Anda di halaman 1dari 49

1

Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas
rahmat dan hidayahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Sholawat teriring salam
semoga tetap tercurahkan kepada Nabi kita yakni Nabi
Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Sebagai teladan bagi
setiap manusia dari zaman sahabat, tabi’in, hingga sampai
kepada kita selaku umatnya.

Kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang


telah berperan membantu dalam pembuatan makalah ini,
terutama kepada Ibu Dr. Hj. Lilis Satriah, M.Pd. serta Ibu Novi
Hidayati Afsari, S. Kom. I., M. Ag. selaku dosen pengampu
matakuliah Kapita Selekta, yang telah memberikan arahan dan
pengajaran yang bermanfaat untuk menyelesaikan Ebook ini.

Kami berharap, Ebook ini dapat diterima dengan baik


dan dapat menambah ilmu pengetahuan serta wawasan bagi
para pembaca. Kami menyadari bahwa Ebook ini masih jauh
dari kata sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan Ebook yang kami buat
dan menjadi perubahan kearah yang lebih baik bagi kami
kedepannya dan umumnya untuk kita semua.

Bandung, 10 Juli 2021

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar .......................................................................... i


Daftar Isi ..................................................................................... ii
Pendahuluan .............................................................................iv
Perkembangan Masa Anak-anak Awal .................................... 1
A. Perkembangan Kognitif.................................................. 2
B. Perkembangan Persepsi................................................ 3
C. Perkembangan Memori.................................................. 5
D. Perkembangan Atensi.................................................... 7
E. Perkembangan Metakognitif .......................................... 8
F. Perkembangan Psikososial ......................................... 10
G. Perkembangan Hubungan Dengan Orang Tua .......... 18
H. Perkembangan Agama ................................................ 18
PARENTING ........................................................................... 21
A. Pengertian Parenting ................................................... 22
B. Tujuan Parenting .......................................................... 23
C. Dimensi Dalam Parenting ............................................ 23
D. Model Parenting ........................................................... 24
E. Parenting Islami ........................................................... 26
F. Cara Orang Tua Mendidik Anak Pada Masa Awal
dalam Islam ......................................................................... 28
BAHASA DAN KOMUNIKASI ANAK PADA MASA AWAL .... 29
A. Faktor-Faktor Pendukung Perkembangan Berbahasa
Anak ..................................................................................... 31

ii
B. Cara Komunikasi Dalam Parenting ............................. 33
KATA “JANGAN” DALAM PARENTING ................................. 36
A. Kata “Jangan”............................................................... 37
B. Pendekatan Behaviouristik .......................................... 37
C. Pandangan Islam Mengenai Kata “Jangan” Dalam
Parenting ............................................................................. 39
D. Urgensi Larangan Dalam Parenting ............................ 40
Daftar Pustaka ........................................................................ 42

iii
Pendahuluan
Pandemi Covid 19 ini membawa pengaruh baik bagi
dunia psikologi. Bidang psikologi ini mendadak menjadi
perhatian khusus bagi masyarakat yang sebelumnya
cenderung acuh mengenai isu-isu psikologi. Walaupun
sebenarnya psikologi ini bukanlah sesuatu yang baru.

Minat terhadap perkembangan psikologi ini mencakup


berbagai usia di masyarakat, mulai dari remaja, dewasa, hingga
orang tua. Dengan banyaknya minat tersebut, menjadikan
kesadaran akan kesehatan mental bagi setiap individupun
menjadi meninggkat, termasuk pada anak-anak.

Kesehatan fisik serta mental dari seorang anak


dipengaruhi oleh orangtuanya. Dan saat ini kesadaran orangtua
dalam membimbing kesehatan mental anaknya pun mulai
meningkat yang dibentuk melalui pola asuh (pareting).

Informasi seputar pola asuh (pareting) ini kini bisa


diakses dengan mudahnya diberbagi media, mulai dari media
cetak ataupun media elektronik. Dan dengan mudanya juga ita
dapat mengakses informasi mengenai pola asuh (pareting) ini
di internet.

Namun dalam kemudahan mengakses informasi


tersebut, malah menjadikan kesalahpahaman pada beberapa
orangtua terhadap suatu sistem pola asuh (pareting) tersebut.
Diantaranya kesalahpahaman terkait dengan pengunanan kata
“jangan” dalam mendidik anak.

Sehingga menjadikan orangtua tersebut bingung dalam


mendidik anaknya, karena khawatir kelak anaknya akan
menjadi seseorang yang penuh keraguan, tidak merasa bebas,
dan lain-lain.

iv
Pada Ebook ini setidaknya akan membahas yang
berkaitan dengan pola asuh (pareting), terlebih lagi dengan
pengunaan kata “jangan” tersebut dalam pola asuh (pareting)
bagi anak yang ada dalam masa perkembangan awal.

Sehingga pembaca bisa memahami beberapa


perkembangan yang terjadi pada anak dalam masa
perkembangan awal, konsep dasar pola asuh (pareting), serta
mengungkap kata “jangan” dalam pola asuh (pareting) pada
masa perkembangan anak-anak awal.

v
Perkembangan Masa
Anak-anak Awal
A. Perkembangan Kognitif
Kognisi artinya kemampuan berfikir, kemampuan
menggunakan otak. Perkembangan kognisi berarti
perkembangan anak dalam menggunakan kekuatan
berfikirnya. Dalam perkembangan kognitif, anak dalam hal
ini otaknya mulai mengembangkan kemampuan untuk
berfikir, belajar dan mengingat. Dunia kognitif anak pada
usia ini adalah kreatif, bebas, dan fantastis. Imajinasi anak
berkembang sepanjang waktu, dan pemahaman mental
mereka mengenai dunia menjadi lebih baik. 1 Pada masa
perkembangan ini anak sudah dapat meningkatkan
penggunaan bahasa dengan menirukan Bahasa dan
prilaku orang dewasa.
Perkembangan kognitif memberikan batasan kembali
tentang kecerdasan, pengetahuan dan hubungan anak
didik dengan lingkungannya. Sehingga dapat dipahami
bahwa perkembangan kognitif adalah salah satu aspek
perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan
pengetahuan, yaitu semua proses psikologis yang
berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan
memikirkan lingkungannya.2
1. Perkembangan Kognitif Menurut Pieget
Perkembangan kognitif seorang anak terjadi secara
bertahap, lingkungan tidak dapat mempengaruhi
perkembangan pengetahuan anak. Seorang anak
tidak dapat menerima pengetahuan secara
langsung dan tidak bisa langsung menggunakan
pengetahuan tersebut, tetapi pengetahuan akan

1
http://www. Scribt. Com/ doc/Perkembangan Anak Usia Dini 2-6 tahun,
(diakses 7 Juli 2021).
2
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung, Remaja
Rosdakarya, 2014), hal. 96.
2
didapat secara bertahap dengan cara belajar secara
aktif dilingkungan sekolah.3
2. Perkembangan Kognitif Menurut Vygotsky
Sedangkan Vygotsky lebih menekankan pada
konsep sosiokultural, yaitu konteks sosial dan
interaksi dengan orang lain dalam proses belajar
anak. Vygotsky juga yakin suatu pembelajaran tidak
hanya terjadi saat disekolah atau dari guru saja,
tetapi suatu pembelajaran dapat terjadi saat siswa
bekerja menangani tugas-tugas yang belum pernah
dipelajari disekolah namun tugas-tugas itu bisa
dikerjakannya dengan baik, misalnya di masyarakat.

