Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan
hidayah-NYA kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini
dengan baik untuk memenuhi salah satu syarat dalam penyelesaian tugas Mata
Kuliah Psikologi Pendidikan pada Program Studi Manajemen Pendidikan Islam. Shalawat
dan salam dari Alloh semoga senantiasa terlimpahcurahkan kepada Baginda Nabi tercinta
Muhammad SAW daimaini ila yaumil qiyamah, dalam hal ini penulis membuat judul
” Intellegent Quotient, Emotional Quotient dan Spiritual Quotient”.
Penulis menyadari makalah ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak, baik itu bantuan moril maupun bantuan materil, sehingga penulis dapat
menutupi segala kekurangan dan kesulitan yang penulis alami. Pada kesempatan ini
izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih yang tak tehingga kepada :
1. Ibu Tri Rahayu M.Pd.I selaku dosen pembimbing dalam tugas makalah ini.
2. Kepada teman-teman yang sedikit banyaknya membantu dalam penyelesaian tugas ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan.
Demikian semoga dengan adanya penulisan makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya
dan pembaca umumnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................................................i
Daftar Isi.....................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
B. Perumusan Masalah................................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan..........................................................................................................................14
B. Saran.....................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari kita tidak dapat lepas dari interaksi
sosial, oleh karena itu kita harus dapat menyikapi hal tersebut dengan tindakan-tindakan
positif. Manusia sebagai peserta didik sudah seharusnya ditempatkan sebagai suatu pribadi
yang utuh, yakni manusia sebagai kesatuan sifat makhluk individu dan sosial yang
memiliki tingkat IQ, EQ dan SQ yang berbeda antara manusia yang satu dengan yang
lainnya. Serta sebagai makhluk Tuhan yang harus menempatkan hidupnya di dunia
sebagai persiapan kehidupan akherat, dengan menjalankan segala perintah-Nya dan
menjauhi semua larangan-Nya.
Pendidikan yang berhubungan dengan tingkat IQ, EQ, dan SQ seseorang adalah
suatu upaya dalam membentuk suatu lingkungan untuk seseorang yang dapat merangsang
perkembangan potensi-potensi yang dimilikinya dan akan membawa perubahan yang
diinginkan ke arah yang lebih baik dalam kebiasaan dan sikapnya.
Perlu diakui bahwa IQ, EQ dan SQ adalah perangkat yang bekerja dalam satu
kesatuan sistem yang saling terkait (interconnected) di dalam diri kita, sehingga tak
mungkin juga kita pisah-pisahkan fungsinya. Berhubungan dengan orang lain tetap
membutuhkan otak dan keyakinan sama halnya dengan keyakinan yang tetap
membutuhkan otak dan perasaan. Seperti kata Thomas Jefferson atau Anthony Robbins,
meskipun keputusan yang dibuat harus berdasarkan pengetahuan dan keyakinan sekuat
batu karang, tetapi dalam pelaksanaannya, perlu dijalankan se-fleksibel orang berenang.
B. Rumusan Masalah
2. Bagaimana karakteristik orang yang memiliki tingkat IQ, EQ dan SQ yang tinggi dan
bagaimana faktor-faktor perkembangan IQ, EQ dan SQ.
1
3. Bagaimana peranan IQ, EQ dan SQ dalam kehidupan setiap individu.
C. Tujuan Penulisan
2. Untuk mengetahui karakteristik orang yang memiliki tingkatan IQ, EQ dan SQ.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kecerdasan merupakan salah satu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa kepada
manusia, dan menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan
makhluk lainnya. Dengan kecerdasan, manusia dapat terus menerus mempertahankan dan
meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin komplek, melalui proses berpikir dan belajar
secara terus menerus.
