan fase terawal dari fase pensiun, banyak individu merasa bahagia. Mereka

24
mungkin dapat melakukan segala sesuatu yang tidak pernah dilakukan sebelumnya, dan
mereka menimati aktivitas-aktivitas waktu luang yang lebih. Akan tetapi, orang-orang
dewasa yang di PHK, atau mereka pensiun karena mereka marah terhadap pekerjaan mereka,
atau karena sakit, mungkin tidak mengalami aspek-aspek positif dari fase bulan madu ini.
Pada fase kekecewaan (the disenchantment phase), orang-orang dewasa lanjut menyadari
bahwa bayangan pra-pensiun mereka tentang fase pensiun ternyata tidak realistic. Setelah
fase bulan madu, orang-orang dewasa lanjut seringkali jatuh dalam rutinitas. Jika rutinitas itu
menyenangkan, penyesuaian terhadap fase pensiun biasanya sukses. Orang-orang dewasa
yang gaya hidupnya tidak berkutat di seputar pekerjaannya sebelum pensiun lebih mungkin
menyesuaikan diri dengan pensiun dan mengembangkan rutinitas yang menyenangkan
daripada mereka yang tidak mengembangkan aktivitas-aktivitas di waktu luangnya selama
tahun-tahun kerjanya.

Pada fase re-orientasi (reorientation phase), para pensiunan mencatat apa yang masih
dimiliki, mengumpulaknnya bersama-sama, dan mengembangkan alternatif-alternatif
kehidupan yang lebih realistic. Mereka menjelajahi dan mengevaluasi jenis-jenis gaya hidup
yang memngkinkan mereka menikmati kepuasan hidup. Pada fase stabil (the stability phase),
orang-orang dewasa telah memutuskan berdassarkan suatu kriteria tertentu ntuk
mengevaluasi pilihan-pilihan pada fase pensiun dan bagaimana mereka menjalani salah satu
pilihan yang telah dibuat. Abgi beberapa orang dewasa, fase ini mengikuti fase bulan madu,
tetapi bagi lainnya, perubahannya lambat dan lebih sulit. Pada fase akhir (the termination
phase), peranana fase pensiun digantikan oleh peran sebagai pesakitan atau peran tergantung
karena orang-orang dewasa lanjut tidak dapat berfungsi secara mandiri lagi dan mencukupi
kebutuhannya sendiri.

Bagi beberapa orang dewasa, peranan fase pensiun kehilangan signifikasi dan
relevansinya. Mereka meungkin bekerja lagi, seringkali menerima pekerjaan yang secara
keseluruhan tidak berhubungan denga napa yang telah mereka lakukan sebelum pensin.
Waktu luang yang penuh mungkin membosankan bagi mereka, atauu mereka mungkin
membutuhkan uang untuk menyokong dirinya sendiri. Karean individu pensiun pada usia
yang berbeda dan untuk alas an yang berbeda, tidak ada waktu khusus atau urutan waktu
untuk ketujuh fase tersebut. Meskipun demikian, ketujuh fase tersebut membantu kita untuk
berpikir mengenai cara-cara yang berbeda yang dapat kita alami saat pensiun dan
penyesuaian yang terlibat di dalamnya.

25
C. Penyesuaian Pada Masa Pensiun
Orang-orang dewasa lanjut yang memiliki penyesuaian diri paling baik terhadap
pensiun adalah yang sehat, memiliki pendapatan yang layak, aktif, berpendidikan yang baik,
memiliki relasi social yang luas termasuk diantaranya teman-teman dan keluarga, dan
biasanya merasa puas dengan kehidupannya sebelum pensiun (Palmore dkk, 1985). Orang-
orang dewasa lanjut yang tidak memiliki penghasilan yang layak dan Kesehatan yang buruk,
dan harus menyesuaikan diri dengan stress lainnya yang terjadi dengan seiring dengan
pensiun, seperti kematian pasangan, memiliki kebanyak kesulitan untuk menyesuaikan diri
dengan fase pensiun (Stull & Hatch, 1984).

Pada baba terakhir mendiskusikan pentingnya pilihan-pilihan untuk mengontrol dan


menentukan diri bahkan umur Panjang, tentunya bagi para usia lanjut, penghuni panti-panti
jompo. Pemilihan dan penentuan diri juga merupakan factor-faktor yang penting di dalam
kesuksesan pekerjaan dan fase pensiun (Herzog, House & Morgan, 1991; Reis & Gould,
1993). Semakin sedikit pilihan orang-orang dewasa lanjut yang berhubungan dengan fase
pensiunnya, semakin kurang puas mereka dengan kehidupannya. Pilihan-pilihan untuk
mengontrol dan menentukan diri merupakan aspek-aspek penting dari Kesehatan mental
orang-orang dewasa lanjut (Fry, Slivinske & Fitch, 1989).

