Dosen Pengampu :
1. Dr. KH. Mujiyo
2. Dr. Saleh Miftahussalam, Mu.D
Pendahuluan
Islam, sebagai agama samawi, tentunya memiliki sumber dan dasar hukum yang
menjadi rujukan bagi para pemeluknya.
Ibarat pada sebuah mobil, yang ketika menjalankannya memerlukan buku
panduan, maka seorang muslim pun memerlukan buku panduan dalam
menjalankan kehidupannya.
Buku panduan utama bagi seorang muslim tentunya adalah Al Qur’an, salah
satu mu’jizat yang di turunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
pedoman bagi umatnya.
Selanjutnya, kedudukan sumber Hukum Islam yang kedua adalah Hadis, karena
Rasulullah SAW memiliki hak untuk menafsirkan apa yang ada dalam AL
Qur’an, maka dari itulah kedudukan Hadis adalah sebagai sumber hukum kedua
setelah Al Qur’an.
Dalil-dalil kehujjahan Hadist
a. Dalil al Qur’an
Banyak sekali ayat-ayat al Qur’an yang memerintahkan untuk patuh kepada
Rasul dan mengikuti sunnahnya, di antaranya :
1. Kewajiban taat kepada Rasul karena mengikuti perintah Allah, seperti yang
tercantum dalam Surat An Nisa ayat 64 :
ِ ُول ِإاَّل لِيُطَا َع بِِإ ْذ ِن هَّللا
ٍ َو َما َأرْ َس ْلنَا ِم ْن َرس
Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan
seizin Allah.
2. Perintah taat kepada Rasul secara khusus, sebagaimana yang di sebutkan
dalam surat al Hasyr ayat 7 :
ل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُواYُ َو َما آتَا ُك ُم ال َّرسُو
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.
b. Dalil Hadis
Hadis yang di jadikan dalil kehujjahan sunnah banyak sekali, di antaranya :
َاب هللاِ َو ُسنَّةَ نَبِيِّ ِه ِ ت فِي ُك ْم َأ ْم َري ِْن لَ ْن ت
َ م بِ ِه َما ِكتYَُْضلُّوا َما تَ َم َّس ْكت ُ ت ََر ْك
“Aku telah tinggalkan kepada kalian dua hal yang jika kalian berpegang teguh
kepadanya tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah dan sunah nabi-Nya.” (HR.
Malik dan Malik )
Dalam hadis ini menjelaskan bahwa kita tidak akan tersesat apabila dalam hidup
ini senantiasa berpegang teguh terhadap al Qur’an dan as Sunnah. Nabi tidak
pernah memerintahkan, kecuali dengan diperintah oleh Allah, dan barang siapa
yang taat kepada Nabi, maka ia pun telah taat kepada Allah.
1
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadist , (Jakarta : AMZAH, 2012) , hlm.25
Qur'an tidak disebutkan secara rinci tentang bilangan rekaat, waktu, rukun,
syarat, dan sebagainya. Tetapi semua itu dijelaskan oleh Sunnah.
َحتَّ ٰى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ْالخَ ْيطُ اَأْل ْبيَضُ ِمنَ ْالخَ ي ِْط اَأْل ْس َو ِد ِمنَ ْالفَجْ ِرYۖ َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا
“Dan makan minumlah kamu hingga jelas bagimu benang putih dari benang
hitam. Yaitu fajar."(QS. Al-Baqarah: 187).
Peristiwanya ialah sebagian sahabat ada yang mengira bahwa yang dimaksud
benang dalam ayat itu ialah tali yang berwarna hitam dan putih. Kemudian
Nabi saw menjelaskan bahwa yang dimaksud ialah terbitnya fajar.
3. Menetapkan Hukum yang Tidak Disebutkan dalam al-Qur'an
Contoh sunnah semacam ini banyak sekali, seperti hadits hadits yang
menetapkan hukum haram mengawini (poligami) seorang perempuan beserta
bibinya, riba fadhal, dan makan daging himar piaraan .
4. Menghapus Ketentuan Hukum dalam al-Qur'an
Hadits juga berfungsi menghapus (menasakh) ketentuan hukum dalam al-
Qur'an, di antaranya ialah seperti hadits:
َّ ِْت َأبَا ُأ َما َمةَ ْالبَا ِهل
ي ُ ش َح َّدثَنَا ُش َرحْ بِي ُل بْنُ ُم ْسلِ ٍم ْال َخوْ اَل نِ ُّي َس ِمع
ٍ ار َح َّدثَنَا ِإ ْس َم ِعي ُل بْنُ َعيَّا
ٍ َح َّدثَنَا ِه َشا ُم بْنُ َع َّم
َاع ِإ َّن هَّللا َ قَ ْد َأ ْعطَى ُك َّل ِذي ْ
ِ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل فِي ُخطبَتِ ِه عَا َم ِح َّج ِة ْال َود َ ِ ْت َرسُو َل هَّللا ُ يَقُو ُل َس ِمع
ث
ٍ ار ِ ق َحقَّهُ فَاَل َو
ِ صيَّةَ لِ َو ٍّ َح
Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin 'Ammar; telah menceritakan
kepada kami Isma'il bin 'Ayyasy; telah menceritakan kepada kami Syurahbil bin
Muslim Al Khaulani, aku mendengar Abu Umamah Al Bahili, ia berkata; "Aku
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda pada saat khutbah
haji wada': 'Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah memberi masing-
masing orang haknya, maka tidak ada harta wasiat bagi ahli waris.'"
Hadits tersebut menghapus ketentuan hukum dalam al-Qur'an tentang
diperbolehkannya wasiat kepada ahli waris, baik kepada kedua orang tua, atau
kerabat-kerabat waris waris lainnya, sebagaimana firman Allah Ta'ala: