Anda di halaman 1dari 7

Sumber Hukum Islam (Hadis)

Nama : Alfi Nur Hidayati


NIM : 2220080060
Mata Kuliah : Studi Ushul Fiqih

Dosen Pengampu :
1. Dr. KH. Mujiyo
2. Dr. Saleh Miftahussalam, Mu.D
Pendahuluan
Islam, sebagai agama samawi, tentunya memiliki sumber dan dasar hukum yang
menjadi rujukan bagi para pemeluknya.
Ibarat pada sebuah mobil, yang ketika menjalankannya memerlukan buku
panduan, maka seorang muslim pun memerlukan buku panduan dalam
menjalankan kehidupannya.
Buku panduan utama bagi seorang muslim tentunya adalah Al Qur’an, salah
satu mu’jizat yang di turunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
pedoman bagi umatnya.
Selanjutnya, kedudukan sumber Hukum Islam yang kedua adalah Hadis, karena
Rasulullah SAW memiliki hak untuk menafsirkan apa yang ada dalam AL
Qur’an, maka dari itulah kedudukan Hadis adalah sebagai sumber hukum kedua
setelah Al Qur’an.
Dalil-dalil kehujjahan Hadist
a. Dalil al Qur’an
Banyak sekali ayat-ayat al Qur’an yang memerintahkan untuk patuh kepada
Rasul dan mengikuti sunnahnya, di antaranya :
1. Kewajiban taat kepada Rasul karena mengikuti perintah Allah, seperti yang
tercantum dalam Surat An Nisa ayat 64 :
ِ ‫ُول ِإاَّل لِيُطَا َع بِِإ ْذ ِن هَّللا‬
ٍ ‫َو َما َأرْ َس ْلنَا ِم ْن َرس‬
Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan
seizin Allah.
2. Perintah taat kepada Rasul secara khusus, sebagaimana yang di sebutkan
dalam surat al Hasyr ayat 7 :
 ‫ل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوا‬Yُ ‫َو َما آتَا ُك ُم ال َّرسُو‬
 Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.

b. Dalil Hadis
Hadis yang di jadikan dalil kehujjahan sunnah banyak sekali, di antaranya :
‫َاب هللاِ َو ُسنَّةَ نَبِيِّ ِه‬ ِ ‫ت فِي ُك ْم َأ ْم َري ِْن لَ ْن ت‬
َ ‫م بِ ِه َما ِكت‬Yُْ‫َضلُّوا َما تَ َم َّس ْكت‬ ُ ‫ت ََر ْك‬ 
 “Aku telah tinggalkan kepada kalian dua hal yang jika kalian berpegang teguh
kepadanya tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah dan sunah nabi-Nya.” (HR.
Malik dan Malik )
Dalam hadis ini menjelaskan bahwa kita tidak akan tersesat apabila dalam hidup
ini senantiasa berpegang teguh terhadap al Qur’an dan as Sunnah. Nabi tidak
pernah memerintahkan, kecuali dengan diperintah oleh Allah, dan barang siapa
yang taat kepada Nabi, maka ia pun telah taat kepada Allah.

c. Ijma’ Para Ulama


Para ulam telah bersepakat , bahwa sunnah sebagai salah satu hujjah hukum
Islam setelah al Qur’an . Imam Asy Syafi’i mengatakan ‘’ Aku tidak mendengar
seseorang yang di nilai oleh manusiaatau diri sendiri sebagai orang alim yang
menyalahi kewajiban Allah SWT untuk mengikuti Rasulullah dan berserah diri
atas keputusannya. Allah tidak menjadikan orang setelahnya, kecuali untuk
mengikutinya. Tidak ada perkataan dalam segala kondisi, kecuali berdasarkan
atas Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Dasar lain selain dua dasar tersebut,
harus mengikutinya . Sesungguhnya Allah telah memfardhukan kita, orang-
orang sebelum dan sesudah kita dalam menerima khabar dari Rasulullah SAW.
Tidak ada seorang pun yang berbeda bahwa yang fardhu dan yang wajib telah
menerima khabar dari Rasulullah SAW’’ . Hal ini di sebutkan dalam kitab al
Umm halaman 250 1.

