Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KONSELING SPIRITUAL

Konseling Spiritual Berbasis ESQ (Emosional dan Spiritual


Question)
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Konseling Spiritual
Dosen Pengampu : Dr. Jaja Suteja M.Pd.

Disusun Oleh :
1. Mar’atus Sholikah 2008306149
2. Halda Maharin 2008306160
3. Fazri Rapsanjani Asfari 2008306163
4. Zulfi Karima 2008306155

SEMESTER 5 KELAS E
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
2022
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji hanya untuk Allah SWT Tuhan Semesta Alam. Sholawat dan
salam tetap tercurahkan dan dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW, serta keluarga, sahabat, dan pengikutnya.
Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan rahmat,
taufiq, hidayah dan inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini. Dengan hadirnya makalah ini diharapkan dapat memberikan sedikit
informasi bagi para pembaca khususnya mahasiswa Program Studi Bimbingan
Konseling Islam, menyadari bahwa apa yang disajikan dalam makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penyusun berharap
kepada semua pihak atas segala saran dan kritiknya demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya, atas segala keterbatasan yang penyusun miliki apabila terdapat
kekurangan dan kesalahan mohon maaf. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan menjadi bekal pengetahuan bagi penyusun di kemudian hari.
Amiin yaa Robbal `alamin.

Cirebon, 23 September 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................3
BAB I.............................................................................................................................4
PENDAHULUAN.........................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG..........................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH......................................................................................5
C. TUJUAN...............................................................................................................5
BAB II............................................................................................................................6
PEMBAHASAN...........................................................................................................6
A. Kecerdasan Emosional dan Spiritual (ESQ).....................................................6
B. Tujuan Konseling Spiritual Berbasis ESQ........................................................8
C. Langkah-Langkah Konseling Spiritual Berbasis ESQ.....................................8
D. Manfaat Kecerdasan Emosional dalam Berbagai Bidang Kehidupan sehari-
hari...........................................................................................................................13
BAB III........................................................................................................................16
PENUTUP...................................................................................................................16
A. Kesimpulan.........................................................................................................16
B. Saran....................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan merupakan salah satu hal yang paling sentral dalam kehidupan
manusia baik dalam lingkup pendidikan formal, non formal maupun informal. Ketika
seseorang dapat menjalankan pendidikannya dengan baik, maka hasilnya pun akan
baik. Penddidikan merupakan suatu tahap yang berisi tentang aspek pendewasaaan
dan pengembangan pada sisi biologis dan psikologis. Sisi biologis akan mengalami
pertumbuhan dan penuaan secara alamiah. Sedangkan, untuk sisi psikologis akan
berekembang sesuai dengan sifat bawaan (genetik) maupun lingkungannya. Proses
inilah yang membutuhkan arahan dan bimbingan orang lain dalam menjalaninya.
Selain orangtua di rumah, orang yang memiliki peran dalam mengarahkan
pengembangan manusia adalah guru di sekolah. Guru yang sering kita istilahkan
sebagai “orang tua kedua” merupakan orang yang hendaknya ikut berperan dalam
proses pendidikan.
Melihat pengertian pendidikan yang begitu kompleksnya, menunjukkan bahwa
pelaku pendidikan, khususnya guru (sebagai salah satu bagian penting dalam
pendidikan, memiliki tugas yang sangat besar terhadap anak didiknya. Guru berperan
sebagai pembimbing dan pembina anak didik agar anak didik tersebut dapat menjalani
kehidupannya di masa depan dengan cara yang baik. Pengintergrasian segala bentuk
potensi yang dimiliki oleh peserta didik melalui bantuan dorongan IQ, EQ dan SQ
akan membentuk integrasi potensi yang positif.
EQ atau kecerdasan emosional merupakan kemampuan seperti kemampuan
untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi; mengendalikan
dorongan hati, hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati
dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati
dan berdo’a. Sedangkan SQ (Spiritual Quotient) atau kecerdasan spiritual adalah
kecerdasan yang sudah ada dalam setiap manusia sejak lahir yang membuat manusia
menjalani hidup dengan penuh makna, selalu mendengarkan suara hati nuraninya, tak
pernah merasa sia-sia, semua yang dijalaninya selalu bernilai. Jadi, SQ dapat
membantu seseorang untuk membangun dirinya secara utuh. Semua yang dijalaninya
tidak hanya berdasarkan proses berfikir rasio saja tapi juga menggunakan hati nurani
Kecerdasan emosional dan spiritual (ESQ) merupakan kecerdasan yang harus dimiliki
oleh setiap manusia. Melihat dari paparan UU Sisdiknas diatas, bahwa pendidikan itu
membentuk manusia secara utuh. Dalam kaitan ini, usaha pendidikan pada dasarnya
diarahkan terhadap pengembangan empat dimensi kemanusiaan, yaitu dimensi
keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi kesusilaan, dan dimensi keberagaman.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan konseling spiritual berbasis ESQ?


2. Apa tujuan dari konseling spiritual berbasis ESQ?
3. Bagaimanakah langkah-langkah bimbingan dan konseling yang berbasis ESQ?
4. Apa saja manfaat konseling spiritual yang berbasis ESQ dalam kehidupan sehari-
hari?

C. TUJUAN

1) Menjelaskan pengertian konseling spiritual yang berbasis ESQ


2) Menjelaskan tujuan dari konseling spiritual yang berbasis ESQ
3) Menjelaskan langkah-langkah bimbingan dan konseling ESQ
4) Menjelaskan manfaat konseling spiritual yang berbasis ESQ dalam kehidupan
sehari-hari
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kecerdasan Emosional dan Spiritual (ESQ)

1. Kecerdasan Emosional (EQ)


a. Pengertian Kecerdasan Emosional (EQ)
Kecerdasan Emosional atau dalam bahasa inggris disebut dengan Emotional
Quotient (EQ) adalah salah satu kecerdasan yang sangat diperlukan dalam kehidupan.
Adanya hubungan kecerdasan mengenai kondisi-kondisi yang terjadi pada lingkungan
sekitar sebagai suatu tindakan untuk bertahan hidup. Sedangkan emosi menurut
(Hartini, 2019 hlm 33) merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, sesuatu
keadaan psikologis dan biologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Dalam hal ini
emosi bukanlah sesuatu yang mengarah negatif akan tetapi sebagai energi autentitas,
dan semangat manusia yang paling kuat dan menjadi sumber kebijakan intuitif.
Dengan kata lain, emosi tidak dapat lagi diaggap sebagai penghambat dalam hidup
kita, melainkan sebagai sumber kecerdasan, kepekaan, kedermawanan, bahkan
kebijaksanaan kecerdasan emosional atau yang sering kita sebut dengan Emotional
Quotient (EQ). EQ adalah serangkaian kemampuan, kompetensi, dan kecakapan non
kognitif yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil mengatasi
tuntutan dan tekanan lingkungan.
b. Ciri-ciri Kecerdasan Emosional (EQ)
Menurut Salovey (dalam Khanifatuzzuhro, 2018) mengungkapkan bahwa
kemampuan kecerdasan dibagi menjadi 5 bagian, diantaranya yaitu:
 Mengenali emosi diri
 Mengelola emosi
 Memotivasi diri sendiri
 Mengenali emosi orang lain
 Membina hubungan
2. Kecerdasan Spiritual (SQ)
a. Pengertian Kecerdasan Spiritual (SQ)
Kecerdasan spiritual sangat penting dalam kehidupan sehari-hari karena
manusia yang memiliki kecerdasan secara spiritual akan dapat menyesuaikan diri
dengan mudah pada lingkungannya. Menurut (Bahari, 2017) Kecerdasan spiritual atau
spiritual intelligence atau spiritual quotient (SQ) ialah suatu intelegensi atau suatu
kecerdasan dimana kita berusaha menyelesaikan masalah-masalah hidup ini
berdasarkan nilai-nilai spiritual atau agama yang diyakini. Kecerdasan ini menjawab
dan mengungkapkan tentang jati diri seseorang, Menurut Zohar dan Marshalll (dalam
Effendi, 2005) menegaskan bahwa SQ ada keterkaitannya dengan kearifan di luar
ego, atau jiwa sadar. Menurut mereka SQ ini suatu kemampuan yang ada sejak kita di
lahirkan karena bawaan dari otak dan jiwa manusia.
SQ adalah salah satu kemampuan yang berasal dari hati nurani yang mampu
membuat kita cerdas secara spiritual dalam beragama. Jika manusia memiliki
kecerdasan ini maka manusia tersebut akan mampu melihat secara kompleks pada
aspek keagamaan.
b. Ciri-Ciri Kecerdasan Spiritual (SQ)
 Kemampuan untuk berpikir diluar materi fisik dan diluar panca indra.
 Kemampuan untuk mengungkapkan dan menemukan makna dari semua peristiwa
dalam kehidupan.
 Kemampuan untuk menjadi manusia seutuhnya dan mampu melihat makna dari
hubungan manusia dengan sesama dan alam semesta.
3. Kecerdasan Emosional dan Spiritual (ESQ)
a. Pengertian Kecerdasan Emosional dan Spiritual (ESQ)
Kecerdasan Emosional dan Spiritual atau yang lebih dikenal dengan
Emotional-Spiritual Quotient merupakan kecerdasan yang tidak dimiliki oleh semua
orang, lebih tepatnya cara memanajemen yang baik tidak semua orang dapat
melakukannya. Kecerdasan emosional spiritual adalah suatu perangkat kerja dalam
hal pengembangan karakter dan kepribadian berdasarkan nilai-nilai rukun iman dan
rukun Islam yang akhirnya akan menghasilkan manusia yang unggul dalam sektor
emosi dan spiritual yang mampu mengeksplorasi dan menginternalisasi kekayaan
ruhaniah dan jasadiyah dalam hidupnya (Dalam Khanifatuzzuhro, 2018).
Menurut Ginanjar (dalam Hartini, 2019) ESQ adalah sebagai sebuah sistem
terpadu dan sistematis untuk mensinergikan tiga landasan kecerdasan dalam satu
sistem sekaligus yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan
kecerdasan spiritual (SQ). Kecerdasan ESQ ini bertujuan sebagai pengendalian dan
penyeimbang bagi kehidupan manusia pada prinsip dasar rukun islam, iman, dan
ihsan sehingga sehingga membentuk manusia yang utuh.
b. Ciri-ciri Kecerdasan Emosional dan Spiritual (ESQ)
 Konsistensi (istiqomah)
 Kerendahan hati (tawadu’)
 Berusaha dan berserah diri (tawakkal)
 Ketulusan (keikhlasan)
 Totalitas (kaffah)
 Integritas dan penyempurnaan (ihsan)

B. Tujuan Konseling Spiritual Berbasis ESQ

Kecerdasan Emosional dan Spiritual (ESQ) bertujuan untuk membentuk


seseorang memiliki karakter yang tangguh dengan mempersatukan konsep kecerdasan
intelektual (IQ), Kecerdasan emosional (EQ), dan Kecerdasan Spiritual (SQ). secara
terintegrasi dan transendetal. ESQbertujuan sebagai langkah awal membuka dimensi
kalbu, mengajak manusia untuk menemukan nilai-nilai dasar: kejujuran, keadilan,
kebersamaan, kreatifitas, kedisiplinan yang sesungguhnya yang telah ada dalam diri
manusia. Hal ini akan menstimulir seluruh potensi diri (EQ,IQ, dan SQ) dalam
aktifitas hidup, termasuk dalam bekerja.
Menurut Goleman dalam penelitiannya menunjukan bahwa para ahli sepakat
IQ itu memberikan sekitar 20% faktor-faktor yang menentukan suatu keberhasilan.
80% sisanya dari faktor lain termasuk apa yang saya namakan kecerdasan emosional.
(dalam Effendi, 2005). Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall seseorang yang
memiliki ESQ secara penuh maka dia dapat bersikap fleksibel (adaptif secara spontan
dan aktif), memiliki tingkat kesadaran diri yang tinggi, kemampuan untuk
menghadapi berbagai permasalahan, mampu menghadapi dan melampaui rasa sakit,
kecerderungan nyta untu bertanay “mengapa?” atau “bagaimana?” untuk mencari
jawaban-jawaban yang mendasar, dan menjadi apa ynag disebut oleh para psikolog
sebagai “bidang mandiri” yakni memiliki kemudahan untuk bekerja melawan
konvensi.
C. Langkah-Langkah Konseling Spiritual Berbasis ESQ

Menurut Ary Ginanjar Agustian emotional spiritual quotient (ESQ) adalah


kecerdasan yang bertujuan untuk membangun kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan
spiritual (SQ) secara terintegrasi dan berkesinambungan sesuai dengan ajaran Islam
atau yang lebih dikenal dengan The ESQ Way 165. Maka langkah-langkah dalam
pembangunan emotional spiritual quotient (ESQ) didasari oleh nilai-nilai ihsan, rukun
iman dan rukun Islam, berikut penjelasannya:
a. Zero Mind Proses (Penjernihan Emosi)
Langkah pertama dalam pembangunan emotional spiritual quotient (ESQ)
adalah Zero Mind Proses yang sering dikenal dengan kejernihan hati, yaitu mencoba
mendefinisikan beberapa hal yang menjadi sumber kehancuran manusia dengan tujuh
belenggu yang terdapat dalam diri manusia atau upaya untuk mengenali dan
menghapus apa yang menutupi potensi dalam hati, sehingga spiritual power akan
muncul. Kembali pada hati yang bersifat merdeka serta bebas dari belenggu
Belenggu-belenggu tersebut yaitu:
1) Prasangka
Salah satu faktor yang mempengaruhi keobjektifan seseorang dalam melihat
suatu hal, Orang yang sering dipengaruhi oleh prasangka -prasangka yang buruk atau
negatif, maka ia sering terjerumus dalam kesalahan. Tindakan seseorang itu sangat
bergantung dengan alam pikirannya masing-masing, dan salah satu gaktor yang
mempengaruhinya, yaitu lingkungan.
2) Prinsip-prinsip Hidup.
Beberapa dekade ini kita melihat berbagai prinsip hidup yang menghasilkan
berbagai tindakan manusia yang begitu beragam. Seperti paham Peter Drucker dalam
bukunya “Management by Objective” yang dikutip Ary Ginanjar Agustian ternyata
hanya menghasilkan budak-budak materialis di bidang ekonomi, efisiensi, dan
teknologi, tetapi hatinya kekeringan dan tidak memiliki ketentraman batin. Prinsip-
prinsip di atas umumnya berakhir dengan kegagalan, baik kegagalan lahiriah atau
kegagalan batiniah, karena prinsip-prinsip tersebut bertentangan dengan suara hati
nurani, sehingga akan menimbulkan kesengsaraan atau bahkan kehancuran.
3) Pengalaman
Pengalaman-pengalaman hidup atau kejadian-kejadian yang dialami seseorang
akan sangat berperan dalam menciptakan pemikiran seseorang, sehingga membentuk
suatu “paradigma” yang melekat di dalam pikirannya.
4) Kepentingan dan pikirannya
Setiap orang mempunyai kepentingan di dalam menentukan pilihan hidupnya,
namun sering kali mereka terjebak dengan kepentingan-kepentingan yang salah di
dalam mengambil keputusan.
5) Sudut Pandang
Sudut pandang seseorang dipengaruhi oleh latar belakang kehidupannya,
yakni pengalaman, pengetahuan dan lingkungan. Oleh karena itu, maka ia harus
melihat secara objektif dan komprehensif, bukan dengan satu sudut pandang saja.
6) Pembanding
Maksud pembanding di sini yaitu mengubah prinsip tanpa mempelajarinya
atau dalam istilah fiqih adalah taqlid buta. Orang tersebut selalu membanding-
bandingkan dirinya dengan orang lain atau ia ikut-ikutan.
7) Literatur
Bacaan adalah sumber pengetahuan, ilmu dan berbagai hal mengenai
kehidupan. Cara pandang seseorang juga dipengaruhi oleh apa yang mereka baca.
Oleh karena itu bacaan yang menjadi tuntunan yang benar adalah yang berlandaskan
pada al-Qur’an dan Hadis bukan Bacaan yang berlandaskan akal atau suatu paham
kepercayaan masyarakat tertentu yang salah.
b. Mental Building (Pembangunan Mental)
Langkah selanjutnya adalah Mental Building, yaitu membangun kecerdasan
emosi melalui enam prinsip yang didasarkan atas rukun iman. Enam prinsip untuk
membangun mental merupakan gambaran umum untuk dijadikan acuan dalam
membangun insan kamil. Enam prinsip yang berorientasi pada rukun iman yang
diantaranya:
1) Beriman Kepada Allah Sebagai Landasan atau Dasar dari Prinsip Yang Ada
(Star Principle)
Ary Ginanjar Agustian memberikan penguatan bahwa tauhid adalah
kepemilikan rasa aman intrinsik; kepercayan diri yang sangat tinggi; integritas
yang sangat kuat; sikap bijaksana dan memiliki tingkat motivasi yang sangat
tinggi; yang semuanya dilandasi dan dibangun karena iman dan berprinsip hanya
kepada Allah serta memuliakan dan menjaga sifat Allah.
2) Beriman Kepada Malaikat Sebagai Prinsip Kepercayaan (Angel Principle)
Seseorang yang telah memiliki prinsip malaikat adalah seseorang yang
memiliki tingkat kualitas yang tinggi, komitmen ya g kuat, memiliki kebiasaan
untuk memberi, suka menolong, dan memiliki sikap saling percaya.
3) Beriman Kepada Nabi dan Rasul Sebagai Prinsip Kepemimpinan (Leadership
Principle)
Pemimpin sejati yaitu seseorang yang selalu mencintai dan memberi
perhatian kepada orang lain, sehingga ia dicintai. Yang terpenting adalah
memimpin berlandaskan suara hati yang fitrah. Pola pemimpin yang diistilahkan
dengan pemimpin spiritual yang memiliki ciri-ciri menyadari kelemahannya dan
melihat ke masa depan yang semuanya dilandasi dengan ketakwaan pada Allah
sebagai prinsip utama.
4) Beriman Kepada Kitab Allah Sebagai Prinsip Pembelajaran (Learning
Principle)
Seseorang yang telah memiliki prinsip pembelajaran yang berlandaskan al-
Qur’an, maka akan memiliki kebiasaan membaca buku dan membaca situasi
dengan cermat, selalu berpikir kritis dan mendalam, selalu mengevaluasi
pemikirannya kembali, bersikap trrbuka untuk mengadakan penyempurnaan,
memiliki pedoman yang kuat dalam belajar, yaitu berpegang pada al-Qur’an.
5) Beriman Kepada Hari Kemudian Sebagai Prinsip Masa Depan (Vision
Principle)
Keyakinan pada hari pembalasan merupakan suatu prinsip yang
memunculkan prinsip yang berorientasi ke masa depan dan selalu berorientasi
kepada tujuan akhir terhadap setiap langkah yang dibuat, melakukan setiap
langkah secara optimal dan bersungguh-sungguh, memiliki kendali diri dan sosial
karena telah memiliki kesadaran akan adanya “hari kemudian” memiliki kepastian
akan masa depan dan memiliki ketenangan batiniah yang tinggi, yang tercipta
karena sebuah keyakinan akan adanya “hari pembalasan”.
6) Beriman Kepada Ketentuan Allah Sebagai Prinsip Keteraturan (Well
Organized Principle)
Dengan prinsip ini maka akan memiliki kesadaran, ketenangan, dan
keyakinan dalam berusaha, karena pengetahuan akan kepastian hukum alam dan
hukum sosial serta sangat memahami akan arti penting seluruh proses yang harus
dilalui, serta berorientasi pada pembentukan sistem, dan selalu berupaya menjaga
sistem yang telah dibentuk.
c. Personal Strength (Ketangguhan Pribadi)
Ketangguhan pribadi adalah ketika seseorang berada pada posisi telah
memiliki pegangan/prinsip hidup yang kokoh dan jelas. Sehingga seseorang yang
memiliki ketangguhan pribadi tidak akan mudah terpengaruh oleh lingkungan yang
terus berubah dengan cepat. Seseorang yang memiliki kecakapan personal akan
mampu menempatkan dirinya sebagai hamba Allah maupun sebagai manusia yang
notabene membutuhkan yang lainnya. Ary Ginanjar Agustian memformulasikan
tentang kecakapan personal, yaitu orang mempunyai prinsip tauhid. Di lidah manusia
seperti ini kalimat syahadat bukan hanya sebagai statement, akan tetapi terpatri dalam
hati secara mendalam. Dalam keadaan seperti ini, manusia pasrah kepada Allah