Kecerdasan ini digagas pada sekitar tahun 1912 oleh William Strern. Digunakan
sebagai pengukur kualitas seseorang pada saat itu. Kecerdasan ini terletak di otak
bagian cortex (kulit otak). Memang, semula kajian tentang kecerdasan hanya sebatas
3
kemampuan individu yang bertautan dengan aspek kognitif atau biasa disebut
kecerdasan intelektual yang bersifat tunggal, sebagaimana yang dikembangkan oleh
Charles Spearman (1904) dengan teori “Two Factor” atau Thurstone (1938) dengan
teori “Primary Mental Abilities”. Dari kajian ini, menghasilkan pengelompokan
kecerdasan manusia yang dinyatakan dalam bentuk Intelligence Quotient (IQ) yang
dihitung berdasarkan perbandingan antara tingkat kemempuan mental (mental age)
dengan tingkat usia (chronological age), merentang mulai dari kemampuan dengan
kategori idiot sampai dengan genius. Istilah IQ mula-mula diperkenalkan oleh Alfred
Binet, ahli psikologi dari Prancis pada awal abad ke-20. Kemudian, Lewis Terman dari
Universitas Stanford berusaha membakukan tes IQ yang dikembangkan oleh Binet
dengan mempertimbangkan norma-norma populasi, sehingga selanjutnya dikenal
sebagai tes Stanford Binet.
Sampai sekarang metode tes IQ masih digunakan terutama seperti yang pertama
kali diharapkan oleh Binet untuk keperluan membantu para pelajar yang memerlukan
pelajaran tambahan dan perhatian ekstra. Namun sejarah membuktikan bahwa metode
ini bergerak lebih jauh lagi dalam mempengaruhi aspek-aspek potensi setiap individu.
Saat itu IQ yang merefleksikan kemampuan seseorang dalam menghadapi situasi-
situasi praktis dalam hidupnya (aspek kecerdasan sebagai problem solving capability),
dianggap sebagai satu-satunya komponen yang paling berharga. Pandangan ini juga
dipengaruhi oleh perkembangan teori kecerdasan abad ke-19, paduan antara sains dan
sosiologi yang dipelopori oleh sepupu Charles Darwin, Francis Galton, pada akhir abad
ke-19 secara terpisah dari apa yang dikerjakan Binet saat itu. Ketika itu juga
berkembang paham eugenios yang meyakini bahwa kecerdasan pada umumnya
diwariskan lewat garis keturunan dan oleh karena itu orang-orang yang kurang cerdas
harus didorong agar tidak melakukan reproduksi. Gerakan ini juga menggunakan IQ
sebagai metode justifikasinya.
Metode ini lama kelamaan mendapat sorotan dari para ahli dan sedikitnya ada dua
kelemahan (bukan kesalahan) yang menuntut untuk diperbaharui, yaitu :
4
Penumuan modern menunjuk pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu hanya 42%
yang dibawa dari lahir, sementara sisanya 58% merupakan hasil dari proses belajar.
Menurut Stave Hallam bahwa pandangan tersebut tidak tepat, sebab dewasa ini
makin banyak pembuktian yang mengarah pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu
bermacam-macam.
2. Rasional
Rasional diambil dari bahasa inggris rational yang berarti dapat diterima
oleh akal dan pikiran serta dapat ditalar sesuai dengan kemampuan otak. Hal-hal
yang rasional adalah sesuatu hal yang di dalam prosesnya dapat dimengerti sesuai
dengan kenyataan dan realitas yang ada.
3. Sistematis
5
bahwa kecerdasan terdiri dari suatu faktor G (general factor), kemampuan yang
terdapat pada semua individu tapi dengan tingkatan yang berbeda satu dengan yang
lain, dan berbagai faktor S (special factor), kemampuan yang berkaitan dengan
bidang tertentu. Faktor G bukanlah sekedar penjumlahan faktor S, masing-masing
merupakan satu kesatuan yang memiliki kualitas tersendiri.
2. Pengaruh lingkungan
Walaupun ada cirri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir,
ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti.
Kecerdasan tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan setiap individu
sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi pada saat anak-anak. Oleh karena
itu ada hubungan antara pemberian makanan bergizi dangan kecerdasan
seseorang. Pemberian makanan bergizi ini merupakan salah satu pengaruh
lingkungan yang amat penting selain guru. Rangsangan-rangsangan yang bersifat
kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting,
seperti pendidikan, latihan berbagai keterampilan, dan lain-lain khususnya pada
masa-masa peka.
