Anda di halaman 1dari 23

ISLAM SEBEGAI JALAN HIDUP

A. PENGERTIAN ISLAM, TUJUAN ISLAM DAN FUNGSI ISLAM


Pengertian islam secara etimologis Kata “Islam” berasal dari: salima yang

artinya selamat. Dari kata itu terbentuk aslama


َ(‫أ َ ۡسلَ َم‬ ) yang artinya

menyerahkan diri atau tunduk dan patuh. Sebagaimana firman Allah SWT dalam
surat Al Baqarah ayat 112:
ٌَۡ ََ َ َ ۡ َ ََ ٞ ۡ َ ‫ه‬ َ ۡ َ َ َۡ ۡ َ ََ
َ‫سن َفلهَۥَ َأجرهَۥ َعَند َرب َ َهَۦ َوَل َخوف‬ َ َ
َ ‫ل ىَمن َأسلم َوجههَۥ َ َّلِلََوهو َُم‬ََ ‫ب‬

َ ََۡ ۡ ََ ۡ َۡ َ
َ َ١١٢َ‫علي َهمَوَلَهمََيزنون‬

(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada


Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi
Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati

Pengertian secara Terminologis adalah Secara terminologis (istilah,


maknawi) dapat dikatakan Islam adalah agama wahyu dengan inti ajarannya
adalah tauhid atau keesaan Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Saw sebagai Nabi dan Rasul yang terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, di
mana pun dan kapan pun atau mencakup keseluruhan dimensi ruang dan
waktu, ajaran yang disampaikan meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.
B. SUMBER AJARAN ISLAM
Sumber Ajaran Islam adalah al-Quran dan as-Sunnah al-Maqbullah.
Pemahaman terhadap kedua sumber tersebut dilakukan secara komprehensif
inrtegralistik melalui pendekatan bayani, burhani dan irfani dalam suatu
hubungan yang bersifat spiral.
Sumber hukum Islam adalah wahyu Allah SWT yang dituangkan di
dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul. Jika kita telaah ayat-ayat Al-Quran yang
berhubungan dengan hukum, ternyata ayat- ayat yang menunjukkan hukum-
hukum yang agak terperinci hanyalah mengenai hukum ibadat dan hukum
keluarga. Adapun hukum-hukum dalam arti luas, seperti masalah kebendaan,
ekonomi, perjanjian, kenegaraan, tata negara dan hubungan internasional, pada
umumnya hanya merupakan pedoman-pedoman dan garis besar. Penegasan AI-
Qur'an terhadap Sunnah Rasul dalam beberapa ayat, ditujukan agar Sunnah
Rasul dapat menjadi perantara dan penjelas untuk dapat memahami ayat-ayat
yang global tersebut. Rasulullah telah menjadi uswatun hasanah dalam
melaksanakan ajaran Al-Qur'anulkarim (QS, 33:2 I, 16:44 ).
Selain itu, jika kita telaah tentang hadits Mu'adz ibn Jabal, disana
dijelaskan bahwa Rasulullah memberi izin kepada Mu'adz untuk berijtihad dalam
hal-hal yang tidak terdapat secara jelas dalam nash Al-Qur'an dan Sunnah. Hal
ini menunjukkan pula bahwa dalam masalah-masalah yang tidak disebutkan
dalam nash secara terperinci menjadi bidang ijtihad yang sangat Juas. Pada
dasamya berijtihad dengan ra'yu merupakan usaha memahami nash-nash AI-
Qur'an dan Sunnah Rasul.
AI-Qur'an sebagai Sumber Ajaran Islam
1. Pengertian Al-Qur'an
Mengenai pengertian Al-Qur'an ini cukup banyak dan berbedabeda dalam
pengungkapannya. Ada yang menambahnya dengan keterangan membacanya
menjadi ibadah, dan ada pula yang menambahnya dengan keterangan yang
diriwayatkan dari Nabi Saw. secara mutawatir. Sebagian ulama ada yang
menambahnya dengan kata-kata yang mengandung mu 'jizat. Tetapi, pada
prinsipnya terdapat persamaan mengenai pengertian AJ-Qur'an, yaitu KalamuJlah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Pengertian tersebut, sejalan
dengan apa yang dikemukakan oleh Fazlur Rahman. Menurutnya, Al Quran adalah
firman Tuhan (Allah SWT) ( 1994:32).
Kata AI-Qur'an secara lughawi, merupakan bentuk kata yang
muradifdengan kata Al-Qira'ah, yaitu bentuk mashdar darifi 'if madhi 'qara 'a·,
yang berarti bacaan. Arti qara 'a lainnya ialah mcngumpulkan atau menghimpun,
menghimpun huruf dan kata-kata dalam suatu ucapan yang tersusun rapih.
Sedangkan arti qara 'a dalam arti mashdar. (infinitif) seperti di atas, disebut

َ َ ۡ ۡ ‫َ َ َ َ ۡ ََ َ ه‬
dalam firman Allah SWT surat Al-Qiyamah, ayat 17-18 yang artinya:
َ َۡ َ ‫ه‬
َ ‫ََفإَذاَقرأنه‬١٧َ‫نَ َعل ۡي َناََج َعهَۥَ َوق ۡر َءانهَۥ‬
َ َ١٨َ‫َفٱتب َ َعَقرءانهَۥ‬ َ َ‫إ‬
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan
(membuatmu pandai) membacanya; Apabila Kami telah selesai
membacakannya maka ikutilah bacaannya itu”

