PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pedoman hukum umat islam selalu bersumber kepada wahyu Allah yaitu Alquran.
Akan tetapi, terdapat sumber hukum yang kedua yaitu Hadis. Hadis sangat penting
untuk kita pahami dan dijadikan sebagai kajian lebih lanjut dalam khazanah keilmuan.
Tanpa adanya Hadis, kita sebagai orang muslim akan bingung dalam melakukan tata
cara ibadah kepada Allah. Hal ini disebabkan karena di dalam Hadis terdapat
penjelasan - penjelasan mengenai sesuatu hal yang masih bersifat umum dalam
Alquran menjadi sesuatu yang lebih rinci, sehingga mempermudah umat muslim
untuk beribadah.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Kedudukan Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam?
1. Apa Pengertian Ingkar Sunnah?
2. Bagaimana Sejarah Ingkar Sunnah dan Pokok-Pokok Ajaran Islam?
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui hadits sebagai salah satu sumber hukum islam dan mengenai
ingkar sunnah.
D. Manfaat Penulisan
AL-HADITS
َِّارقَةُ فَا ْقطَعُوْ ااَ ْي ِد يَهُ َما َج َزا ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكاالً ِمنَ هللا ُ َّار
ِ ق َوالس ِ َوالس
ص&ا َ ص&ا ًع&&ا ِمنْ تَ َم& ٍراَ ْو َ س ِ ضانَ َعلَى النَّا َ ض َز َكا ةَ الفِ ْط ِر ِمنْ َر َم
َ سلَّ َم فَ َر
َ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو
َ ِس ْو ُل هللا
ُ اِنَّ َر
ْ ش ِع ْي ٍر َعلَى ُك ِّل ُح ٍّر اَ ْو َع ْب ٍد َذ َك ٍر َأ ْو ُأ ْنثَى ِمنَ ْال ُم
َسلِ ِميْن َ ْعًا ِمن
“Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan
Ramadhan satu sha’ kurma atau gandum untuk setiap orang, beik merdeka
atau hamba, laki-laki atau perempuan”(HR. Muslim).
Untuk fungsi hadist sebagai Bayan Nasakh ini masih terjadi perdebatan di
kalangan ulama. Para ulama Ibn Hazm dan Mutaqaddim membolehkan
menasakh al-Qur’an dengan segala hadits walaupun hadits ahad. Kelompok
Hanafiyah berpendapat boleh menasakh dengan hadist masyhur tanpa harus
matawatir. Sedangkan para mu’tazilah membolehkan menasakh dengan syarat
hadist harus mutawatir. Selain itu, ada juga yang berpendapat Bayan Nasakh
bukanlah fungsi hadist.
B. Dalil-dalil Kehujahan Al Hadits
Dalil Al-Qur’an
Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban mempercayai
dan menerima segala yang disampaikan oleh rasul kepada umatnya untuk
dijadikan pedoman hidup. Diantara ayat-ayat yang dimaksud adalah;
Dalil Hadits
Hadits yang dijadikan dalil kehujjahan Sunnah juga banyak sekali,
diantaranya sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW. “Aku tinggalkan
pada kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh
kepada keduanya yaitu kitab Allah dan Sunnahku”. (HR al-Hakim dan Malik)
Dari hadits diatas sudah jelas bahwasannya manusia yang berpegang teguh
kepada kitab al-Qur’an dan Sunnah Nabi maka ia tidak akan pernah tersesat
kejalan yang dimurkai Allah s.w.t.
“Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama
berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (Hadits
Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm.
Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil
Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).
INGKAR AS-SUNNAH
A. Pengertian
Kata “Inkar Sunnah” terdiri dari dua kata yaitu “Inkar” dan “Sunnah”. Kata
“Inkar” mempunyai beberapa arti diantaranya : “Tidak mengaku dan tidak
menerima baik di lisan dan di hati, bodoh atau tidak mengetahui sesuatu (antonim
kata al-irfan dan menolak apa yang tidak tergambarkan dalam hati).
Ingkar as-sunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap sunnah Rasul,
baik sebagian maupun keseluruhannya. Mereka membuat metodologi tertentu
dalam menyikapi sunnah. Hal ini mengakibatkan tertolaknya sunnah, baik
sebagian maupun keseluruhannya.
Penyebutan ingkar as-sunnah tidak semata-mata berarti penolakan total terhadap
sunnah. Penolakan terhadap sebagian sunnah pun termasuk dalam kategori inkar
as-sunnah, termasuk didalamnya penolakan yang berawal dari sebuah konsep
berpikir yang janggal atau metodologi khusus yang diciptakan sendiri oleh
segolongan orang baik masa lalu maupun sekarang sedangkan konsep tersebut
tidak dikenal dan diakui oleh ulama hadis dan fiqh.
B. Sejarah Perkembangan Ingkar As-Sunnah
1. Ingkar As-Sunnah Klasik
Pada masa sahabat, seperti dituturkan oleh Imam Al-Hasan Al-Bashri, ada
sahabat yang kurang begitu memerhatikan kedudukan sunnah Nabi SAW yaitu
ketika sahabat Nabi SAW, ‘Imran bin Hushain sedang mengajarkan hadis. Tiba-
tiba ada seorang yang meminta agar ia tidak usah mengajarkan hadis, tetapi
cukup Al-Qur’an saja. Jawab ‘Imran “Seandainya kalian hanya memakai Al-
Qur’an, apakah kalian dapat menemukan dalam Al-Qur’an bahwa shalat Dhuhur
empat rakaat, ashar empat rakaat dan maghrib tiga rakaat?
Pada abad ke 14 H, pemikiran seperti itu muncul kembali ke permukaan, dan kali
ini dengan bentuk dan penampilan yang berbeda dari ingkar as-sunnah klasik.
Apabila ingkar as-sunnah klasik muncul di Irak, ingkar as-sunnah modern muncul
di Kairo Mesir.
Apabila ingkar as-sunnah klasik masih banyak bersifat perorangan dan tidak
menamakan dirinya sebagai pembaharuan, ingkar as-sunnah modern banyak yang
bersifat kelompok yang terorganisasi dan tokoh-tokohnya banyak yang
mengklaim dirinya sebagai pembaharuan.
Kedudukan hadits tidak cukup hanya berpedoman pada Al-Qur’an dalam melaksanakan
ajaran Islam, tapi juga wajib berpedoman kepada hadits Rasulullah SAW.
Ingkar as-sunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap sunnah Rasul, baik sebagian
maupun keseluruhannya. Mereka membuat metodologi tertentu dalam menyikapi sunnah. Hal
ini mengakibatkan tertolaknya sunnah, baik sebagian maupun keseluruhan.