Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul KECERDASAN SUMBER
DAYA MANUSIA ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas ibu Dr.
Hj. M. ENNY WIDYANINGRUM, M. Si pada mata kuliah SUMBER DAYA MANUSIA
II. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang KECERDASAN
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu Enny, selaku dosen mata kuliah


Manajemen Sumber Daya Manusia II yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari,
makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 4 Maret 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................1

DAFTAR ISI...........................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah...................................................................................4
1.3 Tujuan.....................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kecerdasan...............................................................................6


2.2 Jenis-jenis Kecerdasan...........................................................................6
2.2.1 Kecerdasan Intelektual.................................................................6
2.2.2 Kecerdasan Emosional.................................................................7
2.2.2.1 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan
Emosional.........................................................................................8
2.2.2.2 Kecakapan Dasar dalam Kecerdasan
Emosional.........................................................................................9

2.2.3 Kecerdasan Spiritual...................................................................12


2.2.4 Kecerdasan Moral.......................................................................12
2.2.5 Kecerdasan Daya Juang..............................................................13
2.2.6 Kecerdasan Emosional Spiritual.................................................14
2.2.7 Kecerdasan Kreativitas...............................................................15
2.2.8 Kecerdasan Cinta........................................................................16
2.2.9 Kecerdasan Transendental..........................................................17
2.2.10 Kecerdasan Fisik.......................................................................17
2.2.11 Kecerdasan Sosial.....................................................................17

2
2.3 Perlunya IQ dan EQ dalam Meningkatkan Kualitas SDM
Indonesia..............................................................................................18
2.4 Cara Meningkatkan Kualitas SDM Indonesia.....................................19
2.5 Hubungan Kecerdasan Intelektual dengan Kecerdasan Emosional dan
Kecerdasan Spiritual............................................................................20
2.6 Efektivitas Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual Terhadap
Kinerja Pegawai...................................................................................21

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..........................................................................................24
3.2 Saran.....................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................26

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecerdasan sering dipahami oleh masyarakat sebagai kemampuan seseorang dalam proses
berfikir. Proses berfikir disini dilakukan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih dalam.
Pengetahuan yang diperoleh akan menjadi landasan mencapai kesuksesan. Banyak yang
menganggap bahwa orang cerdas dalam intelektual akan sukses. Namun, kesuksesan seseorang
tidak hanya ditentukan dari kecerdasan intelektual saja, melainkan adanya dukungan dari
kecerdasan lain. Kecerdasan tersebut adalah kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.
Ketiga kecerdasan ini terdapat didalam diri setiap individu, dan akan berkembang jika dapat
mengasahnya dengan baik. Dalam prakteknya, ketiga kecerdasan ini memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing.

Berdasarkan pengetahuan yang penulis peroleh, kecerdasan tertinggi sebagai puncak


kecerdasan adalah kecerdasan spiritual. Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi,
akan mampu merealisasikan kemampuan yang dimiliki sesuai dengan norma susila. Maka dari
itu, untuk mengetahui lebih dalam bagaimanakah pengertian masing-masing kecerdasan
tersebut, akan dibahas dalam makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


Beberapa rumusan masalah yang akan dibahas lebih lanjut pada bab berikutnya. Rumusan
masalah yang dimaksud adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan kecerdasan?
2. Apa saja jenis-jenis kecerdasan?
3. Apakah perlu adanya IQ dan EQ dalam meningkatkan kualitas SDM di Indonesia?
4. Bagaimana cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia?
5. Bagaimana hubungan kecerdasan intelektual dengan kecerdasan emosional dan
kecerdasan spiritual?
6. Bagaimana efektivitas kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap kinerja
pegawai?

4
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi kecerdasan.
2. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis kecerdasan.
3. Untuk mengetahui perlunya IQ dan EQ dalam meningkatkan kualitas SDM di
Indonesia.
4. Untuk mengetahui cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia.
5. Untuk mengetahui hubungan kecerdasan intelektual dengan kecerdasan emosional dan
kecerdasan spiritual.
6. Untuk mengetahui efektivitas kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap
kinerja pegawai.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kecerdasan


Dalam kamus besar bahasa Indonesia, cerdas memiliki arti sempurna
perkembangan akal budinya untuk berpikir dan mengerti akan suatu hal. Kecerdasan
berarti pemahaman, kecepatan dan kesempurnaan terhadap sesuatu yaitu kemampuan
dalam memahami sesuatu secara cepat dan sempurna. Kecerdasan SDM ialah kekuatan
SDM dalam memecahkan masalah dan mencipta pemikiran baru. Dalam perusahaan,
SDM merupakan subjek pemecah masalah karena menggunakan alat kerja untuk
mencapai sasaran kerja. Dalam menggunakan alat kerja itu mereka dihadapkan dengan
perubahan ilmu, teknologi, sikap dan perilaku dirinya dan orang-orang sekitarnya.

Semula kecerdasan hanya berkaitan dengan kemampuan individu yang bertautan


dengan aspek kognitif atau kecerdasan intelektual (IQ), tetapi pada perkembangan
selanjutnya disadari ada kecerdasan lain yang sangat berperan dalam keberhasilan
seseorang yaitu kecerdasan emosional (EQ).(Enny W, SE., MSi : 106 )

2.2 Jenis – Jenis Kecerdasan


2.2.1 Kecerdasan Intelektual (IQ)
Kecerdasan intelektual pertama kali dipelopori oleh Sir Prancis Galton dan
kemudian disempurnakan ole Alfret Binet, ahli psikologi dari prancis. Kemudian Lewis
Terman dari Universitas Stanford berusaha melakukan tes IQ yang dikembangkan Binet
dengan mempertimbangkan norma-norma populasi sehingga selanjutnnya dikenal
dengan tes Stanford-Binet.