B. Perkembangan Persepsi
Pada masa perkembangan persepsi, seorang anak
dapat melihat objek-objek yang jauh dan hampir sempurna
tetapi disini mengalami kesukaran dalam memfokuskan
penglihatan pada objek-objek yang dekat. (Cratti. 1986)4
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh
pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh
individu melalui alat indra atau bisa disebut proses
sensoris. Namun proses itu tidak berhenti begitu saja,
melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses
selanjutnya disebut proses persepsi. Proses tersebut
mencakup pengindraan setelah informasi diterima oleh alat
indra, informasi tersebut diolah dan diinterpretasikan
menjadi sebuah persepsi yang sempurna.5

3
Muklis, Hirmaningsih, Teori Psikologi Perkembangan, ( Jakarta: Bumi
Aksara 2010), hal. 36.
4
Desmita, Op.Cit, hal. 133.
5
Bimo Walgio, Pengantar Psikologi Umum, Penerbit Andi, Yogyakarta,
2005, hlm. 99
3
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, persepsi
adalah tanggapan, penerimaan langsung dari suatu
serapan, atau merupakan proses seseoarang mengetahui
beberapa hal melalui panca indranya.6
Philip kottler memberikan definisi persepsi sebagai
proses seorang individu memilih, mengorganisasikan dan
menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk
menciptakan gambaran yang memiliki arti.7
Fieldman (1999) menyatakan bahwa persepsi
merupakan sebuah proses konstruktif dimana kita
menerima stimulus dan berusaha untuk memahami situasa
yang bermakna.
Sedangkan menurut kamus lengkap psikologi, persepsi
adalah:
1. Proses mengetahui atau mengenali objek dan
kejadian objektif dengan bantuan indera,
2. Kesadaran dari proses-proses organis,
3. Titchener/ satu kelompok penginderaan dengan
penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman
di masa lalu,
4. Variabel yang menghalangi atau ikut campur
tangan, berasal dari kemampuan organisasi untuk
melakukan pembedaan diantara perangsang-
perangsang,

6
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2001, hlm. 304
7
Philip kottler, manajemen pemasaran, Analisis, Perencanaan,
Implementasi dan Pengandalian, Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta ,1997 ,
hlm. 164
4
5. Kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung
atau keyakinan yang serta merta mengenai
sesuatu.8

Berdasarkan definisi tersebut dapat dilihat bahwa


persepsi di timbulkan oleh adanya rangsangan dari dalam
diri individu maupun dari lingkungan yang diproses di
dalam susunan syaraf dan otak.

C. Perkembangan Memori
Memori merupakan alat dimana kita menggambarkan
pengalaman masa lalu kita, untuk menggunakan informasi
tersebut di masa sekarang. Sebagai sebuah proses,
memori menunjuk pada dinamika mekanisme yang di
asosiasikan dengan pemerolehan dan pemunculan
kembali informasi-informasi pada masa.9
Setiap operasi tersebut mempresentasikan tingkatan
dalam pemrosesan memori, dalam enconding kita
mengubah data sensori ke dalam bentuk mental dalam
storage, kita menyimpan informasi dalam memori dan
retrieval kita mengeluarkan atau menggunakan informasi
yang di simpan dalam memori. 10
Ingatan (memory) ialah kekuatan jiwa untuk menerima,
menyimpan dan mereproduksikan kesan-kesan. Dengan
demikian ingatan itu merupakan kemampuan yang
berkaitan dengan kemampuan untuk menerima atau
memasukkan (learning), menyimpan (retention), dan

8
Chaplin, James P. (2005). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
9
Suryani.2007. Psikologi Kognitif, Surabaya: Dakwah Digital Presss. Hlm.
41.
10
Ibid, hlm.41.
5
menimbulkan kembali (remembering) halhal yang telah
lampau (Woodworth dan Marquis). 11
Mengukur memori anak-anak jauh lebih muda, karena
anak-anak telah memberikan reaksi secara verbal.
Komponen penting yaitu:
1. Memori jangka pendek Individu dapat menyimpan
informasi selama 15 hingga 30 detik, dengan asumsi
tidak ada latihan atau pengulangan. Memori jangka
pendek (short-term memory) ini sering diukur dalam
rentang memori (memory span) yaitu jumlah item
yang dapat diulang kembali dengan tepat sesudah
satu penyajian tunggal . materi yang dipakai
merupakan rangkaian urutan yang tidak
berhubungan satu sama lain, berupa angka, huruf,
atau simbol. Menurut Matlin (1994) (dalam Desmita
2005:135), dibandingkan dengan anak-anak yang
lebih besar atau orang dewasa, anak yang lebih
kecil mungkin untuk menyimpan materi berupa
visual dalam jangka pendeknya.
2. Memori jangka panjang Menurut studi yang
dilakukan oleh Brown dan Scot (dalam Desmita
2005:136) , terlihat bahwa anak usia empat tahun
mencapai ketepatan 75% dari waktunya dalam
merekognisi gambar-gambar yang telah
diperlihatkan satu minggu sebelumnya, dan anak-
anak juga memiliki memori rekognisi yang baik
sekalipun telah mengalami penundaan untuk jangka
waktu yang lama.

11
Walgito Bimo. 2004. Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi
6
D. Perkembangan Atensi
Perhatian atau disebut juga dengan atensi (Inggris:
attention) merupakan Salah satu dari sekian banyak gejala
psikologis manusia. Dalam hal perhatian, ada beberapa
aktivitas mental yang melibatkan otak dan indera.
Perhatian timbul karena aktivitas seseorang berasal dari
apa yang dilihatnya.
Atensi adalah hasil dari terbatasnya kapasitas sistem
pemrosesan informasi. Gagasan pokok dalam teori
Broadbent adalah bahwa dunia tersusun dari sensasi-
sensasi dalam jumlah yang jauh melebihi jumlah sensasi
yang dapat diolah oleh kemampuan perseptual dan kognitif
seorang manusia. Dengan demikian, agar dapat mengolah
informasi yang sedemikian membanjir, manusia secara
selektif memilih hanya sejumlah isyarat dan mengabaikan
stimuli yang lain. Penelitian terhadap atensi mencakup lima
aspek utama yaitu: kapasitas pemrosesan dan
atensiselektif, tingkat rangsangan, pengendalian atensi,
kesadaran, dan neurosains kognitif. 12
Menurut Parkin (2000), atensi atau perhatian
merupakan sebuah konsep multi-dimensional yang
digunakan untuk menggambarkan perbedaan ciri-ciri dan
cara-caramerespons dalam sistem kognitif. Menurut
Chapkin (2002) atensi adalah konsentrasi terhadap
aktifitas mental. Menurut W. Matlin (1994) menggunakan
istilah atensi untuk merujuk pada konsentrasi terhadap
suatu tugas mental, dimana individua mencoba untuk
meniadakan stimulus lain yang mengganggu. Pada masa

12
Robert L. Solso, Psikologi Kognitif Terjemahan“Cognitive Psychology”
(Jakarta: Erlangga, 2007), 90-91.
7
ini kemampuan anak untuk memusatkan perhatian
berubah secara signifikan.13
Atensi pada anak telah berkembang sejak masa bayi.
Aspek-aspek yang berkembang selama masa bayi ini
memiliki arti yang sangat penting selama tahun-tahun
prasekolah.14

E. Perkembangan Metakognitif
Menurut Margaret W. Matlin (1994), metakognitif adalah
pengetahuan dan kesadaran tentang proses kognisi atau
kesadaran kita tentang pemikiran. Metakognitif merupakan
suatu proses menggugah rasa ingin tahu karena kita
menggunakan proses kognitif untuk merenungkan proses
kognitif kita sendiri. Metakognitif ini memiliki arti yang
sangat penting, karena pengetahuan kita tentang proses
kognitif kita sendiri dapat memacu kita dalam menata
suasana dan menyeleksi strategi untuk meningkatkan
kemampuan kognitif kita di masa mendatang.15
Menurut Suherman et.al. (2001), metakognitif adalah
suatu kata yang berkaitan dengan apa yang diketahui
tentang dirinya sebagai individu yang belajar dan
bagaimana dia mengontrol serta menyesuaikan prilakunya.
Seseorang perlu menyadari kekurangan dan kelebihan
yang dimilikinya. Metakognitif adalah suatu bentuk
kemampuan untuk melihat pada diri sendiri sehingga apa
yang dia lakukan dapat terkontrol secara optimal. 16