2.4 Kesehatan Mental


A. Depresi
Para peneliti menemukan bahwa gejala depresi bervariasi, mulai dari yang
lebih jarang dialami hingga lebih sering dialami dimasa dewasa akhir dibandingkan
dimasadewasa awal (Fiske, Wetherel & Getz, 2009). Depresi adalah masalah
kesehatan mental yang umum pada masa dewasa akhir. Gejalanya meliputi perasaan
sedih yang berkepanjangan, kehilangan minat atau kegembiraan dalam aktivitas
sehari-hari, perubahan nafsu makan dan tidur, penurunan energi, dan kesulitan
berkonsentrasi. Perubahan hormon, perubahan kehidupan seperti pensiun atau
kehilangan orang tercinta, dan kondisi kesehatan kronis dapat meningkatkan risiko
depresi pada masa dewasa akhir. Gejala depresi tidak hanya memiliki tempat penting
sebagai indikator psikologiskesejahteraan tetapi juga diakui sebagai prediktor
signifikan kesehatan dan umurpanjang. Studi longitudinal menunjukkan peningkatan
gejala depresi bermakna.

B. Dimensia, penyakit Alzheimer, dan penyakit-penyakit lainnya.

26
Demensia adalah istilah umum untuk semua gangguan neurologis yang
gejalautamanya meliputi kemunduran fungsi mental. Individu-individu yang
mengalami demensia sering kali kehilangan kemampuan untuk merawat dirinya
sendiri dan dapatkehilangan kemampuan untuk mengenali dunia sekitar dan orang-
orang yang sudah biasa dikenalnya (Mast & Healy, 2009). Gejala demensia meliputi
penurunan daya ingat, kesulitan berbicara, perubahan kepribadian, dan kesulitan
dalam melakukan tugas sehari-hari. Dalam kasus demensia.
Alzheimer adalah salah satu bentuk dari demensia, kerusakan otak yang
bersifat progresif, tidak dapat dipulihkan kembali, yang ditandai oleh memburuknya
memori, penalaran, bahasa, dan bahkan fungsi-fungsi fisik, se!ara bertahap. Penyakit
alzheimer lebih rentan kepada orang-orang pada masa dewasa lanjut usia.
Jenis penyakit demensia lainnya adalah penyakit pakinson, yaitu penyakit
kronis dan progresif yang ditandai oleh gemetar pada otot, gerakan yang melambat,
dankelumpuhan sebagian dari wajah. Penyakit ini dipi!u oleh degenerasi dari
neuron#neurondi otak yang menghasilkan dopamin (Swanson, Sesso & Emborg,
2009). Transplantasi sel batang dan terapi gen juga memberikan harapan di masa
depan dalam mengobati penyakit ini (Fricker-Gates & Gates, 2010). Selain depresi
dan demensia, ada berbagai penyakit kesehatan mental lainnya yang dapat
mempengaruhi individu pada masa dewasa akhir. Contoh lain termasuk gangguan
kecemasan, gangguan tidur, dan gangguan bipolar

C. Ketakutan menjadi korban kejahatan dan perlakuan yang salah terhadao orang
lanjut usia

Ketakutan menjadi korban kejahatan dan perlakuan salah terhadap orang lanjut usia
adalah isu yang serius dan dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka. Orang lanjut usia
sering kali dianggap rentan terhadap kejahatan dan penyalahgunaan karena beberapa faktor,
seperti penurunan fisik, keterbatasan mobilitas, kelemahan mental, atau isolasi sosial.
Kejahatan yang dilakukan terhadap orang—orang lanjut usia berupa serangan seperti
perampokan bersenjata (Cohn & Harlow, 1993). Para orang lanjut usia menjadi korban
kejahatan tanpa kekerasan seperti penipuan vandalism, penjambretan dan pelecehan (Fulmer,
Guadagno, & Bolton, 2004).

