Anda di halaman 1dari 340

Jangan

On
Budi Suhardiman, Sri Yamini, Ecih Suningsih, Faksi Riana,
Indri Pudjiati, Nur Amaliah, Riyan Anugerah, Nurjanah Laila,
Nuraini, Andri, Juju Yuningsih, Lily Suliyatiningrum, Sumi
LestarI, Supriyati, Rina Kurnia, Irma Kartikasari, Putri Sri
Jayanti, Supriad, Arie Wijayanti, Utin Linda Mersianti, Sri
Mujayati, Gita Erlangga K, Ida Fitriyati, Nurani Fimutho Haroh

Jangan

On
"Jangan Gagal Move On"
Kisah-Kisah Inspiratif para Pendidik
Pelopor Perubahan

Penulis:
Budi Suhardiman, Sri Yamini, Ecih Suningsih, Faksi Riana, Indri Pudjiati, Nur
Amaliah, Riyan Anugerah, Nurjanah Laila, Nuraini, Andri, Juju Yuningsih, Lily
Suliyatiningrum, Sumi LestarI, Supriyati, Rina Kurnia, Irma Kartikasari, Putri
Sri Jayanti, Supriad, Arie Wijayanti, Utin Linda Mersianti, Sri Mujayati, Gita
Erlangga K, Ida Fitriyati, Nurani Fimutho Haroh

Desain isi & sampul : Bahauddin


Editor : Junaidi

Diterbitkan Oleh:
Didaksi bekerja sama dengan PIPP Pusat
JL. Melati 2 No 18 RT. 001 RW. 005
Kelurahan Doplang, Kecamatan Purworejo,
Kabupaten Purworejo 54114 | Email: didaksi081@gmail.com
Telp. (0275) 323856 | www.didaksi.com

ISBN:
Cetakan Pertama: Januari 2020
14 x 20 cm; ….. halaman
Kata Pengantar

Alhamdulillah! Luar biasa!


Adalah sebuah kebanggaan ketika lahir sebuah buku hasil
karya guru-guru yang memiliki semangat belajar tinggi dan
pantang menyerah. Buku yang diberi judul “JANGAN GAGAL
MOVE ON” : 25 Kisah Inspiratif Para Pendidik Pelopor Perubahan
adalah kumpulan cerita faksi hasil pelatihan menulis daring yang
diselenggarakan oleh PIPP Training Teacher selama hampir dua
bulan lamanya. Terbitnya buku ini membuktikan bahwa guru
memiliki banyak potensi yang harus digali dan dikembangkan
sebagai tenaga pendidik profesional. Salah satu potensinya itu
adalah menulis. Menjadi guru penulis merupakan salah satu
cara untuk meningkatkan kompetensi dan karir tenaga pendidik.
Dengan demikian, kehadiran buku ini seyogyanya mampu
memfasilitasi tenaga pendidik dalam upaya pengembangan
keprofesian berkelanjutan (Continuously Profesionalism
Development) sebagai bagian dari karya inovatif. Ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada segenap
anggota Pendidik Indonesia Pelopor Perubahan (PIPP) yang secara
konsisten dan komitmen tinggi mengembangkan kompetensi
dirinya, berkolaborasi membangun ekosistem yang literat, dan

v
~ Jangan Gagal Move On ~

saling dukung mempublikasikan hasil karya produk pelatihan


yang diikutinya secara sukarela sebagai bentuk menjalankan
amanah 20% dana sertifikasi yang diterimanya dipergunakan
untuk peningkatan kompetensi. Semoga buku-buku yang
berhasil dilahirkan oleh guru-guru pelopor perubahan mampu
terus menginspirasi dalam upaya Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan tenaga pendidik lain di Kabupaten Bogor dan
sekitarnya. Segala saran dan kritik membangun senantiasa
kami harapkan untuk memperbaiki kualitas buku ini. Sebagai
penutup kami sampaikan terima kasih kepada seluruh pihak
yang mendukung eksistensi dan kiprah para Pendidikan Pelopor
Perubahan. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai langkah kita
Amin. Salam Perubahan!

Bogor, 01 Januari 2020


Ketua Umum PIPP Pusat

Nina Krisna Ramdhani, S.Pd, MM

vi
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................v
Daftar Isi..................................................................................... vii

1. Dari Sekolah Pinggiran Merajut Kesuksesan


Oleh: Budi Suhardiman.......................................................................1
2. Kun Fayakun kalau Sudah Rizki Tidak Akan Kemana
???
Oleh: Sri Yamini, S.Pd ...................................................................... 22
3. Kejora di Jelang Senja
Oleh: Ecih Suningsih, M.Pd.............................................................. 33
4. Ini Takdirku
Oleh: R. Riana Chendrakasih, S.Pd SD.......................................... 45
5. Hadapi Realita Jadilah Pemenang
Oleh: Indri Pudjiati............................................................................ 66
6. Menjadi Bintang
Oleh: Nur Amaliah............................................................................. 81
7. Guru Adalah Teman
Oleh: Riyan Anugerah....................................................................... 91
8. Guru, Sebuah Refleksi Diri
Oleh: Nurjanah Laila..................................................................... 103

vii
~ Jangan Gagal Move On ~

9. Tak Kenal Lelah untuk Belajar


Oleh: Nuraini S.Pd........................................................................... 114
10. “Anak Petani Desa Tertinggal Menjadi Kepala
Sekolah Berprestasi Kota Bogor 2019
Oleh: Andri, S.Pd.,M.Pd................................................................. 127
11. Bukan Impian Semusim
Oleh: Juju Yuningsih....................................................................... 136
12. Catatan Perjalanan Seorang Guru
Oleh: Lily Suliyatiningrum, S. Pd................................................. 145
13. Bertahan Di atas Kerikil Tajam
Oleh: Sumi Lestari........................................................................... 153
14. Petir Berpelangi
Oleh Supriyati, S.Pd, M.Pd............................................................ 163
15. Si Mungil yang Tengil
Oleh : Rina Kurnia........................................................................... 180
16. Camp Teach
Oleh: Irma Kartikasari................................................................... 195
17. Mengakar Ke Tanah menjulang Ke Langit
Oleh : Putri Sri Jayanti................................................................... 211
18. Guru Pekerjaan Mulia
Oleh: Supriadi.................................................................................. 218
19. Metamorfosa Guru Idaman
Oleh: Arie Wijayanti....................................................................... 244

viii
Daftar Isi

20. Jadi Guru Itu, Sesuatu


Oleh Utin Linda Mersianti............................................................ 253
21. Semua Karena Emak
Oleh: Sri Mujayati,.......................................................................... 264
22. Ada Pelangi di Mata Pendidik
Oleh: Gita Erlangga K,S.Si,MM.................................................... 287
23. Perjalanan Seorang Guru Tidak Berpendidikan
Oleh: Ida Fitriyati............................................................................ 294
24. My Journey, Start Here
Oleh : Nurani Fimutho Haroh...................................................... 309
25. Permen Nano Nano Dari Seorang Ibu
Oleh: R. Novalia Nurcahyani........................................................ 321

ix
01
DARI SEKOLAH PINGGIRAN
MERAJUT KESUKSESAN
Oleh: Budi Suhardiman

Guru di Sekolah Pinggiran

T
ak terasa pada bulan Desember 2019 ini masa kerja
saya sebagai PNS sudah 25 tahun. Pertama kali
diangkat sebagai guru PNS pada 1 Desember 1994 di
SMPN 2 Bayongbong. Sekolah ini terletak di pinggiran kota
Garut, tepatnya di Kampung Cijelereun, Desa Cikedokan,
Kecamatan Bayongbong, Kabupaten. Garut. Di sebelah barat
daya dari kota Garut. Di sekolah ini bertugas sampai 2008.
Mata pelajaran yang ditampung yaitu mulok bahasa daerah
(bahasa Sunda) sesuai dengan ijazah yang saya miliki. Jarak
dari kotaGarut ke SMPN 2 Bayongbong sekitar 15 km dan
bisa ditempuh menggunakan kedaraan roda dua selama 25
menit. Untuk bisa sampai ke sekolah harus masuk gang dulu

1
~ Jangan Gagal Move On ~

sekitar 100 m, namun gang itu bisa dilalui motor maupun


mobil. Di sekeliling sekolah banyak ditumbuhi pohon bambu
sehingga dari kejauhan sepertinya tidak ada sekolah di tempat
itu. Di sebelah barat ada pemakaman umum yang menempel
pada dinding kelas. Di sebelah timur ada lapangan sepak bola
yang tak terurus. Di pinggirnya ditumbuhi rumput liar, tetapi
ditengahnya hanya tanah yang kalau turun hujan keadaannya
becek. Lapang sepak bola itu walaupun kondisinya tidak
terurus, tetapi sering digunakan para pemuda di sekitar
kampung itu. Pada awal-awal saya bertugas di sana memang
sangat menyeramkan. Namun kini sekolah yang sangat
bersejarah bagi saya itu sudah berubah total. Cita-cita saya
ingin berbeda dari guru yang lain. Menurut saya jika hanya
mengajar semua guru pun bisa. Namun, tidak semua guru
mampu dan biasa menulis. Apalagi pada saat itu di kabupaten
Garut guru yang menulis masih jarang. Kondisi itu saya
manfaatkan untuk berupaya agar bisa menulis. Sejak itu saya
terus belajar menulis dengan cara langsung praktek menulis.
Saya mencoba menulis artikel berjudul ”Peranan Guru dalam
Menyiapkan Manusia yang Berdisiplin” (1996) dimuat pada
majalah Suara Daerah, “Bahasa Sunda Sebagai Bahasa
Pertanian, Industri, dan Informatika” (1997) dimuat pada
majalah Bhinneka Karya Winaya, dan “Langkah-Langkah
Strategi Induktif dalam Mengajarkan Bahasa Sunda” (1998)
dimuat pada majalah Suara Daerah. Pada waktu itu merasa
senang dan bangga karena artikel hasil karya saya dimuat pada
majalah dan dibaca oleh orang banyak. Dorongan untuk terus
menulis semakin menjadi-jadi. Dari tiga tulisan itu mendapat
honor sebesar Rp 75.000. Honor itu diwesel via kantor POS

2
Dari Sekolah Pinggiran Merajut Kesuksesan

ke alamat sekolah. Teman-teman saya traktir semuanya.


Mereka merasa senang dan mengapresiasinya sangat baik.
Saya memberanikan diri mengirimkan lagi tulisan artikel
untuk rubrik Forum Guru di Harian Umum Pikiran Rakyat
(HU PR). Tulisan pertama yang dimuat pada HU PR berjudul
“Imtaq Rohnya Diknas” (2004). Kemudian menyusul
berjudul “Bahasa Sunda di SMA dan SMK Sebaiknya Jangan
Terlalu Teoretis” (2006), ”Reformasi Pendidikan Dimulai dari
Kelas” (2012), dan” Menerapkan Bahasa Ibu” (2011) dimuat
pada halaman opini. Setelah beberapa artikel dimuat pada
HU PR, rasa percaya diri saya untuk terus menulis semakin
kuat. Sejak itu sampai sekarang terus menulis baik dalam
bentuk buku, makalah maupun artikel. Artikel karya saya
selanjutnya banyak dimuat pada koran dan majalah lokal,
seperti pada mingguan Garoet Pos, mingguan Garut Express,
majalah Kandaga, mingguan Priangan. Setiap ada lomba
menulis yang diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan saya ikuti. Begitu pula yang diselenggarakan
tingkat kabupaten saya ikuti. Hampir setiap tahun saya tidak
pernah absen mengikuti lomba menulis. Setiap ada brosur
Kiriman dari pusat tentang lomba menulis saya baca lalu
diikutinya sesuai dengan isi brosur.
Lomba yang pertama kali saya ikuti waktu menjadi guru
yaitu menulis integrasi keimanan dan ketaqwaan (imtaq)
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) pada 2000.
Lomba ini diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Dasar
dan Menengah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pada
lomba ini guru diharuskan mengintegrasikan mata pelajaran

3
~ Jangan Gagal Move On ~

yang dia punya dengan nilai-nilai imtaq dalam bentuk karya tulis.
Setelah menunggu beberapa bulan, ke sekolah ada undangan dari
kementerian. Di dalam lampiran undangan itu ada daftar peserta
lomba yang masuk final. Dari sekian yang masuk final ada nama
saya dari SMPN 2 Bayongbong Garut. Saya merasa senang dan
terharu karena pertama kali mengikuti lomba karya tulis tingkat
nasional langsung masuk final. Saya berangkat ke Jakarta tepatnya
ke Wisama Handayani miliknya Depdikbud di Jl. Fatmawati,
Cipete, Jakarta Selatan. Bersama teman-teman yang masuk final
dari seluruh Indonesia saya mempresentasikan karya tulis yang
berjudul “Integrasi Iptek dan Imtaq pada Mata Pelajaran Bahasa
Sunda Pokok Bahasan Peribahasa” Alhamdulillah pada waktu
diumumkan juri, saya menjadi juara harapan 1 tingkat nasional.
Hadiahnya berupa uang pembinaan, buku-buku agama Islam,
dan ensiklopedi Islam. Pada 2002 ke sekolah ada surat dan brosur
lomba karya tulis tentang lingkungan hidup yang diselenggarakan
Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdikbud. Tema
karya tulisnya yaitu pemanasan global. Saya merasa tertarik dengan
lomba karya tulis lingkungan itu walaupun mata pelajaran yang
diampu tidak ada hubungannya dengan tema tulisan. Kemudian
saya banyak membaca buku tentang lingkungan yang membahas
pemanasan global. Selain membaca, saya banyak bertanya pada
guru-guru IPA yang ada di sekolah. Setelah dirasakan cukup
bahan-bahan untuk menulis, kemudian saya mulai menulis
sampai tulisan itu selesai. Judul tulisannya yaitu “Masa Depan
Bumi di Tangan Kita Semua”. Setelah mendapat pengesahan dari
kepala sekolah dan pengawas, tulisan tersebut dikirim ke alamat
panitia yang tercantum pada brosur. Setelah menunggu sekitar 1
bulan, alhamdulillah tulisan saya itu masuk finalis. Saya diundang

4
Dari Sekolah Pinggiran Merajut Kesuksesan

ke Jakarta untuk mempresentasikan nya di depan para juri.


Namun saya belum berhasil sebagai juara, hanya masuk finalis
dan mendapat penghargaan dari Dirjen Dikdasmen, Depdikbud
RI. Pada tahun 2001 mengikuti lomba menulis essay tingkat
kabupaten Garut dalam rangka Hardiknas. Judul tulisannya “Hari
Pendidikan Nasional di Era Otonomi Daerah Sebagai Momen
untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan Nasional”. Esai ini berhasil
menjadi juara 1, mendapatkan piala dan piagam penghargaan
dari Bupati Kabupaten Garut. Selain mengikuti lomba menulis
Esai, pada 2001 juga mengikuti lomba keberhasilan guru (LKG)
dalam pembelajaran. Lomba ini kalau sekarang sama dengan
lomba inovasi pembelajaran (Inobel). Lomba ini pertama kali saya
ikuti. Namun belum berhasil sebagai finalis. Hanya mendapatkan
piagam penghargaan sebagai partisipan.
Pada 2003 oleh kepala sekolah diajukan untuk mengikuti
lomba pemilihan guru berprestasi tingkat kabupaten Garut. Pada
lomba ini saya menjadi juara 1 dan mewakili kabupaten Garut ke
tingkat provinsi Jawa Barat. Di provinsi Jawa Barat hanya berhasil
menjadi urutan ke-5.
Pada 2003 di kabupaten Garut ada seleksi calon kepala
sekolah. Saya tidak diusulkan oleh kepala sekolah dengan alasan
masih muda. Kepala sekolah malah mengusulkan teman yang
lebih senior. Padahal pada waktu itu saya sudah mengantongi
sertifikat sebagai guru berprestasi. Guru berprestasi berhak
untuk diusulkan menjadi calon kepala sekolah walaupun usianya
masih muda. Akhirnya saya memilih untuk melanjutkan kuliah
S2 di UPI Bandung mengambil jurusan Pendidikan bahasa
Indonesia dan lulus tahun 2005 dengan hasil cumelaude. Pada

5
~ Jangan Gagal Move On ~

2005 mengikuti lagi lomba keberhasilan guru (LKG) dalam


mengajar. Pada lomba ini saya masuk finalis. Saya diundang ke
Jakarta tepatnya di hotel Radin untuk mempresentasikan karya
tulis yang berjudul “Mengajarkan Dongeng dengan Menggunakan
Pertanyaan Pancingan”. Pada saat presentasi, ada salah seorang
juri yang meminta saya untuk menerjemahkan salah satu bagian
pada dongeng tersebut (berupa kakawihan dalam bahasa Sunda)
ke dalam bahasa Indonesia. Setiap kalimat saya terjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia. Akhirnya juri paham maksud dari
tembang tersebut. Setelah selesai presentasi, juri mengumumkan
para juara. Saya tidak masuk juara hanya finalis. Mendapat hadiah
berupa uang pembinaan dan piagam penghargaan dari Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdikbud RI sebagai finalis
LKG tahun 2005.Ada informasi bahwa guru yang berprestasi akan
diberi tunjangan maslahat tambahan oleh pemerintah. Semua
piagam atau sertifikat prestasi dan berkas lainnya yang diperlukan
harus dikirimkan ke Direktorat Peningkatan Mutu Pendidik dan
Tenaga Kependidikan (PMPTK). Saya juga mengikuti program
ini dan alhamdulillah berhasil dan mendapat tunjangan sebesar
Rp 5.000.000,00. Alhamdulillah pada 2005 rezki dari Allah swt
benar-benar diberikan kepada saya dari berbagai hal. Dari hadiah
sebagai finalis LKG dan tunjangan masalah tambahan. Uang
hadiah itu saya belikan motor secara kontan. Pada 2006 di Garut
ada mutasi kepala sekolah. Termasuk kepala SMPN 2 Bayongbong
dimutasikan ke SMPN 2 Cisurupan. Sebagai penggantinya yaitu
Bapak Drs. Dadi Juhaendi, M.Pd. dari SMPN 1 Cihurip. Bersamaan
dengan mutasi kepala sekolah, di Garut ada pendaftaran calon
kepala sekolah. Pada rapat pertama kepala SMPN 2 Bayongbong
dengan guru-guru, saya langsung disuruh mendaftarkan diri

6
Dari Sekolah Pinggiran Merajut Kesuksesan

sebagai calon kepala sekolah. Tanpa harus ada seleksi terlebih


dahulu di tingkat sekolah dengan alasan karena saya sudah
mengantongi sertifikat sebagai guru berprestasi. Sementara teman
saya yang dua orang harus mengikuti seleksi terlebih dahulu di
tingkat sekolah. Saya mengikuti seleksi kepala sekolah dan lulus,
masuk tiga besar yang memperoleh nilai tes tertinggi. Setelah lulus
sebagai calon kepala sekolah pada 2006, saya tidak serta merta
diangkat. Padahal dalam ketentuan pada waktu itu calon yang
masuk tiga besar harus diangkat terlebih dahulu. Kondisi seperti
itu saya terima dengan lapang dada dan penuh kesabaran.

Diangkat di Satu Atap


Setelah lulus seleksi kepala sekolah pada 2006, saya baru
diangkat pada 1 April 2008 dan ditempatkan di SMPN Satu Atap
1 Pakenjeng. Sebuah sekolah yang menyatu dengan SD, berada
pelosok Garut Selatan. Tepatnya terletak di Desa Halimpu,
Kecamatan Pakenjeng Garut. Dari kota Garut untuk sampai
ke SMPN Satu Atap 1 Pakenjeng memerlukan waktu dua jam
dengan menggunakan kendaraan roda dua. Dari jalan utama
Garut Bungbulang masuk lagi melalui jalan desa dengan waktu
tempuh 30 menit dengan kondisi jalan masih bebatuan, belum
diaspal. Kondisinya sangat mengkhawatirkan. Tanjakan yang
curam dan terjal membuat orang yang berkunjung ke sekolah
itu stress dan ketakutan. Saya pertama kali datang ke sekolah itu
untuk sekedar lihat-lihat dulu lokasi berboncengan bersama istri.
Dengan rasa takut dan cemas akhirnya saya dan istri sampai ke
sekolah. Saya diterima oleh beberapa guru. Memperkenalkan
diri bahwa saya ditugaskan sebagai kepala sekolah di SMPN Satu

7
~ Jangan Gagal Move On ~

Atap 1 Pakenjeng. Sekolah ini bangunannya baru ada tiga ruang


kelas, yaitu satu ruang guru yang menyatu dengan ruang kepala
sekolah dan perpustakaan yang ukurannya tidak terlalu luas.
Saya merupakan kepala sekolah pertama sejak sekolah tersebut
didirikan. Sebelumnya dirangkap oleh kepala SDN Halimpu 1
yang letaknya satu kompleks dengan SMP Satu Atap. Nama kepala
SD-nya yaitu Pak Margito. Pada waktu saya menjadi kepala SMPN
Satu Atap 1 Pakenjeng, Pak Margito diangkat sebagai wakil kepala
sekolah.
Bersamaan dengan diangkat di SMPN Satu Atap 1 Pakenjeng
sebagai kepala sekolah, saya mendapat beasiswa dari Kementerian
Agama RI untuk meneruskan kuliah pada jenjang S3 program
studi Administrasi Pendidikan UPI Bandung. Tugas-tugas saya
sebagai kepala sekolah banyak dikerjakan oleh Pak Margito
sebagai wakil kepala sekolah. Di SMPN Satu Atap 1 Pakenjeng
saya bertugas sampai 2010.

Kepala Sekolah di SMPN 5 Cilawu Garut


SMPN 5 Cilawu terletak di lereng gunung Cikuray, tepatnya
di Desa Sukamukti, Kecamatan Cilawu Garut. Di sebelah selatan,
kiri, dan kanan sekolah banyak ditumbuhi pohon-pohon besar
sehingga udara di sekitar sekolah terasa segar dan bersih sangat
baik untuk kesehatan. Sekolah ini merupakan unit sekolah baru
(USB). Saya merupakan kepala sekolah kedua. Sebelumnya
dijabat oleh Pak Sudirman. Dari kota Garut untuk menuju sekolah
ini memerlukan waktu sekitar 30 menit dengan menggunakan
kendaraan roda dua. Lokasinya dari kota Garut memang dekat,
tetapi jalannya masih terjal dan belum diaspal sehingga kendaraan

8
Dari Sekolah Pinggiran Merajut Kesuksesan

tidak bisa melaju dengan cepat. Di SMPN 5 Cilawu saya bertugas


dari 2010 s.d. 2012. Selama kurun waktu dua tahun banyak
hal yang saya lakukan. Terutama saya memprioritaskan dulu
pembangunan fisik. Akses untuk menuju SMPN 5 Cilawu harus
menyebrang sungai yang panjangnya tidak kurang dari 8 meter.
Untuk penyeberangan sementara masyarakat membuat jembatan
alakadarnya dari batangan bambu. Pada saat saya pertama kali
datang ke SMPN 5 Cilawu, kondisinya sangat membahayakan
keselamatan pejalan kaki. Saya bersama para guru dan komite
memperbaikinya, Semua bambu yang sudah agak lapuk itu diganti
dengan yang baru dan lebih dirapikan lagi sehingga aman dilalui
para pejalan kaki. Namun tetap jebatan permanen dengan cara
dibeton harus dibuat agar bertahan lama dan mobil bisa masuk
ke halaman sekolah. Berbagai upaya saya lakukan agar jembatan
permanen menuju sekolah itu benar-benar bisa diwujudkan.
Pada suatu waktu saya ditelepon oleh Pak Rohana, kepala SMKN
2 Garut. Beliau menyuruh saya untuk mengirim foto sekolah
yang rusak. SMPN 5 Cilawu Garut katanya akan diajukan ke
Depdikbud untuk mendapat bantuan dampak dari bencana. Saya
kirim foto-foto bagian sekolah yang rusak, termasuk foto jembatan
akses ke sekolah. Saya kirim juga proposalnya. Setelah satu bulan
ada panggilan untuk MU ke Jakarta. Saya hadir bersama ketua
komite untuk menandatangani surat perjanjian. Setelah satu
minggu penandatanganan surat perjanjian, bantuan turun dan
masuk rekening komite. Sebelum pelaksanaan pembangunan
atau rehab, datanglah tim verifikasi yang dipimpin langsung
oleh Pak Rohana. Pada saat verifikasi tersebut saya dan komite
menyampaikan bahwa dana bantuan itu selain digunakan untuk
rehab dampak bencana juga sebagian akan digunakan untuk

9
~ Jangan Gagal Move On ~

membangun jembatan. Dengan alasan jembatan akses sekolah


kondisinya sangat membahayakan keselamatan para siswa, guru,
dan pejalan kaki lainnya. Kata Pak Rohana pada waktu itu bisa
asal dibuatkan berita acaranya. Akhirnya bangunan sekolah yang
kena dampak bencana bisa diperbaiki, begitu juga jembatan akses
sekolah bisa dibangun dengan cara dibeton secara permanen.
Semua warga sekolah dan masyarakat Desa Sukamukti merasa
senang dengan adanya jembatan permanen menuju sekolah.
Mereka dan para orang tua tidak merasa khawatir dan waswas lagi
akan keselamatan putra-putrinya ketika pergi sekolah. Jembatan
itu diresmikan oleh Ibu Camat Cilawu pada 20 Februari 2012,
dihadiri oleh para pejabat Kecamatan Cilawu dan dari berbagai
elemen masyarakat. Sampai sekarang jembatan itu tetap kokoh
dan sangat bermanfaat bagi semua warga sekolah dan masyarakat
sekitar. Waktu menjadi kepala SMPN 5 Cilawu, kuliah S3 saya
belum selesai. Pada kurun waktu itu sedang masa-masanya sibuk
menyelesaikan disertasi untuk menjadi doktor. Saya banyak
dibantu oleh Pak Deni, seorang guru honorer yang sudah lama
mengabdi di SMPN 5 Cilawu. Dialah yang mengantar bimbingan
ke Bandung. Bahkan Pak Deni ikut menyaksikan promosi doktor
saya di UPI Bandung. Berkat dukungan teman-teman guru di
SMPN 5 Cilawu pada bulan Agustus 2011 studi S3 saya selesai.
Awal saya diundang Kemendikbud RI untuk ikut serta menyusun
dan mengembangkan regulasi bidang pendidikan yaitu pada waktu
bertugas di SMPN 5 Cilawu. Sejak itu sampai sekarang saya sering
diundang Kemendikbud RI. Saya yang pertama kali ikut menyusun
modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) sekarang
istilahnya Pengembangan Kompetensi Pendidik (PKP). Selain itu
saya juga menyusun: pedoman menyusun publikasi ilmiah dan

10
Dari Sekolah Pinggiran Merajut Kesuksesan

karya inovatif untuk angka kredit, pedoman kemitraan kepala


sekolah, peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan tentang
kepala sekolah, pedoman dan instrumen penilaian kinerja tenaga
kependidikan, dan lain-lain. Saya pernah ikut seleksi konsultan
pendidikan di pusat. Namun tidak lolos karena saya tidak sanggup
meninggalkan tugas pokok sebagai kepala sekolah terlalu lama.
Sebagai penggantinya saya masuk pada tim pengembang berbagai
regulasi di bidang pendidikan. Pada 2012 saya mengikuti seleksi
kepala sekolah berprestasi. Saya menyadari bahwa SMPN 5 Cilawu
sekolah kecil dan belum lama berdiri. Prestasinya masih sedikit
dan itupun baru pada tingkat kabupaten. Belum ada prestasi yang
membanggakan. Namun seleksi kepala sekolah berprestasi, tidak
hanya menilai prestasi sekolahnya, tetapi prestasi saya secara
pribadi juga dinilai. Saya membuat portofolio yang isinya dokumen
prestasi dua tahun terakhir. Semua piagam penghargaan, sertifikat
pelatihan, surat undangan dari kementerian tentang keterlibatan
saya dalam mengembangkan dan menyusun berbagai regulasi
pendidikan, buku, artikel, dan lain-lain saya kumpulkan. Selain
harus mengumpulkan dokumen, saya juga dinilai secara pribadi
oleh teman sejawat, pengawas, komite sekolah, dan siswa.
Hasilnya alhamdulillah di kabupaten Garut juara satu dan di Jawa
Barat juara dua. Kegiatan lain saya pada waktu bertugas di SMPN
5 Cilawu yaitu menjadi redaktur budaya koran Garoet Pos sampai
2012-an.

Kepala Sekolah di SMPN 1 Pasirwangi


Pada 2012 saya dialihtugaskan ke SMPN 1 Pasirwangi.
Sekolah ini terletak di sebelah Barat kota Garut. Jika berwisata

11
~ Jangan Gagal Move On ~

ke Kawah Derajat, maka sekolah ini akan terlewati walaupun


dari jalan raya tidak kelihatan karena terhalang oleh rumah
penduduk. Di SMPN 1 Pasirwangi saya bertugas dari 2012-2015.
Berbekal sebagai kepala sekolah berprestasi, saya selalu ingin
mengembangkan sekolah. Namun sekolah ini sulit berkembang
karena posisi sekolah ini tidak strategis dan rawan bencana.
Sebelum masuk sekolah ada tebing yang sangat curam bekas
longsor dan apabila ada hujan yang deras akan longsor kembali.
Jarak tebing yang curam ke sekolah sangat dekat. Jembatan
menuju sekolah beberapa kali roboh diterjang air besar. Saya
bersama teman-teman pernah berusaha untuk menanam pohon
disekitar tebing untuk menahan tanah agar tidak terjadi langsung.
Tekstur tanah yang gembur akhirnya pohon yang ditanam tadi
habis terbawa longsor lagi. Orang tua siswa merasa takut melihat
kondisi sekitar sekolah tersebut. Akhirnya mereka banyak
yang mendaftarkan putra-putrinya ke sekolah swasta yang ada
di kecamatan Pasirwangi. Jumlah siswa tiap tahun menurun
dan relatif stagnan. Kegiatan saya di bidang tulis-menulis pada
waktu menjadi kepala SMPN 1 Pasirwangi semakin menjadi-
jadi. Dua judul buku saya selesaikan. Buku pertama berjudul
Studi Pengembangan Kepala Sekolah: Teori dan Praktis. Buku ini
merupakan pengembangan dari disertasi dengan penambahan
beberapa bab sesuai dengan judul buku. Buku ini diterbitkan
oleh penerbit Rineka Cipta Jakarta 2013 dan menyebar di
seluruh Indonesia. Beberapa bulan saya mendapat royalti dari
penjualan buku tersebut. Namun, pada akhirnya hak ciptanya
saya jual kepada pihak penerbit karena terdesak dengan berbagai
kebutuhan pada waktu itu. Buku kedua berjudul Membangun
Guru yang Melek Menulis. Buku ini merupakan kompilasi tulisan

12
Dari Sekolah Pinggiran Merajut Kesuksesan

saya yang dimuat di berbagai media dan makalah yang pernah


saya tulis selama kurun waktu 10 tahun. Buku ini diterbitkan
oleh Siliwangi Press, sebuah penerbit kampus yang ada di bawah
naungan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Garut tempat saya
mengajar di sana.

Kepala Sekolah di SMPN 2 Garut


Setiap mau ada mutasi kepala sekolah selalu berkembang
informasi yang belum jelas sumbernya. Terutama informasi
nama-nama kepala sekolah yang akan dimutasi dan sekolah
baru yang akan ditempatinya. Termasuk saya yang diisukan akan
dipindahkan ke SMPN 2 Garut. Padahal sebelumnya saya belum
pernah dipanggil oleh bupati atau kepala dinas pendidikan.
Biasanya untuk sekolah-sekolah tertentu, seperti SMPN 1 dan 2
Garut sebelum dilantik, kepala sekolah yang akan menjabat di
sekolah tersebut suka dipanggil terlebih dahulu. Sementara saya
tidak pernah dipanggil. Tiba-tiba diisukan akan ditempatkan
di SMPN 2 Garut. Seiring dengan perjalanan waktu memang
benar akhirnya saya dipindahkan dari SMPN 1 Pasirwangi ke
SMPN 2 Garut. Pada 28 Juli 2015 saya dilantik sebagai kepala
SMPN 2 Garut. Kepala sekolah yang dilantik pada waktu itu
sebanyak 700 orang, terdiri atas kepala SD dan SMP se-kabupaten
Garut. Pelantikannya berlangsung di Pendopo Garut. Seperti
biasanya setelah pihak PKD menyebutkan kepala sekolah dan
sekolah baru yang akan ditempatinya, bupati Garut memberikan
sambutan. Setelah kira-kira 10 menit bupati Garut memberikan
sambutannya, tiba-tiba mengabsen nama saya. “Mana Pak Budi?”

13
~ Jangan Gagal Move On ~

Mana Pak Budi?”“Mana Pak Budi?” “Mana Pak Budi?” Saya


benar-benar pada waktu itu merasa kaget. Setelah Pak Bupati
empat kali menanyakan saya, dari belakang saya berdiri sambil
mengacungkan tangan. “Ini Pak kata saya.” “Nah, semuanya
harus tahu alasannya Pak Budi dipindahkan ke SMPN 2 Garut.”
Kemudian Pak Bupati melanjutkan, “Karena ada dua pihak yang
datang ke saya dan dua pihak itu membawa jagoannya masing-
masing, saya bingung harus memilih yang mana, akhirnya
saya ingat pada Pak Budi, karena Pak Budi itu kepala sekolah
berprestasi, banyak menulis artikel dan buku, dan aktif di
Kemendikbud”. “Sudahlah saya putuskan bahwa yang ditempatkan
di SMPN 2 Garut itu Pak Budi”. Semua yang hadir tepuk tangan
dan melihat saya ke belakang. Saya betul-betul pada saat itu merasa
bangga dan malu. Bangga karena Pak Bupati sudah mengapresiasi
saya sebagai kepala sekolah berprestasi, penulis, dan kiprah saya
di Kemendikbud sebagai penyusun dan pengembang berbagai
regulasi bidang pendidikan. Malu karena hal-hal itu diungkapkan
pada saat pelantikan yang dihadiri orang banyak. Dikhawatirkan
ada persepsi kurang baik dari para kepala sekolah yang dilantik.
Tiga hari setelah pelantikan, saya bersama rombongan dari SMPN
1 Pasirwangi datang ke SMPN 2 Garut untuk acara serah terima
jabatan kepala sekolah dari Drs. H. Iden Suparno. Hampir semua
warga sekolah SMPN 2 Garut hadir pada saat itu.
Program pertama yang saya lakukan yaitu konsolidasi internal
sekolah. Setelah konsolidasi kemudian melakukan lompatan-
lompatan agar SMPN 2 Garut sebagai mantan Rintisan Sekolah
Bertaraf Internasional (RSBI) lebih maju lagi.

14
Dari Sekolah Pinggiran Merajut Kesuksesan

Sekitar awal Agustus 2015 ada surat dari Kementerian


Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI yang isinya tentang
pemilihan sekolah adiwiyata nasional. Salah satu syaratnya yaitu
sekolah yang diusulkan untuk mendapatkan penghargaan tersebut
harus terlebih dahulu menjadi sekolah berbudaya lingkungan
tingkat provinsi. Kebetulan SMPN 2 Garut sudah. Atas dasar itu
saya bersama teman-teman tim mencoba mengusulkan SMPN
2 Garut untuk mendapat penghargaan adiwiyata nasional.
Hasil verifikasi tim dari pusat, alhamdulillah SMPN 2 Garut
dinobatkan sebagai sekolah yang mendapatkan penghargaan
adiwiyata nasional. Saya diundang ke Jakarta untuk menerima
penghargaan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI
pada Desember 2015.
Pada tahun 2016 Kemedikbud mencanangkan agar
penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) menggunakan komputer
atau Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Berkat
dukungan dari semua warga sekolah dan fasilitas yang ada, saya
memberanikan diri pelaksanaan UNBK pada 2016 di SMPN 2
Garut menggunakan komputer secara online. SMPN 2 Garut
merupakan salah satu sekolah pertama UNBK.
Prestasi demi prestasi terus diraih baik bidang akademik
maupun non akademik. Tidak hanya prestasi siswa, tetapi prestasi
sekolah secara kelembagaan, guru, dan kepala sekolah juga meraih
prestasi. Pada 2016 juara umum FLS2N sehingga banyak siswa
dari SMPN 2 Garut yang mewakili kabupaten Garut ke tingkat
provinsi.
Ibu Atin Kartinah, guru bahasa Inggris pada 2016 terpilih
sebagai PNS teladan ke-1 tingkat Provinsi Jawa Barat dan

15
~ Jangan Gagal Move On ~

mendapatkan hadiah umroh dari gubernur Jawa Barat. Pada 2017


salah seorang siswa meraih nilai UNBK tertinggi kedua se- Jawa
Barat.
Saya juga sebagai kepala sekolah pada 2017 terpilih sebagai
PNS teladan/berprestasi ke-1 yang memiliki inovasi tingkat Jawa
Barat. Karya inovasi yang saya ajukan yaitu Penerimaan Peserta
Didik Baru (PPDB) Siswa Baru Secara Online mandiri. PPDB
online mandiri menurut saya merupakan karya inovasi karena
di kabupaten Garut baru SMPN 2 yang melaksanakan. Selain itu
aplikasinya dikembangkan sendiri oleh guru-guru TIK yang ada di
SMPN 2 Garut.
Pada awal 2016 ke SMPN 2 Garut ada tim verifikasi dari
Kemendikbud tujuannya yaitu untuk menentukan calon sekolah
rujukan. Ada tiga sekolah yang diverifikasi pada waktu itu. Dari
tiga sekolah yang diverifikasi, SMPN 2 Garut terpilih sebagai
sekolah rujukan. SMPN 2 Garut selama dua tahun ditetapkan
sebagai sekolah rujukan, yaitu 2017 dan 2018. Sekolah rujukan
yaitu sekolah yang dalam pengelolaannya layak dijadikan contoh
oleh sekolah-sekolah lain di sekitarnya.
Pada 2018 saya membuat hattrick dalam hal prestasi, baik
prestasi individu maupun prestasi sekolah. Prestasi-prestasi
tersebut sebagai berikut.
(1) Terpilih sebagai penulis buku untuk bahan bacaan pada
gerakan literasi nasional (GLN) yang diselenggarakan
oleh Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Depdikbud RI. Judul buku yang saya tulis yaitu
K.H. Mustofa Kamil sang Pendekar dari Kota Intan.

16
Dari Sekolah Pinggiran Merajut Kesuksesan

Kini buku tersebut menyebar ke sekolah di seluruh


Indonesia.
(2) Sebagai juara 3 lomba menulis tentang inovasi dalam
pelayanan publik tingkat kabupaten Garut.
(3) Masuk tiga besar dan mendapat nilai tertinggi dalam
pencalonan kepala dinas pendidikan kabupaten Garut.
(4) SMPN 2 Garut dinobatkan sebagai sekolah adiwiyata
mandiri dan mendapat penghargaan dari Kementerian
Lingkungan dan Kehutanan RI dan Kemendikbud RI.
Adiwiyata madiri yaitu sebuah penghargaan tertinggi kepada
sekolah yang peduli terhadap lingkungan hidup. Dari empat
prestasi yang diraih pada 2018, yang sangat berkesan yaitu
mendapatkan nilai tertinggi pada lelang jabatan sebagai calon
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Garut. Saya merupakan
satu-satunya calon kepala dinas pendidikan yang berasal dari
kepala sekolah dan mampu bersaing dengan 11 kandidat yang
semuanya berasal dari pejabat struktural. Ini merupakan yang
pertama dalam sejarah rekrutmen kepala dinas pendidikan di
kabupaten Garut. Saya merasa bangga walaupun pada akhirnya
tidak diangkat sebagai Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Garut.
Pada 2018 menerbitkan buku dalam bahasa Sunda. Buku ini
merupakan kumpulan dongeng berjudul Sasakala Lembur Kuring:
Asal-Usul Tempat nu Aya di Kabupaten Garut. Diterbitkan oleh
Doega Press. Dongeng-dongeng tersebut merupakan kompilasi
dari tulisan saya selama kurun waktu 2005 s.d. 2007 yang dimuat
pada Mingguan Garot Pos.

17
~ Jangan Gagal Move On ~

Saya bersama Ibu Evon Maftuhah, guru PAI di SMPN 2 Garut


menjadi editor buku antologi puisi hasil karya siswa. Buku antologi
puisi tersebut berjudul Euforia Kata diterbitkan oleh Doega Press
2018. Puisi-puisi yang ada pada buku itu merupakan hasil karya
siswa SMPN 2 Garut bertemakan gempa di Sulawesi. Proses
penyusunannya yaitu sebanyak 1100-an siswa setelah sholat duha
diberi kertas kosong kemudian diminta untuk menuliskan apa
yang terjadi di Sulawesi dan sekitarnya dalam bentuk puisi. Rasa
empati para siswa diminta untuk dituangkan dalam bentuk puisi.
Dari 1100 puisi yang terkumpul terpilih sebanyak 110 puisi yang
layak untuk dimuat pada buku antologi puisi.
Pada Maret 2019 di Garut ada mutasi dan rotasi kepala
sekolah. Teman-teman kepala sekolah banyak yang dirotasi dan
dimutasi. Dari sejumlah teman kepala sekolah yang dimutasi
dan rotasi, justru saya malah dikukuhkan kembali sebagai kepala
sekolah. Padahal di bulan Maret 2019 itu saya menjabat kepala di
SMPN 2 Garut baru 3 tahun 8 bulan.
Masih di tahun 2019 saya mendapat penghargaan sebagai
kepala sekolah berprestasi tk. Jawa Barat. Peristiwa ini terulang
lagi setelah pada 2012 mendapat penghargaan yang sama dari
gubernur Jawa Barat. Semangat untuk terus menulis terus
menggebu-gebu. Semangat ini saya tularkan kepada para guru
dan siswa di SMPN 2 Garut. Setiap ada lomba menulis saya ikuti.
Salah satunya lomba menulis writingthon yang diselenggarakan
oleh penerbit Bitread bekerjasama dengan pemerintah
kabupaten Garut dan pemerintah provinsi Jawa Barat. Lomba
ini bertajuk Writingthon Jelajah Kota Garut. Setiap peserta harus
mempublikasikan tulisan tentang Garut pada media sosial.

18
Dari Sekolah Pinggiran Merajut Kesuksesan

Setelah dalam batas waktu yang telah ditentukan semua tulisan


peserta yang ada pada media sosial itu dinilai oleh juri.
Menurut laoran panitia ada 2281 tulisan yang dipublikasikan
di media sosial dari seluruh wilayah Indonesia. Setelah dinilai oleh
tim juri, terpilih 25 peserta yang dinyatakan sebagai pemenang.
Saya salah satu dari 25 penulis yang dinyatakan sebagai pemenang
itu.
Sebagai ungkapan terima kasih dan apresiasi kepada Bapak
H. Obos Achmad Basjah, tokoh pendidikan kabupaten Garut,
sekaligus bapak mertua, saya menulis buku biografi beliau. Judul
bukunya yaitu H. Obos Achmad Basjah Mengabdi Tak Perah
Berhenti. Buku ini launching tepat pada hari ulang tahunnya yang
ke-87, pada 28 Oktober 2019. Buku tersebut saya persembahkan
sebagai hadiah ulang tahun ke-87 disaksikan oleh keluarga
dan para tamu undangan. Sebagai bukti literasi tak pernah
mati di SMPN 2 Garut, bersama para siswa ekstrakurikuler
jurnalistik menerbitkan majalah sekolah. Nama majalah sekolah
tersebut yaitu Kadoega kependekan dari Kabar Doea Garut.
Kadoega lounching bertepatan dengan peringatan hari Sumpah
Pemuda dan Bulan Bahasa pada 28 Oktober 2019. Majalah ini
direncanakan terbit setiap bulan.

19
Jangan Gagal Move On

RIWAYAT HIDUP PENULIS

“Ini Budi”. “Pak Harun guru Budi”. “Budi


dan Wati pergi ke sekolah”. Kalimat-
kalimat itu sering kita temukan pada
buku teks bahasa Indonesia SD di
era tahun 90-an. Budi yang ini nama
lengkapnya Budi Suhardiman, lahir
di Banjarwangi, Garut, 20 Februari
1969. Pendidikan yang ditempuhnya
SD Negeri 1 Cisero Cisurupan
1982, SMP Negeri Cikajang 1985,
SMA Negeri Cikajang 1988, IKIP
Bandung 1992, S2 UPI Bandung 2005, dan S3 UPI Bandung 2011.
MenikahdenganBayuSutresa Budi. Dari hasil pernikahannya dikarunia
tiga orang anak, yaitu Nova Nurhanifah, S,Pd, M.Pd. Novi Nurlatifah, S.Pd,
M.M. (Si Kembar), danPazka Ahmad Nursamsi, siswakelas X SMA Negeri
1 Garut.Kariernya dimulai tahun 1994-2008 sebagai guru PNS di SMP
Negeri 2 Bayongbong, Garut. Tahun 2008-2010 diangkat sebagai kepala
sekolah di SMP Negeri Satu Atap 1 Pakenjeng. Tahun 2010-2012 kepala
SMP Negeri 5 Cilawu. Tahun 2012-2015 kepala SMP Negeri 1 Pasirwangi.
Tahun 2015-sekarang sebagai kepala SMP Negeri 2 Garut.
Selain menjadi guru dan kepala sekolah, sejak 2006 s.d. sekarang aktif
sebagai dosen luar biasa pada beberapa perguruan tinggi swasta yang
ada di kabupaten Garut. Menjadi tutor pada Universitas Terbuka, Unit
Program Belajar Jarak Jauh (UPBJJ) sejak 2005 s.d. sekarang. Pernah
menjadi juara menulis tk. Nasional tahun 2000 dan 2003, finalis lomba
keberhasilan guru dalam mengajar (sekarang Inobel) tk. Nasional 2005,
guru berprestasi tahun 2003, juara 2 kepala sekolah berprestasi tingkat
Jawa Barat 2012, memperoleh nilai uji kompetensi kepala sekolah (UKKS)
tertinggi tk. nasional 2014, juara 1 PNS teladan yang memiliki inovasi
tingkat Jawa Barat 2017 serta mendapat hadiah umroh dari gubernur

20
Dari Sekolah Pinggiran Merajut Kesuksesan

Jawa Barat, terpilih sebagai penulis buku bahan literasi nasional tahun
2018, juara 3 lomba inovasi untuk pembangunan daerah tahun 2018,
memperoleh nilai tertinggi pada lelang jabatan (open bidding) untuk calon
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Garut 2018. Namun oleh bupati
tidak diangkat, malah dikukuhkan kembali menjadi kepala SMPN 2 Garut,
Juara 2 kepala sekolah berprestasi tk, Jawa Barat 2019, dan sebagai
pemenang lomba menulis Writing thon tk. nasional 2019.
Aktif menulis artikel di berbagai media massa dan buku. Buku terbaru
yang berjudul KH. Mustofa Kamil Sang Pendekar dari Kota Intan (2018)
terpilih sebagai bahan bacaan literasi tingkat nasional dan mendapat
penghargaan dari Kemendikbud RI. Sejak tahun 2010 s.d .sekarang
sering diundang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk ikut
berkontribusi dalam menyusun dan mengembangkan berbagai regulasi
dalam bidang pendidikan. Sebagai fasilitator pada program pertukaran
kepala sekolah tingkat nasional tahun 2010 s.d. sekarang.

21
02
KUN FAYAKUN KALAU SUDAH
RIZKI TIDAK AKAN KEMANA ???
Oleh: Sri Yamini, S.Pd

P
ada tahun 1985 ada seorang calon guru yang lagi magang
untuk menjadi guru. Padahal ia baru sekolah kelas 2 SPG
(Sekolah Pendidikan Guru). Tujuannya magang supaya
pas praktik jadi guru sd dalam ujian sudah bisa trampil dan
bisa menguasai kelas. Gadis tersebut bernama Sri. Dia dari
keluarga yang sederhana, punya adik 5 orang yang terdiri 1
orang adik laki-laki dan 4 adik perempuan. Ayahnya bekerja
sebagai pns suatu perusahaan di Bandung. Pada waktu itu
seorang pns gajinya kecil. Ibunya tidak bekerja karena harus
mengurus ke 6 anak-anaknya. Keluarga kecil dan diam di
rumah kontrakan yang hanya 2 kamar tidur, 1 ruang tamu
dan 1 ruang dapur, kalau kamar mandi ikut ke kamar mandi

22
Kun Fayakun kalau Sudah Rizki Tidak Akan Kemana ???

umum. Dengan gajih ayah yang pas-pasan kadang baru


gajian 2 minggu harus berhutang ke warung. Sri merasa
malu juga karena disuruh orang tua meng hutang ke warung
terutama pinjaman makanan dll. Kadang-kadang ibu tukang
warung suka marah juga kepada Sri. Ibu warung warung suka
mengatakan. Ey... Sri, Bilang kepada bpk/ibu mu baru saja
membayar hutang sudah ngambil lagi untuk berhutang... Sri
hatinya sedih dan malu di depan orang dimarahi seperti itu.
Rasa malu dalam dada dan wajahku langsung, Sri tertunduk
rasa malu sekali banyak yg melihat ke arahku ....
Begitulah nasib orang susah dalam ekonomi. Tutup lubang
gali lubang yang dilakukan oleh ayahku. Tetapi saya bangga kepada
ayahku yang ingin menyekolahkan anak-anaknya. Kata ayahku
masih terngiang di dalam hatiku sampai saat ini. Kalian anak
ayah, harus rajin belajar dan rajin sekolah supaya hasil sekolah
kamu. Jadi modal untuk masa depan kalian dan anak-anak kalian.
Kalau sudah berumah tangga. Ekonomi keluarga penting sekali,
walaupun anak ayah, 5 orang perempuan. Tetapi kalian harus
bekerja untuk membantu suamimu. Supaya hidupnya tidak
seperti ayah. Hanya punya penghasilan sendiri mengurus 6 orang
anak. Sudah dibayangkan, bagaimana susahnya memberi makan
dan membayar biaya sekolah kalian. Sri dan adik-adik tertunduk
sedih mendengar perkataan dari ayah seperti itu. Setelah 2 tahun
magang jadi calon guru di SD. Tibalah Sri lulus dari SPG pada
tahun 1987. Alhamdulillah... akhirnya sudah punya ijazah jadi
guru. Ah... daripada menunggu tes CPNS, lebih baik jadi guru
honor dulu. Supaya ilmu yg diterima waktu di SPG tidak hilang.
Pada suatu hari pada akhir bulan Juni 1987.Sri bertemu dengan

23
~ Jangan Gagal Move On ~

guru sd. Beliau sedang rapat dan Sri waktu itu masih magang.
Pundak ku ada yang menepuk dibelakang. Ey...Sri lagi apa di
sini??? Saya kaget sekali, langsung membalikkan badan untuk
melihat, siapa yg menepuk pundak ku sampai kaget. Ee... Bapak
Guru, Apa kabarnya??? Sri sambil salaman kepada bapak guru
tersebut. Alhamdulillah... Bapak sehat dan keluarga bpk juga
dalam keadaan sehat walafiat. Sri... kamu lagi apa di sekolah ini???
Sri, menjawab Saya lagi mengajar di sekolah ini sudah 2 tahun.
Memangnya kamu lulusan sekolah guru??? Kata bapak guru lagi.
Ya, Pak... Sri baru lulus sekolah guru. Kebetulan di sekolah bapak,
ada yang pindah sekolah dan rumahnya ,jadi mengajarnya juga
pindah. Oh... Boleh, pak guru... mau mengajar di sekolah pak
guru. Sri bertanya lagi, Apa persyaratannya untuk melamar jadi
guru honor??? Sudah... tidak usah pakai lamaran segala. Yang
terpenting nanti kamu datang ke sekolah. Kebetulan bapak jadi
kepala sekolah. Waduh... Alhamdulillah sekali, pak guru...
Singkat cerita Sri diterima mengajar sebagai wali kelas 3 SD
dengan jumlah murid sekitar 40 orang. Pertama mengajar agak
kaku, karena melihat murid yang banyak. Tetapi karena sudah
terbiasa, lama-lama senang juga jadi guru. Dihargai dan dihormati
oleh murid-murid, orang tua dan masyarakat sekitar. Tibalah Sri
mengajar sudah 1 bulan, Bapak Kepala Sekolah memanggilku
disuruh ke kantor. Hatiku deg…degan, dalam pikiranku ada apa
yah?....
Bapak Kepala Sekolah memberikan sebuah buku, Sri ayo
tanda tangan di buku ini ???Sri kaget ada apa, pak….Tidak ada apa-
apa.Ini gajimu bulan ini. Maaf ,Bapak tidak bisa memberi gajih
yang layak, ini juga dari uang iuran bulanan dari orang tua siswa.

24
Kun Fayakun kalau Sudah Rizki Tidak Akan Kemana ???

Dan ada tambahan dari uang PPDB (Penerimaan Murid Baru


).Lumayan untuk membeli bakso. Kata, Bapak Kepala Sekolah. Ya,
Pak sahut Sri…Lalu Sri menandatangani tertulis angka Rp 10.000
(10 kg beras ) dan ditambah uang PPSB sebesar Rp 22.500. Sambil
menandatangani Sri mengucapkan, Alhamdulillah ada rizkiku, Ya
Allah trimks hari Sri dapat rizki semoga jadi baroqah,Aamiin Ya
Robalalamin kata Sri dan Bapak Kepala Sekolah. Pada tahun 1999
Sri tidak terasa sudah mengajar 2 tahun. Lalu di tahun ke 2 diberi
tugas menjadi guru kelas 5 dengan jumlah murid 45 orang. Wah…
muridku tambah banyak dalam hatiku. Mudah-mudahan Sri bisa
mengajar dengan baik. Pada tahun 1990 ada penerimaan CPNS.
Sri ikut daftar peserta dari kota Bandung hampir 3500 orang. Itu
merupakan tes CPNS yang ke 1. Setelah pembukaan lulus/tidak
lulus, ternyata Sri gagal . Dalam hatiku sedih sekali. Tetapi kita
jangan putus asa, masih ada kesempatan waktu yang lain. Pada
tahun 1991 ikut lagi tes CPNS yang ke 2, sama nasibnya gagal
lagi (Tidak Lulus ).Lalu pada tahun 2000 mengikuti tes CPNS
yang ke 3 sama nasibnya gagal lagi (Tidak lulus ). Pada tahun
2001 mengikuti tes CPNS yang ke 4 sama nasibnya gagal lagi.
Pada tahun 2003 mengikuti tes Guru Bantu yang ke 1 tidak
lulus juga. Pada tahun 2004 mengikuti tes Guru Bantu yang ke
2 sami mawon gagal lagi. Pada tahun 2005 mengikuti tes CPNS
yang ke 5 nasibnya sama tidak lulus. Suamiku mulai ikut campur
tentang jadi guru honor di sekolah. Malahan menyuruh keluar,
fokus mengurus keluarga. Tetapi Sri sudah terlanjur jatuh cinta
dengan murid-murid SD, rasa sayang kepada mereka tidak bisa
digantikan oleh apapun. Walaupun honorku tidak bisa mencukupi
untuk ongkos setiap hari. Dari rumah dinas ke sekolah kalau
berjalan kaki sekitar 30-45 menit. Apabila naik kendaraan motor

25
~ Jangan Gagal Move On ~

sekitar 15-20 menit karena daerah macet kalau sekolah pagi.


Sri bersyukur bisa memberikan ilmu kepada murid-muridnya.
Sudah terbayang dalam hatiku. Diam di rumah hanya mengurus
suami dan anak-anak. Tanpa kegiatan lain, paling ikutan grup
darma wanita dengan ibu-ibu Persit. Wah…cape dan sudah jelas
kurang bermanfaat menurutku. Tetapi kalau mengajar lebih
bermanfaat. Sri dari tahun 1987-1998 mendapat honor per/bulan
sampai level Rp 45.000. Dengan masa kerja 11 tahun ,suamiku
menertawakan ku. Mamah….masa mengajar sudah lama diberi
gajih seperti itu. Sudah keluar saja. Tetapi Sri sudah bertekad
harus berhasil, siapa tahu ada rizki dari Allah Subhanahu wa taala
bisa jadi guru PNS. Dengan ikhtiar, ikhlas dan sabar. Mudah-
mudahan jadi berkah untuk kehidupan keluargaku, Amin Ya
Robalalamin. Pada tahun 2006 tepatnya di bulan Januari Sri dan
teman-teman SPG dengan diam-diam ,tidak memberitahukan
kepada suamiku mau mengikuti tes CPNS yang ke 6. Karena
takut dimarahi, bisa gawat kalau tahun ini Sri gagal lagi. 2-3 hari
Sri pulang ke rumah telat terus. Sampai suamiku marah besar.
Kemana saja, mah….pulangnya telah ???Sri menjawab itu, Pak
ada rapat di sekolah karena mau ada kegiatan. Oh…dikira main
dengan teman-temanmu yang suka ke rumah. Segala persyaratan
dan administrasi untuk mengikuti tes CPNS sudah disiapkan
dengan rapi. Jadi kalau suamiku dan anak-anak sudah tidur baru
menyusun persyaratan. Biasa di tengah rumah acak-acaknya
he….Tetapi, Alhamdulillah, suamiku dan anak-anak tidak ada
yang bangun. Karena Allah Subhanahu wa taala melindungiku.
Kita harus percaya baik/buruk itu merupakan suatu takdir yang
merupakan qadha dan qadar dari Allah. Selama keinginan kita

26
Kun Fayakun kalau Sudah Rizki Tidak Akan Kemana ???

belum tercapai kita sebagai manusia wajib berikhtiar . Kalau kita


suka putus asa, bagaimana cita-cita kita bisa tercapai ???
Tepat pada bulan Januari 2006 Sri mengikuti Tes CPNS
dengan jumlah soal hanya 100 soal biasanya sampai 250 soal. Jenis
soalnya juga dari jaman tes CPNS ke 1 tahun 1987 tetap tidak ada
perubahan, hanya dalam segi bahasa dan angka dalam pelajaran
Matematika ada perubahan. Waktu tes hanya 120 menit/ 2 Jam.
Alhamdulillah selesai juga tesnya. Semoga tes kali ini bisa lulus
dalam hatiku, Amin Ya Robalalamin.
Selama menunggu hasil pembukaan Sri melakukan puasa
sunat Senin-Kamis dan sholat malam. Kegiatan tersebut sudah
dilakukan sejak sekolah di SD. Banyak hikmah dari bertawakal
diri tersebut. Pada suatu hari suamiku memanggil mah…Sudah
keluar dari sekolah ???Belum, Pak …Mengapa tidak keluar saja
mengajarnya. Apakah uang bulanan dari bapak masih kurang
???Kata suamiku ,kataku sambil menggendong anakku yang besar.
Gajih segitu masih saja dipertahankan, untuk membeli susunya
tidak cukup uang sebesar itu. Yah…nanti mau dipikirkan lagi, Sri
langsung masuk ke kamar sambil menggendong anak yang sedang
tidur. Sri pura-pura tidur supaya pembicaraan dengan suami tidak
memanas. Pak, Mamah mau tidur duluan kasihan anak sudah
tidur dipangkuan. Pada waktu itu anakku baru berusia 5 tahun
sudah sekolah TK. Ya, kata suamiku menyahut dari tengah rumah,
tanggung lagi nonton bola Persib. Tibalah saatnya yang Sri tunggu,
pengumunan sudah ada sejak siang. Bahkan ada teman sekolahku
telepon katanya Sri lulus. Waduh…Alhamdulillah sangat senang
sekali. Tetapi Sri masih belum percaya juga. Ada lagi yang telepon
lagi, Sri…kamu lulus. Sudah 2 orang yang memberitahukan bahwa

27
~ Jangan Gagal Move On ~

Sri lulus. Lalu Sri sengaja telepon kepada teman. Bagaimana kamu
lulus juga ??? Ya, angkatan kita banyak yang lulus. Padahal usiaku
sudah 40 tahun. Itulah keagungan dari doa-doaku kepada Allah
Subhanahu wa taala kalau sudah tiba pada waktunya/ rezkinya.
Selalu dinanti sejak tahun 1987 sampai tahun 2006 tidak disangka
dan tidak diduga. Sri sujud syukur karena sudah dapat berita
tersebut. Karena Sri belum mengecek kebenarannya, mau mencari
waktu yang sepi di kantor Dinasnya. Sekitar jam 17.00 Sri minta
antar kepada suami mau ke kantor dinas. Suamiku juga memang
ada apa mau ke sana ???
Ayo…Pak antar saja mamah ke sana ada perlu. Kata suamiku
jam 17.00 kantor sudah tutup. Ya, sudah tutup, sebentar saja.
Akhirnya suamiku mau mengantar sambil ngomong terus. Sudah
sampai di tempat parkir di depan kantor dinas, hanya ada beberapa
orang yang lagi melihat-lihat ke dinding kantor dinas. Mah…
ada apa ??? Tidak tahu, ada apa orang-orang melihat ke papan
pengumuman ??? Lalu Sri mendekati papan pengumuman sambil
melihat satu per/satu kertas yang ditempel. Pas tepat ada namaku
yang sudah dilingkari oleh seseorang yang kenal denganku. Nih…
Pak, yang dimaksud mamah ini sambil menujukkan namaku yang
sudah dilingkari. Suamiku memandang namaku yang ada ditulis
dalam kertas yang sudah ditempel. Suamiku tidak malu, langsung
memelukku. Alhamdulillah, Ya, mah…lulus juga.Ya,pak….kalau
sudah rizki dari Allah hanya kita perlu kesabaran,keikhlasan dan
taqwa kepada Allah. Suamiku bertanya lagi” Kapan testingnya,
kok bapak tidak tahu ???Biasanya minta diantar sambil menepuk
pundakku. Supaya jadi kejutan, takut tidak lulus.Jadi ikut tesnya
sembunyi-sembunyi.Waktu mamah telat terus pulang sekolah.
Di dalam SK gol 2b masa kerja 18 tahun 9 bulan diberi gajih Rp

28
Kun Fayakun kalau Sudah Rizki Tidak Akan Kemana ???

2.500.000 ijasah lulusan D2 PGSD UPI Bandung. Sekarang Sri


sudah gol 3d dan bersertifikat sertifikasi dari tahun 2013. Semoga
kisahku ini menjadi motivasi kepada adik-adik guru honor.
Kuncinya jangan putus asa ,tetapi harus berusaha. Tunjukkan
skill yang positif kepada murid-muridmu, orang tua, teman guru.
Bahwa kita mampu tidak kalah kompetensi dengan guru PNS.
Tanpa berusaha, berdoa kepada Allah dan minta doa restu dari
kedua orang tua kita serta saudara-saudara kita. Kita tidak akan
berhasil. Karena mukjizat dari doa yang membuat kita berhasil

29
Jangan Gagal Move On

PROFIL PENULIS

Namaku Sri Yamini,S.Pd,


Usiaku 54 Tahun
Tempat Mengajar di SDN 210 Babakan
Sinyar Bandung.
Alamat tempat tinggalku di Jalan
Terusan Sukapura No 13 RT 003 RW
001, Kel.Sukapura Kec.Kiaracondong,
Bandung 40285
Sri Yamini dilahirkan oleh seorang ibu
bernama Mimin dan ayah bernama
Dayat Sudaryono .Orang tuaku tidak sekolah tinggi hanya lulusan
sekolah rakyat (SR/SD).Tetapi saya bangga terhadap beliau yang sudah
membimbing,
mendidik sampai seperti ini. Saya mempunyai 4 orang adik perempuan
dan 1 adik laki-laki. Karena saya anak paling besar. Saya menikah tahun
1998 dengan Ayi Mury pegawai BUMN. Dikarunia 4 orang anak, anak ke
1 dan k3 meninggal dunia sejak bayi. Anak yang masih ada adalah anak
yang ke 2 sedang kuliah dan anak ke 4 sedang sekolah di pesantren tingkat
SMP (Snawiyah ). Anakku yang ke 2 bernama Nahda Fitriana dan anak
ke 4 bernama Umar Hanafiah .Pendidikan SD,SMP,SPG,D2 PGSD UPI
Bandung dan S1 PGSD UPI Bandung. Kegiatanku selain mengajar murid
SD. Aktif di berbagai komunitas baik literasi dan IT. Alhamdulillah dengan
ikut bergabung dengan master2 hebat dan keren. Kita terbawa jadi bisa.
Seperti dalam peribahasa yang sudah terkenal :
1. Berakit-rakit ke hulu berenang-renang kemudian, bersakit-sakit
dahulu bersenang-senang kemudian
2. Kejarlah bintang di langit, seperti mengejar cita-cita yang kita
inginkan

30
Kun Fayakun kalau Sudah Rizki Tidak Akan Kemana ???

3. Belajar sepanjang hayat. seperti kita hidup 1000 tahun


Tag Fecebook: https://www.facebook.com/profile.
php?id=100010514321825%2Fsri%20yamini
Tag Whatsapp 081322163027
Telegram : / 081322163027 sri_bandung
Penulis Blog Kompasiana https://www.kompasiana.com/sriyamini
Penulis Blog IGI https://blog.igi.or.id/author/sriyamini
Adapun beberapa karya buku yang sudah dicetak antara lain:
1. Guru Menyemai Benih Literasi Tahun 2016 LPMP Jawa Barat
(Antalogi)
2. Bukan Guru Bisa Tahun 2016 Wisma UNJ Jakarta (Antalogi)
3. Gurupun Bisa Menulis Di Era Digital Tahun 2017 P4TK Bandung IGI
Jawa Barat (Tunggal)
4. Kuncup Pena Kumpulan Artikel Alumni SAGUSAKU Bandung Tahun
2017 P4TK Bandung IGI Jawa Barat (Antalogi)
5. Aku Bangga Jadi Guru Tahun 2017 IGI Surabaya Jawa Timur
(Antalogi)
6. Goresan Pena Sang Guru Tahun 2017 IGI Cimahi (Antalogi)
7. Bunga Rampai Goresan Pena Guru Jawa Barat Tahun 2018 Bogor
Jawa Barat (Antalogi)
8. Pelangi KPLJ (Komunitas Pegiat Literasi Jawa Barat ) Tahun 202018
LPMP Jawa Barat (Antalogi)
9. Pelita Di Mata Pelangi (Kumpulan Cerita Mini dari karya 43 Penulis
Anggota KPLJ Jawa Barat )Tahun 2019 (Antalogi)
10. Motivasi Pelatihan Daring Gratis & Berbayar Grup Komunitas Guru
Masa Depan ,Solok-Padang Sumatera Tahun 2019 (Tunggal)
11. Buku Digita Mengenal Kepribadian Murid Dengan Doodly Art
Therapi Grup PIPP Bogor Tahun 2019 sedang dicetak

31
Jangan Gagal Move On

12. Buku Antalogi Essay dari Grup Literasi Jawa Barat sedang dicetak
tahun 2019
13. Buku Antalogi Cernak dari Grup Literasi Jawa Barat sedang dicetak
tahun 2019
14. Buku Mengenal Kepribadian seseorang dengan Grafologi dari Grup
Komunitas Guru Masa Depan dari Solok- Padang Sumatera (Tunggal
) tahun 2019 sedang dicetak

Mendapatkan penghargaan seperti:


1. Penerima Anugrah Apresiasi Pendidikan Tahun 2018 Katagori Guru
Penulis Terbanyak dari Kepala Dinas Kota Bandung

32
03
KEJORA DI JELANG SENJA
Oleh: Ecih Suningsih, M.Pd

A
ku terlahir dari pasangan pekerja keras. Ayah dan
ibuku pedagang dan juga petani. Mereka berdagang
di pasar desa tanpa kios seminggu dua kali. Jika hari
pasar tiba ibu akan bangun tengah malam untuk memasak
nasi dan sayur serta lauk pauk yang akang di jual di pasar. Jika
sudah matang ayah akan membawanya ke pasar yang tidak
jauh dari rumah. Saat itu aku masih duduk di bangku sekolah
dasar, aku akan ikut bangun dan memperhatikan kesibukan
ibu di dapur. Aku berkata dalam hati jika dewasa nanti aku
tidak ingin seperti ibu yang harus bangun tengah malam untuk
memasak dan berjualan hingga siang hari begitu lelahnya.
Jika musim hujan tiba ayah dan ibu harus membajak sawah
yang kami miliki untuk ditanami padi. Sungguh pekerjaan

33
~ Jangan Gagal Move On ~

berat di mataku. “Apa cita – citamu Dara ?” tanya Pak Ahmad


guru kelas 6 .Ku jawab dengan lantang “Saya ingin jadi guru”.
Dalam hati aku berkata karena tak ingin jadi pedagang dan
petani seperti orangtuaku. Aku senang bertemu banyak
teman berbagi segala yang kumiliki meski tak seberapa yang
ku punya itu juga alasan mengapa ku ingin menjadi guru.
Ku kagumi profesi guru karena begitu mulia di mataku
.Aku satu dari empat orang siswa SDN Gandoang 02 yang
diterima di SMPN Cileungsi. Semakin banyak temanku dari
berbagai kalangan. Mendidik dan mengajar siswa di sekolah
bahagia rasanya dan mulai aku rasakan saat kelas 3 SMP
.Guru Madrasah Diniah meminta aku agar membantunya
mengajar di Madrasah sepulang sekolah,karena aku salah
satu alumni .Sejak mengajar di Madrasah aku merasa perlu
belajar agama lebih dalam lagi hingga timbullah keinginan
untuk mondok.Maka kulanjutkan SMA di YAPIDA meski
saat itu nilai hasil ujianku cukup besar karena aku peringkat
ke 3 di kelas dan dapat di terima di SMAN Cibinong. “Dara
mau daftar di SMAN mana, NEM kamu kan besar di SMA
negeri manapun pasti diterima lho ?”tanya Santi teman
sebangkuku.”ah, aku mau mondok ajah di YAPIDA San!”
jawabku.” Duh sayang sekali nilaimu, kalau bisa buatku
saja NEM kamu”! canda Sandi seraya menepuk pundakku.
Menuntut ilmu di Pondok Pesantren salah satu impianku,
dan alhamdulillah aku bisa merasakannya bukan sekedar
mimpi. Ku ikuti dengan penuh rasa bahagia segala kegiatan
di pondok hingga ku raih prestasi juara 1 di kelas dan
menjadi santri tercepat hafal surat waqi’ah. Berbagai kegiatan
kuikuti dari pagi hingga malam tiba. Selain mengaji dan

34
Kejora di Jelang Senja

belajar di kelas, eskul drumband dan karate kuikuti. Hingga


pengalaman bermain drumband di Gelar Senja Gedung Sate
Bandung. Mengikuti lomba cerdas cermat P4 hingga tingkat
propinsi tentu ini prestasi bergengsi disaat itu.YAPIDA juga
mengajarkan aku berorganisasi .Seksi Kesenian jabatanku di
OPIDA.Saat aku duduk di kelas 3 aku terpilih menjadi team
pengajar kelas santri baru.Pengalaman ke dua menjadi guru.
“Abah, Dara pamit pulang, terimakasih Abah telah mendidik
dan memberi ilmu selama Dara di YAPIDA” ucapku lirih saat
pamit pulang dan keluar dari pondok “Dara ga melanjutkan
kuliah ?” tanya Abah “ Sayang loh kamu itu pintar dan punya
potensi” sambung Abah.” Dara tidak lulus SIPEMARU Bah,
kalau kuliah di swasta biayanya mahal” jawabku.” Terus
Dara di rumah mau ngapain ?” tanya Abah lagi.” Dara mau
kerja dulu Bah, mau ngumpulin uang buat kuliah” jawabku
meyakinkan Abah.” Oh ya bagus kalau begitu Abah hanya
bisa mendoakan semoga segala keinginanmu tercapai”
Ucap Abah dengan tetapan haru.” Ya Abah terimakasih
atas doanya, Dara pamit” seraya mencium tangan Abah.
Juli 1992 aku pulang dari pondok, kegagalanku di tes
SIPEMARU tentu gagal pula kusandang status mahasiswa.
Karena orangtuaku tak sanggup membiayai kuliahku di
PTS. Berbekal Ijazah SMA kucoba mencari pekerjaan .
Pembuatan lamaran di bantu Rafi saudara misanku. Rumah
kami berdekatan sehingga kami sering bertemu selain kami
masih saudara.”Dara ada lowongan tuh di pabrik sepatu,
coba datang melamar” Rafi menyuruh aku untuk melamar
ke pabrik sepatu.” Dimana lokasi pabriknya Raff?”tanyaku
dengan penuh harapan.”Di Cimadu, ayo aku antar “ jawab

35
~ Jangan Gagal Move On ~

Rafi penuh semangat. Pagi – pagi Rafi datang ke rumahku


untuk mengantar aku melamar ke pabrik sepatu.” Aku
belum beruntung karena yang dibutuhkan karyawan untuk
menjahit sementara aku tidak mahir menjahit. Sejak saat itu
Rafi sering datang ke rumahku dan mengajak aku jalan meski
sekedar makan bakso. “ Ayah aku belum siap untuk menikah
“ jawabku saat kutahu maksud kedatangan orangtua Rafi
yang mendadak tanpa pemberitahuan sebelumnya, bahkan
Rafi pun tak mengetahuinya jika kehadiran orangtuanya
di rumahku adalah untuk melamar.“Anak perempuan itu
tidak boleh menolak lamaran pamali!” Jawab ayahku dengan
tegas.”Sudahlah Dara mungkin ini memang yang terbaik
untukmu Allah pilihkan Rafi sebagai jodohmu”. Suara
lembut ummi seraya memelukku. Aku memang mencintai
Rafi tapi kami belum berencana untuk menikah diusia
muda, tapi mungkin ini yang terbaik untukku. Entah apa
yang kurasa akhirnya kuputuskan untuk bertemu dengan
Abah Kyai Asep di Pondok.”Abah semalam Dara dilamar
orangtua Rafi tapi sebenarnya Dara belum ingin menikah
begitu juga Rafi bagaimana ini Bah ?” tanyaku lirih di
hadapan Abah ”Pulanglah kamu menikahlah dengan Rafi
dia jodohmu yang telah Allah pilihkan untukmu”. Saran
Abah. Kamis, 08 Oktober1992 Rafi menjadikan aku sebagai
istrinya. Hari – hari indah masa bulan madu kami nikmati
bersama. Setahun pernikahan kami dikaruniai seorang
putra,ku beri nama Adi Mahardika. Kesibukanku mengurus
rumahtangga tak membuat ku lupa akan keinginan untuk
kuliah. suatu hari ku mohon ijin kepada suamiku tapi dia
tak juga merestui. ”Abi,Umi ingin kuliah bareng Bu Yuli di

36
Kejora di Jelang Senja

UNJ mumpung ada temannya?”pintaku pada Rafi. “ Tidak


Abi ga setuju, kalau ummi mau kuliah kita pisah ajah”.
Jawaban Rafi sangat membuatku terkejut. Perbedaan dalam
banyak hal membuat kami sering ribut tapi aku berusaha
mengalah . Aktifitas sebagai ibu rumah tangga membuatku
jenuh akhirnya ku isi dengan mengajar di Madrasah Diniah.
Sepuluh tahun usia perkawinan kami dikaruniai seorang
putri, ku beri nama Sabilla Hani. Suatu hari aku bertemu
Kepala Sekolah SDN Suka Mulya. Kami berkenalan dan
beliau memintaku agar membantu mengajar di SD untuk
Matpel Agama.” Neng menantunya Pak Isa ya ?” tanya Bu
Sri “ Ya bunda “ jawabku lembut.”Mau nggak bantu ibu di
SD ngajar agama?” “ ya bunda siap “ Akhirnya 1 Juli 2014
aku mengajar di SD Suka Mulya tapi siangnya masih tetap
mengajar di Madrasah Diniah. “Neng Dara mau kuliah
nggak ?” Di Jonggol ada kelas jauh D2 PGSD UHAMKA ayo
kuliah bareng mantu saya” tanya Kepala Sekolahku.” Mau
sekali Bu, semoga kali ini Abi mengijinkan saya” jawabku
dengan keyakinan Abi akan mengijinkan karena aku
mengajar di SD. Usai mengajar aku tak menunda lagi untuk
menyampaikan keinginanku pada Abi, andai tak diijinkan
aku akan memaksanya.” Abi, ummi mau kuliah PGSD nih
di UHAMKA Jonggol dekat kan boleh ya ?” aku merayu
Abi seraya membawakan kopi pahit kesukaannya.”Kuliah
? memang ummi punya uang ?” Abi balik bertanya seraya
menyeruput kopi pahit yang ku sajikan.”Ga mahal kok, lagian
ummi kan dah ngajar di SD, jadi kualifikasinya harus sarjana
.”Ayo dong Abi ijinin dong, kan demi masa depan kita juga”
rengek aku sembari memegang tangan Abi.” Ya udah terserah

37
~ Jangan Gagal Move On ~

...”jawab Abi meski nampak sedikit terpaksa. Berbekal kata


terserah aku berangkat ke Jonggol .5 April 2006 akhirnya ku
sandang status mahasiswa jurusan D2 PGSD di UHAMKA
untuk kelas jauh yang dilaksanakan di Kecamatan Jonggol.
Dan aku mahasiswa tertua di kelas. Menjadi mahasiswa di
usia 33 tahun tak membuat ku patah semangat meski tak
jarang cemooh dan komentar dari tetangga.”Udah tua kok
baru kuliah buat apa buang – buang uang nggak bakalan
jadi PNS” komentar salah seorang tetanggaku, tapi aku tak
menghiraukannya. Sebaliknya kulakukan dengan penuh
kebahagian dan kebanggaan .Dan alhamdulillah aku menjadi
mahasiwa terbaik di kelas.04 April 2008 lulus dengan nilai
yang cukup memuaskan.
“Dara UPT Cileungsi mau buka S1 PGSD UT ayo kita daftar biar
aku ada temennya!” ajak Ninu sahabatku.” Hayuk tapi aku ijin
dulu suamiku ya” jawabku. Kembali kata terserah yang terucap
dari Abi. Agustus 2018 kulanjutkan kuliah di UT jurusan S1
PGSD . Perkuliahan dilaksanakan setiap hari sabtu dan minggu
di gedung UPT kecamatan Cileungsi. Mahasiswa mayoritas guru
– guru senior di kecamatan Cileungsi. Alhamdulillah akhirnya
Abi dan anak – anak mendukung kegiatanku ini meski nyaris
tak punya waktu untuk keluarga karena, aku harus mengajar dua
kelas dari pagi sampai sore dan ba’da magrib harus ngeles men-
gaji di rumah sahabat. Meski lelah ku jalani semua aktifitas den-
gan senang hati karena menjadi guru adalah cita – citaku sejak
kecil. Perubahan pergaulan dan penampilanku semasa kuliah S1
sempat membuat suamiku salah paham.”Ummi apa yang Ummi

38
Kejora di Jelang Senja

lakukan pulang kuliah tadi?”tanya Abi dengan penuh emosi


sembari memegang Hpku. “Apa maksud Abi ? Ummi ga nger-
ti” jawabku dengan keheranan .” Ini Ummi sms ke Ninu kalau
Ummi abis ngebakso sama pacar, siapa laki – laki itu ?” kembali
Abi bertanya dengan sangat marahnya seraya melempar Hpku
hingga hancur berkeping – keping. Aku baru ingat kalau tadi aku
bercanda sama Ninu aku ngebakso sama Pak Andi teman sekelas
yang suka bercandain aku hingga teman – teman ngeledekin dia
pacar aku.” Abi maafin ummi tadi ummi bercanda sama Ninu,
jangan dianggap serius dong !” kataku sembari memegang tangan
Abi .Alhamdulillah setelah kuyakinkan Abi mengerti dan me-
maafkan aku..16 Maret 2011 aku lulus S1 .Impian menjadi sar-
jana tercapailah sudah ku persembahkan kepangkuan ayah, bun-
da dan suami serta keluargaku tercinta. Tangis haru dan bahagia
mengiringi hari wisuda. Bersama 2000 wisudawan di gedung
pusat UT Pondok Cabe bahagia kami mengharu biru, dan saat itu
aku menjadi petugas pembaca janji wisudawan pengalaman yang
tak akan terlupakan. Aku termasuk salah satu peserta tes CPNS
dari golongan K2 tahun 2013 dan alhamdulillah lulus, anugerah
terindah dari yang Maha Kuasa.”Dara selamat ya semoga berkah
aku turut bahagia akhirnya sahabatku ini jadi PNS juga “ ucap
Ninu seraya memelukku karena Ninu sudah lebih dulu jadi
PNS.” Bunda alhamdulillah aku lulus tes CPNS “kupeluk Bunda
dalam tangis bahagia kiranya doa kami dikabulkan Allah SWT.
Tapi sayang Sebelum ku terima SK CPNS Bunda telah menyusul

39
~ Jangan Gagal Move On ~

Ayahanda kepangkuan Ilahi Rabi. 05 Mei 2014 di usia ke -41 ta-


hun ku terima SK CPNS dengan penuh rasa syukur.Ku pandangi
SK CPNS dengan mata berkaca – kaca serasa tak percaya namaku
tertulis dengan golongan 3a.Subhanallah rejeki tak terkira bagi
kami CPNS K2 karena masa kerja kami di cantumkan di SK se-
hingga belum kami terima SK PNS tapi kami sudah mendapat
panggilan untuk PLPG. 01 Desember 2015 SK PNS kami terima
dan 2016 sertitifikasi kami pun cair alhamdulillah tak henti ku
ucapkan rasa sukur kehadirat Ilahi Rabi. Tak sengaja November
2014 aku di daftarkan Pak Sanjaya Kepala Sekolahku masuk
kuliah S2 di PAKUAN jurusan Administrasi Pendidikan.”Wah
saya mampu nggak ya pak bayarnya kan mahal, saya baru CPNS
gaji saya kecil “ seruku pada Pak Sanjaya.” Yakin kebayar Bu Dara
asal niat “ jawab Pak Sanjaya. Saat itu Beliau telah memasuki
semester 2 (dua).Dan Pak Sanjaya yang terus memberi motivasi
kepadaku agar tidak cukup puas dengan ijazah S1. Akhirnya aku
kuliah bersama Bu Lilis dan beberapa teman lain dari kecamatan
Cileungsi. Ada sedikit minder saat kuliah karena teman – teman
sekelas kami khususnya teman dari Sukabumi mereka cerdas
dan hebat sementara aku lemah di bahasa Inggris. Tapi aku be-
rusaha mengikuti perkuliahan dengan sepenuh hati. Tepat dua
tahun kami pun lulus. 30 November 2016 wisuda S2 mimpi
terindah kini jadi kenyataan. Hari Rabu yang tak terlupakan ke-
tika Bunda Rita Direktur S2 Administrasi Pendidikan memeluk
seraya mengucapkan selamat kepadaku.” Selamat ya sayangku

40
Kejora di Jelang Senja

semoga tambah berkah “ suara lembut bunda Rita mengalun


syahdu ditelingaku .” Terimakasih Bundaku” jawabku seraya
memeluknya. Titik air matapun tak dapat ku bendung sebagai
rasa haru dan bahagia. Rangkaian bunga ku terima dari suami
dan saudara – saudara sebagai ucapan selamat. Bimtek Replika
Diseminasi 2016 adalah bimtek pertama yang kuikuti sebagai
pemandu KKG di gugus 7.” Dara mau ya jadi pemandu di KKG
Gugus 7 ?” Tanya Bu Dila Ketua Gugus 7 .” Ya Bu, nanti tugas saya
ngapain Bu ?” jawabku sembari balik bertanya.” Tugas pemandu
yaitu menyampaikan materi yang di dapat dari BIMTEK kepada
teman – teman di gugus 7.”jawab Bu Dila.” Oh..ya..ya siap semoga
saya bisa Bu” jawabku. Pengalaman pertama yang sangat berke-
san bersama Seniorku Bunda Ani. Setahun kemudian Bunda Ani
menjadi kepala sekolah ketua KKG dipegang oleh Pak Dani dan
aku masih sebagai pemandu hingga kini kami bersama dalam
berbagai kegiatan BIMTEK dan melaksanakan kegiatan KKG di
Gugus 7.

Suatu hari seorang teman mengajak gabung menjadi


pengurus wilayah PIPP Kecamatan Cileungsi. 5 November 2018
gabung di group pusat PIPP senangnya berada diantara orang
– orang hebat yang sudi berbagi. PIPP merupakan Profesional
Development Courses for Educator yang giat menyelenggarakan
pelatihan profesional guru. 24 Desember 2018 dimulainya Diklat
Puisi online yaitu diklat pertama yang kuikuti .Alhamdulillah
berkat bimbingan Sang Guru Pak Hadi, Aku dapat mencetak
buku kumpulan puisi Kolaborasi dengan novelet Sang Guru yang

41
~ Jangan Gagal Move On ~

berjudul “ Kupilih Kau dengan Sepenuh Cinta “ . Sungguh sesuatu


yang tak pernah kubayangkan buku kami terjual lebih dari 100
buah .”Ini dia Dara Anggraeni peserta diklat puisi yang mengaku
belum bisa membuat puisi, tapi setelah mengikuti diklat puisi
luar biasa bagus puisinya bahkan telah terjual lebih dari 100,
mangga ke depan Bu Dara!”panggil Pak Hadi guru diklat puisiku
di sela diklat gernastastaka. Akupun maju ke depan meyalaminya
dan Bunda Ira selaku ketua PIPP.” Dara akan menyerahkan buku
karyanya sebagai kenang – kenagan kepada bunda Ira” Pak Hadi
menjelaskan tujuannya memanggilku ke depan dan akupun
menyerahkan buku kumpulan puisi dan novelet kami kepada
Bunda Ira.” Terimakasih Bu Dara semoga kian sukses dan berkah
“ ucap Bunda Ira seraya memelukku.” Sama – sama Bunda”
jawabku dengan penuh rasa haru. Andai aku gabung sejak lama
dengan PIPP mungkin sudah berbagai ilmu kumiliki karena PIPP
benar – benar mengajak guru menjadi guru yang maju dan mampu
menghadapi tantangan zaman.
Diklat merancang Blog di Bloggercom merupakan diklat
online ke2 yang kuikuti masih bersama mentor Pak Hadi.11 Maret
2019 hari pertama diklat online. Akhirnya ku miliki blog tempat
berbagi puisi, hadist dan materi pembelajaran.”Dara jangan bosan
ngisi blognya, buat kolom catatan harian nanti bisa dibuat novel
dari catatan harian itu!” kata Pak Hadi memberi saran kepadaku.”
siap guruku” jawabku penuh semangat. Sejak kumiliki blog sejak
itu kutulis kejadian yang kualami setiap hari di blog. Sungguh
pengalaman yang luar biasa. Usai diklat blog 1 April 2019 kuikuti
diklat Online ke 3 bersama Pak Dapin mentor handal PIPP. Diklat
Pembuatan Media Pembelajaran SWAY – GoogleSites – Sparkol
Vidio Scribe.Alhamdulillah berkat diklat ini aku dapat membuat

42
Kejora di Jelang Senja

vidio pembelajaran untuk kegiatan pembelajaran di kelas.Dan


ku buat vidio yang lainnya dari kegiatan pengajian, kegiatan
guru bahkan kubuat profil sekolahku saat penilaian akreditasi.
5 Juli 2019 menjadi peserta pelatihan online Pembuatan Media
Pembelajaran Komik Digital di PIPP. Neng Pita mentor cantik
yang sabar dalam membimbing peserta diklat dan alhamdulillah
karya kami dibukukan .Buku ke 3 yang kupunya dari hasil diklat
yang kuikuti di PIPP sungguh serasa mimpi. Bahagia dan bangga
kini kurasakan.

43
Jangan Gagal Move On

BIODATA

Ecih Suningsih, M.Pd dikenal juga


sebagai Dara Kelana. Wanita asli Sunda
yang lahir di Kota Hujan pada tanggal
03 September 1973 dari pasangan
Almarhumah Ibunda Limah dan
Almarhum Ayahanda Sarin. Istri dari
Usman Ismail Ibunda dari Gilang dan
Alda. Guru di SDN Gandoang 02 sejak
tahun 2004. Menamatkan Pendidikan
Dasar di SDN Gandoang 02 tahun1986,
SMPN 01 Cileungsi tahun 1989,
SMA YAPIDA Gunung Putri tahun1992, Pendidikan Diploma II PGSD
UHAMKA Jakarta tahun 2008,SI PGSD UT tahun 2011, S2 Administrasi
Pendidikan PAKUAN Bogor tahun 2016.Senang membaca puisi dan
mengikuti lomba – lomba sejak di Pendidikan Dasar. Beberapa Karya Puisi
saya dapat dibaca di blog saya http//ecihsuningsih.blogspot.com.

Moto hidup
“ Sebaik – baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain”
Bekerjalah untuk duniamu seolah engkau hidup selamanya, beribadahlah
untuk akheratmu seolah engkau akan mati esok

44
04
INI TAKDIRKU
Oleh: R. Riana Chendrakasih, S.Pd SD

1. Masa Kecil

N
amaku Mariana, lahir di Garut 14 Juli 1975. Aku
adalah anak pertama dari dua bersaudara, buah hati
dari pasangan RA. Syamsudin dan Masitoh. Anna
adalah panggilan kesayanganku. Aku terlahir dari keluarga
yang sangat sederhana. Ayahku semasa hidupnya merupakan
seorang Bintara Polisi di POLDA Metro Jakarta Raya dan
berdinas sehari-hari sebagai instruktur di Sekolah Polisi
Negara Lido, Cigombong, Bogor. Sedangkan ibuku adalah
seorang PNS di lingkungan dinas pendidikan yang sehari-hari
mengabdi sebagai guru SD di sekitar tempat tinggalku. Sejak
kecil aku tumbuh dan berkembang di lingkungan asrama

45
~ Jangan Gagal Move On ~

kepolisian. Nilai disiplin sudah menjadi keseharian keluarga


kami.
Masa kecilku berjalan dengan penuh kebahagiaan dan
kasih sayang dari keluargaku. Walaupun dari bayi setiap harinya
aku selalu dititipkan dan diasuh oleh seorang pengasuh sampai
ibuku pulang bekerja. Aku tumbuh sebagai gadis kecil yang
sehat dan menggemaskan, tak heran aku selalu menjadi bahan
“cubitan sayang” dari penghuni asrama polisi. Mereka selalu
berebut untuk sekedar bisa mencubit pipi dan menggendongku.
Tak hanya dilingkungan tempat tinggalku, dilingkungan tempat
ibuku bekerja Anna kecil selalu menjadi perhatian dari orang-
orang disekitar. Tak heran jika saat itu aku sudah terbiasa ikut
didalam kelas, duduk bersama murid ibuku. Dan yang paling
menyenangkan adalah saat istirahat, aku selalu mendapatkan
kue jajanan gratis dari murid-murid ibuku. Walaupun ibuku
melarang untuk memberikan jajanan kepadaku, tapi sepertinya
murid-murid ibuku merasa senang untuk memberi makanan
kepadaku. Masih teringat dalam benakku, ketika ada salah
seorang murid ibuku yang saat itu duduk dikelas 6 merasa
sangat gemas padaku, saking gemasnya tanpa sadar murid ibuku
tersebut mencubit pipiku menggunakan kukunya dengan begitu
kerasnya. Alhasil menangislah aku sekuat-kuatnya, spontan
pula sang murid tersebut kaget dan menangis juga dia, karena
ketakutan. Ketakutan akan dimarahi ibuku, namun ibuku tidak
memarahinya, yang ada ibuku membujuk dan menghiburnya agar
tidak menangis lagi. Pokoknya saat itu Anna kecil selalu menjadi
bahan perhatian karena selalu membuat gemas orang disekitar ku.
Aaaaah masa kecil yang sungguh indah dan membahagiakan.

46
Ini Takdirku

2. Masa Sekolah
Ketika aku berumur 6 tahun, aku mulai bersekolah di SDN
Srogol 01 tempat ibuku mengajar. Aku memang tidak mengalami
bersekolah di TK, karena menurut ibuku saat aku bersekolah di
TK hanya bertahan seminggu saja. Hal ini disebabkan karena
aku yang menangis terus setiap harinya akibat dijahilin oleh
teman sebangkuku. Akhirnya dengan terpaksa orangtuaku
memberhentikan aku bersekolah di TK Bhayangkari.
Lingkungan tempat aku bersekolah di SD tentu saja sudah
tidak asing lagi bagiku, karena saat belum bersekolah pun aku
kerap diajak ibuku ke sekolah tersebut. Hal ini tentu sangat
menguntungkan bagiku, karena aku tidak perlu membutuhkan
waktu yang lama untuk beradaptasi dengan lingkungan sekolah
baru. Saat itu tidak sedikit dari teman sekelasku yang harus dan
masih ditemani orangtuanya di dalam kelas untuk beberapa bulan
lamanya. Guru-guru dan sebagian murid yang menjadi kakak kelas
angkatanku sudah banyak yang aku kenal, bahkan aku lebih sering
bermain bersama kakak kelas dibandingkan teman sekelasku.
Belajar di SD sangat menyenangkan bagiku karena aku
merasa seperti belajar di rumah sendiri. Prestasikupun saat itu
cukup membanggakan kedua orangtuaku, walaupun tidak pernah
menjadi yang nomor 1, tetapi peningkat 4 besar selalu menjadi
langgananku saat bersekolah di SD Pada tahun 1987-1990 aku
mulai bersekolah di SMPN Cijeruk (saat ini namanya SMPN 1
Cigombong). Pada masa inilah mulai terlintas dalam pikiranku
tentang sebuah cita-cita. Saat itu setiap aku ditanya tentang cita-
cita, aku dengan pasti selalu menjawab ingin menjadi dokter,

47
~ Jangan Gagal Move On ~

psikolog, atau peneliti. Tak tersirat sedikitpun cita-citaku untuk


menjadi seorang guru. Aku sadar hal ini membuat orangtuaku
sedikit bersedih karena mereka pernah berucap tentang keinginan
mereka yang berharap ada buah hatinya yang meneruskan
pekerjaan mereka sebagai polisi atau guru. Pada saat ini pula
ayahku mulai memasuki masa purna bakti sebagai polisi. Padahal
saat itu usia ayahku masih termasuk usia produktif yaitu 48 tahun.
Namun peraturan saat itulah yang menyebabkan ayahku sebagai
bintara polisi harus berhenti mengabdi sebagai abdi negara.
Tentu saja hal ini membawa dampak dalam rumah tangga kedua
orangtuaku.
Saat itulah, ketika aku duduk di kelas 2 SMP dan adikku
duduk di kelas 4 SD, kami sekeluarga harus meninggalkan
komplek asrama kepolisian karena kondisi ayah yang sudah
purnawirawan. Alhamdulillah, kedua orang tuaku sudah
mempersiapkan dengan membeli sebuah rumah mungil yang
sederhana saat menjelang purna baktinya ayahku. Rumah baru
kami sekeluarga tidak jauh dari komplek asrama kepolisian, masih
berada dalam satu kampung, sehingga lingkungan tempat tinggal
kamipun sudah tidak asing lagi bagi kami sekeluarga.
Dampak lain dari purna baktinya ayahku adalah praktis
dalam keuangan rumah tangga orangtuaku mengalami perubahan.
Kedua orangtuaku mulai sedikit menekan pengeluaran yang tidak
perlu. Aku dan adikku mulai merasakan hal ini, biasanya orangtua
kami selalu membelikan mainan dan apapun yang kami minta dan
kami butuhkan, tapi sejak saat ayah purna bakti hal ini berubah,
tidak selalu apa yang kami minta dan kami butuhkan dikabulkan
oleh mereka, bahkan sering sekali permintaan kami ditolak

48
Ini Takdirku

mereka dengan menggunakan bahasa yang halus. Alhamdulillah


kedua orangtuaku memiliki putar-putri yang tidak manja, kami
mengerti dengan keadaan yang dialami orangtuaku. Terutama
aku, aku selalu mengalah demi adikku. Saat itu aku merasa adikku
tidak boleh mengalami kesulitan, kalaupun mengalami kesulitan
biarlah aku saja yang mengalaminya. Rasa empati, simpati, solider,
peka terhadap kesulitan orang lain sudah tertanam dalam diriku
saat itu. Ayahku bukan tidak mau bekerja lagi, pernah tidak lama
setelah purna bakti, ayahku bekerja sebagai Satpam di pom bensin
dekat tempat tinggalku. Tapi hal ini tidak berlangsung lama, karena
pekerjaan sebagai satpam saat itu sangat melelahkan ayahku,
bayangkan hampir setiap hari ayahku bekerja selama hampir
18 jam, tanpa diberikan fasilitas makan dan dibayar dengan gaji
dibawah UMR saat itu. Praktis beban ibuku bertambah, harus
menyediakan bekal makan untuk dibawa ayahku saat bekerja.
Akhirnya dengan sukarela ayahku berhenti bekerja, dan tentu saja
inipun atas persetujuan ibuku. Dengan demikian dalam rumah
tangga orangtuaku, keuangannya bertumpu pada ibuku saja dan
tambahan dari pensiunan ayahku. Namun dibalik semua itu ada
hikmah terbaik bagi kami sekeluarga, yaitu ayahku memiliki
cukup waktu bagi aku dan adikku, dan dapat menyalurkan kembali
hobi olahraga tennis lapang. Bahkan sesekali waktu ayahku
dipanggil oleh kepala SPN Lido untuk melatih tennis lapang
di lingkungan asrama kepolisian. Sehingga masa purna bakti
ayahpun berjalan dengan tidak membosankan. Alhamdulillah
semua kondisi yang terjadi saat itu dalam kehidupan kami dapat
berjalan dan berlangsung dengan penuh rasa syukur. Semua rezeki
yang kami terima, kami syukuri dengan senang hati, sekiranya
ada kebutuhan kami yang belum terpenuhi, kami tidak memaksa

49
~ Jangan Gagal Move On ~

untuk segera terwujud, melainkan kami harus bersabar. Hal inilah


yang menjadi pelajaran berharga bagi diriku dan sangat terpatri
dalam diriku. Prestasiku saat SMP semakin membaik, aku selalu
mendapatkan peringkat pertama disetiap kelasnya. Tak heran aku
selalu mewakili sekolah dalam lomba cerdas-cermat di bidang
akademik. Banyak teman-temanku yang menginginkan aku untuk
mengajari mereka, terutama mata pelajaran Matematika dan
Biologi. Saat itu mulai terlihat bakatku dalam mengajar, walaupun
aku tidak pernah menginginkan untuk menjadi seorang guru.
Kondisi ayah yang sudah purna bakti ini juga menyebabkan
aku berubah pikiran, yang awalnya aku bercita-cita ingin
melanjutkan kuliah di fakultas kedokteran, berubah total.
Aku mengurungkan niat untuk bisa berkuliah, aku harus bisa
melanjutkan ke sekolah yang cepat dan mudah untuk bekerja.
Oleh sebab itu saat memasuki tingkat SLTA, aku mendaftarkan
diri untuk bersekolah di Sekolah Perawat Kesehatan (SPK)
dan Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor (SMAKBO). Saat
pengumuman penerimaan di SLTA, aku termasuk yang boros
hehehe...bayangkan saja aku diterima di 3 sekolah favorite saat itu,
yaitu SMAN 1 Bogor (aku didaftarkan oleh SMP sekolahku), SPK
serta SMAKBO. Tentu saja orangtuaku sangat bangga dan mereka
menyerahkan semua keputusannya kepadaku, mereka hanya
memberikan saran agar aku memilih sekolah yang nyaman buatku
dan masa depanku. Mereka menyatakan siap mendukung apapun
yang aku pilih. Namun karena tekadku sudah bulat, bahwa aku
ingin bersekolah ke sekolah yang cepat dan mudah mencari kerja,
akhirnya aku memilih untuk melanjutkan sekolah ke SMAKBO.
Sebenarnya ada sedikit kekhawatiran dalam benakku saat itu, aku
khawatir pilihan SMAKBO memberatkan orangtuaku mengingat

50
Ini Takdirku

biaya untuk bersekolah di SMAKBO terbilang cukup mahal saat


itu. Namun aku memberanikan diri untuk mengutarakan maksud
dan niatku untuk bersekolah ke SMAKBO, kedua orangtuaku
menyetujuinya. Lega rasanya hatiku saat itu, dan aku merasa
sangat bangga sekali dapat bersekolah di Sekolah Menengah
Analis Kimia Bogor yang sangat terkenal itu.
Pada tahun 1990-1994 mulailah aku bersekolah di SMAKBO.
Dimulailah kesibukanku dengan setumpuk praktik dan tugas
sekolah baruku. Sekolah di SMAKBO ternyata menyita waktu
mainku, dari senin-sabtu aku bersekolah mulai dari jam 6 pagi
sampai kembali ke rumah saat jam 6 sore, melelahkan, tapi
aku senang menjalaninya. Hari minggu aku gunakan untuk
beristirahat di rumah atau mengerjakan tugas sekolahku, tentu
saja hal ini menyebabkan aku jarang bergaul dengan teman
sekampungku atau teman lainnya. Namun hal ini aku jalani
dengan ikhlas tanpa mengeluh, tentu saja orangtuaku bangga akan
hal ini. Mereka merasa bersyukur memiliki aku yang bersifat tidak
manja dan yang paling membanggakan mereka adalah sikapku
yang selalu mementingkan orang lain diatas kepentingan aku
sendiri.

3. Masa Bekerja
Bulan Agustus 1994 saat yang membahagiakan bagi diriku,
saat itu aku berhasil diwisuda menjadi lulusan SMAKBO dengan
nilai prestasi yang tidak mengecewakan orangtuaku. Mulailah
dalam kehidupanku aku sudah harus bisa mandiri tidak
mengandalkan kedua orangtuaku. Saat itu adikku sudah duduk di

51
~ Jangan Gagal Move On ~

kelas 3 SMP, yang tentu saja setahun lagi harus mulai memikirkan
untuk melanjutkan ke sekolah mana.
Tidak perlu waktu lama, saat bulan Nopember 1994 aku
diterima menjadi karyawan PT. Nilam Widuri. PT.Nilam Widuri
merupakan Sebuah perusahaan keluarga yang dimiliki oleh
pengusaha keturunan Arab yang bergerak dibidang pembuatan
bibit minyak wangi dan parfum yang berlokasi di Cicadas,
Gunung Putri, Bogor. Aku diterima di perusahaan ini sebagai
staff di laboratorium Research & Development (R&D) dengan
penghasilan yang cukup lumayan besar untuk saat itu. Perusahaan
tempatku bekerja menyediakan mess dilingkungan perusahaan
bagi karyawannya tak kecuali untuk diriku. Aku diberikan sebuah
rumah yang cukup besar beserta isinya untuk ditinggali bersama
teman kerja wanita lainnya. Kebetulan kami wanita berenam
tinggal bersama dalam rumah tersebut. Karena tempat tinggalku
masih satu kota dengan perusahaan tempatku bekerja, aku tidak
setiap hari tinggal di mess, sesekali aku pulang ke rumah untuk
bertemu orangtua dan adikku. Sabtu dan Minggu merupakan hari
libur bagi perusahaanku. Tugas pokokku di laboratorium R&D
adalah meneliti dan mencari formula bibit minyak wangi dan
parfum yang baru atau yang sesuai dengan permintaan pelanggan
atau konsumen perusahaan kami. Pelanggan dan perusahaan kami
kebanyakan adalah perusahaan dibidang kosmetik dan bahan
rumah tangga yang menggunakan parfum sebagai bahan dasarnya.
Perusahaan tempatku bekerja menggunakan jasa konsultan
perfumer langsung dari Prancis, untuk keperluan pengembangan
formula terbaru dari suatu parfum atau bibit minyak wangi.
Selama bekerja, aku senantiasa menunjukan kinerja yang baik,
sehingga atasanku merasa puas dengan pekerjaanku. Gaji, bonus,

52
Ini Takdirku

dan posisi jabatan pun menjadi hadiah atas kinerja baikku


tersebut. Alhamdulillah setiap tahun aku selalu mendapatkan
kenaikan gaji dan bonus yang terbaik dibandingkan karyawan
lainnya. Selama bekerja ini pulalah aku mengalami banyak
perubahan, terutama penampilanku yang semakin cantik
terlihat (heheheh....boleh ya bangga sedikit) karena aku mulai
mengerti tentang perawatan tubuh dan wajah. Saat aku pulang ke
rumah dengan menumpang bus umum selalu menjadi perhatian
penumpang lainnya yang sama sama posisinya sebagai karyawan.
Maklum kalau jam pulang kerja bus jurusan Bogor-Bekasi penuh
dengan penumpang karyawan. Jadi sudah tidak aneh kalau antar
karyawan satu dengan karyawan lainnya yang berbeda perusahaan
sering terjadi perkenalan dan berlanjut kearah yang lebih serius.

4. Masa Berumah Tangga


Tak terkecuali dengan diriku, yang saat itu tumbuh menjadi
gadis remaja yang cukup menarik bagi lawan jenis. Saat aku
menumpang bus umum saat berangkat atau pulang bekerja selalu
menjadi perhatian bagi karyawan lainnya. Banyak yang selalu
menitipkan salam manis dan sayang untuk diriku. Aku hanya
tersenyum saja mengalami kejadian ini. Aku jadi teringat akan
masa kecilku yang selalu menjadi bahan rebutan orang-orang
disekitar ku untuk menggendong ku. Tak sedikit dari mereka
yang memberanikan diri untuk mengutarakan niatnya membina
hubungan yang lebih serius denganku. Saat itu usiaku menginjak
21 tahun. Dari sekian banyak karyawan pria yang mencoba
mendekatiku, ada satu pria yang mengusik hatiku. Sosoknya
sangat sederhana, ramah, dan sangat “humble”, jauh dari kesan

53
~ Jangan Gagal Move On ~

sombong. Entah mengapa sosok itu bagiku sangat istimewa,


namanya Budipriyanto, aku memanggilnya dengan panggilan
mas Budi. Mas Budi bekerja di perusahaan yang tidak jauh dari
perusahaan tempatku bekerja pula. Dia merupakan anak ke-11
dari 13 bersaudara. Almarhum ayahnya merupakan pensiunan
di Departemen Kehutanan, sedangkan ibunya hanya sebagai
ibu rumah tangga biasa. Dia tinggal bersama ibunya di komplek
perumahan karyawan kehutanan di Bondongan, Kota Bogor.
Saat itu dari anggota keluarganya yang belum berumah tangga
adalah mas Budi sendiri dan kedua adiknya yang semuanya laki-
laki. Saat itu usia mas Budi terpaut 7 tahun denganku, usianya
28 tahun. Tentu saja usia yang sudah lebih dari cukup untuk
membina rumah tangga. Tak heran jika ibunya yang sudah sepuh
terus mendesak dia untuk segera mengakhiri masa lajangnya. Saat
itu aku merasakan perhatian yang lebih dari mas Budi terhadap
diriku. Gayungpun bersambut, akupun merasa menemukan
kenyamanan saat bertemu atau bersama mas Budi, entahlah.
Pada bulan Desember 1996 mas Budi mengundang aku untuk
makan bersama dengan rekan kerja di perusahaannya. Ternyata
saat itu adalah waktu perpisahan dari mas Budi kepada rekan-
rekan kerjanya karena dia akan pindah bekerja di perusahaan
lain di kota Serang. Saat itu perasaanku sedikit bersedih, karena
dalam bayanganku aku tidak akan bisa bertemu lagi dengan mas
Budi. Namun dugaanku meleset, saat selesai acara makan malam
bersama tersebut, mas Budi memberanikan diri menawarkan
untuk mengantar pulang diriku. Saat bersama dalam perjalanan
pulang ke rumah ku itulah mas Budi mengutarakan cintanya
kepada ku, dan dia meminta jawaban dariku dengan segera
karena dalam waktu dua hari lagi akan pergi meninggalkan kota

54
Ini Takdirku

Bogor menuju tempat kerjanya yang baru di Serang. Kurun dua


hari itulah aku menyiapkan diri dan mantelku untuk menjawab
permintaan mas Budi. Jujur, dari awal aku juga merasa mas Budi
adalah sosok pria idaman aku. Saat tiba waktunya, mas Budi
datang untuk kedua kalinya ke rumahku. Dia datang dengan
penampilan yang sangat sederhana, jauh dari pencitraan yang
dibuat-buat. Bayangkan, dia datang hanya menggunakan kaos
t-shirt, celana jeans belel, dan sandal jepit. Ayahku pun sampai
salut atas keberaniannya dengan tampil apa adanya dihadapan
keluarga calon istrinya. Saat itulah akupun menjawab permintaan
mas Budi dengan mengiyakannya. Setelah dengan mantap aku
mengiyakan dan menerima permintaan mas Budi untuk membina
hubungan lebih serius, keesokan harinya mas Budi pamit
berangkat ke kota Serang untuk memulai pekerjaannya yang baru
di sana sebagai supervisor di perusahaan ternak ayam. Mulailah
aku dan mas Budi melakukan LDR (long distance relationship),
hanya lewat telepon lah komunikasi kami, maklumlah mas Budi
saat itu hanya bisa pulang ke Bogor sebulan sekali. Selang berjalan
6 bulan akhirnya mas Budi dan keluarganya memberanikan diri
untuk melamarku. Tentu saja hal ini sebelumnya melewati banyak
pertimbangan, terutama dari ayahku yang mengingatkan bahwa
posisi penghasilan dan jabatan pekerjaan jangan disepelekan,
mengingat saat itu posisi jabatan dan besarnya penghasilan antara
aku dan mas Budi adalah besaran aku. Maksud ayahku baik, dia
khawatir nanti saat kami berumahtangga hal ini bisa menjadi
salah satu pemicu pertengkaran dalam suatu rumah tangga. Tapi
sekali lagi dengan keikhlasanku aku menjawab kekhawatiran
ayahku dengan jawaban bahwa ketimpangan penghasilan tersebut
tidak akan menjadi permasalahan dalam rumah tanggaku kelak,

55
~ Jangan Gagal Move On ~

bahkan akupun siap jika nantinya mas Budi menyuruhku untuk


berhenti bekerja. Akhirnya 2 bulan setelah lamaran, akupun
menikah dengan mas Budi, dan resmilah aku menjadi istri dari
Budipriyanto. Setelah menikah kami tetap bekerja di perusahaan
masing-masing, mas Budi di Serang dengan jadwal kepulangan
yang 2 minggu sekali. Dan akupun tetap bekerja di Cicadas dengan
sesekali masih tinggal di mess perusahaan. Aku dan mas Budi
bertemu dan berkumpul dalam kurun waktu dua minggu sekali di
rumah orangtuaku. Setahun berumah tangga kamipun dikaruniai
seorang bayi perempuan yang mungil dan sangat cantik. Rumah
tangga kami pun saat itu masih terpisah, aku beserta anak kami
masih menumpang di rumah orangtuaku, sedang suamiku berada
di Serang dengan jadwal kepulangan yang masih dua minggu
sekali. Akupun masih tetap bekerja di Cicadas, sementara aku
bekerja anakku diasuh oleh ayahku. Hal ini berlangsung sampai
aku melahirkan anak kami yang kedua yang berjenis kelamin
perempuan. Saat memiliki dua putri inilah suamiku melihat
kesibukan dan beban tanggung jawab yang lebih pada diriku.
Dia merasa khawatir dengan kondisi putri-putrinya yang masih
balita yang jauh dari kedua orangtuanya. Akhirnya suamiku
memutuskan agar aku berhenti bekerja dan fokus mengurus
putri-putri kami. Saat itu orangtuaku sangat tidak setuju, mereka
bahkan sanggup untuk mengurus kedua cucunya. Namun
suamiku bersikukuh maksud dan tujuannya adalah agar kedua
putrinya tetap berada dalam pengasuhan ibunya. Aku tidak sulit
untuk menerima permintaan suamiku, dengan ikhlas dan mantap
aku menyetujuinya. Suamiku membolehkan aku bekerja kembali
jika ada pekerjaan yang waktunya hanya setengah hari saja. Pada

56
Ini Takdirku

saat itu aku berpikir mana ada pekerjaan di suatu perusahaan


yang hanya setengah hari saja.
Untuk beberapa lamanya aku menikmati peranku sebagai
ibu rumah tangga. Sejak aku berhenti bekerja akupun diboyong
suamiku untuk tinggal bersama di perumahan tempat dia bekerja.
Namun kami terpisah dengan putri kami yang pertama, karena
ayah ibuku memohon agar putri pertama kami tersebut tidak
diajak tinggal bersama di Serang, maklumlah putri kami tersebut
merupakan cucu pertama dan kesayangan bagi mereka. Alhasil 2
minggu sekali kamipun harus tetap berkunjung ke Bogor untuk
menjenguk putri kami sekaligus orangtua dan mertua kami.

5. Memasuki Pekerjaan Baru


Setelah 3 tahun lamanya aku menikmati peranku menjadi ibu
rumah tangga dalam keluarga kecilku, tiba-tiba kami dikejutkan
dengan pernyataan ibuku bahwa aku telah didaftarkan untuk
kuliah di UT jurusan PGSD yang kebetulan Pokjanya berada di
Cigombong. Saat itu ibuku hanya memiliki niat agar aku memi-
liki kesibukan yang bermanfaat. Saat itu untuk menjadi maha-
siswa D II PGSD harus masuk dalam Daftar 1 di suatu SD. Alhasil
karena saat itu ibuku sebagai Kepala Sekolah di sebuah SD aku
tidak mengalami kesulitan dalam memenuhi persyaratan terse-
but. Usiaku pada saat itu adalah 30 tahun. aku tinggal di Serang,
otomatis aku tidak selalu dapat mengikuti jadwal perkuliahan
UT tersebut. Walaupun aku sering berkunjung ke Bogor dalam
kurun waktu 2 minggu sekali, waktu tersebut banyak aku ha-

57
~ Jangan Gagal Move On ~

biskan untuk bersama keluarga kecilku. Sehingga aku sering


tidak mengikuti perkuliahan. Namun saat ujian semester aku
selalu mendapatkan nilai terbaik pertama dalam angkatanku.
Hal inilah yang menjadi pemacu semangat dan motivasi diriku,
bahwa diusia yang sudah tidak muda lagi ini ternyata aku masih
dapat bersaing dengan teman-teman kuliahku yang usianya jauh
dibawah diriku. Aku lulus dalam program D II PGSD UT ini den-
gan nilai yang terbaik dari UPBJJ UT Bogor.

Selama terdaftar dalam Daftar 1 sekolah ibuku sejak tahun


2005-2006 dengan sendirinya aku terdaftar sebagai tenaga
pengajar di sekolah tersebut dengan status honorer. Namun
karena aku masih tidak memiliki niat untuk bekerja, maka hal
inipun bukan menjadi beban bagiku. Aku berpikiran bahwa
kegiatan kuliahku hanyalah untuk mengisi waktu luang saja saat
aku berkunjung ke Bogor dan aku tidak perlu mengajar.
Barulah saat di pertengahan tahun 2006 kami bersepakat
untuk menetap tinggal di Bogor, karena anak kami yang kedua
mulai memasuki usia sekolah. Dan kamipun memutuskan
untuk menyekolahkan anakku di Bogor saja bersama kakaknya.
Kebetulan semenjak adikku berumah tangga, dia tidak tinggal
bersama orangtuaku. Akhirnya kamipun memutuskan untuk
menemani orangtuaku sekaligus dapat berkumpul kembali
bersama putri pertama kami yang selama ini diasuh oleh
orangtuaku. Kesempatan ini pulalah yang mengantarkanku
untuk mengawali menjadi seorang guru honorer. Aku mengajar di
sekolah dimana putri-putrikupun bersekolah, SDN Srogol 02. Saat
aku mulai mengajar ibuku mendapat tugas mutasi sebagai kepala

58
Ini Takdirku

sekolah ke sekolah lainnya. Hal ini tentu sangat diidamkan olehku,


karena aku sejak awal tidak mau bila harus bekerja dalam satu
sekolah yang sama dengan ibuku, terlalu banyak resiko dan hal
yang tidak nyaman nantinya. Jujur, pertama mengajar aku masih
kebingungan karena memang latar belakangku dan cita-citaku
tidak pernah terbayangkan untuk menjadi guru. Namun aku
dapat mengira-ngira bagaimana cara mengajar yang baik saat aku
teringat ketika di bangku SMP aku selalu mengajari matematika
dan biologi pada teman-temanku. Saat itulah aku bertekad untuk
bisa menguasai tekhnik mengajar yang baik, bila perlu aku harus
menjadi guru terhebat bagi muridnya walaupun aku hanya seorang
guru honorer.

6. Ini Takdirku
Pada penghujung tahun 2008 aku mengikuti tes CPNS di
lingkungan pemerintah Kabupaten Bogor untuk formasi tenaga
pendidik. Alhamdulillah rezeki yang sangat luar biasa bagi
diriku dan keluargaku, aku saat itu berhasil masuk 15 orang yang
terpilih sebagai tenaga pendidik SD menyisihkan beribu-ribu
pelamar lainnya. Aku menilai berkah luar biasa ini karena ridho
dari suamiku dan orangtuaku, serta keikhlasan ku saat aku harus
memutuskan untuk berhenti bekerja dari perusahaan tempat
bekerja ku dahulu. Februari 2009, resmilah aku menjadi seorang
guru dengan status CPNS. Aku saat itu ditugaskan di suatu sekolah
yang letaknya sangat terpencil di Kecamatan Rumpin yaitu, SDN
Leuwibatu 04. Saat itu aku telah memiliki 3 orang buah hati,
2 putri dan 1 putra. Berkah sebagai CPNS disisi lain menjadi

59
~ Jangan Gagal Move On ~

sedikit beban bagi keluargaku. Karena aku terbayang harus


membawa putraku yang saat itu masih berusia 1 tahun ke tempat
mengajar yang jauh terpencil, belum lagi memikirkan nasib kedua
kakaknya yang juga masih membutuhkan banyak perhatian dari
orangtuanya.
Namun dengan niat yang tulus dan ikhlas dari seluruh
keluarga kecilku, akhirnya kami memutuskan untuk tinggal
di daerah dekat tempat tugasku tersebut. Tentu saja aku
membawa putra bungsuku dan putri keduaku yang saat itu
berusia 9 tahun. Putri pertama kami tidak kami bawa serta,
dia kami titipkan kembali pada kedua orangtuaku. Sementara
suamiku memutuskan untuk ‘resign’ dari perusahaannya , dan
memutuskan menemaniku di tempat baruku tersebut. Dengan
modal uang pesangon dari perusahaan suamiku, akhirnya kami
mencoba usaha sendiri, dengan beternak ayam di dekat tempat
kami tinggal dengan menyewa sebuah kandang sederhana.
Sekolah tempat pengabdianku tersebut terletak di sebuah
daerah perbukitan yang dikelilingi oleh sungai besar dan hutan
lebat peninggalan kolonial Belanda. Keluarga kecilku tinggal
mengontrak sebuah kamar di sebuah rumah warga sekitar. Bagiku
dan suamiku untuk beradaptasi dilingkungan baru tersebut tidak
mengalami kesulitan, tapi tidak bagi kedua anak kami. Seminggu
pertama kedua anak kami mengalami kesulitan untuk buang air
besar, karena rumah tempat tinggal kami tidak memiliki kamar
mandi, sehingga untuk keperluan MCK harus pergi ke sungai yang
ada di kampung tersebut. Belum lagi kesulitan akses jalan menuju
pasar dan kota kecamatan, sehingga sering kali kami mengalami
kekurangan asupan gizi. Hal ini tentu sangat membuat sedih aku
dan suamiku, kami berpikir biarlah kami yang mengalami semua

60
Ini Takdirku

kesulitan tersebut, tapi jangan untuk anak-anak kami. Putri


kedua akupun hanya bertahan selama 6 bulan tinggal bersama
di kampung tersebut. Dengan sangat terpaksa akhirnya putri
kedua kamipun kami titipkan untuk berada dalam pengasuhan
orangtuaku bersama putri pertama kami. Akhirnya putri kedua
kamipun kembali melanjutkan sekolah di Cigombong, terpisah
dari orangtuanya. Sementara itu usaha ternak suamiku pun mulai
mengalami kondisi yang mengkhawatirkan. Hanya dengan modal
yang terbatas, ditambah dengan harga pakan dan DOC yang tidak
menentu akhirnya ternak ayam kamipun mengalami colapse.
Beruntung suamiku tidak membutuhkan waktu yang lama untuk
bisa bekerja, setelah mengalami kebangkrutan, suamiku kembali
bekerja di perusahaan ternak ayam di Cianjur. Dampak yang aku
rasakan adalah sejak saat itu rumah tanggaku pun terpisah menjadi
3, aku beserta si bungsu di kampung Kantalarang, Rumpin, kedua
putriku tinggal bersama orangtuaku di Cigombong, dan suamiku
tinggal di mess perusahaan di Cianjur. Sungguh keadaan yang
sangat berat bagi kami, kami hanya dapat berkumpul bersama
saat bertemu dengan kurun waktu 2 minggu sekali. Kondisi inilah
yang menyebabkan aku tidak dapat mengembangkan potensiku
sebagai guru. Aku praktis hanya bekerja mengajar saja tanpa ada
kegiatan untuk meningkatkan kompetensi lainnya, aku menjadi
seorang guru kampung yang kuper. Walaupun demikian prestasi
akademik di SI PGSD UT selalu menjadi yang terbaik. Memang,
saat bersamaan aku menjadi CPNS akupun melanjutkan kuliah SI
PGSD UT di Pokjar Cigombong, dan tetap aku menjadi mahasiswa
lulusan terbaik pertama se-UPBJJ Bogor. Keadaan inilah yang
menjadikanku merasa timpang akan keadaanku, disatu sisi aku
mengakui bahwa potensiku masih sangat baik, tapi disisi lain

61
~ Jangan Gagal Move On ~

kondisi dan lingkungan kerjaku yang di kampung saat itu seolah


menjauhkan aku dari segala peluang untuk bisa maju menjadi
seorang guru yang hebat kompetensinya. Atas dasar itulah kami
sekeluarga mulai berniat untuk mengajukan mutasi, pindah
tempat bekerja ke kecamatan Cigombong. Usaha kami ini tentu
banyak mengalami kendala, karena Kepala Sekolah tempat aku
bekerja tidak menyetujuinya dengan alasan aku adalah guru
dengan status PNS satu-satunya yang ada di sekolah itu. Namun
kami sekeluarga tidak putus asa, dengan bantuan orangtuaku
melalui kolega mereka, akhirnya aku bisa mendapatkan SK mutasi
ke Cigombong setelah berjuang hampir selama 2 tahun. Setelah
5 tahun lamanya aku bertugas di Rumpin, akhirnya bulan Juli
2013 aku kembali pulang ke kampung halamanku, Cigombong
untuk mengabdi sebagai tenaga pendidik di SDN Bojongkiharib.
Mulailah kehidupan rumah tangga kami yang dapat berkumpul
kembali sebagai keluarga yang utuh. Aku bisa berkumpul kembali
bersama ketiga anak-anakku. Suamiku tetap bekerja di Cianjur,
dan pulang 2 minggu sekali. Seiring dengan berjalannya waktu,
keluarga kecil kamipun mengalami kenyamanan dalam posisinya
masing-masing. Ketiga anak kami tumbuh dan berkembang secara
normal sesuai dengan usia mereka. Mereka tumbuh penuh dengan
limpahan kasih sayang dari aku dan suamiku, sama seperti aku
kecil dahulu. Suamiku dapat bekerja dengan nyaman dan tenang
kembali di perusahaannya, tanpa terganggu dengan memikirkan
aku dan anak-anakku yang kesulitan saat berada di kampung
Kantalarang dahulu. Akupun dapat bekerja dengan sepenuh hati
sebagai guru. Suasana bekerja di sekolahku yang sangat kondusif
serta rekan-rekan kerja yang sangat solid dalam kerjasama dan
kebersamaan menjadikan aku menjadi nyaman dan bahagia

62
Ini Takdirku

menjadi seorang guru. Aku mulai memotivasi diriku sendiri untuk


menjadi guru yang terbaik bagi murid, bagi rekan kerja, dan bagi
atasanku. Aku banyak mengikuti kegiatan bimtek, pelatihan,
workshop dll baik atas permintaan atasan dan instansi ku maupun
dengan swadaya. Aku tumbuh menjadi seorang guru yang tidak
kuper lagi. Berbagai posisi sempat aku terima, aku pernah menjadi
Instruktur Nasional PKB, guru berprestasi tingkat kecamatan
selama 2 tahun berturut-turut, pemandu di KKG, guru Inti PKP,
dan menjadi ketua KKG. Dan yang paling membahagiakan aku
adalah wawasan pergaulankupun bertambah luas, semenjak
aku ikut aktif menjadi anggota dan sekretaris wilayah PIPP. Saat
ini keluargaku pun berjalan dengan sangat harmonis. Kedua
putriku kini sudah berada di bangku kuliah semester VII dan
semester III. Putri pertamaku rupanya mengikuti jejakku untuk
menjadi seorang guru, dia saat ini berkuliah di FKIP UPI jurusan
PGSD. Sementara putri keduaku saat ini berkuliah di STIMLOG
Bandung, mengambil jurusan Managemen Transportasi. Putri
keduakupun saat ini sudah memiliki kesibukan lainnya selain
sebagai mahasiswa juga menjabat asisten dosen di tempat
kuliahnya. Suamikupun masih nyaman untuk bekerja disisa
usia produktifnya. Memang, suamiku pernah berucap bahwa dia
akan berhenti bekerja saat berusia 60 tahun. Sementara akupun
makin merasa nyaman dan mencintai pekerjaanku saat ini, yaitu
guru. Dengan doa, ridho dari seluruh keluargaku aku akhirnya
dapat berada diposisi yang sangat membuat nyaman dan bahagia
hatiku. Tentu saja masih banyak sekali kekurangan yang ada
dalam diriku untuk meningkatkan kompetensiku sebagai guru.
Aku bertekad, karena aku sudah merasa nyaman dan mencintai
pekerjaanku ini, maka aku harus bisa menjadi dan memberikan

63
~ Jangan Gagal Move On ~

seluruh kemampuan dan kompetensi yang aku miliki untuk


memberikan pelayanan yang terbaik bagi siswaku, bagi rekan
kerjaku, bagi atasanku, dan tentu saja bagi instansiku juga. Cita-
cita dan harapanku untuk menjadi seorang guru tidaklah muluk
dan berlebihan, aku hanya ingin menjadi seorang guru yang bisa
melekat dan tidak pernah dilupakan dihati siswa, rekan, atasan,
dan instansiku. Aku ingin menjadi guru yang tidak hanya mengajar
dengan teori, konsep, dll, tapi yang terpenting dari semuanya aku
ingin menjadi guru yang mengajarkan itu semua dengan hati dan
kasih sayang. Aku ingin menjadi seorang guru yang selalu melekat
dihati para siswaku sampai akhir hayatnya. Semua yang kualami
dari masa kecil hingga saat ini merupakan jalan hidup yang harus
aku syukuri. Walaupun sejak kecil tidak pernah terlintas untuk
menjadi seorang guru, tapi jalan hiduplah yang mengantarkanku
bisa menjadi dan berada diposisi seperti saat ini. Jalan hidup dan
keikhlasankulah yang mengantarkan ku menjemput takdirku
menjadi seorang guru.........Ini takdirku, ini jalan hidupku.

64
Ini Takdirku

RIWAYAT SINGKAT PENULIS

R. Riana Chendrakasih, S.Pd SD,


lahir di Garut pada tanggal 14 Juli
1975 dari pasangan seorang ayah R.A
Syamsudin (Alm) dan ibu Hj. Masitoh.
Sejak kecil tinggal di Asrama Kepolisian
Sekolah Polisi Negara Lido, Kecamatan
Cigombong Kabupaten Bogor. Penulis
Bersekolah di SDN Srogol 01 (1981 –
1987), SMPN Cijeruk (1987 – 1990),
Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor
(1990 – 1994). Kemudian melanjutkan
ke Program DII PGSD Fakultas
keguruan Ilmu pendidikan Universitas Terbuka lulus pada tahun 2007.
SI PGSD FKIP UT diselesaikan pada tahun 2011 dengan meraih predikat
sebagai Mahasiswa Terbaik Pertama Se-UPBJJ Bogor.
Penulis mengawali karir sebagai staff Laboratorium Kimia Organik
di Balai Besar Penelitian Karet, Bogor ( 1994), Staff Laboratorium
Research & Development di PT. Nilam Widuri, Cicadas – Bogor (1995
– 2000). Pengalaman pertamanya bekerja didunia pendidikan diawali
sebagai guru honorer di SDN Srogol 02, Kecamatan Cigombong (2007
– 2008). Kemudian diangkat menjadi PNS sebagai tenaga pengajar di
SDN Leuwibatu 04, Kecamatan Rumpin (2009 – 2013). Dan terakhir
sebagai pengajar di SDN Bojongkiharib, Kecamatan Cigombong (2013
– sekarang). Selama menjadi guru pernah memperoleh predikat sebagai
Guru Berprestasi Tk Kecamatan pada tahun 2017 dan 2018, dan menjabat
sebagai ketua KKG Gugus Watesjaya Kecamatan Cigombong sejak tahun
2019.

65
05
HADAPI REALITA
JADILAH PEMENANG
Oleh: Indri Pudjiati

A. Realita dari Nol Persen

H
ai..hai.. hallo sahabat millenial.. Sapaan ini sangat cocok
bila tertuju untuk para sahabat yang masuk ke generasi
Y, generasi Z dan generasi Alpha. Awal kelahiranku
berasal dari generasi Y era tahun 1980-1990an yang dikenal
dengan sebutan generasi milenial. Perkenalkan namaku
Indsha Rinjani, panggil aku Ind. Anak pertama dari tiga
bersaudara, sebut saja kedua adikku bernama Diva Aviciena
dan Lastmie Cantika. Aku dilahirkan tepat sehari setelah
ulang tahunnya ibukota Indonesia yaitu Jakarta dan diriku pun
dilahirkan di kota tersebut. Ketika akan memasuki jenjang

66
Hadapi Realita Jadilah Pemenang

SD aku dibawa hijrah oleh kedua orang tuaku dari ibukota,


ke sebuah wilayah yang terkenal dengan sebutan kota hujan
yaitu Bogor. Perlu diketahui bahwa aku memiliki karakter
yang selalu ceria, supel alias mudah bergaul, suka menolong,
rajin tetapi mudah panik, cerewet namun kurang peka, dan
dari tipe kepribadian aku berada di tipe sanguinis dominan.
Hal inilah yang memotivasiku sebagai anak perempuan tertua
dikeluarga untuk menuliskan sebuah karya, sehingga ingin
kupersembahkan pada kedua orang tua. Langkah menuju
kesuksesan tentu tidak mudah, melalui doa, pembelajaran,
pola asuh, kerja keras, tetesan keringat dan jerih payah orang
tuaku, anak-anaknya bisa menempuh jenjang pendidikan
di sekolah umum dari SD, SMP, SMA sampai Perguruan
Tinggi. Ketika di Perguruan Tinggi dalam pemilihan jurusan
kuliah semua anak-anaknya termasuk diriku dibebaskan
untuk memilih jurusan sesuai bakat dan minatnya masing-
masing. Sedari kecil aku memang mengidolakan sosok
guru dan sudah ada niat untuk menjadi guru, sehingga aku
memilih untuk belajar di kampus keguruan. Alhamdulillah
aku keterima kuliah di salah satu kampus keguruan negeri
di ibukota. Berangkat dari kota hujan Bogor, aku kembali
ke kota kelahiranku Jakarta untuk belajar gali ilmu menjadi
seorang mahasiswa. Bukan hal yang mudah menjalani hari-
hari perkuliahan dengan hiruk pikuk pergaulan Jakarta
sebagai kota metropolitan yang penuh dengan daya saing
dan daya juang yang tinggi. Tantangan harus aku hadapi,
di tahun 2005 ketika jalani kuliah sambil cari pengalaman
mengajar di sekolah dekat kampus dan kuliah sambil aktif
dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan kampus, berasa

67
~ Jangan Gagal Move On ~

sekali ketika dateline tugas kuliah berbarengan dengan tugas


mengajar dan tugas organisasi, karena aktifitasku sebagai
mahasiswa, sebagai guru honor, dan sebagai aktivis kampus.
Ketika itu seakan-akan aku seperti robot yang disuruh-suruh
terutama jika lelah, tenaga terkuras, pikiran terperas, hati
teriris, apalagi ketika ada teman yang tidak kuat dengan
rutinitas lalu ‘cabut’ mengundurkan diri dari kampus,
sehingga aku harus berjuang melawan semua rasa lelah itu dan
mengesampingkan faktor malas yang timbul dari manapun.
Motivasiku yang kuat membuat semua hal itu menjadi sangat
wajar, karena ada tanggung jawab yang harus diperjuangkan
untuk menjadi Sarjana Pendidikan. Lulus sebagai Sarjana
Pendidikan di tahun 2009 ternyata tantangannya lebih berat
lagi, lepas dari kuliah yang biasa mengikuti instruksi, biasa
ambil keputusan, biasa aktif dan bergerak, tetapi setelah lulus
kuliah aku dipaksa diam dengan keadaan, mau aktif dipaksa
pindah tanggung jawab lain. Akhirnya ketika lulus sarjana
aku memutuskan resign dari mengajar di dekat kampus dan
pulang ke Bogor untuk mengabdikan diriku menjadi guru di
Bogor. Buat sahabat milenial yang sedang berada di tahap ini,
semangat ya! Semua berawal dari nol persen. Mari berjuang
bersama dan semoga saling mengerti.

B. Realita Sekolah Tenda


Senja itu di tahun 2009, sepulang mengajar dari sebuah SD
swasta di Bogor, kurebahkan diri pada bangku panjang rumah dan
menyalakan televisi. Channel berita sore berkumandang informasi
sebagai berikut:

68
Hadapi Realita Jadilah Pemenang

“Gempa bumi Sumatra Barat berkekuatan 7,6 SR


mengguncang sisi Pulau Sumatera pada pukul 17:16:10
WIB tanggal 30 September 2009. Gempa tersebut diketahui
berpusat di lepas pantai Sumatra, sekitar 50 km barat
laut Kota Padang. Peristiwa tersebut berdampak langsung
menyebabkan kerusakan parah dibeberapa wilayah
Sumatra Barat meliputi Kota Padang, Kabupaten Padang
Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Pariaman, Kota
Bukit Tinggi, Kota Padang Panjang, Kabupaten Agam,
Kota Solok dan Kabupaten Pasaman Barat. Gempa bumi
mengakibatkan lumpuhnya aktivitas penduduk, fasilitas
umum seperti perumahan, sekolah, perkantoran, bandara,
stasiun, terminal, pasar, rumah sakit rusak parah. Tercatat
menurut data dari Satkorlak PB jumlah korban sebanyak
1.117 orang tewas, korban luka berat mencapai 1.214
orang, dan korban luka ringan mencapai 1.688 orang”.
“Pemerintah Indonesia langsung menanggapi bencana
itu, dalam jangka waktu beberapa jam kemudian
mengalokasikan dana serta bantuan kemanusiaan
bagi korban gempa Sumatra Barat. Wakil Presiden
RI melaksanakan koordinasi dengan tim gabungan
penanggulangan bencana dari TNI, BNPB, BASARNAS,
PMI, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) kepemudaan
setempat dan organisasi dunia PBB sebagai upaya
mengumpulkan bantuan berupa kebutuhan pokok, tenaga
medis dari dinas kesehatan serta guru relawan pendidikan
bagi para korban selamat.” (Sumber dok: berita televisi
diakses dari www.wikipedia.org).
Mendengar berita bencana itu, hati ini terpanggil untuk
berbuat sesuatu, dalam benak terbersit ingin rasanya bisa
naik pesawat terbang gratis, untuk berbagi sebagai relawan

69
~ Jangan Gagal Move On ~

guru kepada para korban bencana gempa yang selamat di


kota khas ‘jam gadang’ itu. Hanya bermodalkan tekad dan
keinginan yang kuat padahal sama sekali aku belum pernah
ke Padang, jangankan ke sana naik pesawatnya juga aku
belum pernah karena biaya tiket pesawat mahal. Iseng-
iseng alias coba-coba seketika itu juga langsung kuraih
ponsel dan kukirimkan kata kepada pihak organisasi
relawan kemanusiaan di Jakarta bahwa bila ada pengiriman
utusan personil pendidikan aku siap diberangkatkan
membantu ke sana meski jarak Bogor-Padang cukup jauh.
Tak lama berselang tiga hari kemudian, ponsel ini berdering
terbacalah pesan yang mengarahkan agar membuka
alamat email. Surat tugas berupa email dari salah satu
perhimpunan organisasi relawan dari Jakarta berisikan
penugasan diriku sebagai relawan bidang pendidikan ke
lokasi gempa bumi Padang Pariaman untuk melakukan
tindakan psikologi bencana pada korban selamat dengan
tujuan mengurangi beban emosi korban, sehingga mereka
dapat membuka perasaannya, mengembalikan rasa
kepercayaan diri, semangat hidup, penerimaan kondisi
tidak normal menjadi normal melalui aktivitas sekolah
tenda program dukungan psikososial, seperti itulah isi
surat penugasanku. Aku akan ditugaskan selama 2 minggu
di sana bergabung dengan tim di lokasi pengungsi bencana
dan nanti akan secara bergantian rolling-an dengan relawan
yang lain.Perizinan aku lakukan pada kedua orang tua dan
dua adik yang selalu mendukung. Aku coba juga bicara
dengan Kepala Sekolah SD selaku pimpinan tempatku
mengajar, semua rekan guru serta murid-murid di sekolah,
karena aku mengajar di SD swasta yang setiap kelas ada dua
guru (wali kelas dan asisten wali kelas) jadi murid-muridku
tidak akan ketinggalan pelajaran meskipun aku tinggal 2

70
Hadapi Realita Jadilah Pemenang

minggu. Bersyukur karena mereka semua memberi restu


dukungan pada diri ini yang akan menjalankan tugas mulia
sebagai pendidik ke sekolah tenda, maka berangkatlah
diri ini bersama tim relawan ke lokasi bencana di Padang
Sumatera Barat. Padang Pariaman, di lapangan posko
penanggulangan bencana gempa bumi, para relawan
kemanusiaan berkumpul pukul 06.30 WIB. Pagi itu aku
telah bergabung diantara mereka, dengan pakaian putih
berlapis rompi merah siap berbaris mengikuti briefing
penugasan. Perasaan bangga sudah terwujud bisa naik
pesawat gratis sekaligus bingung berkecamuk di dalam
diri, sempat terbersit rasa tidak percaya diri dalam batin
“bisa apa aku ini, hanya seorang guru honor dari kota kecil,
tapi ahh tenang jangan panik dan jangan grogi aku pasti
bisa”. Perhatian pandanganku tertuju pada orang-orang
yang berbaris di samping kanan dan kiri. Semua seragam
profesi mereka sehari-hari bekerja ditanggalkan, karena
yang ada ditempat itu bukan profesi sebagai tentara, dokter,
perawat, guru, koki, SAR dan wartawan, tetapi yang ada saat
itu adalah tim gabungan Tanggap Darurat Bencana (TDB)
meliputi koordinator lapangan, tim posko, tim shelter, tim
assesment, tim dapur umum, tim pertolongan pertama, tim
evakuasi, tim ambulance, tim distribusi sanitasi air (water
sanitation), tim pencari keluarga yang hilang (restoring
family link), tim humas peliputan berita, tim logistik, tim
program dukungan psikososial.
Sang Surya mulai menampakkan wajahnya dari balik
awan, tiba saatnya tim program dukungan psikososial bertatap
muka dengan para korban (survivor) bencana. Berdasarkan
pengalamanku, penerapannya di mulai dari waktu pagi hingga
sore, dengan sasaran anak-anak usia TK dan SD. Ketika

71
~ Jangan Gagal Move On ~

berhadapan dan berkomunikasi dengan survivors anak-anak,


aku dapat menggali perasaan juga emosi yang mereka rasakan
pasca kejadian bencana itu. Reaksi psikologis yang muncul
dari cerita survivors antara lain: sedih, kecewa, takut, khawatir,
mudah marah, timbul perasaan bersalah karena terpisah dari
keluarganya, kehilangan energi, semangat hidup, suka melamun,
sulit tidur, hilangnya rasa percaya diri, menangis dan bahkan ada
yang bercerita kalau dirinya menjadi pesimis serta kehilangan
harapan untuk menata keceriaan seperti sebelum bencana
terjadi. Akhirnya cara untuk mengurangi beban emosi mereka
agar dapat membuka perasaan, mengembalikan rasa kepercayaan
diri, semangat hidup dan penerimaan kondisi yang telah terjadi
maka dilakukan kegiatan senam pagi, bernyanyi, bermain,
menggambar serta membuat cerita seperti aktivitas sekolah
sebelum terjadi bencana, aktivitas itu kini dilakukan di tenda-
tenda pengungsian. Siang itu, aku ditugaskan mengisi kegiatan
permainan, ice breaking dan menggambar untuk aktivitas sekolah
tenda, di saat kegiatan belajar menggambar sedang berlangsung,
ada seorang anak yang tiba-tiba menangis histeris, aku dekati dia,
ketika akan memeluknya, secara gerak refleks dia lalu menggigit
bagian punggung tanganku, kencang sekali gigitannya, hal ini
membuatku kaget, panik, berteriak dan nyaris bingung apa yang
harus diperbuat olehku. Mendengar teriakanku seorang laki-laki
rekan relawan menghampiriku, membantu menolong dengan
cara memberikan makanan berupa kue kepada anak itu, sekejap
anak itu langsung diam berhenti menangis, sambil makan dengan
lahapnya. Wah ternyata anak itu lapar tetapi aku kurang peka
terhadapnya. Gigitannya memang sakit dan menimbulkan bekas
luka, tapi ini belum seberapa dibanding dampak bencana yang

72
Hadapi Realita Jadilah Pemenang

mereka alami, sehingga miris melihat kondisi mereka belajar


di tenda-tenda pengungsi. Laki-laki yang menolongku ternyata
pendongeng terkenal cerita anak-anak, beliau adalah Seto Mulyadi
sebut saja Kak Seto seorang Pakar Psikolog Anak yang sering
muncul di TV, dan beliau adalah idolaku ketika kecil di acara
“Boneka Si Komo”. Selama berada di Padang aku banyak belajar
dan sharing ilmu dari Kak Seto, tidak kusangka bisa bertemu
langsung dengan sosok idola di waktu kecil. Senang dan kagum
melihat cara beliau membimbing anak-anak untuk bisa bangkit
dari kesedihan dampak bencana agar mereka mau belajar kembali,
lepas dari trauma untuk pendidikan mereka ke masa depan.
Pengalaman ini membuatku semakin cinta pada dunia pendidikan,
karena selain Kak Seto, di tempat itu aku juga bisa sharingdengan
rekan-rekan relawan, baik yang profesinya sebagai guru maupun
profesi lain dari berbagai daerah se-Indonesia. Wow, sungguh suatu
yang amazing membuat motivasi mengajarku semakin kuat, rasa
cinta semakin dalam menjadi guru, setelah kembali dari kegiatan
relawan guru di Padang, aku berusaha untuk lebih kreatif dalam
mendidik, mengajar, mengembangkan pendidikan anak di daerah
sendiri yaitu di Bogor. Kembalinya aku dari sana sebagian ilmu
didapatkan selama edukasi sekolah tenda bencana gempa bumi
Padang, kemudian aku terapkan dalam mengajar SD di Bogor,
melalui kegiatan UKS dan dokter kecil buat murid-muridku,
lomba sekolah sehat tingkat Kabupaten Bogor serta simulasi
“Ayo Siaga Bencana” di SD. Semangat untuk memotivasi murid-
muridku ini mendapatkan hasil, di tahun 2013 ketika ada kuota
UKG sertifikasi guru untuk sekolah swasta, aku dipanggil tes UKG.
Alhamdulillah lolos tes dan mengikuti Pendidikan dan Pelatihan
Profesi Guru (PLPG), dengan hasil lulus sertifikasi guru dalam

73
~ Jangan Gagal Move On ~

jabatan dan dinyatakan sebagai guru profesional bidang studi guru


kelas SD. Pasca sertifikasi aku baru bisa menemukan, inilah proses
mendidik, dari hal-hal yang kecil kita berusaha untuk peka dalam
membangkitkan semangat memotivasi belajar murid-muridku.
Buat sahabat milenial yang juga berprofesi sebagai pendidik, ayo
bangkit motivasi diri sahabat dan terus berkarya!

C. Realita 180 Derajat


Jodoh itu adalah rahasia, tersimpan rapi, terkunci, yang hanya
bisa dibuka dengan usaha dan doa, bukan dengan menunggu.
Hingga pada akhirnya rahasia itu baru tersingkap setelah Ijab
Kabul terucap. Singkat, padat dan jelas satu ikrar sakral karena
ketika terucap Arsy-Nya berguncang, disebabkan beratnya
perjanjian yang dibuat manusia (mempelai pria) di hadapan Allah
SWT dengan disaksikan para malaikat dan manusia, begitulah
makna dari Ijab kobul.Pertemuan penuh makna itu terjadi saat
bencana gempa Padang. Pasca tugas bencana Padang berlalu,
jarak memang tak selalu jadi penghalang, melalui handphone dan
media sosial yang ketika itu baru ada facebook, komunikasi serta
silaturahmi terjalin. Tak disangka tak diduga “dibalik bencana
terbitlah cinta” itulah jalan skenario Allah SWT Yang Maha
Bijaksana dalam mentakdirkan bertemu dengan jodoh hidupku
ketika kami bertugas sebagai relawan di lokasi bencana.Pastinya
jodohku bukan dengan idola Kak Seto yang aku ceritakan, tetapi
dengan seorang laki-laki sebut saja bernama Ranu Endanu, biasa
dipanggil Kang End. Dia sosok relawan kemanusiaan yang ketika
di lokasi bencana sering curi-curi pandang, sangat perhatian dan
sayang padaku, hingga menghantarkan ke jenjang pernikahan

74
Hadapi Realita Jadilah Pemenang

di tahun 2015. So, sweet ya sahabat milenial! He..he..he..he... Pasca


statusku berubah dari single menjadi married pola rutinitas di
hidupku berubah 1800, karena muncul tanggung jawab baru
dimana aku harus pintar-pintar dalam membagi waktu antara
karir dan rumah tangga. Perubahan itu dapat aku rasakan ketika
di suatu hari aku harus mengalami keguguran akibat keadaan
rahimku yang lemah. Jujur kondisi yang membuatku waktu itu
menjadi stres dan kurang perhatian ketika mengajar di sekolah,
sehingga aku harus bangkit dan membuang jauh-jauh kondisi
tersebut. Alhamdulillah aku memiliki suami yang pengertian dan
bijaksana membimbing istrinya yang ‘manja’, meski kami berbeda
pekerjaan karena suamiku profesinya bukan guru. Support
dari suamiku membuat motivasi diri ini akhirnya mau kembali
mengajar. Aku kembali ke sekolah menyambut murid-murid
yang penuh kepolosan, keceriaan serta warna-warni kehidupan,
mereka datang di pagi hari untuk mendapat motivasi belajar dari
aku gurunya. Sejak itu aku tersadar bahwa sekolah adalah rumah
kedua buatku, teman-teman guru rasa saudara, dan murid-murid
memerlukan perhatian serta motivasiku. Aku pandangi wajah
murid-muridku satu persatu, hingga akhirnya batin ini mampu
memotivasi diri sendiri: “kalau aku stres kasihan murid-muridku,
sudah stop Ind sedihnya, ayo ceria lagi, rezeki, jodoh, hidup dan mati
semua kuasa-Nya”. Seiring dengan berjalannya waktu dimana kala
itu ada anjuran Mendikbud dengan kurikulum yang membuat
guru menjadi lebih kreatif dan guru sebagai fasilitator, hal ini
dapat mengalihkan perhatianku, membuatku bangkit untuk
menghindari stres pasca keguguran, meskipun sampai saat ini aku
masih berusaha untuk bisa memperoleh buah hati yang sholeh dan
sholehah. Doakan ya sahabat milenial! Aku terus meningkatkan

75
~ Jangan Gagal Move On ~

rasa kepekaanku dalam mengajar, lebih selektif dalam mengambil


keputusan, dan lebih memprioritaskan berkreasi bersama murid-
muridku di sekolah daripada sibuk mencari pengalaman mengajar
di luar. Gayaku dalam mengajar perlahan-lahan juga mengalami
perubahan. Hal ini juga berkat bimbingan dari ‘Sang Maestro’
alias para trainer di Forum Pendidik Indonesia Pelopor Perubahan
(PIPP). Melalui pelatihan-pelatihan guru yang sampai sekarang
masih terus aku ikuti, agar aku semakin profesional dalam
mengajar di bidang pendidikan anak.

D. Realita Napak Tilas dari ‘Trial And Error’


Tahun demi tahun berlalu, dengan perputaran waktu
yang berlalu begitu cepat, tanpa terasa aku berada di tahun
2018. Indonesia menghadapi Revolusi Industri 4.0, dimana
perkembangan dunia digitalisasi teknologi semakin pesat dan
gadget sudah menjadi barang kebutuhan sehari-hari, sekarang
semua serba digital. Hal ini menuntut setiap pendidik khususnya
para guru agar melek hal-hal yang teknologi online dan berusaha
tidak ‘gaptek (gagap teknologi)’atau‘kudet (kurang update)’,
begitu istilahnya. Napak tilas dunia mengajar, membawaku
pada pengalaman dimana aku harus siap lahir batin, siap fisik
dan mental menjadi seorang Aparatur Sipil Negara. Waktu itu
ada pembukaan seleksi CPNS guru kelas SD, masih dengan
bermodalkan niat ikhlas untuk mengabdikan diri di dunia
pendidikan aku langsung ikut mendaftar proses seleksinya, dari
mulai tahap pendaftaran via online, seleksi administrasi, ujian CAT
SKD (Seleksi Kompetensi Dasar) di Bogor, sampai tahap ujian SKB
(Seleksi Kompetensi Bidang) di Bandung. Alhamdulillah rezeki

76
Hadapi Realita Jadilah Pemenang

dari Yang Maha Kuasa aku lolos tes CPNS 2018. Pengumuman
hasil nilainya langsung di publikasi secara transparan dari website
di internet. Hal ini membuat gempar seisi sekolah terutama orang
tua murid-muridku, tiba-tiba semua isi sekolah harus terima
kenyataan bahwa aku akan dipindah tugaskan dalam mengajar
setelah SK CPNS keluar. Aku tetap mengajar di SD, hanya nama
SDnya yang berubah dari SD swasta dipindah ke SD negeri tetapi
masih dalam wilayah sama di Bogor. Suasana haru sekaligus
bahagia ketika perpisahan itu terjadi, karena aku harus kembali
resign untuk sesuatu pengalaman disertai petualangan yang baru.
Banyak suka duka yang aku lalui selama berada disitu, lebih
banyak sukanya daripada dukanya, seperti yang sebelumnya aku
ungkap sekolah adalah rumah kedua buatku, teman-teman guru
rasa saudara. Sempat muncul rasa bingung untuk napak tilas ke
tempat yang baru. Berbagai pertanyaan melintas difikiranku, salah
satunya: “Apakah aku sanggup keluar dari zona nyaman ini?”. Pada
tahun 2019, jawaban itu dapat aku jawab sendiri dan aku buktikan
sendiri ketika aku sudah keluar dari zona nyaman. Memulai
sesuatu yang baru ternyata aku sanggup dan aku bisa, karena
aku cepat beradaptasi di tempat yang baru. Justru kesempatan
ini membuatku semakin ada ruang untuk bisa terus berinovasi,
peluang ke depan semakin terbuka lebar menjadi seorang guru
PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang profesional dalam mendidik.
Menurutku, profesionalisme adalah orang yang menjalani profesi
secara berkualitas dilandasi dengan nilai dasar tanggung jawab
juga beretika, landasannya harus nasionalisme, tindakannya tidak

77
~ Jangan Gagal Move On ~

korupsi, sehingga diimplementasikan menjadi sebuah karakter


yang mampu memotivasi diri sendiri dan orang-orang disekitar.
Sahabat milenial, mari selalu optimis! Lakukan yang terbaik untuk
pendidikan Indonesia! Ambil setiap peluang dan kesempatan yang
datang kepada dirimu, karena kesempatan tidak akan datang
berkali-kali, terkadang hanya satu kesempatan harus diraih. Bila
salah, teruslah belajar. Bila bingung, teruslah coba lagi. Bila kalah,
teruslah bangkit. Bila jatuh, ayo bangun. Kejar dan raih impian.
Sesuatu yang dimulai dengan kata ‘trial and error’, ditengah realita
kehidupan yang harus kita jalani. Hal ini menjadikan semangat
untuk bergerak dan berubah, meski tantangan di zaman ke depan
semakin menantang dan dahsyat. Mari sahabat milenial, kita
sama-sama raih keberhasilan. Bertafakurlah! Bersyukur kepada
Sang Maha Pencipta. Masukkan energi positif kedalam otak
bawah sadar sahabat: “Berhasil! Berhasil! Berhasil!”, sehingga otak
bawah sadar akan merespon dan memotivasi diri untuk berusaha
memberikan yang terbaik, sehingga pada akhirnya kita dapat
hadapi realita jadilah pemenang.

78
Hadapi Realita Jadilah Pemenang

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Indri Pudjiati. Dilahirkan di Jakarta 23


Juni 1987. Anak pertama dari pasangan
Bapak Pudjiono dan Ibu Candra Dewi
Iryani.
Pendidikan formal yang pernah
ditempuh adalah TK/RA Merpati Pos
dari tahun 1992 sampai 1993. Pada
tahun 1993 melanjutkan ke SDN
Puspasari 01 Citeureup lulus tahun
1999. Pada tahun 1999 melanjutkan
ke SLTPN 1 Citeureup dan lulus tahun
2002.
Pada tahun 2002 melanjutkan ke SMAN
1 Cibinong lulus tahun 2005. Pada tahun 2005 melanjutkan S1 di Jurusan
Psikologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta
lulus tahun 2009 dengan gelar Sarjana Pendidikan. Pada saat tahun 2014
mengikuti pendidikan alih program S1 melalui Program Bidang Ilmu (BI) di
Program Study PGSD FKIP Universitas Terbuka selama setahun dan lulus
menjadi S1 PGSD di tahun 2015. Menikah di tahun 2015 dengan suami
bernama Endang Eliansyah. Saat ini masih berusaha untuk bisa dikaruniai
anak-anak yang sholeh dan sholehah.
Pengalaman organisasi yang pernah diikuti HMJ PP FIP UNJ, KSR PMI
UNJ, Relawan PMI DKI Jakarta, Anggota Ikatan Alumni KSR PMI Unit
UNJ, Anggota PGRI, Anggota IGI (Ikatan Guru Indonesia), Pengurus IKA
Alumni 2005 SMAN 1 Cibinong, Pengurus Klub Senam Jantung Sehat
(KJS) Puri Lavender Citeureup Bogor.Pengalaman mengajar: BKB PAUD
Peduli Bangsa Jakarta tahun 2005-2009, SDIT Azzahra Citeureup Bogor
tahun 2009-2019, SDN Sangkali Citeureup Bogor tahun 2019-sekarang.
Aktivitas saat ini adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil Jabatan Fungsional

79
Jangan Gagal Move On

Guru Kelas Ahli Pertama di Sekolah Dasar. Pendidikan dan latihan


(diklat) yang pernah diikuti antara lain: Diklat Peningkatan Kompetensi
Pembelajaran (PKP) tahun 2019,Pelatihan Dasar CPNSD Golongan
III Angkatan V (LATSAR) tahun 2019, Pelatihan Inovasi Pembelajaran
(INOBEL) dari Forum Pendidik Indonesia Pelopor Perubahan (PIPP)
tahun 2018,Pelatihan Optimalisasi Display Kelas dalam Pembelajaran
dari Forum Pendidik Indonesia Pelopor Perubahan (PIPP) tahun 2017,
BIMTEK Kurikulum 2013 tahun 2016, Pendidikan dan Latihan Profesi
Guru (PLPG) tahun 2013, TOT General (Training Of Trainer) Manajemen
Tanggap Darurat Bencana PMI DKI Jakarta tahun 2011, Pelatihan Teknis
Dukungan Psikososial (Psychosocial Support Program) Palang Merah
Indonesia tahun 2008, Pelatihan Satuan Siaga Penanggulangan Bencana
(SATGANA-ICBRR) PMI Kota Jakarta Timur tahun 2007, Pendidikan dan
Latihan KSR Dasar dari KSR PMI Unit Universitas Negeri Jakarta tahun
2005. Korespondensi lebih lanjut dapat melalui: d.riin.cute05@gmail.
com/085695387419.

80
06
MENJADI BINTANG
Oleh: Nur Amaliah

Part 1
Bertemu Bersinergi

A
da kegundahan di hati Elmira ketika kembali ke
Jakarta setelah menyelesaikan kuliah strata satunya
di sebuah Perguruan Tinggi Agama Islam di Malang.
Apa yang akan dilakukan. Bagaimana cara mengamalkan
ilmu yang sudah diperoleh selama empat tahun. Beberapa
bulan setelah tinggal di Jakarta Elmira bertemu dengan
kawan-kawan SMA nya dulu yang sebagian dari mereka
sudah ada yang berhasil namun ada juga yang masih sama
nasibnya, mencari lapangan pekerjaan. Elmira mencoba
beberapa keberuntungan salah satunya dengan menjadi

81
~ Jangan Gagal Move On ~

sales dari sebuah perusahaan kosmetik MLM. Dengan


berbekal basmallah dan sedikit modal sisa tabungan selama
kuliah dengan sasaran pertamanya adalah saudara, keluarga
dan teman semasa SMA dulu. Elmira juga dengan tanpa
rasa malu dia mendatangi satu toko ke toko lain mencoba
menawarkan produk kosmetiknya. Setiap ada pemesan
hatinya sangat gembira, sambil bergumam dalam hati “ Apa
iya ini jalan ku?” sambil merasa aneh... kuliah dan belajar
ilmu pendidikan tapi bekerja sebagai sales kosmetik. Dan
diapun tergelak mentertawakan dirinya sendiri. Berbulan
dilalui dengan enjoy dan dibawa happy, Elmira mampu
melewati kegalauannya sebagai seorang sales kosmetik.
Bersamaan dengan kegiatannya itu Elmira yang menurut
banyak orang mudah dalam belajar dan tangannya yang
kreatif di dunia seni. Karenanya, Elmira juga membuat
hasilnya karya dari kain planel untuk tempat pensil,
boneka jari, dan kaos bernama. Peruntungannya di dunia
kosmetik membuahkan hasil dengan berhasilnya Elmira
merekrut beberapa orang untuk bergabung dan menjadi
downlinenya. Dengan penuh semangat Elmira membangun
Jaringannya supaya lebih meningkatkan penghasilannya
setiap bulan. Bersamaan dengan kegiatannya di siang hari.
Elmira menyiapkan waktunya untuk mengajar mengaji di
rumahnya. Dikumpulkan anak-anak kecil seusia TK dan
SD untuk belajar membaca dan menulis al Qur’an. Ada juga
yang mempercayakannya mengajar mengaji secara private.
Sangat menyenangkan baginya. Meski sedikit yang diperoleh
tapi dia bangga bisa mengamalkan ilmunya Sayang tak
dapat dihalang, tahun 1997 terjadilah beberapa peristiwa

82
Menjadi Bintang

demonstrasi dan penjarahan yang dilakukan masyarakat


sebagai bentuk protes terhadap pemerintahan saat itu. Posisi
Elmira sebagai penjaja kosmetik melemah, kondisi jalan
yang tidak aman untuk menawarkan barang kesana kemari.
Akhirnya dengan berat hati Elmira melepaskan statusnya
sebagai sales kosmetik. Elmira berfikir lagi dengan keras “
mau ngapain lagi coba ini ya... aku harus cari usaha lain nih”.
Kenapa Elmira begitu semangatnya dalam bekerja. Elmira
bukan dari keluarga yang tidak mampu sehingga harus
mencari uang sendiri. Elmira adalah I salah satu anak dari
orang tua asli Betawi yang memiliki banyak kontrakan yang
mampu mencukupi kehidupan anak-anak dan keluarganya.
Akan tetapi, selepas dari kuliahnya orang tua Elmira sudah
menstop semua jatah keuangan untuknya karena masih
ada adiknya yang masih kuliah. Inilah alasan terkuatnya
Elmira harus punya kreatifitas sendiri untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri. Menjelang satu tahun Elmira bertemu
dengan kakak kelasnya di SMP dulu yang bekerja sebagai
Sales Promotion Girl di Sebuah Mall terbesar di Kawasan
Senayan Jakarta. Bersama dengan Suni, begitu biasa dipanggil
, Elmira dan Suni sepakat membuat satu usaha bersama yakni
berdagang pakaian, sepatu, tas dan sandal. Mereka berdua
berbagi tugas, Elmira sebagai pemodal hanya mencarikan
barang yang dipesan pembeli sementara Suni mencari
pembeli dengan menawarkan teman-teman kerjanya sesama
SPG. Alhamdulillah kerja keras mereka berdua berhasil
sampai mereka bisa membeli sepeda motor bekas untuk
kesana kemari dan tabungan yang cukup dibagi berdua.

83
~ Jangan Gagal Move On ~

Part 2
Sekolah Baru
Melihat Elmira bekerja keras membawa barang pesanan
kesana kemari, ayah Elmira mulai merasa tak nyaman. Karena
sudah banyak yang sampai ketelinga sang ayah tentang pekerjaan
anaknya yang menjadi pedagang keliling. Padahal ayahnya adalah
seorang “juragan kontrakan” begitu julukan bagi orang Betawi
yang punya banyak kontrakan. Ayahnya merasa telah sia-sia
menyekolahkan Elmira kalau hanya akan menjadi pedagang.
Meski dulu ayah Elmira adalah seorang pedagang matrial bahan
bangunan dan menjual hasil kebun, ayah Elmira tak ingin
anaknya menjadi pedagang seperti dirinya dulu. Elmira pun
bingung. Apa yang akan jadi keputusannya. Jiwa dagang sang
ayah sudah mengalir ke dalam tubuhnya. Kemana lagi harus
bekerja. Apakah harus ditinggalkan kesenangannya ini, karena
bagi Elmira berdagang itu adalah kesenangan, hobby yang bisa
membantu orang lain mendapatkan apa yang mereka butuhkan
tanpa harus membuang waktu mereka untuk berbelanja. Ayah
Elmira mendatangi seorang ustadz tempat ayahnya mengaji.
Ustadz tersebut adalah salah seorang pengajar di sebuah sekolah
yang tak jauh dari rumah mereka tinggal. “ Kalau mau ngajar,
ayah sudah bilang sama Ustadz Arif, kamu tinggal datang saja
ke sekolahan” ayah Elmira menawarkan Elmira menjadi guru
di sekolah tersebut. Ternyata ustadz tersebut adalah salah satu
pendiri dari yayasan pendidikan yang terkenal dan tertua di
daerahnya. “ ga ah Yah, nanti saya cari ditempat lain saja. Itu
terlalu dekat lokasinya” . Sang ayah merasa diabaikan lalu dengan
sedih meninggalkan Elmira. Sebagai bukti dia mencoba mengikuti

84
Menjadi Bintang

apa keinginan sang ayah untuk menjadi guru, Elmira mencoba


memasukkan beberapa CV ke sekolah sekolah di sekitar Jakarta
Selatan bahkan sampai ke Jakarta Timur. Salah satu sekolah
terbesar di Jakarta yakni Al Azhar menjadi salah satu sasaran
lamarannya. Namun keberuntungan belum berpihak padanya.
Di dunia pendidikan pun banyak pesaing yang berminat menjadi
guru. Mencoba lagi mendaftar sebagai tenaga pengajar di Bimbel
di Jakarta Timur. Senangnya Elmira saat itu karena diterima dan
akhirnya jadi guru juga. Sayang, sekali lagi tak mendapat restu
dari sang ayah. Pertengahan Juni 1998 ada hal yang mengejutkan
Elmira. Sedang duduk santai setelah selesai mengerjakan
pekerjaan rumah membantu sang ibu yang sudah lumayan berusia
agar bernilai bakti dan mengurangi rasa sedih melihat anaknya
yang tak kunjung mengajar di sekolah. “ El, ada surat panggilan
kerja nih, buat kamu” seraya Dina menyampaikan sebuah amplop
coklat kepadanya. “ Alhamdulillah, mudah-mudahan rejekiku
ya Ka.” Elmira bersalaman pada Dina kakak tercintanya yang
membawakan surat itu sambil berucap “ makasih ya Ka “. 5 Juli
1998 dengan menggunakan blouse dan rok layaknya seorang guru
pada jamannya, Elmira dengan semangat mendatangi sebuah
sekolah yang lumayan besar dan bertemu dengan beberapa orang
juga dengan gaya yang nyaris hampir sama dengannya. Mereka
saling bertatapan. Bersalaman dan saling menyebutkan nama .
“ Elmira “
“ Rammah “
“Cinda “
“ Mila“
“ Umim”

85
~ Jangan Gagal Move On ~

Ternyata mereka semua adalah calon tenaga pendidik yang


mendapat panggilan di sekolah ini untuk tahun pelajaran 1998
– 1999. Di sebuah ruang yang tampak sederhana namun rapi
bertemulah Elmira dan teman-teman barunya untuk mendapatkan
pengarahan dari maksud dan tujuan pemanggilan tersebut.
Bapak kepala madrasah dengan sangat bijak menyampaikan
beberapa hal yang akan menjadi tanggung jawab para calon guru
tersebut. Dengan sedikit tercengang Elmira menerima tanggung
jawab baru di sekolah baru sebagai guru Bahasa Inggris. Karena
guru bahasa Inggris yang lama yang tidak lain adalah cucu dari
pendiri yayasan pendidikan Islam ini akan melanjutkan sekolah
S2 nya ke Australia. Jadilah Elmira yang berlatar belakang guru
agama harus belajar lagi untuk mengajar bahasa Inggris. Meski
Elmira pernah belajar bahasa Inggris disebuah English Cours di
perguruan ternama di Malang. Elmira menerima dengan senang
hati diterima menjadi guru bahasa Inggris. Pelajaran bahasa
yang pernah menjadi kesukaannya saat ia kuliah dulu. Terbayang
dosen bahasa inggris di kampusnya dulu. Sesekali Elmira bergaya
seperti dosennya dulu. Dari gaya mengajar sampai gaya menyapa
mahasiswanya dulu. Tak terbayangkan saat Elmira masuk keruang
kelas dengan dandanan guru yang dihormati anak muridnya.
Dengan bermodal kamus lusuh sisa semasa kuliah dan buku-
buku diktat selagi mengikuti kursus, Elmira melangkah mantap
memasuki sekolah barunya sebagai guru “ Miss El”. Elmira
semakin gencar berlatih dan mencari metode yang menarik agar
anak didiknya menyukai pelajaran itu. Lalu bagaimana dengan
kosmetikmu Elmira

Part 3
86
Menjadi Bintang

Kreatif itu Ga Mahal


Waktu berlalu tanpa terasa. Elmira semakin dicinta. Banyak
siswa yang senang dengannya. Terutama dengan gayanya yang kata
anak-anak sangat gaul. Elmira tidak membatasi dirinya dengan
siswa. Elmira menganggap mereka semua adalah kawan, sahabat
dan anaknya. Tak jarang dari siswanya yang tak malu bercerita
tentang masalah mereka. Seakan Elmira pun menjadi seorang
psikolog. Menjadi seorang guru itu adalah suatu kenikmatan
yang luar biasa. Anak-anak begitu senang dengan kehadiran bu
guru muda yang cantik. Bagi anak-anak, seseorang yang bisa
bicara dengan bahasa Inggris adalah hal yang sangat istimewa.
Mereka merasa tak bosan diajarkan dengan Elmira. Bahasa Inggris
yang banyak ditakutkan karena sulit dalam pengucapan dan
penulisan, justru mereka sangat menanti pelajaran ini. Terbayang
oleh mereka “ Apalagi yaa yang akan diajarkan Miss El hari ini ?”
Anak didik semakin semangat dalam belajar dan Elmira semakin
semangat berlatih dan mengajar bahkan ada satu anak didiknya
yang berpotensi dan cakap dalam berkomunikasi dalam bahasa
Inggris dimasukan ke Lembaga Bahasa ternama di Jakarta.
“Miss… apa itu..?” Tanya bu Cinda yang kebetulan hari itu juga
ada jam tatap muka di hari yang sama. “Kenapa bawa karton dan
kartu undangan bekas seperti itu ?”“ Oh.. iya bu guru.. ini mau
ajak anak-anak main di kelas nanti” sambil tertawa bu Cinda dan
guru lain yang mendengar percakapan itu tertawa dan tersenyum.
Banyak komentar dari mereka yang luar biasa. Ada yang positif
ada pula yang menganggap aneh. Kenapa harus bermain dalam
jam belajar. Elmira menanggapinya dengan senyuman sambil
terus mempersiapkan bahan ajar yang akan di bawa ke kelas.

87
~ Jangan Gagal Move On ~

Dan sudah membayangkan akan ramainya suasana kelas nanti.


Elmira pun membuat strategi yang cantik agar tidak mengganggu
jam belajar kelas lainnya. Saat jam pelajaran bahasa Inggris tiba
di kelas 1A. Ibu guru muda tersebut masuk ke ruang kelas dengan
penuh semangat dan senyum yang terkulum. Anak-anak langsung
histeria menyambut kedatangannya “ Welcome Miss Elmira, How
are you today” tanpa dikomando mereka mengucapkan secara
kompak dan serentak. “ we miss you …”. Jantung Emira semakin
berdegup kencang dan senyum pun semakin mengembang.
“ I’am fine, thank you. I hope you all still have the passion for
study today” .
“ Insya Allah. Because you Miss Elmira”
Elmira membuka pelajaran dengan membagi kelas
menjadi beberapa kelompok. Elmira meminta anak-anak untuk
menunjukkan apa saja yang mereka bawa dari rumah. Hari ini
Elmira meminta anak-anak untuk membuat sebuah kartu ucapan
untuk orang tersayang. Bertepatan dengan peristiwa Hari Ibu
yang akan tiba minggu depan. Anak-anak pun mempersiapkan
bahan lainnya yang sudah mereka bawa dari rumah berupa
kartu undangan bekas, lem, gunting dan apa saja yang bisa
mempercantik kartu tersebut nantinya. Anak-anak tidak tahu
untuk apa itu semua. Elmira menjelaskan materi hari ini
yaitu Greeting Card. Manfaat dari materi greeting card ini dan
bagaimana mereka bisa membuat sebuah kartu ucapan sendiri.
Banyaknya ide yang keluar dari anak-anak yang begitu cantik dan
menarik. Begitu antusias anak-anak ingin segera membuat sebuah
karya, kelas menjadi sangat ramai. Mereka sibuk bertanya apa yang
bagus diucapkan untuk ibu, bagaimana model kartu yang akan

88
Menjadi Bintang

mereka buat. Dengan penuh kebahagian Elmira mendampingi


anak-anak sampai mereka berhasil dalam membuat sebuah
kartu ucapan. Anak-anak bersorak gembira. Mereka bangga bisa
membuahkan sebuah hasil karya sederhana dengan bahan-bahan
sederhana pula. Mereka sangat antusias bahkan ada yang berniat
akan membuat dan menjualnya jika ada yang suka. Dengan bangga
mereka menjuluki Miss Elmira dengan “you are my star”. Melihat
keriuhan kelas Bahasa Inggris, beberapa guru mengintip dari luar,
melihat apa yang terjadi. Bahkan ada salah satu guru yang selalu
mendukung Elmira dengan kreatifitasnya masuk ke dalam kelas
dan memberi dukungan kepada anak-anak. “kalian Hebat karena
kalian punya Guru yang Hebat “

89
Jangan Gagal Move On

RIWAYAT PENULIS

Nur Amaliah, perempuan kelahiran


Jakarta, pada tanggal 10 Mei 1973 ini
adalah putri kedelapan dari sembilan
bersaudara dari pasangan Bapak H.
Muhammad dan Ibu Hj. Rosyadah
yang merupakan keturunan Betawi.
Menamatkan pendidikan Madrasah
Ibtidaiyah atau setaraf dengan SD
dan SMP di Jakarta. Melanjutkan
pendidikan Madrasah Aliyah di
Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah
Seblak Jombang Jawa Timur. Pendidikan S1 diselesaikan di IAIN Sunan
Ampel di Malang Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam.
Mulai mengamalkan ilmu pendidikannya di tahun 1998 di Madrasah
Tsanawiyah Hidayatut Thalibin Jakarta sampai tahun 2017 dan tahun
1999 sampai 2010 membantu mengabdi di SMPI Al Akhyar tempat
penulis sekolah dulu. Setelah pengangkatan menjadi guru PNS dari guru
honorer tahun 2010 di MTs Hidayatut Thalibin, saat ini mutasi tugas di
MTs ARROFIQY kecamatan Tajurhalang Kabupaten Bogor sejak tahun
2017. Penulis adalah seorang guru yang kreatif dengan beragam ide yang
membuat pembelajaran menjadi menyenangkan. Bersama suami tercinta
mengembangkan lembaga pendidikan Islam Syafa’atus Sholawat jenjang
MI dan MTs di Desa Sukmajaya Kecamatan Tajurhalang Kabupaten Bogor.

90
07
GURU
ADALAH TEMAN
Oleh: Riyan Anugerah

S
aya Riyan Anugerah, saya seorang pendidik ABK dan
shawdo teacher di SLB C Tri Asih Kebun Jeruk – Jakarta.
Saya akan membagi pengalaman saya terkait dengan
penerapan guru adalah teman untuk anak berkebutuhan
khusus. Pengalaman yang akan saya bagikan, pengalaman
ketika saya mendampingi seorang anak, sebut saja “Kem”.
Remaja autisme kelas sebelas yang sedang mempelajari
transaksi. Menurut saya guru menjadi teman untuk anak
berkebutuhan khusus adalah bukan hanya sekedar nilai,
tetapi lebih kepada proses pembelajaran dan apa yang
menjadi kebutuhan anak tersebut. Awalnya, Kem belum bisa
meregulasi diri sehingga ia suka menolak ketika hendak
belajar dan lebih asyik sendiri dengan aktivitas yang ia buat,
baik itu membuka semua buku yang ia pegang lalu

91
~ Jangan Gagal Move On ~

menciumnya, sampai aktivitas berlari ke depan kelas dan


melompot sambil tertawa sendiri. Meski demikian, saya
percaya bahwa Kem masih bisa mengikuti kegiatan
pembelajaran asal diberi waktu untuk dirinya sendiri. Setelah
diberi waktu untuk menyelesaikan aktivitas yang ia lakukan
seperti membuka semua buku ataupun berlari kedepan kelas
dan melompat sambil tertawa sendiri. Akhirnya Kem mau
melanjutkan proses pembelajarannya dengan membuat
kesepakatan. Tantangan bagi saya adalah bagaimana
membantu Kem untuk menerapkan secara fungsional dalam
mengikuti pembelajaran tentang transaksi. Pembelajaran
fungsional sendiri yaitu murid dapat mengaplikasikan materi
secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, saya
harus sesuaikan pembelajaran umum menjadi sasaran
belajar yang memungkinkan dapat di aplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari Kem. Langkah awal yang saya lakukan,
pertama saya melakukan assessment kemampuan Kem dalam
mengenal uang. Caranya dengan menanyakan, ‘’Kem ini uang
berapa?’’ saya memulai dari uang logam seribu rupiah sampai
seratus ribu rupiah. Cara lain yang saya lakukan dengan
mengajak Kem berbelanja langsung ke minimarket. Dari
kegiatan itu, kita bisa tahu kemampuan Kem dalam mengenal
uang dan reaksi Kem ketika berada dilingkungan sosial.
Biasanya, untuk anak usia 21 tahun dan memiliki usia mental
yang sama dengan usia kronologisnya, anak dapat mengenal
uang dengan mudah serta aktivitas berbelanja di minimarket
pun menjadi kegiatan rutin yang biasa di lakukan setiap
bulan. Hasil assessment menunjukkan, Kem cukup mampu
menjawab nominal uang yang di tanyakan oleh saya, hanya

92
Guru Adalah Teman

saja ketika saya bertanya untuk kedua kali, membalik uang


dan menanyakan pertanyaan yang sama ‘’Kem ini uang
berapa?’’, respon Kem menutup wajahnya dengan tangan dan
merengek. Selanjutnya, saya prompt duapuluh ribu rupiah
diikuti dengan suara Kem. Hal tak terduga pun berlanjut
ketika saya mengajak Kem ke minimarket untuk berbelanja,
mulai dari menarik pintu sekuat tenaga, berlarian melintasi
setiap lorong, serta melompot-lompat sambil tertawa
kegirangan. Kedua, menetapkan sasaran dan menyesuaikan
proses pembelajaran dengan hasil assessment. Melihat dari
hasil assessment, sasaran pembelajaran yang fungsional
untuk Kem adalah dengan mengenalkan uang secara
langsung serta membiasakan Kem ke tempat umum supaya
lebih tenang dan dapat beradaptasi dengan lingkungan yang
baru ia temui. Tantangan bagi saya pada saat
mengkomunikasikan tujuan dan proses pembelajaran kepada
Kem tentang apa yang akan di pelajari. Mengingat Kem di
diagnosa autisme dan tergolong retardasi mental sedang.
Mengingat cara berfikir Kem yang lebih mengandalkan visual
atau think in picture, saya mencari media visual dalam bentuk
gambar yang terkait dengan apa yang akan Kem pelajari.
Karena pada saat ini saya akan mengenalkan uang untuk
Kem, terlintaslah di benak saya kenapa tidak memberikan
secara langsung uang dalam wujud nyata?, supaya Kem lebih
mudah memahami. Mulailah saya mengumpulkan pecahan
uang mulai dari koin seribu rupiah sampai seratus ribu
rupiah. Selain memberikan uang dalam wujud nyata.
Kemudian, saya memberikan gambar minimarket dan
potongan-potongan gambar, dimana setiap potongan gambar

93
~ Jangan Gagal Move On ~

berisikan langkah-langkah ketika orang hendak berbelanja.


Mulai dari aktivitas cara orang membuka pintu, kemudian
mengambil keranjang belanjaan, lalu memilih barang,
sampai tahap orang sedang melakukan transaksi di kasir.
Dengan menggunakan pecahan uang ini. Langkah awal yang
saya lakukan adalah, saya berikan uang koin seribu rupiah
kepada Kem. Selanjutnya, saya menanyakan “apa yang kamu
punya?’’ ketika itu, anak bisa bilang saya mempunyai uang
seribu rupiah atau uang seribu rupiah. Kemudian pecahan
uang seribu itu saya pegang, dan menanyakan lagi “Kem, lihat
ini uang berapa?’’ respon Kem pada saat itu seribu rupiah
sambil tertawa. Hal yang sama saya lakukan, dengan nominal
uang yang berbeda. Setelah itu, saya sampaikan kepada Kem,
sekarang kita sedang belajar tentang mengenal uang.
Biasanya, respon Kem hanya datar. Kemudian, saya
menanyakan lagi untuk memastikan Kem paham dengan apa
yang sedang dipelajari. “Kem sekarang kita sedang belajar
apa?”. Ada beberapa kemungkinan respon Kem dalam
menjawab, hanya berdiam diri, melihat kita, merengek
sambil menutup mata dengan tangan, atau bahkan menangis.
Alhamdulillah, respon kem pada saat itu “mengenal uang”
sambil tertawa dan mengambil salah satu pecahan uang yang
ada di meja. Selanjutnya, dengan menggunakan media
gambar minimarket. Saya menanyakan kepada Kem. “Ini
gambar apa ?’’ respon Kem pada saat itu langsung menjawab
Alfami**. Karena media gambar yang saya perlihatkan
berupa foto minimarket yang Kem sebutkan tadi. Kemudian,
saya jejerkan potongan gambar aktivitas ketika orang hendak
berbelanja di depan Kem. Mulai dari aktivitas cara orang

94
Guru Adalah Teman

membuka pintu, kemudian mengambil keranjang belanjaan,


lalu memilih barang, sampai tahap orang sedang melakukan
transaksi di kasir. Dari potongan gambar itu, kita bisa tunjuk
salah satu gambar lalu menanyakan “ini gambar apa?” pada
saat itu, saya menunjuk gambar orang yang sedang membuka
pintu. Respon Kem pada saat itu “pintu” sambil menunjuk
gambar. Setelah itu, saya menyampaikan kepada Kem, “orang
sedang membuka pintu’’ diikuti dengan suara Kem.
Kemudian, saya menanyakan lagi untuk memastikan bahwa
Kem paham dengan apa yang sedang dipelajari, dengan
gambar yang sama dan pertanyaan yang sama “ini gambar
apa?”, dan bersyukur respon Kem pada saat itu “orang sedang
membuka pintu”. Hari berikutnya, saya mengajak Kem untuk
bertransaksi di salah satu minimarket. Dalam perjalanan
menuju minimarket saya mengkomunikasikan kembali
tujuan pembelajaran yang ingin dipelajari, sehingga Kem
tahu pembelajaran apa yang sedang ia pelajari saat ini. Selain
itu saya membuat kesepakatan dengan harapan Kem dapat
berbelanja dengan tenang sesuai dengan instruksi yang
diberikan dan pembelajaran yang sudah ia dapat. Pada
prosesnya, saya mengalami banyak tantangan mulai dari
bagaimana cara mengontrol Kem pada saat di minimarket,
menginstruksikan supaya Kem tahu apa yang seharusnya
dilakukan ketika hendak berbelanja, sampai memberikan
informasi kepada pengunjung yang ia jaili bahwa murid saya
ini menyandang disabilitas atau di diagnosa autisme. Oleh
karenanya, saya ingin membantu atas apa yang menjadi
persoalan yang dihadapi Kem dengan cara membiasakan
Kem di lingkungan umum dengan cara bertransaksi. Melihat

95
~ Jangan Gagal Move On ~

respon Kem dengan segala ketidak berhasilan. Awalnya, saya


sempat ragu dan tidak percaya bahwa apa yang saya lakukan
terhadap Kem itu akan sia-sia dan tidak menghasilkan hasil
untuk kedepannya. Setelah melakukan refleksi dengan rekan
seperguruan untungnya saya menyadari bahwa kondisi Kem
yang di diagnosa autisme dan rekardasi mental sedang
memerlukan latihan yang berulangkali dan berproses.
Mulailah saya menjadwalkan secara rutin untuk mengajarkan
Kem bertransaksi, baik itu di kantin sekolah ataupun
minimarket. Bersyukur, setelah melakukan trail and error
berulang kali Kem mulai dapat membuka pintu minimarket
dengan baik, kemudian mengambil keranjang sendiri,
memilih belanjaan yang ia suka, sampai pergi ke kasir. Intinya
ia mulai paham melakukan sesuatu dengan benar. Saya
percaya bahwa kesabaran, keuletan, kasih sayang,
kepercayaan, dan berani capek/lelah adalah beberapa kunci
dari keberhasilan untuk seseorang mencapai tujuannya. Trail
and error ini terus saya lakukan untuk membantu Kem dalam
memahami atau merespon informasi yang ia dapat, baik itu
pada proses pembelajaran ataupun membantu Kem dalam
mengkomunikasikan sesuatu. Contoh lain, ketika saya akan
mengajarkan tentang Activity Daily Living atau bina diri.
Bina diri adalah tugas yang diperlukan individu untuk dapat
melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Tugas
tersebut meliputi makan, berpakaian, mandi, menggososk
gigi sampai aktivitas mobilitas (aktivitas ringan seperti
meminum kopi). Pada umumnya, individu dapat melakukan
aktivitas harian mulai dari bangun tidur di pagi hari sampai
aktivitas tidur di malam hari. Meski sederhana, aktivitas yang

96
Guru Adalah Teman

biasa dilakukan ini merupakan komponen dasar agar


individu bisa mandiri. Akan tetapi, hal ini tidak menjadi
sederhana untuk Kem, mengingat Kem di diagnosa autisme
dan retardasi mental sedang. Mungkin, untuk sebagian orang
bingung membaca tulisan saya. Dan sedikit bertanya autisme
itu apa? retardasi mental itu apa? oke, untuk menjawab
keresahan pembaca, maka saya bantu memberikan sedikit
informasi perihal keduanya. Jadi, autisme adalah gangguan
perkembangan yang ditandai dengan komunikasi, interaksi
sosial, dan perilaku. Sedangkan, retardasi mental atau
tunagrahita adalah keadaan anak yang memiliki fungsi
intelektual di bawah rata-rata dan memiliki hambatan dalam
tingkah laku pada masa perkembangannya. Awalnya saya
ragu untuk mengajarkan pendidikan bina diri, dan entah
kenapa saya lebih fokus untuk mencari ‘apa sih yang bisa
dikembangkan dari Kem?’, ‘bakat apa yang Kem miliki?’, dan’
bagaimana cara memaksimalkan potensi diri Kem?’.
Untungnya, saya menyadari bahwa sebelum melangkah lebih
jauh tentang bakat dari Kem, sebaiknya kita benahi terlebih
dahulu tentang pendidikan bina dirinya. Saya percaya bahwa
pendidikan bina diri adalah salah satu modal awal yang harus
diberikan untuk anak berkebutuhan khusus. Kenapa? karena
dengan kita mengajarkan pendidikan bina diri, anak
diharapkan bisa lebih mandiri, dan dapat menjalankan
kebutuhan sehari-hari tanpa bantuan orang lain, baik itu dari
orangtua, tenaga pendidikan, ataupun terapis. Berangkat
dari issue ini, saya mencoba mencari tahu apa yang menjadi
‘’masalah’’ sekaligus kebutuhan Kem. Setelah melakukan
refleksi akhirnya saya menemukan apa sih yang menjadi

97
~ Jangan Gagal Move On ~

‘’masalah’’ sekaligus kebutuhan Kem? media ajar apa yang


akan saya tawarkan untuk membantu Kem supaya bisa
diterapkan di kehidupan sehari-hari? Tentunya bukan hal
mudah untuk memberikan media ajar yang sesuai dengan
kebutuhan anak. Pada prosesnya saya menemukan banyak
sekali tantangan, mulai dari tantangan melawan diri sendiri,
baik itu memikirkan ide, bagaimana cara membuat medianya,
berdiskusi dengan rekan sejawat, merevisi ulang media,
hingga cara mengimplementasikannya. Lewat kartu story’
inilah saya mengajarkan bagaimana cara menggosok gigi
secara sederhana. Media ini berisi empat potongan gambar
aktivitas, dimana setiap potong gambar berisikan langkah-
langkah untuk bagaimana cara menggosok gigi dan satu
gambar besar sebagai penentu urutan aktivitasnya. Anak
diharapkan dapat mengurutkan potongan kartu aktivitas
sesuai dengan urutan nya dan dapat menceritakan setiap
potong kartu dari aktivitas menyikat gigi. Saya berharap lewat
kartu story’ ini anak di harapkan bisa lebih fokus karena anak
harus mendengarkan instruksi yang diberikan dan dapat
mengurutkan potongan kartu sesuai dengan urutannya, serta
melatih komunikasi karena anak dilatih untuk mengeluarkan
kata perkata lewat potongan kartu aktivitas menyikat gigi.
Selain itu, memudahkan anak untuk lebih memahami cara
menyikat gigi, dan mengaplikasikannya di kehidupan sehari-
hari. Proses belajar di mulai dengan memperlihatkan
potongan gambar aktivitas yang berisi tentang bagaimana
cara menyikat gigi. Saya kemudian meminta Kem untuk
mengurutkan potongan kartu aktivitas mulai dari mengambil
sikat gigi sampai aktivitas menyikat gigi. Setelah Kem selesai

98
Guru Adalah Teman

mengurutkan kartu tersebut, Kem di pandu untuk


menceritakan isi dari setiap potongan gambar aktivitas cara
menyikat gigi. Proses selanjutnya, saya membawa Kem ke
wastafel sekolah untuk mengaplikasikan cara menyikat gigi.
Dimulai dengan saya memperlihatkan media ajar dan
memperkenalkan perlengkapan apa saja yang diperlukan
untuk menyikat gigi. Saya kemudian meminta Kem untuk
melakukan cara menyikat gigi mulai dari mengambil sikat
gigi sampai aktivitas menyikat gigi. Di akhir proses belajar,
cara penilaian yang dilakukan adalah dengan menanyakan
kembali aktivitas apa yang sedang Kem lakukan, dan meminta
Kem untuk menceritakan aktivitas cara menyikat gigi. Mulai
dari mengambil sikat gigi, kemudian membasahkan sikat
dengan air, lalu mengoleskan pasta gigi ke sikat gigi, sampai
aktivitas menyikat gigi. Dengan melakukan refleksi sederhana
kepada anak, diharapkan anak memahami kegiatan atau
aktivitas apa yang sedang ia lakukan sekarang. Banyak
keresahan ketika guru hendak mengkomunikasikan tujuan
pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus. Bahkan
sering kali dianggap mereka tidak dapat memahaminya.
Faktanya tidak demikian, anak berkebutuhan khusus mampu
memahami tujuan pembelajaran jika guru atau tenaga
pendidik menyesuaikan dan dengan cara yang mudah
dipahami oleh anak. Jika anak enggan untuk mengikuti
kegiatan pembelajaran, usaha yang dapat dilakukan adalah
memberi waktu untuk benar-benar siap menerima pelajaran
atau suguhan sesuatu yang menyenangkan bagi anak. Bisa
dalam bentuk barang, bercerita, permainan, ataupun hal
yang menarik yang anak sukai. Tantangan dalam menerapkan

99
~ Jangan Gagal Move On ~

“guru adalah teman pada anak berkebutuhan khusus” yaitu


seringkali guru lupa apa yang harus diberikan untuk anak,
dan justru keliru memberikan yang terbaik menurut kita
tanpa tahu apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh anak atau
murid didik kita. Saya sebagai tenaga pendidik anak
berkebutuhan khusus tentu saja tidak hanya menjadi seorang
shawdo teacher saja melainkan bisa menjadi teman untuk
mereka. Saya meminta hasil assessment anak pada psikolog,
mencari informasi terkait permasalahan anak, mengobservasi
untuk mengetahui kemampuan awal anak, kemudian
memberikan media yang sesuai dengan kebutuhan anak, dan
tetap merancang program pembelajaran secara fungsional
supaya dapat di aplikasikan untuk kehidupan sehari-hari.
“Guru adalah teman untuk anak berkebutuhan khusus” yaitu
memberikan kebeb asan dalam mempelajari sesuatu, baik
dari segi akademik, ataupun non akademik, dan menjadi
support system dengan sepenuh hati. Contohnya, dengan
memberikan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
anak, menggali dan mengembangkan potensi yang anak
miliki seperti: bermain alat musik, menggambar, berolahraga,
serta menerapkan sistem pembelajaran agar tidak monoton
di dalam kelas—melainkan bisa di minimarket untuk
melakukan transaksi, di toilet ataupun di dapur sekolah
untuk program bantu diri, atau bahkan di kebun sekolah
untuk belajar tentang mengenal tanaman. Tantangan lain
dalam mengajar anak berkebutuhan khusus adalah
mengkomunikasikan tujuan pembelajaran itu sendiri. Apa
yang sedang anak pelajari, kemudian memberikan gambaran/
pemahaman dari apa yang sedang mereka lakukan. Mengapa

100
Guru Adalah Teman

ini penting? Karena, kerap kali guru menyamaratakan


kemampuan murid dalam interaksi belajar. Pada praktiknya,
kemampuan dan kesiapan anak itu beragam. Guru membantu
murid menemukan apa yang bisa mereka lakukan baik secara
mandiri maupun secara fungsional. Proses ini juga membantu
mereka untuk lebih tahu tentang apa yang sedang mereka
pelajari. Dan satu hal yang tidak kalah penting adalah
memberikan menguatkan bahwa “kamu bisa...”. Saya percaya,
ketika kita melakukan sesuatu dengan sepenuh hati, hal luar
biasa akan datang menemui kita. Kenali dan pahami murid
didik anda, beri yang sesuai dengan kebutuhan anak dan
tidak melebihkan dengan memberikan “apa” yang terbaik
menurut anda. Ingat bahwa setiap anak pasti mempunyai
kebutuhan dan porsinya masing-masing. Sekecil apapun hal
yang kita lakukan, pasti akan ada dampaknya. Dan selalu
ingat satu hal bahwa profesi guru itu bukan profesi main-
main.Salam Guru Merdeka,
“Siapkah anda menjadi teman untuk murid didik anda?”
— Riyan Anugerah
Anugerahriyan@gmail.com
Selain menjadi shawdo teacher, di SMKLB C Tri Asih Kebun Jeruk- Jakarta, saya
juga seorang behavioral therapy di EDufa Autism Therapy Center. Tahun ini saya
juga ikut berkontribusi untuk menyuarakan menuju Indonesia ramah autisme
lewat acara SPEKIX 2019.

101
Jangan Gagal Move On

01
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Riyan Anugerah, adalah pemuda


Brebes yang Lahir di Desa Pekauman-
Kec. Losari- Kab. Brebes pada tanggal
07- Maret- 1995. Memiliki satu saudara
perempuan dan di besarkan oleh single
mom yang sangat luar biasa. Penulis kecil,
tumbuh dan besar di Brebes, ia mengawali
pendidikannya di bangku TK Pertiwi-
Pekauman (2000), kemudian melanjutkan
di SD N 1 Pekauman (2001-2007), lalu
di SMP N 1 Losari (2007-2010), dan
menempuh sekolah menengah atas di
SMA N 1 Bulakamba (2010-2013). Tahun 2013-2017 penulis melanjutkan
pendidikannya di Universitas Gunadarma dengan jurusan psikologi di Kota
Depok. Karirnya dimulai pada tahun 2017 sebagai sales and marketing property.
Kemudian pada tahun 2018-sekarang membanting stir sebagai pedidik/terapi
perilaku untuk anak berkebutuhan khusus di Biro Psikologi EDufa Counseling
dan shawdo teacher di SMKLB C Tri Asih Kebun Jeruk- Jakarta. Selain pengajar,
penulis juga ikut berkontribusi dalam kegiatan sosial mulai dari menjadi
volunteer di acara Indonesia Autism Summit (IAS) 2019, Special Kids Expo
(SPEKIX) 2019, sampai salah satu pencapaian terbesar di tahun 2019 penulis
adalah terpilih sebagai finalis Wardah Inspiring Teacher (WIT) 2019, dan
menjadi pembicara di Temu Pendidik Nusantara (TPN) 2019. Penulis percaya
bahwa, mimpi itu berproses dan rintangan akan selalu ada. Berikan mimpi
untuk diri kita dan orang lain, dengan cara menikmati proses, bersiap untuk
lelah, dan selalu berfikir “ada harapan baik” disetiap mimpi kita. Salam guru
merdeka dari pemuda Brebes ☺.

102
08
GURU, SEBUAH REFLEKSI DIRI
Oleh: Nurjanah Laila

The Secret by Rhonda Byrne hal. 220 :


Lakukan apa yang anda suka. Jika anda tidak mengetahui apa
yang membuat anda gembira, tanyakan,” Apakah kegembiraan
saya ?” Ketika anda berkomitmen pada kegembiraan anda,
anda akan menarik serangkaian hal yang menggembirakan
karena Anda memancarkan kegembiraan.

M
embahas mengenai kegembiraan, mengajar adalah
salah satu kegembiraanku. Bertemu dengan murid-
murid yang lucu dan imut. Serunya duniaku
berbaur dengan mereka, beradaptasi dengan dunia anak-
anak. Menyelami hakikat kegembiraan dalam belajar dan
mengajar adalah sesuatu yang menakjubkan. Anak-anak
yang lucu dan lugu tertawa riang dalam balutan seragam
merah putih. Aku terpana mengamati keceriaan mereka.
Sebenarnya bukan mereka yang belajar dariku, tetapi

103
~ Jangan Gagal Move On ~

aku yang belajar dari mereka. Belajar kesabaran, belajar


mengerti dan memahami bahasa mereka. Mempraktekkan
metode mengajar yang tepat untuk mereka. Memahami
cara belajar siswa. Guru adalah murid dan murid adalah
guru, sama-sama saling belajar dan mengajar. Seperti
ungkapan yang pernah dijabarkan oleh Bapak Pendidikan
Nasional yaitu Ki Hajar Dewantara. “ Setiap tempat
adalah sekolah , setiap orang adalah guru. Jadi sebenarnya
konsep mendidik itu tidak hanya di sekolah saja. Tetapi
di rumah , di alam semesta nan luas ini. Seperti pepatah
Minang mengatakan : “ Alam takambang jadi guru”. Alam
ini adalah guru yang sangat inspiratif. Lihatlah matahari
bersinar cerah , tetapi tak pernah membanggakan jasanya
menyinari bumi. Dia mengajarkan pada manusia bahwa
hidup berbagi tanpa pamrih. Mentari menghangatkan tapi
tak menghanguskan. Mengajarkan pada kita hidup disiplin
dan konsisten. Terbit di sebelah timur dan tenggelam di
ufuk barat. Setiap hari itu saja yang dia lakukan. Hal itu
juga membuatku ingat sebuah lagu. “ Kasih ibu kepada
beta, tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi
tak harap kembali. Bagai sang surya menyinari dunia.
Matahari diibaratkan seperti kasih ibu. Tanpa pamrih ,
penuh cinta kasih. Ada 1 kata , 4 huruf tetapi sungguh dalam
maknanya. Guru adalah profesi mulia yang tugas utamanya
mencerdaskan bangsa. Guru bukan sekedar mengajar, tetapi
mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai
dan mengevaluasi peserta didik. Aku bangga menjadi seorang
guru. Karena berkat jasanya, anak yang tadi tidak kenal
huruf sama sekali, lalu bisa membaca. Yang tadinya tidak

104
Guru, Sebuah Refleksi Diri

tahu menjadi tahu. Anak yang tadi suka berkata yang tidak
baik, alhamdulillah berkat kesabaran guru menjadi baik
karakternya. Pendidikan bukanlah proses sekali jadi, tetapi
membutuhkan tahap-tahap yang berkelanjutan. Karena
kita bukan mendidik benda mati tetapi manusia hidup
yang penuh pernik-pernik. Sosok guru bisa kita temukan
bukan pada pendidik di sekolah saja, di rumahpun orangtua
berperan sebagai guru pertama bagi anak-anaknya. Karena
itu perlu kerjasama yang erat antara guru dan orangtua
sebagai pendidik anak-anak. Aku teringat lagu Hymne Guru,
begini syairnya :
“ Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terimakasihku tuk pengabdianmu....
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk
Dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Pembangun insan cendekia ...”
Saat aku menyanyikan lagu ini teringat sosok seorang guru
yang sangat sabar mendidik dan membimbingku . Sekaligus aku
berterimakasih kepada semua guru . Dari yang tidak bisa membaca
,tak bisa menulis, tak bisa berhitung, sampai aku jadi guru PNS
sekarang ini. Guru adalah pelita dalam kegelapan. Tanpa guru
dunia tanpa cahaya. Dulu ketika Jepang dibombardir oleh Sekutu,
yang meluluhlantakkan kota Hiroshima dan Nagasaki, inilah yang
ditanyakan oleh Kaisar Hirohito : “ berapa guru yang masih ada ?
Demikian begitu penting peran guru dalam membentuk pribadi

105
~ Jangan Gagal Move On ~

dan karakter suatu bangsa. Saya pernah membaca kutipan kalimat


Presiden RI yang pertama Ir. Soekarno dalam bukunya “ Dibawah
Bendera Revolusi “. “
Pemimpin !Guru !
Alangkah hebatnya menjadi pemimpin dalam sekolah.
Menjadi guru dalam arti yang spesial.
Yakni menjadi pembentuk akal dan jiwa anak-anak.
Terutama sekali di jaman kebangkitan.
Hari kemudiannya manusia adalah di dalam tangan guru
itu menjadi manusia.
Guru , demikian orang menyebutku, bukan cuma julukan
atau profesi tetapi adalah panggilan jiwa, panggilan sepenuh
cinta. Menjadi guru bukan hanya karena pandai dan mempunyai
spesifikasi ilmu, tetapi guru sebagai agen perubahan ( agent
of change ) . Ia bertugas menumbuhkan semangat belajar dan
keingintahuan anak didik dan mengarahkannya dengan cara yang
paling mereka minati. Karena itu jika siswa diarahkan, diberi rasa
aman , kepercayaan diri, maka ia akan berani berekspresi dan
mengeksplorasi kemampuannya sehingga ia menjadi insan yang
cerdas sekaligus berbudi pekerti luhur. Guru menjadi pembentuk
akal dan jiwa anak-anak. Hellen Keller, seorang wanita yang buta,
tuli dan bisu asal Tuscumbia berhasil menjadi professor wanita
Amerika yang pertama. Dapatkah anda menebak siapakah sosok
yang pertama kali menemukan kecerdasannya ? Ya, tepat ! Ia
adalah Anna Sullivan, seorang guru pembawa cahaya. Dengan
penuh kesabaran , ketekunan dan ketelitian ia mengajari Hellen
kecil yang pemberontak dan hiperaktif. Aku pernah menonton
cuplikan filmnya. Bahkan membaca bukunya yang berjudul “ The

106
Guru, Sebuah Refleksi Diri

Story of My Life , Kisah Nyata Perempuan Bisu, Tuli dan Buta yang
Mengguncang Dunia “. Gurunya Anna Sullivan menjadi matanya,
menjadi cahaya yang menerangi kebisuan dunia seorang Hellen
Keller. Ia mengajarkan Hellen mengeja kata dengan sentuhan.
Ketika aku membaca halaman 36-37, kita dapat mengetahui apa
yang dirasakan Hellen.
“ Cahaya-cahaya beri aku cahaya ! “
Pagi itu dia membimbingku ke ruangannya dan memberiku
boneka. Setelah aku bermain-main beberapa menit dengan
boneka itu, Nona Sullivan perlahan-lahan mengeja kata
“ d-o-l-l “ ( boneka ) di tanganku. Aku tertarik dengan
permainan jari ini dan berusaha menirukannya. Ketika
aku akhirnya berhasil membuat huruf-huruf dengan benar,
aku menjadi tersipu-sipu karena rasa senang dan bangga.
Aku berlari ke lantai bawah dan memegang tangan ibu.
Lalu membuat huruf-huruf yang menyusun kata “ doll “.
Aku tidak tahu bahwa aku tengah mengeja kata atau bahwa
kata itu ada. Aku semata-mata menggerakkan jari-jariku
bagai seekor monyet. Pada hari-hari berikutnya aku belajar
mengeja banyak kata : pin , hat , cup , sit , stand ,walk, dengan
cara yang tidak bisa aku pahami. Tetapi setelah guruku
bersamaku selama beberapa minggu, aku baru mengerti
bahwa segala sesuatu punya nama.
Sungguh aku tak bisa membayangkan betapa menakjubkan
hal itu. Aku yang normal saja begitu senang saat aku mengetahui
bahwa aku bisa membaca untuk pertamakalinya. Aku melompat
bagai kelinci dan berlari ke hadapan ayahku. “ Ayah, aku bisa
membaca ! Apalagi seorang Hellen Keller yang mempunyai
kekurangan fisik, tentu kebahagiaannya melebihi kegiranganku
waktu itu.Oh, guru sungguh aku berterimakasih kepadamu.

107
~ Jangan Gagal Move On ~

Jasamu tak kan terlupakan hingga akhir hayatku. Berkat dirimu


kini aku bisa membaca , dan menjadi seorang guru pula yang
mengajarkan murid membaca. Guru digugu dan ditiru. Maknanya
sebagai sosok teladan untuk diikuti. Karena itu disamping
mempunyai kompetensi ilmu, sosial, profesional, yang terpenting
adalah kompetensi moral. Seorang guru pembawa terang ,
bukan saja untuk dirinya tetapi untuk sekelilingnya. Dalam
era globalisasi dan jaman millenial ini. Tugas guru makin
tidak mudah. Karena disamping sebagai pendidik , guru ikut
membantu mencerdaskan bangsa dan menentukan arah sebuah
generasi masa depan . Mencetak generasi emas 20145. Revolusi
Industri 4.0 ( four point zero ) sebagai transisi tenaga kerja
global ( 2030 ). Akibat munculnya otomasi / teknologi baru
yang menyebabkan perubahan luar biasa di semua disiplin
ilmu , ekonomi dan industri ( Mc.Kinsey 2017 ). Indonesia
perlu meningkatkan kualitas keterampilan tenaga kerja dengan
teknologi digital. ( Seminar dan Workshop Ketahanan Keluarga
PGSPA UHAMKA, Jumat 21 Desember 2019 )Ibaratnya kini ,
dunia dalam genggaman. Penemuan baru yang dulu tidak ada
, contohnya smartphone, telefon pintar , android dan sejenisnya.
Semua memakai internet, website, teknologi digital yang super
canggih. Karena itu guru harus mau berubah. Guru harus mau
belajar untuk menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi
yang serba cepat ini. Muridnya bisa komputer, gurunya harus
bisa. Kalau belum bisa ya mesti belajar. Pada prinsipnya
belajar tak mengenal usia , dari lahir sampai tua. Guru yang
baik adalah guru yang selalu haus akan informasi, selalu punya
hasrat untuk belajar .

108
Guru, Sebuah Refleksi Diri

A Teacher Is A Learner
Saya berterimakasih kepada Allah penciptaku. Berkat jasa
guru , kini menjadi guru. Saya mengajar di SD Rawajati 01
Jakarta Selatan. Dulu diajar sebagai murid , sekarang mengajar
sebagai guru. Banyak suka duka yang aku alami sejak menjadi
seorang guru. Tetapi lebih banyak suka daripada duka. Dengan
mengajar saya bisa mengamalkan ilmu yang diperoleh dari bangku
kuliah dulu. Ada pepatah Inggris mengatakan : “ A Teacher is
a Learner “, seorang guru adalah seorang pembelajar. Karena
menjadi guru , otomatis kita belajar lagi. Memperbaharui ilmu
dengan mengikuti pelatihan , seminar guru , dan lain-lain. Guru
pembelajar tak pernah malu dan gengsi untuk meng-update
ilmunya. Karena jaman semakin maju , teknologi semakin
canggih. Kita guru hendaknya selalu memperdalam pengetahuan
agar tidak ketinggalan jaman. Guru bak pelita , penerang dalam
gulita , jasamu tiada tara. Tanpa guru gelaplah dunia ilmu.
Terimakasih guru , berkat jasamu kini saya menjadi guru sekaligus
seorang penulis. Alhamdulillah. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia ( Edisi Ketiga , Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional Penerbit Balai Pustaka tahun 2007 halaman 377 ),
guru adalah orang yang pekerjaannya / mata pencahariannya
/ profesinya mengajar. Jadi , orang yang profesinya mengajar
disebut guru. Baik itu guru di sekolah ataupun di tempat lain.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional ( Permendiknas )
Nomor 74 Tahun 2008 tentang guru dijelaskan bahwa guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik ,mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan

109
~ Jangan Gagal Move On ~

formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru dalam


Permendiknas menegaskan orang yang memiliki banyak ilmu
dan harus bertanggungjawab. Jadi pengetahuan yang dimiliki itu
harus diamalkan dengan sebaik-baiknya. Guru singkatan dari
kata digugu dan ditiru. Jadi segala tindakan dan ucapannya akan
ditiru oleh siswanya. Guru sebagai teladan , sebagai pemimpin bagi
dirinya dan kemuliaan para siswanya kelak.
Memilih menjadi guru bukan sekedar tuntutan pekerjaan ,
tetapi memenuhi panggilan masa depan ( Najelaa Shihab,
Semua Murid Semua Guru 2, hal. 75 )
Menjadi guru , menurut saya bukan sekedar sebuah
pekerjaan yang dilakoni apa adanya. Tetapi sebuah panggilan
jiwa, suatu passion , cita-cita tinggi dan mulia. Setiap tempat
adalah sekolah , setiap orang adalah guru , demikian ucap Bapak
Pendidikan Nasional kita Ki Hajar Dewantara . kita Sebagai
pendidik yang tiap hari berinteraksi dengan siswa, kita layak
belajar dari mereka. Bagaimana cara untuk mengajari mereka.
Belajar menemukan metode dan cara belajar untuk siswa yang
cocok dengan gaya belajar mereka. Hal ini kita lakukan karena
tiap siswa adalah unik. Punya karakter yang berbeda-beda. Di
dunia ini tidak ada manusia yang sama persis, meski kembar
sekalipun. Senin , 16 Desember 2019. Mengambil lokasi di
bawah pohon angsana di sekolahku yang rimbun dan asri. Aku
dan teman-temanku sesama guru sedang mengadakan gladi
resik. Rencana besok peringatan Maulid Nabi Muhammad di
sekolah kami. Kami melatih anak-anak menyanyi, membaca
puisi , bermain rebana sholawatan , menari dan lain-lain. Seru
sekali suasananya. murid-murid berlari ke sana ke mari dengan
riuhnya. Aku belajar bagaimana mengasihi sesama. Anak-anak

110
Guru, Sebuah Refleksi Diri

yang polos dan lucu. yang selalu tersenyum ceria. Mereka juga
yang menghias hari-hariku dengan canda tawa juga kejailan
, kepolosan mereka. Mereka akan menampilkan doa belajar.
Berikut petikan doa yang ku hafal baik sejak aku kecil :
Robbi dzidni ‘ilman warzuqni fahman. artinya ya Allah ,
tambahkanlah aku ilmu dan berikanlah aku pemahaman
yang baik.
Keseruan menjadi guru sungguh mencengangkan dan
ajaib. Aku belajar dari banyak hal. Belajar dari ciptaan Tuhan,
alam semesta. Belajar untuk menjadi diri sendiri. Belajar dari
guru. Belajar dari orangtua, belajar dari sesama guru, belajar
dari siswa. Belajar dari hewan semut dan lebah dan lain-lain.
Belajar dari hujan dan pelangi. Belajar dari orangtua siswa ,
kepala sekolah dan pengawas sekolah . Belajar dari buku dan
seminar. Bahkan belajar dari pengalamanku sendiri. Sungguh
pengalaman adalah guru yang terbaik. Tetapi menjadi guru
adalah pengalaman terbaik. Segala sesuatu yang aku lakukan
untuk kebaikan bukan semata-mata untuk diriku sendiri. Tetapi
untuk orang lain agar dunia ini menjadi lebih baik. Semoga
ke depan para siswa juga meneruskan kebaikan yang telah
diwariskan oleh gurunya. Karena anak adalah peniru ulung.
A teacher is a learner, seorang guru adalah pembelajar. Guru
bukan hanya seorang pengajar, yang lebih utama dia seorang
pendidik. Sebagai pendidik, guru harus memiliki bermacam
kemampuan sebagai kompetensi yang harus dimiliki sebagai
pendidik profesional. Apakah itu kompetensi secara personal
ataupun kompetensi profesi dan sosial. Ukuran maju tidaknya
suatu pendidikan di suatu negara tergantung kualitas gurunya.

111
~ Jangan Gagal Move On ~

Salah satu kemampuan mengajar/ pedagogik adalah untuk


mendidik dan mengembangkan proses pendidikan yang dapat
memotivasi siswa untuk belajar dan mengembangkan kualitas
pribadinya. Agar guru dapat menyajikan proses pembelajaran
yang menarik, memotivasi dan menginspirasi, guru harus sering
memperbaharui dirinya dengan berbagai informasi, ilmu dari
buku-buku , televisi, dunia maya / internet , seminar workshop
pendidikan , pengembangan dan training yang dilakukan oleh
kementrian pendidikan dan di sekolah. Jika guru berhenti
belajar, maka sebuah proses pendidikan menjadi tidak menarik.
Karena guru adalah contoh atau role model bagi siswa, maka
penampilan awal guru sungguh berpengaruh penting terhadap
kelanjutan belajar siswanya. Mengajar sekedar datang, duduk,
cuap-cuap dan meninggalkan tugas untuk dikerjakan siswanya
tanpa arahan lanjutan. Menjadi guru adalah suatu tantangan
untuk melihat ke masa depan. Masa depan para siswa yang
sedang dibimbingnya. Membawa kebaikan dan secercah cahaya
bagi diri, siswa dan lingkungan sekitarnya.

112
Guru, Sebuah Refleksi Diri

RIWAYAT PENULIS

Nurjanah Laila, S.Pd. Perempuan


kelahiran Jakarta, 22 Maret 1973.
Adalah seorang PNS yang berprofesi
sebagai guru SD. Mengajar di SD
Rawajati 01 Jakarta Selatan. Putri ke
dua dari 6 bersaudara pasangan Bapak
Drs. Yasin MS dan almarhumah Ibu Siti
Asyiah. Hobinya menulis puisi, membaca
buku , menyanyi dan travelling. Sudah
menikah dengan Irzal Amril, SPd yang
juga berprofesi sebagai guru di sebuah
SMP Negeri di Jakarta. Beliau tamat SD di Jakarta tahun 1986. Lanjut
ke SMP Muhammadiyah di Jakarta tamat tahun 1989. Tamat SMA di
Jakarta tahun 1992. Setelah itu beliau meneruskan kuliah S1 di IKIP
Jakarta masuk tahun 1992, lulus dan wisuda tahun 1999. Diangkat
menjadi PNS tahun 2012. Berprofesi sebagai guru sampai sekarang.
Diklat yang pernah diikuti antara lain Diklat Prajabatan CPNS tahun
2011, Diklat PLPG tahun 2012, Diklat Kurikulum 2013, Karang
Pamitran Pembina Pramuka di Cibubur tahun 2013, Seminar Guru
Merdeka Belajar tahun 2019, peserta TPN ( Temu Pendidik Nasional
) tahun 2019 di sekolah Cikal, Seminar dan Workshop Ketahanan
Keluarga di Uhamka Jakarta tahun 2019.
Beberapa karya yang dihasilkan penulis antara lain :
a. 1. Aurora ( antologi puisi ) tahun 2016 penerbit Tidar Media
b. 2. Kenangan Semalam di Cianjur ( antologi puisi ) tahun 2016
penerbit FAM Jabar
c. 3. Bukan Hanya Rangkaian Kata ( Kumpulan Puisi ) tahun 2016
penerbit Pena Indis
d. 4. Inspiring Teacher ( kumpulan artikel pendidikan ) tahun 2018
penerbit Lovrinz

113
09
TAK KENAL LELAH
UNTUK BELAJAR
Oleh: Nuraini S.Pd

“Kita main guru-guruan yuk?” ajak ku kepada teman-teman


seumuran yang kesehariannya adalah anak tetangga disekitar
rumahku. Hal seperti itu sering sekali dilakukan, padahal saat itu
usia saya masih sekitar lima tahunan. Keinginan bersekolah sangat
menggebu sekali, sementara teman-teman seusia ku banyak yang
sudah bersekolah di Taman Kanak-Kanak. Semuanya hanya
sebatas impian bagi diri ini. Dikarenakan keadaan keluarga yang
memang tidak mampu. Jangankan untuk bersekolah Taman
Kanak-Kanak, untuk kehidupan sehari-hari saja sudah sangat
susah. Saya terlahir sebagai anak pertama dari tiga orang adik.
Yang mana jarak antara kakak beradik tidaklah terlalu jauh, hanya
terpaut tiga atau empat tahunan saja. Orangtua ku adalah pegawai
disalah satu rumah sakit swasta ternama di wilayah menteng
Jakarta Pusat. Keseharian bapak sebagai seorang pegawai swasta di

114
Tak Kenal Lelah untuk Belajar

jaman itu, tidaklah seperti keadaan pegawai dimasa sekarang. Dan


penghasilan yang diperoleh bapakpun tidaklah seberapa. Akan
tetapi ibu mempunyai peran yang sangat besar. Walaupun ibuku
hanya sebatas seorang ibu rumah tangga, tetapi jiwa pedagang
tertanam dalam dirinya. Dengan berdagang jenis makanan
sarapan pagi seperti nasi uduk, gorengan dan aneka jenis makanan
lainnya. Penghasilan ibu dari berdagang dapat membantu bapak
untuk menafkahi keluarga. Dan salah satunya adalah untuk biaya
sekolah ke empat orang anaknya. Hidup di ibukota Jakarta pada
jaman itu sangatlah berat. Dimana sekolah-sekolah masih
memberlakukan sistem pembayaran SPP. Walaupun jumlah yang
dibayarkan tidak seberapa, tetap saja memberatkan bapak dan ibu.
Mungkin dikarenakan jumlah anak yang banyak. Dan sebagai
anak pertama, yang akan menjadi contoh bagi adik-adiknya nanti,
keputusan bapak dan ibu yang tidak memasukkan anaknya ke
sekolah Taman Kanak-Kanak adalah sangat tepat. Buat apa
memaksakan kehendak, jika diri kita tidak ada kemampuan
didalamnya. Dan kesenangan saya bermain guru-guru an tersebut
adalah sebagai sarana kerinduan untuk merasakan suasana
sekolah. Lebih lucunya lagi, ketika saya bermain tersebut, selalu
memerankan sebagai seorang ibu guru. Padahal inginnya saya
sebagai murid. Dan entah kenapa saya selalu dapat dengan asik
dan menjiwai peran saya ketika mulai “mengajar” teman-teman
sepermainan saya tersebut. Padahal saya tidak pernah merasakan
yang namanya bangku sekolah TK. Tidak pernah melihat sosok
guru ketika mengajar di depan kelas. Dan tidak pernah pula
belajar bernyanyi lagu anak-anak seperti di Taman Kanak-Kanak.
Dengan sok tau nya saya pun selalu mau menerima perintah dari
teman-teman untuk menjadi ibu guru. Bermodalkan kapur tulis,

115
~ Jangan Gagal Move On ~

serbet bekas yang sudah rombeng, lidi panjang yang saya ambil
dari sapu lidi ibu di halaman rumah, saya pun siap menjadi ibu
guru di depan teman-teman saya. “Ayo anak-anak, perhatikan ibu
guru yah”, suara cemprengku mulai terdengar. Dan dengan
kompaknya teman-temanku pun langsung terdiam dan tidak
berani ribut lagi. Suasana menjadi sepi. Teras depan rumah
tetangga pun di sulap menjadi ruangan kelas. Yang saya sebut
sekolah-sekolahan. “Sudah siap yah kita belajar, kita baca doa dulu
yah...” Dan serentak saya dan teman-temanpun membaca surat al
Fatihah. Dan hampir semuanya hafal karena kami semua terbiasa
membacanya ketika belajar ngaji lekar dimalam hari. Selesai
membaca surat al al Fatihah tersebut, saya pun mulai beraksi.
“Ikuti ibu guru yah”. Satu...dua...tiga ...saya pun mulai berhitung.
Dan baru hafal sampai sepuluh saja. Maklum ibu guru nya belum
bisa sampai dua puluh bahkan lebih. Dan sebagai selingan
biasanya saya menggambar di tembok rumah. Yang saya sebut
papan tulis bohongan. Gambar pemandangan dengan dua buah
gunung menjadi gambar favorit ketika saya dan teman-teman
bermain guru-guruan ataupun sekolah-sekolahan. Di karenakan
saya belum hafal abjad, jadi saya menuliskannya hanya beberapa
huruf saja. Semisalnya a-b-c-d dan e. Ataupun menyebutkan kata-
kata “ ini Budi”, “ini ibu Budi” yang itu itu saja yang di ucapkan.
Walaupun demikian saya dan teman-teman menikmati masa
kanak-kanak dengan bermain guru-guruan atau sekolah-
sekolahan tersebut. Semua pengalaman itu terbawa sampai
waktunya saya masuk sekolah dasar. Dan usia ketika saya masuk
sekolah dasar sudah sangat ideal. Karena saat itu peraturan
mengharuskan usia tujuh tahun. Kematangan dan kesiapan saya
untuk belajarpun sudah sangat sesuai dengan perkembangan yang

116
Tak Kenal Lelah untuk Belajar

saya rasakan. Setelah menjadi murid di sekolah dasar negeri


Kebon Sirih 03 Petang, saya semakin tau bagaimana sikap dan
contoh menjadi ibu guru di kegiatan bermain sekolah-sekolahan
di rumah. Karena keseharian saya melihat secara langsung sosok
ibu guru yang ada di kelas. Alhasil ketika saya naik kelas, saya pun
dapat menjadi tutor sebaya bagi teman-teman di lingkungan
rumah saya. Bahkan ada pengalaman yang hingga saat ini tak bisa
saya lupakan. Saya pernah belajar bersama dan mengajari adik
kelas saya. Saat itu saya kelas lima, adik kelas saya kelas tiga.
Datang ke rumah untuk mengerjakan pekerjaan rumah.
Matematika pelajarannya. Saya pun berusaha mengajarinya. Dan
ke esokkan harinya, tetangga saya tersebut datang sambil
membawa kue ranggi, dan diberikan ke saya sebagai ucapan
terimakasih karena pr yang dibantu saya dapat nilai seratus.” Wah..
saya tidak menyangka dan senang rasanya. Bukan karena diberi
kue ranggi akan tetapi senang karena adik kelas saya tersebut
dapat nilai seratus. Dan dari pengalaman inilah cita-cita saya
muncul untuk bisa menjadi seorang ibu guru. Suatu kejadian yang
sederhana namun mampu mengubah cara berpikir saya. Dan
masa-masa bersekolah di SD pun saya lalui dengan semangat dan
menyenangkan. Persaingan melalui hasil Ebtanas alias evaluasi
hasil belajar nasional harus saya lalui agar lulus dari sekolah dasar
menuju sekolah menengah pertama. Dan berkat usaha serta
semangat belajar yang tinggi, akhirnya saya pun lulus dan diterima
di salah satu SMP Negeri favorit di Jakarta. Rasa syukur dan
bangga karena dengan bersekolah di negeri saya akan dapat
membantu dan meringankan beban orangtua saya. Dan sekaligus
saya pun memberikan contoh secara langsung kepada ketiga orang
adik-adik saya. Awal bersekolah di SMP Negeri 1 Cikini membuat

117
~ Jangan Gagal Move On ~

diri saya minder dan kurang percaya diri. Semua dikarenakan


hampir rata-rata teman-teman saya adalah anak pejabat, artis
bahkan berekonomi lebih. Terlihat dari pakaian dan kendaraan
yang dipakai teman-teman semua. Hati dan pikiran saya pun
bergejolak merasakan hal-hal tersebut. Dengan niat kesungguhan
hati ingin belajar dan menyenangkan orangtua, saya pun
mengesampingkan perasaan-perasaan saya tersebut. Harta dan
kemewahan yang tidak saya miliki bukanlah penghalang bagi saya
untuk belajar. Agar hasil belajar saya dapat saya rasakan di masa
depan. Dengan mencoba beradaptasi akhirnya saya pun dapat
bergaul dan belajar bersama dengan teman-teman saya di sekolah
menengah pertama ini. Bahkan tak hanya itu, diluar belajar pun
saya dapat aktif diberbagai kegiatan. Selain di kegiatan ekstra
kurikuler Pramuka dan PMR, saya pun berhasil duduk di
kepengurusan OSIS selama dua tahun berturut-turut. Semakin
yakin dan percaya diri, bahwa kekurangan materi bukan kendala
untuk belajar dan bergaul. Pedoman tersebut sampai hari inipun
tetap saya pegang dan di terapkan untuk diri dan keluarga saya.
Masa tiga tahun belajar di sekolah menengah pertama, ternyata
tidak mengurangi ataupun melupakan keinginan dan cita-cita saya
untuk tetap menjadi seorang guru. Dengan berbekal ijasah SMP
saya pun mencoba mendaftar di tiga pilihan sekolah guru di
Jakarta. Hal tersebut memang dapat dilakukan. Di karenakan
peraturan saat itu, membolehkan seorang calon murid untuk
mendaftar di tiga sekolah pilihannya. Ternyata di wilayah tempat
tinggal saya tidak ada sekolah guru, baik SPG Negeri ataupun SPG
swasta. Saya diharuskan mengurus surat keterangan pindah rayon,
dari wilayah Jakarta Pusat ke wilayah Jakarta Selatan. Pengurusan
surat-surat tersebut semuanya saya lakukan sendiri. Tanpa

118
Tak Kenal Lelah untuk Belajar

merepotkan orangtua. Sebab keadaan bapak yang tidak bisa


meninggalkan pekerjaannya, dan keadaan ibu yang buta huruf
karena memang tidak bersekolah dulunya. Semua hal tersebut
menjadikan saya anak yang prihatin sekaligus dapat mandiri.
Pendaftaran pun selesai saya lakukan. Dan ternyata untuk
bersekolah di sekolah pendidikan guru, harus melalui berbagai
macam tes. Mulai dari tes tertulis sampai tes kesehatan.
Alhamdulillah saya pun lulus dan diterima di sekolah pendidikan
guru negeri 2 Halimun Jakarta Selatan. Pintu gerbang meraih cita-
cita mulai terbuka. Semangat belajar yang tinggi selama satu tahun
belajar di sekolah pendidikan guru sangat terasa. Tiada kenal kata
lelah bahkan ketika sakit pun selalu memaksakan diri untuk
belajar di sekolah. Dan memasuki tahun kedua, tibalah saat
menentukan jenis jurusan yang saya akan ambil nantinya. Setelah
banyak bertanya, berpikir dan mohon doa dari orangtua, saya pun
menentukan jurusan yang saya ambil. Program atau jurusan guru
Taman Kanak-Kanak lah yang saya ambil. Dengan kenangan indah
di masa balita, yang tidak bersekolah TK tapi selalu bermain guru-
guruan, semua menjadi motivasi saya untuk menjadi guru Taman
Kanak-Kanak. Yang terlihat dari sosok guru Taman Kanak-Kanak
itu adalah selalu riang gembira, bernyanyi setiap hari, awet muda
dan selalu menyenangkan. Dan ijasah dari guru Taman Kanak-
Kanak pun berlaku untuk mengajar di sekolah dasar, yakni mulai
dari kelas satu sampai dengan kelas tiga. Di era sembilan puluhan
tersebut peraturan tersebut masihlah berlaku. Dan berdasarkan ke
fleksibelan itulah saya bertekad untuk menjadi seorang guru
Taman Kanak-Kanak. Awal menuntut ilmu keguruan pun dimulai
dari bangku sekolah pendidikan guru. Tak terasa waktu untuk
praktek mengajar pun tiba. Kebetulan tempat praktek mengajar

119
~ Jangan Gagal Move On ~

adalah sekolah Taman Kanak-Kanak milik SPG tempat saya


bersekolah. Sehingga tak terkendala oleh jarak dan perizinan.
Persiapan awal praktek pun dimulai. Dari membuat rencana
pembelajaran harian, rencana pembelajaran mingguan sampai
persiapan membuat alat peraga ataupun media yang akan
digunakan. Semuanya merupakan pengalaman yang selalu
terkesan, bahkan sampai hari ini. Kerepotan membuat dan
mencari bahan untuk alat peraga adalah kegiatan yang paling
menguras tenaga, pikiran dan juga biaya. Tapi untungnya dengan
daya kreatifitas dari seorang calon guru, hal tersebut bisa teratasi.
Salah satunya adalah dengan memanfaatkan barang-barang bekas
yang tak terpakai. Atau bahan-bahan dari alam dan lingkungan
sekitar kita.
Tak terasa akhir kegiatan dan belajar di sekolah pendidikan guru
pun dapat saya selesaikan tepat waktu. Yaitu selama tiga tahun.
Sayangnya di saat itu pemerintah membuat keputusan untuk
menutup seluruh sekolah-sekolah pendidikan guru baik yang
berstatus negeri ataupun yang berstatus swasta. Dan itu berar-
ti kedepannya untuk menjadi seorang calon guru tidak melalui
pendidikan di SPG lagi. Tapi harus melalui pendidikan perguru-
an tinggi. Masa-masa penggojlokan mental dan diri untuk dapat
menjadi calon seorang guru, dapat dengan luas dan mendalam
saya dapatkan di sekolah pendidikan guru. Semuanya itu pasti-
nya akan berguna kelak dikemudian hari, setelah saya mengabdi
dan menjalani profesi sebagai guru. Dimanapun dan kapanpun
ilmu yang saya dapatkan akan membawa manfaat bagi genera-
si bangsa ini nantinya. Berbekal ijazah SPG yang saya peroleh,

120
Tak Kenal Lelah untuk Belajar

merupakan modal utama bagi saya untuk melamar pekerjaan


sebagai seorang guru. Dari satu sekolah ke sekolah lainnya, saya
pun mencoba berikhtiar. Namun sangat menyedihkan, nasib
baik belum berpihak kepada saya. Lamaran yang saya ajukan ke
sekolah-sekolah banyak di tolak. Dengan alasan belum mempu-
nyai pengalaman dan baru lulus. Bagaimana saya akan mempu-
nyai pengalaman sebagai guru, jika setiap surat lamaran yang
saya ajukan selalu di tolak?. Hal tersebut ternyata berlangsung
cukup lama. Setahun dari kelulusan tersebut, saya belum bisa
juga menerima status sebagai ibu guru. Dan harapan itu pun
tetap saya simpan dalam hati dan pikiran saya. Karena keyakinan
saya, suatu hari nanti kesempatan itu akan datang. Akhirnya di
tengah penantian mencari pekerjaan yang tak kunjung datang,
jodoh pun menghampiri saya. Lamaran datang dari seorang pria,
yang memang sudah dekat dengan saya sejak saya duduk di kelas
dua SPG. Niat berumah tangga pun datang lebih awal, dan tak
lama setahun kemudian dari pernikahan saya itu pun, saya di
anugerahkan seorang anak perempuan yang cantik dan mungil.
Mencoba mengadu nasib di ibukota ternyata memang tidaklah
mudah. Perjuangan dan doa pun belumlah cukup, jika nasib dan
kehendak Nya belum tiba. Dan akhirnya keputusan untuk ber-
hijrah pun saya ambil demi menebar manfaat dan ilmu untuk
sesama. Saya dan anak saya pun pindah rumah ke sebuah desa di
Bogor. Rumah yang saya tempati adalah rumah orangtua. Men-
coba mandiri tidaklah salah.

121
~ Jangan Gagal Move On ~

Setelah berhijrah ke Bogor, saya pun mencoba melamar di


sebuah sekolah dasar inpres di sebuah desa terpencil di wilayah
kecamatan Ciampea. Akhirnya nasib baik pun menghampiri
saya. Mendapat kepercayaan untuk mengajar di kelas satu.
Mungkin kepala sekolah melihat ijazah yang saya punya. Karena
berjurusan guru TK dan dapat mengajar di SD kelas satu sampai
kelas tiga. Senang rasanya hati ini, mendapat kepercayaan untuk
turut andil mencerdaskan anak bangsa. Dengan penuh semangat
saya pun menjalani pekerjaan ini dengan penuh rasa pengabdian
yang tulus. Dan tak tergoyahkan dengan honor yang sangat kecil.
Semua itu tak saya pikirkan. Yang terpenting saya sekarang sudah
di panggil ibu guru. Hari-hari saya pun penuh warna bersama
anak-anak tercinta. Di saat saya mengabdi sebagai guru honorer,
datang suatu kesempatan untuk kuliah di jenjang diploma dua.
Kesempatan yang tak boleh saya sia-siakan. Program penyesuaian
istilahnya. Bagi guru-guru yang masih berijazah SPG, di haruskan
melanjutkan pendidikan ke jenjang diploma dua. Kesempatan
itu pun tak saya lepaskan. Dengan bermodalkan semangat untuk
belajar, saya pun mengikuti kegiatan belajar tersebut selama dua
tahun. Walaupun masih berstatus honorer akhirnya masa kuliah
tersebut dapat saya lalui dengan lancar dan sukses. Dan gelar ahli
madya pun tersmart dibelakang nama. Syukur alhamdulillah
saya bisa merasakan bangku kuliah, yang tadinya hanya sebatas
impian. Tak percaya memandang baju wisuda dan toga yang saya
kenakan. Dan kini dapat menjadi kenyataan. Lima belas tahun
saya lalui sebagai guru honorer di sekolah inpres tersebut. Dan
tibalah masa-masa informasi penerimaan guru pns. Dimana
masa itu informasi sangatlah langka dan sulit untuk di terima.
Dengan melalui perjuangan mulai dari penerimaan guru bantu

122
Tak Kenal Lelah untuk Belajar

di tahun 2002, dan saya pun lulus dan di tugaskan di sekolah TK


tak jauh dari rumah. Masih berstatus sebagai guru bantu, saya
pun mencoba peruntungan di tahun 2004 untuk mengikuti tes
PNS kab Bogor. Dan doa saya pun terkabul, saya lulus tes CPNS
dan di tugaskan pertama kali di sebuah sekolah dasar negeri di
desa tempat tinggal saya. Tempat tugas pertama saya sebagai
guru pns di SDN Sasakpanjang 01. Ternyata perjuangan untuk
menjadi seorang guru belum lah terhenti sampai disitu. Banyak
anggapan yang salah, bila telah menjadi guru tak perlu belajar
lagi, karena merasa sudah memiliki ilmu yang dianggap orang
serba bisa. Semenjak menjadi guru pns, saya pun berkeinginan
melanjutkan kuliah hingga ke jenjang Strata satu. Dengan segala
pengorbanan di dalamnya saya pun berhasil mewujudkan impian
saya tersebut di sebuah universitas swasta di kota Bogor. Tiga
tahun setengah dapat saya lalui untuk menyelesaikan belajar saya
tersebut dan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Tak lepas rasa
syukur ini saya panjatkan atas kesempatan yang Allah berikan
kepada saya. Hari-hari saya lalui dengan selalu semangat untuk
belajar dan mengajar tentunya. Informasi-informasi tentang
adanya seminar, pelatihan ataupun workshop selalu saya tunggu
dan saya respon. Semakin sering mengikuti kegiatan-kegiatan
tersebut, semakin merasa diri ini banyak sekali kekurangannya.
Semenjak kemudahan teknologi merambah segala penjuru,
dan kesempatan serta informasi lebih mudah diperoleh. Belajar
secara online salah satu pilihannya. Semakin banyak kemudahan-
kemudahan yang saya peroleh. Dari yang berbayar hingga yang
gratis. Dari yang ringan sampai yang membuat pusing kepala.
Semua kesempatan tersebut tergantung dari motivasi kita untuk
mau ataukah tidak mau memanfaatkannya. Pro dan kontra ketika

123
~ Jangan Gagal Move On ~

menjalani peran sebagai guru belajar pun berdatangan. Cibiran


dan kata-kata sindiran pun berdatangan. Semua bernada negatif
dan berdampak sakit hati. Semua itu bukan hanya datang dari
rekan sejawat sesama guru, tetapi juga datang dari para senior dan
guru-guru yang mempunyai kedudukan penting sekelas kepala
sekolah. Pernah saya mengikuti berbagai macam perlombaan
dan berhasil sebagai juara, semakin menambah omongan-
omongan yang bernada negatif tersebut. Pepatah mengatakan,
anjing menggonggong kafilah berlalu. Walaupun berusaha
sabar dan mencoba tidak mendengar ataupun pura-pura tidak
dengar nada-nada sumbang tersebut, tetap saja ada rasa di hati
saya. Rasa sedih, kecewa dan tersinggung. Karena saya hanyalah
manusia biasa, yang pastinya mempunyai hati dan rasa. Puluhan
tahun sudah saya menjalani profesi yang mulia ini. Dan seiring
menjalankan profesi tersebut saya pun tetap berusaha untuk
selalu belajar dari siapapun dan kapanpun. Karena belajar itu
memanglah suatu kewajiban. Sejak di buaian hingga liang lahat.
Tak kenal usia dan tak perlu malu melakukannya. Jangan pernah
marah bila ada yang berkata-kata menyinggung perasaan. Karena
yang saya lakukan demi menebar manfaat dan ilmu yang saya
peroleh saya terapkan dalam tugas keseharian. Hingga tulisan ini
saya buat, saya pun masih dalam proses belajar. Dari siapapun
saya kan belajar. Karena belajar tak mengenal kata lelah. Karena
ilmu yang saya amalkan dapat menjadi jariah bagi saya. Tak perlu
malu untuk bertanya jika memang tak mengerti, tak perlu segan
untuk belajar jikapun usia sudah menua. Terimakasih kepada
bunda Nina Yang telah memberikan kesempatan untuk saya yang
fakir ilmu ini, untuk ikut belajar menulis di kegiatan PENULIS
TRANSFORMATIF ini. Pastinya banyak kekurangan-kekurangan

124
Tak Kenal Lelah untuk Belajar

didalamnya. Semoga dengan mencoba membuat karya sederhana


ini akan menambah semangat saya untuk belajar, hari ini, hari
esok ataupun di masa depan. Tak ada gading yang tak retak, jika
ada masukan atau apapun demi perbaikan tulisan ini, saya akan
senang menerimanya. Tetap semangat karena tak ada kata lelah
untuk belajar.

125
Jangan Gagal Move On

PROFIL PENULIS

Nuraini, lahir di Jakarta tanggal 15


Maret 1971, menjadi seorang guru
memang sudah di cita-citakannya
sejak kecil. Bukan sekedar pelarian
dan istilah “ daripada nganggur”.
Menamatkan sekolah guru tepatnya di
SPG Negeri 2 Halimun Jakarta Selatan
tahun 1990. Pertama mengabdi sebagai
guru sukwan di sekolah dasar inpres
Cinangka 03 Pasir Oray Ciampea Bogor.
Menjadi kepala sekolah TK Mutiara
selama 14 tahun. Menjadi ketua penggelola Paud Bunga Bangsa selama
6 tahun. Menyelesaikan S1 tahun 2008. Dan pernah mengikuti berbagai
macam ajang perlombaan. Guru TK berprestasi tingkat kabupaten Bogor
di tahun 2004.Kepala TK berprestasi tahun 2009. Guru berprestasi SD
tahun 2013. Dan terakhir guru berdedikasi tahun 2018. Saat ini bertugas
di SDN Kartika Sejahtera 02 Inkopad Tajurhalang. Senang belajar melalui
seminar, workshop, dan komunitas-komunitas belajar ,baik secara
online ataupun off line. Menjadi salah satu pengurus di organisasi guru,
seperti PGRI dan sejenisnya. Menjadi ketua cabang PIPP di kecamatan
Tajurhalang. Mencoba belajar menulis diberbagai komunitas dan grup
grup belajar. Terimakasih atas kesempatan yang diberikan dalam kelas
menulis TRANSFORMATIF ini. Terimakasih kepada PIPP sebagai
penyelenggara, narasumber dan mentor Bapak Najamudin Muhammad
M.Pd. Semoga kebaikan PIPP dan para narasumber menjadi ladang pahala
jariah nantinya.

126
10
“ANAK PETANI DESA
TERTINGGAL MENJADI KEPALA
SEKOLAH BERPRESTASI KOTA
BOGOR 2019
Oleh: Andri, S.Pd.,M.Pd

I
ni adalah sebuah kisah perjalanan hidupku. Saya
dilahirkan dikeluarga petani di sebuah desa tertinggal
yang bernama Dusun Limbur Lama, Kecamatan Bermani
Ilir, Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu. Desa tersebut
sangat terpencil berjarak sekitar 20 Km dari ibukota
kabupaten. Saat aku masih duduk di bangku sekolah dasar,
Desa kami belum ada listrik, jalan desa masih belum diaspal,
masih batu kerikil dan koral jika hujan jalan menjadi becek
dan licin tetapi pada saat musim panas jalannya berdebu,
Jalannya buntu, tidak ada akses ke desa lainnya. Masyarakat
desa kami bermata pencaharian petani kopi, merica, kemiri

127
~ Jangan Gagal Move On ~

dan karet. Meskipun letak desa terpencil, akses terisolir dan


profesi mereka petani serta pendidikan mereka rendah,
tetapi mereka punya keinginan yang mulia yaitu anak-anak
mereka harus berpendidikan tinggi. Tahun 2009 saya lulus
SMA dengan nilai yang cukup bagus. Ijazah dan lembaran
hasil Evaluasi Belajar Tahap akhir Nasional (EBTANAS)
sudah saya terima lalu diserahkan ke orang tua dan sekaligus
menceritakan keinginan kuliah di Bandung. Ibu dan bapakku
tidak langsung menjawab dan berkomentar, karena mereka
sedikit kaget dengan keinginanku itu. Mereka bingung
memikirkan biaya yang dibutuhkan. Bapak mulai dengan
sebuah pertanyaan “Anakku, apakah kamu yakin mau kuliah
di Bandung?, Disana kamu tinggal dengan siapa?”. “Insya
allah yakin pak”. “Di Bandung ada uni Meli jadi bisa tinggal di
rumah beliau”. Selanjutnya tema diskusi saat itu seputar cita-
citaku dan alasan mengapa mau kuliah di Bandung, dan tidak
sedikitpun bapak menyinggung masalah biaya dan dana yang
akan dikeluarkan beliau. Diskusi tersebut menghasilkan
restu orang tua dan penentuan hari keberangkatan. Saya
berangkat ke Bandung naik bis. Lamanya perjalanan sekitar
24 jam. Berangkat dari Bengkulu hari kamis 23 Juli 1999 jam
12.00 WIB sampai di Bandung hari Jum’at 24 Juli 1999 jam
13.00. Perjalanan yang cukup membosankan, melelahkan
akan tetapi semangat menuntut ilmu dan meraih cita-cita
dapat menghapus semua itu. Setelah sampai di Bandung saya
mencari informasi cara pendaftaran masuk ke perguruan
tinggi negeri yang ada di Bandung. Saya mendaftar seleksi
masuk perguruan tinggi negeri lewat jalur UMPTN (Ujian
Masuk Perguruan Tinggi Negeri), Saya memilih Jurusan

128
“Anak Petani Desa Tertinggal Menjadi Kepala Sekolah Berprestasi Kota Bogor 2019

Sastra Inggris dan Jurusan Akutansi Universitas Padjajaran,


hasilnya saya tidak diterima. Tekad untuk masuk ke perguruan
tinggi negeri tidak surut sedikitpun juga. Langkah berikutnya
adalah persiapan, oleh karena itu saya memutuskan untuk
ikut Bimbingan Belajar persiapan UMPTN. dan
Alhamdulillah pada tahun 2000 saya diterima di Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) Program Pendidikan Bahasa
Jerman. Setelah kuliah saya tinggal di rumah kontrakan
sepupu yang berukuran 4 x 5 m2, sangat kecil untuk sebuah
keluarga dan ditambah dengan kehadiran saya maka sangat
sempit dan sumpek. Semakin lama semakin tidak enak hati
untuk tinggal disana. Tetapi saat itu tidak ada pilihan karena
saya tidak punya uang untuk sewa kosan. Satu semester
kuliah, saya sudah mengenal baik teman-teman satu kelas
dan ternyata yang bernasib hampir sama dengan saya ada dua
orang, satu mahasiswa dari Garut dan satu mahasiswa dari
Bandung. Ternyata mereka sudah beberapa bulan tinggal di
kampus tepatnya di Sekretariat Himpunan Mahasiswa
(HIMA Bahasa Jerman). Akhirnya saya ikut tinggal disana
juga dengan segala keterbatasannya. Tinggal Sekretariat
HIMA Bahasa Jerman ada untung dan ruginya.
Keuntungannya antara lain saya tidak pernah terlambat
masuk kuliah, dosen, mahasiswa dan tata usaha (TU)
mengenal kami dengan baik. Kamu menjaga hubungan baik
dengan TU karena kalau ada beasiswa atau bantuan lainnya
maka kami yang tinggal di HIMA itulah yang diprioritaskan.
Meskipun sepertinya menyenangkan akan tetapi ada
beberapa hal yang saya rasakan kurang nyaman ,misalnya
kami tidak punya tempat privasi, kami harus bangun lebih

129
~ Jangan Gagal Move On ~

pagi karena jika kesiangan sudah pasti kita tidak mandi


karena sudah ramai dan banyak mahasiswa yang lain, kami
tidak punya tempat untuk istirahat siang. Semua itu
konsekuensi yang harus saya jalani dengan senang, sabar dan
selalu bersyukur. Masalah tempat tinggal sudah ada solusinya,
tantangan selanjutnya adalah biaya hidup dan kebutuhan
kuliah seperti makan, minum, buku, fotokopi materi,
pembuatan makalah dan kebutuhan kuliah lainnya. Bapak
tidak bisa memenuhi kebutuhan saya lagi karena kemarau
panjang membuat kebun kopi gagal panen, pohon merica
juga mati, hanya pohon kemiri dan pohon kayu manis yang
bertahan hidup yang bisa untuk menyambung hidup keluarga
di kampung. Bapak meminta maaf karena tidak bisa
mengirim uang lagi. Kondisi tersebut mengharuskan saya
memilih, berhenti kuliah atau melanjutkan kuliah tetapi
sambil bekerja?. Kalau berhenti apa kata tetangga-tetanggaku
yang hampir satu RT mengantarkanku pada waktu mau
berangkat ke Bandung. Sebenarnya saya tidak peduli dengan
omongan dan gunjingan orang lain jika saya gagal kuliah
akan tetapi saya akan menyesali diri sendiri jika tidak sanggup
menyelesaikan permasalahan ini karena saya punya
keyakinan bahwa tidak ada masalah yang tidak ada solusinya
jika kita yakin kepada Allah Maha penolong. Melanjutkan
kuliah adalah pilihan yang harus diambil dengan segala
konsekuensinya. Selama kuliah ada beberapa pekerjaan
sambilan yang saya lakoni antara lain ikut tetangga jualan
gorengan, ikut saudara ipar jualan nasi goreng dan jualan
berbagi jenis buku (buku cerita anak, buku masakan, buku
cerita dan buku lainnya) di Gazebo Gedung Sate Bandung

130
“Anak Petani Desa Tertinggal Menjadi Kepala Sekolah Berprestasi Kota Bogor 2019

setiap hari Minggu. Semua itu saya lakukan agar bisa


melanjutkan kuliah. Dengan bekerja dan bantuan dari yang
lainnya, saya dapat mencicil biaya kuliah, akan tetapi jika
akan ujian akhir semester (UAS) biaya tersebut harus lunas
oleh karena itu setiap akan UAS saya harus membuat surat
pernyataan akan melunasi tunggakan tersebut. Saya sangat
bersyukur pihak kampus masih memberikan keringanan.
Setelah lebih dari 5 tahun kuliah akhirnya tiba juga hari yang
dinanti. Hari Rabu 11 Oktober 2006 hari wisuda, hari
bersejarah dalam hidupku karena hari itu status mahasiswa
berakhir berganti dengan status pengangguran. Semoga
status pengangguran cepat berakhir dengan mendapatkan
pekerjaan yang baik. Pada saat wisuda saya merasa bahagia
karena dapat menyelesaikan kuliah S1 dengan segala
hambatan dan rintangannya. Momentum sedih dan terharu
terjadi saat saya memeluk orang tua. Rasa bangga, senang,
dan sedih terpancar dari wajah mereka. Perjuangan
berikutnya adalah mencari pekerjaan. Langkah pertama
mencari informasi dan menyiapkan sejumlah surat lamaran
lalu dikirim ke beberapa sekolah atau perusahaan. Ada
beberapa panggilan kerja yang saya ikuti, tes seleksi di
beberapa perusahaan dan beberapa sekolah akan tetapi
pekerjaan belum diperoleh. Bertanya informasi lowongan
pekerjaan ke tetangga, ke saudara, teman dan kenalan
lainnya, mencari informasi lowongan kerja di koran, di
internet adalah cara agar segera mendapatkan pekerjaan.
Alhamdulillah malam itu saya mendapatkan informasi dari
guru ngaji saya kang Budi, bahwa ada lowongan guru di Bogor.
Setelah berkoordinasi dan menghubungi pihak sekolah

131
~ Jangan Gagal Move On ~

tersebut, saya diminta untuk datang dan tes mengajar.


Petualangan akan dimulai. Berangkat dari Bandung jam
08.00 WIB. Waktu tempuh dari Bandung ke Bogor sekitar 4
jam. Tiba di terminal Baranang Siang tepat jam 12.00
selanjutnya untuk menuju lokasi sekolah tersebut saya harus
naik angkot dua kali dan satu kali naik ojek. Lembaga tersebut
jauh dari kota Bogor. Perjalanan dari Terminal ke lokasi
sekitar satu jam. Sekolah tersebut adalah Islamic Boarding
School (Pesantren). Saya diterima di lembaga tersebut sebagai
guru bahasa inggris. Walaupun saya sarjana bahasa jerman
tetapi saya juga mampu berbahasa inggris. Saya mengajar di
lembaga tersebut dari tahun 2007 sampai dengan tahun
2010. Satu tahun mengajar di pesantren, saya menikah.
Penghasilan saya saat itu Rp. 500.000 perbulan. Bermodalkan
keberanian dan keyakinan bahwa dengan menikah Allah
akan memberikan rezeki dan akan membuat hambanya
menjadi kaya dan berkecukupan. Perjuangan di pesantren
berakhir pada tahun 2010, lalu mengabdi di Sekolah Dasar
Tahfidz Al Qur’an (SDITA). Kondisi SDITA saat itu betul-
betul mengkawatirkan, perjuangan di SDITA lebih dramatis
karena tidak memiliki lahan dan gedung sendiri maka dua
kali berpindah tempat. Awal mulanya SDITA menumpang di
sebuah gedung Taman Pendidikan Qur’an (TPQ) di sebuah
komplek perumahan, disini kegiatan pembelajaran
berlangsung selama 4 tahun. Pada Tahun kelima kami
diminta untuk pindah. Berikhtiar secara maksimal dan
menyerahkan semuanya kepada Alah SWT, dalam doa kami
bermunajat “ Ya Allah seandainya Engkau ridho Sekolah
Dasar Tahfidz Al qur’an (SDITA) ini tetap berjalan tolong

132
“Anak Petani Desa Tertinggal Menjadi Kepala Sekolah Berprestasi Kota Bogor 2019

berikan solusi terbaikMu”. Alhamdulillah doa kami terjawab,


hal ini ditandai dengan datangnya pengusaha yang akan
membantu menyediakan gedung sekolah, membantu
perizinan sekolah dan memberikan solusi segala kendala-
kendala yang kami hadapi selama ini. Janji yang diucapkan
oleh pengusaha tersebut tidak terealisasi dengan baik. Hanya
satu tahun sekolah kami menumpang di gedung pengusaha
tersebut dan harus pindah lagi dengan membawa siswa yang
lebih banyak. Kami berusaha dan berjuang secara maksimal
mencari solusi dan jalan keluarnya dan Alhamdulillah sekali
lagi Allah menunjukan kuasanya. Kami bekerjasama dengan
salah satu sekolah swasta di kota Bogor yang memiliki 24
ruang kelas, yang digunakan hanya 12 kelas sehingga 12
kelasnya lagi bisa kami pergunakan. Berkat rahmat Allah
SWT SDITA berkembang menjadi sekolah unggulan di kota
Bogor. Beberapa prestasi diperoleh dari tingkat kota hingga
tingkat nasional. Prestasi yang sangat membanggakan adalah
siswa kami menjadi finalis lomba Hafiz Qur’an di RCTI dan
Trans7. “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan”. (QS. 94: 5-6).
Di SDITA saya diberikan amanah 2 tahun sebagai wakil kepala
sekolah bidang kesiswaan dan satu tahun di bidang kurikulum.
Tahun berikutnya tepatnya pada tahun 2014 saya diamanahkan
menjadi kepala sekolah SMPIT Kota Bogor.
Berbekal ilmu yang minim dan sedikit pengalaman wakil
kepala sekolah di SDITA saya menjalankan peran sebagai kepala
sekolah. Menyadari banyak kekurangan saya memutuskan

133
~ Jangan Gagal Move On ~

untuk melanjutkan kuliah S2 di Universitas Pakuan Kota Bogor


pada program Administrasi Pendidikan fokus ke Manajemen
Pendidikan. Alhamdulillah banyak sekali ilmu kuliah yang bisa
diaplikasikan langsung ke sekolah yang saya pimpin. SMPIT yang
saya pimpin bergerak menuju salah satu sekolah favorit di kota
Bogor dengan program unggulan tahfidz Al Qur’an. Indikator
kemajuan sekolah sudah mulai terlihat, prestasi akademik dan non
akademik siswa banyak diraih, kepercayaan masyarakat semakin
tumbuh, hal ini terlihat dari semakin meningkatnya jumlah siswa.
Total siswa pada tahun pelajaran 2014/2015 hanya 85 orang
meningkat menjadi 315 siswa pada tahun pelajaran 2019/2020.
Ilmu dan pengalaman yang dimiliki, saya bagikan kepada semua
orang dengan membuat sebuah best practices yang berjudul
GEMA CINTAQU(Generasi Milenial Cinta Tahfidz Qur’an)
diajukan untuk ikut serta pada perlombaan Kepala Sekolah
Berprestasi Tingkat Kota Bogor tahun 2019 dan Alhamdulillah
saya menjadi juara 1. Saya dapat bersaing dengan seluruh kepala
sekolah negeri dan swasta di kota Bogor. Dengan prestasi tersebut
saya berhak mewakili kota Bogor pada perlombaan Kepala Sekolah
berprestasi Tingkat Provinsi. Di tingkat provinsi belum berhasil.
Saya menyadari masih banyak sekali kekeurangan diri dan minim
sekali limu yang dimiliki. Berjuang maksimal dan terus belajar
serta menyerahkan hasilnya kepada Allah Swt adalah salah satu
kunci keberhasilan dalam meraih cita-cita.Semoga pengalaman
pribadi ini dapat menginspirasi dan memberikan semangat kepada
semua orang. Amin.

134
“Anak Petani Desa Tertinggal Menjadi Kepala Sekolah Berprestasi Kota Bogor 2019

IDENTITAS PENULIS

Nama Lengkap : Andri, S.Pd.,M.Pd


Id Instagram : Abi_fayyadh
Nomor Whatsapp : 085213111387
Alamat : Perum.Ambar Telaga Residence Blok
A4 No.12 Desa Rancabungur,
Kec.Rancabungur Kab.Bogor,
Prov.Jawa Barat

135
11
BUKAN IMPIAN SEMUSIM
Oleh: Juju Yuningsih

Berawal dari sini

M
enjadi guru adalah sebuah pilihan ketika tidak
ada pilihan lainnya ketika itu. Akhirnya Sekolah
Pendidikan Guru ( SPG ) jadi pilihan dengan harapan
ketika lulus kelak bisa jadi guru. Inspirasi awal, masa kecil
saya di kota Bandung adalah guru Bahasa Indonesia namanya
Bu Tien, entah kenapa apa saja yang beliau lakukan kesannya
sangat menarik. Dari cara menulis di papan tulis, sampai
menghapus papan tulis. Semuanya melekat, saya ingin
seperti bu Tien guru SD saya ketika di kelas tiga. Pada masa
itu saya bersekolah di sekolah yang sudah menggunakan
bidang studi. Lulus dari sekolah guru saya tidak melanjutkan
kuliah. Dengan pertimbangan masalah biaya. Saya si sulung
dengan lima adik laki-laki harus mengalah. Sedih ya….

136
Bukan Impian Semusim

ketika teman-teman ikut tes perguruan tinggi rasanya hati ini


gimana gitu. Tahun pertama lulus sekolah merupakan tahun
pengangguran bagi saya. Sebagai si sulung tentu banyak yang
bisa dilakukan di rumah, tapi rasanya banyak yang hilang
dari benak saya. Hingga tahun ke dua saya berkesempatan
menjadi guru Sukwan di salah satu sekolah negeri di Depok.
Guru Sukwan pada saat itu sebutannya Guru Sukarelawan
pada tahun 1989. Kami satu sekolah ada 3 orang guru sukwan
yang diberi upah lelah dari iuran BP3 sebesar dua puluh lima
ribu rupiah perbulannya. Dengan semangat dan mau belajar
dari para senior menjadikan kami bekerja tanpa beban
apalagi tekanan. Maklum kami masih sama-sama single
jadi berasa seperti masih masa-masa sekolah saja. Disela-
sela waktu mengajar rutin, kami juga memberikan kegiatan
ekstrakurikuler. Sekali lagi semua dikerjakan tanpa beban.
Dengan upah lelah yang tidak besar dan seadanya, kadang
kami mengirit jalan kaki menuju ke tempat tugas. Kadang
gantian juga membawa bekal dari rumah. Tapi, Allah Maha
Pemberi rejeki, nyatanya kami bisa menyisihkan sebagian
hasil upah lelah itu untuk jalan-jalan saat liburan tiba.
Tiga tahun saya menjadi guru sukwan banyak suka dari
dukanya. Banyak hal yang bisa saya petik. Dari kehidupan dunia
anak-anak, pertemanan, juga kekeluargaan. Hingga suatu saat
datangnya pemberitahuan tes penerimaan guru PNS tiba. Menjadi
PNS itu adalah impian, begitu juga saya. Tapi mungkinkah saya
lulus ? Saya bukan keluarga guru. Saat itu saya mulai pesimis.
Bisakah ? Ternyata betul, saat pengumuman tiba, nama saya tidak
ada diantara ratusan yang diterima saat itu. Bahkan berkali- kali

137
~ Jangan Gagal Move On ~

diulang membaca tetap nama saya tidak ada. Sudahlah, hanya


sebagian kecil teman saya yang keterima pada waktu itu. Saya
menghibur diri, teman sesama sukwan di sekolahpun sama gagal.
Dan setelah itu saya pun kembali dengan status guru sukwan.
Dan saya menikmatinya. Sore yang cerah, saat pegawai kelurahan
katanya mengantarkan amplop coklat tertuju nama saya. Katanya
sudah beberapa hari mencari alamat saya, maklum rumah saya
itu adalah kampung kecil yang tidak banyak penduduknya pada
saat itu hanya beberapa penduduk para purnawirawan ABRI.
Kebetulan adanya di bawah asrama ABRI tempat tinggal saya dulu.
Petugas desa itu bilang suratnya katanya penting jadi harus sampai
ke tangan penerimanya. Subhanallah, panggilan ke PEMDA.
Pada saat itu Kantor PEMDA Cibinong baru dibangun. Hari
hampir magrib waktu itu, tapi rasa penasaran saya mendorong
untuk pergi ke sana. Hanya ingin memastikan benarkah nama
saya ada diantaranya. Subhanallah, Alhamdulillah ribuan syukur
berhamburan keluar dari bibir ini. Jadilah saya meninggalkan
tempat yang selama kurang lebih tiga tahun mengabdi sebagai
guru sukwan di sana. Seakan tapak kaki menjadi saksi selama
itu saya melaluinya dalam berbagai suasana. Sungguh menjadi
kenangan tersendiri. Meninggalkan teman- teman seperjuangan
sesama sukwan, meninggalkan guru-guru senior yang banyak
membantu saya dalam pembelajaran dan berbagi ilmu. Dan yang
paling berat adalah meninggalkan anak- anak didik yang sudah
begitu lengket seperti anak sendiri. Berbekal SK yang saya bawa,
awal pertama di tempat tugas yang baru adalah sebuah sekolah
satu unit yang lumayan jauh dari jalan utama juga jalan desa.
Sekolah yang kemudian menjadi tempat mengabdi saya hampir
separuh usia. Perubahan waktu tuntutan jaman mengharuskan

138
Bukan Impian Semusim

guru untuk menyetarakan pendidikan setara D2. Saya tak terpacu


untuk ambil bagian. Bisakah ? Saat itu tak terpikir untuk belajar
lagi secara formal. Tuntutan ketika itu masih bisa berkelit dengan
berbagai alasan, kebetulan ibu pimpinan pun tidak terlalu
menekankan. Sampai akhirnya saya pun ikut penyetaraan D2 UT
dengan biaya swadaya. Karena memang waktu itu tinggal sedikit
lagi yang belum ikut. Jadilah saya mahasiswa UT mengejar D2 dan
lulus tahun 2002. Sekali lagi kehidupan itu dinamis, pendidikan
juga mengikuti alur jamannya. Begitupun dengan pola ajar. Perlu
perubahan. Dan guru harus belajar. Tidak bisa diam dengan materi
usang begitu dan begitu saja. Babak baru dalam kehidupan saya
adalah menuntut ilmu berada jauh dari rumah. Bandung, kota
dimana saya numpang lahir dan mengalami masa kecil di sana.
Ada kerinduan ketika menginjakkan kaki di jalan setiabudi. Di
sanalah dulu saya pernah menapakkan nafas dalam senda gurau
masa kanak-kanak. Tapi dimana saya dulu....entahlah hanya nama
saja yang tidak berubah. Kenapa saya sampai di sini ?
Bandung dengan julukannya Paris van java, sudah berubah
dengan gedung menjulang. Yang dulu dinginnya sampai menusuk
tulang, sekarang diperlukan AC di ruangan. Ingat kembali ketika
pagi-pagi pergi sekolah berjalan menembus kabut yang tebal.
Ah….masa kecil, yang tak terlupakan. Menempuh S1 diusia
tak muda lagi, tentu tidaklah mudah. Rebutan waktu antara
keluarga , pekerjaan dan belajar. Babak baru dalam kehidupan
saya dengan mengikuti pola ajar yang diterapkan perguruan
tinggi. Sistemnya Pendidikan Jarak Jauh (PJJ), tapi kami harus
mengikuti masa Residensial selama dua pekan setiap semesternya
di kampus UPI. Masa liburan sekolah kami full belajar di sana
selama tiga tahun. Hal ini tentu saja mengorbankan waktu untuk

139
~ Jangan Gagal Move On ~

keluarga. Untungnya selama tiga tahun itu saya tidak mendapat


kendala yang berarti. Pengertian dari suami dan anak-anak
menjadi pemicu saya untuk belajar dan tidak menyia-nyiakan
kepercayaan yang diberikan. Alhamdulillah, awal saya tidak
mengenal bahkan memegang juga belum pernah yang namanya
computer, di sana kami diperkenalkan bahkan menjadi teman
akrab…seakrab- akrabnya. Dua pekan kami belajar di kampus,
pulang dengan setumpuk tugas yang harus diselesaikan dan
dikirim lewat e-mail. Tahun awal kami menjadi langganan d rental
computer untuk mengirim dan melihat tugas. Saat itu internet
serasa sangat berat dan belum begitu popular. Membeli laptop
juga begitu berat apalagi mempunyai modem. Sampai akhirnya
saya bisa beli PC Pentium 4 rasanya itu juga sudah keren. Tiga
tahun dengan penuh warna-warni pengalaman bersama teman-
teman berbagai kabupaten. Akhirnya sampai juga impian meraih
gelar S1.Alhamdulillah dengan hasil yang memuaskan. Ternyata
mimpi saya tidak hanya semusim. Impian masa sekolah yang
pupus karena terbentur biaya tidak bisa lanjut bisa terlaksana
di usia menjelang setengah abad. Sekolah tempat saya mengajar
adalah sekolah kecil dengan jumlah siswa di bawah 150. Tapi
Alhamdulillah personal guru PNSnya cukup, juga dengan penjaga
sekolah yang sudah PNS. Dengan bekal ilmu yang sudah saya
pelajari selama mengenyam pendidikan, bersamaan juga dengan
kebutuhan sekolah akan tenaga operator pada masa itu. Akhirnya
ilmu yang sudah saya dapat tidak sia-sia. Insya Allah pemerintah
pun tidak akan rugi sudah mengeluarkan bea siswanya karena
memang ilmu yang kami dapat di sana benar-benar terserap dan
dapat bermanfaat untuk sekolah. Jadilah saya mendapat tugas
tambahan baru sebagai operator sekolah selain menjadi guru

140
Bukan Impian Semusim

kelas yang menjadi tugas utama. Pekerjaan sekolah bertambah


tentu saja. Tetapi karena ikhlas mengerjakannya, saya merasa
enjoy melaksanakannya. Dengan tugas tambahan ini membuka
wawasan dan pengalaman baru dalam hal aplikasi maupun
sistem database yang dilakukan sekolah. Bahagianya itu ketika
bisa menyelesaikan pekerjaan dengan baik, tepat waktu dan tidak
ada kendala. Walaupun tentu saja keluhan operator sekolah itu
hampir sama ketika pekerjaan harus deadline, server rebutan,
ujung-ujungnya pekerjaan tertunda. Hal ini merupakan tantangan
baru bagi saya.

Ketika kompetensi diragukan


Dan seiring dengan waktu berjalan, tidak terasa masa kerja
seperempat abad sudah terlampaui. Pangkat Golonganpun
sudah mendukung ketika itu untuk mengajukan jabatan guna
mengembangkan karier menjadi kepala sekolah. Dukungan dari
pimpinan dalam hal ini kepala sekolah langsung mendorong saya
untuk mencoba maju ikut berkompetensi. Saat itu tahun 2016.
Dengan bermodal kemampuan yang ada ternyata saya harus
menerima kegagalan. Ya…kegagalan. Apa yang saya alami ketika
itu ribuan rasa yang tidak dapat saya jelaskan dan saya gambarkan
dengan kata-kata. Tapi dari sana saya mendapat pembelajaran
yang maha hebat. Manusia punya kemauan, punya rencana,
punya kemampuan kalau Allah tidak ridha maka semua ada pada
Kuasanya. Saya tersadar untuk itu betapa selama ini saya sombong
dengan kemampuan saya sendiri, merasa yakin saya bisa. Ternyata
tidak dengan hanya bermodalkan kemampuan saja. Ada yang lain
yaitu Ridha dari Allah. Hikmah dari kegagalan ini, saya jadikan

141
~ Jangan Gagal Move On ~

cambuk untuk bekerja lebih baik. Walau tentu saja masalah


hati mah tidak bisa dipungkiri. Apalagi kalau sudah mendapat
pertanyaan dari teman, jawabannya saya juga tidak tahu, sebab
dasar kegagalannya juga kurangnya apa saya tidak mendapatkan
penjelasan sampai kini. Ya, sudahlah…setiap manusia punya
takarannya masing-masing. Begitu juga dengan kelemahan yang
saya miliki. Kompetensi itulah mungkin yang tidak saya miliki.

Bersaing yang sebenarnya


Setahun setelah itu, tanpa berniat untuk mengulangi
kembali ikut berkompetensi. Saat itulah peluang menghampiri,
tanpa diminta. Kali ini saya mengulangnya tanpa beban, walau
sebenarnya prosedurnya kali ini lebih berat. Saya hanya ingin
mencoba kemampuan dan ketidakmampuan saya dimana.
Alhamdulillah saya mendapat kesempatan sampai ke kabupaten
dengan penguji dari LP2KS. Singkat cerita, dari kegiatan on, in
kemudian on kembali, saya lalui sesuai prosedur dan arahan
dari para trainer, bimbingan dari pengawas Pembina dan kepala
sekolah di tempat magang juga bantuan dan dorongan dari
teman-teman, saya mendapatkan sertifikat layak dan mendapat
NUKS. Tanggal 13 Februari 2017 adalah tanggal pelantikan
menjadi kepala sekolah. Tugas tambahan pada waktu itu. Pada
tanggal 14 Februari 2017 adalah awal langkah baru bagi saya.
Sebuah sekolah dengan luas tanah 900M2 adalah tempat tugas
saya yang baru. Sekolah kecil dengan jumlah siswa juga tidak
banyak adalah takaran kemampuan saya yang Allah titipkan.
Alhamdulillah saya panjatkan syukur mendapatkan teman-teman
rekan guru yang solid dan mau diajak bekerja sama memajukan

142
Bukan Impian Semusim

sekolah. Februari tahun 2020 adalah tahun ketiga bagi saya


di sekolah ini. Jalan memang tidak selalu mulus seperti yang
diperkirakan juga diharapkan. Benturan dan hambatan selalu saja
datang dan pergi. Itu saya jadikan pengalaman untuk dijadikan
pembelajaran selanjutnya. Terus terang di tahun ketiga inipun
saya belum bisa menjadikan sekolah sesuai dengan visi dan misi
yang kami harapkan. Masih harus belajar dan belajar. Belajar
dari lingkungan, belajar dari temen-temen senior, belajar dari
dapur sekolah sendiri. Ternyata banyak yang harus saya lakukan.
Tidak hanya sebagai pimpinan yang pandai menunjuk dengan jari
telunjuk atau menyuruh dengan titah sang Prabu. Walaupun saya
yakin saya belum baik dalam bekerja tapi setidaknya saya berusaha
untuk bekerja sesuai Tupoksi saya sebagai pimpinan di sekolah.
Sekelumit cerita ini saya sampaikan. Lebih tepatnya sebagai
curahan hati. Tidak sedikitpun ingin menyinggung atau mencela
prosedur dalam perekrutan calon kepala sekolah pada saat itu.
Sekali lagi itu semua saya jadikan sebagai proses yang memang
garis Allah yang harus saya lalui. Dengan kejadian tersebut
menjadikan saya lebih menjaga hati dalam bersikap, mungkin
sebelumnya saya angkuh dengan kemampuan saya. Dengan
kegagalan tersebut saya lebih bisa menata diri. Terakhir dengan
kegagalan saya bisa memetik hikmahnya. Ada LP2KS dan NUKS
dibelakang saya. Amin yaa Allah….Maha Pengatur Segalanya.

143
Jangan Gagal Move On

PROFIL PENULIS

JUJU YUNINGSIH, Kelahiran Bandung pada tanggal 17 Desember 1968


merupakan sulung dari enam bersaudara pasangan Bapak Toha Setiawan
( Alm merupakan veteran 328 Kujang Cilodong ) dengan Ibu Atjih Suarsih
( Ibu rumah tangga ). Menamatkan pendidikan di SDN 2 Cilodong, SMPN
1 Cibinong, SPG PGRI Cibinong , D II UT, S1 PJJ UPI Bandung.
Adapun pengalaman mengajar mulai sejak mulai diangkat menjadi PNS
pada Tahun 1991 menjadi guru SD di SD Negeri Karanggan 03 Kecamatan
Gunungputri Kabupaten Bogor. Sebelumnya pernah menjadi Guru
Sukwan selama tiga tahun di SD Negeri Suka maju V di Kotip Depok.
Sekarang SD Negeri Gunungputri 02 adalah persinggahan selanjutnya
untuk mengabdi dibidang pendidikan. Sejak diangkat menjadi Kepala
Sekolah pada tanggal 13 Pebruari 2017 hingga saat ini.
Tak banyak yang bisa dicatat dalam perjalanan karier saya. Begitu
juga ukiran prestasi yang bisa saya raih. Saya hanya berharap untuk
kemajuan pendidikan bagi bangsa ke depannya bisa lebih baik lagi dengan
mengedepankan perilaku nilai-nilai budaya bangsa yang berkarakter di
lingkungan sekolah.
Itu semua berkat doa dan dorongan orang-orang tercinta di belakang
saya. Suami saya Ating Safari dan putra-putri saya, Aulia, Fauzan, Husna
dan Rifky.

144
12
CATATAN PERJALANAN
SEORANG GURU
Oleh: Lily Suliyatiningrum, S. Pd

Jadi GURU.
Dulu profesi itu jauh dari keinginan saya.
Dua puluh tahun lalu ketika tawaran PMDK dari IKIP Jakarta
pada saat saya kelas 3 SMU, saya langsung menolak. Bayangan
saya, yang kuliah di IKIP itu lulusannya jadi guru. Duuh… enggak
banget deh. Bukannya mengecilkan profesi guru. Tapi, saya saat itu
berkeinginan masuk jurusan lain yang tidak ada dalam penawaran
itu.
Kini, setelah dua puluh tahun lalu itu saya akhirnya
berkecimpung dalam dunia pendidikan. Setelah kuliah jurusan
non pendidikan dan menikmati masa kerja di klinik dan juga
laboratorium, saya menemukan kebahagiaan batin dengan

145
~ Jangan Gagal Move On ~

kegiatan mengajar. Dua tahun mengajar di SD sebagai guru


bidang studi Agama Islam (karena ada dasar pernah jadi santri),
dua tahun mengajar di SMP sebagai guru bidang studi Sains IPA
Terpadu, dan satu tahun mengajar di SMK Farmasi sebagai guru
bidang studi Farmakologi dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Dunia
kesehatan tempat saya dulu belajar ternyata bisa bersinergi dengan
pekerjaan saya sebagai guru. Ilmu yang pernah saya dapatkan
dahulu masih bisa saya manfaatkan. Setelah jeda satu tahun untuk
mengurus anak sambil mengajar les private, kini tujuh tahun
terakhir menjadi guru kelas.
Awal mengajar sebagai guru kelas, saya ditempatkan di
kelas atau level tinggi dan langsung ditunjuk sebagai koordinator
level yang terdiri dari 4 rombel. Kaget juga. Mengapa saya? Saya
guru baru dan ada guru senior di level itu. Ditambah lagi status
akademik saya masih sarjana muda non pendidikan. Lalu, apa
alasan Kepala Sekolah menugaskan saya? Kata beliau, dilihat dari
pengalaman mengajar saya dianggap mampu dan guru lain pada
level saya sudah punya amanah lain. Hmm… Baiklah. Saya coba.
Tentu saja sambil belajar dan banyak bertanya.
Pada saat itu, saya mengajar di kelas 5 B yang berjumlah 29
anak perempuan. Ya. Perempuan semua dalam satu kelas. Sekolah
tempat saya mengajar memang sengaja memisahkan murid putra
dan putri dalam satu kelas. Memakai pola pondok pesantren.
Kebetulan keluarga pemilik sekolah – yayasan, semuanya adalah
lulusan Pondok Pesantren Gontor. Saya merasa beruntung dapat
bergabung di sekolah ini. Banyak pengalaman dan pengetahuan
baru yang saya dapat dari pelatihan yang sering. Baik dengan
mengundang narasumber, hadir ke seminar, atau pun saling

146
Catatan Perjalanan Seorang Guru

sharing dari rekan guru. Saya masih ingat betul, pelatihan


pertama yang saya dapatkan adalah mengenai mengidentifikasi
anak istimewa oleh psikolog sekolah. Mengapa? Karena sekolah
saya menerima anak-anak inklusif yang berkebutuhan khusus.
Sungguh, pada saat itu saya belum paham bahwa anak istimewa
itu adalah sebutan lain dari anak special need atau berkebutuhan
khusus. Ketika saya diminta mendeskripsikan anak istimewa
yang saya punya di kelas, saya justru mendeskripsikan anak yang
salah. Yaitu anak yang paling baik akademiknya. Mengingat
itu, saya jadi malu sendiri. Karena itu barulah awal. Setelah
itu ada indikator-indikator identifikasi dari masing-masing
kategori anak berkebutuhan khusus yang memudahkan untuk
saya. Sangat menarik. Sama halnya ketika saya sangat tertarik
membaca buku-buku karangan Torey Hayden mengenai anak-
anak yang berkebutuhan khusus. Dari buku itu secara tidak
langsung mengajarkan kepada saya bahwa menjadi seorang guru
bukanlah sekedar memberikan materi tapi harus mengetahui
dan memahami secara detil keadaan muridnya melalui observasi,
wawancara, atau pun studi dokumentasi. Karena mereka anak
yang dititipkan pada kita untuk dididik dan diajar. Bukan sekedar
materi tapi juga etika dan nilai moral.
Tahun berikutnya saya diamanatkan menjadi guru kelas 6.
Artinya, naik kelasnya anak-anak murid saya, maka ikut naiknya
juga saya jadi guru kelas. Saya lagi-lagi tak habis pikir. Mengapa?
Apakah Kepala Sekolah menganggap saya mampu? Sarjana muda
non pendidikan dengan ilmu sebagai pendidik masih kurang dan
hanya didapat secara otodidak terutama dalam hal pembuatan
perangkat pembelajaran dipercaya menjadi guru kelas 6. Dan kelas
yang saya pegang kali ini adalah semuanya anak laki-laki dengan

147
~ Jangan Gagal Move On ~

2 anak special need dengan kategori slowlearner dan tuna grahita.


Baiklah. Ini tantangan dan tanggung jawab untuk saya. Saya jadi
semakin haus akan pengetahuan baru. Saya banyak bertanya pada
penanggung jawab program anak inklusif sekolah, mengikuti
pelatihan di luar dengan biaya sendiri, dan lainnya. Tahun ini pula
saya terlibat dalam pelaporan dan pembuatan soal ujian inklusif
dikarenakan saya adalah guru kelasnya yang lebih memahami
kondisi anak tersebut. Pengalaman dan pembelajaran yang luar
biasa bagi saya.
Selama empat tahun saya menjadi guru kelas 6 dari total
pengabdian saya selama tujuh tahun ini. Dua tahun pelajaran saya
menjadi guru kelas 5 dan satu tahun pelajaran menjadi guru kelas
4. Sementara banyak guru lain yang harus siap ditugaskan bergilir
di level yang berbeda-beda. Banyak pertimbangan dari pihak
manajemen sekolah ketika menentukan penempatan guru kelas.
Dari keragaman siswa sampai kompetensi yang dimiliki guru.
Tujuh tahun menjadi guru di SDIT Mawaddah Depok
banyak pengalaman belajar yang diperoleh. Baik dari pelatihan
yang didanai dari sekolah atau pun kantong pribadi. Pengalaman
belajar dari banyaknya kegiatan sekolah seperti Sekolah Sehat,
Sekolah Adiwiyata, dan Sekolah Penyelenggara Pendidikan
Inklusif. Hingga suatu ketika saya mengikuti sebuah pelatihan
Matematika Nalaria Realistik di Klinik Pendidikan MIPA cabang
Depok yang didirikan oleh Bapak Ridwan Hasan Saputra dengan
biaya pribadi. Kecintaan saya pada dunia eksakta dan kerinduan
saya pada eksperimen dan laboratorium di alam bawah sadar
saya mungkin yang mendorong saya mengikuti kegiatan itu. Usai
dari kegiatan itu beberapa bulan kemudian muncul penawaran

148
Catatan Perjalanan Seorang Guru

pelatihan berbasis daring melalui grup whatsapp alumni peserta


MNR. Beberapa kali Pak Dhani Ramdhani memberikan info
pelatihan melalui WAG tersebut. Dan berawal dari pelatihan
daring easyscetch yang keren membuat saya menjadi guru yang
tidak ketinggalan zaman.
Berlanjut dari itu, saya mulai ketagihan pelatihan berbasis
daring melalui WAG yang diselenggarakan komunitas Pendidik
Indonesia Pelopor Perubahan yang diketuai oleh Ibu Nina Krisna
Ramadhani, dan Pak Dhani ini sebagai salah satu pengurus dan
narasumber pelatihan. Sudah beberapa kali event pelatihan
daring saya ikuti. Dua kali pelatihan tatap muka saya jalani, yaitu
di Bogor dalam kegiatan Gernas Tastaka dan Penulisan Jurnal
membuat saya bertemu langsung dengan pendiri PIPP – Ibu Nina
Khrisna Ramadhani – yang gesit dan ramah, Ibu Nanda Hidayati
yang cantik dan pintar, dan juga Bapak Dhani Ramdhani – Udah
(Ustadz Dhani Ramdhani) – yang kalem tapi punya selera humor
yang baik, yang atas jasanya saya bertemu orang-orang hebat yang
membuat saya meng-upgrade kemampuan saya. Terima kasih ya
Pak. Berbarengan dengan itu pula, sudah hamper dua tahun saya
kuliah kembali mengambil jurusan PGSD untuk melegalkan
saya sebagai guru SD yang memiliki kompetensi sebagai guru SD.
Berseberangan jauh dengan kuliah saya dulu. Tapi tak mengapa,
selaku guru UKS di sekolah, ilmu yang saya dapatkan di zaman
perkuliahan dulu masih bisa bermanfaat. Tak ada ilmu yang
bersumber dari Allah yang sia-sia. Lulus dengan menyandang
gelar S. Pd SD membuat saya semakin ingin terus meng-upgrade
diri. Di tahun 2019 selain sebagai anggota PIPP, saya juga ikut
sebagai anggota Komunitas Guru Belajar wilayah Depok. KGB
ini merupakan bagian dari Kampus Guru Cikal. Banyak lagi ilmu-

149
~ Jangan Gagal Move On ~

ilmu dan pengetahuan yang saya dapatkan di komunitas ini. Jika


di PIPP pelatihan yang saya ikuti banyak berbasis digital untuk
mempersiapkan diri dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0
dan Revolusi Industri 5.0, di KGB saya baru mendapatkan yang
berhubungan dengan kebijakan pemerintah dan implementasi
pengajaran guru merdeka belajar. Maklum belum satu bulan
bergabung. Namun sepertinya akan banyak hal-hal menarik yang
akan saya dapatkan nantinya. Melalui PIPP yang selalu menuntut
setiap peserta usai pelatihan langsung menghasilkan produk.
Tahun ini saya akhirnya menghasilkan karya berupa terbitan buku
kompilasi peserta pelatihan. Ditambah lagi di bulan Desember
ini bersama teman-teman guru satu sekolah menerbitkan karya
kompilasi. Api semangat dalam diri saya seperti membara.
Membuat saya tersadar untuk kembali lagi menekuni bidang
penulisan seperti yang dulu saya lakukan bersama teman-teman di
Forum Lingkar Pena Depok saat masih zaman kuliah dulu.
Masya Allah… Fabiayyi ‘aala irobbikuma tukadzibaan…
Tahun 2019 ini merupakan tahun begitu banyaknya rezeki
saya peroleh. Selain melahirkan anak kedua, saya dipertemukan
dengan begitu banyak orang-orang hebat. Mulai dari para dosen
di STKIP Arrahmaniyah Depok di kelas konversi terutama
Kepala Program Studi PGSD – Drs. Sriyamto, MM, para tokoh
hebat Pendidik Indonesia Pelopor Perubahan, para sahabat guru
di Komunitas Belajar Literasi Matematika yang membuat saya
bersentuhan dengan Sekolah Guru Indonesia dan Komunitas
Guru Belajar beserta Kampus Guru Cikalnya, dan nostalgia orang-
orang keren di Forum Lingkar Pena khususnya wilayah Depok
yang dulu sempat saya tinggalkan. Demikian kisah perjalanan saya

150
Catatan Perjalanan Seorang Guru

dalam menekuni profesi sebagai guru. Guru yang baik adalah guru
pembelajar. Dimana saja. Kapan saja. Dengan siapa saja. Demi
generasi penerus bangsa. Karena zaman selalu berubah. Dan
sebagai pendidik harus memiliki bekal untuk mendidik mereka
sesuai zamannya dengan tidak melupakan rambu-rambu nilai
moral. Karena sosok guru tidak bisa digantikan oleh robot atau
mesin. Yang dididik adalah manusia yang memiliki hati, maka
yang mendidik pun manusia yang punya hati. Agar bukan saja
menjadi insan cendikia tapi juga insan yang mulia. Ucapan terima
kasih untuk Ibu Djuhana, S. Pd selaku Kepala Sekolah SDIT
Mawaddah Depok yang membuat saya menemukan cinta dalam
cinta, mawaddah dalam mawaddah.
Depok. Di penghujung tahun 2019.

151
~ Jangan Gagal Move On ~

PROFIL PENULIS

Lily Suliyatiningrum, S. Pd. Kelahiran


Subang, 13 Agustus. Mencintai
profesi sebagai ibu rumah tangga
dan menikmati sebagai guru di SDIT
Mawaddah Depok. Suka mengajar
dan suka pula belajar. Kesukaannya
terhadap aneka jenis buku bacaan
menjadikan dirinya berkeinginan pula
menjadi penulis hingga bergabung
dalam komunitas penulis Forum Lingkar
Pena Depok. Hasil karya tulisannya
yang telah terbit berupa cerpen anak dalam antologi bersama teman-
teman FLP, kompilasi komik digital bersama peserta pelatihan PIPP,
kompilasi kisah inspiratif guru-guru hebat SDIT Mawaddah, serta yang
akan terbit Kumpulan Soal HOTS bersama peserta pelatihan pembuatan
soal berbasis android dari PIPP. Penulis dapat dihubungi di akun instagram
@guru_lily.

152
13
BERTAHAN
DI ATAS KERIKIL TAJAM
Oleh: Sumi Lestari

J
ika hidup itu sebuah pilihan, maka Akupun berhak
memilih oleh siapa Aku akan dilahirkan....tapi hidup
itu bukan sebuah pilihan sebab hidup itu merupakan
sebuah kewajiban yang harus dijalani oleh setiap mereka
yang dilahirkan....ya dilahirkan di dunia....
Aku lahir dari seorang wanita Jawa kuno yang tak bisa
membaca, menulis hanya bisa menghitung angka saja...dilahirkan
disebuah rumah sakit umum Muhamadiyah dibilangan Jakarta
Selatan tepatnya di daerah Taman Puring, tahun 1972.
Wanita yang melahirkan ku biasa kupanggil dengan kata
“Emak” yang artinya Ibu...

153
~ Jangan Gagal Move On ~

Emak membesarkan ku sendiri tanpa ada seorangpun yang


membantu, ya karena Emak merantau ke Jakarta seorang diri dari
Jawa tepatnya, Solo.
Kalian bertanya dimanakah bapakku ??

Bapakku meninggal sebelum aku lahir, jadi sampai saat ini


tak pernah kutahu wajah beliau...ya tidak seperti zaman sekarang
yang serba cepat mengupload foto dalam momen apapun....
Masa kecil kulalui dengan banyak hal menyenangkan karena
Emak teramat menyayangiku, meskipun beliau hanya wanita kuno
yang tidak berpendidikan namun memiliki semangat juang untuk
dapat membesarkan ku dengan hasil kerja yang halal dengan
menjadi asisten rumah tangga.
Tahun 1983 aku pindah dari Jakarta ke Bogor, karena Emak
mendapatkan pekerjaan di sana, ya masih dengan pekerjaan lama
hanya tempat berbeda.
Megamendung...nama yang sangat melekat dalam diriku,
karena aku tumbuh kembang di daerah sejuk dibawah lingkungan
bukit yang indah dengan nuansa alam dan keramahan masyarakat
sekitarnya.
Aku melanjutkan sekolahku di SDN. Megamedung 04
sampai akhirnya tahun 1985 aku lulus SD dengan hasil sangat
memuaskan dibanding teman – temanku lainnya...karena
mungkin aku dari Jakarta (eheemmm sainganku ga banyak saat
itu...).
Disaat temen-teman sebayaku tidak lagi melanjutkan sekolah,
bukan karena kondisi ekonomi tapi memang pola pikir mereka
adalah cukup sampai sekolah dasar saja.

154
Bertahan Di atas Kerikil Tajam

Aku dapat melanjutkan sekolah karena Emak tak ingin aku


hanya lulus SD saja.
Akhirnya aku melanjutkan sekolah di sekolah favorit
yaitu SMPN 1 Cisarua ( Necis ) yang saat ini bernama SMPN 1
Megamendung lokasinya di Gadog Pasir Angin.
Aku termasuk siswa yang aktif dimasanya, selain di OSIS
aku juga aktif dalam mengisi majalah dinding di sekolah,
hobi menulisku kukirim ke mading sekolahku yang salah satu
pengurusnya adalah orang yang pernah menjabat sebagai wakil
ketua DPR RI periode 2014-2019 yaitu Fadli Zon.
Hal yang paling diingat sampai saat ini jika aku bertemu
dengan semua temanku saat di SMP adalah, dimana aku pernah
menjadi satu-satunya anak perempuan yang memakai kebaya
kartini sendiri saat pembelajaran sekolah, hal memalukan karena
kupikir momen hari kartini identik dengan baju nasional.....( tapi
dari sinilah aku menjadi sedikit populer di sekolah ).
Tahun 1988 aku lulus SMP dan melanjutkan ke SMEA di
Bogor, dilingkungan tempat tinggalku hanya aku satu satunya
anak diusiaku yang melanjutkan sekolah, lainnya kebanyakan
menikah diusia relatif sangat muda.
Setelah lulus dari SMEA tahun 1991, aku bingung mau
apa atau akan kemana....akhirnya aku sempat melanjutkan ke
Lembaga Pendidikan dan ambil program Manajemen Sekretaris,
selesai dari program tersebut aku melamar pekerjaan dan diterima
sebagai staf personalia.

155
~ Jangan Gagal Move On ~

Dari sinilah awal semua kisah yang membuatku harus bisa


lebih mandiri sebagai wanita...suka duka silih berganti menerpa
jalan hidupku...tak mudah namun inilah yang sebenarnya....
Aku menikah diusia 23 tahun ( relatif muda dan tanpa
proses pacaran), impianku tentang sebuah rumah tangga adalah
hal banyak diimpikan oleh semua wanita....Aku tetap bekerja
dan mendapatkan posisi sebagai Manajer Personalia di sebuah
perusahaan asing ( Korea bergerak di bidang garment),mengapa
aku bekerja sebab sejak awal pernikahan aku sudah bekerja
dan makin menjadi sapi perah bagi keluarga. Saat itu aku baru
memiliki satu orang putri cantik yang kuberi nama Indri...karena
aku sebagai tulang punggung keluarga, aku menitipkan anakku
pada pengasuh....sampai akhirnya musibah itu datang...
Telepon kantor terus berbunyi dan menanyakan kapan aku
pulang dengan cepat sebab putriku masuk rumah sakit di ruang
IGD rumah sakit umum daerah Ciawi...ya Allah ada apakah ini??
Bergegas segera ku menuju rumah sakit dan kudapati putriku
dengan banyak selang infus serta tabung oksigen dipasangkan...ya
Allah ini kenapa pikirku apa yang terjadi, putriku berusia 9 bulan
saat itu dan kudapati dengan keadaan tidak sadar diri di ruang
IGD...
Sayang bangun nak ini bunda...itu panggilanku terus
menerus...lalu kulihat jemari lentik putriku bergerak dan matanya
terbuka....lirih kudengar suaranya memanggilku...ibu..buu.
bundaaa....
Kupanggil suster dan dokter saat itu untuk memastikan
keadaan putriku...

156
Bertahan Di atas Kerikil Tajam

Sedih hancur kecewa sebab suami yang harusnya dapat


menemaniku justru mengabaikan keadaan yang terjadi...
Tak penting bagiku..saat itu yang utama adalah bagaimana
putriku dapat hidup sehat dan kembali beraktivitas....Allah
mendengar doaku...putriku dinyatakan sembuh dari koma
mendadak akibat terjatuh dan kepalanya membentur lantai...
Konsekuensi yang harus kuambil saat itu amat sulit, dalam
doaku pada Allah mengatakan jika putriku sembuh maka aku
akan meninggalkan pekerjaanku jabatan dan juga fasilitas lainnya
dari kantor...namun rasa bingungpun melandaku kalau aku
berhenti bekerja lalu bagaimana dengan kebutuhan sehari hari...
suamiku meski bekerja lebih mementingkan dirinya dibanding
keluarga..ini yang kukatakan aku sebagai sapi perah keluarga.
Aku pasrah dan kuambil keputusan menjadi ibu rumah
tangga saja, tapi ternyata aku yang memang tipe mandiri tidak
dapat diam..saat itu mencoba melamar ke dinas pendidikan
karena ada info membutuhkan tenaga administrasi, ternyata posisi
itu sudah terisi dan aku ditawari untuk menjadi guru sukarelawan
atau sukwan di tahun 1997,ku pikir sayang jika aku memiliki
ilmu tidak kumanfaatkan pada orang banyak, ku terima tawaran
itu namun dengan honor hanya seadanya....Lahaola Bismillah
kujalani separuh waktuku sebagai tenaga honorer dan juga sebagai
ibu rumah tangga.
Allah memberiku kepercayaan kembali,aku mengandung
anak kedua ya Allah disaat rumah tanggaku tidak stabil Engkau
memberiku kepercayaan memiliki anak kembali,,,ku syukuri
sebagai suatu amanah...lahirlah putri keduaku di tahun 2001 dan
kuberi nama Nada....

157
~ Jangan Gagal Move On ~

Waktu terus berjalan sampai akhirnya aku memutuskan


untuk tetap mengabdi menjadi guru dan tuntutannya adalah
aku harus kuliah...ya kuliah kembali...biaya darimanakah??
Pertanyaan yang selalu ada di kepalaku, sementara untuk
menutupi kebutuhan keluarga saja aku harus bekerja sebagai guru
dan juga bekerja sebagai tenaga freelance perusahaan lain...
Sekali lagi dan lagi Allah memberiku jalan kemudahan....ada
seorang teman senior dan sudah PNS, aku selalu memanggilnya
dengan sebutan Ambu haji...beliau menyemangatiku untuk
melanjutkan kuliah dan biaya awal Ambulah yang meminjamkan
dengan jaminan uang honor dan tunjangan yang ada...cicil
istilahnya..Alhamdulillah aku menjadi termotivasi kuliah...saat
itu hanya wajib ambil D II PGSD...lulus dengan tidak mudah dan
penuh perjuangan, akhirnya aku melanjutkan kembali dengan
biaya dari honor ke S1 PGSD...tidak mudah mencapai itu semua
dengan kondisi ekonomi tanpa dibantu siapapun.
Allah kembali mengujiku....ayah dari kedua anakku sakit dan
akhirnya meninggalkan kami...ya Allah kedua anakku menjadi
anak yatim disaat mereka membutuhkan banyak biaya dan aku
harus bisa membesarkan mereka....apalagi saat itu aku juga sedang
memasuki semester akhir....
Pernahkah kalian merasakan saat akan ujian tidak memiliki
transport sama sekali untuk berangkat ke tempat ujian....kembali
Allah mengirimkan orang-orang baiknya padaku, ada satu teman
seangkatanku honorer dia mengatakan sudahlah bunda ayo
semangat biar semua fasilitas bunda berangkat ujian aku yang
tanggung dari transport sampai makannya....

158
Bertahan Di atas Kerikil Tajam

Selesai itu semua ada lagi ujian aku tidak dapat membayar
semester akhir dan ingin berhenti sebab memang tidak
memiliki biaya...kembali Allah mengirimkan dewa penyelamat,
tutorku memberikan pinjaman biaya untuk semester akhir
sampai wisuda...Pak Pepen nama beliau...akhirnya aku dapat
menyelesaikan kuliahku tepat waktu dan wisuda namun ijazah
tertahan sampai aku bisa selesaikan cicilan biaya. Alhamdulillah
semua kulalui dengan keikhlasan....
Seiring waktu Aku tetap berjuang demi anak anakku
sekolah dan lainnya,dengan gaji honor yang kuandalkan yang
kuterima setiap per 3 bulan dengan jumlah yang fantastik sebesar
Rp.1.500,000,-,ditambah adanya tunjangan kesehatan perbulan
yang saat itu nilainya hanya sekitar Rp.500,000,- kuterima tiap
bulannya, Aku harus dapat terlihat tegar depan keluargaku apalagi
Emak semakin tua dan aku tak ingin Emak tahu bagaimana
keadaanku...
Pernahkah kalian diusir dari rumah kontrakan ?? Aku
alami itu....malam-malam ketika aku ingin beristirahat kulihat
barang-barang rumahku berada diluar.... aku diusir tanpa diberi
kesempatan lagi...ya Allah ingin teriak namun aku harus bertahan
agar tidak terlihat lemah... saat aku kebigungan ada salah satu
orang tua muridku menawarkan rumahnya untuk ditempati....
Alhamdulillah ya Allah...malam itu diantara rintik hujan dan
deraian air mata masih ada yang menolong keluargaku....
Terkadang saat merenung dalam kesendirian sering ku
berfikir ini jalan hidupku namun mengapa penuh derita...sampai
ada seorang tetangga mengatakan...udahlah bu keluar jadi guru

159
~ Jangan Gagal Move On ~

kelamaan ngehonor gaji ga seberapa titel punya mending kerja


ditempat lain...
Ya Allah seperti inikah nasib guru honor sepertiku...
Namun hati kecilku tidak pernah goyah...guru ya guru...rejeki
Allah yang atur...
Seiring waktu berjalan aku tetap dengan pekerjaanku sebagai
guru dan juga ibu bagi kedua putriku ada penyemangatku yaitu
emak...
Aku sudah tak pernah lagi memikirkan diriku lagi yang
ada hanya bagaimana aku harus bisa bertahan demi keluarga.
Hingga suatu saat tanpa sengaja aku dipertemukan dengan
kakak kelasku saat di SMP. 32 tahun lamanya kami tak pernah
bertemu, aku ingat saat dulu dia pernah mengirim secarik tulisan
yang diselipkan di buku dan bilang suka padaku...ahaay mana ku
tahu saat itu aku masih bocah. Saat kami bertemu dia berstatus
duda selama 14 tahun....apaaa ??? 14 tahun normalkah..?? sejak
pertemuan yang pertama dan kami saling bercerita tentang
keadaan masing-masing...dia memutuskan ingin menikahiku, aku
masih ragu dan hanya berdoa pada Allah jika memang yang terbaik
menurut kehendaknya maka aku akan menerima lamarannya....
karena kita berdua sudah bukan anak remaja lagi tujuan berumah
tangga adalah saling mengisi kekurangan yang ada....akhirnya
kami menikah dengan ijin emak dan putri-putriku. 11 mei 2018
kami menikah di KUA disaksikan putri-putri kami berdua, orang
tua juga kerabat terdekat. Alhamdulillah Allah memberiku
kesempatan untuk dapat membina sebuah keluarga yang utuh.
Kini aku memilik keluarga lengkap dengan keempat putriku,
emak dan seorang suami yang penuh tanggung jawab menerimaku

160
Bertahan Di atas Kerikil Tajam

dan anak-anak sebagai bagian dari hidupnya selamanya....kami


tidak pernah saling kenal tidak melalui tahapan pacaran kata
anak zaman sekarang. Oh ya dia yang kumaksud bernama Riddy
Yudian....terimakasih telah meghalalkanku dengan basmallah.
Tak ada yang tak mungkin.... perjuanganku sebagai guru belum
berakhir sampai disini sebab setelah dinyatakan lulus seleksi
P3K tahun 2019, tetap saja belum mendapatkan kepastian akan
bagaimana nasibku sebagai guru honorer...
Namun setidaknya aku masih bermanfaat dengan terus
memberikan ilmu bagi peserta didikku, setidaknya masih
ada harapan bagiku untuk terus dapat berkembang di dunia
pendidikan...

161
Jangan Gagal Move On

PROFIL PENULIS

Nama : Sumi Lestari, S.pd


Tempat tanggal lahir : Jakarta, 23 juni 1972
Agama : Islam
Nama Ayah : M.Kojin
Nama Ibu : Djiem
Keluarga : Riddy Yudian ( Suami )
Indri Herdiani Sylvia Putri ( Anak )
Luckyana Deinira ( Anak )
Nada Ramadhani Fauziah ( Anak )
Aleena Xaviera Hasyiem ( Anak )

162
14
PETIR BERPELANGI
Oleh Supriyati, S.Pd, M.Pd

Rintihan Si Kecil
Riyati, itulah nama yang kusandang sebagai nama kesayangan
dari Ayah dan Ibu. Aku lahir dari keluarga sederhana yang berada
di sebuah desa terpencil yang jauh dari keramaian. Bapakku
bernama Marno dan Ibuku Herah dari keluarga inilah aku
merasakan pahit getirnya kehidupan. Kisah pilu lebih banyak
kurasakan daripada kisah bahagia, yah…karena aku sadar betul
Ayahku hanyalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang kala
itu gajinya hanya cukup untuk makan seadanya, sedangkan
untuk kebutuhan yang lain masih harus mencari tersungkur-
sungkur. Ibuku hanyalah Ibu Rumah Tangga biasa namun
mampu mengatur uang seadanya hingga cukup untuk makan
sebulan. Bersyukur setiap bulan Ayahku dapat jatah beras dari
pemerintah. Beras itulah yang selalu kami masak setiap hari,

163
~ Jangan Gagal Move On ~

walaupun nasinya keras tapi kami menikmatinya. Mengingat kami


tinggal di kampung yang cukup jauh dari pasar dan kala itu pasar
hanya buka seminggu dua kali, ayah selalu membeli ikan asin satu
sampai dua kilo yang dijemur hingga kering untuk kebutuhan
kami sehari-hari. Itulah makanan seadanya yang membuatku
berpikir keras bagaimana caranya supaya hidupku kelak bisa
berubah lebih baik hingga Ayah dan Ibuku bisa makan enak.
“Ayo makan!” teriak Ibuku memanggil keempat anaknya untuk
sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Kumasukkan sesuap demi
sesuap nasi ke dalam tenggorokanku. Terasa ada yang menggaruk
setiap kali menelan nasi dan harus selalu diselingi minum untuk
menghindari nasi sulit tertelan. “maaf ya Nak! Hanya makanan
ini yang bisa Ayah dan Ibu berikan pada kalian, nasi ini memang
keras tapi inilah rezki yang Allah berikan untuk kita, kalian harus
banyak bersyukur karena kalau tidak ada beras dari pemerintah,
entah apa yang kita makan” Ayahku menasihati kami untuk
bisa menerima apapun yang ada di hadapan kami. “Iya Yah..
Bu tidak apa yang penting kami bisa makan” jawabku. Sekolah
Dasar Negeri Durian, itulah sekolah kebanggaanku. Disekolahan
inilah aku mengenyam pendidikan dasar. Aku bersama dengan
teman-teman sekampungku belajar dan bermain bersama. “eh
teman-teman nanti pulang sekolah kita makan bareng yuk!” Ajak
temanku Erna. Kami menyanggupi untuk makan bareng. Kami
saling berbagi menu makanan yang dibawa. Dari sinilah Aku bisa
merasakan lauk yang lain selain ikan asin dari rumah.Hari demi
hari ku nikmati tanpa pernah mengeluh menceritakan kesulitan
yang dialami kepada siapapun. Sakit, perih getirnya hidup ku
simpan sendiri bahkan Ayah dan Ibu serta saudaraku tak pernah
tahu yang kurasakan. Sampai pada suatu ketika lebaran tinggal

164
Petir Berpelangi

menunggu satu hari lagi. Sebagaimana tradisi di kampungku


setiap lebaran tiba pasti semua memakai pakaian serba baru
terutama anak-anak. Namun sampai H-1 lebaran aku belum juga
beli baju baru. Dalam hati aku sangat sedih tapi aku tidak berani
meminta kepada orangtuaku karena aku tahu kondisi keuangan
mereka. Dalam keadaan setengah melamun tiba-tiba terdengar
suara “Nak…untuk lebaran besok kamu pakai baju ini saja ya!”
Ayahku memperlihatkan baju dan rok berwarna cokelat. Ayahku
super hebat Ia tahu kesedihan anak-anaknya. Rupanya tak ingin
anak-anaknya bersedih, pergilah Ia ke koperasi Pegawai dan
mengambil baju dengan cara kredit dari koperasi tersebut yang
pembayarannya dipotong tiap bulan dari gaji Ayahku yang tidak
seberapa. Baju yang dibelikan Ayah merupakan baju seragam
sekolah yang kebetulan memang seragam pramukaku sudah
lusuh dan kecil. “tidak apa ya Nak! Jadi nanti selain bisa kamu
pakai buat lebaran kamu juga bisa pakai untuk sekolah ”iya Yah
nanti saya pakai” Aku memperlihatkan wajah sumringah untuk
menghibur Ayahku padahal dalam hati Aku menangis tak kuasa
membendung kesedihan dari pengorbanan Ayahku yang begitu
besar untuk melihat anaknya bahagia. Jelang lebaran tiba Aku
memakai pakaian pramuka, walau banyak yang menertawakan
namun aku tak masalah, toh ini juga sama pakaian baru.
Hari demi hari kulewati kehidupanku dengan penuh liku.
Tak terasa masa sekolah dasarku hampir usai. di akhir masa
sekolah, kami mengikuti Ujian Nasional untuk mengetahui hasil
belajar selama enam tahun dan sekaligus untuk menentukan Nilai
Ebtanas. Hari pengumuman kelulusanpun tiba, dag-dig-dug degup
jantungku begitu terasa ada rasa kekhawatiran yang melanda.
Aku takut nilai NEM ku kecil, karena itu artinya aku tidak akan

165
~ Jangan Gagal Move On ~

bisa masuk ke sekolah impianku. Tiba saatnya kepala sekolah


mengumpulkan kami siswa kelas enam untuk mendapatkan
arahan dan motivasi kepada kami dilanjutkan pengumuman
kelulusan oleh Wali kelasku. Satu persatu amplop berisi hasil
ujian dibagikan. Dengan makin gemetar, perlahan kubuka amplop
berwarna putih ku intip sedikit demi sedikit sampai hasilnya
terlihat nyata. “alhamdulillah Ya Robb aku lulus dengan nilai yang
baik”. Tanpa komando aku langsung lari sekencang-kencangnya
karena ingin segera menyampaikan kabar bahagia ini kepada
Ayah dan Ibu. Ayah dan Ibuku melihat langsung memelukku dan
melihat nilai yang kuraih cukup membuat mereka bangga.
Keesokan harinya, aku dan Ayahku mengurus keperluan
untuk mendaftar di SMP yang sudah lama kuimpikan, dan
Alhamdulillah persyaratan sudah terpenuhi dengan baik dan Aku
bersama teman-teman satu sekolahku yang juga mendaftar di
sekolah yang sama menyerahkan semua persyaratan diantar oleh
wali kelas kami yaitu Pak Dedi. Selesai menyerahkan persyaratan
administratif, pihak sekolah langsung mengukur ukuran baju
seragam kami, jadi kami tidak membeli lagi keperluan seragam
dari luar, pihak sekolah sudah menyediakannya sehingga tidak
ada perbedaan yang mencolok diantara siswa mampu dan kurang
mampu. Ayahku berkata “ kalau mau jadi orang harus mau susah
dulu, abaikan apa kata orang yang menghina kita, jalan terus
jangan patah semangat, biarlah saat ini kamu jadi tontonan, tapi
kelak kamu bisa jadi tuntunan, yakinlah” iya Yah, jawabku.
Seperti sekolah-sekolah pada umumnya, pada awal masuk
selalu diadakan ospek atau pengenalan lingkungan sekolah.
Dalam kegiatan ini, selain ditujukan untuk saling mengenal

166
Petir Berpelangi

antara siswa baru dan juga kakak kelas, ospek juga bertujuan
untuk memperkenalkan berbagai program sekolah yang sangat
membantu kami untuk mengembangkan minat dan bakat siswa.
Kami diberi motivasi untuk giat belajar dan saling bekerjasama
walaupun berasal dari daerah kampung yang berbeda. Tiga hari
berlalu kegiatan Ospekpun selesai, kami dipisahkan berdasarkan
kelas dan mulai masuk ke kelas masing-masing.
Pagi buta setelah mengerjakan salat subuh, aku bersiap diri
untuk berangkat ke sekolah. Ayahku setia mengantar sampai jalan
raya dengan berjalan kaki, karena kami tidak memiliki kendaraan.
Ayahku khawatir terjadi apa-apa, mengingat aku perempuan dan
berangkat masih dalam keadaan subuh buta. Obor berbahan bakar
minyak tanah dengan pegangan bambu menjadi penerang jalan
yang masih sangat gelap. Langkah demi langkah aku susuri jalan
setapak dengan beralas sandal jepit. Sepatu aku simpan di dalam
tas yang nanti akan aku pakai jika sudah dekat ke jalan raya. Ini
adalah salah satu trik yang ayahku ajarkan supaya sepatuku tidak
cepat rusak. Jalan raya sudah mulai terlihat, segera aku matikan
obor dan kupakai sepatu dengan terlebih dahulu mencuci kaki
di parit. Ayahku masih setia menunggu sampai aku naik angkot.
Angkot di daerahku terbilang masih langka. Karena dirasa
sudah cukup lama angkot yang ditunggu belum juga datang, aku
berpamitan kepada Ayahku untuk berjalan kaki, sebagai langkah
antisipasi apabila tak menemukan angkot atau sampai datang
angkot sehingga aku tidak kesiangan datang ke sekolah.
Pukul 07.00 aku sampai di sekolah. Aku langsung menuju
ruang kelas karena sebentar lagi bel masuk akan segera
dibunyikan. Teeeeeeeet terdengar bunyi bel, semua siswa masuk

167
~ Jangan Gagal Move On ~

ke ruang kelas masing-masing dengan membawa semangat


berkobar di dada. Pak Gusti guru biologi yang sangat aku sukai.
Beliau mengajar jam pertama, aku senang karena materi yang
disampaikan mudah dipahami dengan gaya mengajar yang santai
namun mengasyikkan. Berjalan kaki dari rumah membuat
tubuhku seolah seperti mesin diesel yang sudah siap melaju yang
membuat aku paham apa yang diajarkan.
Teeeeeeet….bunyi bel pertanda istirahat tiba. Semua siswa
menuju luar kelas untuk ke kantin. Akupun tak kalah sibuk
membuka bekal yang ibu siapkan untukku supaya aku tidak jajan
di sekolah. Opak iya itulah makanan yang selalu aku bawa untuk
aku makan pada jam istirahat, bukan karena paling doyan dengan
makanan ini tapi hanya ini makanan cemilan yang aku punya
di rumah. Beberapa temanku menawari aku makanan mereka.
Namun, aku menolak karena aku diajarkan untuk tidak mudah
menerima pemberian orang lain.
Butiran bening tak terasa mengalir di pipiku sebagai ungkapan
sedih yang tak terbendung, namun apa daya keinginanku untuk
bisa merubah nasib lagi-lagi mampu membendung air mataku dan
kembali bangkit untuk terus belajar mengejar cita-cita. Hari demi
hari aku lalui dengan terus belajar hingga tak terasa semester akhir
tiba dan Alhamdulillah aku mendapat nilai baik dengan meraih
peringkat tiga dan masuk ke dalam kelas unggulan. Di kelas inilah
aku bertemu dengan teman-teman yang memiliki kemampuan
yang lebih dan aku harus berjuang lebih giat lagi. Tepat pukul
13.00 WIB bel pulang berbunyi. Semua siswa segera keluar kelas
untuk pulang. Aku dan teman-temanku bergegas menuju jalan
raya untuk menunggu angkot, berharap belum banyak siswa lain

168
Petir Berpelangi

yang menunggu karena angkot masih susah. Alhamdulillah tak


lama angkot yang ditunggu datang kami langsung naik. Setelah
setengah jam lamanya kami pun sampai di batas desa dan siap
melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Langit mulai gelap
pertanda sebentar lagi akan turun hujan. Aku sudah menyiapkan
kantong plastic untuk membungkus tas dan sepatu supaya tidak
basah. Benar saja hujan turun dengan deras aku tetep melanjutkan
perjalanan dengan beralas sandal jepit.
Pulang sekolah sambal hujan-hujanan sering kami lakukan.
Sambal bercanda tak terasa sampai di rumah dengan baju basah.
Aku segera mencuci baju dan menjemurnya di atas tungku supaya
besok bisa digunakan kembali. Bau asap sih tapi ini caraku agar
aku tetap bisa memakai seragam sekolah karena aku hanya punya
satu steel seragam. Walau kadang temanku berkata bahwa bajuku
bau asap tapi aku tak peduli yang penting aku bisa mengikuti
pelajaran. Tiga tahun lamanya aku melalui hal tersebut dengan
sabar sampai akhirnya kami berhasil menyelesaikan sekolah SMP
dengan prestasi yang membanggakan. Setelah selesai SMP aku
dilema karena teman-temanku tidak ada yang mau melanjutkan
sekolah lagi, mereka memilih untuk bekerja di pabrik dengan
alasan untuk membantu orang tua. Aku sempat mengutarakan
keinginanku untuk mengikuti jejak teman-temanku bekerja.
Namun, ayahku marah dan ingin aku tetap melanjutkan sekolah.
Dengan merenung cukup lama aku mengikuti keinginan ayahku
untuk melanjutkan sekolah. Berangkat sendiri kadang membuat
aku sedih namun lagi-lagi ayahku menasihati bahwa dengan
sekolah kehidupanku dan juga kehidupan orang tuaku pasti akan
lebih baik lagi. Berbekal nasihat itu aku terus melangkah demi hari
esok yang lebih baik. Sama seperti semasa SMP masa SMA pun tak

169
~ Jangan Gagal Move On ~

jauh berbeda, aku selalu diantar oleh Ayahku untuk berangkat


sekolah dengan berjalan kaki.
Hari demi hari aku lalui sampai tak terasa tiga tahun lamanya
aku mengenyam sekolah dengan berjalan kaki.dan di SMA
prestasiku cukup baik dan membuat orang tuaku bangga. Walau
keuangan keluargaku pas-pasan namun mereka tetap semangat
menyekolahkan aku karena ingin kehidupanku lebih baik dari
kehidupan mereka. Dim masa remaja ini banyak godaan yang
datang, ada teman laki-laki yang datang untuk berteman lebih
dekat, namun orang tuaku lagi-lagi melarang aku untuk memiliki
teman dekat, nanti akan mengganggu konsentrasi belajar katanya
“kalau mau pacaran ya sudah berhenti saja sekolah lupakan saja
impian untuk membahagiakan Ayah dan Ibu” mendengar ucapan
itu aku tersadar bahwa tujuan utamaku adalah belajar, dan meraih
cita-cita. Setelah itu aku tidak mau lagi bermain-main, aku tidak
mau mengecewakan orang tuaku.Ayahku ingin aku menjadi
guru, oleh karena itu, setelah lulus SMA tahun 2001 aku diajak
Ayah ke salah satu Perguruan Negeri di kota serang. Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) Kampus Serang itulah nama kampus
yang mencetak para guru. Sesampainya di kampus UPI aku dan
ayahku langsung menuju bagian Informasi, menurut informasi
ada peraturan yang mengharuskan para lulusan SMA menunggu
satu tahun dulu untuk bisa mendaftar.