13
Desmita, Op.Cit, hal. 136.
14
Ibid, hal. 136.
15
Ibid, hal. 137.
16
Suherman dkk .(2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Jurusan Pendidikan Matematika UPI. Bandung
8
Flavel (Jonassen, 2000) memberikan definisi
metakognitif sebagai kesadaran seseorang tentang
bagaimana ia belajar, kemampuan untuk menilai
kesukaran sesuatu masalah, kemampuan untuk
mengamati tingkat pemahaman dirinya, kemampuan
menggunakan berbagai informasi untuk mencapai tujuan,
dan kemampuan menilai kemajuan belajar sendiri. 17
Jadi metakognitif adalah suatu kesadaran tentang
kognitif kita sendiri, bagaimana kognitif kita bekerja serta
bagaimana mengaturnya. Kemampuan ini sangat penting
terutama untuk keperluan efisiensi penggunaan kognitif
kita dalam menyelesaikan masalah. Secara ringkas
metakognitif dapat diistilahkan sebagai “thinking about
thingking”.
Berdasarkan hal ini, berarti kemampuan metakognitif
telah berkembang sejak masa anak-anak awal dan terus
berlanjut sampai usia sekolah dasar dan seterusnya
mencapai bentuknya yang lebih mapan. Pada usia sekolah
dasar seiring dengan tuntutan kemampuan kognitif yang
harus dikuasai oleh anak/siswa, mereka dituntut pula untuk
dapat menggunakan dan mengatur kognitif mereka.
Metakognitif banyak digunakan dalam situasi
pembelajaran, seperti dalam menyelesaikan soal
pemecahan masalah matematika, membaca buku, serta
dalam melakukan kegiatan drama atau bermain peran.18
Kemampuan metakognitf anak tidak muncul dengan
sendirinya, tetapi memerlukan latihan sehingga menjadi

17
Jonassen, D.(2000). Toward a Design Theory of Problem Solving To
Appear in Educational Technologi : Research and Depelopement. [online]
http://www.coe.missouri.edu/~jonassen/PSPaper%20 final.pdf
18
Abdul, Dindin, and Muiz Lidinillah. 2006. “Perkembangan Metakognitif
Dan Pengaruhnya Pada Kemampuan Belajar Anak.”
9
kebiasaan. Suherman (2001) menyatakan bahwa
perkembangan metakognitif dapat diupayakan melalui cara
dimana anak dituntut untuk mengobservasi tentang apa
yang mereka ketahui dan kerjakan, dan untuk merefleksi
tentang apa yang dia obeservasi. Oleh karena itu, sangat
penting bagi guru atau pendidik (termasuk orang tua) untuk
mengembangkan kemampuan metakognitif baik melalui
pembelajaran ataupuan mengembangkan kebiasaan di
rumah.19

F. Perkembangan Psikososial
Masa anak-anak adalah masa perkembangan
dari usia 2 tahun sampai dengan usia 6 tahun, pada
masa-masa ini perkembangan biologis dan fisik berjalan
dengan sangat cepat dan pesat, akan tetapi secara
sosiologisnya anak-anak masih sangat terikat dengan
lingkungannya terutama dalam cakupan keluarga. Oleh
karena itu, pada masa anak-anak awal ini keluarga
sangat berperan penting dalam mempersiapkan anak
untuk terjun ke lingkungan yang lebih luas, terutama
lingkungan sekolah.
Dan yang menjadi cakupan dalam
perkembangan psikososial pada ana masa awal antara
lain:
1. Perkembangan Emosi
Pada anak-anak masa awal ini adalah
periode ketidakseimbangan, karena anak
dalam keadaan "tidak fokus" karena mudah
terkena ledakan. Terlalu sulit secara
emosional untuk dibimbing dan diarahkan.
Hal ini paling terlihat pada anak-anak berusia

19
Suherman dkk, Op. Cit. hal. 96.
10
2,5 sampai 3,5 tahun dan 5,5 sampai 6,5
tahun, yang umumnya berlaku untuk hampir
seluruh periode anak usia dini masa awal
ini.20
Jadi emosi yang meninggi pada masa
kanak-kanak awal itu ditandai dengan
meledaknya amarah yang kuat, ketakutan
yang hebat dan rasa iri hati yang tinggi. Pada
masa-masa ini anak-anak sulit untuk
dibimbing dan diarahkan, mereka cenderung
akan marah, memberontak dan tersinggung
jika diperingati, hal ini disebabkan anak-anak
keluar dari fokus mereka.
Emosi yang tinggi sebagian besar
disebabkan oleh masalah psikologis. Secara
umum, orang tua mengizinkan anak-anak
mereka untuk melakukan beberapa hal saja,
bahkan jika mereka merasa dapat
melakukan lebih banyak kegiatan atau
permainan. Oleh karena itu, pada akhirnya
anak cenderung menolak dan memberontak
terhadap larangan orang tuanya. Jika anak
Anda tidak dapat melakukan pekerjaan yang
mudah bagi mereka, mereka akan marah.
2. Perkembangan Sosial
Dasar untuk sosialisasi pada anak-anak
diletakkan dengan meningkatnya hubungan
antara anak dengan teman-teman
sebayanya dari tahun ke tahun. Anak tidak
hanya lebih bermain dengan anak-anak lain

20
Elizabeth B. Hurlock, 1996, Psikologi Perkembangan, Edisi V, Jakarta:
Erlangga , hal 114.
11
tetapi juga lebih banyak bicara. Jika anak
menyenangi hubungan dengan orang lain
meskipun hanya kadangkadang saja, maka
sikap terhadap kontak sosial mendatangkan
lebih baik daripada hubungan sosial yang
sering tetapi sifat hubungannya kurang
baik.21
Pernyataan di atas menyatakan bahwa
perkembangan sosialisasi anak masa awal
akan meningkat dari tahun perkembangan
ini menjadi tahun, ditandai dengan
peningkatan kekuatan hubungan dengan
teman sebaya. Pada tahap ini, anak lebih
banyak bermain dan berbicara. Hubungan
manusia dan kontak sosial lebih unggul
daripada hubungan sosial yang buruk.
Di sini kita dapat menyimpulkan bahwa
teman usia yang sebaya memainkan peran
penting dalam perkembangan sosial anak,
karena anak-anak belajar dan memperoleh
informasi tentang dunia anak-anak di luar
keluarga di seluruh kelompok usia yang
sama. Anak pada masa ini mulai mengenal
dunia di luar keluarga yaitu bermain dengan
teman sebaya. Anak-anak juga mulai
membandingkan dengan teman sebayanya.
3. Perkembangan Permainan
Permainan adalah salah satu bentuk
aktivitas sosial yang dominan pada awal
masa anak-anak. Sebab anak-anak lebih

21
Ibid, hal 117.
12
banyak menghabiskan waktunya di luar
rumah bermain dengan teman-temannya
dibanding terlibat dalam aktivitas lain.
Permainan bagi anak-anak adalah suatu
bentuk aktivitas yang menyenangkan yang
dilakukan semata-mata untuk aktivitas itu
sendiri, bukan karena ingin memperoleh
sesuatu yang dihasilkan dari aktivitas
tersebut. Hal ini adalah karena bagi anak-
anak proses melakukan sesuatu lebih
menarik dari pada hasil yang akan
didapatkannya.22
Jadi, permainan lebih mendominasi
kehidupan anak-anak di masa ini, karena
anak-anak banyak menghabiskan waktunya
untuk bermain yang mana bermain adalah
hal yang sangat menyenangkan dan menarik
bagi anak-anak, bermain merupakan
aktivitas yang sangat penting bagi
perkembangan di awal masa anak-anak.
Jika ditarik garis besarnya, maka
permainan memiliki peran yang tidak kalah
penting dalam perkembangan pada awal
masa anak-anak, permainan dapat
berpengaruh terhadap perkembangan
kognitif, perkembangan sosial dan juga
perkembangan emosional pada anak-anak.
Berbagai macam permainan akan melatih
anak-anak dalam segala hal, termasuk

22
Desmita, 2005, Psikologi Perkembangan, Bandung: Rosda Karya, hal 144
13
dalam memecahkan masalah yang dihadapi
anak-anak.
Dalam hal minat bermain, anak-anak
mengikuti pola yang dipengaruhi oleh
pematangan bentuk-bentuk permainan
tertentu dan lingkungan tempat mereka
dibesarkan. Ada banyak variasi pada pola
ini. Misalnya anak yang sangat cerdas lebih
menyukai permainan sandiwara, kegiatan-
kegiatan kreatif dan buku-buku yang dapat
memberikan informasi dari pada yang
bersifat hiburan.23
4. Perkembangan Moral
Perkembangan moral adalah
perkembangan aturan atau konvensi tentang
apa yang harus dilakukan manusia dalam
interaksinya dengan orang lain. Saat lahir,
anak-anak tidak memiliki moral, tetapi di
antara mereka ada sebuah potensi moral
untuk mempersiapkan mereka untuk
pertumbuhan.
Perkembangan moral adalah
perkembangan aturan atau konvensi tentang
apa yang harus dilakukan manusia dalam
interaksinya dengan orang lain. Saat lahir,
anak-anak tidak memiliki moral, tetapi di
antara mereka ada kemungkinan moral
untuk mempersiapkan mereka untuk
pertumbuhan.24

23
Elizabeth B. Hurlock, 1996, Psikologi Perkembangan, Edisi V, Jakarta:
Erlangga , hal 121.
24
Ibid, hal 123
14
Perkembangan moral tidak begitu cepat
pada anak masa awal, karena pemikiran
intelektual anak tidak memahami prinsip baik
dan buruk. Apa yang harus dilakukan dan
apa yang tidak boleh dilakukan. Pada saat
ini, anak-anak tidak tahu kegunaan atau
fungsinya, tidak menilai apakah aturan itu
benar atau salah, dan hanya menjalankan
aturan yang sudah ada.
Adapun beberapa teori mengenai
perkembangan moral pada masa awal anak-
anak:
a. Teori psikonalisa tentang
perkembangan moral
Menurut dari teori psikoanalisa
kepribadian manusia di bagi menjadi
tiga yaitu:
i. Id adalah struktur
kepribadian yang terdiri
atas aspek biologis yang
irasional dan tidak
disadari.
ii. Ego merupakan struktur
kepribadian yang terdiri
atas aspek psikologis
yaitu, sub sistem ego
yang rasional dan
disadari, namun tidak
memiliki moralitas.
iii. Super ego adalah struktur
kepribadian yang terdiri
atas aspek sosial yang

15
berisikansistem nilai dan
moral, yang benar-benar
memperhitungkan “benar”
atau “salahnya” sesuatu.

Menurut pandangan teori


psikoanalisa ini, nak akan mulai
mengalami perkembangan
kepribadian super ego pada usia 5
tahun, dan perkembangan ini secara
khas akan menjadi sempurna. Dan
ketika super ego berkembang maka
suara hati telah terbentuk. Yang
mana hal ini menunjukkan bahwa
pada usia 5 tahun seorang manusia
telah menyelesaikan perkembangan
moralnya.

b. Teori belajar-sosial tentang


perkembangan moral
Teori ini menyatakan bahwa
tingkah laku moral merupakan
respon atas stimulus, proses-proses
penguatan, penghukuman, dan
peniruan digunakan untuk
menjelaskan perilaku moral anak-
anak. Pada intinya seorang anak
akan melakukan perbuatan baik jika
ia diberikan stimulus yang baik
seperti hadiah, dan sebaliknya
seorang anak akan berperilaku yang
tidak bermoral jika ia diberi hukuman.

16
c. Teori kognitif piaget tentang
perkembangan moral
Menurut piaget, perkembangan
moral digambarkan melalui aturan
permainan. Karena itu, hakikat
moralitas adalah kecenderungan
untuk menerima dan menaati sistem
peraturan. Jadi, seorang anak akan
berkembang moralnya melalui
aturan-aturan permainan, karena
pada hakikatnya seorang anak
sangat gemar bermain maka, ia
secara otomatis akan lebih
menghormati ketentuanketentuan
dalam suatu permainan.
d. Teori kohelberg tentang
perkembangan moral
Menurut Kohlberg anak-anak
memang berkembang melalui
interaksi sosial, namun interaksi ini
memiliki corak khusus, dimana faktor
pribadi yaitu aktivitas-aktivitas anak
ikut berperan. Hal penting lain dari
toeri kohlberg adalah orientasinya
yang mengungkapkan moral yang
hanya ada dalam pikiran dan yang
dibedakan dengan tingkah laku moral
dalam arti perbuatan nyata. Semakin
tinggi tahap perkembangan moral
seseorang, maka akan semakin
terlibat moralitas yang lebih mantap

17
dan bertanggung jawab dari
perbuatanperbuatannya.25

G. Perkembangan Hubungan Dengan Orang Tua


Tahun-tahun pra sekolah, hubungan dengan orang
tua atau pengasuhnya merupakan dasar bagi
perkembangan emosional dan sosial anak. sejumlah ahli
mempercayai bahwa kasih sayang orangtua atau
pengasuh selama beberapa tahun pertama kehidupan
merupakan kunci utama perkembangan sosial anak,
meningkatkan kemungkinan anak memiliki kompetensi
secara sosial dan penyesuaian diri yang baik pada tahun-
tahun prasekolah dan sesudahnya.
Salah satu aspek penting dalam hubungan orang
tua dan anak adalah gaya pengasuhan yang diterapkan
oleh orang tua. Studi klasik tentang hubungan orang tua
dan anak dilakukan oleh eh Diana Baumrind,Yang
merekomendasikan kan tiga tipe pengasuhan yang
dikaitkan dengan aspek aspek yang berbeda dalam tingkah
laku sosial anak, yaitu otoritatif, otoriter, dan pesimisif. 26

H. Perkembangan Agama
Menurut Ernest Harm dalam bukunya Development of
Religious on Children, perkembangan agama pada anak
melalui tiga tahapan, yaitu:27

25
Murni, 2017, Perkembangan Fisik, Kognitif, Dan Psikososial Pada Masa
Kanak-Kanak Awal 2-6 Tahun, Aceh: UIN Ar-Raniry, Vol 3. No 1, hal 31-32
26
Desmita, 2017, Psikologi Perkembangan, Bandung: Rosda Karya, hal 144

27
Eneng Muslihah, A. F. (2013). Modul Psikologi Agama. Serang : Banten:
FTK IAIN Sultan Maulana Hasanuddin. Hal 53-54

18
1. The Fairy Tale Stage (tahap dongeng)
Tahap ini dimulai pada anak berusia 3-6 tahun.
Pada tahap ini pemahaman anak tentang konsep
Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan
emosi. Hal ini dikarenakan pemahaman konsep
ketuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan
intelektualnya, yang mana kehidupan masa ini
masih banyak dipengaruhi oleh kehidupan fantasi
hingga dalam menanggapi agama juga masih
menggunakan konsep fantasi itu
2. The Realistic Stage (tahap kenyataan)
Tahap ini biasanya dimulai sejak anak masuk
sekolah dasar. Pada masa ini ide ketuhanan anak
sudah mencerminkan konsep-konsep yang
berdasarkan pada kenyataan (realistis). Konsep ini
timbul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan
pengajaran agama dari orang dewasa lainnya. Ide
pemahaman keagamaan pada masa ini atas
dorongan emosional, hingga mereka bisa
melahirkan konsep Tuhan yang formalis.
Berdasarkan hal itu maka pada masa ini anak-anak
tertarik dan senang pada lembaga keagamaan yang
mereka lihat dan dikelola oleh orang dewasa dalam
lingkungan mereka
3. The Individual Stage (tahap individu)
Pada tahap ini anak telah memiliki kepekaan
emosi yang paling tinggi sejalan dengan usianya,
konsep ini terbagi atas tiga golongan, yaitu:
a. Konsep ketuhanan yang konvensional dan
konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil

19
dari fantasi. Hal tersebut dipengaruhi faktor dari
luar diri anak.
b. Konsep ketuhanan yang lebih murni yang
dinyatakan dalam pandangan yang bersifat
personal (perorangan)
c. Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik.
Agama telah menjadi etos humanis pada diri
mereka dalam menghayati ajaran agama.
Perubahan pada setiap tingkatan ini
dipengaruhi oleh faktor interen, yaitu
perkembangan usia dan faktor ekstern berupa
faktor luar yang bersifat alamiah.

Sebagai mahluk ciptaan Tuhan, sebenarnya


potensi agama sudah ada pada diri manusia sejak ia
dilahirkan. Potensi ini berupa dorongan kepada Sang
Pencipta, atau dalam Islam disebut Hidayah al-Diniyyah
berupa benih-benih keberagamaan yang dianugerahkan
Tuhan kepada manusia. Dengan adanya potensi ini,
manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang beragama
dan memiliki kesiapan untuk tunduk dan patuh kepada
Tuhan.

20
PARENTING
A. Pengertian Parenting
Pada dasarnya parenting adalah pekerjaan dan
ketrampilan orangtua dalam mengasuh anak. Menurut
Jerome Kagan (dalam Berns, 1997), beliau adalah seorang
psikologi perkembangan, yang mendefinisikan
pengasuhan sebagai serangkaian keputusan tentang
sosialisasi pada anak, yang mencakup apa yang harus
dilakukan oleh orangtua agar anak mampu bertanggung
jawab dan memberikan konstribusi sebagai anggota
masyarakat. Jadi pengasuhan disini bagaimana orangtua
harus menjelaskan kepada anak bagaimana anak bisa
mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap semua
hal yang dilakukan.keluarga harus selalu mendukung
kegiatan yang dilakukan anak selagi itu merupak hal yang
baik untuk dilakukan.28
Saat ini, ada banyak program parenting yang bisa
diikuti oleh orang tua. Program parenting merupakan salah
satu upaya peningkatan kualitas pola asuh untuk
membangun karakter positif pada anak. Parenting adalah
cara mendidik orang tua kepada anaknya, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pengasuhan, baik yang
berkaitan langsung dengan anak maupun tidak,
menyangkut semua perilaku orang tua sehari-hari yang
mungkin dipahami atau dilihat anak dengan harapan
bahwa apa yang diberikan kepada anak (pengasuhan)
akan berdampak positif bagi kehidupannya, terutama
agamanya, diri mereka, bangsa mereka, dan negara
mereka. Bahkan jika anak tersebut terdaftar di sekolah

28
Resiana Nooraen, 2017, Implementasi Program Parenting Dalam
Menumbuhkan Perilaku Pengasuhan Positif Orang Tua Di PAUD Tulip
Tarogong Kaler Garut, Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia, Vol. 12, No 2, hal 33
22
agama, tanggung jawab utama untuk mendidik anak
berada di tangan orang tua. Peran orang tua dalam
pendidikan dan pengasuhan anak sangat penting dalam
meningkatkan potensi pada anak-anaknya.

B. Tujuan Parenting
Secara umum tujuan program parenting, adalah
mengajak para orangtua untuk bersama-sama
memberikan yang terbaik untuk anak-anak mereka.
Menurut Pedoman Pendidikan Karakter pada Pendidikan
Anak Usia Dini, Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak
Usia Dini, Ditjen PAUDNI, Kemendiknas 2011, secara
tujuan pengembangan program parenting adalah :
1. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
orangtua dalam melaksanakan perawatan,
pengasuhan, dan pendidikan anak di dalam
keluarga sendiri dengan landasan dasar-dasar
karakter yang baik.
2. Mempertemukan kepentingan dan keinginan
antara pihak keluarga dan pihak sekolah guna
mensikronkan keduanya sehingga pendidikan
karakter yang dikembangkan di lembaga PAUD
dapat ditindak lanjuti di lingkungan keluarga.
3. Menghubungkan antara program sekolah
dengan program rumah.

C. Dimensi Dalam Parenting


Terdapat dua dimensi yang dianggap signifikan
dalam pola asuh.Dua dimensi tersebut adalah kontrol
dan responsivitas. Dimensi kontrol meliputi tuntutan yang
diberikan orangtua pada anak agar anak menjadi individu

23
yang dewasa dan bertanggungjawab serta
memberlakukan aturan dan batasan yang sudah
ditetapkan. Dimensi responsivitas meliputi dukungan
kehangatan dan kasih sayang yang ditunjukkan
orangtua kepada anak.29

D. Model Parenting
Tindakan orangtua harus menekankan pentingnya
perasaan dan membantu orangtua dan anak-anak
mengatasi serangkaian emosi dengan pengendalian diri.
Kehilangan pengendalian diri dapat berarti bahwa mereka
(anak-anak) akan kehilangan uang saku, kehilangan
kesempatan mengikuti kegiatan mentoring atau
ekstrakurikuler, kehilangan peluang kerja atau bahkan
mereka harus ditempatkan di sekolah khusus. Anak-anak
membutuhkan keterampilan-keterampilan untuk tumbuh
dalam lingkungan positif penuh perhatian dan kaya akan
peluang.
Model parenting menurut Nada memiliki tujuan
utama yaitu “suatu pola asuh yang dinamis sesuai dengan
kemampuan anak dan tingkat tumbuh kembangnya”.
Dimana pola asuh yang dimaksud menurut Hasan ada
beberapa tipe yaitu “pola asuh authoritarian (otoriter), pola
asuh authoritative (demokratis), dan pola asuh permisif”.
Uraian mengenai tipe pola asuh tersebut di atas dapat
dijabarkan sebagai berikut: 30
1. Pola Asuh Authoritarian (otoriter)

29
Winda Erlina, 2016, Pola Asuh Orang Tua Sebagai Prediktor Kecerdasan
Emosional Pada Remaja, Yogyakarata: Universitas Sanata Dharma, hal 17
30
Muhammad Yusri Bachtiar, dkk, 2019, Pengembangan Karakter Anak
Usia Dini Melalui Pembelajaran Model Parenting, Makassar: Universitas
Negeri Makassar, hal 300-301
24
Pola asuh authoritarian adalah bentuk pola
asuh yang menekankan pada pengawasan
orang tua atau kontrol yang ditujukan kepada
anak untuk mendapatkan ketaatan dan
kepatuhan. Perilaku orangtua dalam berinteraksi
dengan anak bercirikan tegas, suka
menghukum, anak dipaksa patuh terhadap
peraturan-peraturan yang diberikan oleh orang
tua dan cenderung mengekang anak. Segi positif
dalam pola asuh otoriter ini yaitu bahwa anak
yang dididik akan cenderung menjadi disiplin
mentaati peraturan.
2. Pola Asuh Democration (demokratis)
Pola demokratis bercirikan adanya hak dan
kewajiban orangtua dan anak adalah sama
dalam arti saling melengkapi, anak dilatih untuk
bertanggung jawab dan menentukan perilakunya
sendiri agar dapat berdisiplin. Orangtua banyak
memberikan kesempatan kepada anak untuk
berbuat keputusan secara bebas, berkomunikasi
dengan lebih baik, mendukung anak untuk
memiliki kebebasan sehingga anak mempunyai
kepuasan, dan sedikit menggunakan hukuman
badan untuk mengembangkan disiplin. Dalam
pola asuh ini anak akan menjadi seorang individu
yang mempercayai orang, bertangung jawab
terhadap tindakan-tindakannya, tidak munafik,
jujur.
3. Pola Asuh Permisif
Pola asuh permisif merupakan bentuk
pengasuhan dimana orangtua memberi
kebebasan sebanyak mungkin pada anak untuk

25
mengatur dirinya, anak tidak dituntut untuk
bertanggung jawab dan tidak banyak dikontrol
oleh orang tua. Orang tua memandang anak
sebagai seorang pribadi dan mendorong mereka
untuk tidak berdisiplin dan anak diperbolehkan
untuk mengatur tingkah lakunya sendiri.