Pada beberapa ayat yang lain, AI-Qur'an disebut pula dengan, nama yang
lain, di antaranya: Al-Furqan; AI-Haqq; AI-Hikmah; Alhuda; AI-Syija; A/-D:;ikru.
Kemudian, istilah AI-Qur'an disebut dalam QS AI-Baqarah ayat 185 dan ayat 77
dari QS AI-Waqi'ah; disebut AIKitab pada QS AI-Baqarah ayat 2, dan QS AI-An'am
ayat 38; Al-Dzikr pada QS AI-Anbiya ayat 50; AI-Furqan pada QS AI-Furqan ayat
11. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa AI-Qur'an mempunyai lebih
dari 90 nama.
Kata Al-Qur'an yang secara harfiah berarti 'bacaan sempurna', menurut
Quraish Shihab ( 1996:3 ), merupakan suatu nama pilihan Allah SWT yang
sungguh tepat, karena tidak satu bacaan pun sejak manusia mengenal tulis baca
lima ribu tahun yang dapat menandingi AI-Qur'an, bacaan sempuma lagi mulia
itu. Al-Qur'an merupakan bacaan yang paling banyak dibaca oleh manusia hingga
ratusan juta orang.

2. Turunnya Al-Qur'an
Kitab suci Al-Qur'an diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi
Muhammad Saw, lebih kurang selama 23 tahun. Terbagi dalam surat-surat yang
semuanya berjumlah 114, dengan panjang yang sangat bcragam. Ayat-ayat dari
surat-surat yang terdahulu mengandung momen psikologis --meminjam istilah
Fazlur Rahman-yang dalam dan kuat luar biasa, serta memiliki sifat-sifat seperti
ledakan vulkanis yang disingkat tapi kuat. Surat-surat Makiyyah adalah yang
paling awal, dan termasuk surat-surat pendek. Baru pada surat-surat Madaniyyah,
makin lama surat-surat tersebut makin panjang.
Mengenai tingkatan signifikansi dan pemungsian apa yang biasanya dan
secara amat umum kita sebut Al-Qur'an, Arkoun (1996:59), menjelaskannya
sebagaimana sebagai berikut:

Melalui gambar di atas, Arkoun memotret gerakan yang oleh Tuhan


dijadikan sarana untuk mewahyukan sebagian dari Kitab Langit kepada umat
manusia pada simbolik dan jalur vertikal "turunnya" wahyu dan kembali naik
menuju transendensi. Pada jalur horizontal, jalur sejarah duniawi, operasi-operasi
manusiawi berangkat dari wacana Al-Qur'an (pengucapan-pengucapannya lisan
oleh Nabi pada saat-saat wahyu diturunkan, asbab al-nuzzul, yang tidak
semuanya diriwayatkan secara benar) menuju corpus resmi yang tertutup,
kemudian menuju corpus penafsiran, yaitu sejumlah ulasan yang ditulis oleh
berbagai komentator. Para komentator ini berusaha untuk mencerahi perilaku
umat manusia melalui jalur sejarah duniawi di dunia ini (al-dunya). Jadi, sejarah
duniawi sepenuhnya dihidupi sebagai suatu jalur menuju dunia lain (al-akhirat),
setelah mengalami kebangkitan dari kematian dan hari pengadilan. Umat manusia
kembali kepada Tuhan dalam bentuk ini sejalan dengan rencana yang
diwahyukan dalam Al-Qur'an.
Tujuan Al-Qur'an diturunkan adalah untuk menegakkan tata masyarakat
yang adil berdasarkan etika. Tujuan ini sejalan dengan semangat dasar Al-Qur'an
itu sendiri, sebagaimana dikemukakan Fazlur Rahman (1994:34), yaitu semangat
moral, yang menekankan monotheisme serta keadilan sosial. Quraish Shihab
mengemukakan tujuan dari Al-Qur'an diturunkan yakni sebagai berikut:
a. Untuk membersihkan akal dan menyucikan jiwa dari bentuk syirik serta
memantapkan keyakinan tentang keesaan yang sempuma bagi Tuhan seru
sekalian alam, keyakinan yang tidak semata-mata sebagai suatu konsep
teologis, tetapi falsafah hidup dan kehidupan umat manusia.
b. Untuk mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, yakni bahwa umat
manusia merupakan umat yang seharusnya dapat bekerja sama dalam
pengabdian kepada Allah SWT dan pelaksanaan tugas kekhalifahan.
c. Untuk menciptakan persatuan dan kesatuan bukan saja antar suku atau
bangsa, tetapi kesatuan alam semesta, kesatuan kehidupan dan akhirat,
