Sumber Ajaran Islam, sumber ajaran Islam adalah sumber nilai dan norma-norma
yang terkandung didalam agama Islam, bukan hanya “sumber hukum dalam Islam” saja.
Hukum hanyalah sebuah sebagian dari norma-norma atau kaidah-kaidah yang terkandung
didalam agama Islam selain kaidah yang lainnya seperti norma sosial dan masyarakat. Agama
Islam pun juga mengandung nilai-nilai asasi (fundamental values), seperti akidah dan
tasawuf.
Sumber nilai dan norma yang terkandung di dalam agama Islam ada dua, yakni
sumber yang berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Di samping dari kedua hal tersebut, ada
pula sumber tambahan, yaitu Ijtihad. Ijtihad adalah sebuah usaha yang bersungguh-sungguh
yang sebenarnya usaha ini bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari
ilmu yang tidak dibahas didalam Al-Qur’an maupun Hadits dengan menggunakan akal yang
sehat dan pertimbangan yang matang. Sumber nilai dan norma yang terkandung didalam
Islam tersebut dapat kita pahami dari firman Allah Subhanahu wata'ala. dalam QS. An-Nisa’
(4) ayat 59 berikut.
َواُو ِﻟﻰْ ْاﻻََ ْﻣْ ِﻣ ْﻧﻛُ ْْم ﻓَﺎ ِْنْ ﺗَﻧَﺎزَ ْﻋﺗ ُْْم ٰﯾْٓﺎَﯾﱡ َﮭﺎ اﻟﱠ ِذ ْﯾنَْ ٰا َﻣﻧُ ْْٓوا ا َ ِط ْﯾﻌُوا َﷲْ َوا َ ِط ْﯾﻌُواْ ﱠ
ْاﻟر ُﺳ ْو َل
ِْر
َْﺗُؤْ ِﻣﻧُ ْونَْ ِﺑﺎ¾ِْ َوا ْﻟﯾَ ْو ِمْ ٰ ْاﻻ ِﺧ ِْر ٰذ ِﻟك ﻓِ ْﻲْ َﺷ ْﻲءْ ﻓَ ُرد ْﱡوهُْ اِﻟَﻰ ِﷲْ َو ﱠ
ْاﻟر ُﺳ ْو ِلْ ا ِْنْ ُﻛ ْﻧﺗ ُ ْم
٩٥ْ-َْْْْْْﺧﯾْرْْْ ﱠواَﺣْ َﺳ ُنْﺗَﺄ ْ ِوﯾ ًْﻼ
Artinya:” Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku
atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu.
Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.”
Dari lampiran ayat tersebut, kita mendapatkan bahwa sistematika sumber nilai dan
norma yang berada didalam agama Islam sebagai berikut.
1. Al-Qur’an ialah undang-undang dasar agama Islam yang bersumber dari Allah
Subhanahu wata'ala.
2. As-Sunnah ialah undang-undang agama Islam yang bersumber dari Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
3. Ijtihad ialah peraturan agama Islam atau kaidah-kaidah hukum yang dirumuskan oleh
muslim yang berilmu.
Sistematika yang sama juga diperoleh dari riwayat Hadits dari Mu’adz bin jabal yang
hendak diutus oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk menanggung jabatan
Qadli (hakim) di Yaman. Pada saat itu, terjadi percakapan antara Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam dengan Mu’adz.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: ”Bagaimana cara kamu
memecahkan masalah di Yaman ?” Mu’adz pun menjawab: aku akan memutus
dengan kitabullah (Al-Qur’an). Rasul bertanya kembali: ”jika tidak terdapat
(ketentuannya) dalam kitabullah?" Mu’adz menjawab: maka menjawab dengan
Sunnah Rasulullah. Rasul bertanya kembali: “jika tidak terdapat dalam Sunnah
Rasul?” Mu’adz menjawab: aku akan berijtihad (berusaha keras) dengan pendapatku
dan aku tidak akan berlebihan. Rasulullah menepuk dada Mu’adz seraya bersabda:
“Segala puji bagi Allah yang telah merestui utusan Rasulullah untuk sesuatu yang
telah diridhai Allah dan Rasulnya”.
Komposisi-komposisi sumber nilai dan norma yang di atas dapat dikategorikan
menjadi dua jenis, yaitu dalil naqli dan dalil aqli. Dalil naqli adalah dalil yang bersumberkan
dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sedangkan Dalil aqli adalah pemikiran yang berasal dari akal
manusia atau Ijtihad.
D. Ijtihad
Ijtihad secara bahasa merupakan bersungguh-sungguh atau mencurahkan segala
dayanya dalam berusaha. Dan secara istilah atau secara terminologi, ijtihad berarti
pengerahan segenap kemampuan oleh mujtahid dalam memutuskan sesuatu perkara yang
tidak dibahas di didalam Al-Qur’an dengan menggunakan pemikiran yang sehat dan
pertimbangan yang matang.
Dan dari definisi tersebut, dapat diambil sebuah tiga kesimpulan sebagai berikut.
1. Sesorang pelaku ijtihad adalah seorang ahli fikih atau hukum islam (faqih).
2. Hal-hal yang ingin dicapai oleh pelaku ijtihad adalah hukum syar’i, yaitu hukum
islam yang benar-benar berhubungan dengan tingkah laku dan perbuatan orang
dewasa.
3. Status hukum syar’i yang dihasilkan oleh ijtihad adalah zany.
Para ulama bersepakat ahwa ijtihad dibenarkan jika dilakukan oleh yang memenuhi
persyaratan dan dilakukan di medannya, yakni majadul ijtihad. Medan ijtihad meliputi hal-
hal sebagai berikut ini.
1. Masalah-masalah baru yang hukumnya belum ditegaskan oleh nash Al-Qur’an
dan Sunnah secara jelas.
2. Nash-nash zany dan dalil-dalil hukum yang masih diperselisihkan.
3. Hukum Islam yang ta’aqquly atau yang kausalitas hukumnya atau illat-nya
diketahui mujtahid.
Ijtihad hanyalah diperbolehkan bagi orang-orang yang telah memenuhi syarata
sebagai seorang mujtahid. Syarat-syarat tersebut sebagai berikut.
1. Telah menguasai bahasa Arab untuk dapat memahami Al-Qur’an dan hadits yang
bertuliskan bahasa Arab.
2. Sudah mengetahui isi dan sistem dari hukum Al-Qur’an serta ilmu-ilmu ubtuk
memahami Al-Qur’an.
3. Mengetahui hadits-hadits dan ilmu hadits yang berkenaan dengan pembentukan
hukum.
4. Telah menguasai sumber-sumber hukum islam dan cara menarik garis-garis
hukum dari sumber hukum islam.
5. Mengetahui dan menguasai kaidah-kaidah fikih (qawa’id al fiqhiyyah).
6. Mengetahui rahasia dan tujuan-tujuan dari hukum Islam.
7. Menjadi seseorang yang jujur dan ikhlas.
Dalam berijtihad, metode-metode yang disepkati oleh kebanyakan para ulama adalah
ijmak dan qiyas. Ijmak atau consensus/kesepakatan adalah kesesuaian pendapat para ahli
mengenai suatu masalah pada suatu tempat tertentu masa, sedangkan qiyas dari segi bahasa
adalah menyamakan sesuatu dengan hal yang lain. Dan secara istilah berarti menyamakan
hukum suatu hal yang tidak disebut oleh nash dengan sesuatu yang sudah disebut karena
persamaan illat-nya.
Metode ijtihad yang masih diperselisihkan adalah istihsan atau memandang dan
meyakini baik sesuatu, istishab atau membandingkan sesuatu, al-mashlahahal-musrsalah
atau mencapai kebaikan menolak kerusakan, urf atau kebiasaan mayoritas umat, dan
sebagainya.
Disamping istilah ijtihad, ada juga beberapa istilah yang terkait dengan ijtihad,
sebagai berikut ini.
1. Taqlid
Taqlid adalah beramal bedasarkan pendapat orang lain tanpa bedasarkan dalil atau
mengetahui dalil tersebut.
2. Ittiba’
Ittiba’ adalah mengamalkan pendapat orang lain dengan mengetahui daililnya.
Menurut beberapa ulama, istilah ini termasuk dikategori Taqlid.
3. Talfiq
Talfiq adalah beramal dalam suatu maslah yang atas berdasarkan hukum yang
terdiri atas gabungan dua mazhab atau lebih. Menurut sebagian ulama, kategori ini
diperbolehkan karena tidak ada nash atau Al-Qur’an dan hadits.
Hanya saja, didalam hal-hal yang menyangkut kemasyarakatan, hukum yang berlaku
hanyalah mazhab pemerintah atau pendapat yang diundangan pemerintah melalui perundang-
undangan. Hal ini pun dimaksudkan untuk keseragamaan dan demi menghindari adanya
kesimpangsiuran. Hal ini pun sejalan dengan kaidah-kaidah keputusan oleh pemerintah yang
mengikat atau wajib dipatuhi dan akan menyelesaikan persengketaan.