6
4. Minat dan pembawaan yang khas
5. Kebebasan
Semua faktor tersebut di atas bersangkutan satu sama lain.Akan tetapi faktor
keturunan (bawaan, genetik) dan faktor lingkungan merupakan dua faktor utama
yang saling berkaitan satu sama lain.Seorang anak dapat mengembangkan berbagai
kecerdasan jika mempunyai fator keturunan dan dirangsang oleh faktor lingkungan
terus menerus. Orang tua yang cerdas anaknya cenderung akan cerdas pula jika
faktor lingkungan mendukung pengembangan kecerdasannya sejak di dalam
kandungan, masa bayi dan balita. Akan tetapi, orang tua yang kebetulan tidak
berkesempatan mengikuti pendidikan tinggi (belum tentu mereka tidak cerdas,
mungkin karena tidak ada kesempatan atau hambatan ekonomi), anaknya bisa cerdas
jika dicukupi kebutuhan untuk pengembangan kecerdasan sejal di dalam kandungan
sampai usia sekolah dan remaja.
7
B. Kecerdasan Emosional atau Emotional Quotient (EQ)
Mulai menjadi trend pada akhir abad ke-20. Kecerdasan ini terletak di bagian
otak belakang manusia. Kecerdasan ini memang tidak mempunyai ukuran pasti seperti
IQ, namun dapat dirasakan kualitas keberadaannya dalam diri seseorang. Oleh karena
itu EQ lebih tepat diukur dengan feeling. Kecerdasan emosionol digambarkan sebagai
kemampuan untuk mamahami suatu kondisi perasaan seseorang, bisa terhadap diri
sendiri ataupun orang lain. Banyak orang yang salah memposisikan kecerdasan
emosional ini di bawah kecerdasan intelektual. Tetapi, penelitian mengatakan bahwa
kecerdasan ini lebih menentukan kesuksesan seseorang dibandingkan dengan
kecerdasan intelektual.
8
Ada beberapa karakteristik orang yang memiliki EQ tinggi, yaitu :
a. Berempati.
c. Mengendalikan amarah.
d. Kemandirian.
f. Disukai.
h. Ketekunan.
i. Kesetiakawanan.
j. Keramahan.
k. Sikap hormat.
Kecerdasan emosional (EQ) tumbuh seiring pertumbuhan seseorang sajak lahir hingga
meninggal dunia. Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Lingkungan
b. Keluarga
9
4. Peran EQ dalam kehidupan setiap individu
Sama seperti halnya IQ, EQ juga memiliki peranan penting dalam kehidupan
setiap individu. Menurut Goleman bahwa EQ memiliki kontribusi penting dalam
kesuksesan seseorang, bahkan melebihi dari IQ. IQ mengangkat fungsi pikiran,
sedangkan EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang memiliki kecerdasan emosi
tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya, dapat mengusahakan
kebahagiaan dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi
sesuatu yang positif dan bermanfaat.
Kecerdasan ini pertama kali digagas oleh Danah Zohar dan Ian Marshall.
Kecerdasan ini terletak dalam suatu titik yang disebut God Spot. Mulai popular pada
awal abad ke-21. Kecerdasan inilah yang menurut para pakar sebagai penentu
10
kesuksesan seseorang. Kecerdasan spiritual diyakini sebagai kecerdasan yang paling
utama dibandingkan dangan berbagai kecerdasan yang lain. Kata spiritual memiliki
akar kata spirit yang berarti roh. Kata ini berasal dari bahasa latin, spiritus yang berarti
napas. Spiritual berarti pula segala sesuatu di luar fisik, ternasuk pikiran, perasaan, dan
karakter manusia. Kecerdasan spiritual berarti kemampuan seseorang untuk dapat
mengenal dan memahami diri seseorang sepenuhnya sebagai makhluk spiritual maupun
sebagai bagian dari alam semesta. SQ menjadi landasan yang diperlukan untuk
memfungsikan dan mensinegrikan IQ dan EQ secara integral, efektif dan menyeluruh.