Pelangiku Menampakkan Diri


Menunggu satu tahun membuat Ayahku kepikiran takut
aku minta kerja lagi, dan akhirnya untuk mengisi waktu aku
didaftarkan ke tempat kursus Bahasa Inggris dan Komputer dan

170
Petir Berpelangi

mendaftar juga D I Manajemen Rumah Sakit. Satu tahun aku


lalui dengan kegiatan positif itu. Sampai akhirnya pendaftaran
UPI tahun 2002 dibuka aku langsung mendaftar dan tes dan
Alhamdulillah lulus. Resmi menjadi mahasiswa UPI, orangtuaku
bangga karena keinginannya terpenuhi. Mengingat jarak rumah
ke kampus yang cukup jauh, aku tinggal di asrama dan sekamar
dengan teman yang sangat baik.
Selain belajar untuk menjadi guru, di kampus ini juga aku
belajar hidup mandiri dan mengatur kebutuhan sehari-hari
dengan uang seadanya karena aku diberi uang saku tidaklah
banyak. Aku dan temanku bawa penanak nasi sendiri dan lauknya
beli sehingga lumayan bisa menghemat kadang beli abon dan
mie instan yang penting aku bisa kuliah. Sebelum berangkat ke
kampus aku sudah memasak nasi dan abon satu bungkus yang
cukup untuk satu minggu. Hal ini terjadi hampir setiap hari,
namun aku lakukan dengan ikhlas dan sabar karena melihat
senyum orangtuaku membuat aku bahagia. Dua tahun lamanya
aku lalui sampai akhirnya tahun 2004 Aku lulus D2 PGSD dengan
predikat sangat memuaskan. Lulus D2 aku mengabdi di salah
satu sekolah dasar sebagai tenaga honorer berbekal ijazah D2 aku
melamar CPNS namun Allah belum mengizinkan aku lulus CPNS.
Tahun 2005 Aku bertemu dengan pujaan hati dan akhirnya
kami menikah, kehidupan kami cukup bahagia, kami mempunyai
visi isi yang sama untuk membangun rumah tangga yang bahagia
dengan berjuang bersama. Tak lama menikah, aku hamil anak
pertama. Dalam kondisi hamil, aku terus mengajar sebagai
tenaga honorer hal itu aku lakukan terus dengan ikhlas walau
taka da bayaran yang kuterima, namun aku terus mengajar setiap

171
~ Jangan Gagal Move On ~

hari. Melihat perjuanganku yang tak patah semangat, suamiku


meminta aku untuk melanjutkan lagi kuliah lagi SI PGSD
dengan harapan semoga dengan pendidikan yang lebih tinggi
kesempatan untuk menjadi CPNS bisa tercapai. Awalnya aku
tidak mau, namun dengan perlahan aku menyanggupi keinginan
suamiku untuk aku kuliah lagi. Tepat tanggal 29 Maret aku
melahirkan putra pertamaku yang sangat gagah. Cuma 3 seminggu
aku beristirahat, aku langsung melaksanakan tugas lagi untuk
mengajar, karena anak didikku selalu datang bahwa mereka ingin
aku segera mengajar lagi. Aku berangkat pagi setelah mengurus
anakku dan kembali pada jam istirahat untuk memberi Asi pada
anakku dan kembali lagi ke sekolah. Hal ini terus aku jalani,
alhamdulillah anakku tidak rewel.
Genap usia putraku 8 bulan, aku mendaftar SI PGSD UPI di
bandung, putraku aku titipkan pada Ibu karena aku harus tes di
Bandung, menahan sakit sampai panas dingin karena Asiku cukup
banyak. Aku mengikuti rangkaian tes dengan lancer. Setelah
selesai aku pulang dengan kondisi yang sakit karena menahan
bengkak di payudara karena Asiku tidak keluar. Seminggu
berlalu, pengumuman tes UPI keluar di Koran, Alhamdulillah
namaku tercatat sebagai peserta yang lulus. Aku beritahu kabar
ini pada orangtuaku dan mereka bangga. Melihat senyum mereka
membuat aku semangat belajar meraih mimpi.
Tanpa berhenti mengajar, setiap senin sampai rabu aku
kuliah dengan membawa kendaraan motor sendiri. Kadang aku
pulang sehabis maghrib itu aku jalani dengan sabar. Aku dan
suami bahu membahu untuk biaya anak dan juga kuliah namun,
Alhamdulillah Allah selalu mencukupkan kebutuhan kami

172
Petir Berpelangi

sehingga biaya kuliahku tak pernah minta sama orang tua, kami
berusaha sendiri sebisa kami.
Dua tahun aku menjalani kuliah sambil ngurus anak, ngajar
aku jalani dengan sabar, banyak omongan orang yang kadang
membuat aku patah semangat “buat apa perempuan sekolah
tinggi-tinggi ujung-ujungnya juga ke dapur” ada lagi “Hujan-
hujan ngajar, digaji berapa sih, honor ga berhenti-berhenti,
mending tidur di rumah” “anak Marno mana bisa jadi orang, ga
ada sejarahnya” kata-kata mereka aku jadikan cambuk untuk
terus berjuang membuktikan kalau aku bisa menjadi apa yang aku
impikan. Sakit, panas telinga namun orang tua, suami dan anakku
yang membuat aku jadi kuat tak mau menyerah.Tahun 2008
aku lulus SI PGSD dengan nilai yang baik. Aku terus mengabdi
tak memperdulikan omongan orang. Aku yakin bahwa kelak
Allah akan memberiku imbalan yang lebih. Saat ini aku sedang
menabung untuk kelak mengambil hasilnya, itulah kata-kata
semangat dari aku untuk diriku sendiri. Dan tahun 2009 aku ikut
tes CPNS dengan mendaftar di dua tempat kota dan kabupaten
Serang karena pada waktu itu boleh mendaftar lebih dari satu.
Kedua lamaranku mendapatkan balasan dan aku memiliki dua
kartu peserta di kota dan di kabupaten serang. Aku bingung mana
tempat yang akan aku ambil mengingat tesnya berbarengan jadi
aku harus memilih satu diantara dua tempat. Basmallah akhirnya
aku memilih di Kota Serang karena beberapa kali aku ikut tes di
Kabupaten selalu gagal dan aku memutuskan untuk merubah
haluan dengan harapan berhijrah ke tempat baru akan memberi
harapan baru. Dengan langkah mantap aku ikut tes, berbekal
doa suami, orang tua, anak dan saudara aku mampu melalui tes
dengan lancar. Lebih kurang 2 minggu setelah tes, pengumuman

173
~ Jangan Gagal Move On ~

dimuat dikoran satu persatu kulihat nama-nama peserta yang


lulus tepat diurutan 11 aku LULUS, menangis bahagia akhirnya
aku lulus sebagai CPNS Kota Serang, Alhamdulillah. Setelah
dinyatakan lulus, pemberkasan dilakukan untuk melengkapi
administrasi, setelah seminggu, pemberkasanpun selesai. Sebulan
berlalu SK penempatan keluar dan tugas pertamaku di SD yang
cukup jauh yaitu sebuah SD yang dekat dengan Pelabuhan. Di SD
ini aku bertemu dengan guru dan juga anak-anak yang berasal
dari luar pulau karena, mereka memiliki karakteristik yang
berbeda. Namun aku mampu beradaptasi dengan mereka dan
Alhamdulillah mereka meneraimaku dengan baik. Aku mulai
mengabdi di sekolah ini. Setelah lima tahun lamanya aku mengajar
aku merasa ingin kompetensiku bertambah, aku mengutarakan
keinginanku untuk kuliah lagi. Alhamdulillah kepala sekolah
mengizinkan walaupun ada pro dan kontra diantara teman
sejawat, namun aku terus melangkah. Tahun 2015 aku mencoba
untuk mendaftar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI) dan Alhamdulillah dari ribuan peserta yang
mendaftar aku diberikan keberuntungan, aku lulus tes dan mulai
kuliah di sekolah Pascasarjanaa (SPs) UPI. Bermodal nekat karena
ingin meningkatkan kompetensi, aku kuliah dengan biaya sendiri
(Non Beasiswa) aku hanya mengandalkan uang sertifikasi. Biaya
kuliah S2 tidaklah sedikit, ada rasa khawatir dalam hati takut
biayanya kurang. Namun satu keyakinan yang terpatri dalam
jiwaku bahwa mencari ilmu itu hukumnya wajib, maka Allah yang
maha kuasa pasti akan memberikan aku jalan untuk aku terus
kuliah dengan biaya sendiri.
Berbekal keyakinan itu, benar saja dua tahun lamanya aku
kuliah kesulitan keuangan pasti ada namun selalu ada jalan yang

174
Petir Berpelangi

Allah berikan hingga semua biaya kuliah dan keperluan sehari-


hari terpenuhi dengan baik.
Tahun 2017 aku dinyatakan lulus dengan nilai yang sangat
tidak disangka-sangka. Perjuangan menyelesaikan kuliah sambil
bekerja merupakan tantangan yang luar biasa, di hari Wisudaku,
ayahku yang sedang sakit struk datang menyaksikan anaknya
berhasil menyelesaikan kuliah S2 nya. Dengan mata berkaca-
kaca ayahku ingin mengungkapkan sesuatu namun, tidak ada
sedikitpun kata-kata yang mampu Ia keluarkan karena penyakit
struk menyebabkan pita suaranya tidak berfungsi. Namun aku
tahu, Ia sangat bahagia melihat pencapaianku sampai sejauh ini.
Terimakasih ayah… karena perjuanganmu hingga akhirnya aku
sampai bisa melangkah sejauh ini. Suara sumbang dari orang
sekitar yang hampir mematahkan semangatku, kini terdengar
lirih seperti nyanyian yang mendayu indah. Anak Marno kini jadi
contoh yang nyata tentang arti pengorbanan dan capaian yang luar
biasa. Diremehkan, dihinakan tetap maju kini si hina menjadi
berdaya guna. Terimakasih Ayah, Ibu, cinta dan terimakasihku
takkan lekang dimakan waktu.
Lulus S2 aku didaulat untuk ikut lomba guru berprestasi,
satu tantangan yang datang menghampiri dan aku tidak mau
melewatkannya. Akupun ikuti perintah atasan untuk bisa ikut
lomba tersebut. Berbagai persyaratan aku lengkapi termasuk
sertifikat dan piagam yang aku miliki aku buat portofolio. Satu
persyaratan yang aku kurang yakin karena aku baru mendengarnya
“Karya Tulis Ilmiah berupa Best Practice” seperti apa bentuknya
aku belum faham. Googling mencari info kesana kemari, namun
belum juga aku puas dengan hasilnya karena aku ingin bertanya

175
~ Jangan Gagal Move On ~

langsung kepada ahlinya. Teringat teman Facebook (FB) yang


sering mengadakan pelatihan iseng aku bertanya tentang
pelatihan Best Practice dan ternyata betul di yayasan miliknya akan
mengadakan pelatihan tersebut. Tak pikir panjang langsung aku
mendaftar sebagai peserta pelatihan. Pendidik Indonesia Pelopor
Perubahan (PIPP) merupakan lembaga diklat berpusat di Bogor
dengan CEO bu Nina Krisna Ramdhani sosok wanita tangguh
yang memiliki niat mulia membantu para guru meningkatkan
kompetensi melalui pelatihan-pelatihan. Hari yang ditunggu
datang. Tak sabar menyimak pemaparan para ahli tentang Best
Practice di PIPP, bersama suami, aku berangkat malam dengan
membawa kendaraan tua tahun 70an, dengan sesekali berhenti
untuk mendinginkan mesin mobil dan juga istirahat sebelum
melanjutkan perjalanan. Setelah dirasa cukup istirahat, kami
melanjutkan perjalanan menuju Bogor, karena baru pertama
kali kami cukup kesulitan untuk menemukan kantor Disdik
Bogor yang merupakan tempat pelatihan, setelah muter-muter
tempat yang dicaripun ketemu juga. Waktu menunjukkan pukul
04.00 kala itu masih sepi, kamipun singgah di sebuah masjid di
Bogor untuk salat subuh dan menumpang membersihkan diri
untuk persiapan mengikuti pelatihan. Sungguh perjuangan demi
memperoleh ilmu, ini aku lakukan karena keinginanku yang
tidak ingin menjadi pendidik yang biasa, namun aku berupaya
untuk menjadi pendidik yang berdaya guna demi pendidikan
yang lebih maju. Tepat pukul 07.00 aku langsung datang ke aula
Disdik Bogor dan disambut baik oleh CEO yang baik hati. Ibu
Nina yang sangat menginspirasi. Yang ditunggu tiba akhirnya aku
menyimak langsung tentang bagaimana membuat KTI berupa
Best Practice. Dijelaskan sampai mendetail hingga aku paham dan

176
Petir Berpelangi

siap diaplikasikan di tempat kerjaku. Alhamdulillah tak sia-sia


berangkat malam, tidur di mobil, singgah di masjid, perjuangan
demi mendapat ilmu yang takkan aku lupa sampai kapanpun.
Berbekal ilmu yang didapat, aku pulang dan langsung membuat
Best Practice dengan arahan dari narasumber. Best Practice untuk
lomba siap, aku dengan percaya diri memaparkan best practice ku
dan melampirkan semua persyaratan serta rangkaian tes yang lain.
Dan…akhirnya aku dinyatakan juara I Guru Berprestasi tingkat
kota serang dan menjadi perwakilan kota serang ke Provinsi. Lelah
dan perjuangan terbayar dengan manis dengan memperoleh juara
I. Sejak aku mengikuti pelatihan Menulis Best Practice, setiap
kali PIPP mengadakan pelatihan aku tak pernah absen mengikuti
pelatihannya, dan sampai suatu saat aku diberi amanah untuk
menjadi ketua PIPP Pengwil Banten, mendapat amanah itu aku
menyambutnya dengan baik dan tak lupa aku membawa kabar
baik ini ke pak Wakil Ketua PGRI Prov. Banten. Beliau menyambut
dengan baik niatan tersebut dan beliau bersedia menjadi wakil
Ketua PIPP Pengwil Banten, mengingat jabatan beliau yang
sangat banyak dan dengan alasan kaderisasi beliau ingin aku jadi
ketuanya, akupun menyanggupi amanah tersebut.
Berbekal sebagai guru prestasi, aku disodorkan tawaran untuk
menjadi kepala sekolah. Ayahku selalu berpesan “jika ada tawaran
yang datang dan sekiranya itu positif, maka ambil saja, karena
kesempatan tidak akan datang dua kali” maka aku ambil tawaran
tersebut dan akupun mulai melakukan pemberkasan. Tanpa
sengaja sekolah tempatku bertugas kepala sekolahnya menjelang
pensiun, maka untuk mengisi kekosongan tersebut, aku ditunjuk
oleh Dinas untuk menjadi Plt. Kepala sekolah di sekolah tersebut.
Sebagai guru yang masih muda hal ini menjadi tantangan yang

177
~ Jangan Gagal Move On ~

cukup berat, karena banyak senior di sekolah ini, namun aku


tak ingin hal ini menghentikan langkahku aku ambil amanah ini
sambil belajar, semoga aku bisa mengemban amanah ini dengan
baik. Terimakasih Ayah, Ibu, Suami, putra-putriku, dan PIPP yang
telah mengajari saya banyak hal. Jayalah terus PIPP bersamamu
kini ku berdaya guna.

178
Petir Berpelangi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

SUPSSUPRIYATI lahir di kota Serang-


Banten tanggal 01 Januari 1982
dari pasangan suami istri, Bapak
Sumarna dan Ibu Joherah. Penulis
merupakan sosok perempuan yang
memiliki semangat yang tinggi untuk
mewujudkan cita-cita mulianya menjadi
pendidik yang mampu mendidik dan
menjadi pribadi yang Sukses Mulia.
Pada tahun 2005, Yati begitu sapaan
akrab dari perempuan asal kota “Rabeg”
ini menikah dengan Toni Harto Saputro
dan dikaruniai satu orang putra bernama Ario Putro Utomo dan satu orang
putri bernama Gea Rizkiani Nadzira Putri, yang alhamdulillah mereka
sangat mendukung keinginan sang Bunda untuk mencapai cita-citanya.
Pendidikan yang ditempuh yaitu SDN Kadugenep-Petir lulus tahun 1995,
SMP N I Petir lulus tahun 1998, SMU I Petir lulus tahun 2001, D2 PGSD
UPI Serang lulus tahun 2004, SI PGSD UPI Kampus Serang lulus tahun
2008 dan tahun 2015 mengikuti program pascasarjana UPI dan lulus pada
tahun 2017. Pada tahun 2010 penulis menjadi PNS di lingkungan dinas
pendidikan Kota Serang tepatnya di SDN Karangantu, Serang-Banten
dan pada tahun 2014 Penulis mutasi kerja ke SDN Neglasari Kota Serang-
Banten dan pada tahun 2019 menjadi Plt. Kepala sekolah sampai dengan
sekarang.

179
15
SI MUNGIL YANG TENGIL
Oleh : Rina Kurnia

Aduh Tanganku Terinjak !


35 tahun yang lalu kira-kita tahun 1984 saat itu usia Nia
sekitar 7 tahunan, dengan perawakan kurus, berkulit putih,
berambut lurus dan berponi. Saat itu Nia duduk di kelas 1 SD.
Sementara adiknya belum sekolah ia masih berusia 3 tahun,
perbedaan usia mereka sekitar 4 tahunan. Mereka tinggal di
rumah panggung yang berdinding bilik yang terbuat dari bamboo
dan berlantai kayu. Mereka tinggal di sebuah desa bernama Desa
Sukajaya, Kecamatan Sumedang Selatan Jawa Barat. Mereka
hidup sangat bahagia walaupun rumah mereka sangat sederhana
jauh dari kemewahan dunia. Mereka keluarga yang hangat penuh
cinta dan canda tawa di dalamnya. Sebagai anak-anak seperti biasa
mereka berdua sering menghabiskan waktu untuk bermain baik
di sekitar rumah maupun di luar rumah. Mereka anak-anak yang

180
Si Mungil yang Tengil

memiliki rasa keingintahuan yang sangat besar. Saat itu belum ada
HP, setiap hari mereka bereksplorasi menyusuri perkampungan di
desanya. Aktivitas fisiknya terus bergerak memanfaatkan apa saja
yang mereka temukan. Tidak perlu mainan mahal yang banyak
mengeluarkan uang untuk membuat mereka bahagia. Bahkan
ketika bermain mereka sering memanfaatkan kolong rumah
yang lumayan luas untuk bermain. Di sana banyak permainan
yang bisa mereka buat, seperti memburu undur-undur, membuat
lubang undur-undur, bahkan saking kreatifnya mereka kadang
memanfaatkan air pipisnya untuk membuat suatu bentuk benda.
Memang terdengarnya jorok, tapi itulah anak-anak, ide kreatifnya
muncul begitu saja. Tentu masih banyak permainan yang sangat
mengasikkan selain bermain tanah, seperti masak-masakan,
petak umpet, galasin, congklak, petok lele, bedil-bedilan dari
pelepah pisang, bermain sepeda, beburu ikan di kali, memanjat
pohon, main di kebun pisang, main karet, dan masih banyak lagi
permainan yang tak pernah mereka lewatkan.
Sebagai anak pertama dari orang tuanya dan sekaligus sebagai
kakak, Nia merasa bertanggung jawab terhadap adiknya. Dan
pastinya Nia sangat menyayangi adik perempuannya yang semata
wayang itu. Kemana pun Nia bermain, pasti adiknya diajak.
Hampir tak pernah Nia main sendirian.
Sekitar pukul 2 siang mereka bermain ke tempat orang
yang sedang mengadakan pesta pernikahan. Dalam adat Sunda
prosesi pernikahan itu biasa dilakukan saweran pengantin yaitu
menyawer pengantin dengan uang, beras, dan permen.
“Dek, kita ikutan mungutin duit yu?”
“Hayu..dimana teh?”

181
~ Jangan Gagal Move On ~

“Itu di tempat tetangga kita yang sedang pesta pernikahan”


“Oh..Mungutin uang saweran teh?,”
“ya … hayu..”
“Lumayan kan, kalau dapat kita bisa jajan.” Dengan hati
berbinar-binar kegirangan adik Nia menjawab“Ya teh, pasti kita
dapat uang banyak.”
“pulang nya langsung kita jajan ya teh?”Ya jawab Nia, dengan
penuh keyakinan Nia mengatakan” tenang aja…nanti pasti adek
eteh beliin apa yang adek mau ya?” doain eteh biar dapet duitnya
banyak.” Wajah adiknya terlihat sumringah bahagia. Matanya
berbinar dan hidungnya terlihat mengembang.
Mereka pun bergegas menuju tempat pesta pernikahan
tersebut. Nia menggendong adiknya dengan hati bahagia penuh
harapan. Dengan langkah yang mantap diringi lantunan lagu
penyemangat walaupun lagunya hanya “Hem..hmmm..hmmm”.
Tak lama kemudian mereka tiba di tempat pesta pernikahan.
“Wah…banyak sekali orang di sini teh” adiknya sambil menatap
Nia. “Ya iya lah dek ini kan tempat pesta pernikahan” sahut Nia.
“Teh itu pengantinya!” Adik Nina sambil menunjuk kea rah
pengantin yang sedang duduk berdua. Nina pun menolehkan
pandangannya sambil mengatakan “ya Dek.” “Cantik ya teh, aku
mau ah jadi pengantin biar cantik kaya gitu..”Sahut adik Nia.
“Yan anti kalau adek sudah dewasa ya, Adek boleh jadi pengantin,
sekarang belum saatnya, karena kita masih kecil.”Sahut Nia.
Tampak di belakang pengantin telah berkerumun warga atau
orang – orang yang mencoba peruntungan mendapatkan uang
saweran. Nia menyuruh adiknya menunggu di tempat yang agak

182
Si Mungil yang Tengil

jauh dari kerumunan, supaya aman. “Kamu tunggu di sini yang


Dek, jangan pergi kemana-mana ya, tunggu eteh datang bawa
uang untuk kamu.” Dengan antusias penuh ekspresi yang sangat
meyakinkan adiknya. “Eteh mau mungutin uang dulu ya,” “ya teh.”
Jawab adik Nia. Adik Nia pun duduk sambil matanya fokus tertuju
kepada kakaknya. Dengan harapan kakaknya kembali dengan
membawa uang buat jajan.
Tidak menunggu lama, Nia pun berusaha menerobos masuk
ke dalam kerumunan orang-orang tersebut, Alhamdulillah,
akhirnya dengan usaha kerasnya Nia pun menjadi bagian dari
mereka. Adik Nia sangat senang melihat kakaknya sudah berada
di sana. Sambil menyambut lambaian tangan Nia, adiknya sangat
optimis kakaknya akan berhasil.
Matahari yang bersinar terik, tidak menyurutkan semangat.
Semua orang bersiap-siap dengan tangannya untuk menangkap
uang saweran. Suara sindenpun mulai terdengar menyanyikan
lagu Sunda yang begitu merdu membuat takjub siapapun yang
mendengarnya. Perlahan-lahan beras mulai ditaburkan kepada
pengantin. Wurrr…..wurr….orang-orang banyak yang tertipu
dikira uang sudah ditaburkan..sontak orang-orang saling
berebut. Setelah itu sinden bersenandung lagi dan disambut
dengan taburan permen kepada para penonton…sontak para
penonton pun bergemuruh berebut mendapatkan permen.
Tak terkecuali Nia,. Alhamdulillah Nia pun dapat satu permen.
“Alhamdulillah, permen ini untuk adikku, pasti dia senang.”
Gumam Nia. Kemudian sinden pun melanjutkan lantunan lagu
Sunda berikutnya…Nah ini yang sangat ditunggu-tunggu para
penonton saweran yang ke tiga. Tiba-tiba Wurrrr….wurr…uang

183
~ Jangan Gagal Move On ~

recehan 5 perak, 10 perak, 25 perak, 50 perak, dan 100 perak


mulai ditaburkan kepada para penonton yang hadir. Sontak
suasana berubah menjadi ricuh tak karuan. Semua orang berebut
ingin mendapatkan uang. Dengan bercucuran peluh Nia berusaha
keras untuk mendapatkan uang itu, karena dia sudah janji
kepada adiknya mau membeli jajanan. Setiap taburan uang yang
ditaburkan oleh ibu hajat, tidak ada satu pun koin yang berhasil
Nia tangkap. Tapi Nia tak patah semangat, Nia pun terus berjuang
menyusuri setiap pojok tanah diantara kaki-kaki para penonton,
karena kebanyakan dari mereka adalah orang dewasa. Nia terlihat
begitu kesulitan untuk meraih setiap koin yang ditaburkan. Nia
terlihat mulai putus asa karena tidak juga berhasil meraih uang
saweran tersebut. “Ya Allah kalau begini caranya, bagaimana aku
bisa memenuhi janjiku kepada adikku”gumam Nia dalam hati.
Tiba-tiba ada uang koin kecil melayang ke arahnya, dan Nia pun
menyambut dengan suka cita. “Akhirnya saat yang kutunggu-
tunggu tiba juga”, dengan hati yang sangat bahagia, Gep koin itu
Nia raih di tanah dan dia tahan dengan tangannya erat-erat agar
tidak seorang pun yang dapat merebutnya. Nina pun membuka
matanya untuk melihat berapa nilai uang yang didapatkannya.
Ternyata koin senilai Rp 25. Betapa gembiranya hati Nia sambil
membayangkan kalau dia dan adiknya bisa membeli banyak
makanan dengan uang itu Bagi Nia dan adiknya koin-koin itu
sangat berharga karena mereka sangat jarang diberi uang jajan
oleh orang tuanya. Tiba-tiba datang sosok bayangan tinggi besar
menghampirinya, tak sadar tangan Nia pun terinjak. Nia pun
berteriak” Aduh..tanganku terinjak!” Ternyata seorang ibu yang
menginjak tangannya dan berusaha membuka tangan mungilnya
yang masih berada di tanah. Nia berusaha mempertahankannya

184
Si Mungil yang Tengil

dengan sekuat tenaga. Tetapi perlahan-lahan jari-jari mungilnya


satu persatu tersingkap dengan mudah karena tenaganya tidak
sanggup menahan kekuatan besar yang datang. Dan akhirnya Nia
pun tak kuasa mempertahankan uang itu lagi, karena tenaga ibu
itu jauh lebih kuat dari tangan mungilnya. Dan gep uang koin itu
berpindah pada ibu tersebut.
Nia pun sangat sedih dan menangis, kok teganya orang itu
mengambil sesuatu yang sudah nyaris menjadi miliknya. Nia
menyesalkan kenapa uang yang sudah berada ditangannya tiba-
tiba bisa diraih oleh orang lain. Nia sudah berjuang keras tapi tidak
membuahkan hasil. Perlahan Nia berusaha berdiri menegakkan
badannya, dan saweran pun telah berakhir. Nia berjalan dengan
lesu dan lusuh menuju ke tempat dimana adiknya menunggu.
Adiknya sangat bahagia melihat Nia sudah keluar dari
kerumunan, “Teteh…!!!...” Adik Nia memanggil dengan antusias
dan penuh ekspresi bahagia. Dengan perlahan Nia menghampiri
adiknya sambil menggaruk kepala, Mengelap keringat, diam
tidak berkata apapun dan tatapan muka kecewa. “Teh…mana
uangnya?” “Kita jadi jajan kan teh” sambung adiknya. Tidak
ada kata-kata yang keluar dari mulut Nia sambil menyodorkan
sebuah permen kepada adiknya. “Nih dek.” Sambil memandangi
wajah adiknya dengan tetesan air mata. “Kenapa menangis teh?”
Tanya adiknya. Nia tidak menjawab hanya menggelengkan kepala.
Sambil lirih Nia berkata “Jajannya permen ini aja ya dek,” “kenapa
teteh menangis?” sahut adiknya. “Teteh sudah bikin adek kecewa,
teteh ga bisa dapetin uang itu dek. Teteh ga bisa penuhin janji mau
ngajak kamu jajan”

185
~ Jangan Gagal Move On ~

Nia pun menceritakan apa yang dialaminya selama berada


dalam kerumunan kepada Adiknya dengan detail. Adiknya pun
ikut bersedih atas apa yang telah menimpa Nia. “Ya udah ga apa-
apa teh, kita makan permen ini aja ya,” permen itu dipotek oleh
adiknya dan diberikan pada Nia separuh, jadi mereka makan
permen 1 dibagi dua. Sambil menghisap permen mereka saling
memandangi dan melepas senyuman. “Yuk Teh kita pulang aja,”
“Teh, ga usah sedih, nanti aja jajannya kalau kita dah punya uang
ya,”sambil menghibur hati Nia yang sedang sedih. Untuk menebus
rasa bersalah, Nia menggendong adiknya pulang ke rumah. Dan
selama dalam perjalanan mereka kembali tertawa dan seolah-olah
tidak pernah terjadi apa-apa.
Sampai di rumah, “Assalamualaikum” keluarlah seorang ibu
paruh baya berperawakan langsing.“Waalaikumsalam, dari mana
aja kalian, gini hari belum makan siang..”Dengan nada khawatir
ibu Nia mengajak anak-anaknya masuk dan mandi karena terlihat
kotor. Tak lama kemudian Nia dan adiknya pun terlihat sudah
bersih dan duduk di lantai dengan perut keroncongan. Khawatir
anaknya lapar ibu Nina pun menyodorkan makanan. “ayok makan
nak, pasti kalian sangat lapar!” “ya mak..“ sahut Nia. Tak sabar
Nia ingin menceritakan kejadian yang telah mereka alami. Sambil
menyendok nasi Nia pun menceritakan pengalamannya kepada
ibunya. Nia menceritakan sambil geli tertawa menertawakan
perebutan uang koin. Padahal sebelumnya dia menangis. Ibunya
pun tersenyum dan berkata “Kalau bukan rezki kita, jangankan
yang sudah berada di tangan kita, yang sudah berada di dalam
mulut kita pun tidak akan sampai ke perut. Maka bersabarlah.
Itu bagian dari ujian kehidupan. Sesungguhnya apa yang baik
menurut kita belum tentu baik di mata Allah.” Sambil merogoh

186
Si Mungil yang Tengil

saku bajunya. Tak disangka ibunya menyodorkan 2 koin yang


masing-masing senilai Rp 25 ibu Nina pun memberikan koin-koin
tersebut kepada kedua anaknya. “Ni buat kakak dan ini buat adik.”
Dengan senyum penuh kasih sayang. “Ini rejeki dari Allah atas
usaha kerasmu tadi.” “Wah…! Bener ni bu…jarang-jarang ibu
ngasih kita uang..ha…ha..ha…” Mereka sangat gembira. Sambil
dipeluk ibunya erat-erat. “Terimakasih banyak mak…” Kita
sayang…Emak.”
Saling menatap bahagia kakak adik itu berpelukan untuk
meluapkan kebahagiaan. “Dek, kalau tahu emak mau ngasih kita
uang ngapain kita susah payah nyamperin acara pernikahan itu
ya,” “ ha..ha..ha.. bener juga ya kak.” Terdengar suara ibu “Ayo
habiskan makannya, makan tidak boleh sambil bicara ya.!” “Baik
mak,” jawab mereka berdua.

Mobil itu Nyala Tanpa Kunci


Saat itu usia Nia 10 tahun tepatnya Ia duduk di kelas 4 SD.
Hampir setiap hari Nia mengamati mobil truk besar berwarna
hitam dengan bak terbuka dan sedikit butut yang biasa diparkir di
depan rumahnya. Mobil itu biasa digunakan untuk mengangkut
kayu dari hutan ke pabrik kertas yang sangat jauh dari rumahnya.
Pernah suatu hari Nia dibawa oleh abang supirnya jalan-jalan
berkeliling kampong menaiki mobil tersebut. Dan Nia merasa
sangat senang bisa merasakan berada di dalam mobil tersebut
dan melihat pemandangan di sekitar desa nya yang begitu indah.
Sambil menikmati perjalanan Nia sesekali memperhatikan
bagaimana abang supir membawa mobil tersebut, dari mulai
stater, injak kopling, gas, dan rem. Nia merasa takjub kepada

187
~ Jangan Gagal Move On ~

abang supir yang bisa menyetir mobil. Pokoknya masa itu bagi Nia
bisa membawa mobil adalah sesuatu yang sangat keren.
Sore itu pulang sekolah sekitar pukul 4 sore, rasa penasaran
Nia semakin menjadi, akhirnya Ia memutuskan untuk mendekati
mobil tersebut dan mencoba menyelinap masuk ke dalam mobil
tersebut. Sambil melihat ke kanan dan ke kiri perlahan-lahan Nia
berusaha mebuka pintu mobil tersebut. Betapa terkejutnya Nina
ternyata mobil tersebut tidak dikunci jadi dengan mudah Nia
membukanya. “Wah..asyik nih aku bisa masuk mobil ini dengan
mudah” gumam Nia. Setelah sampai di dalam, Nia mecoba-coba
mengotak-ngatik sambil mengingat-ingat bagaimana si abang
supir mengendarai mobil tersebut. Sejenak Nia pun berfikir
keras “Bagaimana ya menyalakan mobil ini?”di dalam mobil itu
Nia bermain-main seolah-olah Ia adalah abang supir. Nia pun
praktikan cara menyetir mobil seperti si abang supir dengan suara
mulutku berpura-berpura-pura menstater dan memutar-mutar
stang mobil. “Cekes..kes..kes.. brum..brum…ngeeeng…”sambil
bermain menjalankan mobil tersebut, tiba-tiba Nia melihat ada
kabel kecil yang terputus yang tergantung dibawah stang mobil
berwarna merah dan biru, “ Duh aku penasaran ni..itu kabel
apa ya?” sambil berfikir keras. Nia perlahan-lahan berusaha
memegang kabel tersebut, sambil khawatir kesetrum. Eh ternyata
kabel tersebut tidak berbahaya. Karena rasa ingin tahunya
yang besar, Nia penasaran “ kalau kabel ini aku sambung apa
yang terjadi ya?” Nia pun aku ragu untuk menyambungkannya.
Akhirnya Ia menepis keraguannya dan tiba-tiba Ia gabungkan
kedua kabel tersebut menjadi satu. Ternyata apa yang terjadi…
mobil itu tiba-tiba menyala…Wah..betapa terkejutnya Nia…
saking kagetnya Nia bingung dan ketakutan. Takut dimarahin

188
Si Mungil yang Tengil

pak supir dan takut mobil itu berjalan sendiri. sambil menangis
dan meminta tolong. “Bang supir …!!! mobilnya nyala sendiri!!!
Tolong bang !!! saya takut mobilnya jalan..” sambil ketakutan juga
ketakutan kalau abang supir itu akan memarahinya. Tak lama
kemudian abang supir pun menghampirinya yang sedang shook.
Kenapa Dek…Ini bang mobilnya nyala…emang adek apain?...
Saya cuma nyambungin kabel yang ada dibawah stang mobil
bang..”Wah..kamu ini pinter sekali ya, padahal dari tadi malam
mobil ini mogok ga bisa distater. Eh ternyata sama kamu bisa.
Makasih ya Dek.”Aku fikir abang supir itu akan memarahiku, ini
malah terbalik jadi memujiku.” Dengan hati sumringah Nia pun
merasa tersanjung. “Wah keren juga ya, Cuma menyambungkan
kabel mobil bisa nyala.” Gumam Nia.
Dan ternyata dua kabel yang menggantung di bawah stang itu
adalah kabel kunci untuk menyalakan mobil, bukan pakai kunci
mobil pada umumnya. Maklumlah mobilnya sudah tua. “Ya sudah
sekarang abang ajari Adek tuk bawa mobil mau ga?” Wah…Nia
jadi membayangkan betapa bahagianya jika Ia bisa nyetir mobil.
“ Mau bang” jawabnya. Ya udah sekarang masuk mobil dan kita
jalan ke jalan besar ya…”Ya bang” jawab Nia dengan semangat dan
hati yang berbunga-bunga. “Yes! Akhirnya kesampean juga nih.”
Kami pun pergi ke jalan besar. Karena kami berada di
pedesaan, suasana jalannya pun sepi dan sangat jarang mobil yang
lewat.
Moment yang sangat Nia tunggu-tunggu akhirnya datang juga.
Nia diajari cara menstater, menginjak kopling, menginjak gas, dan
menginjak rem. Dengan modal rasa penasaran dan keberanian,
akhirnya hari itu juga Nia bisa membawa mobil dengan bimbingan

189
~ Jangan Gagal Move On ~

abang supir. “Wah.. perasaanku hari ini sangat bahagia dan sangat
berkesan, karena impianku menyetir mobil bisa terwujud.”
Untuk meyakinkan kemampuannya akhirnya dengan rasa
pede besoknya Nia meminta izin pada pak supir untuk membawa
mobil itu ke pasar yang tidak jauh dari rumahnya. “Bang boleh
tidak saya coba bawa ke pasar mobil ini?” Tanya Nia kepada abang
supir. “Boleh-boleh” jawab abang supir sambil mengerutkan
dahinya dan matanya terlihat bahwa dia sedang berfikir. “Boleh,
tapi hati-hati ya” Bang supir menegaskan lagi. “Ya bang.” Sahut
Nia.
Dengan hati deg-degan Nia pun memberanikan diri untuk
mencoba membawa mobil itu sendirian tanpa bimbingan abang
supir. Sambil mengingat-ingat apa yang diajarkan oleh abang supir
Nia mulai menstater mobil tersebut. “Bismillahirrohmanirrohiim”
Nia menjalankan mobil tersebut. Dengan rasa bangga dan
percaya diri Nia menikmati perjalanannya, sambil melambaikan
tangannya kearah temannya yang Ia jumpai di jalan. “Dah…”
dalam hatinya selalu berkata “ Yes aku bisa..yes aku bisa.!” Detik-
detik akan sampai ke pasar, tiba-tiba apa yang terjadi, karena
Nia baru bisa menyetir, ban belakang samping kanan mobilnya
terperosok ke selokan dekat. Akhirnya…”Abang supir…!!!” Nia
menangis sambil meminta tolong.
Nia pun keluar dari mobil dan berusaha memberhentikan
setiap mobil truk yang melintasi jalan, selang 30 menit belum
juga bertemu dengan orang yang bersedia menolongnya.
Akhirnya Dia berusaha mencari alat untuk mendongkrak ban
mobil dengan membuka box yang ada di dalam mobil sambil
kebingungan benda yang mana yang bisa ban menyelesaikan

190
Si Mungil yang Tengil

masalahnya. Sambil mengela-ngelap keringatnya, Nia berusaha


turun masuk ke selokan sambil mengotak-ngatik ban mobil yang
terperosok, tangan mungil dan tenaganya tak mampu membuat
ban mobil itu kembali.”Astaghfirullah, ya Allah tolong hambamu
ini” dalam hatinya seraya berdoa. Setelah itu Ia kembali lagi ke
selokan dengan niat berusaha mengungkit-ngukit ban mobil yang
tidak sebanding dengan badannya yang mungil. Nia pun kembali
menangis karena Ia membayangkan takut dimarahi abang supir
dan ibunya. Sambil berfikir keras bagaimana mencari jalan keluar,
Nia pun mulai lemah semangatya dan menyesal kenapa Dia
berani-beraninya membawa mobil itu sendirian padahal Dia baru
bisa menyetir mobil. Satu jam kemudian, datanglah seseorang
yang menghampirinya ternyata Ia adalah si Abang Supir yang
biasa membawa mobil tersebut. Betapa gembiranya hati Nia.
Sambil menangis “Bang maafin Nia ya, ban mobilnya terperosok
ke selokan Bang.” “Abang jangan marahin Nia ya Bang..” “Ga
papa Nia namanya juga belajar, abang juga kepikiran kamu terus
takut terjadi sesuatu, eh akhirnya bener kan..” sambil mencari alat
dongkrak. “Dah abang yang tangani, kamu tenang aja..” Sambil
berdiri di sisi selokan, Nia memperhatikan apa yang dilakukan
oleh abang supir.” Ya Allah betapa baiknya abang supir ini,
padahal aku sudah berbuat kesalah yang sangat besar.” Gumamnya
dalam hati. Akhirnya mobilnya berhasil kembali seperti biasa dan
mereka pun pulang.

Sinopsis
“Akhirnya saat yang kutunggu-tunggu tiba juga”, dengan
hati yang sangat bahagia, Gep koin itu Nia raih di tanah dan dia

191
~ Jangan Gagal Move On ~

tahan dengan tangannya erat-erat agar tidak seorang pun yang


dapat merebutnya. Nina pun membuka matanya untuk melihat
berapa nilai uang yang didapatkannya. Ternyata koin senilai Rp
25. Betapa gembiranya hati Nia sambil membayangkan kalau dia
dan adiknya bisa membeli banyak makanan dengan uang itu Bagi
Nia dan adiknya koin-koin itu sangat berharga karena mereka
sangat jarang diberi uang jajan oleh orang tuanya. Tiba-tiba datang
sosok bayangan tinggi besar menghampirinya, tak sadar tangan
Nia pun terinjak. Nia pun berteriak” Aduh..tanganku terinjak!”
Ternyata seorang ibu yang menginjak tangannya dan berusaha
membuka tangan mungilnya yang masih berada ditanah. Nia
berusaha mempertahankannya dengan sekuat tenaga. Tetapi
perlahan-lahan jari-jari mungilnya satu persatu tersingkap dengan
mudah karena tenaganya tidak sanggup menahan kekuatan besar
yang datang. Dan akhirnya Nia pun tak kuasa mempertahankan
uang itu lagi, karena tenaga ibu itu jauh lebih kuat dari tangan
mungilnya. Dan gep uang koin itu berpindah pada ibu tersebut.
menyala…Wah..betapa terkejutnya Nia…saking kagetnya Nia
bingung dan ketakutan.Cerita ini cocok dibaca oleh semua
kalangan, setelah membaca“ Duh aku penasaran ni..itu kabel
apa ya?” sambil berfikir keras. Nia perlahan-lahan berusaha
memegang kabel tersebut, sambil khawatir kesetrum. Eh ternyata
kabel tersebut tidak berbahaya. Karena rasa ingin tahunya
yang besar, Nia penasaran “ kalau kabel ini aku sambung apa
yang terjadi ya?” Nia pun aku ragu untuk menyambungkannya.
Akhirnya Ia menepis keraguannya dan tiba-tiba Ia gabungkan
kedua kabel tersebut menjadi satu. Ternyata apa yang terjadi…
mobil itu tiba-tiba cerita ini pembaca bisa mengambil nilai-nilai
positif dan terinspirasi bahwa sesuatu yang dilakukan dengan

192
Si Mungil yang Tengil

sungguh-sungguh akan membuahkan hasil. Dan jangan berkecil


hati atau kecewa ketika kita belum bisa meraih apa yang kita
inginkan. Sesungguhnya yang menurut kita baik, belum tentu baik
dimata Allah. Maka bersabarlah dan berusahalah.

193
Jangan Gagal Move On

PROFIL PENULIS

Rina Kurnia, S.Pd.I lahir di Kota


Tahu Sumedang Jawa Barat pada 26
September 1977. Dari sejak SD sampai
SMA penulis tumbuh dan berkembang
di kota minyak RIAU. Dan tamat SMAN
I Duri tahun 1996. Kembali ke kampung
halaman langsung terjun mengajar
di TPA. Setelah menikah tahun 2002
penulis mengajar di TK IT . Tahun 2013
penulis menyelesaikan S1 di STIT
INSIDA Jakarta. Alhamdulillah telah
dikaruniai 2 orang anak yang sulung sedang menempuh pendidikan di
SMKN I Cibinong Bogor, dan si bungsu sedang menempuh pendidikan di
Mahad Aisyah Umul Mukminin Boarding School Cijeruk Bogor. Kecintaan
penulis pada dunia pendidikan diawali dengan menjadi seorang guru
TK, dan sekarang sudah lebih dari 10 tahun sedang menikmati sebagai
guru SD di SDIT Mawaddah Depok. Di sini penulis merasa belum
terlihat bakat menulisnya, tapi tidak ada kamus terlambat dalam belajar.
Dalam kesempatan ini penulis benar-benar tertantang menulis untuk
menuangkan pengalamannya dalam bentuk tulisan. Jadi mohon maaf
tema yang diangkat oleh penulis di sini berbeda dengan teman-teman
yang lainnya. Judul-judul yang lainnya menceritakan tentang keseriusan
bagaimana perjuangan meniti karir menjadi seorang guru, tapi penulis
di sini mengangkat cerita keseruan di masa kecil. Bersyukur kepada
Allah karena telah dipertemukan dengan guru-guru hebat di forum ini.
Kesempatan ini adalah kali kedua penulis tergabung dalam antologi hasil
karya guru-guru hebat. Dan yang sebelumnya penulis tergabung dalam
buku kompilasi kisah inspiratif guru-guru hebat SDIT Mawaddah. Semoga
pengalaman demi pengalaman menjadikan penulis lebih baik lagi dalam
menghasilkan karya tulis. Aamiin

194
16
CAMP TEACH
Oleh: Irma Kartikasari

Kelahiran keempat
Aku adalah seorang wanita yang lahir pada tanggal 20 April
1983, di sebuah desa yang strategis, dengan kemudahan akses
ke pusat kesehatan, keamanan, pendidikan, s.d jual beli (pasar),
bagian dari kota yang penuh pesona alam dan sejarah, Bogor
Kota Hujan. Orangtuaku bekerja di bidang pendidikan, ibu
bekerja sebagai PNS di sekolah dasar, sedangkan bapakku bekerja
sebagai guru honor mata pelajaran keterampilan di SMP, mereka
dikaruniai 5 orang anak, 2 putra dan 3 putri, aku adalah anak
keempat. Aku dilahirkan menjelang perayaan Hari Ibu Kartini.
Ketika itu, ibuku sudah mempersiapkan diri dan membeli kebaya
cantik untuk mengikuti perayaan tersebut. Selama kehamilan
ibuku merasa baik-baik saja sehingga bermaksud tetap mengikuti
perayaan meski dengan perut besar. Namun bukan hanya ibu yang

195
~ Jangan Gagal Move On ~

ingin ada di momen Hari Kartini, dengan proses yang mudah aku
dilahirkan sehari sebelum perayaan tersebut. Kata ibu aku bayi
yang dilahirkan cukup besar dibandingkan anak-anaknya yang
lain.
Hal-hal merepotkan mulai muncul ketika aku mulai tumbuh
dan berkembang, sulit makan, badan kurus dan mudah sakit,
cengeng, dan seringkali melihat hal-hal ghaib. Aku seringkali
menyampaikannya kepada orangtuaku, aku melihat banyak
bayangan, dan lebih sering melihatnya ketika sakit. Aku merasa
semua bayangan itu ingin menarikku kedalam dunia mereka,
terkadang aku takut kehilangan diriku sendiri. Hal tersebut
mempengaruhi diriku, aku mengalami kesulitan dalam bergaul
dan bersikap. Aku memiliki sedikit teman, umumnya aku
memiliki pertemanan dari sekolah. Tetapi aku memiliki dua orang
sahabat, mereka adalah Tika dan Wida, kami bertiga bertetangga,
mereka sangat baik, memahami dan menerimaku apa adanya.
Dalam perjalanan persahabatan kami, banyak hal yang terjadi,
namun semua permasalahan atau kebodohan yang terjadi dapat
kami atasi dan menjadikan lebih saling memahami.
Selebihnya aku jarang sekali keluar rumah, aku seringkali
menghabiskan waktu didalam rumah, membuat prakarya dari
bahan-bahan bekas yang ada di rumah, kardus-kardus bekas,
kain sisa-sisa jahitan atau limbah kayu. Beberapa hasil karyaku
dijual oleh keponakanku ke teman-teman sekolahnya. Hasil karya
tersebut berupa notes book atau rumah boneka. Bahan rumah
boneka (BP) itu sangat murah dan sederhana, bahkan merupakan
sampah, yaitu kardus kotak makanan, kertas-kertas warna atau
kertas kado. Anak-anak menyukai hasil karyaku, aku membuat

196
Camp Teach

rumah boneka dengan gaya modern, inspirasi aku dapatkan


dengan melihat majalah atau acara televisi tentang model rumah
dan isinya.

Menjadi Guru TK
Setelah lulus SMA aku lulus tes SPMB fakultas Konservasi
Sumber Daya Hutan di IPB. Tetapi tidak dilanjutkan karena tidak
ada biaya, terutama ketika itu kedua kakakku sedang kuliah.
Setahun setelah kelulusan aku menghabiskan waktu di rumah.
Membantu ibuku mengurus rumah, memasak atau bersih-bersih.
Menginjak tahun kedua kelulusan SMA, bibiku yang seorang guru
SMP memberi tahu lowongan pekerjaan sebagai guru TK. Dengan
ijazah SMA aku melamar sebagai guru TK. Ada dua kelas A dan B,
aku mendampingi seorang guru di kelas B.
Pembelajaran di TK disampaikan melalui kegiatan
bermain, segala upaya yang dilakukan oleh guru adalah agar
mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Banyak
pembelajaran dan kenangan yang sangat berkesan selama menjadi
guru TK. Guru TK menurutku bertanggung jawab lebih dari
sekedar pendidik. Siswa yang tidak ditunggu oleh orangtua maka
guru TK lah yang harus mengurus s.d jam pulang sekolah. Ketika
jam istirahat, kami harus memeriksa apakah mereka membawa
makanan, memastikan mereka memakannya, terkadang kami
harus menyuapi. Bahkan ke kamar mandi pun jika siswa belum
bisa mengurus keperluan mereka, maka guru TK harus siap
membantu.

Kuliah di UPI Bandung


197
~ Jangan Gagal Move On ~

Setahun kemudian ibuku menyampaikan bahwa beliau


ingin menguliahkanku ke Bandung, agar bisa bekerja sebagai
guru SD. Tetapi aku mengetahui keadaan ekonomi keluarga
sangatlah sulit, aku tidak mau ibuku mendapatkan uang dari
berhutang. Aku mengatakan pada ibuku bahwa aku ingin bekerja
di pabrik. Aku mempelajari cara menjahit dan menunjukkan
kepada ibuku bahwa aku bisa dan akan bekerja di pabrik. Tetapi
ibuku tidak mengijinkan, beliau memintaku untuk pergi ke
Bandung, bersama dengan dua orang anak temannya sesama
guru untuk mengikuti seleksi D2 PGSD di UPI Bandung.
Berangkatlah kami bertiga ke Bandung, Bumi Siliwangi. Dalam
seleksi itu seorang anak kawan ibuku tidak lulus seleksi. Aku
dan Ren kemudian kuliah di Bandung. Kami berdua menjalani
kuliah dengan banyak perbedaan. Aku menjalani kuliah
dengan biaya pas-pasan bahkan sering kekurangan. Namun Ren
mendapatkan biaya yang mencukupi. Dia cukup baik dan sering
membantuku. Permasalahan muncul ketika Ren jarang kuliah
atau melaksanakan tugas. Ren mendapat teguran karena tidak
pernah kuliah, aku mengingatkannya bertanggung jawab terhadap
amanah keluarga. Tetapi dengan berbagai alasan Ren masih saja
tidak kuliah. Ketika aku menyusul ke kamar kost, Ren pergi ke
pasar dengan salah seorang anak ibu kost. Aku tak habis pikir
dengan jalan pikirannya. Dengan ditemani salah satu kawan,
Mariana, aku mengurus kuliah Ren. Aku meminta waktu kepada
jurusan untuk memberi kesempatan kepadanya. Beberapa kali
aku ditemani Mariana mengurus permasalahan kuliahnya ke
jurusan. Karena lama dan sering tidak kuliah maka kemungkinan
akan di drop out.

198
Camp Teach

Ketika aku menyampaikan hasil diskusiku dengan jurusan dia


bersikap biasa saja, seolah tak peduli, bahkan tidak berkomentar
apapun atas usahaku bolak-balik ke jurusan untuk mengurus
keperluannya sendiri. Dan, sebaliknya dia memintaku untuk
menemani dia pergi ke tempat-tempat wisata di sekitar Bandung.
Satu hari aku memenuhi keinginannya, kami bepergian mengitari
Kota Bandung dengan naik Bus Damri. Penuh sesak, panas,
macet, rasanya aku ingin berada di tempat lain, lapang, sejuk dan
sepi. Kutatap wajah Ren, mengherankan dia sangat menikmati
kerunyaman itu. Perjalanan ini bagiku hanya menghabiskan
waktu penting yang seharusnya kuhabiskan untuk belajar atau
mengerjakan tugas. Sebelum tidur Ren mengatakan bahwa dia
sangat senang. Sedangkan aku merasa sangat lelah dan biasa
saja serta tak ingin mengulanginya lagi. “Sering-seringlah kau
bermain, jangan banyak belajar dan jangan terlalu serius” katanya
sebelum tidur. “Sering-seringlah kau kuliah dan belajar” kataku
sambil berbalik badan membelakanginya tidur. Beberapa bulan
kemudian Ren kembali ke Bogor. Dia berhenti kuliah. Sedang
aku terus melanjutkan kuliah dengan tetap bekerja keras dalam
belajar. Bagaimana bisa aku tidak bekerja keras dalam belajar,
orangtuaku susah, biaya kuliahku pas-pasan. Banyak hal yang aku
lakukan untuk bertahan hidup. Jangankan biaya kuliah, biaya
makan saja aku sering kekurangan. Terkadang aku memakan mie
dengan garam, lalu aku menyisakan kaldunya untuk kumakan
lain kali. Aku tak ingin terlalu sering meminta bantuan pada Ren.
Setiap minggu aku ke pasar membeli ikan asin, sampai akhirnya
aku merasa pusing karena terlalu sering makan ikan asin.
Selain Ren, aku mendapatkan kawan pula di Bandung, kawan
satu kelas D2 PGSD, yaitu Marlia dan Mariana. Marlia berasal

199
~ Jangan Gagal Move On ~

dari Cirebon dan Mariana dari Cianjur. Kami berkawan akrab dan
mulai berbagi banyak hal karena sama-sama di perantauan. Ketika
kami kehabisan uang untuk makan, kami sering membeli “Chicken
Hull” yaitu makanan berupa kepala ayam yang dimasak dengan
tepung, bukan hanya kami yang membeli banyak mahasiswa
kere atau kehabisan uang yang membelinya untuk bertahan
hidup. Suatu pagi ketika libur semester Marlia tiba-tiba datang
ke tempat kostku. “Irma ayo ikut aku ke Cirebon. Untuk apa
kamu disini, makan dan uang pas-pasan, ayo ke rumahku, ibuku
buka rumah makan, kamu mau makan aja silahkan” katanya
memintaku untuk langsung bersiap-siap berangkat ke Cirebon.
“Ongkosnya bagaimana?” kataku khawatir “Udah jangan mikirin
ongkos” katanya meyakinkanku untuk bersegera. Aku tidak tahu
bagaimana, tetapi kami naik bus gratis ketika itu. Yang aku tahu
Marlia punya kawan di PO Bus tersebut, dan rumah Marlia di
depan PO tersebut, para pekerja sering makan di rumah makan
milik ibunya. Setelah perjalanan beberapa jam kami sampai di
Cirebon. Keluarga Marlia cukup berada menurutku. Selama kuliah
pun sebenarnya dia tidak terlalu susah seperti diriku.
Marlia menunjukkan beberapa tempat yang penting baginya,
kami ke SD dia sekolah dulu, dia ingin bekerja di SD itu suatu hari
nanti. Marlia memiliki cacat tubuh, salah satu kakinya tumbuh
kecil tidak se normal kaki-kaki satunya, sehingga dia sedikit
kesulitan dalam berjalan. Dia bercerita kepadaku banyak hal-hal
menyakitkan yang dia alami karena kekurangan fisik tersebut.
Ejekan atau perbedaan perlakuan sudah sering dia terima, bahkan
dia sempat melakukan bunuh diri karena banyaknya tekanan
batin yang dia alami. Tetapi dia sadar bahwa umur adalah rejeki
yang tak terhingga dari Allah yang harus dia nikmati dan jalani

200
Camp Teach

dengan banyak hal yang berharga. Terutama menghabiskan waktu


bersama dengan orang-orang yang menyayangi, menghargai
dan menghormatinya. Tak usah memperhatikan mereka yang
menyakitimu, apalagi mengharapkan perubahan sikap mereka
sebagai hal penting dalam kebahagiaan.
Pada suatu hari aku mendapat kabar bahwa Ren sakit, aku
menjenguk ke rumahnya. Dan sangat mengejutkan Ren sudah
sakit parah. Sepulang dari Bandung Ren sakit. Beberapa hari
setelah aku menjenguknya, Ren meninggal dunia. Sesal memenuhi
rongga dadaku saat itu, mungkin Ren sudah tahu bahwa umurnya
sudah tidak lama lagi. Dia ingin menikmati keramaian karena
akan menghadapi kesendirian. Senyum dan bahagianya di tengah
panas, sesak dan ramai di Kota Bandung beberapa tahun lalu
semakin membuatku sakit mengenangnya. Mengingat apa yang
dikatakannya dahulu, mungkin aku pun harus sedikit luwes
terhadap diriku sendiri. Beberapa kali aku sering berziarah ke
makamnya, mendo’akan dan bercerita banyak hal. Lucunya hal
itu tidak aku lakukan saat dia hidup, saat dia hidup aku sering
memarahinya karena tidak kuliah dan mengerjakan tugas.

Menjadi Tenaga Honorer


Setelah dua tahun di Bandung, aku mulai sering pulang
ke Bogor, kuliah sudah mulai jarang tinggal persiapan praktik
mengajar. Ketika mudik aku sering membantu pekerjaan ibuku dan
kawan-kawannya di sekolah. Pada tahun itu pelaporan di sekolah
mulai berbasis komputer, tenaga yang dapat mengoperasikan
komputer masih sedikit sehingga kesulitan mengerjakan laporan
tersebut. Aku menjadi guru honorer selama 8 tahun. Menjadi

201
~ Jangan Gagal Move On ~

guru honorer tidak ada aturan yang jelas mengenai aturan kerja
maupun penggajian dari pemerintah. Kesejahteraan honorer
tergantung kepada sekolah yang mempekerjakan mereka. Karena
itu tidak ada keadilan yang merata dirasakan antar sesama guru
honor. Selain menjadi guru, aku pun menjadi operator sekolah.
Menjadi operator sekolah semakin tidak ada aturan yang jelas
dalam hal penggajian dan sistem kerja. Banyak laporan yang harus
dibuat, bahkan disaat satu pekerjaan belum selesai, tiba pekerjaan
baru, dan satu pekerjaan tidaklah tunggal, seringkali bercabang
dan saling berkaitan namun beberapa tetap dalam laporan yang
berbeda.
Di tempat manapun secara umum sepakat bahwa guru atau
tenaga honor belum mendapatkan kesejahteraan yang layak
sesuai dengan kerja keras dan jasa mereka di bidang pendidikan.
Selama menjadi tenaga honorer, aku sering mengikuti Tes
CPNS, tetapi belum beruntung untuk mendapat kelulusan.
Bahkan sampai mengikuti tes ke Banten belum juga beruntung.
Kemudian melanjutkan kuliah S1 ke UT Bogor. Ketika ujian di
semester akhir, bersamaan dengan ujian Tes CPNS. Pagi itu aku
memutuskan untuk mengikuti Tes CPNS dahulu, kemudian
ketika menuju lokasi ujian UT sudah terlambat. Aku tak sendiri,
beberapa tak menerima dengan marah-marah dan menangis terus
menerus berharap diberi kesempatan untuk mengikuti ujian
semester. Aku berusaha untuk tenang, menerima dengan lapang
dada dan berharap Tes CPNS lulus. Beberapa minggu kemudian
kelulusan Tes CPNS, berharap lulus sehingga menjadi penghibur
karena harus mengulang semester dan tidak jadi wisuda. Namun,

202
Camp Teach

aku belum beruntung. Bak peribahasa, “Sudah jatuh tertimpa


tangga”, wisuda tertunda karena ada mata kuliah yang belum
selesai dan tidak juga lulus Tes CPNS.

Menjadi CPNS/PNS
Setahun setelah lulus S1 UT ada Tes CPNS, seorang rekan
kerja di sekolah menyampaikan mengikuti tes CPNS harus
disiapkan dengan sebaik-baiknya, jangan mengikuti tes tanpa
belajar, beliau menyarankan pula untuk lebih sering bershalawat.
Ketika itu geliat penggunaan internet di sekolah mulai tumbuh.
Aku memanfaatkan fasilitas internet untuk mencari soal-
soal latihan tes CPNS berupa file yang dapat dicetak ataupun
dioperasikan secara online maupun offline. Hampir setiap hari
aku belajar sampai malam dan tertidur di meja belajar. Setiap ada
waktu luang aku manfaatkan untuk belajar, hingga akhirnya aku
menulis ulang soal-soal dalam beberapa buku. 23 Desember 2013,
Pagi itu aku dan guru-guru satu sekolah akan pergi jalan-jalan ke
bandung. Aku, suami dan anakku duduk di bus bagian depan.
Kami berhenti di kampus IPB Dermaga membeli Koran mencari
pengumuman Tes CPNS. Hari itu penuh puji dan syukur, banyak
sms, telpon, dan ucapan selamat yang kuterima. Sambil menangis
aku memeluk suami dan anakku. Air mataku menetes di kertas
koran, namaku tertera dalam urutan ke 28 dari 54 peserta yang
lulus Tes CPNS Guru Tahun 2013. Kepingan kenangan muncul
dalam ingatan hari demi hari sebelum hari itu. Beragam usaha yang
aku lakukan sebelum pengumuman Tes CPNS. Dalam beberapa
kali Tes CPNS rasanya baru pertama aku mempersiapkan diri
dengan sungguh-sungguh. Sebuah usaha yang tidak mengkhianati

203
~ Jangan Gagal Move On ~

hasil. Bak ungkapan Arab “Man Jadda wa Jadah” barangsiapa


yang bersungguh-sungguh pasti dapat. Alhamdulillah, segala puji
bagi Allah. Ketika lulus Tes CPNS kepala sekolah akan meminta
ke BKPP untuk tetap menempatkanku di sekolah asal, karena
tenagaku diperlukan. Tetapi aku menolak karena menginginkan
pengalaman berbeda. Akhirnya aku ditempatkan di salah satu
sekolah terbaik di Kecamatan Cijeruk.

Camp Teach
Selama di Cijeruk aku disambut dengan tangan terbuka oleh
sesama rekan guru baik dalam satu sekolah maupun dari sekolah
lain, begitu pula dengan pengawas sekolahku, dari awal aku tiba
di Cijeruk beliau selalu mendukungku, Ibu Hj. Atit. Dua tahun
kemudian aku mengikuti seleksi Guru SD Berprestasi mulai
di tes di tingkat gugus lalu kecamatan. Aku mendapatkan nilai
tertinggi di tingkat gugus sampai dengan di tingkat kecamatan.
Akhirnya aku menjadi utusan Guru SD Berprestasi Kecamatan
Cijeruk Tahun 2016. Sebelum mengikuti lomba aku merasa
kurang percaya diri. Dari mulai persaipan aku sudah mengetahui
posisiku. Pengetahuan dan portofolio masih jauh dari penilaian
yang terpenuhi. Dan hasilnya pun aku tidak mendapatkan
peringkat apapun dalam ajang lomba Guru SD Berprestasi Tingkat
Kabupaten Bogor saat itu.
Ketika mengikuti lomba Guru SD Berprestasi hal yang
menarik bagiku adalah portofolio. Dalam portofolio itu banyak
aspek menjadi penilaian. Memperhatikan dengan seksama
mengapa hal itu penting, Guru SD Berprestasi bukan guru biasa.
Siapapun yang memiliki poin-poin dalam portofolio tersebut

204
Camp Teach

berarti sudah mengikuti banyak kegiatan dan bukti dokumen.


Dan, bukan hanya sekedar catatan, sikap dan pengetahuannya
pun pasti mumpuni di bidangnya. Kulihat lembaran portofolioku,
tipis sekali, pelatihan pun hanya beberapa, jauh sekali dari
kriteria berprestasi. Aku tertantang dengan diriku sendiri, harus
lebih baik, aku harus memiliki portofolio bagi diriku sendiri,
portofolio yang lebih berisi, meskipun beberapa tahun ke depan
aku tidak menjadi peserta lomba apapun. Aku merasa haus
untuk mengikuti berbagai pelatihan. Kemudian salah satu kakak
CPNS di kecamatanku, Teh Haji Dini, mengenalkanku pada
CEO, yang dipimpin oleh seorang guru revolusioner dan visioner
Nina Krisna Ramdhani. Pengalaman pertamaku mengikuti
pelatihan Pembuatan Jurnal PTK, hingga akhirnya jurnalku
dibukukan dalam Jurnal Gentala Aksara Dasar. Setelah pelatihan
membuat jurnal, aku mulai sering mengikuti berbagai pelatihan
yang diadakan oleh CEO yang kemudian berganti nama menjadi
Pendidik Indonesia Pelopor Perubahan (PIPP). Meskipun
berbayar tapi aku bersedia karena menurutku pengetahuan,
pengalaman, adalah sesuatu yang berharga, dan murah bagi
seseorang yang menginginkannya dan aku yakin manfaatnya
akan sangat luar biasa. Beberapa kali mengikuti pelatihan
akhirnya aku menjadi anggota cukup aktif dalam kegiatan hingga
akhirnya dipercaya menjadi pengurus. Dalam kegiatan ini aku
bertemu seseorang yang menjadi sahabatku, yaitu Pak Jaenal. Dia
selalu membantuku dalam banyak hal, dan dia selalu bersedia
mengantarku kemanapun aku perlu. Di PIPP aku bertugas
menjadi MC dalam setiap kegiatan pelatihan yang diselenggarakan
di berbagai kecamatan. Penugasan itu membuat kepercayaan
diri dan kemampuanku berkembang pesat. Setidaknya aku harus

205
~ Jangan Gagal Move On ~

mengetahui penjelasan tentang materi dalam suatu Diklat saat


aku bertugas menjadi MC. Ajang lomba guru kembali digelar
pada tahun 2017. Aku diminta untuk kembali mengikuti seleksi,
namun aku memberanikan diri untuk meminta ijin ikut serta
di bidang lomba lain yaitu Guru Berdedikasi, yaitu ajang lomba
bagi guru-guru di daerah terpencil yang memajukan sekolah.
Berbekal Best Practice, pengetahuan dan kepercayaan diri yang
sudah mulai tumbuh. Aku mendapat peringkat ke 3 dalam
Lomba Guru SD Berdedikasi Tingkat Kabupaten Bogor Tahun
2017. Selain aktif mengikuti kegiatan pelatihan ataupun bertugas
menjadi MC pelatihan yang diselenggarakan PIPP. Di sekolah
aku mendapat penugasan dalam kegiatan Gerakan Literasi
Sekolah (GLS) West Java Leaders Reading Challenge (WJLRC).
Kegiatan berupa tantangan membaca buku dari Gubernur Jawa
barat selama sepuluh bulan. Tugasku adalah membimbing dan
mengupload review buku yang harus dituntaskan olehku sebagai
Guru Perintis Literasi dan sepuluh orang siswa dalam satu
sekolah yang lolos seleksi dan berkomitmen untuk mengikuti
kegiatan tersebut sampai dengan tuntas. GLS WJLRC berhasil
menuntaskan tantangan selama 10 bulan hingga 100% sehingga
mendapatkan sertifikat dan medali penghargaan dari Gubernur
Jawa Barat. Mengantarkan sekolah memperoleh penghargaan
pula yaitu Sekolah Inspiratif. Keberhasilan GLS WJLRC
mengantarkan kami berhak untuk mengikuti Jambore Literasi
di Kiara Payung, Jatinangor, Sumedang Tahun 2017. Di tingkat
SD, Kabupaten Bogor diwakili oleh tiga sekolah dengan 14
peserta WJLRC, dan tiga orang guru perintis literasi. Sepuluh
dari 14 siswa diwakili oleh sekolah kami yaitu SDN Cipicung 04
Kecamatan Cijeruk. Hal tersebut merupakan kebanggaan tidak

206
Camp Teach

hanya bagi saya selaku guru pembimbing, siswa peserta WJLRC,


tetapi juga kebanggaan sekolah, orangtua murid, dan Kecamatan
Cijeruk karena kami menjadi satu-satunya sekolah di Kabupaten
Bogor yang berhasil menaklukan tantangan secara penuh yaitu
100%. Mengingat jumlah sekolah dalam program GLS WJLRC
sebelumnya berjumlah 42 sekolah. Padahal kami merupakan
salah satu sekolah terpencil dan siswa WJLRC merupakan anak-
anak kampung dengan latar belakang sosial ekonomi peserta didik
menengah ke bawah.
Menjelang bulan April 2017, aku mendapat tugas untuk
mengikuti pendidikan dan pelatihan sebagai Instruktur Nasional
(IN) di Bandung. Aku mendapat predikat Amat Baik dalam diklat
IN. Setelah pelatihan kami mendapat tugas untuk membimbing
peserta bukan hanya dari kecamatan sendiri tetapi juga kecamatan
lain. Semua pengembangan diri yang kuperoleh sebelumnya
sangat berguna dalam penugasanku sebagai IN. aku dapat
menjalankan tugas IN dengan baik dan percaya diri.
Beranjak dari literasi dan diklat IN kegiatan selanjutnya yang
aku ikuti adalah Lomba Mendongeng yang diselenggarakan PGRI
Kabupaten Bogor. Aku mengikuti seleksi di tingkat kecamatan
dan lolos sehingga menjadi utusan PGRI Cabang Cijeruk. Dalam
Lomba Mendongeng PGRI Kabupaten Bogor Tahun 2017 aku
mendapat peringkat ke enam. Tahun 2017 aku mendapat banyak
kesempatan untuk mengikuti berbagai ajang dan lomba dengan
mendapat peringkat dan penghargaan. Hingga akhirnya tahun
2018 aku mengikuti kembali seleksi Guru SD Berprestasi, menang
di tingkat kecamatan, dan berlomba kembali di tingkat Kabupaten
Bogor, hingga akhirnya mendapat juara 1 Guru SD Berprestasi

207
~ Jangan Gagal Move On ~

Tingkat Kabupaten Bogor Tahun 2018, dan mendapat peringkat


ke 7 dalam Lomba Guru SD Berprestasi Provinsi Jawa Barat
Tahun 2018. Dalam ajang Lomba Guru SD Berprestasi Tahun
2018 berbeda dengan dua tahun sebelumnya. Banyak poin-poin
portofolio yang dapat aku penuhi. Termasuk beberapa buku
yang dicetak selama aku mengikuti PIPP. Dalam lomba kali ini
aku lebih percaya diri, lebih dikenal banyak orang melalui tugas
sebagai MC pelatihan, lebih berpengetahuan karena pengalaman
menyampaikan mengikuti tes apapun harus belajar. Perjalanan
di PIPP mengajarkan pengalaman berorganisasi dan kehidupan.
Mengingat bagaimana semua pengalaman tersebut menjadi bagian
dalam hidupku. Membuatku merindukan semua orang dalam
masa dimana kami bersama dalam suka, dalam penyelenggaraan
pelatihan, dalam salah paham, maupun pertengkaran kecil dan
konyol. Aku merindukan mereka semua, mereka akan selalu
menjadi kawanku. Apapun yang telah terjadi aku terima dan
sudah melepaskannya. Kegiatan terakhir yang aku ikuti dalam
PIPP adalah Pemantapan tes CPNS/PPPK. Kami berlima dalam
satu tim, Pak Jaenal Abidin, S.Pd, Fajar Shidiq, M.Pd, Asep Sukron,
M.Pd, dan Abdul Wahab, M.Pd. Kami melakukan roadshow ke
berbagai kecamatan untuk memberikan pengarahan kepada
peserta apa saja yang harus disiapkan menjelang tes CPNS/PPPK.
Berbagai penugasan dalam kedinasan dan pelatihan yang aku ikuti
di PIPP seolah menjadi Kemah Mengajar (Camp Teach). Belajar
bertahan dan menjadi pemenang dalam berbagai keterbatasan
kesempatan, terkadang kesempatan itu bukanlah ditunggu,
kita harus mencari dan menciptakannya. Memanfaatkan
kemampuan diri untuk memperoleh berbagai kesempatan. Ada
biaya yang harus dikeluarkan namun semua biaya itu terbayar

208
Camp Teach

dengan berbagai kepercayaan diri, pengetahuan, kemampuan,


keterampilan, mengenal dan berhubungan baik dengan banyak
orang, semuanya merupakan hal penting dalam perjalanan karier
seseorang. Pengetahuan (pengalaman) bak energi, kekuatan
yang menguatkan untuk tampil. Kau bisa merasakan energi
tersebut mengalir dalam tubuhmu dan mengendalikannya
untuk menjalani peran. Ketika kita tidak memiliki pengetahuan
(pengalaman) akan peran, maka kita tidak memiliki cara untuk
menumbuhkan potensi diri yang sebenarnya memiliki banyak
bakat dan kemampuan. Dan ketika kita tidak memiliki cara
untuk menumbuhkan potensi diri maka kesempatan untuk
mendapatkan dan memperoleh pengalaman lain terjebak dalam
ruang stagnan, Tanpa Perubahan.

209
Jangan Gagal Move On

RIWAYAT PENULIS

Irma Kartikasari, S.Pd, SD. Perempuan


kelahiran Bogor, pada tanggal 20
April 1983 ini adalah pengais bungsu
dari lima bersaudara pasangan Bapak
Didi Djunaedi dengan Ibu Jiji Juliati.
Menamatkan Pendidikan SD dan SMA
di Ciampea, kemudian D2 PGSD di UPI,
Bandung. Pendidikan S1 diselesaikan di
Universitas Terbuka, Bogor.
Mempunyai pengalaman mengajar
selama satu tahun di TK. Aisyiyah
Bustanul Athfal, Ciampea, dan menjadi guru honor selama delapan tahun
di SDN Tegalwaru 02, Ciampea, Bogor. Menjadi CPNS/PNS Tahun 2013,
ditempatkan di SDN Cipicung 04, Kec. Cijeruk Kab. Bogor s.d September
2018, kemudian mengajukan mutasi ke tempat asal dan ditugaskan di
SDN 01 Tegalwaru Kec. Ciampea s.d sekarang. Prestasi yang pernah diraih
antara lain Juara 1 Guru Berprestasi Th 2016, Juara 1 Guru Berdedikasi
Th 2017, Juara 3 Guru Berprestasi Th 2017, Juara 3 Guru Berdedikasi
Tk. Kab. Bogor Th2017. Guru Perintis Literasi lolos tantangan membaca,
mengantarkan siswa dan sekolah mendapat penghargaan “Sekolah
Inspiratif” Gubernur Jawa Barat Th 2017, Juara harapan 3 Lomba
Dongeng PGRI Bogor Th 2017, Juara 1 Guru SD Berprestasi Tk. Kab.
Bogor Th 2018, Peringkat ke 7 Guru SD Berprestasi Tk. Provinsi Jawa
Barat T 2018. Narasumber Pemantapan Tes CPNS dan Penulis pun
merupakan Instruktur Nasional PKB Kelas Bawah dengan predikat Amat
Baik yang diselenggarakan oleh PPPPTK IPA.

210
17
MENGAKAR KE TANAH
MENJULANG KE LANGIT
Oleh : Putri Sri Jayanti

P
agi itu matahari terbit dengan megah. Menghangatkan
mata hati bagi orang-orang yang sedang menjalani
kehidupan. Di saat itu juga, sesosok guru muda
yang bernama Mentari, hendak berpulang ke kampung
halamannya. Ia ingin mendedikasikan dirinya bagi para
generasi muda di kampung, agar mereka mendapatkan
pendidikan yang baik.
Tari, itulah nama singkatnya. Tujuh tahun lamanya Tari
merantau ke Kota Bandung untuk menimba ilmu dan memperluas
pola pikirnya. Di kota itu, Ia pun mendapatkan berbagai
pengalaman dalam belajar dan mengajar. Tak hanya mengajar

211
~ Jangan Gagal Move On ~

di sekolah formal, Tari pun aktif menjadi relawan di beberapa


kegiatan, termasuk menjadi relawan pengajar di PKBM Cisarua,
Kabupaten Bandung Barat.
Setiap hari sabtu atau minggu, Ia luangkan waktunya untuk
berbagi ilmu dengan orang-orang yang pernah putus sekolah.
Mengajar di PKBM telah menggugah dimensi sosial dan rasa
empati Tari. Dari sana, Ia paham bahwa ilmu dan pendidikan
itu harus disebar luaskan kepada semua orang. Selain itu, Ia pun
berguru banyak dari pemilik PKBM, Bu Rosani.
Bu Rosani rela mendedikasikan waktu, pikiran serta
materinya demi memberikan pendidikan bagi orang-orang
yang ingin merajut harapan baru di masa depan. Lain halnya
dengan PKBM, pengalaman mengajar di salah satu SMA Negeri
di Bandung telah mengembangkan karir dan kompetensi yang
dimiliki Tari. Di sana, Tari melatih dirinya untuk menjadi guru
yang produktif, kreatif dan inovatif. Baginya, bisa mengajar
di dua tempat yang berbeda adalah suatu pengalaman yang
begitu berharga. Satu sama lain saling melengkapi, sehingga
Tari pun tidak menjadi pribadi yang kaku. Ia mampu menjaga
keseimbangan dirinya.
Kemampuan berbahasa Tari telah dibangun saat dia
menginjak bangku kuliah. Ia mengikuti beberapa kursus bahasa
setiap pulang kuliah. Bukan. Tari bukan berasal dari orang yang
berpunya. Ayah dan ibunya hanya seorang wiraswasta biasa di
kampong halaman. Uang untuk membayar kursus Bahasa Inggris,
Bahasa Belanda, Bahasa Jepang dan bahasa Korea, Ia dapatkan
dari hasil jualan makanan di kampus,

212
Mengakar Ke Tanah menjulang Ke Langit

Pagi sebelum berangkat ke kampus, biasanya Tari mengambil


makanan di toko kue langganannya milik Pak Umar. Makanan
yang dijual adalah aneka jajanan pasar, seperti donat, dadar
gulung, lemper, agar-agar dan gorengan. Jika jualannya laku,
dalam satu hari Tari bisa mendapatkan laba sekitar Rp. 40.000,-
hingga Rp. 60.000,-.
Meski waktu Tari disibukkan dengan berjualan dan mengikuti
pelatihan bahasa. Namun, Ia mampu memenangkan kompetisi.
Penghargaan sebagai Mahasiswa Berprestasi diraih oleh Tari.
Selain itu, Ia pun terpilih sebagai salah satu delegasi kampus
untuk melakukan kegiatan internship di Jepang. Berbekal dengan
berbagai pengalaman di tanah rantau, Ia ingin membumikan
dirinya dengan komunitas asalnya. Ia tak ingin menggenggam
kemampuan nya sendiri. Oleh karena itu, setiba di kampung
halaman Ia langsung bergerak cepat untuk mencari tempat
bekerja. Satu minggu dari pencarian tempat kerja Ia dapatkan
sekolah baru, sekolah menengah atas negeri, yang terkenal dengan
para siswa yang istimewa (perlu bimbingan). Sungguh menantang
bagi Tari. Merasa masih memiliki waktu luang, Tari pun mengajar
di SD sebagai guru bantu bahasa Inggris, letaknya lumayan dekat
dengan rumahnya. Itu adalah SD alamamaternya, berada ditengah
kebun karet. Ada dua guru yang dulu mengajarnya dan saat itu
masih bertahan mengajar disana. Salah satunya Bu Yati dan Pak
Muhsin. Tentu Tari paham betul bahwa cara mengajar guru-guru
senior di SD masih terhitung konvensional, serta tidak cukup
mampu berbahasa Inggris. Sebenarnya, ketika kuliah Tari tidak
mengambil jurusan Bahasa Inggris. Ia adalah Sarjana Pendidikan
Bahasa Daerah (Sunda). Hanya saja, karena pada saat kuliah
aktif belajar bahasa Inggris di tempat kursus, banyak orang yang

213
~ Jangan Gagal Move On ~

percaya akan kemampuan Tari. Hal itu terbukti saat Ia diterima


sebagai pengajar di salah satu Bimbel ternama. Malam itu Tari
merenung, ia melakukan refleksi dan pemaknaan hidup yang telah
dijalaninya. Ia genggam buku karya Dale Carnegie yang berjudul
“How to Win Friends and Influences People”. Tiba-tiba terlintas
dalam pikirnya untuk membuat kegiatan literasi bersama anak-
anak SD di lingkungannya. “Bagaimana kalau digabung dengan
belajar bahasa Inggris saja. Ah ya betul, pasti anak-anak suka”
ucap Tari dalam hatinya. Karena kegiatannya akan bertepatan
di hari minggu atau sabtu pagi, Ia beri nama kegiatan itu Sunday
Morning. Esoknya, Ia bertamu ke rumah Kepala Dusun, Pak
Hendra. Ia ingin meminta bantuan agar Pak Hendra menghimbau
para orang tua supaya anak-anak mau mengikuti kegiatan Sunday
Morning.
Pertama kali kegiatan dimulai tak disangka, banyak anak-
anak yang hadir. Anak-anak antusias untuk belajar bahasa Inggris.
Bagi mereka, bahasa Inggris itu aneh dan unik. Mereka pun sangat
tertarik untuk membaca buku. Hanya saja, para orang tua di rumah
tidak memfasilitasinya. Tari sendiri adalah seorang pembaca buku.
Ia memiliki banyak koleksi buku. Namun, karena Ia tak memiliki
banyak buku bacaan anak-anak. Belakangan ini sering ia sisihkan
dari gaji honornya untuk membeli buku-buku bekas yang baik
untuk anak-anak. Ia ingin sekali menularkan hobi membacanya
kepada seluruh anak-anak di kampung. Ia berharap jendela hati
anak-anak terbuka. Membaca buku itu sama dengan membaca
kompas, yang mana sangat bermanfaat untuk mendapatkan
petunjuk jalan kehidupan. Disamping itu, Tari pun menekankan
kepada anak-anak, bahwa mereka harus bisa berbahasa daerah,
berbahasa Nasional dan juga berbahasa Inggris. Bahasa daerah

214
Mengakar Ke Tanah menjulang Ke Langit

dan Nasional sebagai penguat akar jati diri, sedangkan bahasa


Inggris sebagai kendaraan untuk menjulang dalam berkompetisi
secara global. Semua sama pentingnya. Kegiatan Sunday Morning
diselenggarakan di beberapa tempat. Kadang di balai dusun, di
rumah Tari, di madrasah, di kebun atau di sawah. Hal tersebut
dilakukan agar pembelajaran menyenangkan dan tidak monoton.
Tak ingin jadi guru yang kuper, Tari pun melebarkan sayapnya
dengan bergabung di komunitas Literasi di pusat daerah. Ia aktif
di berbagai kegiatan literasi. Hingga akhirnya, Ia terpilih sebagai
Guru Berprestasi dalam bidang Literasi. Sekolah formal di daerah
kadang terkungkung dengan sistem patriarki, birokratis dan
senioritas, itulah yang saat itu dialami oleh Tari. Entah mengapa,
Ia merasa tersendat dalam mengembangkan karirnya. Barangkali
status seorang perempuan, honorer, dan muda menjadi salah
satu pemicunya. Tak putus dalam melangkah. Kegemaran Tari
dalam mencari berbagai beasiswa telah mengantarkan Ia pada
suatu informasi tentang adanya sekolah anti korupsi gratis. Tanpa
ragu Ia pun mendaftarkan dirinya. Beberapa tahap seleksi Ia
lalui, dan akhirnya Ia pun mendapatkan tiket untuk mengikuti
kegiatan tersebut. Sekolah anti korupsi yang diadakan oleh Icw
Jakarta, telah memperluas wawasan dan memperpanjang jaringan
Tari. Pedagogi Kritis, itulah poin utama yang didapat oleh Tari.
Memerdekakan pembelajaran di kelas yang diawali dengan literasi
kritis itu sangat penting. Konsep pendidikan yang hanya disuapi
materi oleh guru harus segera di tinggalkan. Bagi pedagogi kritis
tidak ada ilmu yang pasti, semua ilmu itu perlu dibuktikan kembali
kebenarannya. Oleh sebab itu, konsep pembelajaran dialog dan
diskusi hangat dibutuhkan.

215
~ Jangan Gagal Move On ~

Bertolak dari pemikiran pedagogi kritis, sebagai seorang guru


Ia pun selalu ingin berguru kepada orang-orang yang lebih mahir
dari dirinya. Ia carilah berbagai kegiatan akademis seperti seminar,
workshop dan training.
“Temu Pendidik Nusantara (TPN)” suatu acara yang
terdengar menarik. Dalam sudut pandang Tari, kegiatan itu
akan memberikan banyak ilmu dan pengalaman baru. Lantaran
tak mau menjadi guru daerah yang terbelakang, Tari pun
mendaftarkan dirinya sebagai pembicara. Ia submit tulisan yang
akan dipresentasikan. Tak lama dari itu, Tari diterima sebagai
pembicara. Kondisi Tari yang saat ini telah menjadi seorang
Ibu, seringkali membuat Tari dilema dalam menentukan sikap.
Di satu sisi, Ia ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya.
Namun di sisi lain, Tari pun ingin mengembangkan karirnya.
Begitulah kiranya dilema yang dialami oleh para ibu karir. Tidak
lama kemudian Tari pun pergi ke Jakarta untuk mengikuti TPN.
Sebelum Ia berangkat, suami Tari bertanya. “Apakah kegiatan
ini gratis atau dibayar?”. “Iya, gratis. Sekarang pakai ongkos
pribadi dulu, nanti diganti oleh panitia”. Jawabku. “Ahhh yang
benar aja? Tanya suami. “Iyaa seriusan yah” jawabku lagi. Saat itu
adalah pertama kalinya Tari berbohong pada suaminya. Ia takut
tidak diizinkan oleh suaminya. Tidak ada penggantian transport
dan tidak akan dibayar pula. Tari pergi ke Jakarta dengan uang
simpanan pribadinya. “Tak apalah bohong sedikit kalau demi
memperluas ilmu” ungkap Tari dalam hatinya. Dalam kacamata
Tari, Untuk menjadi seorang pengajar yang kompeten dan
transformatif, kadang kita butuh pengorbanan.

216
Mengakar Ke Tanah menjulang Ke Langit

TENTANG PENULIS

Putri Sri Jayanti, S.Pd. Lahir di Ciamis, 17


Juli 1991. Lulus S1 Pendidikan Bahasa
Daerah, UPI Bandung Tahun 2014.
Saat ini mengajar di SMAN 3 Banjar,
SDN 3 Beber dan Moss English Course.
Aktif berorganisasi, berkomunitas dan
berliterasi. Pernah mengikuti beberapa
kursus bahasa asing, sehingga cukup
terampil dalam berbahasa Inggris,
Jepang, Belanda dan Korea. Selain itu,
pernah meraih penghargaan sebagai
Mahasiswa Berprerstasi di Jurusan dan
di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni. Terpilih sebagai delegasi kampus
dalam program Osaka Business Internship Program di Jepang, 2013.
Serta terpilih sebagai guru berprestasi dalam bidang Literasi di Kota
Banjar, 2018.

217
18
GURU PEKERJAAN MULIA
Oleh: Supriadi

S
upriadi adalah anak seorang Pedagang Kecil. Ayahku
bernama Abdillah bin Ahmad. Ibuku bernama Siti
Ratna Djuwita binti Muhammad Dahlan. Aku lahir di
Kota Kecil Kecamatan Kembayan pada tanggal 24 Apri 1969.
Aku anak kesebelas dari sebelas bersaudara. Saudaraku
terdiri dari 4 orang perempuan dan 7 orang laki-laki. Biasa
orang menyebutku anak bungsu. Karena aku anak yang
paling kecil, maka keluarga dari pihak ayah maupun pihak ibu
memanggil aku dengan panggilan Pakcik. Panggilan Pakcik
bukan hanya dari keluarga saja akan tetapi semua lapisan
juga memanggilku dengan panggilan Pakcik. Panggilan
Pakcik untuk diriku menjadi sangat populer sampai sekarang.
Masa kecilku ikut orang tua berdagang antar kampung satu
ke kampung lainnya. Ada banyak kampung yang singgahi
ketika ayahku berdagang. Adapun kampung yang disinggahi

218
Guru Pekerjaan Mulia

ayahku ketika berdagang adalah kampung kerabat, kampung


Kuala Dua, kampung Jemongko, kampung Seringkong,
kampung Muara Ilai, Kampung Muara dua, kampung Ilai
Pajugan,Kampung Ongok, Kampung Senajam, Kampung
Tanjung Rebokan, Kampung, Semayang, Kampung Tanak,
dan masih banyak lagi kampung yang belum dapat aku
sebutkan. Ayahku berangkat berdagang membutuhkan
waktu 3 sampai 4 minggu atau kurang lebih satu bulan, baru
kembali ke rumah lagi. Tidak semua kampung disinggahi oleh
ayahku ketika melakukan dagang antar kampung. Barang-
barang yang dijual ketika berdagang adalah 9 (sembilan)
bahan Pokok. Disamping 9 bahan pokok ayahku juga menjual
berbagai jenis pakaian, obat-obatan dan barang pecah belah.
Ada juga barang-barang yang dibawa sudah dipesan terlebih
dulu. Ayahku berdagang dengan menggunakan sampan yang
muatan mencapai 1 sampai 2 ton. Pada awal tahun 1977
transportasi yang digunakan ayahku dengan menggunakan
mesin Alkon (sejenis mesin kawasai) dengan bahan bakar
bensin. Disampinng menggunakan mesin alkon juga
membawa alat tradisional yaitu dengan dayung (Pengayoh/
duyung) dan Suwar. Adapun pengayuh adalah alat untuk
mengayuh perahu supaya melaju dengan cepat kearah hulu
ataupun kearah hilir. Adapun Suwar adalah bambu yang
panjangnya kurang lebih 3 meter. Suwar ini digunakan
pada saat air sungai deras. Suwar ini juga bisa juga untuk
mengetahui kedalaman dasar sungai. Kalau perahu menuju
ke arah hulu dalam bahasa Sanggau disebut Mudik sedang
kearah hilir dinamakan ilik.

219
~ Jangan Gagal Move On ~

Dalam perjalanan dari kampung satu ke kampung berikutnya.


Ayahku selalu berhenti pada tumpukan karang atau pasir yang
timbul di pantai Sungai atau timbul di tengah sungai. Ayahku
singgah di tumpukan karang atau pasir apabila sudah masuk waktu
sholat. Sambil mandi ayahku mencari ikan dengan menggunakan
jala. Setelah dapat ikan beberapa ekor, ayahku berhenti dan ibuku
yang selalu setia ikut berdagang sudah menyiapkan panci yang
airnya sudah mendidih. Ikan yang sudah dibersihkan langsung
dimasukkan kedalam panci. Ibuku sibuk menyiapkan makanan,
ayahku melaksanakan sholat. Selesai sholat kami langsung makan
bersama-sama.
Waktu istirahat sudah selesai, kami melanjutkan perjalanan.
Kampung yang dituju sudah dekat. Biasanya kampung yang
akan disinggahi kurang lebih 1 sampai 2 jam lagi akan sampai.
Dalam perjalanan kami bertemu dengan orang-orang yang
baru pulang dari kebun. Ada banyak jenis mata pencarian yang
mereka kerjakan. Mata pencarian mereka seperti noreh getah,
noreh getah merah (pohon nyatu), mengambil air aren. Air ini
untuk dibuat gula merah yang biasanya disebut gula galik. Air
aren atau air onau sangat enak sekali. Kalau diminum sangat
enak sekali, terasa manis dan segar. Untuk mengambil air aren
ini harus menggunakan teknik tersendiri. Tidak semua orang bisa
mengambil air aren ini. Karena batangnya tumbuh tinggi sekali.
Jadi membutuhkan orang-orang yang berani untuk memanjatkan
batang aren. Jika kita ketemu dengan orang baru pulang
mengambil air aren, kita tinggal minta saja tanpa harus dibayar.
Tidak terasa kami sudah sampai di jamban yang biasa untuk
disinggahi. Kami disambut oleh orang-orang kampung. Mereka

220
Guru Pekerjaan Mulia

menyambut kami dan membantu untuk mengangkat barang-


barang yang kami bawa. Tidak membutuhkan waktu lama untuk
megangangkut barang yang ayahku bawa. Dengan sebentar saja
sudah selesai. Sifat gotong royong dan saling membantu itulah
yang dimiliki oleh orang-orang kampung jaman itu. Disamping
itu orang-orang kampung juga pengen cepat-cepat meliahat dan
membeli barang-barang yang dibawa oleh ayah saya.
Pada malam hari orang-orang kampung barulah berkumpul
untuk melihat dan berbelanja barang-barang dagangan yang
dibawa ayahku. Mereka berbelanja mulai setelah sholat
magrib sampai pukul 21.00 WIB. Kenapa jam WIB karena
masa itu Kalimantan Barat khusus Kabupaten Sanggau masih
menggunakan Waktu Indonesia Timur. Mereka ada yang membeli
pakaian, jenis makanan dan obat-obatan. Ada yang menanyakan
pesanan mereka, ada yang membeli kontan. Ada yang membayar
hutang ada yang berhutang kembali. Jika mereka berbelanja
dengan getah atau kulat maka akan ditimbang pada esok harinya.
Namun kalau membayar dengan hasil pertanian maka dibayar
pada saat ayahku pulang jualan dari kampung yang terakhir
berdagang. Itu berartinya satu bulan kemudian. Setelah kurang
dua atau tiga hari kami melanjutkan perjalanan ke kampung
berikut. Pada setiap kampung bukan hanya berdagang tetapi ayah
dan ibuku bisa mengobati orang-orang yang sakit ringan. Seperti
sakit perut, sakit kepala, tumbuh gerumut, tumbuh cacar air dan
bahkan anak yang suka menangis. Kalau yang sakit perut atau
sakit kepala mereka hanya membeli obat yang sesuai dengan
penyakit yang diderita. Namun jika penyakit belum sembuh ibuku
mengobati dengan air tawar. Jika anak yang suka menangis ibuku
mengobati dengan bawang merah yang telah di tawar. Bawang

221
~ Jangan Gagal Move On ~

untuk dibaca doa membutuhkan bawang merah tunggal yang agak


kecil sebanyak 3 biji. Nanti bawang tersebut akan sembur pada
anak yang menangis menjelang waktu magrib.
Adapun cara mengobatinya adalah pada waktu menjelang
magrib ibuku datang ke rumah anak yang sakit. Setelah sampai
ibuku meminta orang tua anak yang sakit untuk menutupi
pintu dan jendela. Setelah semua pintu dan jendela ditutup baru
ibuku mulai mengobati dengan mengunyah bawang satu biji
dan disemburkan pada setiap sudut rumah. Dan yang terakhir
disemburkan ke muka anak yang menangis. Bawang yang
disemburkan hanya hawa angin yang keluar dari mulut ibu.
Adapun imbalannya ada yang diberi berupa uang, ayam, beras
bahkan ada yang memiliki rasa syukur kepada Tuhan orang tua
meminta ibuku mengambil untuk didikan anak angkat.
Pada suatu kampung yang bernama Ilai Pajugan. Waktu itu
ibu sedang mengobati orang yang sakit, ada sakit ada seseorang
nenek yang mendekatiku untuk memberi sepotong daging. Kamu
makan ini? Apa tuk nek? Ini daging. Daging apa tu? Sambil-sambil
melihat daging yang dipegang nenek tersebut. Kamu mau ndak,
saya lalu berpikir jangan-jangan daging adalah daging babi. Lalu
saya menjawab tidak sambil menggelengkan kepala. Jadi ndak mau
makan ini ya saya mau. Dalam pikiranku bahwa orang islam tidak
boleh makan dinging Babi. Kalau kita makan daging babi tersebut,
kita mendapat dosa. Karena saya tidak mau makan mengambil
daging tersebut dari tangan nenek, lalu nenek tersebut langsung
pergi.
Aku yang asyik duduk dikepala tangga atu di depan pintu
rumah batang langsung beranjak pergi pulang ke tempat ayah

222
Guru Pekerjaan Mulia

nginap yang meninggal ibu yang sedang memijit orang yang


sakit ringan. Aku berlari, sebentar saja sudah sampai di rumah.
Sesampai di rumah aku memanggil ayahku. Ayaaaah….ayaaaah
…….ayahaaaaaaaa…..hhhhh. Rupanya ayahku pergi mandi ke
sungai. Aku merasa kecewa karena tidak ketemu ayahku. Aku
harus menunggu ayah naik dari sungai. Tidak begitu lama ayahku
sudah datang dari sungai. Ayah, ayah tadi ada nenek mau beri
daging. Kamu ambil! Tidak, kan ayah pesan pada adik(panggilan
orang tua/kakak pada saya) kalau yang memberi makanan jangan
diambil. Kata ayah dengan adik sekarang musim gawai kamu
jangan ngambil makanan yang diberikan, takut itu ada bercampur
daging babi.
Semua barang dagangan sudah habis terjual. Ayahku bersiap-
siap mau pulang kampung dengan membawa hasil jualan. Setelah
semua barang dagangan siap barulah kami berangkat pulang
dengan sampan (perahu). Setiap kampung yang ketika mudik
singgah setelah berangkat pulang berhenti untuk mengangkat
barang untuk muatan ke sampan. Setelah sampai di kampung
tempat tinggal barang-barang hasil jualan dibawa ke rumah.
Nanti barang-barang tersebut dijual kembali. Kalau getah dan
kulat biasanya dijual langsung ke Kota Sanggau bahkan ke Kota
Pontianak.
Ayahku sudah tua dan memutuskan untuk berjualan
rumah saja. sementara aku sudah berumur 8 tahun. Seharusnya
pada umur tujuh tahun saya sudah kelas 2 SD. Padahal teman-
teman yang seumur denganku sudah bersekolah. Ayahku tidak
memperhatikan bahwa sekolah itu penting sekali. Hampir semua
kakak-kakakku tidak bersekolah. Diantara sebelas bersaudara,

223
~ Jangan Gagal Move On ~

hanya dua orang anaknya yang bersekolah dan menjadi PNS(yaitu


saya dan kakak saya Iskandar Almarhum). Walaupun ayahku
tidak memperhatikan betapa penting sekolah, akan tetapi ayahku
mendidik anak-anaknya ilmu-ilmu agama. Ayahku berprinsip
bahwa walaupun sedikit mempunyai ilmu, maka yang sedikit
itulah yang diamalkan. Kalau kita tahu bahwa sedekah itu
berpahala maka kita harus mengamalkannya. Kalau kita sudah
tahu tentang sholat, maka kita harus mengerjkannya. Begitu juga
ibadah-ibadah yang lain. Ayahku tidak segan-segan menghukum
anak-anaknya apabila tidak mengerjakan Sholat.
Hari-hari saya selalu bermain dengan teman-teman sebaya.
Saya sedang asyik bermain, tiba-tiba seorang teman bernama
Erlani berkata:“Kamu tidak Sekolah?”, Saya jawab “ tidak tahu!”.
Nanti teman-temanmu sudah jadi Insinyur, kamu jadi apa? Saya
jawab untuk apa sekolah. Mau jadi camat, camat sudah ada,
mau jadi Bupati, bupati sudah ada, pokoknya semua sudah ada.
Sebentar lagi liburan sekolah selesai. Ayo ikut kami sekolah. Mau
tidak. Boleh, kalau kamu turun nanti, jemput saya!
Pada tahun ajaran baru telah tiba, tanpa sepengetahuan ibu,
saya dan teman-teman berangkat ke sekolah. Waktu itu masuk
Sekolah sangatlah mudah. Yang penting mau sekolah itu sudah
cukup. Waktu sudah menunjukkan jam 07.00 WIT Kepala SDN
01 Serambai memukul lonceng. Murid-murid berbaris di halaman
Sekolah. Tiba-tiba kepala Sekolah memukul pantat anak kelas
tinggi. Mereka dipukul satu persatu dipukul sambil berjalan
menuju ke ruangan kelas masing-masing. Karena sering dipukul,
mereka memasang buku tebal dibelakang bagian dalam baju. Jika
kepala Sekolah memukul lagi maka bekas pukulan tidak terasa.

224
Guru Pekerjaan Mulia

Semua murid sudah masuk ke ruangan kelas-kelas masing-masing.


Siswa yang baru masuk juga kelas Ruangan kelas 1. Saya masuk
ke ruangan dan langsung duduk dibagian belakang. Suasana
kelas penuh sesak, karena jumlah murid cukup banyak. Murid
berjumlah 50 orang. Kami sedang asyik bermain, tiba-tiba guru
masuk keruangan. Pertama-tama guru memperkenalkan diri.
Nama saya Baniamen. SR. saya adalah guru kalian kelas 1. Oleh
karena itu kalian semua harus patuh dengan saya. Dengarkan
dari saya juga guru-guru yang lain. Walaupun guru tersebut bukan
guru kelas kalian. Guru di sekolah adalah sebagai orang tua kalian.
Perkenalan bapak cuku dulu. Coba kalian perhatikan ke depan.
Pak guru mengambil kapur, lalu menulis di papan tulis 2X3=….?
Siapa yang bisa? Murid-murid terdiam semua. Tidak ada satupun
yang menjawab. Anak-anak dua kali tiga sama dengan 6. Anak-
anak lonceng sudah berbunyi. Sekarang kalian boleh istirahat.
Kurang lebih 3 bulan saya bersekolah di SDN 01 Serambai.
Karena pada akhir tahun 1978, sebagian murid dari kelas 1 sampai
kelas III dipindahkan ke SDN 09 Tanjung Merpati. Kegiatan siswa
di SDN 09 Tanjung Merpati ini adalah banyak mencangkul dan
membersihkan lingkungan sekolah. Jadi belajar sedikit berkurang.
Maklum karena sekolah baru berdiri dan baru dibuka. Setelah
ulangan kenaikan kelas, sat minggu kemudian kami berbaris di
halaman. Pada saat guru kelas mengumumkan siapa-siapa yang
juara kelas. Disini saya termotivasi ingin jadi juara dan
mengalahkan mereka. Pada kelas 2 SD saya belum bisa membaca.
Untung guru bahasa Indonesia selalu memberikan dikte pada
setiap mata pelajaran Bahasa Indonesia. Disamping memberikan
dikte, guru bahasa Indonesia meminta murid-murid untuk
membaca teks kedepan kelas. Karena saya dia awali huruf “S”,

225
~ Jangan Gagal Move On ~

maka saya selalu maju ke depan sudah pertengahan. Begitu juga


sebaliknya sudah setengah murid yang maju baru saya. Sambil
menunggu giliran saya berusaha menghafal bacaan yang akan
dibaca di depan kelas nanti. Begitu giliran saya, saya sudah hafal.
Begitu naik ke Kelas III saya belum lancar membaca. Untuk
mengisi waktu liburan, setelah saya dinyatakan naik ke kelas III.
Karena saya belum lancar membaca, namun dalam hati saya ingin
seperti kawan-kawan yang sudah pandai membaca. Pada malam
hari saya nonton Televisi dimana memasuki waktu magrib suara
Azan berkumandang. Di layar televisi tersebut ada terjemahan
berbunyi, marilah menuju kejayaan . lalu kalimat ini saya
hafalkan. Setelah hafal saya rubah satu persatu dan akhirnya saya
bisa dan lancar membaca. Dan ketika sudah masuk tahun ajaran
baru, kelas III oleh guru bahasa Indonesia selalu meminta siswa
untuk membaca cepat. Tanpa memperhatikan tanda baca. Namun
setelah semua siswa lancar membaca barulah guru Bahasa
Indonesia yaitu bapak Abdul Latif menjelaskan tanda baca dan
intonasinya. Pada usia SD kelas III ini ayah saya meninggal Dunia.
Saya harus membantu ibu untuk mencari uang. Saya harus
mencari orang yang pandai membuat kue untuk dijual keliling.
Harga kue yang saya jual adalah Rp. 20 per kue. Jika saya
membawa 30 kue, maka saya harus menghitung jumlah penghuni
rumah. Jika jumlah anggota keluarga 5 orang pada setiap rumah,
maka 6 buah rumah yang dikunjungi untuk menawarkan kue.
Begitu sampai di Sekolah Kue yang saya bawa sudah selesai. Saya
berhasil menjadi juara satu yaitu ketika sudah duduk di kelas V
SD. Pada waktu itu ku ingat kepala Sekolah Bapak Nong Haidi
memberi ulangan harian IPS sebanyak 10 soal. Pada ulangan itu
aku mendapat nilai seratus. Demikian juga pada mata pelajaran

226
Guru Pekerjaan Mulia

yang lainnya. Untuk matematika aku selalu mendapat nilai 8 atau


9. Pada saat itu, saya juga hafal 50 nama Presiden termasuk nama
raja dan perdana Menteri. Di kelas VI saya juga menjadi juara satu.
Bahkan saya menjadi juara satu se-Kecamatan kembayan. Dari
delapan mata pelajaran jumlah nilai Ijazah 71. Kalau dirata-
ratakan adalah 8,8. Semua nilai setiap pelajaran terdiri dari 8 dan
9. Kecuali Kesenian mendapat nilai 7. Memang mata Pelajaran
Kesenian saya kurang menyukai. Masih duduk di bangku SD ini,
untuk membantu ekonomi ibu, setiap sore aku mengokulasi karet
di kampung tanap. Satu batang karet diokulasi mendapat upah
Rp. 50. Jika kita mampu okulasi karet sebanyak seribu. Maka karet
yang hidup kurang 700 karet, maka kita mendapat upah sebesar
Rp.35000. Jika okulasi karet tidak ada, saya dengan kakak
kandung Sunardi Ali mengambil kerikil atau pasir. Kerikil atau
pasir ini di ambil dari Sungai Sekayam. Untuk mengambil kerikil
dan pasir ini kita harus menunggu air sungai Sekayam kering. Air
sungai Sekayam akan kering apabila datangnya musim kemarau
panjang. Daerah kami khususnya dan Kalimantan Barat pada
umumnya kemarau panjang biasa mencapai 2 sampai 3 bulan
lamanya. Pada zaman dahulu kemarau panjang biasa terjadi pada
nama bulan yang diakhiri bukan huruf “R”, yaitu bulan juni, juli
dan agustus. Masih di SD, selain mengokulasi karet dan
mengangkut kerikil dan pasir, diluar jam sekolah saya juga
bersama teman bermain Sepak Bola. Hobi bermain sepak bola
semenjak masih duduk kelas III SD. Di sepak bola aku selalu
bermotivasi pada uang. Ada kesebelasan kampung Keroyet,
kesebelasan kampung Tanjung Merpati, dan kesebelasan kampung
Serambai. Setiap akan bertanding antara kesebelasan, sebelum
bermain harus membuat perjanjian. Dimana setiap kesebelasan

227
~ Jangan Gagal Move On ~

harus menyiapkan 1 termos yang isinya sebanyak 100 bung es.


Kesebelasan mana yang menang, maka kesebelasan itu yang
mengambil es kesebelasan yang kalah. Kesebelasan kampung
Keroyet selalu menang. Saya adalah sebagai Striker selalu
mencetak goal. Kesebelasan kami mempunyai kiper yang handal.
Kiper kami bernama Suryadi. Ia pandai sekali menjadi kiper. Jika
kami bermain, Suryadi menjadi kiper kesebelasan kami jarang
kebobolan. Artinya kesebelasan kami yang selalu membawa 1
termos es dan ditambah 1 termos kami. Biasa setelah mendapat
jatah, selebihnya kami jual. Uang hasil jualan tersebut kami bagi
rata. Pada tahun 1986 saya mengikuti Jambore Nasional ke
Cibubur Jakarta. Untuk mengikuti Jamnas itu harus melalui
seleksi antara anggota Pramuka penggalang yang lain. Jumlah
anggota penggalang yang diseleksi adalah 10 orang anggota
penggalang putra dan 10 orang anggota penggalang putri. Adapun
penggalang putra yang terpilih adalah saya dan yang terpilih Ida.
Saya dan Ida adalah yang mewakili Kecamatan Kembayan. Oleh
karena itu saat berangkat ke Jambore Nasional kami dilepas oleh
Camat Kembayan. Saya dan Ida mendapat sumbangan dari Pak
camat. Sebagai anak kampung yang orang yang orang tua telah
meninggal dunia semenjak saya masih duduk di kelas III SD, tentu
berangkat ke Jakarta adalah merupakan suatu kebanggaan
tersendiri. Kebanggaan ibu, kebanggaan keluarga, kebanggaan
pemerintahan kecamatan Kembayan. Bahkan bapak Sugeng
selaku camat mencari sumbangan kepada masyarakat untuk uang
saku aku berangkat ke Jakarta. Dan pakaian seragam Pramuka
juga diberi secara gratis. Disamping itu saya juga membawa uang
hasil tabungan sendiri yang saya simpan di dalam tanah sebesar
empat ribu rupiah. Naik kapal laut itu juga mempunyai

228
Guru Pekerjaan Mulia

pengalaman masa kecil yang tak pernah hilang dari memori


hidupku. Apalagi berangkat ke kota Jakarta sebagai Ibu Kota
Negara Republik Indonesia. Aku berangkat ke Jakarta dengan
menggunakan kapal perang KRI Teluk Tomini 508. Rombongan
Pramuka Kalimantan Barat berangkat dari pelabuhan Pontianak
pada jam kurang lebih jam 15.00 WIB. Beberapa saat setelah
berangkat, kapal belum begitu jauh dari muara Sungai Kapuas
hari pun hujan lebat. Angin berhembus kencang. Gelombang
sangat tinggi. Kapal kami bergoyang kuat sekali. Saya waktu itu
sangat panik ketakutan. Saya tidak henti-henti berdoa kepada
Allah SWT supaya saya beserta anggota Pramuka yang
menumpang kapal ini selamat. Doa yang aku baca adalah apa saja
yang ingat. Hujan dan angin kencang tidak terlalu lama. Saya lalu
mengucapkan alhamdulillah atas ijin Allah SWT. Begitu hujan
berhenti. Angin sudah berhenti berhembus. Air laut sudah tidak
lagi bergelombang tinggi. Kapal kami yang ditumpangi melaju
dengan pasti. Pada saat itu saya mempunyai pertanyaan yang tidak
bias jawab sendiri. Untuk menjawab apa yang dipikirkan tersebut,
saya berjalan mencari orang yang bias menjawab. Sewaktu saya
berjalan, saya ketemu salah seorang ABK (Anak Buah Kapal). Lalu
saya bertanya kepadanya? Om, boleh saya bertanya! Boleh, Tanya
tentang apa? Tadi waktu hujan saya tidak ada suara petir? Jawab
dari ABK, memang di laut lepas tidak ada petir, karena petir hanya
di daratan. Didaratan ada plus mines. Om boleh saya naik ke atas?
Boleh, ayo ikut saya. Saya pun naik ke atas bersama ABK. Diatas
saya heran melihat kemudi tidak ada yang memegang atau
mengendalikan. Om kok itu tidak yang memegang, itu hanya
dikendalikan sesekali saja, sesuai tujuan kita. Kapal Kita sekarang
menuju kearah Jakarta. Mata angin yaitu bagian utara. Kalau kita

229
~ Jangan Gagal Move On ~

belok sedikit arah kiri maka kita kan menuju ke Singapor. Kalau
yang ini apa nama om? Ini namanya radar. Radar ini untuk
mengetahui apa yang ada di depan. Misalnya kalau di depan kita
ada pulau, kapal laut atau lautnya dangkal, maka akan di radar ini.
Coba adik lihat di depan kita ada pulau kecil. Diradar ini ada titik
yang menunjukkan sebuah pulau ada di depan. Menurut
penjelasan ABK, Kecepatan kapal perang ini 12 Mil/jam.
Perjalanan Pontianak Jakarta kurang lebih 40 Jam. Pada malam
hari saya memperhatikan ada lampu kelap-kelip dari kejauhan,
lalu saya menuju kakak pembina untuk menanyakan apa benda
itu. Tidak lama kemudian saya ketemu kakak Pembina. Kak apa
nama benda itu seperti lampu yang berkedip-kedip? oh itu
namanya”mercusuar”. Oh mercusuar, ya kak. Ya dek. Terimakasih,
ya kak. Hari sudah menunjukkan pukul 21.00 saya menuju ke
tempat tidur, untuk istirahat. Pada malam kedua, KRI Teluk
Tomini 508 telah berlabuh di sekitar kepulauan seribu. Sayup-
sayup kedengaran ada yang mengatakan kita telah sampai di
Jakarta, lampu-lampu kota Jakarta nampak dari kejauhan. Indah
sekali kota Jakarta di malam hari. Kelihatan juga lampu Monas.
Tepat jam 07.00 WIB kapal dengan ditarik kapal kecil untuk
merapat ke pelabuhan Tajung Periok II.
Barang-barang kami sudah dimasukkan kedalam bis. Semua
persiapan telah selesai. Rombongan Pramuka sudah semua masuk
Kedalam bis. Bis yang kami membawa kami sudah berangkat
menuju ke Bumi Perkemahan Cibubur. Dalam perjalanan tidak
ada kendala sama sekali. Karena bis kami dikawal oleh mobi
kepolisian. Pengawalan ini dimulai dari pelabuhan Tanjung Periok
II sampai ke Bumi Perkemahan Cibubur Jakarta. Selama di bumi
perkemahan saya banyak mengikuti kegiatan. Diantara kegiatan

230
Guru Pekerjaan Mulia

tersebut adalah memanah, menembak, halal rintang, menjelajah


dan menjelajah. Untuk rekreasi saya memilih ke kebun Raya
Bogor. Saya bersama rombongan Pramuka diberi ijin untuk
memasuki Istana Bogor. Di teras Istana Bogor ada patung yang di
datangkan dari rusia. Didalamnya ada kaca yang dipasang simetris
yang biasa disebut kaca seribu. Di dalam Istana kami melihat
kamar tempat Presiden Soekarno istirahat. Juga salah satu pintu
utamanya sangat besar. Kegunaan pintu utama ini adalah untuk
memutar film. Disamping itu dilingkungan Istana Bogor ada
hidup banyak Rusa. Rusa itu awalnya hanya satu pasang. Rusa-
rusa itu setiap hari diberi makanan oleh petugas pada jam 09.00
pagi. Disamping itu di Kebun Raya Bogor juga ada banyak tumbuh-
tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan itu tidak hanya berasal dari
Nusantara, namun ada juga yang didatangkan negara-negara lain.
Misalnya ada rotan yang didatangkan dari Thailand. Di Kebun
Raya Bogor ada pohon Sawit pada tahun 1986 tingginya sudah
mencapai 80 meter. Setelah tamat SMP saya melanjutkan sekolah
ke Madrasah Aliyah Darul Arqam Sanggau. Saya sekolah Aliyah
sambil bekerja. Setiap jam 03 pagi saya harus bangun untuk
berangkat kerja. Selesai sholat Tahajud saya baru turun kerja ke
pasar Sentral. Adapun pekerjaan saya adalah tukang potong ayam
daging. Saya sholat subuh di tempat kerja. Pada jam 06.00 pagi
saya harus mengantar daging ayam potong ke Rumah makan yang
ada di kota Sanggau. Saya mengantar ayam dengan menggunakan
sepeda ontel. Ini pekerjaan saya selama 3 tahun sampai saya tamat
Madrasah Aliyah. Setelah tamat Aliyah saya pulang ke kampung.
Pada saat itu datang kepala Madrasah Tsanawiyah Fadhillah ibu
Dra. Habibah ke rumah. Ia meminta saya menjadi guru honor.
Karena saya masih bersemangat, permintaan kepala M. Ts.

231
~ Jangan Gagal Move On ~

Fadhillah di terima. pada tanggal 18 Oktober 1990 saya mulai


bekerja sebagai guru Honor Madrasah Tsanawiyah Fadhillah
Kecamatan Kembayan. Di sekolah ini saya mengajar Pendidikan
Jasmanai dan Olah Raga. Pada tahun 1991 saya juga diminta oleh
kepala SMP Negeri 01 Kembayan untuk mengajar Pendidikan
Agama Islam dan pendidikan jasmani dan Olah Raga. Kepala
Sekolah bernama Bapak Zubaidi dan semua guru tetap adalah
guru saya. Mereka bahagia dengan kehadiran saya di SMP Negeri
01 Kembayan. Saya juga senang mengajar disini karena saya bisa
mengajar sambil belajar. Jika ada pekerjaan yang tidak bisa, saya
tanyakan kepada mereka. Pada waktu mengajar SMP Negeri 01
Kembayan ini, saya baru tahu bahwa seorang guru apabila
mengajar terlebih dulu membuat RPP. Untuk membuat RPP ini
pada saat libur panjang. Membuat RPP ini membutuhkan waktu
yang lama, karena materi pelajaran selama Semester I dan
Semester 2 banyak sekali. Setelah selesai dibuat baru serang guru
menghadap kepala Sekolah ditanda tangani. Untuk membuat RPP
ini dengan menggunakan tangan. Dan menggunakan buku besar.
Bagi seorang PNS, membuat RPP adalah bisa digunakan Kredit
Poin yang digunakan sebagai usulan pangkat. Saya juga membuat
RPP walaupun status sebagai guru Honor. Saya juga menjadi guru
honor di SMP Negeri 02 Kembayan di Kelompu. Mulai mengajar
di SMP ini pada tahun 1992. Kepala Sekolah adalah Bapak
Zubaidi. Semua guru di SMP Negeri 02 Kembayan adalah guru
SMP Negeri 01 Kembayan. Saya mengajar Pelajaran Agama Islam,
IPS, Geografi, dan Olah Raga Kesehatan. Saya juga di percaya
menjadi Wali Kelas II B. Pada sore Jum’at saya juga membina
PRAMUKA. Karena saya di percaya menjadi Wali Kelas II B, saya
mempunyai strategi dalam mendidik siswa. Adapun strategi saya

232
Guru Pekerjaan Mulia

adalah dengan mendekati siswa dan orang tua. Untuk siswa setiap
satu sabtu pada istirahat kedua, saya memanggil 3 orang untuk
diberikan nasihat. Terutama tentang bagaimana cara
meningkatkan hasil pelajaran. Saya harus menjelaskan kalau
sekolah harus rajin belajar dan jangan nakal. Bagi anak yang nakal
saya memberikan nasihat dan menggali kenapa mereka nakal.
Untuk yang nakal saya memberikan surat panggilan kepada orang
tua supaya datang ke Sekolah. Tujuan memanggil orang tua adalah
untuk memberitahu bahwa anaknya nakal, nilainya kurang.
Honor saya di SMP Negeri 02 Kembayan di kelompu ini hanya Rp.
1200 perhari. Jarak tempuh dari rumah ke sekolah 15 Km.
stambang Bis tahun 1992 sudah Rp. 500, jadi kalau Pulang Pergi
Rp. 1000. Kadang-kadang saya juga membeli indomie dan telur.
Harga indomei Rp. 200. Harga telur Rp. 50. Jadi saya harus
menambah Rp. 50 untuk biaya dalam satu hari jika mengajar ke
SMP 02 ini. Namun mempunyai akal untuk menambah uang
honor. Apabila saya mempunyai rezki lebih saya harus menabung.
Uang tabungan saya membeli Tustel yang murah. Adapun harga
Tustel saya beli dengan harga Rp. 50.000. Alhamdulillah setelah
mempunyai Tustel tersebut saya bisa mengantongi uang ratusan
ribu rupiah dalam satu minggu. Karena saya sudah menjadi tukang
photo. Saya setiap hari minggu berangkat ke Kota Sanggau untuk
mencuci photo. Hasilnya cukup lumayan. Pada awalnya harga
photo per lembar ukuran 3R Rp. 500. Dan yang ukuran 8R
harganya Rp. 20.000. Photo yang ukuran 8R, jika ada yang minta
dengan bingkai harganya Rp. 30.000 Pada tanggal 1 Juni 2003
saya menerima SK sebagai guru bantu. Pada hari berikutnya saya
mengambil surat tugas di Dinas Pendidikan Kabupaten Sanggau.
Pada saat menerima SK guru Bantu ini ada keputusan yang harus

233
~ Jangan Gagal Move On ~

saya pilih. Yaitu dengan menerima SK atau menolak. Karena pada


saat itu juga Ibunda tercinta dalam keadaan sakit. Jika menerima
SK guru bantu berarti harus meninggalkan ibu saya. Jika saya
menolak berarti saya kehilangan kesempatan kerja. Sungguh berat
keputusan yang saya ambil. Untuk memutuskan kedua pilihan,
saya harus bertanya dengan teman-tema, teman guru sekaligus
guru saya masa SMP dan teman-teman yang lain. Lagi-lagi teman
saya sebelum masuk SD yaitu Erlani yang menyarankan saya untuk
menerima SK Guru Bantu. Ia juga menyarankan supaya saya
menunggu perkembangan sakit ibuku. Namun pada tanggal 30
Juli 2003 ibundaku meninggal dunia. Setelah 7 hari ibundaku
meninggal dunia, saya dengan Erlani berangkat ke Tanduk.
Adapun tujuan saya ke Tanduk untuk melaporkan bahwa saya
bertugas di SDN 20 Tanduk. Kami berangkat dengan
menggunakan Honda Supra. Perjalanan kami ke Tanduk sangat
jauh. Jarak tempuh dari kembayan ke Tayan hilir 100 Km. Kami
berangkat dari Kembayan ke Tayan Hilir memerlukan waktu 3 jam
dengan menggunakan Honda Supra 100 cc. Setelah sampai di
Tayan Hilir, kami terlebih dahulu istirahat. Kira-kira setengah jam
kami beristirahat, barulah kami mencari transportasi sungai.
Untunglah ada seseorang yang membantu kami untuk mencari
transportasi air. Tidak lama ia sudah mendapat Speedboat yang
digunakan untuk berangkat Tanduk A. Orang yang membantu
kami juga diajak untuk memandu jalan. Speedboat kami melaju
dengan cepat. Tidak berapa lama kami sudah sampai di Tanduk A.
Kurang lebih satu jam kami berbincang-bincang, kami berpamitan
pulang. Awal bulan September 2003 saya mulai bekerja di SD
Negeri 20 tanduk. Di tanduk saya mempunyai bapak angkat
bernama Dollah. Di rumah pak Dollah ini saya tinggal selama

234
Guru Pekerjaan Mulia

tujuh tahun lamanya. Saya harus mencari bapak angkat karena


gaji saat diangkat jadi Guru Bantu sebesar Rp. 450.000 per bulan.
Uang sebesar ini tidak cukup untuk biaya selama satu bulan. Pada
tahun 2016 gaji guru Bantu naik menjadi 460.000 belum potong
pajak 10%. Pada bulan Mei 2005 saya ditawari oleh kawan saya
untuk mengikuti kuliah. Karena saya sudah mempunyai motivasi
ingin menambah ilmu, tawaran dari Agus Ridwan diterima.
Namun saya terlebih dahulu minta ijin dahulu kepada sang istri
tercinta. Alhamdulillah istri yang selalu mendukung karir saya
merestui untuk melanjut pendidikan ke strata 1. Saya melanjutkan
kuliah in setelah dua tahun mengajar di SDN 20 Tanduk. Pada
awal bulan September saya mulai kuliah pada STAIMA Sintang.
Setiap Sabtu-Minggu saya harus pulang pergi Tanduk-Sanggau
untuk mengikuti kuliah. Biaya kuliah perbulan Rp. 250.000 per
bulan. Biaya sebesar ini sebenarnya diluar jangkauan ekonomi
saya. Dimana saya harus membayar juga sewa rumah sebesar Rp.
250.000 per bulan. Untuk menambah rizki, saya menjdai
penggulung. Satu bulan sebelum istri melahirkan, saya
membutuhkan uang untuk biaya RSU Sanggau. Saya harus
mencari pinjaman. Saya coba nanya ke beberapa Bank, namun
tidak ada yang mahu memberi. Sudah hampir satu bulan saya
mencari pinjaman, namun tidak ada satu Bank yang mahu
memberi. Padahal saya sudah menjelaskan pekerjaan sebagai guru
bantu. Pada awal bulan kedua saya mencoba bertanya ke Bank
DSM. Hanya Bank DSM ini mahu memberikan pinjaman. Saya
diminta untuk melengkapi berkas. Saya diwawancara oleh Pak
Budi. Saya harus menunggu 2 bulan barulah pihak menyetujui
pinjaman pada saya. Pinjaman saya disetujui oleh Bank DSM
sebesar Rp. 2.000.000 (dua juta rupiah). Pada tanggal 18

235
~ Jangan Gagal Move On ~

Desember 2005 istri saya melahirkan anak pertama. Istri


melahirkan seorang perempuan. Istri melahirkan dengan operasi
Sasar di RSU Sanggau. Biaya operasi sebesar Rp. 2.500.000.’.
sedangkan uang saya hanya Rp. 2.000.000.Jadi saya mencari
kekurangan Rp. 500.000. Selama saya menikah, istri yang
membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Setiap hari istri
membuat kue untuk dijual. Diantara kue tersebut adalah putu
mayang, putu piring, putu labu, apam kukus, lepez, dan keroket.
Harga setiap Rp. 1.000. Pada bulan Ramadan istri membuat kue
kote. Kue kote ini enak sekali untuk berbuka Puasa. Kemudian
pada 10 hari menjelang hari raya Aidil Fitri istri sudah mulai
membuat kue Merke. Harga 1 kg sebesar Rp. 80.000. Pada tanggal
1 Januari 2007 saya menerima SK CPNS. Saya sangat bahagia
sekali. Kebahagian ini sudah saya tunggu kurang 17 tahun. Saya
sujud sukur kehadirat Allah SWT atas diterimanya sebagai CPNS.
Karena diterimanya saya sebagai CPNS atas ijin-Nya semua. Sudah
12 bulan saya menunggu pelatihan Prajabatan. Akhirnya Pada
tanggal 5 Februari 2009 saya dipanggil untuk mengikuti pelatihan
Prajabatan. Pada tanggak tanggal 1 Desember 2009 saya menerima
SK perubahan Status. Kemudian Pada 18 Februari 2010 saya
mengurus surat pindah ke SD Negeri 72 Trans Belangin
Kecamatan Kapuas. SK pindah saya keluar bersamaan dengan
Ujian nasional tahun 2010.
Waktu itu saya sedang mengawas di SDN 2 Tayan Hilir.
Namun saya baru tahu bahwa SK pindah keluar yaitu pada tanggal
2 Mei 2010. Saya baru mengambil SK pindah tersebut setelah saya
mengawasi Ujian Nasional. Pada tanggal 4 Mei 2010 saya
mengambil SK di BKD Kabupaten Sanggau di bagian Mutasi.
Adapun kepala bagian mutasi adalah Alifius. Saya menghadap pak

236
Guru Pekerjaan Mulia

Alifius, ia mempersilakan saya duduk. Saya katakana terimakasih


sambil menarik kursi untuk saya duduk. Pak Alifius mengucapkan
selamat atas kepindahan saya sambil menyerahkan SK mutasi.
Saya langsung mengambil SK tersebut dari tangan Pak Alifius dan
lansung saya baca. Rupanya SK mutasi tersebut TMT Pada tanggal
1 Mei 2010. Pada hari berikutnya saya melaporkan ke Kepala SD
Negeri 72 Trans Belangin. Kepala sekolah seorang perempuan
bernama Maria Katharina Ana. Disamping melaporkan SK
pindah, saya juga minta ijin untuk mulai aktif mengajar disini
setelah kenaikan kelas. Walaupun saya sudah minta ijin, sesekali
kepala sekolah ibu Maria Katharina Ana menghubungi saya via
hp. Ibu kepala sekolah menghubungi saya supaya juga sesekali ke
SD Negeri 72 Trans Belangin. Karena permintaan kepala Sekolah
maka harus turuti. Pada bulan Juli 2010 sebagai tahun ajaran baru
2010/2011 saya mulai mengajar di SD Negeri 72 Trans Belangin.
Guru-guru SD Negeri sangat senang sekali dengan kepindahan
saya ke SD ini. Dengan adanya saya pindah di SD Negeri 72 Trans
Belangin jumlah guru tetap menjadi 3 orang guru tetap. Sementara
guru tidak tetap berjumlah 4 orang. Jadi keseluruhan ada 7 orang.
Namun beberapa bulan kemudian ada seorang GTT
mengundurkan diri. Kkenapa ia pindah? Karena ia mengikuti
suaminya ke darah kepulauan Riau. Selama saya mengajar di SD
Negeri 72 Trans Belangin, banyak cerita dan pengalaman yang
saya. Untuk mengajar saya harus menempuh perjalanan sejauh 15
km. Untuk persiapan mengajar saya harus bagun pada waktu
subuh. Pada pukul 06.00 WIB saya sudah berangkat ke Sungai
pelanduk. Sampai di Sungai Pelanduk, saya harus menyeberang ke
Sungai Kapuas ke Dusun Penyeladi Hilir. Biaya penyeberangan
pada tahun 2010 sebesar Rp. 7.000. Saya berangkat mengajar

237
~ Jangan Gagal Move On ~

harus menjemput pak Ade Syahrel. Ia mengajar di SD Negeri 64


Jawai. SD Negrei 64 ini jarak hanya10 km. Saya dengan pak Ade
Syahrel untuk menghematkan biaya pengeluaran, kami membuat
perjanjian. Perjanjian yang kami buat adalah untuk bensin saya
yang membeli sedangkan biaya penyeberangan di bayar oleh pak
Ade Syahrel. Jalan menuju Desa Belangin adalah tanah kuning
dan batu-batuan. Tapi banyak ynah kuning. Apabila musim hujan
masih bisa mengajar namun sampai ke Sekolah agak lamabt.
Pernah satu nketika saya bersama Pak Ade Syahrel menanjak
gunung yang jalannya becek, dimana motor Honda tidak mampu
naik. Pertama saya gas motor tapi tidak mampu naik. Kedua kali
saya tancap gas lagi namun juga tidak mampu. Setelah ktiga kali
saya tancap gas, eh ternyata dengan laju sekali motor saya naik
tanjakan tapi. Saya langsung saja berjalan kurang lebih 3 km, lsaya
memalingkan pandangan kebelakang. Ternya pak Ade Syahrek
tidak ada dibelakang. Saya lalu berbalik untuk menjemput, tapi
ada yang membonceng pak Ade. Sudah 4 tahun saya bertugas di
SD Negeri 72 Trans Belangin. Pada tanggal 31 Desember 2012 istri
saya melahirkan anak ke 2. Anak yang ke 2 ini seorang perempuan.
Anak saya ini diberi nama Rahmi Nurhidayati. Tiga bulan
kemudian anak saya itu di vonis dokter,” sakit jantung bocor”.
Semenjak Rahmi itu dibutuhkan dokter jantung bocor, istri saya
pikirannya menjadi tidak tenang. Sudah beberapa kali berobat ke
Pontianak, namun tidak ada hasil. Pada tanggal 17 April 2014 istri
saya opname di RSU Sanggau. Selama satu bulan istri saya bolak
balik masuk rumah sakit. Pada tanggal 17 Mei 2014 jam 04 pada
istri saya menghembuskan nafas terakhir di Rumah sakit Yos
Sudarso Pontianak. Almarhum dimakamkan di pemakaman
Perintis Kabupaten sanggau. Banyak duka dan cerita selama

238
Guru Pekerjaan Mulia

bersama istri tercinta. Selama menikah tanggal 5 September 2004


kami selalu bersama-sama dalam menghadapi masalah hidup.
Saya menjadi PNS, juga terlepas dari dukungan almarhumah istri.
Setiap ada permasalahan selalu kami diskusi. Kau telah pergi
untuk selamanya. Dua anakmu Nafisa Muthmainnah dan Rahmi
Nurhidayati ayah rawat sendirian. Sekarang Nafisa sudah duduk di
kelas VIII Madrasah Tsanawiyah 1 Sanggau. Selama bertugas di
SDN 72 ini saya sudah tiga kali naik pangkat yaitu dari Golongan
II.b ke Golongan III.a. Dari golongan II.b ke III.a saya naik pangkat
adalah penyesuaian ijazah S1. Dari Golongan III.a ke Golongan
III.b dan dari Golongan III.b ke Golongan III.c. Dari semua
golongan ini, kenaikan golongan III.b ke Golongan III.c ini yang
sulit Sekali. Karena pada kenaikan pangkat ke golongan III.c ini
harus menggunakan syarat yang baru. Dimana setiap mengurus
pangkat kita harus menggunakan Karya Ilmiyah. Dimana karya
Ilmiyah yang sesuai dengan profesi guru adalah PTK. Nilai yang 1
PTK adalah 4. Akan tetapi untuk kenaikan pangkat dari Golongan
III.b ke III.c bisa dengan membuat artikel di Sebuah surat kabar.
Untuk artikel ini harus membuat 3 kali artikel. Setiap artikel
nilainya 1,5 jadi kalau 3 artikel nilainya 4,5. Setelah mengawasi
USBN 2019 saya mulai mengurus pangka III.c. Mengurus pangkat
III.c dimulai dengan melegalisir ijazah S1. Untuk melegalisir
tersebut, saya berangkat ke Kabupaten Sintang jam 10.30 WIB.
Sampai di kota Sintang jam 14.10 WIB. Untuk menuju ke Kampus
STAIMA Sintang saya harus naik ojek. Ongkos naik ojek Rp.
20.000. Setelah selesai legaliser saya pulang diantar oleh
mahasiswa bernama Rido. Ketika datang di pangkalan bis mobil
jurus Sintang Singkawang sudah ada. Saya langsung naik kedalam
bis. Pada 1 Oktober 2019 saya sudah menerima SK pangkat

239
~ Jangan Gagal Move On ~

Golonagan III.c. Waktu saya mengurus Pangkat Golongan III.c ini


bertepatan pada bulan Ramadhan. Pada waktu mengurus pangkat
dengan pak Suparja di awal bulan Ramadhan mengalami sakit.
Pak Suparja sempat opname di Rumah Sakit Djaman. Saya
semakin gelisah karena waktu mengumpulkan sampai tanggal 20
Mei 2019. Dua hari sebelum tanggal 20 saya sudah
mengumpulkan. Berkas kenaikan pangka Golongan III.c
Alhamdulillah dalam mengurus pangkat dari III. b ke Pangkat III.c
tidak mengalami kesulitan. Karena berkas usulan sudah lengkap.
Yang mengkahwatirkan saya hanya PTK. Karena pertama kali saya
menggukan PTK untuk mengurus pangkat. Menurut info dari
bagian kepangkatan ada 12 orang yang gagal dalam mengurus
pangkat. Pada akhir bulan Oktober 2019 SK Pangkat III. c sudah
keluar. Saya sangat berbahagia sekali. Dengan naiknya pangkat ini
saya sudah berpengalaman dalam mengurus pangkat lagi ke
Golongan III. d. Namun gajih berubah baru pada Desember 2019.
Pada tanggal 16 Desember 2019 saya bersama Kepala SDN 72
Trans Belangin Kec Kapuas yaitu Ibu Maria Katharina Ana, S.Pd.
SD menghadap Ka.KORWIL Kecamatan Kapuas. Adapun tujuan
kami menghadap adalah untuk menerima SK PLH Kepala Sekolah
SDN 72 Trans Belangin dan sekaligus serah terima Jabatan. Yangt
hadir pada waktu itu adalah Kepala Korwil Kec. Kapuas Baapak
Jidon S.Pd, koordinator pengawas Bapak Mohtar, S.Pd, Kepala
SDN 72 Trans Belangin Ibu Maria Katharina Ana, S.Pd.SD dan
Saya Sendiri Selaku PLH yang ditunjuk. Saya sebagai PLH adalah
mengganti Kepala SDN 72 Trans Belangin karena Ibu Maria
Katharina Ana, S.Pd.SD telah memasuki masa Pensiun. Dalam SK
Pensiun menyatakan bahwa tanggal 1 Januari 2019 Maria
Katharina Ana sudah pensiun. Dan dengan berakhirnya masa

240
Guru Pekerjaan Mulia

tugas sebagai Kepala Sekolah maka saya sebagai PLH mulai


bertugas. Dan puncaknya pada tanggal 19 Januari 2019 dengan
keluarga besar SDN 72 Trans Belangin mengadakan perpisahan.
Perpisahan tersebut dihadiri oleh Pengawas kecamatan SD
kecamatan Kapuas Bpak Petrus. S.Pd, Kepala Desa Belangin
Baapak Sanusi, Kepala SDN 66 Belangin III Bapak Lotin, Kepala
SDN 64 Jawai Bapak Waliman, Ketua Komite SDN 72 Trans
Belangin Bapak Wawan Sukmawan. Perpisahan ini sangat meriah
namun sederhana. Disamping perpisahan juga pada hari ini siswa-
siswi SDN 72 Traans Belangin merima Raport. Raport kelas 1, 2,
4, dan kelas 5 dengan Kurikulum 2013 serta kelas 3 dan 6 masih
menggunakan KTSP. Adapun yang mengambil raport adalah
Orang tua atau Wali Murid.

241
Jangan Gagal Move On

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Supriadi adalah anak seorang Pedagang


Kecil. Ayahku bernama Abdillah bin
Ahmad. Ibuku benama Siti Ratna
Djuwita Binti Muhammad Dahlan.
Aku lahir di Kota Kecil Kecamatan
Kembayan pada tanggal 24 April
1969. Aku anak kesebelas dari sebelas
bersaudara. Saudaraku terdiri dari 4
orang perempuan dan 7 orang laki-laki.
Biasa orang menyebutku anak bungsu.
Karena aku anak yang paling bungsu
maka keluarga dari pihak ayah maupun
pihak ibu memanggil aku dengan panggilan Pakcik.
Panggilan Pakcik bukan hanya dari keluarga saja akan tetapi semua lapisan
juga memanggilku dengan panggilan Pakcik. Panggilan Pakcik untuk diriku
menjadi sangat populer sampai sekarang. Pendidikan saya adalah pada
tahun 1978 - 1980 bersekolah pada SDN 01 Serambai. Pada tahun 1981
-1984 saya bersekolah pada SDN 09 Tanjung Merpati waktu itu bernama
SD Inpres. Sekoah pada SMPN 01 Kembayan dari tahun 1984-1987.
Kemudian melanjutkan Madrasah Aliyah Darul Arqam Sanggau dari tahun
1987 - 1990. Melanjutkan D2 IAIN Pontianak pada tahun 1997-2001 dan
mengambil S1 Staima Sintang tahun 2005-2010. Setelah menyelesaika
S1 saya mendapat gelar S.Pd.I. Pada tahun 1986 saya mengikuti Jambore
Nasional ke Cibubur Jakarta.
Kawan yang berangkat satu kecamatan yaitu bernama Ida. Diantara
kegiatan yang saya ikuti adalah memanah, menembak, halal rintang,
menjelajah dan permainan lainnya. Untuk rekreasi saya memilih ke
Kebun Raya Bogor. Saya bersama rombongan Pramuka diberi ijin untuk
memasuki Istana Bogor. Honor Tsanawiyah fadhillah Kembayan mulai

242
Guru Pekerjaan Mulia

tanggal 18 Oktober 1990-1998. Honor SMPN 01 Kembayan dari tahun


1994-2003. Honor SMPN 02 Kembayan di Kelompu mulai tahun 1991-
2003 dan menjadi Guru Bantu pada SDN 20 Tanduk Kecamatan Tayan
Hilir TMT 1 Juni 2003 – 31 Desember 2006. Di samping honor saya juga
seorang guru ngaji dan menjadi pembina PRAMUKA pada M.Ts Fadhillah
kembayan, SMPN 01 Kembayan, SMPN 02 Kembayan di Kelompu, SDN
09 Tanjuung Merpati dan SDN 01 Serambai.
Untuk menambah rejeki saya menjadi tukang Poto keliling. Dari tahun
1995-2002 saya menjual majalah Jumat. Dan pada tanggal 1 Januari
2007 menerima SK CPNS yang tempat tugas pertama di SDN 20 Tanduk
Tayan Hilir. Pada tanggal 1 Desember 2009 saya menerima SK perubahan
Status. Pada tahun 1 Mei 2010 saya pindah pada SDN 72 Trans Belangin.
Pada tanggal 1 Januari 2020 saya ditunjuk menadi PLH Kepala Sekolah
SDN 72 Trans Belangin. Tahun 2011 – 2014 saya mejadi Sekretaris KKG-
PAI kecamatan Kapuas. Dan pada tahun 2019- sampai sekarang menjadi
Ketua KKG-PAI Kecmatan Kapuas.

243
19
METAMORFOSA GURU IDAMAN
Oleh: Arie Wijayanti

N
ama saya Arie Wijayantie. Saya mengajar di SDN
Bojonggede 07 Kecamatan Bojonggede Kabupaten
Bogor sejak tahun 2011. Saat ini saya mengajar di
kelas 6. Awalnya, pada tahun 2003 saya mengajar di SDN
Pabuaran 03 setelah mendapatkan Surat Keputusan (SK)
Pengangkatan Guru Bantu Kabupaten Bogor.
Kemudian Setelah mendapat Surat Keputusan (SK)
Pengangkatan Guru Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil
(CPNS) Kabupaten Bogor pada tahun 2008, saya mendapat tugas
mengajar di SDN Kedung Waringin 05. Pada tahun 2011 saya
mutasi tempat mengajar di SDN Bojonggede 07 sampai saat ini.
Dalam menjalankan kewajiban seorang guru, saya termasuk
guru yang memenuhi kewajiban profesi sebagai guru. Saya
mengajar dan mendidik siswa di kelas, disiplin waktu, dan
mengerjakan administrasi guru dengan tertib. Saya berusaha

244
Metamorfosa Guru Idaman

untuk menjadi guru yang baik bagi para siswa. Para siswa pun
senang belajar dengan saya.
Saya memberikan materi pelajaran yang sesuai dengan
kurikulum. Berjalannya waktu, di mana perkembangan teknologi
semakin maju dan cara berfikir siswa semakin berkembang, saya
mulai berfikir untuk mengembangkan cara mengajar saya. Saya
merasa ketika mengajar di kelas terasa monoton, siswa lebih
terfokus pada buku pelajaran, pembelajaran terasa pasif dan tidak
berkembang. Berangkat dari hal tersebut, saya harus mengubah
metode dan strategi mengajar serta mengembangkan kompetensi.
Saya ingin memberikan pembelajaran sesuai dengan
perkembangan zaman. Tidak hanya mengandalkan buku
pelajaran, metode ceramah, dan pemberian tugas saja. Dalam
mengerjakan administrasi kelas saya masih dengan menulis. Dan
ini menjadikan pekerjaan menjadi lebih lama. Saya sangat ingin
seperti beberapa teman saya yang mengerjakan administrasi
menggunakan laptop maupun komputer. Tetapi saya belum
bisa menggunakannya. Dalam meningkatkan kompetensi, saya
kemudian membeli sebuah laptop.
Untuk pertama kalinya saya memberanikan diri memegang
laptop. Saya sangat awam dengan laptop apalagi untuk
menggunakan program yang ada di laptop seperti MS Word, MS
Excel, dan PowerPoint. Saya pun meminta bantuan kepada teman
saya Pa Jakaria seorang guru TIK di sekolah saya.
Saya mulai belajar sedikit demi sedikit program-program
tersebut. Lama kelamaan saya mulai lancar mengetik RPP dan
administrasi kelas lainnya menggunakan program MS Word. Saya
pun belajar mengunduh materi pelajaran menggunakan Google.

245
~ Jangan Gagal Move On ~

Saya mulai membuat laporan nilai menggunakan program MS


Excel.
Dalam membuat media pembelajaran biasanya saya
mengerjakannya melalui media gambar yang saya buat. Saya
pun menjelaskan materi pelajaran dengan metode ceramah
menggunakan buku pelajaran sekolah. Saya ingin belajar
menggunakan program Power Point dalam membuat media
pembelajaran. Saya pun mempelajari program PowerPoint dengan
bimbingan Pa Jaka.
Ternyata beberapa kali saya mencoba belajar, akhirnya saya
mampu membuat media pembelajaran menggunakan program
PowerPoint. Ketika saya menggunakan media pembelajaran
menggunakan program Power Point siswa sangat semangat belajar.
Hal ini karena terdapat inovasi dalam pembelajaran di kelas.
Setelah beberapa program computer mulai saya kuasai, saya
pun ingin terus meningkatkan kompetensi mengajar saya. Saya
mulai mencari informasi tentang pelatihan-pelatihan. Awalnya,
saya melihat postingan di Facebook (FB) seorang teman saya
tentang pelatihan yang diadakan sebuah lembaga yang bernama
Pendidik Indonesia Pelopor Perubahan (PIPP) yang diketuai oleh
Ibu Nina Krisna Ramdhani. Waktu itu tentang Publikasi Karya
Ilmiah Buku Inovasi Pembelajaran ( INOBEL).
Ketika acara tersebut berlangsung dan para penulis buku
memaparkan karya inovasi pembelajarannya, saya sangat ingin
membuat inovasi dalam pembelajaran saya. Inovasi ini akan
membuat pembelajaran di kelas lebih menarik dan bermakna.
Keinginan saya untuk membuat inovasi pembelajaran sangat
tinggi, saya akhirnya mengikuti pelatihan merancang karya

246
Metamorfosa Guru Idaman

inovasi pembelajaran yang diselenggarakan oleh PIPP juga. Tetapi,


saya belum terbiasa berinovasi, sehingga masih kesulitan dalam
menentukan inovasi dalam pembelajaran saya.
Saya pun mencoba untuk terus menemukan inovasi
pembelajaran dengan mencari di YouTube dan bertanya pada
teman-teman guru lainnya yang sudah terbiasa menjadi guru
kreatif. Saya pun melakukan ATM (Ambil, Tiru dan Modifikasi).
Pada awal bulan Januari 2019, saya melihat pengumuman
pelatihan dari Sekolah Guru Indonesia (SGI) dalam naungan
Dompet Duafa dalam Program SGI Master Teacher Angkatan 33.
Saya mendaftarkan diri dan Alhamdulillah saya lulus seleksi. Dari
SGI ini saya banyak belajar tentang menyusun Penelitian Tindakan
Kelas (PTK), Model dan strategi Pembelajaran kreatif, Media
pembelajaran kreatif, pembuatan display kelas, teori otak ( Triune
Brain Theory), gaya belajar anak (modalitas belajar), membuat
lagu pembelajaran, manajemen kelas dan pengelolaan kelas),
literasi, dan juga tentang kepemimpinan. Dari SGI saya banyak
belajar dan mendapat ilmu yang bermanfaat untuk meningkatkan
mutu pembelajaran saya.
Para trainer di SGI sangat banyak membantu saya
meningkatkan kompetensi saya sebagai guru. Dalam menyusun
Penelitian Tindakan Kelas (PTK), SGI sangat membantu saya.
Mulai dari identifikasi masalah, perumusan masalah, penulisan
kajian teori, penelitian siklus sampai analisis masalah dan
pembahasannya.
Saya ingat ketika saya belum paham tentang bagaimana cara
menuliskan kutipan dari pendapat ahli dari buku sumber. Saya
pun saat itu belum paham tentang bagaimana menyusun laporan

247
~ Jangan Gagal Move On ~

PTK yang benar. Dari SGI saya mampu melaksanakan Penelitian


Tindakan Kelas (PTK) dan menyusun pembuatan laporannya.
Saat wisuda SGI saya mendapat penghargaan “Jamilah Sampara
Award” yaitu sebuah penghargaan tertinggi yang diberikan SGI
sebagai peserta terbaik. Setelah lulus dari SGI, saya ditawari untuk
mengikuti lomba guru berprestasi Kabupaten Bogor mewakili
Kecamatan Bojonggede.
Dari 165 peserta, saya meraih peringkat ke-12. Dan ini
yang membuat saya semakin semangat untuk menuntut ilmu
dalam menambah kompetensi saya sebagai guru. Saya kemudian
mengikuti pelatihan-pelatihan offline maupun online dari
beberapa lembaga pelatihan. Saya mengikuti berbagai pelatihan
yang diselenggarakan PIPP.
Saya mengikuti pembuatan media pembelajaran berbasis
digital dengan aplikasi Easy sketch, Sparkol, video scibe,
pembuatan blog dan membuat channel YouTube. Pelatihan
berbasis digital sangat membantu kemampuan penguasaan IT
saya.
Saya semakin mampu membuat media pembelajaran digital
dan kemudian dapat mempublikasikannya pada media sosial dan
digital. Selanjutnya, saya ikut menjadi anggota Komunitas Media
Pembelajaran (KOMED). Banyak ilmu yang saya dapat dalam
pembuatan media pembelajaran kreatif serta literasi.
KOMED selalu memberikan ruang kepada anggota untuk
berkarya membuat media pembelajaran dan mempublikasikan
media pembelajaran yang dibuat di media sosial. Ini sangat
membantu saya untuk lebih berkarya dalam membuat media
pembelajaran juga meningkatkan kemampuan menulis saya.