Kecerdasan pikiran (kognitif) atau ketajaman berfikir, mampu memandang objek


jauh ke depan. Artinya SDM harus mengetahui dan memahami arah perkembangan
bisnis. Kecerdasan Intelektual (IQ) dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk
bekerja secara abstrak, baik menggunakan ide-ide, simbol, hubungan logis, maupun
konsep-konsep teoritis. Kemampuan untuk menyelesaikan masalah termasuk masalah
yang baru.

6
Kecerdasan intelektual berhubungan dengan stategi dalam pemecahan masalah
dengan menggunakna logika. Kecerdasan ini juga disebut kecerdasan rasional karena
menggunakan rasio dalam memecahkan masalah. Tingkat kecerdasan umumnya dapat
diukur melalui penilaian terhadap daya ingat, daya nalar, perbendaharan kata dan
pemecahan masalah.

Disamping penilaian juga ada faktor-faktor yang menentukan kecerdasan


intelektual seperti; mudah dalam mempergunakan bilangan, baik ingatan, mudah
menangkap hubungn-hubungan percakapan, tajam penglihatan, mudah menarik
kesimpulan dari data yang ada, cepat mengamati dan cakap dalam memecahkan
masalah. David Wechler (dalam Staff IQ, EQ) Intelegensi adalah kemampuan untuk
bertindak secara terarah, berpikir secara rasional. Dapat disimpulkan bahwa IQ adalah
kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Keunggulan IQ
adalah akurat, tepat dan dapat dipercaya. Namun pemikiran yang melandasi sains
Newton ini bersifat linear deterministic (jika A pasti B). Melalui tes IQ tingkat
kecedasan seseorang dapat diketahui dan dibandingkan dengan orang lain.

Selama bertahun-tahun IQ telah diyakini menjadi ukuran standar kecerdasan. Hal


ini sering terlihat dari dunia akademik , dunia militer (system rekrutmen dan promosi
personil militer). Namun sejalan dengan tantangan dan suasana kehidupan modern yang
serba kompleks, ukuran standar IQ ini memicu perdebatan sengit dan sekaligus
menggairahkan di kalangan akademisi, pendidik, praktisi bisnis dan bahkan publik
awam, terutama apabila dihubungkan dengan tingkat kesuksesan atau prestasi hidup
seseorang. Berdasarkan perkembangannya munculah kecerdasan lain yang dikenal
dengan EQ. (Enny W, SE., MSi, : 106)

2.2.2 Kecerdasan Emosional (EQ)


Kecerdasan emosi dipopulerkan oleh Daniel Golemen dengan menunjukkan bukti
empiris bahwa orang yang IQ tinggi tidak menjamin untuk sukses. Sebaliknya orang
yang nenpunyai IQ 108 yang rata-rata bisa lebih sukses. Ia mengatakan perbedan ini
sering kali terletak pada kemampuan lain seperti kecerdasan emosional . Daniel
Golemen menyatakan bahwa kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya berkisar
20 % dan sisanya 80% ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut kecerdasan
Emosional. Dan menurut dia “kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali

7
perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan
kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dengan orang lain.

Cooper & Sawaf berpendapat bahwa kecerdasan emosional merupakan


kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya serta
kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang
manusiawi. Peter Salovey dan Jack Mayer (dalam Stein & Book) mendefinisikan
kecerdasan emosional sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan
membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya,
dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan
emosi dan intelektual.

Jadi dari beberapa pendapat pakar diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
emosional merupakan kecerdasan yang berkaitan dengan perasaan, dimana orang yang
mempunyai kecerdasan emosional ia dapat mengendalikan perasaannya sendiri, dapat
memahami perasaan orang lain dan dapat membangkitkan semangatnya sendiri bila ia
terjatuh. (Enny W, SE., MSi, :107)

2.2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional


Goleman menjelaskan bahwa, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang yaitu:

a. Lingkungan Keluarga
Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam
mempelajari emosi. Kecerdasan emosi dapat diajarkan pada saat
masih bayi dengan cara contoh-contoh ekpsresi. Peristiwa
emosional yang terjadi pada masa anak-anak akan melekat dan
menetap secara permanen hingga dewasa, kehidupan emosional
yang dipupuk dalam keluarga sangat berguna bagi anak kelak
dikemudian hari.
b. Lingkungan Non Keluarga
Hal ini yang terkait adalah lingkungan masyarakat dan
pendidikan. Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan
perkembangan fisik dan mental anak. Pembelajaran ini biasanya
ditujukan dalam suatu aktivitas bermain peran sebagai seseorang

8
diluar dirinya dengan emosi yang menyertai keadaan orang lain.
(Goleman, 2015 : 32)

2.2.2.2 Kecakapan Dasar dalam Kecerdasan Emosi


Kecerdasan Emosi dapat diukur dari beberapa aspek-aspek yang ada.
Terdapat lima kecakapan dasar dalam kecerdasan Emosi, yaitu:

1. Kesadaran diri (self awareness):

Mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat dan


menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri,
memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan
diri yang kuat.

Keterampilan emosional yang muncul adalah:

a) Perbaikan dalam mengenali dan merasakan emosinya sendiri

b) Lebih mampu memahami penyebab perasaan yang timbul

c) Mengenali perbedaan perasaan dengan tindakan

2. Pengaturan diri (self regulation):

Menangani emosi kita sedemikian berdampak positif kepada


pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda
kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, mampu pulih kembali dari
tekanan.

Keterampilan emosional yang muncul adalah:

a) Toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi dan pengelolaan


amarah

b) Berkurangnya ejekan verbal, perkelahian, dan gangguan di ruang


kelas

c) Lebih mampu mengungkapkan amarah dengan tepat, tanpa


berkelahi

9
d) Berkurangnya perilaku agresif atau merusak diri sendiri

e) Perasaan yang lebih positif tentang diri sendiri, sekolah dan


keluarga

f) Lebih baik dalam menangani ketegangan jiwa

h) Berkurangnya kesepian dan kecemasan dalam pergaulan

3. Motivasi (motivation):

Menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menggerakkan dan


menuntun kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan
bertindak sangat efektif dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan
frustasi.