E. Parenting Islami
Perkembangan agama pada anak sangat
ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang
dilaluinya, terutama pada masamasa pertumbuhan yang
pertama (masa anak) dari umur 0-12 tahun. Seorang anak
yang pada masa anak itu tidak mendapat pendidikan
agama dan tidak pula mempunyai pengalaman
keagamaan, maka ia nanti setelah dewasa akan
cenderung kepada sikap negatif.
Seyogyanya agama masuk ke dalam pribadi anak
bersamaan dengan pertumbuhan pribadinya. Si anak mulai
mengenal Tuhan melalui orang tua dan lingkungan
keluarganya. Kata-kata, sikap, tindakan, dan perbuatan
orang tua, sangat mempengaruhi perkembangan agama
pada agama. Si anak menerima saja apa yang dikatakan
oleh orang tua kepadanya. Bagi si anak orang tuanya
adalah benar, berkuasa, pandai, dan menentukan. Oleh
karena itu, maka pertumbuhan agama pada anak tidak
sama antara satu dengan yang lain, karena tergantung
kepada orang tuanya sendiri.
Hubungan anak dengan orang tuanya, mempunyai
pengaruh dalam perkembangan agama si anak. Si anak
yang merasakan adanya hubungan hangat dengan orang
tuanya, merasa bahwa ia disayangi dan dilindungi serta
mendapat perlakuan yang baik, biasanya akan mudah
26
menerima dan mengikuti kebiasaan orang tuanya dan
selanjutnya akan cenderung kepada agama. Akan tetapi,
hubungan yang kurang serasi, penuh ketakutan dan
kecemasan, akan menyebabkan sukarnya perkembangan
agama pada anak.31
Parenting Islami adalah dua kata yang berasal dari
Bahasa Inggris, dimana Islami merupakan kata sifat
(adjective) bagi parenting. Parenting Islami dalam bahasa
Indonesia diterjemahkan dengan pendidikan orang tua
kepada anak secara Islam. Kata "parenting" mempunyai
kata dasar yaitu parent yang dalam bahasa Inggris berarti
orang tua, penggunaan kata “parenthing” untuk aktifitas-
aktifitas orang tua di sini karena memang saat ini belum
ada kata yang tepat.yang sepadan dalam bahasa
Indonesia.32
Parenting dalam Islam ini merujuk pada perintah
Allah dalam firman-Nya pada QS. At-Tahrim ayat 6, yang

َ ُ َ ْ ُ ْ َ َ َ ‫ََٰٓ َ ُّ َ ذ‬
berbunyi:
َ ُ ُ ٗ َ ُ ُ
‫ارا َوقودها‬‫ام ُنوا ق ٓوا أنف َسكم َوأهل ِيكم ن‬ ‫يأيها ٱَّلِين ء‬
َ ‫ون ذ‬ َ ُ َ ‫ ذ‬ٞ َ ٞ َ ٌ َ َٰٓ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ ُ ‫ذ‬
‫ٱَّلل‬ ‫ٱنلاس وٱۡل ِجارة عليها ملئِكة غِلظ شِداد َّل يعص‬
َ َ ُ ُ َٓ
‫َما أ َم َرهم َويَف َعلون َما يُؤ َم ُرون‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya

31
Zakiah Daradjat, 2010, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang, hal. 69-
70
32
Ahmad Yani, dkk., 2017, Implementasi Islamic Parenting Dalam
Membentuk Karakter Anak Usia Dini Di Ra At-Taqwa Kota Cirebon,
AWLADY Vol. 3 No. 1, hal 156
27
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

F. Cara Orang Tua Mendidik Anak Pada Masa Awal


dalam Islam
Anak adalah amanah bagi kedua orangtuanya.
Hatinya yang suci bagaikan permata yang murni. Bebas
dari segala macam ukiran dan lukisan. Ia siap menerima
setiap bentuk pahatan dan cederung kepada apa saja yang
ditanamkan kepadanya. Bila dibiasakan untuk melakukan
kebaikan, ia pasti tumbuh baik begitupu sebaliknya.33
Dalam mendidik anak usia dini, Rasulullah ‫ﷺ‬
memberi pola pengasuhan dan menyuruh kita untuk
memanjakan, mengasihi dan menyayangi anak dengan
kasih sayang tanpa terbatas. Berikan mereka kasih sayang
dengan bersikap adil terhadap setiap anak-anak. Tidak
boleh dipukulsekiranya mereka melakukan kesalahan
walaupun atas dasar untuk mendidik. Sehingga, anak-anak
akan lebih dekat dengan kita. Anak-anak akan merasa
aman pada usia kecil mereka karena mereka tahu (ibu
bapak) selalu ada disisi mereka setiap waktu.

33
Syaikh Jamal Abdurrahman, 2014, Islamic Parenting, Solo: Aqwam, hal 14
28
BAHASA DAN
KOMUNIKASI ANAK PADA
MASA AWAL
Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang
melambangkan pikiran, perasaan serta sikap manusia.
Sedangkan pengertian bahasa anak menurut Suhartono yaitu
bahasa yang dipakai oleh anak untuk menyampaikan keinginan
pikiran, harapan permintaan dan lain-lain untuk kepentingan
pribadinya.34 Dalam berkomunikasi, kita menggunakan
kemampuan berbahasa yang telah ada dalam bertingkah laku.
Kualitas kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh setiap orang
berbeda-beda. Ada yang sangat optimal dan ada yang sangat
lemah dalam kemampuan berbahasanya sehingga tujuan
dalam hasil berkomunikasi dengan orang lain berbeda.35

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan


bahasa untuk berbicara, berpikir, mendengarkan, dan
berkomunikasi dengan orang lain. Namun, penggunaan
keterampilan berbahasa bukanlah kemampuan alami, seperti
bernapas dan berjalan. Keterampilan berbahasa tidak dibawa
sejak lahir, dikuasai oleh diri sendiri, tetapi harus dipelajari.
Keterampilan berbahasa yang dimiliki seorang anak merupakan
langkah awal dalam memahami perkembangan bahasa individu
anak, termasuk menguji kemampuan membaca dan menulis.
Anak harus mampu menggunakan bahasa untuk memahami
bahasa secara pasif, dan mampu berkomunikasi secara efektif,
yang berguna untuk berpikir dan belajar.

Salah satu bentuk pembelajaran terhadap anak adalah


peningkatan kemampuan berbahasa. Peningkatan ini
merupakan bagian dari kemampuan dasar yang bertujuan agar
anak mampu mendengarkan, berkomunikasi secara lisan,

34
Suhartono. 2005. Pengembangan Ketrampilan Bicara Anak Usia Dini.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Hal. 8.
35
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Metode Khusus Pengembangan
Kemampuan Berbahasa. Jakarta: Depdiknas. Hal. 4.
30
memiliki perbendaharaan kata, dan mengenal simbol-simbol
yang melambangkannya.36

A. Faktor-Faktor Pendukung Perkembangan Berbahasa


Anak
Faktor pendukung adalah segala sesuatu yang
dapat mendorong atau mempengaruhi siswa dalam
meningkatkan kemampuan pembelajarannya untuk
menjadi lebih baik. Adapun faktor-faktor pendukung
kemampuan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Factor internal
Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari
dalam diri siswa, baik kondisi jasmani atau fisiologis
maupun rohani atau psikologis.37
Faktor psikologis sebagai faktor dari dalam
tentu saja merupakan hal yang utama dalam
intensitas pembelajaran. Adapun faktor- faktor
psikologis ini antara lain:
a. Minat
Minat berarti kecenderungan dan kegairahan
yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap
sesuatu. Suatu minat dapat diekspresikan
melalui suatu pernyatan yang menunjukkan
bahwa anak didik lebih menyukai suatu hal
lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui
partisipasi dalam suatu aktivitas.
b. Intelegensi