natural dan supranatural, kesatuan ilmu, iman, dan rasio, kesatuan kebenaran,
kesatuan kepribadian, manusia, kesatuan kernerdekaan dan determinasi,
kesatuan sosial, politik dan ekonomi, dan kesemuanya berada di bawah satu
keesaan, yaitu keesaan Allah SWT.
d. Untuk mengajak manusia berfikir dan bekerjasama dalam bidang kehidupan
bermasyarakat dan bemegara melalui musyawarah dan mufakat yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan.
e. Untuk membasmi kemiskinan material dan spiritual, kebodohan, penyakit dan
penderitaan hidup, serta pemerasan manusia atas manusia, dalam bidang
sosial ekonomi, politik, dan juga agama.
f. Untuk memadukan kebenaran dan keadilan dengan rahmat dan kasih sayang,
dengan menjadikan keadilan sosial sebagai landasan pokok kehidupan
masyarakat manusia.
g. Untuk memberi jalan tengah antar falsafah monopoli kapitalisme dengan
falsafah kolektif komunisme, menciptakan ummat wassathan yang menyeru
kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran.
h. Untuk menekankan peranan ilmu dan teknologi. Guna menciptakan satu
peradaban yang sejalan dengan jati diri manusia, dengan panduan dan paduan
Nur Ilahi ( 1996: 12-13).
Adapun mengenai ayat-ayat yang mula-mula diturunkan ialah surat Al-
Alaq ayat J-5. Ayat ini diikuti oleh ayat-ayat selanjutnya yang menekankan kepada
pentingnya tauhid, dan suruhan dakwah kepada Nabi agar menyampaikan Allah
kepada ummatnya. Sedangkan mengenai ayat yang terakhir turun menurut
pendapat yang masyhur ialah Surat AI-Maidah ayat 3. Tetapi, menurut pendapat
lainnya dengan disertai alasan yang kuat, ayat yang terakhir turun lebih kurang 9
hari sebelum Rasulullah Saw wafat. Sedang Surat Al-Mamah ayat 3, turun saat
Nabi melaksanakan Haji Wada', lebih kurang setahun sebelum beliau wafat. Surat
Al-Maidah ayat 3, mengandung arti bahwa Allah telah menyempumakan
agamanya, tetapi tidak berarti merupakan ayat yang terakhir diturunkan kepada
Nabi.
3. Kandungan Al-Qur'an
Al-Quran memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah
satu diantaranya adalah bahwa AI-Qur'an merupakan kitab yang otentisitasnya
dijamin dan dipelihara oleh Allah. Al-Quran menjelaskan dalam salah satu
ayatnya, "Kami yang menurunkan Al Quran dan Kamilah yang memeliharanya"
(QS 15:19). Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam mempunyai satu sendi utama
yang esensial. Ia berfungsi memberi petunjuk ke jalan sebaik-baiknya. Allah
berfinnan, "Sesungguhnya AI-Qur'an ini memberi petunjuk menuju ja/an yang
sebaiknya" (QS 17; 19). Selanjutnya, sebelum Iebih rinci lagi menguraikan isi
kandungan Al-Qur'an, di sini dikemukakan mengenai pengaruh dan pembaharuan
yang diciptakan oleh AI-Qur'an dalam sejarah kehidupan umat manusia, yang
dikemukakan oleh Mohammad Abdul Adhim Zarqoni. Beliau merinci perubahan-
perubahan itu dalam sepuluh macam bi dang, yaitu sebagai berikut: (1) Perbaikan
aqidah; (2) Perbaikan ibadah; (3) Pembaharuan akhlak; (4) Perbaikan
masyarakat; (5) Perbaikan politik ketatanegaraan; (6) Perbaikan lapangan
ekonomi; (7) Perbaikan kedudukan kaum wanita; (8) Perbaikan peperangan; (9)
Memberantas perbudakan; dan (10) Memerdekaan aka] dan fikiran (Taufiqullah,
1991 :39).
Kemudian, mengenai isi kandungan Al-Qur'an, pada garis besamya
memuat antara Iain: aqidah; syariah ('ibadah dan muamalah); akhlak; kisah-kisah
masa lampau; berita-berita yang akan datang; dan pengetahuan-pengetahuan
illahi penting lainnya. Sisi kandungan tersebut, juga dipertegas oleh pendapat
Taufiqullah (1991:42), yang menurutnya di antara bahwa isi dan kandungan Al-
Quran itu ialah menangani soal-soal aqidah; ibadah; hukum; akhlak; kisah-kisah;
janji-janji; dan rasio.