D. PERAN DAN FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QUR'AN

Ditinjau dari segi fungsinya, Hadits (Sunnah) mempunyai hubungan yang


sangat kuat dan erat sekali dengan al-Qur'an. Di antara peran dan fungsi Hadits
terhadap al-Qur'an adalah sebagai berikut:
1. Sebagai Pengukuh (Ta'kid) terhadap Ayat-Ayat al-Qur'an
Sunnah dikaitkan sebagai pengukuh ayat-ayat al-Qur'an apabila makna yang
terkandung di dalamnya sesuai dengan makna yang terkandung di dalam ayat-
ayat al-Qur'an. Nabi saw bersabda:
)‫ ِإ َّن هَّللا لَيُ ْملِي لِلظَّالِ ِم فَِإ َذا َأخَ َذهُ لَ ْم يُ ْفلِ ْتهُ (رواه ابن ماجه‬:‫ل هَّللا ﷺ‬Yُ ‫قَا َل َرسُو‬
"Sesungguhnya Allah menangguhkan (balasan) terhadap orang dzalim. Dan jika
Allah menurunkan balasan-Nya, maka Dia tidak akan melepaskannya."(HR.
Ibnu Majah).
Hadits tersebut sesuai dengan firman Allah Ta'ala:
َ ِ‫َو َك ٰ َذل‬
ٌ‫ك َأ ْخ ُذ َربِّكَ ِإ َذا َأخَ َذ ْالقُ َر ٰى َو ِه َي ظَالِ َمة‬
"Dan begitulah adzab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri yang
berbuat dzalim."(QS. Huud: 102).
Hadits yang berfungsi sebagai pengukuh (penta'kid) ayat-ayat al-Qur'an
jumlahnya banyak sekali, seperti hadits-hadits yang menunjukkan atas wajibnya
shalat, zakat, haji, dan sebagainya.
2. Sebagai Penjelas terhadap Maksud Ayat-Ayat al-Qur'an
Hadits dalam fungsi ini terbagi menjadi beberapa bagian:
a. Menjelaskan Ayat-Ayat Mujmal Hadits
Dalam fungsi ini di antaranya ialah hadits yang menjelaskan segala sesuatu
yang berhubungan dengan ibadah dan hukum-hukumnya, dari segi praktiknya,
syarat, waktu, dan tatacaranya, seperti masalah shalat di mana di dalam al-

1
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadist , (Jakarta : AMZAH, 2012) , hlm.25
Qur'an tidak disebutkan secara rinci tentang bilangan rekaat, waktu, rukun,
syarat, dan sebagainya. Tetapi semua itu dijelaskan oleh Sunnah.

b. Membatasi Lafadz yang Masih Muthlaq dari Ayat-Ayat al-Qur'an


Hadits yang membatasi kemutlakan lafadz dari ayat al-Qur'an ini ialah seperti
hadits-hadits yang menjelaskan tentang lafadz al-yad (tangan) yang terdapat
dalam ayat al-Qur'an:
‫َّارقَةُ فَا ْقطَعُوا َأ ْي ِديَهُ َما‬ Yُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬
"Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah kedua
tangannya."(QS. Al-Maidah: 38).
Bahwa yang dimaksud memotong tangan dalam ayat tersebut adalah tangan
kanan dan pemotongannya adalah sampai pergelangan tangan, tidak sampai
siku.

c. Mengkhususkan Ayat-Ayat al-Qur'an yang Bersifat Umum


Hadits dalam kategori ini ialah seperti hadits yang mengkhususkan makna
zalim dalam firman Allah Ta'ala:
َ‫الَّ ِذينَ آ َمنُوا َولَ ْم يَ ْلبِسُوا ِإي َمانَهُ ْم بِظُ ْل ٍم ُأو ٰلَِئكَ لَهُ ُم اَأْل ْمنُ َوهُ ْم ُم ْهتَ ُدون‬
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur-adukkan iman mereka
dengan kezaliman."(QS. Al-An'am: 82).
Bahwa yang dimaksud zalim pada ayat tersebut adalah menyekutukan Allah.
Peristiwanya ialah sewaktu ayat tersebut turun, sebagian sahabat mengira
bahwa yang dimaksud zalim pada ayat tersebut ialah zalim dalam arti umum,
sehingga dia berucap, "Siapakah di antara kita yang tidak zalim?" Kemudian
Nabi saw menjawab, "Bukan itu yang dimaksud, tetapi yang dimaksud zalim
pada ayat itu ialah menyekutukan Allah (syirik)."

d. Menjelaskan Makna Lafadz yang Masih Tidak Jelas (kabur)


Di antaranya ialah seperti hadits yang menjelaskan makna dua lafadz "al-
khaithu" dalam firman Allah Ta'ala:

‫ َحتَّ ٰى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ْالخَ ْيطُ اَأْل ْبيَضُ ِمنَ ْالخَ ي ِْط اَأْل ْس َو ِد ِمنَ ْالفَجْ ِر‬Y‫ۖ َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا‬
“Dan makan minumlah kamu hingga jelas bagimu benang putih dari benang
hitam. Yaitu fajar."(QS. Al-Baqarah: 187).
Peristiwanya ialah sebagian sahabat ada yang mengira bahwa yang dimaksud
benang dalam ayat itu ialah tali yang berwarna hitam dan putih. Kemudian
Nabi saw menjelaskan bahwa yang dimaksud ialah terbitnya fajar.
3. Menetapkan Hukum yang Tidak Disebutkan dalam al-Qur'an
Contoh sunnah semacam ini banyak sekali, seperti hadits hadits yang
menetapkan hukum haram mengawini (poligami) seorang perempuan beserta
bibinya, riba fadhal, dan makan daging himar piaraan .
4. Menghapus Ketentuan Hukum dalam al-Qur'an
Hadits juga berfungsi menghapus (menasakh) ketentuan hukum dalam al-
Qur'an, di antaranya ialah seperti hadits:
َّ ِ‫ْت َأبَا ُأ َما َمةَ ْالبَا ِهل‬
‫ي‬ ُ ‫ش َح َّدثَنَا ُش َرحْ بِي ُل بْنُ ُم ْسلِ ٍم ْال َخوْ اَل نِ ُّي َس ِمع‬
ٍ ‫ار َح َّدثَنَا ِإ ْس َم ِعي ُل بْنُ َعيَّا‬
ٍ ‫َح َّدثَنَا ِه َشا ُم بْنُ َع َّم‬
‫َاع ِإ َّن هَّللا َ قَ ْد َأ ْعطَى ُك َّل ِذي‬ ْ
ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل فِي ُخطبَتِ ِه عَا َم ِح َّج ِة ْال َود‬ َ ِ ‫ْت َرسُو َل هَّللا‬ ُ ‫يَقُو ُل َس ِمع‬
‫ث‬
ٍ ‫ار‬ ِ ‫ق َحقَّهُ فَاَل َو‬
ِ ‫صيَّةَ لِ َو‬ ٍّ ‫َح‬
Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin 'Ammar; telah menceritakan
kepada kami Isma'il bin 'Ayyasy; telah menceritakan kepada kami Syurahbil bin
Muslim Al Khaulani, aku mendengar Abu Umamah Al Bahili, ia berkata; "Aku
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda pada saat khutbah
haji wada': 'Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah memberi masing-
masing orang haknya, maka tidak ada harta wasiat bagi ahli waris.'"
Hadits tersebut menghapus ketentuan hukum dalam al-Qur'an tentang
diperbolehkannya wasiat kepada ahli waris, baik kepada kedua orang tua, atau
kerabat-kerabat waris waris lainnya, sebagaimana firman Allah Ta'ala:

َ‫ُوف ۖ َحقًّا َعلَى ْال ُمتَّقِين‬


ِ ‫صيَّةُ لِ ْل َوالِ َدي ِْن َواَأْل ْق َربِينَ بِ ْال َم ْعر‬
ِ ‫ت ِإ ْن تَ َركَ خَ ْيرًا ْال َو‬
ُ ْ‫ض َر َأ َح َد ُك ُم ْال َمو‬
َ ‫ب َعلَ ْي ُك ْم ِإ َذا َح‬
َ ِ‫ُكت‬
"Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-
tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapa
dan karib kerabatnya secara ma'ruf (ini adalah) kewajiban atas orang-orang
yang bertakwa."(QS. Al Baqarah: 180).
PENUTUP
Kedudukan Hadis sebagai sumber hukum kedua setelah al Qur’an memang
nyata adanya dan tak dapat di pungkiri oleh siapapun. Karena Hadis dan al
Qur’an saling melengkapi satu sama lainnya.
Oleh karena itu, kehujjahan Hadis sebagai sumber hukum dan syari’at dalam
agama Islam sangatlah penting. Karena Hadis mencakup banyak sekali hukum-
hukum syariat baik berupa hadis ahkam maupun hadis-hadis yang berkaitan
dengan mu’amalah dan lain sebagainya.
Wallahu a’lam bis showab.

Anda mungkin juga menyukai