36
Ibid, hal. 7.
37
Muhibbin, Syah. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hal. 147-148.
31
Intelelegensi pada umumnya dapat diartikan
sebagai kemampuan psikofisik untuk mereaksi
rangsangan atau menyesuaikan diri dengan
lingkungan dengan cara yang tepat. Pada
dasarnya, intelegensi sebenarnya bukan
kemampuan otak saja melainkan kualitas
organ-organ tubuh lainnya. Akan
tetapi,memang harus diakui bahwa peran otak
dalam hubungannya dengan inteligensi lebih
menonjol dari pada peran organ-organ tubuh
lainnya karena otak merupakan pengontrol
hampir seluruh aktivitas manusia.
c. Bakat
Secara umum, bakat adalah kemampuan
potensial yang dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan pada masa yang akan
datang. Dengan demikian, sebetulnya setiap
orang memiliki bakat dan berpotensi untuk
mencapai prestasi sampai ketingkat tertentu
sesuai dengan kapasitas masing-masing.
d. Motivasi
Motivasi penting bagi proses belajar karena
motivasi menggerakkan organisme,
mengarahkan tindakan, serta memilih tujuan.
Motivasidapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu, (1) motivasi intrinsik, (2) motivasi
ekstrinsik.
e. Kemampuan kognitif.
Dalam dunia pendidikan, dikenal tiga tujuan
pendidikan, yaitu ranah kognitif, ranah afektif,
dan ranah psikomotorik. Dari ketiga ranah
tersebut, ranah kognitif merupakan

32
kemampuan yang selalu dituntut untuk dikuasai
anak didik karena penguasaan kemampuan
pada tingkatan itu menjadi dasar bagi
penguasaan ilmu pengetahuan.

2. Factor Eksternal
Faktor eksternal ini dibagi menjadi dua, yaitu (1)
lingkungan yakni yang berasal dari alam maupun
sosial budaya, dan (2) instrumental, yakni fasilitas
serta media yang disediakan di sekolah.
a. Lingkungan.
Ada dua jenis lingkungan, yaitu:
i. Lingkungan alami, yaitu lingkungan
merupakan bagian dari kehidupan anak
didik, tempat mereka hidup dan berusaha
di dalamnya.
ii. Lingkungan sosial budaya, yaitu manusia
sebagaimakhluk sosial yang
berkecenderungan untuk hidup bersama
satu dengan lainnya.

B. Cara Komunikasi Dalam Parenting


Dalam berkomunikasi dengan anak usia dini
berbeda dari berkomunikasi dengan remaja maupun orang
dewasa. Pemikiran anak cenderung lebih sederhana,
konkret (nyata), penuh khayal, kreatif, ekspresif, aktif, dan
selalu berkembang. Oleh karena itu orangtua harus dapat
menyesuaikan cara berkomunikasinya dengan anak-anak
(bukan anak-anak yang harus menyesuaikan dengan
orangtuanya).

33
Untuk membuat anak usia dini merasa nyaman saat
berkomunikasi dengan ibu dan ayah, upayakanlah
menerapkan hal-hal berikut:38
1. Dengarkan apa yang diceritakan anak pada masa
awal dan pancing untuk lebih banyak bercerita. Ia
senang sekali menceritakan pengalaman-
pengalaman yang baru dilaluinya dan ia akan
bersemangat bercerita, jika ibuayah mendengarkan
dan tertarik dengan apa yang diceritakannya.
2. Saat anak pada masa awal sedang menceritakan
sesuatu, fokuskan perhatian pada ceritanya.
Hentikan sejenak kegiatan yang ibu-ayah lakukan,
ajak ia mendekat dan dengarkan dengan saksama.
Jika perlu, beri sedikit tanggapan.
3. Ulangi cerita anak pada masa awal untuk
menyamakan pengertian, karena mungkin bahasa
anak berbeda dengan bahasa kita, sehingga tidak
terjadi kesalahpahaman dalam memahami cerita
anak
4. Bantu anak pada masa awal mengungkapkan
perasaannya dengan bertanya. Jika anak pada
masa awal masih bingung tentang apa yang
dirasakannya, apa yang membuatnya sedih atau
gembira, maka dengan meminta ia bercerita akan
membuatnya merasa diperhatikan
5. Bimbing anak pada masa awal untuk memutuskan
sesuatu yang tepat. Jelaskan akibat apa yang akan
terjadi jika ia mengambil suatu keputusan, jelaskan

38
Dedy Andrianto, Komunikasi Dengan AUD, 2011, Direktorat Pembinaan
Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini
Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional, hal 18-20
34
sebab dan akibat dari keputusan itu secara
sederhana agar mudah dimengerti olehnya
6. Emosi anak pada masa awal yang masih belum
stabil membuat ia mudah marah. Tunggu sampai ia
tenang, baru dekati dan tanyakan apa yang
mengesalkan hatinya. Jangan sampai membuat
anak pada masa awal merasa sedang diabaikan
atau tak diacuhkan.
7. Saat berkomunikasi dengan anak usia dini, ibu dan
ayah tak perlu malu, misalnya harus berperan
sebagai badut di depan anak, jika dengan cara itu
anak akan lebih bisa memahami dan mengerti apa
yang ibu-ayah maksudkan.

35
KATA “JANGAN” DALAM
PARENTING
A. Kata “Jangan”
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata jangan ini
berarti kata yang menyatakan melarang, berarti tidak boleh;
hendaknya tidak usah.39
Akhir-akhir ini sering ditemukan bahwa beberapa pakar
psikologi dan parenting, baik dalam ungkapan lisan
maupun pada tulisan-tulisan, mereka mengingatkan para
guru dan orang tua agar menghindari penggunaan kata
"jangan" dalam mendidik anak. Tulisan tersebut tersebar
luas dengan cepat karena tidak sedikit yang memanfaatkan
media sosial, seperti di facebook, tabloid, dan website.
Dengan semakin mudahnya seseorang untuk mengakses
media sosial lewat handphone. maka semakin mudah pula
seseorang untuk membaca pesan-pesan pakar psikologi
maupun parenting di atas, yang kemudian menjadi panutan
para pendidik (orang tua maupun guru).40
Banyak pendapat mengatakan jangan pernah
mengatakan ' jangan' pada anak. Karena kata 'jangan' akan
membatasi kreativitas si kecil. Padahal asal dikatakan
dalam konteks yang tepat, sah-sah saja orang tua berkata
'jangan' pada anaknya.

B. Pendekatan Behaviouristik
Salah satu konsep yang cukup tua dalam psikologi
adalah teori behaviour yang menawarkan dua konsep
utama, yaitu hadiah (reward) dan hukuman (punishment).

39
https://kbbi.web.id/ (diakses pada tangal 8 Juli, 2021, pukul 18.00)
40
Abdulkarim Zulfa Ahmadi Dan Mahasri Shobahiya, 2017, Penggunaan
Kata “‫ ”ال‬Bermakna “Jangan” Dalam Al-Qur’an (Perspektif Pendidikan
Islam), Suhuf, Surakarta:Universitas Muhammadiyah Surakarta, Vol. 29,
No. 2, Hal 126
37
Perkembangan lebih lanjut, hadiah dan hukuman juga
berkembang tidak hanya saat itu tetapi juga terkait dengan
konsekuensi dimasa yang akan datang. Pada
perkembangannya, hadiah juga berupa positive
consequence (berakibat positif) dan larangan berupa
negative consequence (berakibat negatif). Hadiah bersifat
menyenangkan dan diinginkan sedangkan hukuman
bersifat menyakitkan dan dihindari.
Dalam gal ini beberapa orang yang salah kaprah
ataupun salah paham mengartikan konsep reward and
punishment dalam kehidupan sehari-hari. Konsep dasar
teori ini adalah bahwa penghargaan yang digunakan untuk
membentuk perilaku, sedangkan hukuman digunakan
untuk menghilangkan sebuah perilaku. Kesalahan
umumnya adalah bahwa hukuman digunakan untuk
membentuk perilaku. Akibatnya, perilaku yang diharapkan
tidak terjadi sementara perilaku negatif lainnya terjadi.
Misalnya, jika seorang orangtua memarahi (bentuk
hukuman) anak karena mecoret-coret di dinding rumah,
perilaku mencoret dinding rumah mungkin hilang atau
berkurang (tergantung pada efek/jenis hukuman) tetapi
pada saat yang sama bisa jadi membuat anak tidak lagi
berminat menulis atau menggambar. Pada contoh ini kita
bisa lihat efek hukuman untuk menghilangkan perilaku
namun tidak membentuk perilaku.
Berbeda apabilaanak dilarang untuk mencoret dinding
dengan konsekuensi hukuman (negative consequence)
dan disaat yang sama ditawari hadiah (positive
consequence) jika menggambar di buku gambar. Pola ini
akan jauh lebih efektif dalam membentuk perilaku
(menggambar di buku) dan disaat yang sama juga
menghilangkan perilaku yang tidak diharapkan (mencoret