4. Ayat-ayat tentang AI-Qur'an


Maulana Muhammad Ali, menyebutkan bahwa kata AI-Qur'an berulang-
ulang disebutkan dalam kita suci itu sendiri (2: 185; 10:37, 61: 17: 106, dan
sebagainya), yang menguraikan pula kepada siapa, bilamana, dalam bahasa apa,
bagaimana, dan mengapa Al-Qur'an itu diturunkan (1997:13). Kemudian dalam
hal penulisan perlu dikemukakan di sini, bila kita temukan petikan ayat dari surah
Al-Quran dengan tanda (umpamanya sebagai berikut) "44:3", itu artinya: petikan
itu dari Al-Qur'an surah 44 (yakni surah ad-Dukhan) ayat ke 3.
Selanjutnya dapat dilihat ayat-ayat tentang Al-Qur'an secara lebih rinci
91:1; 2:23-24; 10:37-40; 11:13; 17:88; 2:185; 25:33; 16:64; 4:82; 29:56; 10:57;
17:82; 41:44; 2:41; 89:101; 6:93; 35:31; 17:105; 28:52; 46:12; 5:48; 10:37;
15:9; 56:77-78; 85:21-22; 17:106; 25:32; dan 75: 17. Selain teknik penulisan di
atas, ada pula yang menggunakan angka Romawi. Model penulisan di atas , yaitu
menggunakan tanda "titik dua" di antara angka-angka arab di atas sudah biasa
digunakan.
Mengenai penulisan dengan angka Romawi, seperti dicontohkan Taufiq
Adnan Amal dan S.R Panggabean, dalam bukunya Tafsir Kontekstual Al-Quran.
Berikut ini contoh penggunaannya dalam kalimat, ketika menjelaskan tentang Al-
Quran, menurutnya Al-Quran adalah dokumen untuk manusia. Ia juga (Al-Quran)
menyebut dirinya sebagai petunjuk bagi manusia--hudan li al-nas (II: l 85)11:3-4,
138) serta berbagai julukan lainnya yang senada dalam ayat-ayat lain (1992:34).
5. Sistem Syariah Al-Qur'an
Berdasarkan doktrin Islam, syariah bersumber dari Allah SWT yang
disampaikan Allah SWT kepada manusia dengan perantaraan Rasul-Nya
(Taufiqullah, J 991 :47). Mengenai arti syariah dapat ditemukan Iangsung dalam
firman Allah SWT, yang artinya sebagai berikut: "Kemudian Kami jadikan engkau
(Muhammad) menjalani Syariah (hukum) dalam seliap urusan, maka turutilah
ketentuan itu, dan janganlah engkau turuti keinginan orang-orang yang tidak tahu
"(QS AI-Jatsiyah: 18).
Oleh karena hukum Allah dan perundang-undangan yang datang dari
Allah SWT, Tuhan Yang Maha sempuma, maka pasti pula hukum dan perundang-
undangan-Nya sempuma pula. Pencipta perundang-undangan itu berkehendak
agar manusia teratur dan tertib dalam kehidupannya. Jni dimaksudkan semata-
mata untuk kebahagiaan lahir batin manusia. Tanpa meremehkan rasio manusia,
tetapi pada kenyataannya karya-karya manusia terlalu nisbi. Berikut ini
dikemukakan ciri-ciri syariah AI-Qur'an yang dikemukakan Taufiqullah ( 1991 :48)
yaitu sebagai berikut:
a. Al-Quran memberikan prinsip-prinsip umum tanpa mendetail dalam hal-hal
yang mengatur ketergantungan manusia sesamanya dan antar manusia
dengan alam, sehingga menjadikan fleksibelnya ajaran Islam untuk menuntun
manusia yang hidup dalam berbagai ras dan bangsa serta sepanjang masa.
Prinsip yang merupakan keharusan bagi suatu ajaran yang bersifat universal
dan eternal (abadi).
b. AI-Qur'an mengadakan peraturan-peraturan terperinci dalam hal-hal yang
tidak terpengaruh oleh perkembangan masyarakat manusia. Misalnya ayat-
ayat yang berhubungan dengan hukum waris, wudlu dan tayamum.
Selanjutnya, mengenai prinsip syariah Al-Qur'an, Taufiqullah (1991 :49),
mengemukakan sebagai berikut:
a. Tidak memberatkan. Dasamya ialah finnan Allah SWT sebagai berikut: Allah
tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kemampuannya (QS
AI-Baqarah:286). Kami tidak menurunkan Al-Qur'an ini agar kamu menjadikan
susah (QSThoha:2). Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tiada
menghendaki kesukaran (QS AI-Baqarah: 185).
b. Sangat sedikit mengadakan kewajiban secara terperinci, yaitu memerintah
dan melarang.
c. Syariah datang dengan prinsip graduasi (berangsur-angsur), bukan secara
sekaligus.
Adapun mengenai macam-macam hukum dalam AI-Qur'an, disini
dikemukakan bahwa hukum-hukum yang terkandung di dalam AIQur'an itu ada 3
macam, yaitμ: Pertama, hukum-hukum i'tiqodah. Yakni hukum-hukum yang
berkaitan dengan kewajiban para mukallaf untuk mempercayai Allah, malaikat-
malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir. Kedua, hukum-hukum akhlak.
Yakni tingkah laku yang berhubungan dengan kewajiban orang mukallaf untuk
menghiasi dirinya dengan sifat-sifat keutamaan dan menjauhkan dirinya dari sifat-
sifat yang tercela. Ketiga, hukum-hukum amaliah. Yakni yang bersangkutan
dengan perkataan-perkataan, perbuatan-perbuatan, perjanjianperjanjian dan
muamalah (kerjasama) sesama manusia.
Adapun tentang hukum-hukum amaliah di dalam Al-Quran terbagi
menjadi dua macam, yakni:
a. Hukum ibadah, seperti shalat, zakat, puasa, haji, dan lain sebagainya.
Hukum-hukum ini diadakan dengan tujuan untuk mengatur hubungan
manusia dengan Tuhan.
b. Hukum-hukum muamalat, seperti segala macam perikatan, transaksi-
transaksi kebendaan, hukum pidana dan sanksi-sanksi (jinayat dan uqubat).
Hukum-hukum ini diadakan untuk mengatur hubungan manusia dengan
manusia, baik sebagai perorangan maupun sebagai anggota masyarakat.
Selanjutnya, ditinjau dari segi penunjukkannya (dalalah-nya) terhadap
hukum-hukum, nash-nash dalam Al-Qur'an terbagi kepada dua macam, yaitu:
a. Qath'iy al-dalalah, yakni nash yang menunjukkan kepada arti yang jelas
sekali, hingga nash itu tidak dapat dita'wilkan dan dipahami dengan arti yang
lain.
b. Dzhanniy al-dalalah, yakni nash yang menunjukkan kepada arti yang masih
dapat dita'wilkan atau dialihkan kepada arti yang lain.

6. Fungsi AI-Qur'an
Adapun fungsi AI-Qur'an meliputi haJ-haJ sebagai berikut: (a) Petunjuk
untuk manusia; (b) Keterangan-Keterangan; (QS 2:185); (c) Pemisah (QS
Yunus:57); (d) Rahmat dan hidayah bagi aJam semesta; (e) Mu'jizat bagi Nabi
Muhammad Saw.; (f) Pengajaran dari Allah SWT; (g) Obat penyakit hati; dan (h)
Penguat dan penutup adanya kitab-kitab suci sebelumnya

Sunnah/Hadits sebagai Sumber Ajaran Islam


1. Pengertian Sunnah/Hadits
Menurut bahasa, hadits mempunyai beberapa arti, antara lain: jadid,
Jawan qadim (baru); qarib (dekat); dan khabar (warta). Hadits dalam arti khabar
ini sering dijadikan acuan dalam penyebutan hadits secara bahasa. Allah SWT
berfirman:
َ َ َ ۡ َ ۡ َۡ
َ
َ َ٣٤َ‫يثَمَثل َ َهَۦََإَنََكنواَص َدقَني‬ َ
ٖ ‫فليأتواََ َِب َد‬
Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran
itu jika mereka orang-orang yang benar (QS At Tur :34).

Dari ayat di atas, tampaklah bahwa AIJah pun memakai kata hadits
dengan arti khabar. Demikian juga RasuJullah pemah memakai kata hadits
dengan arti khabar yang datang dari beliau. Menurut istilah ahh hadits, Hadits
ialah: "Segala ucapan Nabi, segala perbuatan beliau dan segala keadaan beliau".
Selanjutnya, hadits menurut ahli ushul ialah: "Selanjutnya, segala perbuatan dan
segala taqrir Nabi, yang bersangkut paut dengan hukum" (Hasbi AshShiddieqy,
1980:23 ). Sedangkan Sunnah menurut Hasbi Ash-Shiddieqy, secara bahasa
berarti jalan yang dilalui, baik jalan itu terpuji atau tidak. Sunnah juga bisa berarti
suatu tradisi yang berjalan terns menerus (1980:24), sebagaimana sabda Nabi
Saw yang artinya: "Sungguh kamu akan mengikuti sunnah-sunnah (perjalanan-
perjalanan) sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta,
sehingga sekiranya mereka memasuki sarang dlab (biawak), sungguh kamu
memasukinya juga." (H.R. Muslim).
Pengertian di atas diperkuat pula oleh pendapat Taufiqullah ( 1991 :53),
yang menyebutkan bahwa Sunnah secara etimologi berarti jalan yang dilalui.
Sedangkan menurut terminologi ialah segala sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, dan ketetapan (taqrir). Namun demikian,
dalam praktek sehari-hari, Taufiqullah mengemukakan bahwa, dalam
melaksanakan apa yang telah diperkuat oleh Rasulullah dan beberapa
pengecualian, di antaranya:
a. Yang ditentukan dengan dalil khusus, seperti Nabi mengawini lebih dari 4
(empat) orang wanita.
b. Nabi sebagai kepala negara, sifat negara. Dalam hal ini Nabi hanya
meletakkan dasar-dasar yang esensial umpamanya musyawarah dan mufakat,
persamaan hak dan kewajiban, keadilan dan lain sebagainya.
c. Masalah-masalah keduniaan yang cenderung Nabi sebagai manusia
(1991:53).
Adapun sunnah, menurut istilah ahli ushul fiqh, ialah: "segala sesuatu
yang dinukilkan dari nabi Saw. Baik perkataan maupun perhuatan, ataupun taqrir
yang mempunyai hubungan dengan hukum". Makna inilah yang diberikan kepada
perkataan sunnah dalam sabda Nabi: "Sungguh telah saya tinggalkan untukmu
dua perkara, tidak sekali-kali kamu sesat selama berpegang kepadanya, yakni:
Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya"(H.R. Malik). Makna sunnah dalam pengertian di
atas itulah yang kemudian disepakati oleh Jumhur Ulama.

2. Pembagian Sunnah
Sunnah itu terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Sunnah qauliyah (perkataan ), contohnya: Segala amalan itu mengikuti niat
(orang yang meniatkan) (H.R. Bukhari-Muslim).
b. Sunnah fl 'liyah, contohnya: cara-cara mendirikan Shalat, cara-cara
mengerjakan amalah haji, adab berpuasa, dan memutuskan perkara
berdasarkan saksi dan memutuskan perkara berdasarkan saksi dan
berdasarkan sumpah. Nabi bersabda: "Ambillah dariku cara-cara
mengerjakan haji" (HR. Muslim dari Jabir).
c. Sunnah taqririyah. Membenarkan atau tidak mengingkari sesuatu yang
diperkuat oleh seseorang sahabat, atau diberitakan kepada beliau, lalu
tidak menyanggah, atau tidak menyalahkan serta menunjukkan bahwa
beliau meridhainya. Dalam hal ini contohnya ialah: Nabi membenarkan
ijtihad para sahabat mengenai urusan mereka bersembahyang ashar di
Bani Quraidhah, Nabi bersabda: "Jangan seseorang kamu melakukan
shalat, melainkan di Bani Quraidhah."
3. Landasan Sunnah sebagai sumber Syariah
a. Unsur Iman. Di antara rukum iman ialah percaya bahwa Nabi Muhammad Saw.
adalah Rasul. Oleh karena itu, terdapat keharusan pada manusia untuk
mengikuti jejak apa yang telah beliau laksanakan dalam hidup dan kehidupan
untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
b. Al-Qur'an. Dalam Al-Qur'an banyak ayat-ayat yang memerintahkan manusia
supaya mengikuti jejak Rasul (SunnahNya).
c. Sunnah. Nabi pemah berkata di hadapan khalayak ramai di Padang Arafah
ketika beliau melaksanakan ibadah hajinya yang terakhir (haji wada), beliau
bersabda: "Telah aku tinggalkan bagimu dua perkara yang dengan berpegang
kepada keduanya, kamu tidak akan sesat selamanya yaitu Kitabullah dan
Sunnah Rasulullah"
d. Ijma'. Umat · Islam telah berijma (bersepakat) untuk mengamalkan Sunnah
sebagaimana mereka menerima AIQur'an.