248
Metamorfosa Guru Idaman

Saya pernah menjadi juara ke-3 dalam lomba pembuatan media


pembelajaran digital yang diselenggarakan KOMED. Di KOMED
banyak kata-kata inspirasi dari para trainer KOMED yang menjadi
motivasi saya dalam meningkatkan kompetensi. Selain KOMED,
saya juga mengikuti kelas menulis online untuk membuat
buku antologi dalam penyusunan media pembelajaran yang
diselenggarakan Dompet Duafa.
Lembaga pelatihan yang saya ikuti selanjutnya yaitu
ANSAINDO MULKA HOLISTIKA yang dipimpin oleh Bapak
Saiful Bahri. Dari ANSAINDO ini saya banyak belajar tentang
motivasi dan membangun kepercayaan diri sebagai guru dan
untuk menjadi seorang guru sekaligus seorang trainer.
Saya memang sangat ingin menjadi guru sekaligus trainer.
Apalagi menjadi widyaiswara sangat saya inginkan. ANSAINDO
banyak membantu saya memupuk kepercayaan diri saya untuk
berani dan percaya diri tampil dan berbicara di depan umum. Saya
mulai percaya diri menyampaikan materi-materi workshop di
depan para guru.
Peran pertama saya yang pertama menjadi nara sumber
workshop yaitu saat kegiatan workshop di sekolah yang diadakan
oleh seorang teman saya sebagai persyaratan menjadi Kepala
Sekolah. Saat itu saya merasa percaya diri tampil memberikan
materi tentang Perangkat Pembelajaran Kurtilas. Kesempatan
kedua saya menjadi nara sumber kegiatan workshop di sekolah
untuk melatih pembuatan media pembelajaran digital berbasis
ICT.
Menjadi nara sumber merupakan sebuah kehormatan bagi
saya dan harus terus saya tingkatkan kemampuan dan kompetensi

249
~ Jangan Gagal Move On ~

saya. Selanjutnya, SGI Korwil Jawa Barat menawarkan saya


menjadi ketua panitia kegiatan Road Show Guru Pemimpin
(RGP).
Saya menyetujui menjadi Ketua Panitia kegiatan RGP
tersebut yang saya selenggarakan di SDI Perwanida Nurul Fajar. Ini
merupakan pengalaman pertama saya membuat acara workshop
berskala besar. Dan Alhamdulillah acara RGP ini berjalan lancer
dan berhasil dilaksanakan dengan jumlah peserta kurang lebih
100 peserta.
Dari keberhasilan ini, saya kemudian dipercaya menjadi
salah seorang nara sumber dalam acara RGP yang dilaksanakan
di Kecamatan Parung. Kegiatan ini kerjasama antara SGI, ITTS,
dan PGRI Kecamatan Parung. Ini menjadi suatu kehormatan bagi
saya dapat menjadi nara sumber di depan kurang lebih 80 peserta
dan juga dihadiri oleh Ketua PGRI Kecamatan Parung, Ketua K3S
Kecamatan Parung, serta Pengawas Sekolah Kecamatan Parung.
Bagi saya beberapa lembaga-lembaga pelatihan sangat berjasa
dalam meningkatkan kompetensi dan karir saya. PIPP sangat
membantu saya dalam penghitungan Angka Kredit saat pengajuan
kenaikan pangkat.
Melalui PIPP Saya dapat menghitung sendiri angka kredit
dan membuat Laporan Pengembangan Diri. Para trainer di PIPP
sangat membantu membimbing. Saya masih ingat ketika saya
masih bingung menyusun administrasi kenaikan pangkat. Saya
menelepon pengurus PIPP yaitu Bapak Zaenal dan Bapak Zaki.
Mereka membantu saya dengan penjelasan yang sangat baik dan
ramah walaupun melalui telepon dan pada malam hari.

250
Metamorfosa Guru Idaman

Pada awal Desember 2019 saya pun mendapat kesempatan


dari PIPP untuk menerbitkan Jurnal saya pada Jurnal Pelopor
PIPP. Jurnal ini mengenai Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang
saya buat. Betapa senangnya hati saya dapat membuat jurnal
dan diterbitkan oleh Lembaga profesional PIPP. Dari berbagai
pelatihan yang saya ikuti selama ini sangat memberikan manfaat
dan pengaruh positif terhadap perubahan (metamorfosa)
kompetensi saya. Saya yang dulu hanya sekedar mengajar saja,
kini menjadi guru yang mempunyai berbagai kemampuan dan
kompetensi dalam profesi.
Dulu, saya tidak terbiasa membuat PTK tetapi kini saya
paham dan dapat menyusun nya. Saya telah berubah ke arah yang
lebih baik. Saya pun dapat menyajikan pembelajaran kreatif,
inovatif, dan menyenangkan. Kini saya menjadi guru idaman
siswa-siswa saya. Saya bangga menjadi guru.

251
~ Jangan Gagal Move On ~

PROFIL PENULIS

Nama saya Hj. Arie Wijayantie, S.Pd. Saya


lahir di Bogor, 11 Februari 1982. Saya
anak ke-4 dari Bapak Irwan Sukirman
dan Ibu Maryanih. Suami saya bernama
H. Mahpudin, S.Ag pada tahun 2002 dan
dikaruniai tiga orang anak. Anak pertama
bernama Muhammad Hafiduddin (2004),
Muhammad Haikal (2010), dan Afiqah
Farhatussaadah (2016).
Saya lulus dari SDN Bambu Kuning tahun
1994. Kemudian melanjutkan sekolah
di SMPN 1 Depok dan lulus tahun 1997.
Tahun 2000 saya lulus dari SMUN 3 Depok. Kemudian saya melanjutkan
pendidikan di Diploma 1 (D1) PGTK Darul Qalam, Jakarta sambil mengajar
di TKIT Al Iman, Bojonggede. Saat wisuda D1 PGTK Darul Qalam saya
mendapat penghargaan menjadi wisudawan terbaik dan mendapat beasiswa
melanjutkan ke jenjang D2 PGTK Darul Qalam.
Setelah lulus D2 PGTK Darul Qalam saya mengikuti tes seleksi penerimaan
Guru Bantu Kabupaten Bogor pada tahun 2003. Alhamdulillah saya lulus
seleksi dan mendapatkan tugas mengajar di SDN Pabuaran 03, Bojonggede.
Pada tahun 2008 saya diangkat sebagai CPNS dan ditempatkan di SDN
Kedung Waringin 05. Tahun 2011 saya mengajukan mutasi mengajar di SDN
Bojonggede 07 hingga sekarang. Dan kini saya sedang melanjutkan pendidikan
S2.
Saya sangat bangga dengan profesi saya sebagai guru. Guru merupakan
profesi yang sangat mulia. Dari seorang guru akan terwujud generasi-generasi
yang akan membangun bangsa Indonesia ini. Dari guru akan tercipta profesi-
profesi lain yang berguna bagi kemajuan bangsa ini. Peran guru dengan
kemajuan zaman sekarang ini tidak akan tergantikan oleh teknologi karena
guru memberikan keteladanan dan pembinaan karakter peserta didik.

252
20
JADI GURU ITU, SESUATU
Oleh Utin Linda Mersianti

S
ejak duduk di bangku SMA dan mengenal pelajaran
Kimia, aku benar-benar jatuh hati pada pelajaran itu.
Cita-citaku yang sedari kecil ingin menjadi dokter
berubah dengan seringnya kegemaran ku mengerjakan
soal-soal yang diberikan Pak Dzu’ie, guru kimia ku kala itu,
aku ingin menjadi ahli kimia. Karena senangnya dengan
pelajaran kimia, aku sampai senang juga dengan gurunya.
Bagi ku Pak Dzu’ie tidak hanya seorang guru tapi beliau juga
seorang teman sharing yang asyik. Banyak hal yang sering
kami ceritakan, dari masalah pelajaran sampai masalah
tempat kerja untuk ahli-ahli kimia seperti yang ku impikan.
Beliau juga yang mengarahkan ku untuk bisa bergabung di
Badan Tenaga Atom Nasional atau disingkat BATAN.
Aku jadi terobsesi untuk menaklukkan pelajaran yang tidak
semua anak menyukainya dan aku bisa. Pada suatu hari ketika

253
~ Jangan Gagal Move On ~

aku baru sampai di kelas, ku dapatkan beberapa kakak kelas dan


temanku sedang berbincang-bincang di depan kelas. Selintas
mereka menyebut namaku. Eit, ada apa gerangan. Usut punya usut
ternyata kakak-kakak di kelas II Biologi habis di marah Pak Dzu’ie
karena tidak bisa menyelesaikan tugas yang diberikan.
Pak Dzu’ie bercerita kalau ada anak kelas I yang bisa
mengerjakan soal ini, yaitu aku. Alhasil kakak kelasku penasaran
ingin tahu seperti apa sih orangnya, maklum aku bukan anak
hits di sekolah, jadi tak banyak senior tahu dan mengenal ku.
Sebenarnya tidak hanya pelajaran kimia yang ku suka. Aku
terlahir sebagai anak yang memiliki talenta dibidang eksak.
Usia setahun lebih aku sudah bisa membaca jam dinding dan
menyebutkan waktu lengkap dengan menitnya, padahal seusia
itu untuk berbicara saja aku masih cadel. Kemudian pada usia
2 tahun, aku sudah bisa berhitung dan mengembalikan uang
belanja kala disuruh ibu jaga warung yang berada di teras rumah
kalau-kalau ada orang yang mau belanja. Pengalaman inilah yang
mengasah kemampuanku dalam berhitung, ya walaupun awalnya
aku masih menghafal bentuk dan gambar uangnya. Tak ayal
pelajaran yang memiliki basis berhitung dan logika sangat aku
senangi, seperti matematika, geografi, dan fisika. Tamat dari SMA
aku cukup berbangga diri, karena hasil kerja kerasku tak sia-sia,
aku memperoleh peringkat III untuk jurusan Biologi atau A2. O
iya, SMA ku hanya memiliki dua jurusan yaitu Biologi(A2) dan
IPS(A3), maklum sekolahku termasuk baru dan aku merupakan
generasi kelima. Sekolah besar biasanya memiliki 4 jurusan yaitu
Fisika(A1), Biologi(A2), IPA(A3) dan Bahasa(A4).

254
Jadi Guru Itu, Sesuatu

Sebagai peringkat ketiga ketika lulus SMA ternyata tak


memuluskan cita-citaku untuk kuliah di jurusan Biokimia ITB.
Selain terbentur biaya untuk kuliah di Bandung karena pada
saat itu usaha bapakku sedang kolaps, ternyata orang tuaku
memiliki pandangan lain tentang pergaulan mahasiswa pada
zaman itu. Berkaca pada saudara sepupuku yang terlibat narkoba
dan harus kembali ke Pontianak dalam keadaan kurus kering.
Kuliahnya bubar dan harus menjadi pesakitan di rumah. Ini
yang membuat bapakku melarang keras aku kuliah di Bandung.
Sialnya lagi ternyata kakak yang ku harapkan dapat membantu
biaya pendidikan ku kuliah malah ikut-ikutan mengompori bapak
untuk melarang ku ke Bandung, alasannya karena aku terlalu
cepat terpengaruh dengan pergaulan baru. Busyet, aku menangis
sejadinya.
Kesal, kecewa, dan marah bercampur jadi satu. Kesalku
karena kerja kerasku untuk membuktikan kemampuanku dalam
belajar terutama pada mata pelajaran yang sulit tak mendapat
penghargaan sama sekali dari pihak keluarga. Kecewa, tentu saja
aku kecewa. Cita-cita yang selama ini menjadi motivasiku dalam
belajar kandas begitu saja, padahal aku ingin sekali menunjukkan
pada lingkunganku, bahkan dunia, bahwa seorang wanita yang
dianggap tak bisa sekolah tinggi ternyata bisa menjadi ahli kimia
yang hebat. Apa bapak tak sadar bahwa aku ingin berjuang untuk
keluarga, untuk kehormatan bapak dari cemoohan saudara-
saudaranya yang menganggap bahwa anak perempuan tak bisa
sekolah tinggi dan meneruskan keturunan gelar bangsawannya,
maklum orangtuaku keturunan darah biru. Aku marah dengan
keadaan. Bahkan aku marah dengan diri sendiri, mengapa aku
terlahir dari keluarga ini. Berhari-hari aku diam dan mengurung

255
~ Jangan Gagal Move On ~

diri di kamar. Sekali-kali saja aku keluar itupun untuk keperluan


yang tak bisa diwakilkan oleh orang lain, seperti ke kamar kecil,
makan dan wudhu. Khayalanku tentang wanita berseragam putih
dan melakukan percobaan-percobaan di laboratorium sudah ku
kubur dalam-dalam. Setiap kali aku mengenang hari-hari penuh
perjuangan belajar bersama teman-teman hebatku Jean, Endang,
Hadi, Evie, dan Mas Young, maka setiap itu pula tangisku pecah.
Mereka tentu sedang sibuk mendaftar kuliah. Mengumpulkan
lembar demi lembar persyaratan, mengemasnya ke dalam map,
lalu mereka antri di depan loket pendaftaran. Senangnya. Sesaat
aku tersadar. Aliran nafasku sumbat oleh sesak yang memenuhi
ruang dada. Dua hari sebelum penutupan pendaftaran kuliah,
bapak membujuk ku untuk kuliah di Pontianak saja. Beliau
bahkan menunjukkan beberapa jurusan di Universitas Tanjung
Pura yang berhubungan dengan IPA, seperti Teknik, Pertanian,
Kehutanan, dan Matematika. Aku tak bergeming sedikitpun.
Hatiku masih kesal. Bapak terus menasehati dan memberi
pengertian tentang keadaan ekonomi keluarga kami yang
sedang kacau. Beliau takut kalau aku kuliah di Bandung malah
putus tengah jalan karena tak ada biaya, apa lagi untuk biaya
kost dan uang makan setiap bulan tidaklah kecil. Aku terdiam.
Amarah yang menggunung luruh seketika. Mataku berkaca-
kaca, tapi tak ku biarkan air mata ini pecah oleh sesal. Sekali
lagi aku harus berdamai dengan keadaan. Berdamai dengan rasa
kecewa. Bersahabat dengan pilihan baru yang mungkin bukan
keinginan tapi keharusan, dan aku harus kuliah. FKIP Diploma
III Matematika adalah satu-satunya pilihan untuk mengikuti
Sepenmaru (Seleksi penerimaan mahasiswa baru) di Untan.
Sengaja aku memilih diploma, biar waktu kuliahku cepat dan

256
Jadi Guru Itu, Sesuatu

bersyukurnya aku lulus ikut seleksi penerimaan mahasiswa baru.


Resmilah aku menjadi mahasiswa baru jurusan Diploma III
Matematika angkatan 91. Tekadku harus selesai tepat tiga tahun
supaya lekas dapat kerja, entah di bank, perusahaan, atau dimana
saja yang gajinya besar. Toh kuliah di FKIP tidak selamanya harus
jadi guru. Tahun pertama kuliah adalah saat-saat yang berat bagi
ku. Tidak semua teman bisa menerima kehadiran ku, maklum
sebagian besar mahasiswa berasal dari daerah sedangkan aku
memang tinggal dan dibesarkan Pontianak. Aku merasa asing,
apalagi pada semester pertama. Teman-teman yang hampir 50%
berasal dari daerah Sambas membuat ku sangat terkucil. Mereka
biasa berbicara dalam bahasa daerah tanpa memperdulikan
kehadiran ku. Kalau ada tugas kelompok, mereka membuat
kelompok sendiri tanpa memperdulikan aku dan beberapa
teman yang berasal dari daerah lain. Kami, kaum minoritas akan
membentuk kelompok sendiri dan aku ada di dalamnya.
Bersyukur setelah MID dan UAS pada semester pertama
nialiku sangat baik. Aku jadi salah satu mahasiswa yang cukup
diperhitungkan di jurusan matematika. Akhirnya semakin lama
aku semakin banyak teman, tidak hanya dari jurusanku sendiri
tetapi dari jurusan lain juga. Aku senang. Aku mulai membuka
diri untuk belajar bahasa Sambas biar aku mengerti apa yang
mereka bicarakan.
Setelah masuk semester dua, masalah lain muncul. Aku
mulai bosan dengan materi kuliah yang ku anggap tak ada
hubungannya dengan Matematika. Ada mata kuliah Bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris, Agama, Teori Pendidikan, dan materi-
materi pendidikan lain. Terbersit niat akan mengundurkan diri

257
~ Jangan Gagal Move On ~

setelah MID semester dua dan pindah kuliah ke Teknik Sipil,


beruntung Dosen PA-ku menjelaskan bahwa semester awal
mata kuliahnya masih materi umum dan tentang teori-teori
pendidikan, tapi setelah semester tiga materi tentang matematika
akan padat. Benar saja, setelah semester tiga sampai semester
enam materi seperti Aljabar, Geometri Dasar, Geometri Lanjutan,
Statistika, Ilmu Bilangan, Kalkulus I, Kalkulus II, Kalkulus III
dan ilmu matematika lainnya harus kami selesaikan dengan baik.
Pada semester-semester ini aku tambah betah kuliah, malah lebih
bersemangat. Aku merupakan salah satu dari 5 mahasiswa yang
dapat menyelesaikan mata kuliah tepat 3 tahun. Sebagai reward
kami bisa langsung transfer ke S-1. Tapi aku tak mengambil
kesempatan itu. Aku memilih untuk melamar di salah satu bank
bagian kredit. Sementara menunggu waktu tes, aku yang telah
memiliki pacar yang bertugas di Putusibau, memilih honor di
salah satu SMA terkemuka di Sanggau daerah asal orangtuaku
pada bulan November 1995, maksud ku untuk memberi
dukungan pada mas Rudi, pacarku, biar sama-sama meninggalkan
kota Pontianak dan pindah ke daerah. Tentu saja keputusanku
disambut baik olehnya. Aku berjanji setelah menikah siap
mendampinginya tinggal di Putusibau. Kami pun sama-sama
berangkat ke daerah tempat tugas kami masing-masing. Aku
yang kala itu berusia 23 tahun harus mengajar di salah satu SMA
di kabupaten Sanggau. Menjadi guru diusia masih muda tentu
saja mempunyai keunikan sendiri. Aku merasa mengajar teman-
temanku sendiri karena usia kami yang tak jauh berbeda. Apalagi
pada saat ekstrakurikuler, kebetulan aku diminta untuk membina
seni tari, dengan dandanan yang tak jauh berbeda dengan mereka
tapi harus dipanggil “Ibu” rasanya sesuatu banget gitu. Tak jarang

258
Jadi Guru Itu, Sesuatu

mereka menjemput ku untuk latihan nari atau sekedar jalan-


jalan. Mereka kadang curhat apa saja tanpa sungkan. Tugasku
hanya mendengarkan cerita-cerita mereka. Banyak pelajaran yang
dapat ku petik tentang kehidupan anak-anak usia mereka. Kalau
biasanya aku berada diposisi mereka, kini aku harus dapat keluar
dari posisiku sendiri, sebagai orang tua. Makin lama aku semakin
dekat dengan murid-muridku. Aku mulai mencintai profesi yang
ku emban saat itu, menjadi guru. Ya walaupun disadari keberadaan
ku di sekolah ini hanya sebentar dan akan mengikuti tes di salah
satu bank di Pontianak.
Benar saja, awal tahun 1996 aku mengikuti tes tertulis
setelah lolos seleksi administrasi. Hatiku bimbang karena diam-
diam aku mulai menikmati pekerjaan ku sebagai pendidik. Walau
dengan honor yang tak seberapa, aku merasa hidupku sangatlah
berguna bagi orang lain. Aku bisa berbagi ilmu dan keterampilan
menariku pada anak-anak didikku. Senang sekali bisa berada di
antara mereka. Setelah tes tertulisku dinyatakan lolos, aku harus
mengikuti tes wawancara. Aku mengikutinya dengan sungguh-
sungguh walau sebenarnya hati dan otakku tertinggal di sekolah.
Tak berapa lama aku dinyatakan lulus dan akan ditempati dibagian
teller. Aku menolak dengan alasan lamaran yang ku tujukan
kebagian kredit bukan teller. Aku diminta untuk menunggu
beberapa bulan lagi, itu artinya aku masih bisa kembali ke Sanggau
untuk mengajar, menari, dan berolahraga lagi. Walaupun hanya
beberapa bulan.
Manusia boleh berencana tapi Tuhan yang menentukan. Tak
berapa lama dari panggilan pertama di bank, Indonesia mengalami
masa-masa sulit yang dikenal dengan istilah krisis moneter atau

259
~ Jangan Gagal Move On ~

krismon. Banyak perusahaan yang gulung tikar. Bank tempat ku


melamar merupakan salah satu yang terkena imbasnya. Teman-
teman yang sudah dipanggil duluan bekerja di bank tersebut
terkena PHK. Aku bersyukur belum dipanggil untuk bekerja,
setidaknya aku belum pernah merasakan sedihnya di PHK.
Tutupnya bank ternyata tak hanya aku yang senang, diam-
diam mas Rudi juga bersyukur karena aku sudah pasti siap
diboyongnya ke Putusibau. Hubungan ku dengan mas Rudi sudah
semakin serius. Bahkan kami sudah berencana untuk melanjutkan
hubungan ini ke jenjang pernikahan. Aku siap mengikutinya
bertugas di Putusibau dengan catatan aku yang berbekal ijazah
diploma aku bisa bekerja atau mengajar di sana. Tapi Allah
berkehendak lain. Setelah aku diperkenalkan dengan keluarganya,
terkuak cerita bahwa dia selingkuh dengan perempuan lain. Tentu
saja aku marah dan kecewa. Tak perlu banyak pertimbangan aku
memutuskan hubungan dengan mas Rudi dan memilih kembali ke
Sanggau.
Sejak saat itu, aku sudah bertekad untuk menetap di Sanggau
dan mengabdikan hidupku menjadi seorang guru. Seorang
pendidik Yang kata Ki Hajar Dewantara harus bisa “Ing ngarso
sung tuladha, ing madya mangun karsa, tutwuri handayani”.
Guru yang bisa jadi tauladan, bisa jadi pembimbing, dan bisa jadi
pendorong supaya murid-muridku bisa jadi mandiri dan maju, tak
peduli berapa honorku, toh Tuhan sudah memberikan rezeki pada
setiap makhluknya.
Setiap pagi aku selalu menikmati sapaan ramah dari murid-
muridku. Kadang mereka sampai berlarian dan berebutan
menyalami ku. Atau kalau mereka tak menyadari kehadiran ku,

260
Jadi Guru Itu, Sesuatu

aku yang terlebih dahulu menyapa mereka, menggoda mereka


sambil bercanda, atau menyentuh bahu mereka sekedar untuk
meminta mereka menyadari akan hadir ku. Kemudian mereka
berbondong-bondong menyalami dan menciumi tanganku.
Kala bertemu dengan murid-muridku yang sudah bekerja atau
bersekolah ke jenjang lebih tinggi, mereka akan menyalami ku
bahkan tak segan-segan menciumi tanganku. Betapa ku sadari
begitu mulia profesi yang tak pernah ku impikan ini. Kadang aku
berpikir, apakah ada yang menyapa dan menyalami ku dengan
ikhlas jika aku bekerja sebagai ahli kimia di laboratorium, atau
sebagai banker hebat di bank terkemuka sekalipun? Apakah aku
tahu keresahan yang dirasakan anak-anak seperti yang sering ku
dengar dari curhatan-curhatan mereka selama ini? Apakah aku
bisa sebahagia kala murid-muridku berteriak kegirangan kalau
ulangannya mendapat nilai tinggi? Allah memberikan rezeki dari
mana saja, dengan cara apa saja, dan dalam bentuk apapun. Setiap
hari aku selalu merasa bahagia dan ceria karena respon baik dari
murid-muridku. Tak ku sangka, jadi guru itu sesuatu buat ku.
Terima kasih Allah.

261
Jangan Gagal Move On

PROFIL PENULIS

Terlahir dengan nama Utin Linda


Mersianti pada tanggal 27Februari
1972 di Sanggau, Kalimantan Barat.
Anak ketiga dari pasangan Gusti
Achmad Khatarina dan Utin Halidjah
ini gemar berkesenian sejak kecil,
seperti menari dan ber-puisi. Kelas II SD
sudah mulai berlatih menari, tak heran
karena ibunya juga seorang penari.
Kemudian kelas V mulai mencoba
menulis puisi berjudul Pahlawan Tanpa
Tanda Jasa yang terinspirasi dari puisi
Aku karya Sastrawan hebat Chairil Anwar dalam buku paket Bahasa
Indonesia. Sejak saat itu puisi jadi salah satu wadahnya mencurahkan
segala uneg-uneg, rasa dan emosi selain menari. Kuliah Diploma III di
FKIP Jurusan Matematika Universitas Tanjung Pura Pontianak tahun
1991 tak membuatnya meninggalkan dunia seni. Ia aktif bergabung
dalam Sanggar Kiprah yang ada di Kampus. Teater dan puisi jadi
konsennya. Bermain sebagai Betsy dalamt teaterikalpuisiRick Dari
CoronakaryaWillibrordusSurendraBrotoRendra, S.S., M.A. atau yang
biasakitakenalsebagai W.S. Rendra, jadi pementasan terakhirnya di
panggung teater, karena setelah menyelesaikan kuliahnya tepat 3 tahun,
ia tidak pernah aktif lagi baik menulis puisi dan teater. Menikah dengan
bapak Sulaiman, S. Pd. I. Dan dikarunia dua orang putri yakni Lula Fikria
Akmal dan Nabilah Akmal, memilih untuk fakum dari dunia teater dan
menetap di kabupaten Sanggau, kota kecil yang jauh dari hingar-bingar
per-teateran. Tapi berkesenian tidaklah usai. Dengan kemampuan
menari, ia bersama rekan-rekan guru lainnya mengembangkan seni
tari daerah baik tari Melayu maupun tari Dayak dan senam dari senam
PGRI, senam Maumere, senam Poco-poco, senam tobelo, senam SKJ,

262
Jadi Guru Itu, Sesuatu

dansenamkreasilainnya.Bu Linda, begitubiasadipanggil, diangkatmenjadi


ASN padatahun 2005. Sebelumnya beliau pernah honor di SMA Negeri
1 selama kurang lebih 3 tahun. Mengajar di SMP Tri Dharma selama
2 tahun. Kemudian tahun 1998 sebagai guru kontrak di MTs Negeri
Sanggau sampai tahun 2003. Setelah ada perubahan tentang tenaga
kontrak, tahun 2003 ia tercatat sebagai Guru Bantu di SMPI Sanggau
selama 2 tahun. Pada tahun 2005 lulus sebagai pegawai negeri sipil dan
di tempatkan di sekolah tempatnya bertugas sekarang, yaitu SMP Negeri
3 Sanggau. Tahun 2010 mendapat kesempatan menyelesaikan S1 jurusan
Matematika di Universitas Tanjung Pura Pontianak. Bersyukur dan
berbagi menjadi motto hidupnya. Selalu merasa berkecukupan dengan
apa yang sudah didapat adalah cara mensyukuri nikmat-Nya. Merasa
Allah telah menganugerahkannya dengan talenta dan kemampuan
yang luarbiasa, sehingga berbagi baik berupa nikmat maupun ilmu
merupakan caranya berterimakasih kepada pemilik alam semesta.

263
21
SEMUA KARENA EMAK
Oleh: Sri Mujayati,

E
mak jatuh pingsan ketika jenasah bapak
diberangkatkan ke tempat pemakaman. Orang-orang
yang berdiri disamping emak yang melihat segera
menahan tubuh emak, pandangan orang-orang tertuju
pada emak. Tanpa dikomando beberapa orang mengangkat
tubuh emak masuk ke rumah. Aku dan adikku, Yuni, hanya
bisa menangis, mengiringi emak. Waktu itu aku baru lulus
SMP dan telah mendaftar ke SMK (SMIP), sedang Yuni
lulus SD mendaftar ke SMPN. Kakakku ada tiga semuanya
laki-laki. kakak pertama, mas Sugi, sudah menikah yang
bekerja serabutan. Mas Yanto dan mas Yono, kakak kedua
dan ketiga, kerja di pengrajin perak di kampungku dengan
penghasilan yang cukup buat mereka sendiri. Jadi aku adalah
anak keempat dari lima bersaudara. Ketiga kakak hanya
lulusan SD dan orang tua kami tidak lulus SD. Bapak dulu

264
Semua Karena Emak

sekolah sampai kelas IV saja, walau begitu beliau pintar


dalam calistung. Beliau yang mengajari kami membaca dan
berhitung. Sedang emak hanya kelas I tidak sampai setahun,
kata emak waktu kelas I dulu sering sakit-sakitan. Kakek
sangat keras dalam mengajari emak, salah sedikit selalu
dipukul. Inilah yang membuat ketakutan untuk belajar.
Padahal sebenarnya emak cepat tanggap dan mengerti tapi
karena takut, yang seharusnya bisa jadi tidak bisa Emak
memang tidak bisa menulis angka-angka tapi tidak pernah
salah dalam menghitung. Emak memang tidak bisa membaca
namun emak tidak pernah tersesat, kemanapun beliau pergi.
Itu lah alasan emak yang selalu diucapkan bila kami ingin
mengajari membaca. Sehari sebelum penataran (Orientasi),
aku jatuh sakit panas. Sembari terbaring di tempat tidur,
pikiranku menerawang. Aku dan Yuni tentu membutuhkan
biaya banyak untuk melanjutkan sekolah. Bayar uang
pendaftaran, membeli seragam sekolah, peralatan sekolah,
biaya daftar ulang, dan uang gedung. Dapat uang dari mana
emak untuk membayar semua. Mas Sugi sudah berkeluarga,
keadaannya masih memprihatinkan. Mas Yanto dan mas Yono
hasil kerjanya cukup untuk mereka sendiri, kalaupun dikasih
emak mungkin tidak seberapa jumlahnya. Aku teringat dua
teman sepermainanku, mereka berdua mengatakan bahwa
mereka tidak akan melanjutkan sekolah. Dengan berbagai
pertimbangan, aku jadi mantap memutuskan untuk tidak
melanjutkan sekolah. Emak sempat terkejut mendengar
keputusanku, lalu menanyakan mengapa, dan menganjurkan
aku untuk tetap sekolah. Aku jelaskan tentang alasan dari
keputusan itu dan beliau hanya diam. Aku tidak tahu apa

265
~ Jangan Gagal Move On ~

yang sedang emak pikirkan dalam diamnya. Memang sayang


kalau aku tidak melanjutkan sekolah. Lulus SD aku peringkat
1 dari 34 siswa. Lulus SMP aku masuk dalam 10 besar dari
140 siswa. Tapi mau gimana lagi, setidaknya aku sudah
memenuhi program wajib belajar 9 tahun. Kini Yuni lah yang
harus bersekolah dan aku bisa membantu emak berjualan di
warung depan rumah.
Seminggu setelah tahun ajaran baru dimulai, mas Yono
menyuruhku untuk bersekolah di SMK (SMEA). Dia mengatakan
bahwa sekolah ini baru buka dan untuk pendaftar nya akan
mendapat beasiswa, bebas biaya SPP selama 6 bulan. Emak
langsung membelikan aku baju putih dan kain abu-abu, kain
tersebut dijahit emak sendiri untuk dijadikan rok. Untuk seragam
pramuka, tas, dan sepatu, aku memakai bekas SMP dulu yang
masih bagus dan masih bisa dipakai. Saat sekolah di SMK banyak
peristiwa yang tidak bisa kami lupakan. Baik di sekolah maupun
di rumah. Aku yang dulu di SMPN favorit dengan jumlah siswa
ratusan, kini masuk di SMK swasta yang jumlah siswanya hanya 16
orang. Karena siswa tidak bertambah bahkan berkurang menjadi
9 orang, maka setelah kenaikan ke kelas III kami di pindahkan ke
SMK PGRI, Sekolah yang benar-benar sekolah dengan 11 rombel
yang tiap rombelnya berisi 30-34 siswa dari kelas I sampai kelas
III. Di rumah, kami semua berusaha untuk mendapatkan uang,
untuk memenuhi biaya hidup dan bayar sekolah. Aku, emak, dan
Yuni berbagi tugas. Bila tidak ikut emak ke sawah mencari genjer,
kami harus jaga warung. Pernah suatu hari, saat mencari genjer,
tubuhku terasa lemas dan mukaku pucat. Mungkin karena tadi
kelupaan makan ketika hendak berangkat jadinya lemas tidak

266
Semua Karena Emak

bertenaga. Emak mengajakku duduk dibawah pohon pisang untuk


istirahat. Aku duduk, minum air putih, dan makan pisang goreng
untuk mengumpulkan tenaga. Sementara emak melanjutkan
memilih dan memotong genjer yang bagus. Menjelang senja kami
pulang. Selesai mandi dan makan sambil duduk-duduk, emak
menyusun dan mengikat 10 tangkai genjer/ikat untuk dijual. Kalau
siang tidak mencari genjer kami bergantian menumbuk singkong
rebus sampai halus untuk dijadikan jemblem, gorengan yang
dibuat dari singkong yang sudah dihaluskan kemudian dibulatkan
sebesar bola tenis yang di dalamnya diisi sedikit gula merah. Selain
jemblem, ada juga ote-ote (bakwan), gorengan menjes (terbuat dari
ampas tahu) yang kemudian dijual berkeliling kampung oleh
emak. Sebenarnya aku mau menjajakan tapi dilarang oleh emak.
Tidak tega kata emak. Waktu musim hujan, ketika malam tidak
hujan aku, Yuni, dan mas Yanto, bermodal senter dan ember pergi
ke sawah mencari kol dan kreco, sejenis siput tapi ukurannya lebih
kecil dan warna cangkangnya hitam. Pada malam hari binatang
tersebut muncul ke permukaan air sehingga bisa dengan mudah
mengambilnya. Hasil pencarian kami bisa sampai satu bak air
plastik, sedikit untuk dimakan dan sebagian besar dijual emak
ke pasar. Siang itu aku bertemu dengan Sifa, dia bilang bahwa
bapakku pernah ke warungnya. Bapak ngomong ke orang-orang
kalau aku nantinya akan dikuliahkan. Aku hanya tersenyum
mendengarnya, semoga saja bisa terwujud walau itu sepertinya
tidak mungkin. Meskipun keadaan kami serba kekurangan,
emak masih saja bisa menyimpan uang untuk membeli bahan
bangunan. Rumah bambu kami yang mulai miring dihancurkan,
diganti dengan rumah semen. Ketiga kakakku menjadi kulinya
dan tukangnya orang lain. Asal sudah berdiri, kami menempatinya

267
~ Jangan Gagal Move On ~

walau belum di plafon, dipelur, ataupun dikeramik. Sambil


menempatinya, perlahan-lahan rumah pun dibenahi bagian mana
yang belum.
Tidak terasa saat wisuda SMK pun tiba dan aku mendapatkan
peringkat 3 dari 116 siswa. Sekolah menghadiahi aku jam dinding,
seneng banget rasanya aku bisa membanggakan sekolah asalku.
Walau kami pindahan dari sekolah yang tersisih namun aku bisa
mendapat rangking 3 mewakili teman-temanku. Ketika dibuka
pendaftaran UMPTN, aku ikut mendaftar walau aku tahu
kalaupun nantinya aku lulus tes belum tentu aku bisa melanjutkan
tapi setidaknya aku punya pengalaman mengikuti tes. Waktu
pengumuman hasil UMPTN tiba, aku melihat pengumuman itu di
koran dan hasilnya aku tidak lulus. Kemudian aku bekerja di
pabrik sepatu yang ada di desaku, di bagian Quality Control. Saat
bekerja di pabrik sepatu, ada teman SMP dan SMK yang
menyemangatiku untuk ikut tes masuk STAN. Ketika mendaftar
dan mengikuti tesnya aku ambil cuti kerja. Sayang, hasilnya aku
belum beruntung yang artinya aku tidak lulus. Menginjak akhir
bulan ke delapan aku bekerja, pabrik melakukan pengurangan
karyawan karena adanya krisis moneter. Yang masa kerjanya
kurang dari satu tahun kena PHK, termasuk aku. Karyawan yang
kena PHK mendapat pesangon satu bulan gaji bersamaan dengan
gaji satu bulan. Jadi waktu keluar dari pekerjaan, aku dapat dua
kali gaji. Sedih, itu tandanya aku akan jadi pengangguran. Dua
bulan kemudian datang surat dari paman yang ada di Kalimantan
Selatan, beliau meminta emak dan bibi untuk datang ke rumahnya
menghadiri pesta pernikahan anaknya yang pertama. Aku pun
diajak oleh emak ke sana, sedang Yuni tidak karena dia harus
sekolah. Itu adalah saat pertama kami menginjakkan kaki di bumi

268
Semua Karena Emak

Kalimantan. Kami tiba di pelabuhan Tri Sakti malam hari. Emak


berkeliling mencari angkutan sedangkan aku dan bibi hanya diam
menunggui barang bawaan. Atas komando emak, kami pun
sampai di rumah paman dengan selamat. Emak memang hebat,
walau ini yang pertama namun kami tidak tersesat. Sepulang dari
Kalimantan, budhe Lik memberitahuku bahwa pabrik udang yang
ada di desa sebelah sedang membutuhkan karyawan. Aku pun
melamar pekerjaan di sana. Setelah tes dan interview akhirnya aku
diterima, ditempatkan di bagian Checker ruang produksi. Ternyata
pengurangan karyawan pabrik sepatu di desaku berdampak juga
pada warung emak yang dirasa makin hari makin sepi. Emak
kemudian memutuskan untuk pindah jualan yaitu di pinggir jalan
dekat tukang tambal ban. Emak mendirikan warung kecil
berdinding bambu di pinggir jalan, di atas aliran air desa, dekat
tambal ban. Warung baru ini lumayan ramai, semua sopir yang
menambal pasti singgah untuk minum atau makan. Belum lagi
pengguna jalan lain yang singgah untuk istirahat. Warung depan
rumah pun menjadi kosong. Tiap malam emak, terkadang aku
menemani, tidur di warung. Sejak saat itu warung adalah rumah
ke dua bagi kami. Kami tidak lagi memasak di rumah, kami semua
makan di warung, dan untuk waktu luang kami habiskan di
warung. Kami hanya pulang untuk mandi, berangkat dan pulang
kerja/sekolah. Mas Yanto dan Mas Yono tidak lagi kerja di
pengrajin perak, warumg kosong digunakan sebagai tempat
penampungan limbah pabrik sepatu oleh mas Yanto dan mas
Yono. Kemudian limbah tersebut dipilih dan dipilah lalu dijual
kembali. Mas Sugi jadi sopir dan tinggal di rumah mertuanya
dengan dua anaknya. Dari sini perekonomian kami mulai
membaik. Warung di jalan direnovasi dari bambu menjadi tembok

269
~ Jangan Gagal Move On ~

dan emak tidak lagi tidur di warung karena dirasa warung sudah
aman bila dikunci. Ketika di rumah aku habiskan waktu untuk
istirahat sambil nonton TV. Sewaktu menonton TV ada iklan
Universitas Swasta, tempat kuliah Kastiq, teman SMP. Segera aku
telpon dan meminta Kastiq mengambilkan brosur Universitas
tersebut. Seminggu kemudian aku mendapatkan brosur itu.
Brosur Universitas yang berisi tentang Fakultas dan Jurusan yang
ada, serta rincian biaya yang harus dibayar selama setahun dengan
jumlah angsuran yang harus dibayar per bulan. Aku membaca
satu per satu kata dan bagian brosur. Mataku terhenti pada
Fakultas Sastra Jurusan Sastra Inggris dan bergerak-gerak
mengamati rincian biayanya. Pandangan mataku beralih,
mengamati biaya-biaya dari fakultas lain. Biaya kuliah fakultas
Sastra termasuk tidak mahal kalau dibandingkan dengan fakultas
yag lain. Brosur pun aku perlihatkan ke mas Yono. “Mas, kalau
kuliah biayanya sini bisa tidak membayari?” tanyaku. Mas Yono
mengambil brosur tersebut dan memperhatikan rincian biaya
tersebut. “Bisa,” katanya sambil mengangguk. Sorenya dengan
diantar Ani, sobatku yang tahu lokasi universitas tersebut, aku
pergi ke kota untuk mendaftar. Aku pun mengundurkan diri dari
kerja untuk kuliah. Saat kuliah aku tidak kost, waktu tempuh dari
rumah ke kampus sekitar 2 jam dengan 1 kali angkot 2 kali bus
kota. Untuk uang saku ke kampus aku mengambil dari warung,
untuk biaya kuliah sampai selesai aku memintanya pada ketiga
masku, mana yang ada. Yang paling banyak aku mintai biaya bayar
kuliah adalah mas Sugi. Itu pun aku minta pada istrinya karena
aku merasa kakak iparku ini seperti kakak kandungku sendiri.
Tiap pagi sampai sore ke kampus, sehabis Maghrib tukar shift
dengan emak menjaga warung. Aku dan Yuni menjaga warung tiap

270
Semua Karena Emak

malam, namun terkadang aku ketiduran karena kelelahan.


Mengetahui aku tertidur, Yuni tidak membangunkan aku. Dengan
ikhlas dia membiarkan aku tidur, melayani pembeli, dan baru
membangunkanku ketika hendak pulang. Aku tidak tahu apa
yang Yuyun rasakan waktu itu, hingga akhirnya aku tahu bahwa
dia pernah suatu malam menangis saat menjaga warung saat aku
tertidur. Sampai saat ini aku belum tahu kenapa menangis, namun
yang jelas Yuni peduli dengan aku. Kami, lima bersaudara,
memang sangat rukun, tidak ada hitung-hitungan antara kami.
Bagi kami satu untuk semua dan semua untuk satu. Tentunya
semua ini memang tak lepas karena emak. Emak lah yang pintar
mendidik kami, sehingga hubungan kami antar saudara seperti
ini. Kuliah aku selesaikan selama sepuluh semester dengan dua
semester cuti akademik di dalamnya karena aku mengalami
kecelakaan di jalan raya. Aku lulus dengan IPK 3, 06.
Alhamdulillah masih masuk kategori memuaskan. Setelah
menerima ijasah aku mulai mencari lowongan kerja via pos
maupun mengajukan lamaran secara langsung, aku tidak punya
link atau kenalan. Lamaran via pos banyak yang gagal, hanya 1, 2
yang memanggil untuk interview. Yang melamar langsung dengan
antrian panjang bisa langsung interview. Di setiap akhir interview,
pewawancara selalu mengatakan tunggu pemanggilan selanjutnya.
Aku pun hanya menunggu dan menunggu tanpa tahu kapan
batasnya. Lalu aku putar haluan, aku mencoba melamar ke
sekolah-sekolahku. Hasilnya tetap nihil, aku tidak dapat masuk.
Sekolah tidak dapat menerima honorer tapi anehnya temanku
yang bapaknya guru bisa dengan mudah menghonor pada satu
sekolah. Untuk mengisi kesibukanku selain membantu emak di
warung, aku menyibukkan diri dengan aktif di kegiatan karang

271
~ Jangan Gagal Move On ~

taruna desa bidang pendidikan dengan memberi les tambahan


tanpa bayar di SD. Ketika ada acara 17 Agustusan aku bergabung
menjadi panitia lomba tingkat desa dan ikut mengisi acara pentas
seninya. Hampir dua tahun aku menganggur, hanya membantu
emak di warung dan memberi les. Siang itu sepupuku, mas Antok,
yang dari Kalimantan Selatan datang ke rumah sendirian. Dia
menyampaikan pesan dari paman Galih agar aku ke Kalimantan
untuk bekerja di sana saja. Mendengar itu emak menyetujuinya,
tapi aku merasa berat hati untuk pergi ke sana. Mas Sugi pun
memintaku untuk pergi. Demi menghargai emak dan mas Sugi,
aku pun pergi. Aku pun percaya akan do’a restu emak. “Pergi saja,
cari kerja di sana. Masak sarjana kok jualan nasi pecel di warung.
Mungkin nanti di sana dapat pekerjaan yang bagus,” kata emak
menyemangatiku. Dengan setengah hati aku pun berangkat ke
Kalimantan, demi menghargai emak dan mas Sugi. Aku pun
percaya akan do’a restu emak. Sesampainya di Kalimantan, aku
tinggal di rumah paman Galih. Tempatnya di pedesaan dengan
penghasilan utama penduduknya sebagai penyadap getah karet.
Selama sebulan di rumah paman, aku belum melamar pekerjaan.
Ternyata tidak seperti yang ku bayangkan, ku pikir begitu sampai
di sini aku bisa langsung kerja. Paman tidak dapat kemana-mana
mencarikan aku kerja karena tangannya cedera. Rasanya aku
pengen pulang saja, sampai akhirnya ada orang yang memberitahu
tentang adanya lowongan pekerjaan di BPR (Bank Perkreditan
Rakyat). Dengan diantar mas Antok, aku memasukkan lamaran
sekaligus tes tulis dan interview. Pelamarnya ada 20 orang dan
tenaga yang diperlukan hanya 3 orang saja. Setelah kami
diinterview semua, kami diminta untuk menunggu pengumuman
penerimaannya via sms. Sambil menunggu hasil interview, aku

272
Semua Karena Emak

mencoba membaca situasi mencari celah. Sepupuku, Dewi,


mengatakan bahwa kakak-kakak kelasnya yang lulus SMU dapat
menghonor di SD. “Mbak tidak inginkah menghonor di SD. Itu si
Yen dan Eko yang lulusan SMU bisa menghonor di SD,” katanya.
Iya yah kenapa tidak menghonor di sekolahan saja, dan baru
terpikir olehku untuk kuliah lagi mengambil Akta IV yang menjadi
syarat untuk bisa mengajar. Kenapa tidak terpikir dari dulu yah.
Apa mungkin karena sebenarnya aku ingin kerja di perusahaan
walau sedari kecil orang mengatakan aku babagus untuk jadi guru.
Seminggu sudah aku menunggu, akhirnya pengumuman via sms
aku terima. Aku berada diurutan ke 4 dengan beda 1 angka
dibawah no. 3. Aku tidak kecewa, mungkin ini belum rejekiku.
Aku pun semakin mantap untuk pulang ke Jawa mengambil
kuliah Akta IV dengan harapan setelah lulus nanti aku bisa
menjadi guru.
Aku menelpon emak dan mas Sugi mengutarakan rencanaku.
Emak dan mas Sugi menyetujuinya, lalu sejumlah uang ditransfer
untuk biaya aku pulang. Sampai di rumah, aku segera mendaftar
ke Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah untuk mendapatkan Akta IV.
Waktu perkuliahan selama 2 semester dapat aku selesaikan
dengan lancar. Kegiatanku kini untuk pagi hari membantu emak
di warung, di siang sampai sore aku kuliah, dan selepas Magrib aku
memberi les privat di rumah. Lumayan Rp. 10.000,-/anak setiap
bulannya. Hasil dari les privat aku tabung dan Alhamdulillah
dengan itu aku bisa membeli cincin. Bangga rasanya memakai.
Sebelum ijasah Akta IV keluar paman Galih menelpon agar aku
segera ke Kalimantan, karena ada yang mau memasukkan aku
menghonor ke sekolah. Alhamdulillah, belum keluar ijasah
sudah ada tawaran, mungkin ini memang sudah jalanku. Aku

273
~ Jangan Gagal Move On ~

menyanggupinya dengan mengatakan aku akan ke sana bila


ijasah Akta IV sudah aku terima. Pada hari yang sudah ditentukan
dengan do’a restu dari emak, aku berangkat ke Kalimantan. Malam
itu dengan mengendarai sepeda motor menembus dinginnya
malam, mas Yanto mengantarku ke pelabuhan. Alhamdulillah,
perjalananku ke Kalimantan menyeberangi samudra bersama
KM Kumala hanya diiringi oleh gelombang-gelombang kecil yang
tidak begitu mengganggu. Pelabuhan Tri Sakti menyambutku
dengan cuaca yang cerah ceria, ku langkahkan kaki mencari
kendaraan umum menuju terminal Pal 6, Banjarmasin. Di sana
aku mendapatkan taksi yang mengantarkanku ke rumah paman
Galih. Sampai di rumah paman Galih, beliau mengatakan bahwa
ada keluarga yang mengajar di Tanah Bumbu mengatakan bahwa
aku bisa saja mengajar di sana. Tapi sayangnya paman tidak bisa
mengantarkanku. Kecewa sudah untuk ke dua kalinya, aku
tetap harus berusaha sendiri. Aku tidak ingin mengecewakan
emak, aku harus berusaha untuk mencari informasi untuk
mendapatkan pekerjaan. Sebenarnya di desa ini ada sepupu dua
kali yang mengajar di SD, dan ada juga yang jadi tukang kebun di
SD yang satunya tapi mereka tidak menawari untuk membantu
memcarikan aku kerja. Aku pun tidak bertanya pada mereka,
tujuanku bukan SD tapi SMP karena di SD pelajaran Bahasa
Inggris belum ada. Cahyo, anak paman, bersekolah di SMP yang
ada di desa sebelah. Aku bertanya padanya tentang jumlah guru
Bahasa Inggris di sekolahnya. Dia bilang guru Bahasa Inggris Cuma
ada 1 dari 6 rombel yang ada. Wah bisa dimasukin nih. Aku pun
bertanya siapa kepala sekolahnya dan dimana alamatnya. Setelah
tahu nama dan alamat kepala sekolah tersebut, aku menyiapkan
surat lamaran lalu meminta tolong pada mas Antok untuk

274
Semua Karena Emak

mengantarku menemui beliau. Bapak kepala sekolah menyambut


kedatangan kami dengan ramah dan menanyakan maksud
kedatangan kami. Dengan perlahan aku menyerahkan surat
lamaran, beliau lantas menerimanya. Pak Imam, nama beliau,
membaca singkat surat lamaranku dan melihat ijasah dan transkip
nilaiku dengan seksama. Untuk sesaat kami terdiam menunggu
respon beliau. “Bisa, nanti saya rapatkan di sekolah,” kata pak
Imam tersenyum sambil merapikan berkas dan memasukkannya
lagi ke dalam map. Dari senyuman beliau entah mengapa hatiku
merasa yakin kalau aku bakal diterima menghonor di sekolah yang
beliau pimpin. Sembari menunggu hasil rapat dari pak Imam, aku
mencari info tentang Kejar Paket yang ada di desa dengan harapan
aku nanti bisa masuk menjadi tutor. Setelah tanya sini situ, yang
biasa menjadi penyelenggaranya adalah pak Gimin. Menurut
beliau yang telah berjalan saat ini adalah kejar paket B dan akan
menghadapi UN. Jadi aku tidak bisa bergabung dengan kejar paket
B yang beliau selenggarakan, namun beliau akan menawarkan
namaku bila nanti ada penyelenggara yang mencari tutor bahasa
Inggris. Sepulang dari rumah pak Gimin, aku melewati bukit
sinyal yaitu tempat untuk mendapatkan sinyal seluler. Aku ingin
menelpon emak untuk mengetahui kabar beliau. Begitu menelpon
yang mengangkat mas Yono, aku tanya tentang emak. Mas Yono
memintaku untuk segera pulang karena emak sakit. Aku jadi
bingung, disuruh pulang padahal seminggu lagi tahun ajaran
baru akan dimulai. “Pokoknya kamu pulang dulu. Nanti kalo
emak sudah membaik kamu balik lagi. Masih ada nggak uangnya
untuk pulang?” akhirnya mas Yono menanyakan juga masalah
biaya. “Masih cukup kok,” jawabku. Sebelum aku pulang, aku ke
rumah pak Imam dulu untuk menanyakan tentang lamaranku.

275
~ Jangan Gagal Move On ~

Sampai di rumah pak Imam, aku langsung bertanya tentang


diterima atau tidaknya lamaranku. Sebab bila tidak, mungkin
aku tidak akan kembali dan Alhamdulillah aku diterima. “Maaf
pak, saya mau tanya kira-kira di sekolahan adakah rumah dinas
yang tidak ditempati?” Aku bertanya begitu karena aku ingin
mandiri, tidak ingin merepotkan paman lagi. “Ada, kalo bu Yati
mau bisa menempatinya,” jawab pak Imam. Keesokan harinya aku
berlayar ke Jawa sendirian dengan pikiran yang tidak menentu.
Sesampainya di pelabuhan aku langsung menuju terminal bus kota
menuju terminal bus antar kota. Setelah melewati pintu peron
terminal, ku langkahkan mencari bus tujuan daerahku. Di rumah
aku mendapati senyum emak menyambutku. Emak baru saja
keluar dari rumah sakit. Bahannya kelihatan lebih kurus, emak
pun menanyakan keadaanku ketika di Kalimantan. Aku ceritakan
bahwa aku sudah mendapat pekerjaan yaitu menghonor di SMP
dan minggu depan sudah masuk. Selama di rumah aku habiskan
waktu untuk melayani dan merawat emak karena Yuni sudah kerja
di pabrik kayu. “Kamu balik lagi ke Kalimantan saja, emak sudah
baikan,” kata emak sore itu. Memang aku melihat kondisi emak
berangsur-angsur membaik. “Nanti rencananya emak jualan lagi
kah?” tanyaku pelan. Sebenarnya aku tidak ingin emak jualan lagi
kalau melihat kondisinya sekarang. “Kan semuanya sudah bekerja
jadi emak di rumah saja,” lanjutku. “Lihat saja nanti, yang penting
kamu segera bersiap-siap untuk kembali ke sana,” kata emak
sambil tersenyum.Mas Yanto mengantarkan aku ke pelabuhan lagi
dan selama 18 jam aku berada diatas kapal sendirian. Pada Sabtu
malam aku sudah sampai di rumah paman Galih, ini berarti besok
aku bisa bersantai untuk mempersiapkan diri masuk kerja di hari
pertama. Matahari bersinar terang hari ini, suasananya begitu

276
Semua Karena Emak

ceria. Aku dan Dewi duduk bersama di teras samping rumah,


asyik bercerita tentang keluarga yang ada di Jawa. Perlahan kami
mendengar deru sepeda motor memasuki pelataran rumah.
Sesosok laki-laki berusia 40 tahunan terlihat turun dari
motor, melepaskan helm, dan berjalan ke arah kami. “Pak Karyo...
Silakan. Ada apa ya?” sambut Dewi. “Inikah Yati, yang datang dari
Jawa itu?” tanya laki-laki yang dipanggil pak Karyo mengangkat
dagunya menunjuk ke arahku. Aku mengiyakan, menjawab
pertanyaannya. Beliau pun menjelaskan kedatangannya kemari.
Beliau sedang mencari tutor Bahasa Inggris untuk Kejar Paket C
yang akan diikutkan dalam pelatihan tutor Bahasa Inggris selama
seminggu di kota Banjar Baru yang dimulai esok. Rupanya pak
Karyo tahu tentang aku dari pak Gimin dan pak Gimin lah yang
merekomendasikanku. Aku jadi bingung harus menjawab apa,
karena besok aku sudah mulai masuk kerja. Ketika aku sampaikan
hal ini, pak Karyo menyarankan agar aku minta ijin dulu ke pak
Imam. Beliau yakin kemungkinan besar akan diijinkan. Sore hari
aku ke rumah pak Imam untuk meminta ijin mengikuti pelatihan
tutor Kejar Paket C. Seperti pak Karyo duga aku mendapatkan
ijin dari pak Imam, pak Imam pun mendo’akan ku semoga
sukses. Dari kegiatan pelatihan aku mendapatkan banyak ilmu,
pengalaman, teman baru dari seluruh kabupaten di Kalimantan
Selatan, serta uang saku plus tranport yang jumlahnya di luar
perkiraanku. Sungguh ini adalah pelatihan pertamaku yang
mengesankan. Senin pagi aku mempersiapkan diri untuk masuk
kerja, berpenampilan serapi mungkin karena ini hari pertamaku
menjadi guru honorer. Aku berangkat bersama dengan Tika,
salah satu sepupu yang menjadi siswa di SMP ini. Kami melewati
perkampungan penduduk dan kebun karet penduduk. Gedung

277
~ Jangan Gagal Move On ~

sekolah memang berada dipinggir jalan namun samping dan


belakang sekolah dikelilingi kebun karet, jauh dari perkampungan.
Pikiranku untuk tinggal di rumah dinas sekolah pun aku
urungkan. Tak terasa hampir satu semester aku menghonor
di sekolah ini, ketika ada penerimaan CPNS. Di kabupaten ini
terdapat formasi Guru Bahasa Inggris, maka aku pun memasukkan
lamaran ke Dinas Pendidikan dengan meminjam sepeda motor
milik mas Antok. Pegawainya pun memeriksa berkasku. “S. S. ini
sarjana apa ya?” tanya pegawai tentang gelar yang ada dibelakang
namaku. “Sarjana Sastra,” jawabku singkat. “Bukan S. Pd. yah?”
tanyanya lagi sambil mengerutkan dahi. Kemudian aku tunjukkan
ijasah Akta IV, pegawai tersebut kelihatan ragu untuk menerima
lamaranku karena syarat pelamar harus lulusan FKIP Pendidikan
Bahasa Inggris, sedang aku dari fakultas Sastra Inggris. Pegawai
tersebut menyarankanku untuk ke BKD. Aku langsung meluncur
ke BKD namun yang ingin kutemui sedang tidak ada di tempat,
dan aku disarankan untuk ke Dinas Pendidikan menemui pak
Yasin, kepala bagian kepegawaian Dinas Pendidikan. Hendak
kembali ke Dinas Pendidikan hari telah sore, Dinas telah tutup.
Semangat, aku anak emak tidak boleh menyerah. Keesokan
harinya aku kembali lagi ke Dinas untuk menemui pak Yasin dan
syukurlah pak Yasin ada. Aku menceritakan tentang masalahku,
dengan mengangguk-angguk pak Yasin mendengarkannya.
Menurut pak Yasin sebaiknya aku menemui bapak kepada bagian
kepegawaian BKD karena beliau yang lebih berhak memutuskan.
Sekali lagi aku langsung meluncur ke BKD dan bertemu
dengan pak kepala kepegawaian. Begitu bertemu dengan bapak
kepala, semua yang aku katakan pada pak Yasin aku ulangi lagi
pada beliau. Ada sedikit adu argumen, dan akhirnya aku berkata,

278
Semua Karena Emak

”Saya itu pak, hanya ingin ikut tes dan itu belum tentu lulus kan?”
Beliau menjawab, “Justru karena itu. Takutnya nanti, kamu lulus
namun tidak sesuai dengan persyaratan dan timbul masalah di
kemudian hari.” Aku pun pulang dengan perasaan kecewa setelah
dua kali ke Dinas Pendidikan, dua kali ke BKD. Masak tahun ini
aku tidak ikut test, rugikan jauh-jauh datang ke sini tapi tidak ada
hasil. Sebuah pikiran terlintas tentang keluarga yang ada di Tanah
Bumbu, aku pun menelpon beliau mencari informasi tentang
formasi yang ada di sana. Katanya yang setiap formasi guru di
sana, bisa dari FKIP atau Sarjana S1 dengan Akta IV. Tempat itu
letaknya sangat jauh ada di balik penungungan Meratus. Untuk
mengirim lamaran ke sana aku diantar Hari, adik sepupuku
ke BKD Tanah Bumbu. Tempatnya sangat jauh, kami melalui
pegunungan Meratus untuk sampai disana. Alhamdulillah tanpa
menemuai hambatan di BKD aku bisa langsung menyerahkan
berkas lamaran dan mendapatkan nomor ujian test CPNS. Dari
BKD aku diajak menginap di rumah salah satu keluarga istri Hari,
di sana aku bisa merasakan nikmatnya daging rusa. Waktu test
CPNS pun tiba, dari rumah aku berangkat sendirian. Di Tanah
Bumbu aku bertemu saudara jauh dari emak yang sama-sama
mengikuti test. Jadi untuk menginap dan cari tempat ujian dia yang
mengarahkan, aku hanya mengikuti. Test pun dapat aku kerjakan.
Apa pun hasilnya yang penting aku sudah berusaha. Aku juga
yakin apa pun hasilnya itulah yang terbaik untukku. Kupikir-pikir
sepertinya aku membutuhkan sepeda motor untuk memperlancar
kegiatanku. Aku telpon emak dan mas Sugi minta ditranfer uang
untuk membeli sepeda motor bekas. Seminggu kemudian uang
pun ditransfer sebesar Rp 4,5 juta, yang berasal dari mas Sugi
Rp 2,5 juta dan dari mas Yono Rp 2 juta. Alhamdulillah dengan

279
~ Jangan Gagal Move On ~

uang itu aku bisa membeli sepeda motor Hokaido bekas. Di dekat
rumah mertua paman ada SD, dengan adanya sepeda motor aku
bisa membeli barang dagangan untuk dijual, yang hasilnya nanti
bisa aku gunakan untuk membeli bensin. Di SMP aku hanya
mengajar tiga hari penuh, jadi aku bisa jualan saat kosong. Hasil
pengumuman test penerimaan keluar dan namaku tidak tertera di
kolom surat kabar yang aku baca. Ini artinya aku tidak lulus tapi
aku tidak kecewa. Tanah Bumbu tempatnya jauh dari saudara-
saudara di sini, mungkin karena itulah aku tidak lulus. Jadi tempat
itu bukan yang terbaik untukku. Tahun ajaran pun berganti, aku
mulai berani bergabung dengan grup MGMP di kabupaten yang
bertempat di SMPN 1. Dalam pertemuan MGMP kali ini aku
mendengar bahwa sekolah ini sedang membutuhkan guru honor
Bahasa Inggris karena guru yang memegang mapel ini sedang
mengikuti Pendidikan Profesi Guru dan akan berakhir 3 bulan
ke depan. Maka selama 3 bulan aku menghonor di dua tempat
dengan seijin Pak Imam selaku Kepsek yang pertama.
Di bulan Oktober formasi penerimaan CPNS pun dibuka lagi.
Dari koran ku lihat di kabupaten sebelah ada formasi Guru Bahasa
Inggris dengan syarat S1 dengan Akta IV. Dengan bersepeda motor
sendiri, aku nekat mencari BKD setempat, untuk daftar dan
menyerahkan berkas lamaran. Aku mendapat no urut pendaftar
no 3, yang mana no ini nantinya ditukar sehari sebelum test
sekaligus untuk mengetahui tempat test. Syukurnya ada tetangga
satu desaku yang tinggal di kabupaten ini. Jadi saat mengikuti test
CPNS aku menginap di rumahnya. Tahun berganti, di semester
genap ini aku mendapat sedikit sekali jam mengajar karena dua
guru yang mengikuti PPG telah kembali. Jam mengajar sedikit
tentu honorku akan semakin kecil karena honor dihitung dari jam

280
Semua Karena Emak

mengajar. Ya sudahlah mungkin kalau pengumuman test CPNS


nanti aku tidak lulus sebaiknya aku pulang saja.
“Tu... la... lit... tu... la... lit...,” hp ku berbunyi siang itu.
Panggilan dari bu Puspa, aku pun menghentikan laju sepeda
motorku untuk menerima panggilannya, “Bu, Pian lulus!” serunya
dari seberang sana. Alhamdulillah, do’a emak terkabulkan. Ini
lah yang emak harapkan, aku bisa menjadi orang. Bukan sebagai
sarjana penjual nasi pecel. Aku kemudian mengkabari emak, dan
sebagai tanda syukur beliau. Beliau membuat syukuran di Jawa.
SK CPNS aku terima dan menyatakan ditempatkan di SMPN
Satu Atap, padahal sekolah satu atap itu yang seperti apa aku
belum tahu. Yang aku ingat ketika ke BKD setelah pengumuman,
pegawai BKD mengatakan bahwa tempat yang paling sulit
medannya adalah sekolah satu atap. Dengan diantar kawan yang
asli dari daerah itu, aku mencari sekolah tersebut. Dari kabupaten
kami melewati beberapa desa, mulai jalan beraspal sampai jalan
berbatu. Kami pun bertanya untuk beberapa kali dan kami selalu
mengikuti jalan yang ditunjukkan orang. Kami menyeberangi
beberapa dua jembatan kayu, di depan kami terlihat bukit yang
menjulang tinggi. Bukit Kami melaju meliuk mengikuti jalan di
kaki bukit. Satu, dua jembatan dan desa terlewati. Kami memasuki
jalan setapak, meliuk, naik, turun, terjal, dan ada yang licin.
“Inilah Kalimantan,” bisik Rian yang mengantarku. Sekolah itu
pun kami temukan, letaknya ada di lereng pegunungan Meratus
dengan hutan yang mengelilingi dan sungai yang mengalir di
belakangnya. Tanpa listrik, tanpa sinyal. Gedung sekolah hanya
1 unit dengan 3 ruangan, dan 2 wc. Kepala sekolah bersama dua
orang CPNS yang terdahulu datang menyambut kedatangan kami.
Kepala sekolah menjelaskan bahwa sekolah ini satu atap dengan

281
~ Jangan Gagal Move On ~

SD, namun tidak satu tempat dengan SD, baru buka dan hanya
mempunyai 2 orang siswa dengan 6 guru proyek, serta kami, 3
guru CPNS. Akhir tahun pelajaran tiba, masa kerja guru proyek
yang sebagian guru SD pun habis. Tinggallah kepsek, 3 CPNS, dan
2 guru proyek yang berubah menjadi guru honor. Di tahun ajaran
berikutnya jumlah siswa bertambah, ada siswa pindahan dan
siswa baru. Tiap tahun berikutnya jumlah murid selalu bertambah
walau tidak banyak.
Sebulan setelah aku menjadi CPNS emak dan Yuni
mendatangi rumah kontrakanku. Senang rasanya melihat
raut wajah emak menatapku bangga. Sekali Yuni ikut aku ke
sekolah. Sepulang dari sekolah dia bercerita pada emak bahwa
jalan menuju sekolahan tidak mulus dan sulit dilalui. Emak lalu
berkata, “Enggak apa-apa. Nanti juga pasti dibangun jalan sama
pemerintah. Ketika aku ajak kembali ikut, Yuni menolak. Emak
dan Yuni hanya sebulan menemaniku di kontrakan dan balik lagi
ke Jawa. Ketika liburan kenaikan kelas aku pulang ke Jawa untuk
menikah. Pernikahan yang sederhana. Yang hanya dihadiri oleh
keluarga kami berdua dan beberapa sahabatku. Hari Minggu
menikah, hari Selasa kami berlayar di Kalimantan. Di kapal kami
hanya mampu di kelas ekonomi saja, yang luas terbentang tanpa
sekat seperti di lapangan. Tapi perjalananku kini berbeda tidak
seperti biasanya, ada suami di sisi. Ya Allah, Alhamdulillah atas
segala karuniamu ini. Setelah jadi CPNS, Engkau kirimkan seorang
suami di usia ku yang ke 31. Menginjak 3 bulan pernikahan,
seminggu sepulang pra jabatan, test pack menunjukkan hasil
positif. Syukurlah, kandunganku tidak manja dan tidak ngidam
yang aneh. Jadi selama mengandung keadaan fisikku baik-baik
walaupun jalan yang ku lalui cukup rawan untuk wanita hamil.

282
Semua Karena Emak

Setahun kurang sebulan usia pernikahanku, anak laki-laki


pertamaku lahir. Untuk menyambut kelahiran anak pertamaku,
emak dan istri mas Yanto, Ayu, datang ke rumah kontrakanku
selama satu bulan. Sepulang emak, kedua mertua gantian yang
datang ke rumah untuk melihat cucunya. Anakku memasuki
usia 6 bulan, SK Pengangkatan PNS keluar dengan golongan IIIa.
Aku resmi menjadi Pegawai Negeri, aku langsung telpon emak.
Mendengar itu, esok harinya emak mengadakan syukuran di
Jawa untukku, walau aku ada di sini. Setahun setelah itu emak
jatuh sakit dan dirawat, hanya bisa memantau keadaan beliau via
telpon dengan adik dan masku. Siang itu telponku tidak ada yang
mengangkat, hatiku mulai gelisah. Ku pencet dan ku pencet lagi no
hp mas dan adik, sampai ada yang menjawab. “Bagaimana keadaan
emak? Dari tadi telponku kok tidak diangkat?” tanyaku begitu Yuni
menjawab telponku. Bukan jawaban yang langsung kudengar tapi
tangisan. “Emak, sudah meninggal,” parau suara Yuni menjawab.
Innalillahi wa innailaihi roji’un. Badan terasa lemas. Air mata pun
bercucuran tak terbendung. Suamiku berusaha menenangkanku
dan mengajakku segera pulang. Aku memang harus pulang
tapi kami tidak mempunyai uang simpanan untuk tiket pulang.
Syukurlah, tetangga dan kepsekku mau meminjamiku uang.
Selepas Maghrib kami berangkat, agar nantinya bisa naik pesawat
untuk penerbangan pertama ke Surabaya. Waktu tempuh antara
rumah ke bandara sekitar 5-6 jam. Sepanjang perjalanan menuju
bandara air mata terus mengalir, ada rasa tidak terima kenapa
emak dipanggil begitu cepat di usianya yang ke 67 tahun. Aku
merasa belum bisa membahagiakan emak. Kenapa Allah sudah
memanggil emak? Kenapa bukan aku saja? Ada nada protes dalam
dadaku. Anakku menggeliat dalam dekapanku. Astaghfirullah.

283
~ Jangan Gagal Move On ~

Kupandangi wajah kecil anakku. Iya... ya... Allah itu Maha Tahu,
kalau mungkin aku yang meninggal, bagaimana dengan anakku.
Tugas emak padaku telah emak selesaikan, kini giliranku. Ya...
aku harus tangguh seperti emak. Ku tarik napas dalam-dalam di
sela hembusan angin malam. Mungkin ini yang terbaik, hatiku
menjadi sedikit tenang. Sampai rumah, di Jawa, air mata sudah
tidak bisa mengalir. Dalam diam aku melangkah, jenasah emakku
sudah siap untuk diberangkatkan hanya tinggal menunggu
kedatanganku saja. Aku hanya mampu memandangi tubuh emak
yang telah terbungkus kain kafan, dan tak lama kemudian jenasah
emak diberangkatkan ke makam. Dengan menggendong anakku,
kulangkahkan kaki mengantar kepergian emak sampai ke tempat
peristirahatan yang terakhir. Aku mengandung untuk kedua
kalinya dan seperti kandungan yang pertama, tidak ada yang
gangguan. Aku melakukan kegiatan dan aktivitas seperti biasa.
Tiga tahun sudah masa jabatan IIIa, kini waktunya aku dan teman-
teman satu sekolah yang seangkatan mengajukan naik golongan
ke IIIb. Proses pengajuan berjalan lancar, hanya perlu sedikit saja
perbaikan. Menjelang kelahiran anak kedua, aku mendapat SK
Kenaikan Pangkat IIIb. Aku melahirkan anak laki-laki lagi melalui
operasi caesar. Lengkap sudah kebahagiaanku, sayangnya emak
sudah tidak ada lagi untuk ikut serta merasakan kebahagiaanku.
Tahun ini aku dan Adi, salah satu teman di sekolah yang
seangkatan, berusaha bersama menyusun PTK untuk pertama
kalinya. Tekadku yang penting aku sudah berusaha, bila nantinya
ada kesalahan ya diperbaiki. Ini masih tahap belajar, daripada
aku tidak menyusun tidak tahu dimana salahnya dan bagaimana
benarnya. Akibatnya pengetahuan tidak berkembang dan
kenaikan pangkat pun tersendat. Begitu laporan PTK selesai, kami

284
Semua Karena Emak

segera menyerahkan pada dinas untuk diperiksa. Hasilnya, ada


beberapa bagian yang harus diperbaiki secepatnya. Malam itu aku
dan Adi memperbaiki PTK bersama-sama di rumah Adi sampai
pukul 23.00 WITA. Besoknya, Adi yang menyerahkan laporan
perbaikan ke Dinas, sedang aku mengajar. SK kenaikan pangkat
IIIc, kami terima dengan rasa bangga. Diantara teman guru
seangkatan, kami berdualah yang paling dulu naik pangkat ke IIIc.
Ini semua berkat arahan pengawas pembina yang membuat kami
berusaha untuk menyusun. Tanpa mendengar apa kata teman-
teman guru lain yang ketakutan akan PTK, ternyata kami mampu
menyusun PTK. Dua tahun enam bulan berikutnya aku mengusul
ke IIId sendiri karena Adi telah menjadi kepala sekolah dan sibuk
dengan urusan sekolah, sehingga dia tidak bisa memenuhi syarat
untuk mengajukan DUPAK. Namun sayang pengusulanku kali ini
tersendat karena salah satu karya tulis ilmiahku ada kesalahan.
Untuk memperbaikinya aku harus lebih banyak mencari bahan
referensi dan konsultasi berulang kali kepada penguji. Perbaikan
terselesaikan tepat pada periode pengajuan berikutnya sehingga
urusan pengusulanku pun lancar dan kini golonganku menjadi
IIId. Dapat tercapai hal yang aku inginkan sesuai waktu dan
prosedur sungguh suatu kebanggaan tersendiri. Bukan sesuatu
hal yang mudah memang untuk mencapainya, butuh perjuangan.
Terima kasih emak, ini semua karena engkau. Bila engkau tidak
mengarahkan dan mendo’akan, aku mungkin tidak seperti
sekarang.

285
Jangan Gagal Move On

BIODATA PENULIS

Sri Mujayati, S. S.terlahir di Surabaya


pada 22 September 1978 anak ke
empat dari lima bersaudara dan orang
tua penulis bernama Tarsimo (alm) dan
Tuminem (almh). Ketiga kakak penulis
hanya lulusan SD namun ketiganya
bersama-sama membiayai kuliah S1
penulis.
Sekolah penulis ditamatkan di Jawa
Timur. Lulus SDN Carat 1 Gempol
(1990/1991), SMP Negeri Gempol
(1993/1994), SMK PGRI Pandaan (1994/1997). Lulus SMK menjadi
buruh pabrik, tidak langsung kuliah karena masalah biaya. Dua tahun
kemudian melanjutkan kuliah di Universitas Dr, Soetomo Surabaya, lulus
tahun 2004, dan kuliah lagi untuk mendapatkan ijazah Akta IV di STIT
Muhammadiyah Bangil (2006). Setelah lulus kuliah penulis merantau ke
Kalimantan Selatan, menjadi guru honor di SMPN 2 Salam Babaris dan
tutor paket C mulai tahun 2007 sampai 2009. Setelah melalui perjuangan
untuk bisa mengikuti tes CPNS, pada tahun 2009 penulis menjadi CPNS
dan menjadi PNS pada tahun 2010. Berdasarkan SK CPNS penulis
ditempatkan di SMPN 4 Satu Atap Batang Alai Timur dan pada tahun
2012 status sekolah masuk dalam sekolah daerah khusus. Sekolah penulis
adalah sekolah yang ada di tengah hutan karet, tanpa listrik, tanpa sinyal,
untuk kebutuhan airnya diambil dari sungai yang mengalir di belakang
sekolah, saat musim hujan turun air sungai menjadi keruh, dan sampai
sekarang masih seperti itu. Awal tahun 2019 nama sekolah diganti
menjadi SMPN 34 Hulu Sungai Tengah.

286
22
ADA PELANGI DI MATA
PENDIDIK
Oleh: Gita Erlangga K,S.Si,MM

A
ssalamualaikum, Nama saya Gita Erlangga atau
yang biasa dipanggil angga. Saya lahir di Cirebon
15 April 1985, Orang tua selalu mengajarkan saya
jangan mengandalkan bantuan teknis atau non teknis dari
orang tua agar bisa menyelesaikan diri sendiri bila berjumpa
suatu permasalahan. Baiklah saya akan menceritakan fiksi
tentang diri sendiri. Saya waktu dilahirkan dengan sempurna
panca indera tetapi dalam keadaan premature, sejak bayi saya
selalu berobat ke RS jakarta bersama orang tua saya untuk
penyembuhan saya. Hampir 4 tahun saya waktu itu saya
belum bisa jalan selayaknya anak kecil seumuran waktu itu,
untuk berlatih berjalan saya harus memakai sepatu khusus
yang menopang kaki saya. Kata dokter yang menangani
sasya berkata bahwa kaki saya harus dioperasi sehingga

287
~ Jangan Gagal Move On ~

membuat orang tua sedih bahwa kaki saya harus dioperasi.


Ketika pulang dari Jakarta dengan kereta api, ada seorang
kakek di kereta tersebut berkata bahwa saya tidak harus
dioperasi melainkan hanya cukup dibawa ke mantri yang ada
di cirebon, dia memprediksi bahwa saya akan bisa berjalan
ketika berobat ke mantri tersebut. Setelah orang tua saya
berpikir positif dan berobat ke mantri tersebut alhamdulillah
saya bisa berjalan dari masa berobat ke mantri tersebut hanya
selama 4 bulan. Pada tahun 1990 saya masuk TK, akan tetapi
selama TK saya tidak bisa ikut pelajaran olahraga dan seni,
Kata wali kelasnya saya tidak diperbolehkan melanjutkan ke
Sekolah Dasar (SD). Kemudian ada salah seorang guru di TK
tersebut berkata dan melihat ada potensi lain di bidang eksak,
alhamdulillah saya diperbolehkan lanjut ke SD (Sekolah
Dasar). Entah apa jadinya seandainya saya tidak lanjut ke
sekolah dasar waktu itu. Saya selama SD dari tahun 1991-
1997, awal prestasi di SD rangking terakhir alhamdulillah
ranking saya menanjak mulai kelas 4 Sd dan akhirnya bisa
peringkat pertama ketika kelas 5 dan kelas 6. Kemudian
saya melanjutkan SMP dan SMA di salah satu SMP favorit
karena NEM saya tinggi. Prestasi di SMP dan SMA saya bisa
peringkat 10 besar karena sekolah tersebut siswa-siswa yang
lain pinter-pinter dari pelajaran olahraga, seni sampai eksak,
saya hanya mengandalkan di pelajaran eksak saja, walaupun
ketika pelajaran olahraga dibuli, ya saya santai saja waktu itu
karena itu sudah takdir saya. Walaupun begitu saya dipercaya
sekolah untuk lomba mengatasnamakan nama sekolah
lomba di bidang eksak, alhamdulillah ada beberapa lomba
saya juara.