38
dinding). Tentu saja kualitas dan kuantitas dari hukuman
dan hadiah harus disesuaikan agar seimbang. Begitu juga
untuk menjaga agar perilaku baru bertahan lama,
modifikasi lebih lanjut perlu digunakan.41

C. Pandangan Islam Mengenai Kata “Jangan” Dalam


Parenting
Selagi beberapa pakar psikologi maupun parenting
menganjurkan agar pendidik mendidik anak didik mereka
dengan menghindari penggunaan kata “jangan”,
sementara di dalam Al-Qur’an tidak sedikit ayat yang
menggunakan kata “‫ ”ال‬bermakna “jangan”. Salah satu ayat
Al-Qur’an yang menggunakan kata “jangan” dan
menjelaskan tentang pendidikan adalah QS. Luqman ayat
13, yang berbunyi:
‫ذ ذ‬ ُ َ ‫َ ُ َ َ ُ ُ َ َٰ ُ َ ذ‬ ُ َٰ ‫ِإَوذ قَ َال لُق َم‬
‫ۡشك بِٱَّللِه إِن‬
ِ ‫ت‬ ‫َّل‬ ‫َن‬ ‫ب‬ ‫ي‬ ‫ۥ‬ ‫ه‬‫ظ‬ ‫ع‬
ِ ‫ي‬ ‫و‬ ‫ه‬‫و‬ ‫ِۦ‬ ‫ه‬ ِ ‫ن‬ ‫ب‬ ‫ِل‬
ِ ‫ن‬
ٞ ‫ٱلۡش َك لَ ُظل ٌم َع ِظ‬
‫يم‬ ِ
ِ

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata


kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesungguhnya bahwa mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar"
Pada ayat diatas sangat jelas bahwa Luqman dalam
mendidik anaknya dengan tegas sambil mengatakan

41
Subhan El Hafiz, 2020, Jangan Katakan “Jangan!”, Benarkah?, Jakarta:
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Vol.6 No. 01
39
“jangan” sebagai bentuk larangan dan nasihat kepada
anaknya agar tidak melakukan tindakan yang mengandung
unsur kesyirikan dengan mempersekutukan Allah dan
menjelaskan bahwa memeprsekutukan Allah adalah sebuah
tindakan zalim yang besar.
D. Urgensi Larangan Dalam Parenting
Dalam mendidik anak, konsep larangan ataupun
pencegahan tetap diperlukan. Karena efek dari hukuman
jauh lebih besar daripada hadiah. Penelitian tentang
Psikologi Agama dapat menjelaskan hal ini dimana dampak
hukuman dari Tuhan, seperti: konsep Dosa, Neraka, dan
Kemarahan Tuhan efektif mempengaruhi perilaku manusia
beragama. Misalnya penelitian dari Shariff dan Norenzayan
(2011) yang menunjukkan bahwa konsep hukuman Tuhan
dapat mengurangi perilaku mencontek siswa. Tidak hanya
bersifat menghilangkan perilaku, konsep Ancaman Tuhan
juga dapat meningkatkan perilaku prososial.
Hukuman bisa membentuk perilaku karena dalam ajaran
agama nilai “menolong” dan “kerjasama” sudah banyak
diajarkan. Artinya, penggunaan ancaman dengan larangan
dapat efektif membentuk perilaku manakala perilaku yang
diharapkan sudah jelas. Sesuai dengan penelitian di atas,
dalam agama seringkali diajarkan “tidak boleh egois” dan
“tidak boleh hanya mementingkan diri sendiri”. Dengan
demikian dua perilaku “tidak boleh” ini menghilang
bersamaan dengan perilaku yang diharapkan meningkat.
Peningkatan perilaku akibat penggunaan konsep hukuman
yang lebih besar dari hadiah dapat dijelaskan menggunakan
konsep “lost aversion”. Konsep ini ditawarkan oleh

40
Kahneman, salah satu ilmuan besar Psikologi dalam bidang
kognitif, yang membuktikan bahwa rasa kehilangan
memiliki dampak lebih besar daripada harapan.42

42
Ibid.
41
Daftar Pustaka
Abdul & dkk, 2006. Perkembangan Metakognitif Dan Pengaruhnya
Pada Kemampuan Belajar Anak. s.l.:s.n.

Chaplin & P., J., 2005. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.

Daradjat, Z., 2010. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.

Desmita, 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosda Karya.

Desmita, 2014. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Desmita, 2017. Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosda Karya.

Eneng Muslihah, A. F., 2013. Modul Psikologi Agama. Banten: FTK


IAIN Sultan Maulana Hasanuddin.

Erlina, W., 2016. Pola Asuh Orang Tua Sebagai Prediktor Kecerdasan
Emosional Pada Remaja. Yogyakarata: Universitas Sanata Dharma.

Hafiz, S. E., 2020. Jangan Katakan “Jangan!”, Benarkah?. Volume


Vol.6 No. 01.

Hurlock, E. B., 1996. Psikologi Perkembangan. Edisi ke-5 ed. Jakarta:


Erlangga .

Kottler, P., 1997. Manajemen pemasaran, Analisis, Perencanaan,


Implementasi dan Pengandalian. Edisi Ke-5 ed. Jakarta: Erlangga.

Muhibbin, S., 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo


Persada.

Muklis & Hirmaningsih, 2010. Teori Psikologi Perkembangan.


Jakarta: Bumi Aksara .

42
Murni, 2017. Perkembangan Fisik, Kognitif, Dan Psikososial Pada
Masa Kanak-Kanak Awal 2-6 Tahun. Vol 3. No 1(Aceh: UIN Ar-
Raniry), pp. 31-32.

Nooraen, R., 2017. Implementasi Program Parenting Dalam


Menumbuhkan Perilaku Pengasuhan Positif Orang Tua Di PAUD
Tulip Tarogong Kaler Garut. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah , Volume
Vol. 12, No 2, p. 33.

Shobahiya, A. Z. A. D. M., 2017. Penggunaan Kata “‫ ”ال‬Bermakna


“Jangan” Dalam Al-Qur’an (Perspektif Pendidikan Islam). Suhuf,
Volume Vol. 29 No. 2, , p. 126.

Solso, R. L., 2007. Psikologi Kognitif Terjemahan“Cognitive


Psychology. Jakarta: Erlangga.

Suhartono, 2005. Pengembangan Ketrampilan Bicara Anak Usia


Dini. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Suryani, 2007. Psikologi Kognitif. Surabaya: Dakwah Digital Presss.

Syaikh Jamal Abdurrahman, 2014. Islamic Parenting. Solo: Aqwam.

Walgio, B., 2005. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Penerbit


Andi.

Yani, A. & dkk, 2017. Implementasi Islamic Parenting Dalam


Membentuk Karakter Anak Usia Dini Di Ra At-Taqwa Kota Cirebon.
Awlady , Volume Vol. 3 No. 1, p. 156.

Internet:
https://kbbi.web.id/ (diakses pada tangal 8 Juli, 2021, pukul 18.00)
http://www. Scribt. Com/ doc/Perkembangan Anak Usia Dini 2-6
tahun,(diakses 7 Juli 2021)

43

Anda mungkin juga menyukai