Keterampilan emosional yang muncul adalah:

a) Lebih bertanggung jawab

b) Lebih mampu merasakan perhatian pada tugas yang dikerjakan dan


menaruh perhatian

c) Kurang impulsif, lebih menguasai diri

d) Nilai pada tes-tes prestasi meningkat

4. Empati (empathy):

Merasakan apa yang dirasakan orang lain, mampu memahami mereka,


menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan
bermacam-macam orang.

Keterampilan emosional yang muncul adalah:

a) Lebih mampu menerima sudut pandang orang lain

b) Memperbaiki empati dan kepekaan terhadap perasaan orang lain

c) Lebih baik dalam mendengarkan orang lain

10
5. Keterampilan sosial (social skill):

Menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain


dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi
dengan lancar, menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk
memengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan
perselisihan dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim.

Keterampilan emosional yang muncul adalah:

a) Meningkatkan kemampuan menganalisa dan memahami hubungan

b) Lebih baik dalam menyelesaikan pertikaian dan merundingkan


persengketaan

c) Lebih baik dalam menyelesaikan persoalan yang timbul dalam


hubungan

d) Lebih tegas dan terampil dalam berkomunikasi

e) Lebih populer dan mudah begaul, bersahabat dan terlibat dengan


teman sebaya

f) Lebih dibutuhkan oleh teman sebaya

g) Lebih menaruh perhatian dan bertenggang rasa

h) Lebih memikirkan kepentingan sosial dan selaras dalam kelompok

i) Lebih suka berbagi rasa, bekerja sama, dan suka menolong

j) Lebih demokratis dalam bergaul dengan orang lain (Goleman,


2015: 46)

Kecerdasan Emosi ini dapat berinteraksi dengan pengalaman dan dapat terus
berkembang. EQ dapat mempelajari cara baru melalui proses pengalaman yang belum

11
pernah dilakukan sebelumnya dan juga jenis pemikiran yang dapat mengenali nuansa dan
ambiguitas. Kelemahan kecerdasan ini adalah lambat dalam belajar, tidak akurat, dan
cendrung terikat dengan kebiasaan atau pengalaman. Kecerdasan emosi ini dapat berubah
dan dikembangkan. Kecerdasan ini dipengaruhi lingkungan.

Anak yang mempunyai kecerdasan emosi yang rendah bisa berkembang lebih baik
jika lingkungan masa kecil atau remaja dan pengalaman yang ia peroleh masa kecilnya
baik. Pengaruh lingkungan ini datang dari keluarga, sekolah dan masyarakat. Sebaliknya
anak yang mempunyai emosi bawaan yang tinggi tetapi berada pada lingkungan yang
kurang bersahabat dan mendapat pengalaman yang tidak baik maka bisa saja kecerdasan
emosinya menurun. Pada dasarnya kecerdasan emosi ini dapat berubah, tergantung dari
motivasi dalam dirinya, yang jelas sedikit banyaknya terpengaruh dari lingkungan. Tetapi
kecerdasan emosional lebih hanya membahas hubungan manusia dengan manusia lainnya.
Pada dasarnya ada kecerdasan lain yang yang melingkupi kesadaran akan makna nilai
yang lebih hakiki, yang menyentuh persoalan inti kehidupan yang menyangkut fitrah
manusia sebagai mahluk Tuhan. Inilah yang kemudian yang dikenal dengan kecerdasan
spiritual (SQ).(Enny W, SE., MSi, 2019 : 109)

2.2.3 Kecerdasan Spiritual (SQ)

Secara konseptual kecerdasan spiritual terdiri dari gabungan kata kecerdasan


dan spiritual. Kecerdasan berasal dari kata cerdas yaitu sempurna perkembangan akal
budi untuk berfikir dan mengerti.Sedangkan spiritual berasal dari kata spirit yang
berarti: “roh, jiwa, semangat”. Kata spirit sendiri berasal dari kata latin yaitu “spritus”
yang berarti: “luas atau dalam (breath), keteguhan hati atau keyakinan (courage),
energi atau semangat (vigor), dan kehidupan. Kata sifat spiritual berasal dari kata latin
spiritualis yang berarti “of the spirit” (kerohanian).
Dengan demikian dapat dimaknai bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan
spiritual adalah kemampuan jiwa yang dimiliki seseorang untuk membangun dirinya
secara utuh melalui berbagai kegiatan positif sehingga mampu menyelesaikan berbagai
persoalan dengan melihat makna yang terkandung didalamnya.(Desmita, 2015 : 49)

2.2.4 Kecerdasan Moral (MQ)

12
Kecerdasan moral (bahasa Inggris: moral quotient, disingkat MQ) adalah
kemampuan seseorang untuk membedakan benar dan salah berdasarkan keyakinan yang
kuat akan etika dan menerapkannya dalam tindakan.

Michele Borba, Ed.D, dalam bukunya Building Moral Intelligence,


mendefinisikan kecerdasan moral sebagai kemampuan untuk memahami benar dan
salah, serta pendirian yang kuat untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan norma
moral.