27
Ketakutan ini dapat memiliki dampak negatif terhadap kesejahteraan dan kemandirian
mereka. Perlu diketahui bahwa ketakutan menjadi korban kejahatan pada usia lanjut adalah
nyata, namun bukan semua orang lanjut usia mengalami kejahatan atau perlakuan salah.
Mengadopsi tindakan pencegahan yang tepat dan membangun lingkungan yang aman dan
mendukung dapat membantu mengurangi risiko dan kekhawatiran yang mungkin timbul.
Perlakuan yang salah terhadap lansia merupakan suatu perbuatan atau penelantaran
yang mengakibatkan bahaya atau ancaman bahaya terhadap kesehatan atau kesejahteraan
lansia. Biasanya terjadi akibat perbuatan orang yang lebih berdaya terhadap orang yang
kurang berdaya.  Ada 3 kategori dasar yaitu:
1. Domestik  (penganiayaan terjadi pada lansia di rumahnya atau di rumah caregiversnya),
2. Institusi (penganiayaan terjadi di institusi perawatan lansia misalnya perawatan di Panti
Wreda,
3. Terlantar (perilaku seorang lansia yang hidup sendiri yang mengabaikan kesehatan atau
keselamatannya).
Jenis elder mistreatment antara lain:
1. Fisik
Perbuatan menyebabkan rasa sakit, luka, cacat atau penyakit. Seperti mencubit,
menendang, dorong, memerkosa, pengekangan tanpa alasan.
2. Penelantaran
Ada penelantaran pasif seperti meninggalkan lansia sendirian, diisolasi, dilupakan dan
penelantaran aktif: seperti menghentikan perawatan, menghentikan kebutuhan seperti 
makanan, obat-obatan, pakaian, pergaulan, bantuan mandi, oversedasi.untuk
mengontrol tingkah laku.
3. Psikologik / verbal
Perbuatan yang menyebabkan penderitaan mental, seperti intimidasi, penghinaan,
dipanggil namanya, diperlakukan seperti anak-anak,isolasi sosial, diancam, ditakut-
takuti.
4. Keuangan
Penyalahgunaan harta lansia untuk kepentingan orang lain dengan akibat tidak
memenuhi kebutuhan pokok lansia tersebut.
5. Pelanggaran hak
Pencabutan hak asasi misalnya kebebasan, memiliki harta, bertemu, berbicara,
bersuara, berahasia.
6. Seksual

28
Aktivitas seksual tanpa persetujuan dalam berbagai bentuk.

D. Agama

Dalam sebuah analisis, baik orang-orang lanjut usia Amerika-Afrika maupun orang
Kulit Hitam Karibia dilaporkan memiliki tingkat partisipasi religius yang lebih tinggi,
mengatasi masalah secara religius, dan spiritualitas yang lebih tinggi dibandingkan orang
dewasa lanjut usia Kulit Putih non-Latin (Taylor, Chatters, & Jackson, 2007). Sebuah
studi terbaru tentang orang dewasa lanjut usia di daerah pedesaan menemukan bahwa
spiritualitas/religiusitas mereka berhubungan dengan terjadinya depresi yang lebih rendah
(Yoon & Lee, 2007).

Sebuah studi yang dilakukan baru-baru ini, menyatakan bahwa agama berkaitan
dengan rasa kesejahteraan dan kepuasan hidup di usia tua. Wawancara itu melibatkan 1.500
individu Kulit Putih A.S dan Amerika-Afrika yang berusia 66 tahun keatas (Krause, 2003).
Orang-orang lanjut usia yang memperoleh penghayatan mengenai makna hidup dari agama,
memperoleh kepuasan hidup, harga diri, dan optimisme yang lebih tinggi. Selain itu, orang-
orang dewasa lanjut usia Afrika-Amerika, cenderung menemukan makna dalam agama
dibandingkan orang dewasa Kulit Putih. Dalam studi lain, praktik-praktik keagamaan seperti
doa dan membaca Kitab Injil—dan perasaan keagamaan berkaitan dengan penghayatan
sejahtera, khususnya bagi para perempuan dan individu yang berusia 75 tahun keatas
(Koenig, Smiley, & Gonzales, 1988). Dalam sebuah studi yang melibatkan orang-orang Latin
yang berpenghasilan rendah di San Diego, orientasi religius yang kuat berkaitan dengan
kesehatan yang lebih baik (Cupertion & Haan, 1999). Di samping itu, dua studi yang
dilakukan baru-baru ini, yang berlangsung dalam periode 8 tahun, ditemukan bahwa orang-
orang Amerika-Meksiko yang berusia 65 tahun ke atas memiliki kemunduran kognitif yang
lebih kecil dan penurunan sebesar 32 persen untuk risiko kematian, dibandingkan rekan-
rekannya yang tidak pernah mendatangi gereja (Hill & kawan-kawan, 2005, 2006). Lebih
jauh, studi yang baru-baru ini dilakukan mengungkapkan bahwa keterlibatan dalam aktivitas
religius setidaknya seminggu sekali dibandingkan yang tidak pernah dikaitkan dengan risiko
kematian yang lebih rendah.

