Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan Hidayah Nya, sehingga saya dapat penyelesaikan tugasn ini. Yang mana tugas
ini bertopikan tentang Perkembangan Pra Sekolah dan Tahap- Tahap Perkembangannya.

Saya sangat berterima kasih kepada Guru pembimbing saya yang senantiasa
memberikan arahan dalam penyusunan tugas ini. Dan saya pula berterima kasih kepada
Orang Tua Saya yang selalu tak henti-hentinya memberikan Suport dan Dukungannya.
Serta saya pula berterima kasih kepada teman-teman yang telah berpartisipasi dalam
memberikan pendapat, kritikan dan saran dalam pembuatan tugas ini.

Saya berharap tugas ini bermanfaat bagi diri saya sendiri dan pembaca, semoga tugas
ini dapat membatu kita memahami tentang Perkembangan pada masa Prasekolah dan
tahap-tahapnya. Akhir kata saya ucapkan terima kasih.

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR................................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 1

1.1 LATAR BELAKANG................................................................................... 2

1.2 TUJUAN PEMBUATAN TUGAS................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 3

2.1 PENGERTIAN PERKEMBANGAN ............................................................. 3

2.2 TEORI PERKEMBANGAN ANAK............................................................. 3

2.3 KARAKTERISTIK FASE PERKEMBANGAN........................................... 9

2.4 PERKEMBANGAN BAHASA..................................................................... 12

2.5 PERKEMBANGAN SOSIAL ...................................................................... 13

2.6 PERKEMBANGAN BERMAIN.................................................................... 13

2.7 PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN.......................................................... 14

2.8 PERKEMBANGAN MORAL..................................................................... 16

2.9 PERKEMBANGAN MOTORIK................................................................. 17

BAB III PENUTUP........................................................................................................ 18

3.1 KESIMPULAN............................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang psikologi perkembangan usia pre
school,anak. Seorang ahli psikologi, Elizabeth B. Hurlock mengatakan bahwa kurun usia
pra sekolah disebut sebagai masa keemasan (the golden age). Karenanya di usia ini anak
mengalami banyak perubahan baik fisik dan mental, dengan berbagai karakteristik.
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Karena pada masa
ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak
selanjutnya. Pada masa ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran
sosial, kesadaran emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat. Perkembangan psiko-
sosial sangat dipengaruhi lingkungan dan interaksi antara anak dengan orang tuanya.
Perkembangan anak anak optimal bila interaksi sosial diusahakan sesuai dengan
kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangan.

B. Tujuan Penulisan
Makalah ini membahas tentang bagaimana perkembangan anak pada usia pra sekolah.
Dengan makalah ini diharapkan pendidik dapat memahami dan mengaplikasikan beberapa
dari teori/pendekatan perkembangan anak pada usia pra sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PSIKOLOGI PERKEMBANGAN


Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, psikologi perkembangan itu dapat
diartikan sebagai berikut.
“….. that branch of psychology which studies processes of pra and post natal
growth and the maturation of behavior”. Maksudnya adalah “ Psikologi perkembangan
merupakan cabang dari psikologi yang mempelajari proses perkembangan individu, baik
sebelum maupun setelah kelahiran berikut kematangan perilaku”(J.P. Chaplin, 1979).
Psikologi perkembangan merupakan “cabang psikologi yang mempelajari
perubahan tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu dari
mulai masa konsepsi sampai mati”(Rosta Vasta, dkk., 1992).
Kedua pendapat di atas menunjukan bahwa psikologi perkembangan merupakan
salah satu bidang psikologi yang memfokuskan kajian atau pembahasannya mengenai
perubahan tingkah laku dan proses perkembangan dari masa konsepsi (pra natal) sampai
mati.

B. BEBERAPA TEORI PERKEMBANGAN ANAK


Dewasa ini ada dua teori atau pendekatan mengenai perkembangan, yaitu
pendekatan-pendekatan perkembangan kognitif, dan belajar atau lingkungan. Disamping
itu, dikemukakan juga pendekatan dari Imam Al-Ghazali.
1. PENDEKATAN PERKEMBANGAN KOGNITIF
a. Model dari Piaget
Menurut Piaget, perkembangan kognitif (intelegensi) anak itu meliputi
tiga tahap atau periode, seperti tampak pada table di bawah ini.

PERIODE USIA DESKRIPSI PERKEMBANGAN


1.Sensorimotor 0-2 tahun Pengetahuan anak diperoleh melalui interaksi fisik, baik
dengan orang atau objek (benda). Skema-skemanya
baru berbentuk refleks-refleks sederhana, seperti:
menggenggam atau mengisap.
2 Praoperasional 2-6 tahun Anak mulai menggunakan simbol-simbol untuk
merepresentasi dunia (lingkungan) secara kognitif.
simbol-simbol itu seperti: kata-kata dan bilangan yang
dapat menggantikan objek, peristiwa dan kegiatan
(tingkah laku yang tampak)

b. Model Pemprosesan Informasi


Pendekatan ini merumuskan bahwa kognitif manusia sebagai suatu sistem yang
terdiri atas tiga bagian:
1) Input, yaitu proses informasi dari lingkungan atau stimulasi (rangsangan)yang
masuk ke dalam reseptor-reseptor pancaindera dalam bentuk penglihatan,suara,
dan rasa;
2) Proses, yaitu pekerjaan otak untuk mentransformasikan informasi atau stimulasi
dalam cara yang beragam, yang meliputi mengolah/menyusun informasi ke
dalam bentuk-bentuk simbolik,membandingkan dengan informasi sebelumnya,
memasukkan ke dalam memori dan menggunakannya apabila diperlukan; dan
3) Output, yang bertingkah laku, seperti berbicara, menulis, interaksi sosial dan
sebagainya.

c. Model Kognisi Sosial


Tokoh dari pendekatan ini adalah Lev Vygotsky (1886-1934) ahli
psikologi dari Rusia.Teori ini menekankan tentang kebudayaan sebagai faktor
penentu bagi perkembangan individu. Diyakini, bahwa hanya manusia yang dapat
menciptakan kebudayaan dan setiap anak manusia berkembang dalam konteks
kebudayaannya. Kebudayaan memberikan dua kontribusi terhadap perkembangan
intelektual anak. Pertama, anak memperoleh banyak sisi pemahamannya ;
dan Kedua, anak memperoleh banyak cara berpikir, atau alat-alat adaptasi
intelektual.
Singkatnya, kebudayaan telah mengajari anak tentang apa yang telah
dipikirkan dan bagaimana cara berpikir. Lev Vygotsky meyakini bahwa
perkembangan kognitif menghasilkan proses sosio instruksional, yang karenanya
anak saling bertukar pengalaman dalam memecahkan masalah dengan orang lain,
seperti orang tua, guru, saudara dan teman sebaya. Perkembangan merupakan
proses internalisasi terhadap kebudayaan yang membentuk pengetahuan dan alat
adaptasi, yang wahana utamanya melalui bahasa atau komunikasi verbal.

2. PENDEKATAN BELAJAR ATAU LINGKUNGAN


Teori-teori belajar atau lingkungan berakar dari asumsi bahwa tingkah laku
anak diperoleh melalui pengkondisian (conditioning) dan prinsip-prinsip belajar. Di sini
dibedakan antara tingkah laku yang dipelajari dengan yang temporer (tidak dapat
diamati atau hanya berdasarkan proses biologis). Dalam hal ini B.F. Skinner
membedakan “respondent behavior”dengan “operant behavior”.
a. Respondent Behavior, merupakan respons yang didasarkan kepada reflex yang
dikontrol oleh stimulus. Respons ini terjadi ketika ada stimulus dan tidak terjadi
apabila stimulus itu tidak ada. Dalam kehidupan manusia, tingkah laku responden
terjadi selama masa anak yang termasuk di dalamnya refleks, seperti : mengisap
dan menggenggam. Anak-anak dan juga orang dewasa biasa menampilkan tingkah
laku responden, yaitu dalam bentuk (1) respons fisiologis (seperti bersin); dan (2)
respons emosional (seperti sedih dan marah).
b. Operant Behavior, yaitu tingkah laku suka rela yang dikontrol oleh dampak atau
konsekuennya. Pada umumnya dampak tingkah laku yang menyenangkan
cenderung akan diulang kembali, sedangkan yang tidak menyenangkan cenderung
ditinggalkan atau tidak diulang kembali.
Ada empat tipe cara pengkondisian dalam kegiatan belajar.
a. Habituasi, yaitu bentuk belajar sederhana yang melibatkan tingkah laku
resonden dan terjadi ketika respons refleks menghilang karena diperolehnya
stimulus yang sama secara berulang. Contohnya jika kita bertepuk tangan di
dekat anak (bayi), maka dia akan memperlihatkan respons kekagetannya/
keterkejutannya dengan membalikkan seluruh badannya atau menoleh.
Apabila bertepuk tangan diulang-ulang dengan frekuensi yang relatif sama
(seperti 15 detik sekali) maka respons kekagetannya akan menghilang.
b. Respondent Conditioning (Classical), merupakan salah satu bentuk belajar
yang netral, melibatkan refleks dimana stimulus memperoleh kekuatan untuk
mendapatkan respons relektif (respons tak bersyarat) sebagai hasil asosiasi
dengan stimulus tak bersyarat. Stimulus netral kemudian menjadi stimulus
bersyarat.
c. Operant Conditioning, bentuk belajar dimana tingkah laku operan berubah
karena dipengaruhi oleh dampak tingkah laku tersebut. Dampak yang
membuat suatu respons terjadi kembali disebut “reinforcer”. Contoh: (a)
seorang anak meminjamkan boneka kepada temannya, karena dengan
melakukan perbuatan tersebut anak itu sering mendapatkan pinjaman serupa
dari anak menangis di Toko Swalayan, karena kebiasaan menangisnya itu
menyebabkan ibunya membelikan boneka atau permen.
d. Discriminating Learning, tipe belajar yang sangat erat dengan “operant
conditioning”. Kadang-kadang tingkah laku yang sama dari anak yang sama
menghasilkan dampak yang berbeda, bergantung pada keadaan; contohnya,
kegiatan agresif (menyerang) mungkin akan mendapat pujian pada saat
bermain sepak bola, tetapi akan mendapat hukuman apabila dilakukan di ruang
kelas.
Teori lain dari pendekatan ini adalah model belajar sosial. Model ini sangat
dipengaruhi oleh pemikiran Albert Bandura yang lebih mengajukan peranan faktor-
faktor kognitif (anak) berubah sebagai hasil dari pandangannya terhadap tingkah laku
seorang model (seperti orang tua, guru, saudara, teman, pahlawan dan bintang film).
Hal yang sangat penting dari “modeling” adalah mencontoh tingkah laku yang
diobservasi atau mengabstraksinya dalam bentuk yang umum.
Bandura meyakini bahwa belajar melalui observasi (observasional Learning)
atau “modeling” itu melibatkan empat proses, yaitu sebagai berikut.
a. Attentional, yaitu proses dimana observer atau anak menaruh perhatian terhadap
tingkah laku atau penampilan model (orang yang diimitasi)
b. Retention, yaitu proses yang merujuk kepada upaya anak untuk memasukkan
informasi tentang model, seperti karakteristik penampilan fisiknya, mental, dan
tingkah lakunya ke dalam memori.
c. Production, yaitu proses mengontrol tentang bagaimana anak dapat
mereproduksi respons atau tingkah laku model. Kemampuan mereproduksi ini
bisa berbentuk ketrampilan fisik atau kemampuan mengidentifikasi tingkah laku
model.
d. Motivational, yaitu proses pemilihan tingkah laku model yang diimitasi oleh
anak. Dalam proses ini terdapat faktor terpenting yang mempengaruhinya, yaitu
“reinforcement” atau “punishment”, apakah terhadap model atau langsung kepada
anak.
3. PENDEKATAN IMAM AL GHAZALI
Al-Ghazali berpendapat bahwa anak dilahirkan dengan membawa fitrah yang
seimbang dan sehat. Kedua orangtuanyalah yang memberikan agama kepada mereka.
Demikian pula anak dapat terpengaruh oleh sifat-sifat yang buruk. Ia mempelajari sifat-
sifat yang buruk dari lingkungan yang dihidupinya, dari corak hidup yang memberikan
peranan kepadanya dan dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukannya. Ketika dilahirkan,
keadaan tubuh anak belum sempurna. Kekurangan ini diatasinya dengan latihan dan
pendidikan yang ditunjang dengan makanan. Demikian pula halnya dengan tabiat yang
difitrahkan kepada anak, yang merupakan kebajikan yang diberikan Al-Khalik
kepadanya. Tabiat ini dalam keadaan berkekurangan (dalam keadaan belum
berkembang dengan sempurna). Dan mungkin dapat disempurnakan serta diperindah
dengan pendidikan yang baik, yang oleh Al-Ghazali dipandang sebagai salah satu
proses yang penting dan tidak mudah.
Al-Ghazali mengatakan bahwa penyembuhan badan memerlukan seorang
dokter yang tahu tentang tabiat badan serta macam-macam penyakitnya dan tentang
cara-cara penyembuhannya. Demikian pula halnya dengan penyembuhan jiwa dan
pendidikan akhlak. Keduanya membutuhkan pendidik yang tahu tentang tabiat dan
kekurangan jiwa manusia serta tentang cara memperbaiki dan mendidiknya.
Kebodohan dokter akan merusak kesehatan orang sakit. Begitu pun kebodohan guru
dan pendidik akan merusak akhlak muridnya. Sesungguhnya setiap penyakit
mempunyai obat dan cara penyembuhannya. Al-Ghazali berkata :
“…. Demikianlah guru yang diikuti, yang mengobati jiwa murid-muridnya dan hati orang-
orang yang diberi petunjuk, hendaknya tidak membebani mereka dengan berbagai
latihan dan tugas dalam bidang khusus dengan beban metode yang khusus pula sebelum
ia mengetahui akhlak serta penyakit mereka. Apabila dokter mengobati seluruh pasien
dengan obat yang sama, maka ia akan membunuh banyak manusia. Demikian pula
halnya dengan guru. Apabila ia mengarahkan seluruh murid kepada satu macam pola
yang sama, niscaya ia akan menghancurkan mereka dengan mematikan hati mereka.
Oleh karena itu, hendaknya guru memperhatikan penyakit, keadaan, usia dan tabiat
serta motivasi peserta didiknya. Atas dasar itulah hendaknya ia memprogram
pendidikannya”.
Dalam upaya mengembangkan akhlakul karimah (akhlak mulia) anak, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Menjauhkan anak dari pergaulan yang tidak baik
b. Membiasakan anak untuk bersopan santun
c. Memberikan pujian kepada anak yang melakukan amal shaleh, misalnya berbuat
sopan dan mencela anak yang melakukan kezaliman/kelaliman
d. Membiasakannya mengenakan pakaian yang putih (bagus), bersih dan rapi
e. Mencegah anak untuk tidur di siang hari
f. Menganjurkan mereka untuk berolah raga
g. Menanamkannya sikap sederhana
h. Mengizinkannya bermain setelah belajar

C. KARAKTERISTIK FASE PERKEMBANGAN PADA PRASEKOLAH ( USIA


TAMAN KANAK – KANAK )

1. FASE PRA SEKOLAH


a. PERKEMBANGAN FISIK
Perkembangan fisik anak ditandai juga dengan berkembangnya kemampuan atau
keterampilan motorik, baik yang kasar maupun yang lembut. Kemampuan
motorik tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut.

USIA KEMAMPUAN MOTORIK KEMAMPUAN MOTORIK


KASAR LEMBUT / HALUS
3 – 4 tahun 1. Naik dan turun tangga 1. Menggunakan krayon
2. Meloncat dengan dua kaki 2. Menggunakan benda / alat
3. Melempar bola 3. Meniru bentuk ( meniru gerakan
orang lain )
4 – 6 tahun
1. Meloncat 1. Menggunakan pensil
2. Mengendarai sepeda anak 2. Menggambar
3. Menangkap bola 3. Memotong dengan gunting
4. Bermain olahraga 4. Menulis huruf cetak
b. PERKEMBANGAN INTELEKTUAL
Secara ringkas perkembangan intelektual masa prasekolah ini dapat dilihat pada
tabel berikut.

PERIODE DESKRIPSI
Praoperasional 1. Mampu berpikir dengan menggunakan simbol (symbolic
function).
2. Berpikirnya masih dibatasi oleh persepsinya. Mereka meyakini
apa yang dilihatnya, dan hanya terfokus kepada satu atribut /
dimensi terhadap satu objek dalam waktu yang sama. cara
berpikir mereka bersifat memusat
( centering ).
3. Berpikirnya masih kaku tidak fleksibel. Cara berpikirnya
berfokus kepada keadaan awal atau akhir dari suatu transformasi,
bukan kepada transformasi itu sendiri yang mengantarai keadaan
tersebut. Contohnya: Anak mungkin memahami bahwa dia lebih
tua dari adiknya, tetapi mungkin tidak memahaminya, bahwa
adiknya lebih muda dari dirinya.
4. Anak sudah mulai mengerti dasar – dasar mengelompokkan
sesuatu atau dasar satu dimensi, seperti atas kesamaan warna,
bentuk dan ukuran.

c. PERKEMBANGAN EMOSIONAL
Beberapa jenis emosi yang berkembang pada masa anak, yaitu sebagai berikut.
1. Takut, yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap membahayakan.
Rasa takut terhadap sesuatu berlangsung melalui tahapan:
a) mula – mula tidak takut, karena anak belum sanggup melihat kemungkinan
bahaya yang terdapat dalam objek,
b) timbul rasa takut setelah mengenal adanya bahaya, dan
c) rasa takut bisa hilang kembali setelah mengetahui cara – cara menghindar dari
bahaya.
2. Cemas, yaitu perasaan takut yang bersifat khayalan, yang tidak ada objeknya.
kecemasan ini muncul mungkin dari situasi – situasi yang dikhayalkan,
berdasarkan pengalaman yang diperoleh, baik perlakuan orangtua, buku – buku
bacaan/komik, radio, atau film. Contoh perasaan cemas: anak berda di dalam
kamar yang gelap, takut hantu dan sebagainya.
3. Marah, merupakan perasaan tidak senang, atau benci baik terhadap orang lain,
diri sendiri, atau objek tertentu, yang diwujudkan dalam bentuk verbal ( kata –
kata kasar / makian / sumpah serapah ), atau nonverbal ( seperti mencubit,
memukul, menampar, menendang, dan merusak ). Perasaan marah ini merupakan
reaksi terhadap situasi frustasi yang dialaminya, yaitu perasaan kecewa atau
perasaan tidak senang karena adanya hambatan terhadap pemenuhan
keinginannya. Pada masa ini rasa marah sering terjadi karena:
1) banyak stimulus yang menimbulkan rasa marah, dan
2) banyak anak yang menemukan bahwa marah merupakan cara yang baik untuk
mendapatkan perhatian atau memuaskan keinginannya. Berbagai stimulus yang
menimbulkan perasaan marah, di antaranya: rintangan atas kebutuhan jasmaniah,
gangguan terhadap gerakan – gerakan anak yang ingin dilakukannya, rintangan
terhadap kegiatan yang sedang berlangsung, rintangan terhadap keinginan –
keinginannya, atau kejengkelan – kejengkelan yang menumpuk. Sumber perasaan
marah bisa berasal dari diri sendiri (seperti, ketidakmampuan dan
kelemahan/kecacatan diri), atau orang lain (orangtua, saudara, guru dan teman
sebaya).
4. Cemburu, yaitu perasaan tidak senang terhadap orang lain yang dipandang telah
merebut kasih saying dari seseorang yang telah mencurahkan kasih saying
kepadanya. Sumber yang menimbulkan rasa cemburu selalu bersifat situasi sosial,
hubungan dengan orang lain. Seperti kakak cemburu kepada adiknya, karena dia
telah merebut kasih saying dari orangtuanya. Perasaan cemburu ini diikuti dengan
ketegangan, yang biasanya dapat diredakan dengan reaksi – reaksi:
1) agresif atau permusuhan terhadap saingan;
2) regresif, yaitu perilaku kekanak – kanakan, seperti ngompol, atau mengisap
jempol;
3) sikap tidak peduli; dan
4) menjauhkan diri dari saingan.
5. kegembiraan, kesenangan, kenikmatan, yaitu perasaan yang positif, nyaman,
karena terpenuhi keinginannya. Kondisi yang melahirkan perasaan gembira pada
anak, diantaranya terpenuhi kebutuhan jasmaniah ( makan dan minum ), keadaan
jasmaniah yang sehat, diperolehnya kasih sayang, ada kesempatan untuk bergerak
( bermain secara leluasa ), dan memiliki mainan yang disenanginya.
6. Kasih sayang, yaitu perasaan senang untuk memberikan perhatian, atau
perlindungan terhadap orang lain, hewan atau benda. Perasaan ini berkembang
berdasarkan pengalamannya yang menyenangkan dalam berhubungan dengan
orang lain (orangtua, saudara, dan teman), hewan (seperti, kucing dan burung),
atau benda (seperti mainan). Kasih sayang anak kepada orangtua atau saudaranya,
amat dipengaruhi oleh iklim emosional dalam keluarganya. Apabila orangtua dan
saudaranya menaruh kasih sayang kepada anak, maka dia pun akan menaruh
kasih sayang kepada mereka.
7. Phobi, yaitu perasaan takut terhadap objek yang tidak patut ditakutinya ( takut
yang abnormal ), seperti takut ulat, takut kecoa, dan takut air. Perasaan ini
muncul akibat perlakuan orangtua yang suka menakut – nakuti anak, sebagai cara
orangtua untuk menghukum, atau menghentikan perilaku anak yang tidak
disenanginya.
8. Ingin tahu ( curiosity ), yaitu perasaan ingin mengenal, mengetahui segala sesuatu
atau objek – objek, baik yang bersifat fisik maupun nonfisik. Perasaan ini ditandai
dengan pertanyaan – pertanyaan yang diajukan anak. Seperti anak bertanya
tentang dari mana dia berasal, siapa Tuhan, dan di mana Tuhan berada. Masa
bertanya ( masa haus nama ) ini dimulai pada usia 3 tahun dan mencapai
puncknya pada usia sekitar 6 tahun.

d. PERKEMBANGAN BAHASA
Perkembangan bahasa anak usia prasekolah, dapat diklasifikasikan ke dalam dua tahap
( sebagai kelanjutan dari dua tahap sebelumnya ) yaitu sebagai berikut.
1. Masa ketiga ( 2,0 – 6,0 ) yang bercirikan
a) Anak sudah mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang sempurna.
b) Anak sudah mampu memahami tentang perbandingan, misalnya burung pipit lebih
kecil dari burung perkutut, anjing lebih besar dari kucing.
c) Anak banyak menanyakan nama dan tempat: apa, di mana dan dari mana.
d) Anak sudah banyak menggunakan kata – kata yang berawalan dan yang berakhiran.
2. Masa keempat ( 2,6 – 6,0 ) yang bercirikan
a) Anak sudah dapat menggunakan kalimat majemuk beserta anak kalimatnya.
b) Tingkat berpikir anak sudah lebih maju, anak banyak menanyakan soal waktu –
sebab akibat melalui pertanyaan – pertanyaan: kapan, ke mana, mengapa, dan
bagaimana.

e. PERKEMBANGAN SOSIAL
Tanda – tanda perkembangan sosial pada tahap ini adalah:
1) Anak mulai mengetahui aturan – aturan, baik dilingkungan keluarga maupun
dalam lingkungan bermain.
2) Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada peraturan.
3) Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain.
4) Anak mulai dapat bermain bersama anak – anak lain, atau teman sebaya (neer
group).
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh sosiopsikologis keluarganya.
Apabila di lingkungan keluarga tecipta suasana yang harmonis, saling
memperhatikan, saling membantu ( bekerja sama ) dalam menyelesaikan tugas –
tugas keluarga atau anggota keluarga, terjalin komunikasi antar anggota keluarga,
dan konsisten dalam melaksanakan aturan, maka anak akan memiliki kemampuan,
atau penyesuaian sosial dalam berhubungan dengan orang lain.
Kematangan penyesuaian sosial anak akan sangat terbantu, apabila anak dimasukkan ke
Taman Kanak – Kanak. TK sebagai “ jembatan bergaul “ merupakan tempat yang
memberikan peluang kepada anak untuk belajar memperluas pergaulan sosialnya,
dan menaati peraturan ( kedisiplinan ).

f. PERKEMBANGAN BERMAIN
Usia anak pra sekolah dapat dikatakan sebagai masa bermain, karena setiap waktunya
diisi dengan kegiatan bermain. Yang dimaksud dengan kegiatan bermain disini adalah
suatu kegiatan yang dilakukan dengan kebebasan batin untuk memperoleh kesenangan.
Terdapat beberapa macam permainan anak (Abu Ahmadi, 1977), yaitu sebagai berikut.
1) Permainan Fungsi (permainan gerak), seperti meloncat-loncat, naik dan turun
tangga, berlari-larian, bermain tali dan bermain bola.
2) Permainan Fiksi , seperti menjadikan kursi sebagai kuda, main sekolah-
sekolahan, dagang-dagangan, perang-perangan dan masak-masakan.
3) Permainan Reseptif atau Apresiatif, seperti mendengarkan cerita atau dongeng,
melihat gambar dan melihat orang melukis.
4) Permainan Membentuk (konstruksi), seperti membuat kue dari tanah liat,
membuat gunung pasir, membuat kapal-kapalan dari kertas, membuat gerobak dari
kulit jeruk, membentuk bangunan rumah-rumahan dai potongan-potongan kayu
(plastik) dan membuat senjata dari pelepah daun pisang.
5) Permainan Prestasi, seperti sepak bola, bola voli, tenis meja dan bola basket.
Secara psikologis dan pedagogis, bermain mempunyai nilai-nilai yang sangat berharga
bagi anak, di antaranya :
a. Anak memperoleh perasaan senang, puas, bangga atau berkatarsis (peredaan
ketegangan),
b. Anak dapat mengembangkan sikap percaya diri, tanggung jawab dan kooperatif
(mau bekerja sama)
c. Anak dapat mengembangkan daya fantasia tau kreativitas (terutama permainan
fiksi dan konstruksi).
d. Anak dapatmengenal aturan atau norma yang berlaku dalam kelompok serta
belajar untuk menaatinya,
e. Anak dapat memahami bahwa baik dirinya maupun orang lain, sama-sama
mempunyai kelebihan dan kekurangan,
f. Anak dapat mengembangkan sikap sportif, tenggang rasa atau toleran terhadap
orang lain.

g. PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Aspek-aspek perkembangan kepribadian anak itu meliputi hal-hal berikut.
1) Dependency & Self-Image
Konsep anak pra sekolah tentang dirinya sulit dipahami dan dianalisis, karena
ketrampilan bahasanya belum jelas dan pandangannya terhadap orang lain masih
egosentris. Mereka memiliki sistempandanga dan persepsi yang kompleks, tapi
belum dapat menyatakan. Perkembangan sikap “Independensi” dan kepercayaan diri
(self confidence) anak amat terkait dengan cara perlakuan orang tuanya. Sebagai
orang tua, mereka memberikan perlindungan kepada anak dari sesuatu yang
membahayakan dan dari kefrustasian. Gaya perlakuan orang tua kepada anak,
ternyata sangat beragam, ada yang terlalu memanjakan, bersikap keras, penerimaan
dan kasih sayang, dan acuh tak acuh (permisif). Masing-masing perlakukan itu
cenderung memberikan dampak yang beragam bagi kepribadian anak.
Anak yang biasa dihukum karena pelanggaran biasa dengan tidak memberikan
kasih sayang atau perhatian kepadanya, maka anak tersebut cenderung lebih
dependen daripada anak yang diikuti keinginannya dengan pengasuhan atau
perhatian yang cukup dari orangtuanya dirumah, maka ia akan menuntut perhatian
dari guru pada saat dia sudah masuk TK.
Namun apabila perlindungan orang tua itu terlalu berlebihan (terlalu
memanjakan) maka anak cenderung kurang bertanggung jawab dan kurang mandiri
(senantiasa meminta bantuan kepada orang lain). Salah satu penelitian Braumbrind
(Ambron, 1981) menemukan bahwa anak yang orang tuanya memberikan
pengasuhan atau perawatan yang penuh kehangatan dan pemahaman serta
memberikan arahan atau tuntunan (pemberian tugas sesuai dengan umurnya), maka
anak akan memiliki rasa percaya diri (self-confidence), bersikap ramah, mempunyai
tujuan yang jelas dan mampu mengontrol (mengendalikan) diri. Sementara anak
yang di kembangkan dalam keluarga yang memperturutkan semua keinginan anak
dan bersikap persimif, cenderung mengembangkan pribadi anak yang kurang
memiliki arah hidup yang jelas dan kurang percaya diri.
2) Initiative vs Guilt
Erik erikson mengemukakan suatu teori bahwa anak prasekolah mengalami
suatu krisis perkembangan, karena mereka menjadi kurang dependen dan mengalami
konfliks antara “Initiative dan Guilt”. Anak berkembang, baik secara fisik maupun
kemampuan intelektual serta berkembangnya rasa percaya diri untuk melakukan
sesuatu. Mereka menjadi lebih mampu mengontrol lingkungan fisik sebagaimana ia
mampu mengotrol tubuhnya. Anak mulai memahami bahwa orang lain memiliki
perbedaan dengan dirinya, baik menyangkut persepsi maupun motivasi (keinginan)
dan mereka menyenangi kemampuan dirinya untuk melakukan sesuatu.
Perkembangan ini semua mendorong lahirnya apa yang disebut Erikson
dengan initiative (inisiatif). Pada tahap ini, anak sudah siap dan berkeinginan untuk
belajar dan bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuannya. Yang
berbahaya pada tahap ini, adalah tidak tersalurkannya energi yang mendorong anak
untuk aktif (dalam rangka memenuhi keinginannya), karena mengalami hambatan
atau kegagalan, sehingga anak mengalami guilt (rasa bersalah). Perasaan bersalah ini
berdampak kurang baik bagi perkembangan kepribadian anak, dia bisa menjadi
nakal atau pendiam (kurang bergairah).
Faktor eksternal yang mungkin menghambat perkembangan inisiatif anak,
diantaranya :
1) tuntutan kepada anak di luar kemampuannya,
2) sikap keras orang tua/guru dalam memperlakukan anak,
3) terlalu banyak larangan dan
4) anak kurang mendapat dorongan atau peluang untuk berani mengungkapkan
perasaannya, pendapatnya atau keinginannya.

h. PERKEMBANGAN MORAL
Pada masa ini, anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap
kelompok sosialnya (orang tua, saudara dan teman sebaya). Melalui pengalaman
berinteraksi dengan orang lain (orang tua, saudara dan teman sebaya) anak belajar
memahami tentang kegiatan atau perilaku mana yang baik/boleh/diterima/disetujui atau
buruk/tidak boleh/ditolak/tidak disetujui. Berdasarkan pemahamannya itu, maka pada
masa ini anak harus dilatih atau dibiasakan mengenai bagaimana ia harus bertingkah
laku (seperti, mencuci tangan sebelum makan, menggosok gigi sebelum tidur dan
membaca basmalah sebelum makan).
Pada saat mengenalkan konsep-konsep baik-buruk, benar-salah, atau
menanamkan disiplin pada anak, orang tua atau guru hendaknya memberikan
penjelasan tentang alasannya. Seperti (1) mengapa menggosok gigi sebelum tidur itu
baik, (2) mengapa sebelum makan harus memcuci tangan; atau (3) mengapa tidak boleh
membuang sampah sembarangan. Penanaman disiplin dengan disertai alasannya ini,
diharapkan akan mengembangkan self-control atau self-discipline(kemampuan
mengendalikan diri, atau mendisplinkan diri berdasarkan kesadaran sendiri) pada anak.
Apabila penanaman disiplin ini tidak diiringi penjelasan tentang alasannya, atau bersifat
doktriner, biasanya akan melahirkan sikap disiplin buta, apalagi jika disertai dengan
perlakuan yang kasar.
Pada usia pra sekolah berkembang kesadaran sosial anak, yang meliputi sikap
empati, “generosity” (murah hati) atau sikap “altruism” yaitu kepedulian terhadap
kesejahteraan orang lain. Sikap ini merupakan lawan dari egosentris atau
“selfishness” (mementingkan diri sendiri).
Hasil pengamatan terhadap anak usia pra sekolah, membuktikan bahwa
mereka tidak hanya menyadari bahwa orang lain memiliki perasaan, tetapi juga
mereka aktif mencoba untuk memahami perasaan-perasaan orang laintersebut.
Contohnya, ada seorang anak berusia 2,5 tahun memberikan boneka terhadap anak
lain yang sedang menangis. Ini menunjukan pemahaman anak, tidak hanya berkaitan
dengan kasih sayang dan pemeliharaan yang mereka terima, tetapi juga berkaitan
dengan pola atau gaya kedisiplinan orang tuanya (Ambron, 1981 : 340-341).
Dalam rangka membimbing perkembangan moral anak pra sekolah ini,
sebaiknya orang tua atau guru-guru TK, melakukan upaya-upaya berikut.
1) Memberikan contoh atau teladan yang baik, dalam berperilaku atau bertutur
kata.
2) Menanakan kedisiplinan kepada anak, dalam berbagai aspek kehidupan,
seperti memelihara kebersihan atau kesehatan dan tata krama atau berbudi
pekerti luhur.
3) Mengembangkan wawasan tentang nilai-nilai moral kepada anak, baik melalui
pemberian informasi atau melalui cerita seperti tentang : riwayat orang-orang
yang baik (para nabi dan pahlawan) dunia bintang yang mengisahkan tentang
nilai kejujuran, kedermawanan, kesetiakawanan atau kerajinan.

i. PERKEMBANGAN KESADARAN BERAGAMA


Kesadaran beragama pada usia ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut.
1) Sikap keagamaannya bersifat reseptif (menerima) meskipun banyak bertanya.
2) Pandangan ketuhanannya bersifat anthropormorph(dipersonifikasikan).
3) Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam) meskipun
mereka telah melakukan atau berpartisipasi dalam berbagai kegiatan ritual.
4) Hal ketuhanan dipahamkan secara ideosyncritic (menurut khayalan pribadinya)
sesuai dengan taraf berpikirnya yang masih bersifat egosentrik (memandang
segala sesuatu dari sudut dirinya)(Abin Syamsuddin Makmun, 1996)
Pengetahuan anak tentang agama terus berkembang berkat :
(1) mendengarkan ucapan-ucapan orang tua,
(2) melihat sikap perilaku orang tua dalam mengamalkan ibadah; dan
(3) pengalaman dan meniru ucapan atau perbuatan orang tuanya.
j. PERKEMBANGAN MOTORIK
Seiring dengan perkembangan fisiknya yang beranjak matang, maka
perkembangan motorik anak sudah dapat terkoordinasi dengan baik. Setiap
gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan atau minatnya. Pada masa ini ditandai
dengan kelebihan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini
merupakan masa ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan mtorik ini,
seperti menulis, menggambar, melukis, mengetik (komputer), berenang, main bola
dan atletik.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Seorang ahli psikologi, Elizabeth B. Hurlock mengatakan bahwa kurun usia pra
sekolah disebut sebagai masa keemasan (the golden age). Karenanya di usia ini anak
mengalami banyak perubahan baik fisik dan mental, dengan berbagai karakteristik.
Ada dua teori atau pendekatan mengenai perkembangan, yaitu pendekatan-
pendekatan perkembangan kognitif, dan belajar atau lingkungan. Dikemukakan juga
pendekatan dari Imam Al-Ghazali.
Dalam upaya mendidik atau membimbing anak agar mereka dapat
mengembangkan potensi dirinya seoptimal mungkin maka bagi para pendidik, orangtua,
atau siapa saja yang berkepentingan dalam pendidikan anak, perlu dianjurkan untuk
memahami perkembangan anak
Ada 9 karakteristik fase pra sekolah anak:
1. Perkembangan Fisik
2. Perkembangan Intelektual
3. Perkembangan Emosional
4. Perkembangan Bahasa
5. Perkembangan Sosial
6. Perkembangan Bermain
7. Perkembangan Kepribadian
8. Perkembangan Moral
9. Perkembangan Kesadaran Beragama
DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati Eti. 2011. Psikologi Pendidikan Inovatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.


Yusuf Syamsu. 2004. Psikologi Perkembangan Anak. Bandung : PT REMAJA ROSDA
KARYA.
TUGAS

KEPERAWATAN ANAK

MAKALAH KARAKTERISTIK TAHAP


PERKEMBANGAN ANAK USIA PRA SEKOLAH

OLEH
NAMA : SITI KHADIJAH
NIM : 1505MKB249

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAMZAR


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
LOMBOK TIMUR
2017

Anda mungkin juga menyukai