4. Fungsi Sunnah
Imam Syafi'i dalam sebagian kitabnya meletakkan Al-Quran dan Hadits
dalam satu martabat atas dasar bahwa Hadits merupakan kelengkapan bagi AI-
Qur'an. Oleh karena itu menurutnya, sebagairnana dikutip Taufiqullah (1991:55),
fungsi Sunnah dalarn syariah adalah sebagai berikut:
a. Sebagai penjelas dari AI-Qur'an yang masih bersifat global, mengkhususkan
yang masih bersifat umum, dan menjabarkan yang masih mutlak.
b. Menentukan hukum tersendiri. Seperti Nabi menetapkan bahwa seorang
Muslim tidak boleh mewariskan kepada orang kafir dan sebaliknya orang kafir
tidak boleh mewariskan kepada orang Islam.
Sebagaimana uraian di atas, terdapat nisbah (hubungan) antara Sunnah
dengan Al-Quran dari segi materi hukum, antara lain:
a. Menguatkan hukum suatu peristiwa yang telah ditetapkan hukum di dalam Al-
Qur'an.
b. Memberikan keterangan ayat-ayat Al-Qur'an, meliputi:
1) Memberikan perincian ayat-ayat yang masih mujmal.
2) Membatasi kemutlakan.
3) Mentakhsiskan keumumannya,
4) Menciptakan hukum baru yang tidak terdapat di dalam AlQur'an.
Adapun dalil-dalil yang menetapkan bahwa Sunnah menjadi hujjah bagi
kaum Muslimin sebagai dasar hukum adalah penjelasan Al-Qur'an, Sunnah, ijma
sahabat, dan logika. Untuk lebih jelasnya lagi berikut ini adalah beberapa
tambahan penjelasan mengenai Sunnah dalam hubungannya dengan AI-Qur'an:
a. Sebagai bayan tafsir, yaitu menerangkan ayat-ayat secara umum, mujmal dan
musytarak.
b. Sebagai bayan taqrir, yaitu Sunnah berfungsi untuk memperkokoh ayat Al-
Qur'an.
c. Sebagai bayan taudlih, yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat
AI-Qur'an, seperti pemyataan Nabi Saw. bahwa "Allah tidak mewajibkan zakat
melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu sesudah dizakati".
Sedang fungsi Sunnah sebagai sumber hukum dan ajaran Islam,
ditegaskan di dalam firman Allah yang artinya sebagai berikut: Demi Tuhanmu
(Muhammad) mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan
engkau hukum dari perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak
merasa dalam hati mereka sesuatu kebenaran terhadap putusan yang engkau
berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya (QSAn-Nisa: 65).
Penjelasan di atas memiliki relevansi dengan apa yang dikemukakan
dengan kedudukan Sunnah atau Hadits Nabi Saw. oleh ulama atsar yaitu sebagai
penjelas clan pemberi keterangan. Menurut mereka fungsi sunnah terhadap Al-
Qur'an adalah:
a. Bayan tafthil; Al-Quran bersifat mujmal, agar ia dapat difungsikan clan
berlaku sepanjang masa dan dalam keadaan bagaimanapun maka diperlukan
perincian oleh Hadits.
b. Bayan takhshish; hadits/sunnah berfungsi selain menafsirkan Al-Quran, juga
berfungsi memberikan penjelasan tentangkekhususan-kekhususan ayat yang
bersifat umum.
c. Bayan ta 'yin; Hadits (Sunnah) Nabi Saw. berfungsi untuk menentukan mana
yang dimaksud di antara dua atau tiga perkara yang mungkin dimaksudkan
lapadzh-lapadzh musytarak dalam Al-Quran.
d. Bayan nasakh; Hadits (Sunnah) berfungsi menjelaskan mana ayat yang me-
nasakh (menghapus) dan mana yang di-nasakh (dihapus) yang secara
lahiriah bertentangan. Fungsi bayan ini sering juga disebut bayan tabdil.
Dari berbagai penjelasan di atas, semakin tegaslah bahwa mengikuti
Sunnah merupakan suatu keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dalam
syari'at Islam. Akhimya melengkapi uraian, ini dapat dilihat ayat-ayat Al-Quran
tentang dasar hukum Sunnah, yang meliputi QS 68: 4; 33: 21; 21: 108; 34: 28;
7: 158; 3: 132; 4: 80; 59: 8; 3: 31; 4: 59; 6: 67; 33: 36; 24: 56; 4: 59; dan 65:
12; serta 4: 54.

5. Pedoman Penggunaan Hadits/Sunnah


Dalam kitab Ujalah Nafi 'ah yang dikarang oleh Abdul Aziz disimpulkan
aturan terhadap penggunaan suatu hadits untuk diterima atau tidak bisa
dipergunakan sebagai dalil. Ketentuan larangan penggunaan hadits tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Jika hadits itu bertentangan dengan fakta sejarah;
2) Jika hadits itu diriwayatkan orang syi'ah, dan sifat hadits itu menuduh para
sahabat Nabi, atau jika hadits itu diriwayatkan oleh orang Khawarij dan sifat
hadits itu menuduh anggota keluarga Nabi. Akan tetapi, jika hadits itu
dikuatkan oleh kesaksian yang tak memihak, maka hadits itu dapat diterima;
3) Jika sifat hadits itu mewajibkan kepacla semua orang untuk mengetahuinya
dan mengamalkannya, dan hadits itu diriwayatkan oleh satu orang.
4) Jika saat dan keadaan diriwayatkan hadits itu membuktikan bahwa hadits itu
dibikin-bikin.
5) Jika hadits itu bertentangan dengan akal, atau bertentang dengan ajaran-
ajaran Islam yang terang.
6) Jika hadits ini menguraikan sebuah peristiwa, yang jika peristiwa itu sungguh-
sungguh terjadi, niscaya peristiwa itu diketahui dan diceritakan oleh orang
banyak, padahal nyatanya, peristiwa itu tak diriwayatkan oleh satu orang pun
selain yang meriwayatkan hadits itu.
7) Jika masalahnya atau kata-katanya rakik (artinya, tak sehat atau tak benar);
misalnya kata-katanya tak cocok dengan idiom bahasa Arab, atau masalah
yang dibicarakan tak pantas bagi martabat Nabi.
8) Jika hadits itu berisi ancaman hukuman berat bagi perbuatan dosa biasa, atau
menjanjikan ganjaran besar bagi perbuatan baik yang tak seberapa.
9) Jika hadits itu menerangkan pemberian ganjaran oleh Nabi dan Rasul kepada
orang yang berbuat baik.
10)Jika yang meriwayatkan hadits itu mengaku bahwa ia membuat-buat hadits.
Perlu dikemukakan di sini bahwa dalam berpegang kepada hadits, untuk
menentukan suatu hukum terhadap sesuatu masalah, perlu dilihat bahwa
kedudukan hadits sebagai sumber ajaran Islam, tidak sekuat Al-Qur'an.
Mengingat bahwa hukum dalam Al-Qur'an adalah qath'i, sedangkan hadits adalah
dzhanny, kecuali hadits itu mutawatir. Selain itu, seluruh ayat Al-Qur'an harus
dijadikan pedoman, sedangkan hadits yang hanya tertuju pada suatu maksud
tertentu dan untuk kebutuhan waktu yang tertentu. Artinya keberlakuannya tidak
universal seperti AI-Qur'an.

C. RUANG LINGKUP AJARAN ISLAM


Islam sebagai agama dan objek kajian akademik memiliki cakupan dan
ruang lingkup yang luas. Secara garis besar, Islam memiliki sejumlah ruang lingkup
yang saling terkait, yaitu lingkup keyakinan (aqidah), lingkup norma (syariat),
muamalat, dan perilaku (akhlak/ behavior). Nabi Muhammad SAW menjelaskan
tentang agama/ keberagamaan dalam satu kalimat yang singkat, namun padat dan
syarat makna, yaitu ad-Din al Mua’malah atau agama adalah interaksi. Interaksi
yang dimaksud di sini adalah hubungan timbal balik antara manusia dengan Tuhan,
dengan sesama manusia, dan dengan lingkungan baik hidup maupun tidak, serta
dengan diri sendiri. Tentu saja banyak rincian yang disampaikan oleh Rasul SAW.
baik melalui wahyu al-Quran maupun as-Sunnah. Salah satu yang diangkat oleh
ulama, sebagai gambaran dan konsep dasar ajaran Islam, adalah sebuah hadits
yang menceritakan kehadiran seseorang yang tak dikenal di hadapan Nabi
Muhammad SAW. sambil bertanya di depan sekelompok kaum muslim tentang iman,
Islam, dan ihsan. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam sebuah hadist Nabi berikut
ini:
“Dari Umar radhiallahuanhu, ia berkata: pada suatu hari kami berada di sisi
Rasulullah SAW. Tiba-tiba muncul di hadapan kami seorang laki-laki yang
mengenakan baju yang sangat putih dan warna rambutnya hitam pekat, tidak
tampak pada dirinya bekas berpergian jauh dan tidak ada seorangpun
diantara kami yang mengenalinya hingga kemudian dia duduk di dekat Nabi
SAW. Sambil menyandarkan kedua lututnya kepada kedua lutut beliau, dia
juga meletakkan tangannya diatas kedua pahanya, dia berkata, wahai
Muhammad, beritahu kepadaku tentang Islam? Rasulullah SAW. Bersabda:
Islam adalah hendaknya kamu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah
dan Muhammad adalah utusan Allah, hendaklah kamu mendirikan shalat,
membayar zakat, mengerjakan puasa ramadhan, dan menunaikan ibadah haji
jika mampu mengadakan perjalanan. Lelaki itu pun berkata ”kamu benar.”
Umar berkata: tentu saja kami merasa heran kepada orang itu, sebab dia
yang bertanya dan dia sendiri yang membenarkannya. Lelaki itu kembali
berkata: beritahukanlah kepadaku tentang Iman? Lalu Rasulullah bersabda:
hendaklah kamu beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
para Rasul-Nya, beriman kepada hari akhir, dan juga kepada takdir-Nya yang
baik dan yang buruk. Lelaki itu berkata, “kamu benar.” Lelaki itu berkata lagi:
beritahukan kepada diriku tentang Ihsan? Rasulullah SAW. bersabda:
hendaknya kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika
kamu tidak melihat-Nya, maka hendaklah kamu merasa dilihat-Nya.”
Pembahasan berikut ini memberikan elaborasi seputar tiga ruang lingkup
pembahasan tentang Islam.
1. Aqidah (Iman)
Iman yang disebut dalam hadits Nabi SAW. di atas kemudian oleh para
ulama dinamakan aqidah. Secara bahasa, kata aqidah mengandung beberapa
arti, diantaranya adalah: ikatan, janji. Sedangkan secara terminologi, aqidah
adalah kepercayaan yang dianut oleh orang-orang yang beragama atau tali yang
mengokohkan hubungan manusia dengan Tuhan. Menurut W. Montgomery
Watt, seorang pakar study Arab dan keislaman mengatakan aqidah sebagai
salah satu istilah dalam Islam mengalami perkembangan dalam penggunaannya.
Pada permulaan Islam, aqidah belum digunakan untuk menyebut pokok
kepercayaan umat Islam yang bersumber dari syahadat, kesaksian bahwa tidak
ada Tuhan selain Allah. Istilah aqidah baru disebut-sebut dalam diskusi para
mutakallimun, ulama ilmu kalam, yang membicarakan secara luas
kepercayaankepercayaan yang terkandung dalam prinsip syahadatain, dua
kesaksian, tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah, yang
kemudian bermuara pada munculnya beberapa aliran (firqah) dalam Islam.
Puncak perkembangannya, istilah aqidah digunakan untuk menunjuk
keyakinan dalam Islam yang komprehensif sebagaimana dijelaskan dalam kitab
al-Aqidah al-Nizhamiyyah karya al-Juwayni (w. 478 H/ 1085 M). Ikatan dalam
pengertian ini merujuk pada makna dasar bahwa manusia sejak azali telah
terikat dengan satu perjanjian yang kuat untuk menerima dan mengakui adanya
Sang Pencipta yang mengatur dan menguasai dirinya, yaitu Allah SWT. Dalam
nada yang bersifat dialogis, al-Qur‟an menggambarkan adanya ikatan serah-
terima pengakuan antara Allah dan manusia, seperti di dalam firman-Nya:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" Mereka
menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
"Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)".(QS.al-A‟raf [7]:172).