mengenai segala persoalan hidup yang dihadapinya. Langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam personal strength ini adalah:
1) Mission Statement
Dalam mission statement, syahadat akan membangun sebuah keyakinan dalam
berusaha dan menciptakan suatu daya pendorong dalam upaya mencapai tujuan, serta
akan membangkitkan keberanian dan optimisme, sekaligus menciptakan ketenangan
batin dalam menjalankan misi hidup.
2) Character Building
Sholat adalah metode relaksasi untuk menjaga kesadaran diri agar tetap memiliki cara
berpikir yang jernih. Sholat afalah suatu cara untuk mengasah dan mempertajam ESQ
yang diperoleh dari rukun iman. Pengejawantahan nilai-nilai dalam sholat inilah yang
akan menjadi jawaban dari setiap masalah yang timbul dalam kehidupan.
3) Self Controling
Puasa adalah suatu metode pelatihan untuk pengendalian diri. Puasa bertujuan untuk
meraih suatu kemerdekaan sejati, dan pembebasan dari belenggu yang tak terkendali.
Puasa yang baik akan memelihara aset yang paling berharga yaitu suara hati (spiritual
capital)
d. Social Strength (Ketangguhan Sosial)
1) Zakat (Strategic Collaboration)
Zakat adalah suatu bentuk “pertahanan aktif” dari dalam keluar. Prinsip zakat adalah
memberi kepada lingkungan sosial sebagai salah satu modal awal untuk membentuk
suatu sinergi dalam rangka membangun ketangguhan sosial. Zakat akan menghasilkan
sikap kompromi sehingga masing-masing pihak akan mampu merasakan apa yang
diinginkan dari pihak lainnya (empati). Apabila sikap tersebut telah menjadi suatu
kebiasaan, maka niscaya akan mampu menciptakan suatu sinergi yang sangat luas
dengan lingkungan di sekitarnya.
2) Aplikasi Total (Total Action)
Haji adalah sublimasi dari keseluruhan kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ)
berdasarkan nilai-nilai ihsan, rukun iman, dan rukun Islam. Secara prinsip haji
merupakan suatu konsep berpikir yang berpusat kepada Allah, dimana segala
pemikiran tidak lagi berprinsip kepada yang lain. Prinsip ini menghasilkan suatu
ketangguhan jiwa yang luar biasa. Secara sosial haji merupakan simbol dari
kolaborasi yang tertinggi, yaitu suatu pertemuan pada skala tertinggi, dimana seluruh
umat Islam sedunia melaksanakan langkah yang sama, dengan landasan prinsip yang
sama. Ini contoh ketangguhan sosial yang sesungguhnya. Maka akan mendapatkan
hikmah yang luar biasa. Berikut adalah nilai-nilai hikmah yang terkandung dalam
ibadah haji:
a) Ihrom, merupakan proses zero mind proccess,
b) Thawaf, menunjukkan komitmen dan integritas kepada Allah yang Maha Esa,
c) Sa’I melambangkan sebuah perjuangan manusia di dalam mencari ridha Allah
SWT,
d) Wukuf, merupakan waktu untuk evaluasi dan visualisasi yang dilaksanakan
dan ditransformasikan secara fisik.
e) Lontar Jumrah, menunjukkan tantangan yang harus dihadapi oleh manusia,
f) Jamaah Haji, menunjukkan adanya sinergi dan kolaborasi.
g) Qurban, melambangkan tingkat kepasrahan/ berserah diri, hanya kepada Allah
segala keikhlasan jiwa dan raga.
h) Ka’bah, sebagai pusat jiwa.
Semua rangkaian perjalanan ibadah haji dari awal hingga akhir melambangkan
kehidupan perjalanan manusia di mana terdapat tantangan dan perjuangan, sehingga
melahirkan orang-orang yang mempunyai visi (visioner). Dari rangkaian seluruh
ibadah tersebut akan menghasilkan suatu paradigma yang kuat atau bangunan mental
yang terpatri kuat di dalam hati tentang makna kehidupan yang sebenarnya
D. Manfaat Kecerdasan Emosional dalam Berbagai Bidang Kehidupan sehari-
hari

Manfaat Kecerdasan Emosional / Emotional Quotient untuk kehidupan antara


lain bisa membuat kita lebih manusiawi dan bahagia. Jenis kecerdasan yang dimiliki
oleh manusia ada banyak. Kecerdasan itu terdiri dari kecerdasan intelektual yang
selama ini selalu dikembangkan. Selanjutnya ada kecerdasan spiritual yang
berhubungan dengan religius dan sosial serta kecerdasan emosi. Ketiga kecerdasan ini
sama-sama penting dan tidak bisa diabaikan. Masing-masing kecerdasan memiliki
peran penting pada kehidupan. Seperti kecerdasan emosional atau emotional quotient.
Kecerdasan ini mencakup banyak hal dan kadang saling bersinggungan dengan
kecerdasan spiritual. Berikut ulasan lengkap tentang Manfaat Kecerdasan Emosional
Lebih Sehat secara Spiritual
1) Emosi adalah hal wajar dan pasti dimiliki oleh banyak orang. Meski demikian,
kita tetap harus mengendalikannya dengan baik. Menuruti emosi yang berlebihan
apalagi jenis emosi yang tidak baik justru bisa memunculkan masalah yang baru.
Dampak, Anda jadi mudah sekali terluka, tersinggung, dan tidak ada ketenangan
batin. Kalau Anda mampu mengendalikan emosi dengan baik, pikiran akan lebih
stabil. Anda bisa lebih mudah melakukan komunikasi dengan orang lain. Selain
itu ketenangan yang dimiliki juga membuat Anda mudah beribadah. Komunikasi
dengan Tuhan bisa berjalan lancar.
2) Lebih Mudah Tenang dan Jarang Stres. Kalau Anda mengalami kenaikan emosi
secara berlebihan atau tidak stabil, kemungkinan besar akan mudah tidak tenang.
Begitu pemicu muncul emosi jadi naik dan mood jadi ikut buruk dengan
sendirinya. Kalau mood sampai buruk, Anda akan sulit sekali mengendalikan diri
dan produktivitas anjlok. Kalau emotional quotient dimiliki dan cukup tinggi,
kemampuan Anda dalam mengendalikan diri akan naik. Dengan pengendalian
diri inilah Anda tidak akan mudah mengalami bad mood. Meski hal buruk sedang
terjadi, kemungkinan besar Anda bisa berpikir dengan jernih.
3) Menerima Keadaan dan Bahagia. Menjadi bahagia adalah pilihan. Bahkan
dengan keadaan yang biasa sekali pun Anda tetap bisa bahagia dengan baik.
Sebaliknya kalau tidak bisa menerima keadaan dan cenderung pemarah, hidup
tidak akan menjadi tenang dan bahagia. Apa pun kondisinya sebisa mungkin
untuk tetap mengendalikan emosi dengan baik. Jangan terlalu menuruti mood
yang buruk. Pikir semuanya perlahan-lahan agar kebahagiaan bisa segera muncul.
4) Menjadi Lebih Bijaksana. Terbiasa berpikir dahulu dan mengendalikan emosi
dengan baik akan membuat Anda jadi bijaksana. Kalau ada masalah atau
dihadapkan pada suatu hal, Anda bisa menyikapinya dengan lebih bijak dan tidak
sembrono. Misal ada berita yang disebarkan di media sosial. Setelah
membacanya mungkin Anda akan ikut emosi atau kesal dengan isinya. Namun,
karena memiliki kemampuan pengendalian emosi yang baik Anda jadi mencari
fakta dan tidak asal membagi dengan kata-kata marah.
5) Kemampuan Penyelesaian Masalah yang Baik. Mengendalikan emosi atau
memiliki emotional quotient yang baik tidak hanya akan membuat Anda jadi
tenang dan mudah mengendalikan diri. Namun, juga mampu menyelesaikan
masalah yang dihadapi dengan baik. Dengan pikiran yang tenang, Anda tidak
akan grusa-grusu dalam bertindak. Semua akan dipikirkan matang-matang, agar
bisa menyelesaikannya dengan sempurna.
6) Lebih Sehat secara Fisik. Sering mengalami kenaikan emosi, mudah marah,
hingga mudah tersinggung akan membuat kadar stres di tubuh meningkat.
Peningkatan ini menyebabkan tubuh mengalami gangguan secara mental atau
fisik. Gangguan mental bisa berupa stres yang berlebihan hingga anxiety. Selain
mental, fisik juga akan dipengaruhi secara masif. Kadar stres yang tinggi bisa
memengaruhi nafsu makan. Anda bisa makan berlebihan dan memicu obesitas.
Selanjutnya gangguan tidur seperti insomnia juga bisa muncul dan memperburuk
keadaan. Jangan menyepelekan masalah emosi. Meski terlihat tidak ada
hubungannya, emosi memengaruhi fisik cukup kuat. Bahkan, kalau Anda mudah
sekali marah, risiko terkena hipertensi akan sangat besar.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kecerdasan Emosional Sppiritual Question (ESQ) merupakan kecerdasan dari