Sederet kualifikasi di atas mungkin terdengar bagai PR berat bagi orang tua.
Selain mengisi otak anak dengan berbagai ilmu dan pengetahuan, Anda juga dituntut
mengisi hatinya dengan sederet kebaikan. Empati, jujur, adil, dan masih banyak lagi.
Akan menjadi ringan jika Anda mulai konsisten mengajarkannya sejak dini. ‘Bekal’
sukses seorang anak kelak tak hanya ditentukan oleh isi otaknya, tetapi juga ‘isi hatinya

2.2.5 Kecerdasan Daya Juang (AQ)


Kecerdasan daya juang, atau keteguhan dan ketahanan dalam berjuang
menghadapi rintangan atau tantangan, artinya bahwa SDM harus memiliki pendirian
teguh dalam mencapai sasaran kerja, berani melawan apa yang sedang layu yaitu segala
bentuk pembodohan, penipuan, dan penindasan terhadadap SDM, dan membela apa
yang sedang tumbuh berkembang yaitu kehendak dan kepentingan SDM itu sendiri
untuk memperbaiki nasibnya. Beberapa orang mencoba untuk tetap bertahan
menghadapi kesulitan tersebut, sebagian orang lainnya mudah takluk dan menyerah.
Kecerdasan Daya Juang merupakan berbagai disiplin ilmu untuk riset SDM dalam
Organisasi. Riset tersebut berguna untuk membentuk karakter SDM menghadapi
tantangan, mencari sebab mengapa hal itu terjadi. Hakikatnya daya juang adalah
kemampuan seseorang untuk mengubah kesulitan menjadi peluang.
Paul G Stolz dalam AQ membedakan 3 tingkatan AQ dalam masyarakat :
 Tingkat Quitrers ( orang yang berhenti )
Qoitrers adalah orang yang paling lemah AQ nya. Ketika ia menghadapi
masalah ia langusung berhenti dan menyerah.
 Tingkat Campers ( orang yang berkemah )
Orang yang memiliki tingkay Campers memiliki AQ sedang. Ia merasa cukup
dan puas dengan apa yang dicapainya dan ia tidak ingin lebih maju.
 Tingkat Climbers ( orang yang mendaki )

13
Climbers adalah orang yang ber-AQ tinggi dengan kemampuan dan kecerdasan
yang tinggi untuk dapat bertahan menghadapi kesulitan dan mampu mengatasi
tantangan hidup.
Hiks menjelaskan daya ruang adalah siklus kehidupan manusia yang akan selalu
berulang, sehingga tantangan,rintangan, dan hambatan merupakan pantulan
cermin kehidupan dari keadaan yang buruk. Kondisi tersebut merupakan
pengalaman yang dapat mendorong agar kehidupan berputar kembali menjadi
lebih baik. Dalam perkembangan selanjutnya tantangan,rintangan, dan hambtan
dianggap sebagai upaya perbaikan kehidupan atau perbaikan nasib.
Menurut Farber, manusia seperti “diamonds” yang memiliki berbagai sisi dalam
menghadapi berbagai jalan kehidupan, ada saatnya manusia terbius pikiran sempit yang
mempersulit hidupnya, dan ada kalanya pikirannya bercahaya terang sehingga menjadi
sinar dalam hidupnya dan merasa bahagia. Ketika kesulitan dihadapi dengan kaku,
justru akan menyebabkan meneteskan air mata atau sebaliknya kesulitan akan
membantu untuk mampu membangun diri.
Stottz menjelaskan bahwa basis kecerdasan daya juang adalah keyakinan bahwa
kesulitan akan dapat diatasi. Keyakinan mengatasi kesulitan itu didasari oleh unur-
unsur bakat khusus, bakat umum, keterampilan, pengalaman, pengetahuan, dan
kemauan.
Menurut Bryant, kecerdasan daya juang adalah kemampuan mengatasi segala
rintangan baik fisik, emosional, situasional atau spiritual yang dapat menghambat
sepanjang perjalanan hidup. Sebagai contoh apabila seseorang sedang menghadapi
kesulitan hidup. Kesulitan tidak dapat ditinggalkan hanya karena seseorang ingin lari,
karena bagaimanapun rasa sakit akibat kesulitan harus dihadapi dengan cara berjalan
terus menembus kesulitan demi kesulitan tersebut, seseorang dapat tumbuh dari sana,
belajar dari sana dan bukan hanya sekedar jalan menembus gelap tetapi juga harus
menjadi semakin kuat dari perjalanan tersebut. Harus diingat bahwa kesulitan yang
tidak dihadapi dengan tabah bisa membuat seseorang menjadi lumpuh.

2.2.6 Kecerdasan Emotional Spiritual Quotient (ESQ)


ESQ merupakan sebuah singkatan dari Emotional Spiritual Quotient yang
merupakan gabungan EQ dan SQ, yaitu Penggabungan antara pengendalian kecerdasan
emosi dan spiritual. Definisi, Emosional Spiritual Quotient (ESQ) Model adalah Model
Kemampuan seseorang untuk memberi Makna Spiritual terhadap Pemikiran,

14
Prilaku/Ahlak dan Kegiatan, serta Mampu Menyinergikan IQ (Intelegent Quotient)
yang terdiri dari IQ Logika/Berpikir dan IQ Financial / Kecerdasan memenuhi
kebutuhan hidupnya/keuangan, EQ (Emosional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient)
secara komprehensif.

Manfaat yang bisa di dapat adalah tercapai nya keseimabangan antara hubungan
Horizontal (manusia dengan manusia) dan Vertikal (manusia dan Tuhan). ESQ juga
dapat membuat kita lebih percaya diri dalam melakukan suatu tindakan.

2.2.7 Kecerdasan Kreativitas (CQ)


Creativity adalah potensi seorang untuk memunculkan suatu yang merupakan
penemuan baru dalam bidang ilmu dan teknologi serta semua bidang lainnya.
Kecerdasan berkreasi, artinya bahwa SDM harus mampu menciptakan: (a) metode kerja
lebih baik dan pikiran-pikiran baru berdasar kondisi riil pekerjaan (b) alat kerja atau
tekne yang sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Kecakapan ini merupakan perwujudan
keterampilan dan pengetahuan dalam memecahkan berbagai masalah.
Manusia bekerja dan berpikir menghadapi gejala alam dan gejala sosial. Gejala
sosial dalam perusahaan adalah bekerja dan belajar. Untuk mencapai keberhasilan
kerja dibutuhkan berpikir kritis, analitis, dan kreatif. Berpikir kritis adalah
mempertanyakan segala sesuatu yang bisa ditangkap oleh indera dan pikiran. Berpikir
analitik adalah membandingkan kondisi riil dengan aturan-aturan atau standar prestasi
kerja. Sedangkan berpikir kreatif adalah melihat masa depan dan memahami saling
hubungan antar objek serta mengetahui sebab-akibat objek. Barbara Clark dalam
'Growing Up Gifted” menjelaskan tentang kreativitas adalah sebagai berikut:
kreativitas adalah ekspresi tertinggi keberbakatan yang terintegrasi; ia merupakan
sitesis dari fungsi manusia yaitu :
 Fungsi penginderaan atau sensing yang bertumpu pada bakat
 Fungsi berpikir atau thinking yang terukur yang dapat dikembangkan melalui
pendidikan dan pelatihan
 Fungsi perasaan atau feeling adalah kondisi emosional tanggapan terhadap
informasi lingkungan
 Fungsi intuisi yaitu alam bawah sadar yang dikembangkan untuk mencapai
pencerahan.

15
Jung menjelaskan bahwa manusia kratif adalah orang yang santai dalam berpikir
rasional yang memberi jalan bagi alam bawah sadar berfungsi mengembangkan
perasaan dan imajinasinya, sehingga dapat merealisasikan perasaan dan imajinasinya
sesuai dengan kondisi riil kehidupan. Hakikatnya kreativitas itu adalah suatu proses
mewujudkan alam bawah sadar (id) menjadi alam sadar (ego). Proses ini berlangsung
jika manusia mengindera dan beraksi terhadap lingkungannya, atau manusia
merealisasikan bakatnya. Clark menyebut kreativitas adalah ekspresi tertinggi
keberbakatan, dan para psikolog dan filosof menyebut kreativitas itu produk getaran
emosional yang khusus (special excitement).

Mihaly Csikszentmihalyi dalam “Creativity” menjelaskan : Kreativitas ialah


suatu pusat sumber makna di dalam hidup kita. Di sini saya ingin menjelaskan hanya
ada dua syarat bagi orang kreatif, yaitu pertama, orang yang selalu tertarik pada objek
baru, kedua, orang yang bersedia melibatkan diri seluruh hidupnya pada objek baru.
Tetapi kreativitas itu baru bisa diwujudkan di masa mendatang jika sesuatu yang ingin
dicapai itu terlaksana.

Selanjutnya Leahey dan Harris menjelaskan bahwa untuk pemecahan masalah,


salah satu alatnya adalah kreativitas. Kreativitas sekaligus sebagai suatu proses dan
suatu produk yaitu suatu proses berpikir divergen dan convergen.

2.2.8 Love Quotient (LQ)


Orang pintar adalah mereka yang memiliki IQ atau kecerdasan yang
dikembangkan dengan baik. Tetapi jika orang-orang pintar itu ingin menjadi pemimpin
yang baik, mereka juga membutuhkan EQ atau kecerdasan emosional, kemampuan
untuk berempati dan mengekspresikan emosi. Namun menurut CEO Alibaba Jack Ma,
Anda juga membutuhkan sesuatu yang ia sebut 'LQ'

"Jika Anda ingin dihormati, Anda membutuhkan LQ," pendiri dan ketua raksasa
internet China itu mengatakan pada Forum Bisnis Global Bloomberg di New York awal
pekan ini. “Dan apa itu LQ? Hasil dari cinta, yang mesin tidak pernah miliki. ”

"Sebuah mesin tidak memiliki hati, tidak memiliki jiwa, dan tidak memiliki
keyakinan," katanya. “Manusia memiliki jiwa, memiliki keyakinan, memiliki nilai;
kami kreatif, kami menunjukkan bahwa kami dapat mengontrol mesin. ”

16
Kedelapan kecerdasan itu hakikatnya adalah hasil dari praktek social dan
praktek belajar. SDM yang memiliki kecakapan pikiran, perasaan kreasi, moral, daya
juang, dan semangat kerja tinggi akan sukses hidupnya.

2.2.9 Kecerdasan Transendental (TQ)


Trancendental Quotient (TQ) merupakan pengembangan dari kecerdasan
spiritual. TQ merupakan kecerdasan seseorang dalam memaknai hidup dan
kehidupannya dalam perspektif  Ketuhanan. Kecerdasan transendental (TQ)
sesungguhnya merupakan kecerdasan tertinggi yang dimiliki manusia sebagai karunia
terindah dari Tuhan Yang Maha Pemurah.  Kecerdasan ini sejatinya telah diterapkan
oleh para tokoh besar dunia sejak dahulu, utamanya para tokoh agama yang mempunyai
pandangan visioner jauh ke depan.  Mereka menjalani hidup dalam kehidupan dengan
mengikuti tuntunan ajaran agama, yaitu hidup dengan bekerja keras, kerja cerdas, dan
kerja ikhlas, serta berbuat kebajikan bagi sesama dalam rangka menggapai kebahagiaan
hakiki di dunia maupun di akhirat.

2.2.10 Physical Quotient (Kecerdasan Fisik)


Kecerdasan Fisik (PQ) adalah kecerdasan yang dimiliki oleh tubuh kita. Kita
sering tidak memperhitungkannya. Coba renungkan : Tanpa adanya perintah dari kita
tubuh kita menjalankan sistem pernafasan, sistem peredaran darah, sistem syaraf dan
sistem-sistem vital lainnya. Tubuh kita terus menerus memantau lingkungannya,
menghancurkan sel pembawa penyakit, mengganti sel yang rusak dan melawan unsur-
unsur yang mengganggu kelangsungan hidup. Seluruh proses itu berjalan di luar
kesadaran kita dan berlangsung setiap saat dalam hidup kita. Ada kecerdasan yang
menjalankan semuanya itu dan sebagian besar berlangsung di luar kesadaran kita.

2.2.11 Social Quotient (Kecerdasan Sosial)


Kecerdasan Sosial (Social Quotient) adalah ukuran kemampuan diri seseorang
dalam pergaulan di masyarakat dan kemampuan berinteraksi sosial dengan orang-orang
di sekeliling atau sekitarnya. Social Quotient biasanya digunakan untuk menciptakan
relasi, membangun relasi dan mempertahankan relasi sosialnya sehingga kedua belah
pihak berada dalam situasi saling menguntungkan.

17
Pengembangan kecerdasan sosial mengandalkan keunggulan pribadi, minimal
mencakup emapat bidang :

1.) Membaca mitos dan diversi sosial di masyarakat

2.) Memahami pentingnya pembinaan diri seumur hidup

3.) Mengenal aksi sosial, tuntutan situasi sosial, dan merancang reformasi sosial

4.) Mengembangkan belas kasih dan memerhatikan sesama

Komponen dan Indikator Social Intelligence

a. SI (Social Intelligence) internal

·        Keinginan untuk bersosial dari dalam diri

·        Menjalin hubungan yang baik dengan orang lain

·        Mengorbankan kepentingan diri demi orang lain

b. SI (Social Intelligence) eksternal

·        Adanya pengaruh untuk bersosialisasi

·        Menyelesaikan permasalahan dalam berinteraksi Sosial

·        Bersosial karena adanya faktor yang lain (supaya mendapat sanjungan dan
pujian dari orang lain)

2.3 Perlunya IQ dan EQ dalam Meningkatkan Kualitas SDM Indonesia


Untuk membangun sebuah bangsa yang maju sangat diperlukan SDM yang
berkualitas secara IQ dan EQ. Mengapa kecerdasan itu diperlukan? Mengapa tidak
hanya IQ saja? Berdasarkan kebiasaan di masyarakat yang paling berpengaruh adalah
intelligence quotient (IQ) dan emotional quotient (EQ). Hal ini disebabkan karena IQ
yang tinggi saja tidak cukup, orang yang mempunyai IQ tinggi tetapi tidak didukung
dengan EQ maka tidak akan menghasilkan SDM yang berkualitas unggul. Sedangkan
SDM yang unggul sangat diperlukan Indonesia untuk membangun bangsa ini sehingga
dapat membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi dan hutang luar negeri yang
sedang melilit bangsa ini. Untuk bangkit dari krisis, kita bisa belajar dari kehancuran
18
Jepang pasca perang dunia II. Hanya 10 tahun setelah pemboman Hirosima dan
Nagasaki, Jepang bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang maju.
Robert N. Bellah (Honeywill, 2015) yang meneliti kebangkitan Negara Matahari
Terbit itu mengatakan bahwa bangsa Jepang bangkit karena telah menerapkan nilai-
nilai Bushido yang ada dalam spirit Tokugawa. Tokugawa terkandung unsur-unsur
etika seperti kejujuran, kedisplinan, bekerja keras, menjunjung tinggi kinerja,
menghargai waktu, dan menghargai nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat. Hal ini
membuktikan bahwa IQ saja tidak cukup untuk membangun suatu bangsa untuk
menjadi lebih maju tetapi diperlukan juga EQ. Kecerdasan intelektual yang tidak
diiringi dengan kecerdasan emosional tampaknya hanya akan menghasilkan kerusakan
dan kehancuran bagi kehidupan dirinya maupun umat manusia. Seperti seorang yang
melakukan korupsi, orang yang melakukan korupsi mungkin saja mempunyai IQ yang
tinggi tetapi karena mempunyai EQ yang rendah maka ia menyalahgunakan kecerdasan
intelektual untuk kepentingan dirinya sendiri dengan mengabaikan kepentingan orang
banyak.

Perlu diakui bahwa IQ dan EQ adalah perangkat yang bekerja dalam satu
kesatuan sistem yang saling terkait (interconnected) di dalam diri kita, sehingga tak
mungkin juga kita pisah-pisahkan fungsinya. Berhubungan dengan orang lain tetap
membutuhkan otak, begitupun sebaliknya. Kecerdasan SDM ialah kekuatan SDM
dalam memecahkan masalah dan mencipta pemikiran baru. Dalam perusahaan, SDM
merupakan subjek pemecah masalah karena menggunakan alat kerja untuk mencapai
sasaran kerja.(Enny W, SE., MSi, 2019 : 110)

2.4 Cara Meningkatkan Kualitas SDM Indonesia

Kualitas SDM Indonesia masih terpuruk. Kualitas SDM suatu bangsa berkaitan
erat dengan kondisi pendidikan. SDM kita masih terpuruk ini karena kualitas
pendidikan kita yang masih perlu diperbaiki. Beberapa hal yang harus dilakukan
pemerintah melalui segi agar kondisi SDM kita membaik :

a. Memberikan kemudahan untuk anak bangsa dalam memperoleh


pendidikan yang tinggi dengan meringankan biaya pendidikan. Biaya
pendidikan baik di SLTA maupun Perguruan tinggi menyebabkan ada
anak Indonesia yang masih mengecap pendidikan yang seadanya.

19
b. Meningkatkan kualitas pendidikan, pemerintah perlu menerapkan
pendidikan yang menyeimbangkan antara kecerdasan IQ dan EQ.
Sehingga menghasilkan generasi muda yang berkualitas unggul, yang
mempunyai kecerdasan intelektual dan moral.(Enny W, SE., MSi, 2019 :
111)

2.5 Hubungan Kecerdasan Intelektual (IQ) dengan Kecerdasan Emosional (EQ)


dan Kecerdasan Spiritual (SQ)