Melalui SQ, pemikiran, perilaku dan hidup manusia diberi makna dan bermuatan
makna spiritual.
Menurut Danah Zohar (Havard University) dan Ian Marshall (Oxford University)
mendefinisikan kecerdasan spiritual (SQ) sebagai kecerdasan untuk menghadapi
persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup
dalam konteks makna yang lebih luas, kaya dan mendalam; kecerdasan untuk menilai
bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan orang
lain. Pandangan lain juga dikemukakan oleh Muhammad Zuhri, bahwa SQ adalah
kecerdasan manusia yang digunakan untuk berhubungan dengan Tuhan. Asumsinya
jika hubungan seseorang dengan Tuhan berjalan baik, maka bisa dipastikan hubungan
dengan sesame manusiapun akan baik pula.
Menurut Robert A. Emmons, ada lima karakteristik orang yang cerdas secara
spiritual yaitu kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak,
kemampuan untuk mensakralkan pengalaman sehari-hari, kemampuan untuk
menggunakan sumber-sumber spiritual buat menyelesaikan masalah dan kemampuan
untuk berbuat baik.
Menurut Dimitri Mahayana (Agus Nggermanto, 2001), cirri-ciri orang yang memiliki
SQ tinggi adalah
a. Memiliki prinsip dan visi yang kuat (prinsip kebenaran, keadilan, dan kebaikan).
11
d. Mampu mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan penderitaan.
Pendidikan selama ini, terlalu menekankan arti penting nilai akademik, kecerdasan
otak atau IQ saja. Mulai dari tingkat sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi, jarang
sekali ditemukan pendidikan tentang kecerdasan emosi yang mengajarkan tentang
12
integritas, kejujuran, komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental, kebijaksanaan,
keadilan, prinsip kepercayaan, penguasaan diri atau sinergi, padahal justru inilah hal yang
terpenting. Berkat kecerdasan intelektualnya, memang manusia telah mampu menjelajah
ke bulan dan luar angkasa, menciptakan alat-alat teknologi informasi dan transportasi yang
menjadikan dunia terasa lebih dekat dan semakin transparan, menciptakan bom nuklir
serta sesuatu-sesuatu yang canggih lainnya. Namun bersama itu pula kerusakan yang
menuja kehancuran total sudah mulai nampak. Lingkungan alam merasa terusik dan tidak
bersahabat lagi. Lapisan ozon yang semakin menipis telah menyebabkan terjadinya
pemanasan global, banyaknya bencana alam, penyakit-penyakit yang mematikan mulai
bermunculan, bahkan tatanan sosial ekonomi menjadi kacau balau karena sikap dan
perilaku manusia itu sendiri. Manusia telah berhasil menciptakan “raksasa-raksasa
teknologi” yang dapat memberikan manfaat bagi kepentingan hidup manusia itu sendiri.
Namun dibalik itu, ciptaan-ciptaan tersebut telah bersiap-siap untuk menerkam dan
menghabisi manusia itu sendiri. Kecerdasan intelektual yang tidak diiringi dengan
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritualnya, tampak hanya akan menghasilkan
kerusakan dan kehancuran bagi kehidupan dirinya maupun umat manusia.
Kesuksesan manusia dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu IQ (aspek kecerdasan), EQ
(aspek emosi), dan SQ (aspek relegius). Jika salah satu tidak terpenuhi, maka keberhasilan
itu diragukan. Apabila tidak terjadi integrasi antara otak dan hati, kondisi ini pada suatu
saat akan menimbulkan krisis multi dimensi yang sangat memprihatinkan. Hal ini telah
menyadarkan para pakar bahwa kesuksesan seseorang tidak hanya ditentukan oleh
kemampuan otak dan daya pikir semata, malah lebih banyak ditentukan oleh kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual.
13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. Saran
1. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulis mengharapkan keritikan
dan sarannya demi terlancarnya penulisan makalah berikutnya.
2. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan kita khususnya pada mata kuliah
pengantar kurikulum.
14
DAFTAR PUSTAKA
http://rinainatrira.blogspot.com/2016/09/psikologi-iqeq-dan-sq.html
15