korelasi kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan
spiritual (SQ). ESQ merupakan suatu perangkat kerja dalam hal pengembangan
karakter dan kepribadian berdasarkan nilai-nilai rukun iman dan rukun Islam yang
akhirnya akan menghasilkan manusia yang unggul dalam sektor emosi dan spiritual
yang mampu mengeksplorasi dan menginternalisasi kekayaan ruhaniah dan jasadiyah
dalam hidupnya. ESQ ini bertujuan untuk pengendalian dan penyeimbang bagi
kehidupan manusia pada prinsip dasar rukun islam, iman, dan ihsan sehingga
sehingga membentuk manusia yang utuh.
Adapun langkah-langkah konseling spiritual yang berbasis ESQ dibagi
menjadi 3 yaitu: (1) zero mind proses (penjernihan emosi); (2) mental building
(pembangunan mental); (3) personal strength (ketangguhan pribadi).

B. Saran

Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi kita semua yang
membacanya. Dan dalam pembuatan makalah ini kami sadar bahwa masih banyak
kekurangan yang perlu di perbaiki. Maka dari itu kritik dan saran yang sifatnya
membangun sangat kami harapkan untuk masukan dalam pembuatan makalah
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ahyadi, A. (2015). Emotional Spiritual Quotient (ESQ) Menurut Ary Ginanjar


Agustian dan Relevansinya Dengan Pengembangan Kompetensi Spiritual dan
Kompetensi Sosial Kurikulum 2013. Skripsi. UIN Walisongo.

Chadijah, F. (2010). Pembinaan Rohani Islam Emotional Spiritual Quotient


(ESQ) Bagi Karyawan PT. Arga Bangun Bangsa Pondok Pinang Jakarta Selatan.
Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Effendi, A. (2005). Revolusi Kecerdasan Abad 21 Kritik MI, EI, SQ, AQ, &
Successful Intelligence Atas IQ. Bandung: Alfabeta.

Hartini, L. (2019). Pendekatan ESQ dalam Konseling Individu (Telaah


Pemikiran Ary Ginanjar Agustian). Skripsi. IAIN Bengkulu.

Khanifatuzzuhro, Y.E. (2018). Kecerdasan Emosional dan Spiritual (ESQ)


Peserta Didik di SMK N 1 Negerikaton Kecamatan Negerikaton Kabupaten. Tesis.
UIN Raden Intan Lampung.

Anda mungkin juga menyukai