Agama dapat memenuhi sejumlah kebutuhan psikologis pada orang-orang lanjut usia,
membantu mereka menghadapi kematian yang akan datang, menemukan dan membina
penghayatan akan makna dan pentingnya hidup, serta menerima kemunduran yang tidak

29
terelakkan karena usia (Daaleman, Perera, & Studenski. 2004; McFarland, 2010). Dalam
sebuah studi yang dilakukan baru-baru ini, meskipun dalam beberapa tahun terakhir ini
jumlah orang-orang lanjut usia yang berkunjung ke gereja berkurang, perasan religiusitas dan
kekuatan atau kenyamanan yang diperoleh dari agama cenderung stabil atau meningkat
(Idler, Stanislav, & Hays, 2001). Secara sosial, komunitas religius dapat memiliki sejumlah
fungsi bagi orang-orang lanjut usia, seperti aktivitas sosial, dukungan sosial, dan kesempatan
untuk mengajar dan berperan sebagai pemimpin. Orang-orang lanjut usia dapat menjadi guru
agama, memegang peranan sebagai pemimpin yang sebelumnya mungkin pernah mereka
alami ketika belum pensiun (Cox & Hammonds, 1988).

Sebuah studi yang dilakukan baru-baru ini menyatakan bahwa berdoa atau meditasi
berkaitan dengan usia panjang (McCullough & kawan-kawan, 2000). Hampir 4.000
perempuan dan laki-laki berusia 65 tahun ke atas, sebagian besar Kristen, dimintai keterangan
mengenai kesehatan dan kegiatan berdoa atau meditasi mereka. Mereka yang menyatakan
bahwa mereka jarang atau tidak pernah berdoa, memiliki risiko sekitar 50 persen lebih besar
untuk meninggal dalam periode enam tahun dibandingkan dengan mereka yang berdoa atau
meditasi paling tidak sekali sebulan. Dalam studi ini, para peneliti mengontrol berbagai faktor
yang diketahui dapat meningkatkan risiko seseorang untuk meninggal, seperti merokok,
mengkonsumsi minuman keras, dan isolasi sosial. Agaknya, berdoa dan meditasi
menurunkan insiden kematian pada orang-orang lanjut usia karena berdoa dan meditasi dapat
mengurangi stres dan mengurangi produksi hormon stres seperti adrenalin. Berkurangnya
hormon stres berkaitan dengan sejumlah keuntungan kesehatan, termasuk meningkatnya
sistem kekebalan tubuh (McCullough & kawan-kawan, 2000).

30
31
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Telah lama ada suatu stereotipe mengenai penuaan yang menyatakan bahwa
seluruh aspek intelegensi memburuk Ketika sudah tua. Beberapa aspek intelegensi
kita menurun pada saat masa dewasa akhir, namun keadaan menurun tidak setajam
seperti yang dipercaya orang, dan pada banyak contoh, pelatihan kognitif ternyata
dapat memperbaiki kemampuan para lanjut usia.
Pada bab ini menyelidiki fungsi kognitif pada orang-orang dewasa lanjut,
menjelajahi topik tentang perdebatan mengenai penurunan intelektual pada masa
dewasa akhir, kecepatan memproses informasi, ingatan dan pemecahan masalah,
Pendidikan, pekerjaan dan Kesehatan mental, fase penurunan (terminal drop),
pelatihan keterampilan kognitif dan kebijaksanaan.
Kemudian mengkaji pekerjaan, fase pensiun di Amerika Serikat dan negara-
negara lain, fase pensiun, dan mereka yang memiliki penyesuaian diri terbaik dengan
pensiun. Selanjutnya, mengenai Kesehatan mental, depresi, kecemasan, oenyakit
Alzheimer, ketakutan menjadi korban kejahatan, dan bagaimana memenuhi
kebutuhan-kebutuhan Kesehatan mental dari orang-orang dewasa lanjut.

32
33
DAFTAR PUSTAKA

Santrock, J. W. (2011). Life Span Development (N. I. Sallama (ed.); 13th ed.). PT. Gelora
Aksara Pratama.

Masykuroh, K., Dewi, C., Heriyani, E., Widiastuti, H.T. (2021). Modul psikologi
perkembangan. Jakarta: Uhamka.

RSUP Dr. Sardjito | Perlakuan yang Salah Pada Usia Lanjut (Elder Mistreatment)

34

Anda mungkin juga menyukai