Dalam kurun waktu yang lama kecerdasan intelektual (IQ) sering dijadikan
patokan standar kualitas manusia. Skor Kecerdasan Intelektual (IQ) yang tinggi berarti
memiliki kecerdasan yang baik dan dapat meraih kesuksesan dengan baik pula.
Memang Kecerdasan Intelektual (IQ) sangat berperan penting bagi setiap orang dalam
menggapai kesuksesan. Tetapi, jika Kecerdasan Intelektual (IQ) menjadi tolak ukur
satu-satunya, maka akan melahirkan general yang cerdas secara intelektual tetapi tidak
punya nurani. Bahkan cenderung membentuk manusia-manusia robot yang menunjukan
tugas secara rasional dan tanpa mempertimbangkan aspek emosional. Kecerdasan
Intelektual adalah syarat perlu bagi setiap orang tetapi tidak mencukupi untuk dijadikan
faktor kesuksesan seseorang. Sementara itu, seringkali kita mendapatkan seseorang
yang memiliki nilai akademik tidak terlalu baik tetapi memiliki prestasi yang
meyakinkan di perusahaannya. Kecerdasan Intelektual yang diberi sentuhan
Kecerdasan Emosional (EQ), meliputi sikap empati, mengungkapkan diri, disukai
kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan,
keramahan dan sikap hormat, akan menjadi kekuatan seseorang dalam menyelesaikan
masalah dengan pertimbangan aspek emosional. Bagi seorang manajer keterpaduan
antara Kecerdasan Intelektual dan Kecerdasan Emosional sangat diperlukan.

Seseorang dengan modal Kecerdasan Intelektual dan Kecerdasan Emosional saja


seringkali mengalami kelebihan beban dan tak mampu lagi menampung beban yang
ditanggungnya. Pada kondisi demikian, Kecerdasan Spiritual (SQ) sangat dibutuhkan
sebagi sumber nilai untuk merespon dan mencari solusi melalui dimensi alternatif. Jika
Kecerdasan Intelektual (IQ) berperan memberi solusi intelektual sampai teknik dan
Kecerdasan Emosional (EQ) berperan meratakan jalan dalam membangun relasi sosial,
maka Kecerdasan Spiritual mempertanyakan mengenai makna, tujuan dan filsafat hidup

20
seseorang. Tanpa disertai kedamaian spiritual, kepandaian dan popularitas seseorang
tidak akan memberi makna, ketenangan dan kebahagiaan hidup.

Seseorang dapat mencapai kesuksesan dengan Kecerdasan Intelektual (IQ) dan


Kecerdasan Emosional (EQ), tetapi ia akan mengalami kehampaan dalam hidupnya
kalau tanpa memiliki Kecerdasan Spiritual (SQ). Secara neurobiologis, baik IQ, EQ,
dan SQ memiliki struktur biologisnya. IQ dalam otak besar, EQ dalam otak bagian
dalam (otak kecil), sedangkan SQ terletak pada sebuah titik yang disebut titik Tuhan
(God Spot) yang terletak di bagian kanan depan. God spot ini akan terlihat lebih tenang
jika seseorang sedang menjalani akitivitas spiritual.

Akan tetapi Kecerdasan Spiritual (SQ) yang dikenalkan oleh Danah Zohar dan Ian
Marshal belum menyentuh aspek ketuhan dalam kaitannya dengan nilai-nilai agama.
Aktivitas spiritual tersebut dapat juga dilakukan oleh seseorang Atheis dalam bentuk
kontemplasi atau perenungan tentang makna hidup atau sering juga disebut meditasi.
Ary Ginanjar Agustin memberikan sentuhan spiritual islam pada IQ, EQ, dan SQ dalam
bukunya, “Rahasia sukses membangun kecerdasan emosi dan spiritual berdasarkan 6
rukun iman dan 5 rukun islam”. Ary Ginanjar Agustin menyatakan bahwa Kecerdasan
Intelektual (IQ) baru sebagai syarat perlu tetapi tidak cukup untuk meraih kesuksesan.
Sementara Kecerdasan Emosional (EQ) yang dipahami hanya sebatas hubungan antar
manusia. Sementara Kecerdasan Spiritual (SQ) sering dipahami sebagai sikap
menghindar dari kehidupan dunia. Hal ini mengakibatkan lahirnya manusia yang
berorientasi pada dunia dan di sisi lain ada manusia yang lari dari permasalahan dunia
untuk menemukan kehidupan yang damai. Dalam islam kehidupan dunia dan akhirat
harus terintegrasi dalam pikiran, sikap dan perilaku seseorang muslim.(Tannady, 2017 :
130)

2.6 Efektivitas kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap kinerja


pegawai

Pegawai sebagai individu ketika memasuki perusahaan akan membawa


kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan-pengharapan, kebutuhan dan
pengalaman masa lalunya sebagai karakteristik individualnya. Selanjutnya dalam
berinteraksi dengan tatanan organisasi seperti peraturan dan hirarki, tugas-tugas,
wewenang dan tanggung jawab, sistem kompensasi dan sistem pengendalian. Agar
dapat bekerja baik maka pegawai agar mampu menghadapi pekerjaan dengan panuh

21
kesungguhan dan kemampuan, dan mahir dalam pekerjaannya, kreatif, bagus hasilnya,
menyenangkan kawan kerjanya dan masyarakat.

Peningkatan Kinerja Pegawai melalui Kecerdasan Emosional dan


Kecerdasan Spiritual akan dicapai dengan sbb:

1. Dengan Kecerdasan Emosional, maka dalam meningkatkan kinerja


pegawai akan:
a. Dengan Kecerdasan Emosional atau Kekuatan Emosional maka setiap
pegawai akan beranggapan bahwa dirinya adalah pemimpin dan
pemimpin akan diminta pertanggungjawaban, sehingga diri mereka akan
kuat dan disiplin dalam menjalankan tugasnya.
b. Akan adanya kekuatan dalam diri pegawai bahwa kekuatan emosional
dicerminkan pada kerja mawas, penuh dengan kendali diri dan emosi.
c. Pegawai akan merasakan kemampuan, memahami, secara efektif
menetapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi,
koneksi, dan pengaruh yang manusiawi.
2. Dengan Kecerdasan Spiritual, maka dalam meningkatkan kinerja pegawai
akan:
a. Dengan kekuatan Kecerdasan Spiritual maka seorang pegawai akan
bekerja dengan ikhlas, kebersihan orientasi dan tujuan.
b. Kekuatan spiritual menjadikan seseorang pegawai memiliki arah atau
tujuan pribadi yang jelas diatas prinsip yang kuat dan benar.
c. Dengan Kecerdasan Spiritual (SQ) pegawai akan mempunyai
kemampuan membedakan, mendapat rasa moral, kemampuan
menyesuaikan aturan dengan pemahaman dan cinta.
3. Komponen utama Kecerdasan Emosional dan dampak dari pengabaian
Kecerdasan Emosional:
a. Kesadaran diri: kemampuan untuk merefleksikan kehidupan diri sendiri,
dan menumbuhkan pengetahuan tentang diri sendiri

22
b. Motivasi pribadi: berhubungan dengan apa yang menjadi pendorong
semangat seseorang, seperti visi, nilai-nilai, tujuan, harapan, hasrat, dan
gairah yang menjadi prioritas.
c. Pengaturan diri: kemampuan untuk mengelola diri sendiri agar mampu
mencapai visi dan nilai-nilai pribadi.
d. Empati: kemampuan untuk memahami cara orang lain melihat dan
merasakan berbagai hal.
e. Kemampuan sosial dan komunikasi: berkenaam dengan cara mengatasi
perbedaan, memecahkan masalah, menghasilkan solusi-solusi kreatif,
dan berinteraksi secara optimal untuk mengejar tujuan-tujuan bersama.
4. Cara Pengembangan Kecerdasan Spiritual dan dampak jika kita
mengabaikan dan mengkhianati Kecerdasan Spiritual:
a. Integritas: menyatu dengan nilai-nilai, keyakinan, dan nurani tertinggi
seseorang, serta membentuk hubungan dengan Tuhan.
b. Makna: memiliki keinginan untuk memberikan kontribusi terhadap orang
lain dan pada tujuan-tujuan yang bermakna.
c. Suara: menyelaraskan pekerjaan kita dengan bakat atau dengan anugerah
serta panggilan kita.(Hasibuan, 2018 : 89)

23
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Kecerdasan berarti pemahaman, kecepatan dan kesempurnaan terhadap sesuatu


yaitu kemampuan dalam memahami sesuatu secara cepat dan sempurna. Kecerdasan
SDM ialah kekuatan SDM dalam memecahkan masalah dan mencipta pemikiran baru.
Dalam perusahaan, SDM merupakan subjek pemecah masalah karena menggunakan
alat kerja untuk mencapai sasaran kerja.

Dalam kurun waktu yang lama kecerdasan intelektual (IQ) sering dijadikan
patokan standar kualitas manusia. Skor Kecerdasan Intelektual (IQ) yang tinggi berarti
memiliki kecerdasan yang baik dan dapat meraih kesuksesan dengan baik pula. Tetapi,
jika Kecerdasan Intelektual (IQ) menjadi tolak ukur satu-satunya, maka akan
melahirkan general yang cerdas secara intelektual tetapi tidak punya nurani.

Kecerdasan Intelektual yang diberi sentuhan Kecerdasan Emosional (EQ),


meliputi sikap empati, mengungkapkan diri, disukai kemampuan memecahkan masalah
antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan dan sikap hormat, akan menjadi
kekuatan seseorang dalam menyelesaikan masalah dengan pertimbangan aspek
emosional. Seseorang dengan modal Kecerdasan Intelektual dan Kecerdasan Emosional
saja seringkali mengalami kelebihan beban dan tak mampu lagi menampung beban
yang ditanggungnya.

Pada kondisi demikian, Kecerdasan Spiritual (SQ) sangat dibutuhkan sebagi


sumber nilai untuk merespon dan mencari solusi melalui dimensi alternatif. Jika
Kecerdasan Intelektual (IQ) berperan memberi solusi intelektual sampai teknik dan
Kecerdasan Emosional (EQ) berperan meratakan jalan dalam membangun relasi sosial,
maka Kecerdasan Spiritual mempertanyakan mengenai makna, tujuan dan filsafat hidup
seseorang. Tanpa disertai kedamaian spiritual, kepandaian dan popularitas seseorang
tidak akan memberi makna, ketenangan dan kebahagiaan hidup.

Adapun cara untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia dengan cara:

a. Memberikan kemudahan untuk anak bangsa dalam memperoleh


pendidikan yang tinggi dengan meringankan biaya pendidikan. Biaya

24
pendidikan baik di SLTA maupun Perguruan tinggi menyebabkan ada
anak Indonesia yang masih mengecap pendidikan yang seadanya.
b. Meningkatkan kualitas pendidikan, pemerintah perlu menerapkan
pendidikan yang menyeimbangkan antara kecerdasan IQ dan EQ.
Sehingga menghasilkan generasi muda yang berkualitas unggul, yang
mempunyai kecerdasan intelektual dan moral.

3.2 SARAN

Dengan menyeimbangkan ketiga bentuk kecerdasan (Kecerdasan Intelektual,


kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual) Sumber Daya Manusia akan lebih
berkualitas dalam membangun bangsa agar lebih maju dan meningkatkan kesejahteraan
rakyaat.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kita tentang
kecerdasan agar dapat meningkatkan sumber daya manusia untuk lebih berkembang
dan maju lagi.

25
DAFTAR PUSTAKA

Desmita (2015) Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosakarya.

Enny W, SE., MSi, D. M. (2019) Manajemen Sumber Daya Manusia. Surabaya: Ubhara
Manjaemen Press.

Goleman, D. (2015) Emotional Intellegence (Kecerdasan Emosional). Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama.

Hasibuan, M. (2018) Manajemen Sumber Daya Manusia. 22nd edn. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Tannady, H. (2017) Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Expert.

26

Anda mungkin juga menyukai