288
Ada Pelangi di Mata Pendidik

Kemudian saya melanjutkan pendidikan di salah satu


Universitas Negeri yang ada di Bandung pada jurusan pendidikan
fisika, sebelumnya saya diterima di jurusan Kimia akademi
Kimia Analis Bogor , saya memilih di Bandung atas saran
orang tua. Setelah lulus kuliah saya mengajar di SMA terpencil
kabupaten Cirebon, walaupun SMA terpencil akan tetapi saya
bisa mengangkat prestasi sekolah tersebut dengan rata-rata NEM
tertinggi untuk pelajaran Fisika se kabupaten Cirebon,ketika
sehabis pulang mengjar dari sekolah tersebut saya mengadakan
privat les-les dari pintu ke pintu,alhamdulilah bisa menabung
waktu itu untuk bisa melanjutkan S2. Ketika sudah melanjutkan
S2 saya mencoba mencari wanita untuk teman hidup saya,
alhamdulillah biasa saya terima bullyan terutama sama wanita,
apakah saya sudah PNS atau belum, punya mobil belum, punya
rumah belum, ya saya hanya bisa ketawa dalam hati walaupun sedih
sih he. Saya juga pernah menjalin dengan janda suadah punya anak
tetapi tidak diperbolehkan sama orang tua,ya akhirnya saya nurut
orang tua dan kandas juga sebenarnya pingin nikah sama wanita
itu. Alhamdulillah saya ketemu wanita yang single , menerima
saya apa adanya dan solehah sehingga saya menikah pada tahun
2015, sedikit demi sedikit kami berdua menata perekonomian
dan alhamdulillah ada yang terbeli oleh kami berdua, ketika
6 bulan dari masa pernikahan kami berdua memeriksakan ke
dokter kandungan, saya kaget dan sedih ada kista di perut istri
sehingga kami belum dikaruniai anak sampai sekarang. Saya
hampir bimbang karena sering mendengar perkataan yang tidak
enak dari lingkungan, kemudian saya berpikir untuk memutuskan
untuk selalu setia sama istri, saya berkeyakinan ada rencana indah
dibalik ujian ini. Pada tahun 2016 saya pindah mengajar ke SMP

289
~ Jangan Gagal Move On ~

dan Universitas kota Cirebon, Ketika awal mengajar di sekolah


negeri tersebut alhamdulillah saya konsisten memberi prestasi
bidang eksak untuk nama baik sekolah tersebut. Pada tahun
2018 saya menghantar siswa kejuaraan Olimpiade IPA tingkat
Jabar di Garut sehingga saya berjumpa adik tingkat saya waktu
kuliah, waktu itu adik tingkat saya bisa mengajar siswa-siswa
seluruh provinsi Jawa Barat sehingga saya termotivasi lagi untuk
mencari prestasi di berbagai bidang, alhamdulillah akhir tahun
2018 saya menjadi penulis mata pelajaran IPA tingkat SMP yang
diselenggarakan Puspendik dan membuat buku, saya menyadari
jadi pendidik jauh lebih menantang dan menyenangkan untuk
mengupgrade diri agar lebih baik lagi, Kemudian pada tahun 2019
awal saya diterima di Ralawan TIK Kota Cirebon, alhamdulillah
saya dipercaya menjadi pemateri di instansi-instansi kota Cirebon.
Alhamdulillah pada pertengahan 2019 saya ke bogor melihat
informasi yang sangat menarik sehingga bisa menjadi anggota
PIPP yang dikepalai Ibu Nina Ramdhani dan Ibu Nanda sebagai
sekretarisnya, mereka sangat baik sampai membeli buku saya 5
buah sehingga saya terharu sekali. Pada akhir tahun 2019 saya
mengikuti ujian sertifikasi penulis non fiksi yang diseleggarakan
BNSP Alhamdulillah saya lulus, dan ketika di ujung tahun ini saya
diberi keprcayaan oleh Ibu Nina sebagai Ceo PIPP Pusat, saya bisa
menjadi pemateri pelatihan online tentang menulis soal berbasis
android.

290
Ada Pelangi di Mata Pendidik

RIWAYAT HIDUP PENULIS

GITA ERLANGGA KURNIAWAN,S.SI,MM


NIDN:0415048504
Assalamualaikum, Nama saya Gita
Erlangga K atau yang biasa dipaanggil
angga. Saya lahir di Cirebon 15 April
1985. Saya studi di SD Kampung
Melati Cirebon (1991-1997) , Saya
selama SD dari tahun 1991-1997, awal
prestasi di SD rangking terakhir tetapi
alhamdulilah ranking saya menanjak
mulai kelas 4 Sd dan akhirnya bisa
peringkat pertama ketika kelas 5 dan
kelas 6. Kemudian saya melanjutkan ke
SMP N 1 Cirebon (2000-2003) dan melanjutkan ke SMA N. 2 Cirebon.
Prestasi di SMP dan SMA saya bisa peringkat 10 besar karena sekolah
tersebut siswa-siswa yang laen pinter-pinter dari pelajaran olahraga,seni
sampai eksak,saya hanya mengandalkan di pelajaran eksak saja. Kemudian
saya melanjutkan pendidikan di salah satu Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI) yang ada di Bandung pada jurusan pendidikan fisika,
ssebelumnya saya diterima di jurusan Kimia akademi Kimia Analis Bogor
(D3). Setelah lulus pada tahun 1999, saya mengajar di SMA terpencil
kabupaten Cirebon, walaupun SMA terpencil akan tetapi saya bisa
mengangkat prestasi sekolah tersebut dengan rata-rata NEM tertinggi
untuk pelajaran Fisika se kabupaten Cirebon. Selain di sekolah saya
kerja pemateri kursus design grafis,microsoft,akuntansi di tingkat dinas
pendidikan cirebon dan dinas sosial cirebon, alhamdulilah bisa menekan
angka pengangguran di kota cirebon dengan memberi bekal skill design
grafis dan micrsoft office untuk anak putus sekolah atau yang belum
bekerja.

291
Jangan Gagal Move On

Pada tahun 2016 saya pindah mengajar ke SMP dan Universitas kota
Cirebon, Ketika awal mengajar di sekolah negeri tersebut alhamdulilah
saya konsisten memberi prestasi bidang eksak untuk nama baik sekolah
tersebut. Dengan menjadi pelatih dan pembina science (ipa) tingkat kota
cirebon. Pada tahun 2018 saya menghantar sisiwa kejuaaran Olimpiade
IPA tingkat Jabar di Garut sehingga saya berjumpa adik tingkat saya
waktu kuliah,waktu itu adik tingkat saya bisa mengajar siswa-siswa
seluruh provinsi Jawa Barat sehingga saya termotivasi lagi untuk mencari
prestasi di berbagai bidang, alhamdulilah akhir tahun 2018 saya menjadi
penulis soal mata pelajaran IPA tingkat SMP yang diselenggarakan
Puspendik,Proyek membuat soal dari Indonesia Digital Learning, membuat
buku bertema permainan science,buku komputer, saya menyadari jadi
pendidik jauh lebih menantang dan menyenangkan untuk mengupgrade
diri agar lebih baik lagi, Kemudian pada tahun 2019 awal saya diterima di
Ralawan TIK Kota Cirebon, alhmdulilah saya dipercaya menjadi pemateri
di instansi-instansi kota Cirebon. Alhamdulilah di tingkat Universitas
saya sering menulis jurnal-jurnal penelitian dan dipercaya pemateri
tetap dengan teman saya Teni Noviyanti,M.Si pada jurnal internasiaonal
bertema kewirausahaan nelayan cirebon
Alhamdulilah pada pertengahan 2019 saya ke bogor melihat informasi
yang sangat menarik sehingga bisa menjadi anggta PIPP yang dikepalai
Ibu Nina Ramdhani dan Ibu Nanda sebagai sekretarisnya, mereka sangat
baik sampai membeli buku saya 5 buah sehingga saya terharu sekali. Pada
akhir tahun 2019 saya mengikuti ujian sertifikasi penulis non fisksi yang
dienggarakan BNSP alahmdulialh saya lulus, dan ketika di ujung tahun ini
saya diberi keprcayaan oleh Ibu Nina sebagai Ceo PIPP Pusat, saya bisa
menjadi pemateri pelatihan online tentang menulis soal berbasis anroid.

Karya Yang sudah dihasilkan


a. 1.Penulis Soal unbk mata pelajaran ipa tingkat satuan SMP Yang
diselenggarakan Puspendik
b. 2. Penulis soal projek Indonesia Digital learning

292
Ada Pelangi di Mata Pendidik

c. 3. Penulis buku permainan science tentang fluida statis


d. 4. Penulis dan pemateri dari jurnal Internasional dengan jurnal
berjudul: The Effect Of Training On Diversification Of Processed
Fish Products And Community Development Of Interest In
Entrepreneurship
e. 5.Penulis buku Komik Digitl Pembelajaran Dan Budaya Nusantrara
yang diselenggarakan PIPP
f. 6.Penulis Jurnal Dengan Judul Pengaruh Metode Problem Solving
Terhaap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Luas Dan Keliling Bangun
Datar di kelas IV SD Pesantren Kota Cirebon
g. 7. Penulis Jurnal dngan judul Penggunaan alat Peraga Untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep Ilmu Pengetahuan Alam Sekolah
Dasar Pada materi Wujud Zat Dan sifatnya
h. 8. Sertfikasi Penulis Non Fisksi yang diselenggaralan LSP BNSP
i.
j.

293
23
PERJALANAN SEORANG GURU
TIDAK BERPENDIDIKAN
Oleh: Ida Fitriyati

Tugas Pertama
Alisa adalah seorang guru dari lulusan S1 non pendidikan
yang telah mengambil izin mengajar di salah satu kampus negeri
yang ada di Indonesia sehingga dia mendapatkan seperti SIM
untuk dapat mengajar di kelas. SIM mengajar ini didapatnya
dengan perjuangan yang sangat panjang sekali karena dari
pendaftaran sampai menyelesaikannya penuh dengan lika liku.
Alisa ingat sekali pertama lulus dari salah satu kampus ternama di
daerahnya dengan jurusan non pendidikan, karena memang itulah
pilihan pertama waktu ujian masuk perguruan tinggi tahun 2000.
Untuk pilihan keduanya Alisa Mengambil jurusan Pendidikan
Matematika, karena orang – orang bilang, kalo pilihan kedua itu
yang sering lulus ujiannya. Tetapi pada akhirnya pada tahun 2009

294
Perjalanan Seorang Guru Tidak Berpendidikan

ini Alisa benar-benar kesampaian menjadi seorang guru walaupun


dengan ijazah Akta Mengajar saja. Kelulusan Alisa menjadi salah
satu CPNS ditahun 2008 akhir ini juga membutuhkan perjuangan
yang panjang, karena harus menempuh jarak ratusan kilometer
untuk dapat mengikuti tes masuk CPNS nya karena Alisa
sebenarnya bukan merupakan anak daerah dimana tempat dia
bertugas sekarang, dia hanya seorang penduduk pendatang yang
sangat bersyukur diterima dengan baik oleh masyarakat dimana
Alisa Bertugas. Dalam perjuangan tes ini, Alisa termasuk salah
satu orang yang sangat beruntung karena pada saat tes Alisa hanya
duduk manis mengisi jawaban atas pertanyaan – pertanyaan yang
ada dilembar tes tersebut dengan pikiran pasti akan lulus tes
CPNS. Hal ini disebabkan karena pada tahun tersebut formasi
untuk menjadi Guru IPA masih kurang peminat karena masih
kekurangannya guru lulusan MIPA ini, dari formasi 6 orang
guru yang diterima, yang melamar untuk jurusan ini hanya 5
orang guru, dan dari hitungan matematis aja udah dipastikan
Alisa dan teman – teman tinggal berlenggang kangkung buat
mendapatkan SK CPNS tersebut. Awal tahun 2009 merupakan
hari yang sangat membahagiakan bagi Alisa karena namanya
masuk ke dalam jajaran ratusan nama yang lulus tes CPNS tahun
itu. Setelah pengumuman kelulusan, Alisa dan teman-teman yang
lulus tes seleksi CPNS berkumpul untuk menerima SK CPNS dan
sekaligus akan mengetahui dimana penempatan tugas mereka
masing – masing. Alisa sangat penasaran sekali akan dimanakah
dia mengabdi menjadi guru nanti. Setelah pegawai struktural
dibagikan SKnya, sekarang giliran pegawai fungsional yaitu Guru –
guru yang dibagikan SK CPNS nya. Dan akhirnya, nama Alisa pun
dipanggil kedepan untuk mengambil SK tugas dia untuk memulai

295
~ Jangan Gagal Move On ~

mengabdi. Dengan perasaan dag dig dug dihati dan pikiran yang
tidak menentu, Alisa pelan – pelan membuka SK yang telah
diberikan, dan pada akhirnya terbacalah pada suatu daerah yang
belum pernah dia kunjungi yaitu salah satu daerah yang ada di
kecamatan kabupaten Alisa bertugas yang paling dekat dengan
perbatasan negara Indonesia – Malaysia. Setelah menerima SK
penempatan tugas, Alisa akan dihadapkan dengan beberapa
administrasi yang akan diurus untuk mendapatkan legalitas dalam
mengajar ditempat tugas yang diberikan. Alisa termasuk seorang
yang sangat beruntung, karena begitu banyak orang baik yang
disekitar dia yang membantu dalam kepengurusan administrasi
tersebut sampai akhirnya Alisa mendapatkan Surat Tugas
Mengajar resmi dari Dinas pendidikan Alisa sekarang mengabdi.
Surat tugas ini jelas merupakan awal perjalanan Alisa menjadi
seorang guru di Kota Perbatasan Indonesia - Malaysia.

Tidak Pede masuk Kelas


Awal juli 2009 Alisa memulai hidup di kota perbatasan
dengan kondisi hamil muda. Alisa terpaksa memulai hidup
ditempat orang sendirian karena suami Alisa juga harus
melaksanakan tugasnya di Kota Kabupaten yang harus ditempuh
3 jam perjalanan darat. Sebelum memulai tugas mengajar di kota
ini, Alisa sebelumnya sudah berburu tempat tinggal di tempat
tugas yang baru. Alisa bersyukur menemukan rumah kost yang
layak untuk ditinggali dengan harga yang cukup murah bagi
seorang CPNS yang gajinya masih belum penuh diterima yaitu
250 rb/bulan. Alisa dan suami memang baru memulai hidup
baru pada bulan maret 2009, dengan kondisi keuangan yang pas-

296
Perjalanan Seorang Guru Tidak Berpendidikan

pas an, untuk mendapatkan tempat tinggal yang benar - benar


layak mungkin agak berat. Alisa menempati sebuah rumah yang
dibagian atasnya untuk tempat tinggal dan bagian bawahnya
sebagai garasi, dan ukuran kamarnya juga hanya 3 x 3 meter,
dengan barang – barang belum disiapkan sehingga Alisa dan suami
harus berburu kasur dan teman – temannya untuk modal hidup
ditempat orang. Rumah kost Alisa berjarak 4 KM dari sekolah
tempat tugasnya, sehingga cukup lumayan buat ibu – ibu yang
hamil muda untuk sampai kesana karena sekolah tersebut berada
di atas bukit yang dipotong dengan kondisi jalan yang penuh
bebatuan. Hari pertama menjalankan tugas Alisa dengan 2 teman
guru yang lain diberi tugas untuk menjadi panitia penerimaan
siswa baru. Karena sebagai guru baru, apapun yang ditugaskan
kepala sekolah, akan dilaksanakan. Pada masa inilah Alisa mulai
mempelajari bagaimana dunia pendidikan sebenarnya, karena
Alisa hanya kuliah dibidang pendidikan dengan belajar sendiri
melalui modul. Dengan ilmu yang apa adanya inilah Alisa mulai
mempelajari bagaimana menjadi seorang guru. Waktu untuk
persiapan menjadi guru sebenarnya masih ada 1 bulan kedepan
setelah PSB selesai. Alhamdulillah kegiatan PSB yang laksanakan
Alisa dengan teman – teman guru yang lain berjalan sampai
selesai. Waktu yang ditunggu telah datang juga, dimana hari
pertama masuk sekolah tahun ajaran 2009/2010 sudah di depan
mata. Hari pertama ini, siswa – siswi baru masih menjalani masa
orientasi sekolah selama 1 minggu, dengan kata lain Alisa masih
mempunyai waktu untuk memperdalam ilmu pendidikan. Sambil
menunggu pergantian waktu mengajar, Alisa dan guru – guru yang
tidak mendapatkan tugas masuk kelas nongkrong manis di kantin
sekolah sambil menikmati kue – kue yang tersedia di meja kantin

297
~ Jangan Gagal Move On ~

tersebut. Pada saat itulah Alisa dengan jujurnya berkata kepada


Pak Yanto, salah satu guru yang sudah mengabdi lebih lama di
sekolah tersebut. Alisa mengungkapkan rasa ragunya apakah dia
dapat mengajar di dalam kelas…. Apakah dia bisa menjelaskan
materi pelajaran yang dia punya… apakah dia dapat mengontrol
kelas dengan kondisi anak – anak seperti ini…. dan setelah
mendengar ungkapan Alisa tersebut, Pak Yanto hanya tersenyum
dan berkata bahwa Alisa harus yakin bahwa Alisa dapat mengajar,
mengkontrol kelas menjadi suasana yang baik untuk belajar dan
yang pasti dapat menjelaskan materi yang akan diberikan kepada
siswa siswanya. Mendengar kata – kata inilah, Alisa mendapatkan
semangat dan keyakinan bahwa dia harus bisa. Kekurangan Alisa
dalam mengajar seiring dengan waktu mulai diperbaikinya secara
perlahan. Alisa dengan giat belajar materi – materi IPA dari buku
– buku yang sudah dia persiapkan sebelum berangkat ke tempat
tugasnya. Buku – buku ini merupakan keluaran dari penerbit yang
sudah tidak diragukan lagi kualitas bukunya. Sekolah Alisa pada
tahun tersebut sudah mulai diwajibkan menggunakankan buku
dari pemerintah, buku BSE IPA Terpadu. Buku ini merupakan
kompilasi dari ilmu Fisika, Biologi dan Kimia. Jangan ditanya
bagaimana Alisa memulai tugasnya menjadi guru dan menyiapkan
perangkat pembelajarannya dari RPP dan teman – temannya,
karena semua ini didapatkan Alisa di dunia maya bukan asli
buatannya sendiri. Hal ini disebabkan Alisa masih dalam tahap
belajar menjadi seorang guru yang sudah dapat membuat sendiri
amunisi mengajarnya. Jangankan untuk membuat perangkat
pembelajaran, arti kata KKM aja saat itu masih membuat Alisa
bingung. Bisa dibilang, Alisa ini mungkin seorang guru yang paket
paling hemat, karena modalnya cuma SIM Mengajar dengan ilmu

298
Perjalanan Seorang Guru Tidak Berpendidikan

pendidikan yang masih sangat kurang sekali. Ilmu pendidikan


Alisa setelah beberapa bulan mengajar sudah mulai bertambah.
Alhamdulillah, Alisa sudah mulai mengenal apa itu KKM dan
materi – materi pelajaran yang ada di IPA. Di dalam kelas juga
Alisa juga sudah mulai dapat mengajar sambil berdiri dan jauh
dari buku, karena awal mengajar Alisa hanya duduk manis di kursi
dengan buku IPA di depannya. Tetapi ada PR yang masih membuat
Alisa mungkin belum bisa dikatakan menjadi benar-benar seorang
guru, karena Alisa masih belum mampu membuat perangkat
pembelajaran sendiri dan yang paling parah lagi adalah selama 3
tahun bertugas di kota perbatasan ini, Alisa tidak pernah menjadi
Pembina upacara karena Alisa masih belum pede untuk berbicara
di depan orang ramai.

Mutasi Ke kota
Pada awal tahun 2012, Alisa sudah mulai mencari informasi
bagaimana cara untuk mutasi ke kota kabupaten. Hal ini
dilakukan Alisa karena ingin berkumpul bersama keluarga
tercinta dalam satu atap tanpa terpisah lagi dengan jarak. Alisa
mulai mengungkapkan keinginannya ke kepala sekolahnya pada
saat waktu santai. Dan apa yang dipikirkan Alisa benar sekali,
bahwa kepala sekolah akan mengizinkan jika Alisa mendapatkan
guru penggantinya di sekolah tersebut sebelum dia mutasi ke
kota. Keberuntungan saat itu berpihak ke Alisa, dia mendapatkan
seorang guru pengganti yang bersedia menggantikannya disana
karena alasannya juga sama yaitu ingin berkumpul bersama
keluarganya yang ada di tempat tugas Alisa saat itu. Dan akhirnya
proses mutasi Alisa terlaksana pada pertengahan tahun 2012.

299
~ Jangan Gagal Move On ~

Alisa akhirnya mendapatkan sekolah yang berada dekat dengan


tempat tinggalnya di kota kabupaten. Jarak antara sekolah dengan
rumah Alisa hanya membutuhkan waktu tempuh 5 menit. Di
sekolah baru, Alisa mendapat kepercayaan mengisi jam pelajaran
yang bukan IPA karena saat Alisa pindah, pembagian tugas –
tugas guru sudah diberikan, dan akhirnya Alisa mendapatkan jam
mengajar yang memang kelebihan dari pembagian tersebut yaitu
mata pelajaran TIK dan matematika. Untuk mata pelajaran TIK,
Alisa tidak mengalami kesulitan karena Alisa sangat menyenangi
dunia komputer, jadi bukan merupakan hal yang sulit untuk
dipelajari dan dijelaskan. Hanya saja, untuk matematika Alisa
butuh waktu lebih lagi dan seperti biasa sumber belajar Alisa
tetap buku dari penerbit favoritnya. Awal tahun 2013 merupakan
semester genap, dan akhirnya Alisa mendapatkan tugas mengajar
sesuai dengan jurusan Alisa ambil yaitu IPA. Di sekolah baru,
Alisa juga menjadi salah seorang guru yang mendapatkan tugas
tambahan menjadi operator sekolah yang kerjaannya adalah
bertanggungjawab menginput data siswa dan guru – guru yang ada
di sekolah ini ke sebuah aplikasi pendataan yang dikeluarkan oleh
kementerian pendidikan untuk memudahkan mendata segala hal
yang berkaitan tentang sekolah diseluruh Indonesia. Tugas wajib
Alisa dijalankan dengan lancar dan tidak begitu banyak kendala
setelah kurang lebih 4 tahun menjadi guru. Alisa sudah mulai
menikmati dengan tugasnya tersebut.

Ikut Seleksi TOT ke pulau Jawa


Pada awal 2013 ini, saat Alisa lagi asyik – asiknya di ruang
laboratorium komputer, Alisa mendapatkan kabar bahwa dia

300
Perjalanan Seorang Guru Tidak Berpendidikan

didaftarkan menjadi salah satu dari puluhan guru yang akan


mengikuti seleksi pelatihan yang diadakan oleh salah satu kampus
pendidikan ternama di pulau Jawa. Berhubung Alisa sangat ingin
mengenal lebih jauh dunia pendidikan, jadi dengan senang hati
Alisa menerima tawaran tersebut. Adapun guru – guru mata
pelajaran yang akan mengikuti seleksi adalah mata pelajaran yang
ada di ujian nasional yaitu IPA, Matematika, Bahasa Indonesia dan
bahasa Inggris. Setiap kabupaten akan dipilih 2 orang guru disetiap
mata pelajaran, dan didampingi 1 orang pengawas sekolah. Hari
seleksi pun sudah tiba, dan panitia yang menyeleksi adalah dosen
– dosen dari kampus tersebut. Pada awal seleksi, dosen – dosen ini
memaparkan kegiatan pelatihan yang akan mereka laksanakan
dan fasilitas apa yang akan Alisa dapatkan disana. Mendengar
paparannya saja sudah membuat Alisa tergoda untuk dapat lolos
seleksi, karena akan berangkat ke pulau Jawa menggunakan
pesawat terbang, menginap di hotel berbintang dan yang pasti
akan mendapatkan ilmu – ilmu pendidikan yang selama ini Alisa
cari dari dosen – dosen pendidikan yang pasti ilmunya banyak
sekali. Proses seleksi hanya dilaksanakan 1 hari, dimana pada awal
tes Alisa dan teman - teman mengerjakan beberapa soal tes pilihan
ganda dan kemudian dilanjutkan dengan tes wawancara. Disaat
wawancara inilah semua ditanya, bagaimana pengetahuan peserta
tentang pendidikan. Pada saat giliran Alisa diwawancara, ditanya
apa motivasi Alisa mengikuti seleksi ini, dan dengan tenang Alisa
menjawab ingin belajar lebih dalam tentang pendidikan dan
Alisa mengakui bahwa dia masih minim pengetahuan tentang
dunia pendidikan ini. Pengumuman peserta di lakukan pada sore
hari setelah panitia berdiskusi tentang hasil tes tersebut. Pada
saat itulah suasana hati Alisa tidak menentu, karena akankah

301
~ Jangan Gagal Move On ~

dia diberikan kesempatan untuk belajar tentang pendidikan


di kampus ternama ini, dan bertemu guru – guru dari seluruh
Indonesia untuk berbagi pengalaman mengajar. Dan akhirnya
nama Alisa tercatat menjadi salah satu peserta dari 8 peserta yang
lolos Training Of Trainer (TOT) peningkatan kompetensi guru ke
Kota Wisata yang ada di pulau Jawa tersebut. Hal ini segera Alisa
sampaikan kepada suami tercinta, karena dukungan dan izin
suaminya jugalah Alisa mendapatkan kesempatan emas ini.

Belajar dengan Dosen dosen Pendidikan


Persiapan berangkat pelatihan selama 2 minggu pertama
sudah dilakukan, Alisa sudah mendapatkan izin dari kepala
sekolah dan kepala dinas pendidikan juga untuk menjalankan
tugas negara berangkat ke kota wisata di pulau jawa yaitu Kota
Batu, Malang, Jawa Timur untuk mendapatkan pelatihan TOT
Peningkatan kompetensi Guru. Alisa bersama 7 orang guru dan
1 orang pengawas pun mulai berangkat ke kota Pontianak untuk
persiapan ke kota Malang pada pagi hari. Alisa dan teman – teman
memilih penerbangan yang langsung ke kota Malang dengan
transit di kota Jakarta. Perjalanan Alisa dan teman – teman
berjalan lancar sampai ke kota Malang. Sesampainya di Malang,
Alisa sangat menikmati Indahnya pemandangan Kota Malang
tersebut dan dalam hati Alisa sangat bersyukur diberi kesempatan
untuk belajar sambil jalan – jalan. Menjelang petang, Alisa sudah
sampai di Hotel berbintang lima dimana pelatihan ini akan
dilaksanakan dan yang pasti akan menjadi tempat tinggal Alisa
dan teman – teman selama di Kota Batu. Hotelnya sangat bagus
sekali dan ketika membuka jendela kamar, maka akan terlihat

302
Perjalanan Seorang Guru Tidak Berpendidikan

pemandangan Kota Batu yang sangat indah sekali dengan udara


yang dingin menyapa seluruh tubuh Alisa. Rasa syukur selalu
Alisa panjatkan dengan apa yang diberikan selama ini. Setelah
berkemas, Alisa dan teman – teman mempersiapkan diri untuk
menghadiri acara pembukaan yang akan dilaksanakan di hotel
yang berbeda tetapi masih berada disekitar Kota Batu. Disaat
itulah Alisa berkenalan dan saling menyapa dengan guru – guru
dari seluruh Indonesia yang merupakan peserta pelatihan ini. Pada
acara pembukaan inilah Alisa mengetahui dengan detail apa saja
yang akan Alisa dapat dalam pelatihan ini. Yang buat Alisa terdiam
adalah nanti pada kegiatan TOT II, semua peserta akan diberi
tugas mengajar di sekolah – sekolah yang ada di Kota Malang.
Dalam hati Alisa berkata, untuk mengajar ditempat tugasnya saja
masih belum maksimal, apalagi mengajar di sekolah yang ada
di Kota Malang, bisa panjang urusannya. Pelatihan dimulai dari
jam 7 pagi sampai 10 malam hari setiap harinya dalam 2 minggu
kedepan sambil diselingi waktu untuk istirahat dan melaksanakan
ibadah masing – masing setiap waktunya. Setiap hari Alisa
belajar dengan dosen – dosen yang berbeda sesuai bidangnya.
Hal yang membuat Alisa senang adalah dengan pelatihan ini dia
mendapatkan ilmu bagaimana membuat RPP yang benar beserta
penilaiannya, bagaimana membuat media yang sederhana dalam
pembelajaran IPA, memperkuat konsep – konsep IPA dari dosen
bidang biologi, fisika dan Kimia serta bagaimana melakukan
penelitian pendidikan. Selain itu, Alisa dan teman – teman juga
mendapatkan penjelasan miskonsepsi yang sering ditemui dalam
pembelajaran IPA. Dengan pelatihan ini, Alisa tidak minder lagi
walaupun berasal dari lulusan kampus non pendidikan karena
teman – teman guru yang mengikuti pelatihan ini serta dosen-

303
~ Jangan Gagal Move On ~

dosen yang mengajar tidak mempermasalahkan pendidikan Alisa,


yang terpenting adalah Alisa mau dan semangat untuk belajar
ilmu pendidikan. Setelah 2 minggu berada di Kota Batu, Alisa dan
teman – teman serta peserta pelatihan yang lainnya kembali ke
daerahnya masing – masing untuk menerapkan ilmu yang telah
didapat pada pelatihan tersebut. Alisa pulang pada TOT I ini sudah
mulai dapat tersenyum karena dia sudah mulai mengenal dunia
pendidikan yang sebenarnya. Hal ini merupakan pengalaman
yang sangat berharga dan merupakan awal mulainya Alisa
jatuh cinta di dunia pendidikan. Tugas pertama yang diberikan
oleh panitia pelatihan adalah Alisa harus merancang sebuah
pembelajaran didalam kelas kemudian mempraktekkannya ke
kelas yang ditentukan dengan bimbingan dosen yang didatangkan
langsung dari Kota Malang. Pembelajaran ini akan diamati oleh
beberapa guru untuk mendapatkan data bagaimana siswa belajar
dan kesulitan apa yang dihadapi siswa dalam pembelajaran
yang dilaksanakan. Kegiatan ini kalo di Jepang setahu Alisa
disebut dengan lesson study. Dengan pembelajaran inilah Alisa
mengetahui bagaimana manfaat dari lesson study ini, karena
Alisa dapat mengetahui kekurangan dari pembelajaran yang dia
lakukan di kelas dengan detail dari hasil refleksi yang dilakukan
setelah pembelajaran bersama – sama guru pengamat dan dosen
pembimbing dalam kegiatan ini.

Pengalaman mengajar di sekolah Negeri Kota


Malang
Setelah 2 minggu kembali ke daerah masing – masing dan
menerapkan ilmu pengetahuan yang telah didapat di kota Batu,

304
Perjalanan Seorang Guru Tidak Berpendidikan

Alisa dan teman – teman kembali mempersiapkan diri untuk


berangkat kembali ke Kota Batu untuk mengikuti pelatihan TOT
II. Seperti biasa, Alisa akan semangat untuk belajar menimba ilmu
pendidikan dengan dosen – dosen salah satu kampus ternama di
Kota Malang. Untuk kegiatan TOT II ini, peserta pelatihan diberi
penguatan kembali tentang materi – materi yang telah diperoleh
pada TOT I. Alisa dan teman – teman dalam 2 minggu kedepan
di Hotel yang sama pada kegiatan sebelumnya. Pada kegiatan ini,
Alisa belajar dengan salah satu dosen tentang membuat media
pembelajaran yang sangat sederhana sekali yang mudah didapat
ditempat tugas Alisa. Ilmu tentang membuat media ini sampai
saat ini menjadi modal Alisa untuk menjadi pendukung disetiap
pembelajaran yang dirancang olehnya. Kegiatan pada TOT II
ini juga agak istimewa dan membuat semangat Alisa, karena
yang pertama adalah akan diberi waktu untuk jalan – jalan
menikmati tempat wisata yang ada di Kota Batu dan yang kedua
adalah diberi kesempatan untuk mengajar di salah satu sekolah
negeri yang ada di Kota Malang. Untuk kegiatan kedua inilah
yang sedikit ada drama untuk Persiapannya karena Alisa harus
meluangkan waktu lebih untuk menyiapkan media pembelajaran
yang akan Alisa gunakan. Saat itu Alisa merancang pembelajaran
pada materi Mata, dan menggunakan media puzzle mata dalam
pembelajarannya serta model pembelajarannya adalah kooperatif.
Berhubung Alisa baru belajar membuat media sendiri, jadi Alisa
berusaha membuat media sesederhana mungkin yang mudah
didapat ditempat pelatihan tersebut. Media tersebut dibuat
sebanyak 5 pasang, karena Alisa merancang akan membentuk 5
kelompok diskusi dalam pembelajarannya. Hari yang ditunggu
dan mendebarkan bagi Alisa pun datang, dimana hari untuk

305
~ Jangan Gagal Move On ~

pertama kalinya Alisa diberi kesempatan untuk menjadi seorang


guru di sekolah negeri dan yang pasti sekolah bagus di kota
Malang. Alisa dan peserta yang lainnya sudah siap dengan pernak
Pernik untuk mengajar dan berangkat ke Kota Malang jam 7 pagi.
Berhubung jarak kota Malang dan Kota Batu lumayan jauh, maka
panitia menyiapkan bis untuk akomodasi kesana.
Sesampainya di sekolah, Alisa dan teman – teman disambut
oleh kepala sekolah dan wakil kurikulum dan kemudian
langsung diarahkan ke kelas masing – masing. Kebetulan
Alisa mendapatkan kelas yang berada dilantai 2, sehingga
membutuhkan tenaga lagi buat menaiki tangga demi tangga
sekolah tersebut. Pembelajaran pun dimulai, hal yang pertama
Alisa lakukan adalah memperkenalkan diri dulu kepada siswa
yang ada di sekolah tersebut, dan yang pertama Alisa kenalkan
adalah bahwa dia berasal dari kabupaten dimana dekat sekali
dengan negara Malaysia. Pembelajaran yang dilakukan Alisa ini
diamati oleh guru – guru yang tidak mendapatkan tugas untuk
mengajar sehingga setelah selesai pembelajaran Alisa akan
mendapatkan masukkan bagaimana kondisi pembelajaran Alisa
tersebut. Alisa sangat bersyukur sekali karena pembelajaran
yang dilakukannya berjalan dengan lancar dan siswa sangat
antusias sekali dalam pembelajarannya. Setelah semua peserta
menunaikan tugasnya masing – masing, maka Alisa dan peserta
lainnya kembali ke Hotel tempat menginap dengan berbekal cerita
dan pengalaman mengajar yang didapatnya dalam mengajar di
sekolah negeri di Kota Malang. Malam yang panjang pada hari itu
membuat hati Alisa tenang dan Bahagia karena dia telah berhasil
melawan takut dalam dirinya untuk mengajar di salah satu kelas
yang ada di sekolah negeri tersebut. Hari berikutnya Alisa dan

306
Perjalanan Seorang Guru Tidak Berpendidikan

semua peserta pelatihan sudah bersiap – siap berwisata di Kota


Batu. Wisata ini merupakan salah satu cara peserta mengenal lebih
dekat hewan – hewan yang di ciptakan oleh Allah SWT karena
agendanya adalah berkunjung ke kebun binatang dan museum
binatang terbesar di Asia. Disepanjang perjalanan pergi untuk
berwisata itulah, Alisa sambil menantap pemandangan indah
yang disajikan oleh Kota Malang dan Kota Batu berpikir kembali
tentang pengalamannya yang telah berani untuk tampil mengajar
di sekolah Negeri di Kota Malang. Alisa merasa bahwa seorang
guru dari daerah perbatasan juga akan bisa mengajar jika ada
kemauan untuk belajar setiap ilmu yang belum dipahami, salah
satunya ilmu pendidikan. Dan inilah akhir dari sepenggal cerita
seorang guru yang tidak mempunyai dasar ilmu pendidikan yang
bernama Alisa yang dengan tegar dan semangat untuk belajar ilmu
pendidikan sehingga sedikit demi sedikit ilmu tersebut dia kenal
dan membuat dia makin jatuh cinta terhadap profesi yang dia pilih
sekarang yaitu menjadi seorang guru.

Sanggau, 29 November 2019


Alisa

307
Jangan Gagal Move On

BIODATA PENULIS

Ida Fitriyati dilahirkan di Ketapang,


Kalimantan Barat pada tanggal 21 Juli
1982. Penulis adalah anak pertama
dari dua bersaudara dari pasangan
Bapak Boidjo dan Ibu Utin Hamidah.
Penulis menempuh Pendidikan dasar
di SD Negeri 10 Sukaharja, Kabupaten
Ketapang, Kalimantan Barat, tamat
pada tahun 1994. Pendidikan
selanjutnya ditempuh di SMP Negeri 3
Ketapang, tamat pada tahun 1997.
Pendidikan SMU ditempuh di SMU
Negeri 3 Ketapang, tamat pada
tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan Pendidikan
di Universitas Tanjungpura, program studi S1 Teknik Sipil, tamat pada
tahun 2004 .Tahun 2005 penulis menempuh program Akta Mengajar
(A4) di Universitas Terbuka, tamat pada tahun 2007. Pada tahun 2015
penulis mendapat beasiswa dari Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan untuk melaksanakan tugas belajar S2 Pendidikan Dasar
Konsentrasi Pendidikan IPA di Pascasarjana Universitas Negeri Malang
dan menyelesaikannya pada tahun 2017. Dan saat ini penulis sedang
menempuh pendidikan di Universitas Terbuka pada program studi S1
Pendidikan Fisika. Dari tahun 2012 sampai sekarang penulis bertugas di
SMP Negeri 3 Sanggau, Kalimantan Barat.
Penulis dapat dihubungi melalui :
Telp./WA : 081348019476
Email : ida_fitriyati82@yahoo.com

308
24
MY JOURNEY, START HERE
Oleh : Nurani Fimutho Haroh

M
alam ini langit tak begitu cerah. Bulan terlihat samar
tertutup sedikit awan. Dengan berat kulangkahkan
kaki ke tempat pengajian. Bukannya mengapa. Aku
juga tidak tahu apa yang sedang terjadi. Sedari soreaku
mencoba menyapa satu per satu orang yang lalulalang di
rumahku. Tapi tidak ada satu pun yang menjawab. Lebih
mengherankan lagi, ketika aku membantu Lik Imah
membawa beras ke tempat memasak di pengajian tadi.
”Kula nuwun¸Bulik. Ini berasnya ditaruh mana, ya?”
”Alhamdulillah, sudah datang, kamu, Nduk! Sini, taruh
di dekat pintu, sini!” jawab Bulik Imah, sembari memotong
bawang. Wah, ini dia. Baru kelihatan. Sudah tidak sibuk, Mbak
Runni? Ngelesinya, libur? Banyak pasti, ya, sekarang siswanya?”
ucap Mbak Siti. ”Pasti, Mbak Siti. Lha, sekarang saja pulangnya
sudah mala terus. Sampai menolak banyak siswa. iya, kan, Mbak

309
~ Jangan Gagal Move On ~

Runni?” timpal Bu Fajar dengan Tatapan sinisnya. Aku hanya


membalas dengan senyuman. Aku heran, mengapa mereka
bisa bertanya demikian? Tak biasanya ada pembahasan seperti
ini. Dan lagi, Bulik Imah mendekatiku, lalu memegang kedua
pundakku. Seperti ia sedang meyalurkan kekuatan kepadaku.
Mungkin ia tahu, bagaimana perasaanku saat ini. Bingung.
Terkejut. Embun pagi tak begitu tebal hari ini. Hawa dingin juga
tak begitu terasa. Bau tanah yang basah karena hujan semalam,
masih tercium. Musim hujan memang baru saja menyapa. Sinar
matahari timbul tenggelam di antara gumpalan awan putih keabu-
abuan. Kulirik jam dinding di ruang tamu. Masih jam 05.15.
Aku masih punya cukup waktu untuk menyelesaikan pekerjaan
rumah. Ceklek! Perlahan kubuka pintu depan. Kulongokkan
kepalaku ke arah keluar. Lirik kanan. Lirik kiri. Aman! Di luar
tak ada satu pun orang. Dengan langkah berani aku keluar. Di
tangan kanan, kugenggam gagang sapu lidi kesayangan nenek.
Sepertinya tadi malam angin datang kencang sekali. Daun kering
berserakan memenuhi halaman. Beberapa ranting kecil juga
tersebar tak karuan. Kuturuni satu persatu anak tangga. Kumulai
rutinitas pagiku dengan perasaan cemas. Aku berdiri beberapa
meter di depan pintu belakang rumah tetangga. Tak henti aku
memandanginya. Aku harus waspada. Bagaimana jika pintu ini
terbuka? Lalu kira-kira siapa pelakunya? Kemudian, bagaimana
nasibku nanti menghadapi sosok yang menjadi tersangka
pembuka pintu? Rasa gugup mulai menyergapku. Belum lama
aku menyapu, keringat sudah bercucuran di pelipisku. Rasanya
ingin segera kuselesaikan kegiatan ini. Belum seperempat bagian
halaman rumah yang kusapu. Kecemasanku semakin menjadi.
Dari balik jendela, kulihat ada sosok yang berkelebat. Semoga saja

310
My Journey, Start Here

tidak membuka pintu, ucapku dalam hati. Kupercepat tanganku


menggerakkan sapu.
Ceklek! Ngeeekk... Naas. Sepertinya pagi ini aku sedang
kurang beruntung.
”Mbak Runni, pagi-pagi sudah rajin,” ia menyapaku dari
depan pintu.
”Nggih, Mbak. Agar cepat selesai,” jawabku sambil tersenyum.
”Oh, memang hari ini ada acara?”
”Hanya mau ke perpusda saja, Mbak,” aku berhenti
menggerakkan sapu.
”Pinjam buku, ya? Coba baca juga buku-buku tentang tips
agar bisa masuk universitas dengan mudah. Lani saja sudah
berangkat ke Semarang minggu lalu. Dia kan diterima di
politeknik kesehatan. Adikku, Sarah, juga sekarang di Jogja. Dia
sudah kuliah di sana. Ambil jurusan Pendidikan Tata Boga. Sudah
masuk semester 5.”Perlahan kugerakkan sapu digenggamanku.
Tentu saja sambil mendengarkan cerita ngalor-ngidulnya.
Berharap suara lantangnya akan tertutup suara sapu lidiku yang
menggesek tanah. Aku tahu persis ke mana arah pembicaraannya.
Bahkan ini kali ketiga aku mendengar ia menceritakannya. Aku
memang tak seberuntung Lani dan adiknya, yang setelah lulus
SMA bisa melanjutkan kuliah. Aku pun tau tujuannya mungkin
baik. Tapi ada hal yang membuatku merasa tak nyaman. Entah
apa itu. Berhari-hari diam di rumah cukup membuatku bosan.
Setelah tau aku tak bisa langsung melanjutkan kuliah, aku nekat
mendaftar ke salah satu bimbel. Lulusan SMA dan sama sekali
belum memiliki pengalaman mengajar. Sekonyong-konyong aku

311
~ Jangan Gagal Move On ~

melewati tes seleksi. Bermodal fotokopi ijazah SMA dan cerita


tentang kesediaanku mengajari anak tetangga ketika dibutuhkan,
akhirnya aku diterima. Ini adalah minggu keduaku menjadi
tentor les privat bagi siswa SD. Meskipun baru sebentar, aku telah
diamanahi untuk mengajar 3 siswa. Senang? Bukan main. Paling
tidak aku bisa mengisi waktuku dengan hal yang lebih bermanfaat.
Selain itu, juga agar aku bisa mendapatkan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhanku sendiri. Matahari perlahan beranjak ke
barat. Usai sholat ashar, aku bersiap untuk berangkat mengajar.
Kumasukkan beberapa buku pelajaran dan alat tulis ke dalam
ransel krem kesayanganku. Aku mematut diri di depan cermin.
Biar bagaimanapun, aku harus berpenampilan prima di depan
siswaku dan walinya. Hari ini aku punya 3 jadwal dengan siswa
yang berbeda. Ya. Di musim tes seperti ini, memang waktunya
aku menyibukkan diri dengan siswa-siswiku. Menurutku, setiap
keputusan yang diambil pasti memiliki resiko. Begitu juga dengan
keputusan nekatku untuk menjadi tentor les privat. Aku tak tahu,
apa yang mengilhamiku sehingga aku dengan nekatnya menjadi
tentor les. Mungkin juga karena terdesak kebutuhanku sendiri.
Kukayuh sepeda mini yang telah menemaniku sejak kelas 3 SD.
Meskipun sudah sangat lama, namun sepeda ini tentu masih
prima. Walaupun warna ungunya sudah tak semengkilap dulu
lagi. ditambah sudah muncul karat di beberapa bagiannya. Tak
masalah bagiku, asal sepeda ini masih bisa mengantarku ke rumah
siswa-siswi kesayanganku. Pihak bimbel sengaja memilihkan
siswa yang rumahnya tak jauh dari tempat tinggalku. Bukan
karena aku belum memiliki kendaraan, memang prosedurnya
seperti demikian. 5 jam dalam sehari selama satu minggu, sudah
dipastikan waktuku akan kugunakan untuk mengajar. Menemani

312
My Journey, Start Here

siswa-siswiku belajar untuk ujian mereka. Seminggu berlalu,


kesibukanku pun mulai pergi satu per satu. Inilah masa di mana
aku bisa berlama-lama di perpustakaan. Sudah hampir empat
setengah jam. Kuhitung ada tiga buku yang telah kubaca. Mata dan
tengkukku mulai terasa lelah. Kuputuskan untuk beranjak pulang.
”Mbak, Runni! Tunggu!” suaranya mengejutkanku. Seketika
kuhentikan langkahku saat sampai di depan pintu belakang
rumahnya. Kuhampiri dia yang berjalan tergopoh dari bibir pintu.
Di tangannya terlihat beberapa lembar kertas yang ia genggam.
Hmm... Kurasa ia memang sengaja menungguku. ”Lihat, rapor
anakku. Ada beberapa nilai yang di bawah rata-rata,” sambungnya
yang tak memberiku kesempatan menjawab, ”aku sudah
kewalahan menasehatinya. Kalau disuruh belajar pasti ada saja
alasannya...”
Aku hanya menganggukkan kepalaku sembari mendengar
keluhnya. Aku masih belum bisa menginterupsi perkataannya
yang panjang. Kusandarkan badanku pada tembok. Kutegakkan
kakiku secara bergantian, kiri dan kanan. Telapak kakiku terasa
panas. Seperti sudah tak sanggup menopang tubuhku yang
beratnya telah berkurang 2 kilo dari bulan lalu ini. Bimbang sekali.
Aku ingin segera mengakhiri percakapan satu arah ini. Tapi, aku
tak berani memotong ucapannya. Bahkan, menyela pun kurasa
akan sangat sulit.
”Jadi, aku mau minta tolong ke Sampeyan, Mbak. Tolong
bantu anakku belajar lagi, to. Supaya nilainya bisa naik lagi
seperti semester lalu. Dia kalau sama Sampeyan mau diarahkan.”
Alhamdulillah, sepertinya dia telah sampai di inti pembicaraan.

313
~ Jangan Gagal Move On ~

”Lho, kemarin dia yang minta berhenti dulu belajar di


rumahku, Mbak. Dia bilang lelah. Waktu istirahatnya juga jadi
berkurang.”
”Iya, kemarin dia sepertinya kecapean. Aku juga menyetujui
saat dia ingin istirahat les di tempatmu. Tapi kalau tau
begini hasilnya, aku tak akan setuju. Mau, ya?” Iya mencoba
membujukku. Bukannya tak mau, tapi aku tak bisa memaksa
seorang anak untuk ikut belajar denganku. Andaikan ia tahu.
Setiap jam belajar anaknya, bagaimana aku harus petak umpet
dulu dan merayu si dengan berbagai cara agar mau belajar.
Ditambah lagi, untuk semester depan aku sudah memiliki tujuh
siswa baru.
”Maaf, Mbak, sebelumnya. Coba kucarikan jadwalnya dulu,
ya. Soalnya, sudah ada tujuh jadwal.”
”Soal bayar, tenang saja. Akan kutambah. Jamnya juga malam
tidak apa-apa. Atau pagi sebelum Viko berangkat sekolah.”
”Santai, mbak. Seperti kemarin saja, kalau aku ada jadwal
kosong untuk Viko.”
”Wis, tidak usah khawatir. Nanti kubayar lebih. Kutambahi
uang pulsa juga.”
Ia terus membujukku. Aku pun sama, terus menjelaskan
kalau aku tak janji bisa mengosongkan jadwal untuk anaknya.
Akhirnya diskusi kami pun berakhir, mungkin dengan agak
menggantung bagi Mbak Wati. Siang ini langit muram sekali.
Tak ada rona indah cahaya matahari. Entahlah. Hujan juga tak
kunjung tiba. Sedari tadi angin berhembus cukup kencang.
Menerpa pohon bambu lalu menerbangkan daun keringnya.

314
My Journey, Start Here

Gugur dan berserakan. Hingga ke halaman depan. Masih sangat


jelas bekas ban sepedaku di atas permukaan tanah. Cukup dalam.
Tentu saja karena tanahnya basah. Atau karena tadi aku terlalu
bersemangat mengayuh sepedaku. Ya, itu cukup membuat kakiku
pegal.
”Mbak, Runni. Maaf sebelumnya, kata Mbak Wati, Sampeyan
tidak mau mengajar les Viko lagi, ya? Coba kalau ngajar les anak-
anak di dusun sini, jangan Kemahalan. Ya, dikira-kira saja. Kami
cuma orang pasar. Tak punya cukup uang untuk membayar guru
les yang mahal-mahal.”
Aku mencelos. Seketika aku merasa tak ada udara di
sekitarku. Mulutku begitu kelu. Aku masih mencerna apa yang
diucapkan mereka.
”Katanya, per jam 15.000. Kemahalan kalau untuk harga di
desa, Mbak. Kalau untuk anak pegawai, tidak masalah.”
”Mohon maaf sebelumnya, Mbak Fajar. Saya sebetulnya
tidak suka membahas hal-hal seperti ini. Saya tidak enak. Tapi,
saya jujur saja. Saya terima uang dari Mbak Wati itu 40.000 untuk
seminggu. Jadwal les, Viko saja sudah 2 jam. Saya sama sekali tidak
pernah meminta nominal. Hanya memang Mbak Wati saja yang
memberikan pada saya, sejumlah itu.”
Aku malu. Tak sepantasnya hal seperti itu dibicarakan di
tempat orang yang sedang punya hajat seperti saat ini. Semua
orang seketika diam. Mendengarkan penjelasanku. Aku hanya
ingin meluruskan apa yang seharusnya saja.

315
~ Jangan Gagal Move On ~

”Iya, benar. uang segitu, kalau zaman sekarang ya malah


kurang. Kok bisa Mbak Wati bercerita seperti itu ke warga.” sahut
Bu Ning.
”Iya, saya tadinya mau menitipkan anak saya ke Mbak Runni,
saja, jadi takut. Waktu itu, dia juga bilang ke saya. Katanya Mbak
Runni itu anak orang miskin saja sombong. Cuma kuliah Sabtu-
Minggu, diminta ngajar les Viko malah minta bayaran tinggi.”
Aku benar-benar tak bisa menahan lagi. Bodoh memang.
Hanya karena hal sekecil itu aku menangis. Bukan karena apa-
apa. Seketika aku ingat pengorbanan ayah dan ibuku. Di sini, aku
mencoba untuk mandiri. Kuliah di salah satu universitas negeri
yang bisa memberiku waktu untuk mencari biayanya.
Dengan terbata, kucoba menjelaskan apa yang sebenarnya
terjadi. Aku pun tak mengelak kalau bagi seorang Mbak Wati, aku
hanyalah anak dari orang yang tidak mampu. Sungguh. Hatiku
bagai dihunus ribuan panah. Mataku mengabur. Tangisku benar-
benar pecah. Dari arah pintu, kulihat Mbak Wati datang. Ia
menatapku dan sekelilingku dengan heran. Dengan senyum kecut
yang kulontarkan padanya dan semua orang, aku pun pamit untuk
pulang. Kulihat ada raut menyesal di wajah mereka. Mungkin
mereka tak akan menyangka jika responku akan seperti ini.
Sama halnya denganku. Kecuali Mbak Wati, yang masih terheran.
Dengan cepat kukayuh sepedaku agar segera sampai ke rumah.
Kakiku lemas. Aku tak bisa menangis sejadinya. Aku takut nenek
dan paklik akan mengkhawatirkanku jika tahu aku menangis.
Perlahan aku masuk ke kamar. Tak bisa ditahan lagi. Aku duduk
di bibir dipan tempat tidurku. Kucoba merangkai apa saja yang
telah terjadi selama ini. Mulai dari anak-anak kecil yang sudah

316
My Journey, Start Here

tak mau lagi bermain di deoan rumah. Hingga para tetangga yang
selalu menatapku sinis. Bahkan mereka tak pernah membalas
sapaanku. Kini, aku tahu apa penyebabnya. Tidak apa-apa jika
banyak orang yang akhirnya percaya dengan perkataan Mbak Wati.
Bahkan jika akhirnya aku dikucilkan karena hal itu. Akan tetapi,
tak perlu membawa-bawa orang tuaku. Aku mulai meremat dada
kiriku. Sesak. Menyakitkan. Mereka tak tahu bagaimana aku
berjuang setelah lulus SMA hingga sekarang. Mereka juga tak
pernah tau bagaimana perjuangan orang tuaku. Mereka hanya
bisa mempercayai apa yang mereka dengar. ”Jadilah seperti bola
bekel, Nduk. Kau tahu bola bekel?” tanyanya lirih.Aku hanya
mengangguk pelan.
”Bola bekel itu, semakin keras dilemparkan ke tanah,
pantulannya akan semakin tinggi.” bulik tersenyum ke arahku
sambil mengusap lembut kedua pundakku. Setelah kejadian itu,
aku jadi makin dekat dengan bulik. Aku ceritakan semua yang
terjadi padaku. Tak kusangka, bulik pun pernah mengalami hal
yang sama. Tapi ia bisa melewatinya dengan luar biasa. Bahkan saat
ini, orang yang pernah meremehkannya malah sering meminta
bantuan pada bulik. Hari-hari berlalu dengan cepat. Semakin lama
aku pun semakin memahami dan bisa menerima apapun dengan
lebih lapang. Gelapnya malam semakin menggelayut. Indahnya
suara jangkrik dan katak yang bersahutan mulai tersamar.
Kemudian menghilang. Suasana semakin sunyi. Kini tinggal suara
angin yang menderu. Beberapa masuk melalui pintu, ventilasi dan
lainnya masuk melalui celah genting. Dingin. Aku menutup rapat
pintu rumahku. Lelah sekali. Malam ini ada 5 anak yang datang
ke rumahku. Lebih tepatnya, mereka menungguku sejak sore tadi.
Untuk apa lagi jika bukan untuk les denganku. Ini bahkan sudah

317
~ Jangan Gagal Move On ~

ketiga kalinya mereka datang. Tak hanya itu. Mereka pun rela
menungguku pulang. Walaupun sampai malam hari.
”Nduk, itu ada undangan, dari PKK.”
”Undangan, apa , Nek?”
”Tadi Bu Ning dan Mbak Fajar kemari. Minta izin ke Nenek,
mereka mau minta
tolong kamu untuk jadi MC di acara PKK dusun. Mau
mengundang dari Dinas
Kesehatan.”
”Kok, Runni, Nek? Apa tidak ada yang lain?” ucapku sambil
sibuk membaca isi surat
undangan.
”Kan, kamu sekarang sudah mengajar, jadi guru di sekolah. Di
kuliah juga sering jadi
MC di acara-acara. Bu Ning bilang, kamu yang cocok. Sudah
banyak belajar juga
pasti di sekolah.”
Aku menghela nafas.
”Mau saja, ya. hitung-hitung membantu. Sekalian belajar dan
nambah pengalaman,
ya, Nduk?”
Aku hanya mengangguk sambil membalas senyuman
nenek. Mungkin ini juga saat yang tepat untuk mengembangkan
kemampuanku. Toh sudah lama juga aku tidak mengikuti acara di
desa seperti ini. Aku harus mempersiapkan diri. Malam semakin

318
My Journey, Start Here

larut. Disela kesibukanku merekap nilai siswa, kucoba membuat


catatan kecil rangkaian acara yang mungkin akan dilaksanakan
pada acara besok. Sekarang, ini seperti rutinitas bulanan untukku.
Membuat rancangan acara atau catatan kecil bekalku menjadi
pembawa acara. Jika kuingat, beberapa waktu lalu. Bagaimana
warga memperlakukanku serta kabar yang beredar tentangku.
Hatiku masih merasakan sakit dan getir. Tapi, apapun itu, aku
percaya. Karena hal-hal semacam itulah, kini aku bisa menjadi
lebih kuat. Lebih lapang dalam menerima apapun. Juga tentang
kabar tak baik yang menimpaku. Sungguh. Allah memang Maha
Adil dan Maha Mengetahui segalanya. Aku tak perlu susah payah
menjelaskan kepada seluruh warga tentang kesalahpahaman
yang terjadi. Semuanya telah diselesaikan oleh Allah Sang Maha
Segalanya. Apapun yang terjadi. Aku telah mempercayai satu hal.
Aku hanya perlu berproses dan menjalani dengan sebaik mungkin.
Karena Allah, pasti akan menunjukkan hikmah dan indahnya di
waktu yang tepat.
Muntilan, 26 Desember 2019

319
Jangan Gagal Move On

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nurani Fimutho Haroh lahir di


Magelang pada tanggal 28 Februari
1997. Ia menempuh pendidikan
dasar nya hingga kelas 5 di SDN
Sinduadi Timur yang berada di Mlati,
Sleman. Kemudian pindah ke SDN
Sedayu 2 yang terletak di Kecamatan
Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa
Tengah. Lulus dari sekolah dasar,
ia melanjutkan sekolah di SMPN 3
Muntilan. Kemudian, ia melanjutkan
pendidikan menengah atasnya di
SMAN 1 Muntilan. Semasa SMA ia juga
aktif dalam organisasi kerohanian islam (Rohis) dan bergabung dalam Tim
Jurnalistik. Ia juga menjadi salah satu redaktur di majalah sekolah. Tinggal
terpisah dengan orang tua sejak tahun 2008, membuat ia diharuskan
untuk mandiri sedini mungkin. Tamat pendidikan menengah atas, ia tak
lantas melanjutkan studi di perguruan tinggi dikarenakan minimnya biaya.
Untuk menyiasatinya, ia bekerja menjadi guru les privat untuk siswa SD
dan SMP. Saat ini ia berstatus sebagai mahasiswa semester 8 S1 PGSD di
Universitas Terbuka Yogyakarta. Selain kuliah, ia juga menjadi guru di SD
Muhammadiyah 1 Muntilan.

320
25
PERMEN NANO NANO DARI
SEORANG IBU
Oleh: R. Novalia Nurcahyani

N
amaku Anik, lahir kota Yogyakarta dan mempunyai
satu orang kakak dan satu orang adik. Semuanya cowok
dan aku seorang cewek sendiri, sehingga terkadang sifat
keras kepala menyelimuti diriku karena merasa dibedakan
dengan anak yang lain. Aku merasa bahwa semua anak itu
sama baik cowok maupun cewek. Dari sinilah asal muasal
aku mulai mendapat jiwa berontak karena ide idealisme yan
didapat waktu kuliah..hehehehe.. (padahal aliran yang salah
dan tidak benar). Untuk meluluhkan sifatku yang keras kepala
itu, akhirnya dimasukkan kedalam fakultas keguruan supaya
menjadi anggun, lemah gemulai dan keibuan sesuai dengan
kodratku. Tidak membutuhkan waktu yang lama, diawal
semester nilaiku anjlok karena sempat berpikir bahwa untuk
menjadi Guru itu kesulitan terbesar buatku yang terbiasa

321
~ Jangan Gagal Move On ~

bertindak tanpa berbicara, akhirnya ada seorang Dosen yang


menyarankan seperti ini “ bagaimana anda bisa membuat
murid atau siswa paham apa yang sudah anda pahami dan
ajarkan jika tidak berbicara atau menjelaskan, sebuah ilmu
itu dikeluarkan lewat pikiran melalui dua fungsi yaitu lisan
dan tertulis. Nah, mulai sekarang belajarlah berbicara supaya
orang paham dan mengerti maksud anda”. Selang beberapa
tahun aku tamat kuliah dan mulai melakukan persiapan
untuk melamar pekerjaan, dimana sebuah dunia yang tidak
aku ketahui.
Diawal tahun ajaran baru setelah tamat kuliah, aku langsung
melamar pekerjaan yang pada intinya supaya bisa bekerja dan tidak
menjadi beban orang tua. Dari 3 surat lamaran semuanya diterima
karena kebetulan jurusan yang ditempuh sangat diperlukan dan
amat jarang orang yang mengambil jurusan tersebut dikarenakan
sudah takut dengan bayangan. Pagi-pagi buta sekali dan matahari
belum menampakkan wajahnya, aku berangkat dengan diantar
oleh Ibu Sang Ibu membimbingku melampui cahaya kelam dini
hari dengan berbekal obor ditangan, melewati hutan karet yang
penuh dengan binatang liar termasuk babi / celeng yang sering
merusak tanaman yang ditanam oleh penduduk desa setempat.
Ketika ditengah hutan tersebut selama setengah jam dan kami
berada ditengah-tengah hutan..tiba-tiba terdengar bunyi :
..ngrooook”.. terkejut sekitika dan kami saling berangkulan satu
sama lainnya. “ibuuu…” ujarku ketakutan. Beliau kemudian
memelukku dan berkata,” sabar nak, itu ujian dari gusti pangeran
supaya mengoyahkan niatmu untuk mengajar di sekolah, ndak pa
pa ‘nduk “. “ iya ya bu,..tapi ibu jangan jauh-jauh dariku, aku takut

322
Permen Nano Nano Dari Seorang Ibu

sekali” jawabku. Padahal usiaku sudah berumur 23 tahun dimana


kawan-kawan yang sebayaku didesa sudah menikah semua,
hanya beberapa segelintir orang yang melanjutkan kuliahnya.
Sedangkan aku sempat juga dijuluki “si perawan tua” karena lebih
mementingkan pendidikan dibandingkan pernikahan dengan
seusia 23 tahun belum juga menikah. Akhirnya setelah satu
jam melewati hutan gelap gulita, sampailah pada tepian sungai
yang bernama sungai batang muar yang harus dilewati dengan
menaiki sampan dengan tenaga traditional yaitu mendayung.
Alhamdulilah, cuaca bersahabat sehingga air sungai tidak
meluap dan aku pun cepat menaiki sampan tersebut supaya tidak
ketinggalan, sepatu vantopelku dibungkus dengan plastic dan
aku memakai sandal jepit supaya leluasa berjalan dan sang ibu
menitipkanku kepada bibi si penjual ikan keliling. “titip anakku
ya..tolong ditemani sewaktu berjalan menuju tempat mengajarnya
karena masih searah kan..?”Tanya sang ibu kepada bibi penjual
ikan yang masih satu daerah denganku. “ iya bu, saya temani
nova lagipula biar ada kawan cerita sambil jalan sehingga nanti
tidak terasa perjalanannya” jawab bibi tersebut. “Alhamdulillah,
terimakasih ya bi” jawab ibuku dengan wajah riang. Tidak bisa
kulupakan wajah tersebut dan tekad dalam hati ketika nanti akhir
bulan gajian, uang gaji tersebut aku kasihkan semua buat ibu
walaupun jumlahnya tidak seberapa hanya Rp. 150.000/bulan.
Tetapi lumayan buat tambahan ibu didapur, beliau menatap dari
pinggiran sungai sampai akhirnya aku turun diseberang sungai. “
ibuuu, sudah sampai di tepian sungai, selamat..ngak kurang satu
apapun, ibu pulang ke rumah ya.. “ teriakku sambil melampaikan
tangan. Bibi disebelah tersenyum simpul melihat tingkah polah
kami berdua, kemudian bertanya “ mbak, kok tidak diantarkan

323
~ Jangan Gagal Move On ~

oleh bapaknya ..?” Tanya bibi penjual ikan. “ tidak mbak, bapakku
lagi pergi. Beliau ada urusan keluarga yang dilampung” jawabku
sambil berjalan membawa kantong plastic berisi sepatu dan tas
dipungung buat mengajar anak didik.
Hari berganti bulan, bulan pun memasuki wilayah musim
hujan. Waduh ini harus tenaga ekstra dikeluarin, selain membawa
kantong plastic berisi sepatu, tas ransel dan harus membawa
paying supaya tidak kebasahan. Pagi hari siap-siap, tidak bisa
membawa obor, akhirnya kami hanya bermodalkan cahaya senter
saja yang terbatas bias cahayanya, Akhirnya ibu dan aku telah
sampai ditepian sungai, sesuai dengan dugaan, sungai meluap,
melampiaskan deras curahan hujan. Ibu terlihat kwatir dan
cemas, begitu juga aku..terlihat pak tukang sampan pun agak
kecut melihat ombak sungai. Akhirnya beliau melambaikan
tangan supaya aku siap dihilir sungai dan beliau mulai berjuang
menggerakkan sampan dengan tenaganya. Jujur, aku ngak bisa
berenang dan aku hanya pasrah dengan sang maha pencipta saja.
Aku tepuk pundak ibuku,” ibu, yang sabar. Mungkin ini ujian
buatku supaya aku mundur dari perjalanan ini, nyakinlah Alloh
maha mengetahui apa yang terbaik buat hamba-Nya” ujarku pada
sang ibu walaupun dalam hati cemas juga memikirkan deras aliran
sungai. Tetapi tekad membaja dalam hatiku supaya dapat hasil
dan meringankan beban ayah dan ibu karena adikku masih kuliah
dan kakakku juga masih kuliah yang sempat stop out, ngambil
cuti akademik supaya aku bisa kuliah mengalahkan rasa takutku
melihat derasnya curah hujan dan aliran sungai yang meluap.”iya
nak, yang hati-hati dijalan ya. Ibu merestui perjalananmu,” ujar
ibukku dengan wajah yang cemas. Pak sampan pun berkata”
ayo cepat naik, saya nga kuat nahan laju ombak lebih lama lagi

324
Permen Nano Nano Dari Seorang Ibu

karena ini sudah mulai deras sekali”. “ iya ya pak” jawabku sambil
tergopoh-gopoh naik ke dalam perahu dan duduk. Untunglah baju
mengajarku masih tersimpan dalam ransel jadi bangku yang aku
duduki basah tidak berpengaruh padaku, sambil bepegangan kuat
di tepian sampan, tangan satunya melambai kearah ibu.”novaaa…
pegangan yang kuat.. ndak usah melambaikan tangan” ujar ibuku
teriak untuk mengalahkan suara deras hujan. “ iya bu” sahutku.
Akhinya selamatlah aku ditepian dan ucapan terimakasih yag
sangat dalam buat pak sampan. Aku berjalan sendirian karena bibi
penjual ikan ngak mungkin berangkat karena otomatis ngak ada
pelaut yang pergi kelaut di musim hujan ini. Akhirnya sampailah
aku di tempat sekolah yang aku ajari. Aku pergi ke toilet untuk
ganti baju seragam ngajar dan sandal jepitku.semuanya aku
masukkan kedalam kantong plastic dan titip dengan ibu kantin
sekolah. Guru-guru yang lainnya terkejut melihat aku datang,
mereka kira aku tidak datang karena hujan deras dan jarak
tempuh berjalan 1 jam. Mereka menasehatiku jika memang tidak
bisa lewat dan tidak masuk ke kelas mereka maklum kok, tapi aku
sangat takut makan gaji buta.
Tak terasa sudah 2 tahun aku mengajar dan aku tidak bisa
lewati sungai lagi karena pak sampan sudah tiada. Akhirnya
terpaksa aku lewat jalan darat yang memutar, jika biasanya bisa
dilewati 2 jam, ini bisa ditempuh sekitar 3 jam. Alhasilnya, aku
harus lebih bangun pagi lagi dibandingkan dengan hari kemarin.
Kasian ibuku yang setiap hari mengantarku karena aku takut
pada kegelapan dan aku tekadkan bahwa aku berani. Aku bilang
dengan ibuku, “ibu, hari ini ngak usah ngantar lagi. Nova sudah
besar dan berani sendirian kok”.”nak, bukan besarnya badanmu,
bukan beraninya kamu akan tetapi kamu itu cewek dan dipagi hari

325
~ Jangan Gagal Move On ~

masih sepi orang, jika ada apa-apa gimana ? “ Tanya ibuku sembari
memberikan penjelasan.”iya deh ibu, nova nga berangkat sendiri
kok, nova nunggu mobil jemputan pekerja pabrik aja. Serempak
dengan mereka dan nunggunya juga diujung desa.” jawabku sambil
memberikan alasan yang logis. “iya deh, ibu nyerah. Terserah ma
kamu aja, tapi jangan lupa makan pagi supaya ada tenaga ketika
naik truk angkutan sawit” ujar ibu. “iya bu” jawabku sambil
tersenyum. Dan akupun bergegas menuju ujung desa ditempat
semua pekerja harian yang sedang menunggu, mereka tersenyum
melihatku dan bertanya,” mbak nova mau kemana ?” mau ikut
mobil jemputan karena masih searah dengan tempatku mengajar”
ujarku sambil semangat. Mereka tertawa dan berkata, “ mbak,
emangnya nga takut kotor itu seragam dan buat apa kuliah jika
masih satu mobil dengan kami para pekerja harian seperti ini ?
mendingan nga usah kuliah, langsung kerja dapat gaji juga lebih
besar dibandingkan dengan kamu mengajar di sekolah. Lagipula
kami semua pakai celana, memang mbak bisa naik mobil truk
dengan rok seperti itu ? ujar mereka sambil tersenyum sinis.
“insyalloh bisa mbak, ngak pa pa gaji sedikit yang penting berkah
dan niatnya mbak, lagipula semua sudah ada yang ngatur jika
masalah rezeki mbak jadi nga perlu kwatir dan repot. Soalnya jika
nova disuruh kerja seperti mbak pasti ngak kuat karena fisiknya
nova lemah dari dulu”jawabku sambil tersenyum. Tak lama
kemudian datanglah mobil yang ditunggu-tunggu. Dalam hatiku
pun mengucapkan syukur terlepas dari pembicaraan para mbak-
mbak dan mak-mak. Akhirnya berawal dari celotehan tersebut
aku niatkan untuk membeli motor bebek yang berguna buatku
dan ibuku serta ayahku. Cita-cita tersebut terlaksana selama 3
tahun menabung.tak lama kemudian, datanglah jodohku dan aku

326
Permen Nano Nano Dari Seorang Ibu

dilamar orang bersamaan itu aku diangkat menjadi pns, ternyata


Tuhan memberikan kejutan lagi terhadapku yaitu seorang bayi
perempuan di usia perkawinan kami yang baru seumur jagung. Ibu
dan ayahku senang sekali melihat cucu perempuan yang pertama
lahir. Tetapi amat disayangkan, ibuku pada saat idul fitri dan usia
anakku yang baru berumur satu tahun beliau meninggal dunia
disebabkan kanker hati dan gagal ginjal. Didalam hatiku ingin
berteriak, jujur sedih, pengen ikutserta dengan ibu tetapi aku
ingat amanah ibu terhadapku yang selalu jadi panutanku. Nasehat
beliau yaitu nak, jagalah sholatmu, jaga keluargamu dari fitnah
dunia yang fana dan semu. Semua tidaklah kekal nak, apapun
bentuk orang, bagaimanapun rupa orang tersebut dengan meraih
gelar yang sepanjang jalan kenangan ingatlah satu hal nak.. semua
akan terkalahkan dengan tiga huruf yaitu..”Alm” ingat ya nak…
jaga amanah yang telah dipercayakan kepada pundakmu yaitu
sang Murrabi (pendidik, pengajar) diatas dunia. Seimbangkan
duniamu dari atas dunia maupun dibawah dunia”. Tak terasa air
mataku pun menetes, belum lama saya meminta nasehat beliau,
belum puas aku berbakti terhadap beliau, belum puasku waktu
untuk bercanda, bercerita, dan…ternyata beliau sudah tiada. Hari
ini usiaku menginjak yang ke- 40 tahun. Didalam hatiku, ibu selalu
menyemangatiku disetiap langkahku, selalu aku berdo’a untukmu
ibu. Ibu…terimalah sembah baktiku, dalam sebuah permen nano-
nano kehidupan engkau telah ajarkan daku bagaimana kehidupan
ini dan walaupun hanya seuntaian do’a dan kalimat di atas
kertas putih ini, aku berharap ibu selalu berada disurga karena
kesabarannya dalam membimbingku dia atas dunia ini.

327
Jangan Gagal Move On

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Aku dilahirkan dikota Yogyakarta


dengan memiliki nama R. Novalia
NURCAHYANI, S.Pd. M.TPd, sebuah
kota yang dijuluki kota pelajar pada
tanggal 12 November 1979 yang waktu
kelahirannya saya tidak tau apakah sore
hari atau dinihari ataupun malam hari
karena saya lupa menanyakan kepada
ibunda saya yang sudah tiada. Saya
lahir dari seorang rahim yang bernama
SRI ZAENAH Dan seorang Ayah yang
bernama SUDARNA, S.Pd. Lahir dengan
sempurna dari seorang Rahim yang terbiasa saya panggil beliau dengan
sebutan ibu dengan seorang ayah yang berasal dari Gunung kidul sebuah
daerah yang berada di kota Yogyakarta juga, sehingga saya keturunan asli
tanpa campuran dari daerah jawa. Saya mempunyai dua saudara yang
bernama RIVA IKA ARIS CAHYONO dan RIDWAN TRI CAHYANTO,
Amd (sekarang beliau kerja di dinas kesehatan) , dan waktu yang teramat
sangat disayangkan , saya hanya lahir disana kemudian karena faktor
ekonomi, saya mengikuti orang tua untu pindah ke daerah Jakarta, dimana
waktu itu masih dekat dengan daerah pertambangan minyak dan banyak
sekali bule di sekitar saya dan alhasil dari sehari-hari dan membaca
serta mendengarkan bahasa inggris yang saya ikuti yang menyebabkan
saya bisa (bukan mahir atau ahli) berbahasa inggris. Ternyata kehidupan
saya hanya sementara saja di jakarta, ayah dipindahkan lagi kerjanya
didaerah lampung tengah yaitu Metro 35 dekat sebuah pasar yang
terkenal pada saat itu kemudian saya pun sekolah TK di Lampung Tengah
yaitu TK Dharma wanita pada tahun 1983. Begitu saya tamat di tahun
1985, pada tanggal 16 januari tahun 1986 keluarga saya pindah lagi ke
bengkulu yang berakibat pada sekolah dasar saya di SDN C/1 Semundam

328
Permen Nano Nano Dari Seorang Ibu

di kabupaten mukomuko, tamat SMPN 1 Ipuh pada Tahun 1995 yang


kemudian melanjutkan ke SMA N 1 Ipuh ditahun 1998. Dengan sembunyi-
sembunti saya melanjutkan kuliah di tahun berikutnya dan kuliah di salah
satu UNIVERSITAS Bengkulu di FKIP Bahasa Inggris pada bulan April
2003 dan saya melamar kerja di MAN I Ipuh di bulan Juli 2003, tak lama
kemudian saya juga diminta bantuannya untuk Mengajar di SMA N asal
saya sekolah ditahun berikutnya yaitu ditahun 2004 secara bersamaan
juga saya honor di SDN 1 Ipuh dan MIN Sibak, yang memmbuat saya
kewalahan harus mengatur waktu saya di ke empat tempat kerja, saya
senang bisa berbagi ilmu walaupun saya masih Honor, tak lama kemudian
saya menikah dengan seorang perjaka yang bernama BUDI WIJAYA di
tahun 2006. Ternyata rezeki selalu bertubi-tubi memberikan daku harus
bersyukur yang tak lama kemudian di tahun berikutnya saya lulus PNS
dan melahirkan seorang anak bernama BHERLY MUTHIARA NAFISHA,
sekarang saya tidak lagi mengajar di ke empat tempat tersebut karena
saya sudah dianggkat menjadi salah satu pegawai pemerintah, akan tetapi
hobi membagikan ilmu tidaklah hilang ditahun 2012 saya melanjtkan
kuliah ke S2 dan meraih gelar M.TPd ditahun 2014 yang kemudian
berakibat saya juga melamar ke jenjang DIKTi yaitu Menjadi TUTOR UT
dan DOSEN disalah satu AKADEMI KOMUNITAS MUKOMUKO yang
memperdayakan generasi yang berguna membangun lingkungan. Sampai
detik ini saya masih sering berbincang dengan siswa maupun mahasiswa
baik secara online maupun offline.

329

Anda mungkin juga menyukai