Inti aqidah adalah tauhid kepada Allah. Tauhid berarti satu (esa) yang
merupakan dasar kepercayaan yang menjiwai manusia dan seluruh aktivitasnya
yang dilakukan manusia semata-mata kepada Allah, terbebas dari segala bentuk
perbuatan syirik (menyekutukan Allah SWT).
Aqidah sebagai sebuah objek kajian akademik meliputi beberapa agenda
pembahasan, yaitu pembahasan yang berhubungan dengan beberapa aspek
seperti aspek Ilahiyah (ketuhanan), nubuwah, dan ruhaniyah arkanul iman
(rukun iman). Pertama, pembahasan yang berkaitan dengan aspek ilahiyah
meliputi segala yang berkaitan dengan Tuhan, seperti wujud Allah, sifat-sifat
Allah, perbuatan-perbuatan, dan namanama-Nya. Kedua, pembahasan tentang
kenabian (nubuwah) yang berkaitan dengan Nabi dan Rasul, kitab-kitab Allah
yang diturunkan melalui Nabi dan Rasul Allah serta kemukjizatanya. Ketiga,
aspek ruhaniyah membicarakan tentang segala sesuatu yang bersifat
transcendental atau metafisik seperti ruh, malaikat, jin, iblis, dan setan. Selain
tiga aspek tersebut, aspek keempat yang menjadi lingkup kajian dalam aqidah
adalah sam‟iyah yang membahas tentang sesuatu yang dalil-dalil naqli berupa
al-Quran dan Sunnah, alam barzakh, akhirat, azab, dan kubur. Sistem
kepercayaan Islam atau aqidah dibangun di atas enam dasar keimanan yang
lazim disebut rukun Iman yang meliputi keimanan kepada Allah, para malaikat,
kitab- kitab, para rasul, hari kiamat, serta qadha dan qadar-Nya. Orang yang
beriman kepada Allah adalah orang yang rela mengorbankan jiwa dan raganya
untuk mewujudkan harapan atau kemauan yang dituntut Allah SWT kepadanya.
2. Syari’at (Islam)
Sementara itu, yang dimaksud dengan istilah Islam dalam hadits Nabi
SAW. di atas adalah syari‟ah. Istilah syariah menurut bahasa berarti jalan, yakni
jalan besar di sebuah kota. Syari‟ah juga berarti apa yang diturunkan Allah
kepada para Rasul-Nya meliputi aqidah dan hukum-hukum Islam. Syari‟ah juga
mempunyai arti sumber mata air yang dimaksudkan untuk minum. Makna ini
yang dipergunakan Bangsa Arab saat mengatakan: (syara‟a al-ibl) yang berarti
unta itu minum dari mata air yang mengalir tidak terputus. Syari‟ah dalam arti
luas adalah din, agama yang diturunkan Allah kepada para Nabi (Q.S. al-Syura
[42]:13. Sedangkan dalam pengertian terminologinya versi kalangan hukum
Islam (fuqaha), kata syariat dipergunakan dalam pengertian sebagai hukum-
hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT bagi hamba-Nya. Dengan pengertian ini,
syariat berarti mencakup seluruh syariat samawi yang diturunkan bagi manusia
lewat para Nabi yang hadir ditengah-tengah mereka. Penggunaan pengertian
umum ini kemudian dispesifikkan para ulama dengan embel-embel Syar’at Islam
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. sebab Syar’at Islam adalah
penutup seluruh Syar’at samawi. Ia juga merupakan intisari Syar’at-Syar’at
sebelumnya yang telah disempurnakan bentuk dan isinya sehingga merupakan
Syar’at yang paripurna bagi manusia di setiap zaman dan tempat. Atas dasar
tersebut, Syar’at didefinisikan sebagai kumpulan hukum yang ditetapkan Allah
SWT bagi seluruh umat manusia kepada Nabi Muhammad SAW. melalui titah
ilahi dan sunnah.
Istilah syari‟ah mempunyai arti luas, tidak hanya berarti fiqih dan hukum,
tetapi mencakup pula aqidah dan akhlak. Dengan demikian, syari‟ah
mengandung arti bertauhid kepada Allah, menaati-Nya, beriman kepada para
rasul-Nya, semua kitab-Nya dan hari pembalasan. Pendeknya, syari‟ah
mencakup segala sesuatu yang membawa seseorang menjadi berserah diri
kepada Tuhan.
Akan tetapi, di kemudian hari, pengertian syari‟ah malah dipahami secara
terbatas dalam arti fiqih dan hukum Islam. Hal ini berawal ketika soal hukum
mendominasi perbincangan pasca Rasulullah, sehingga berkembang opini secara
umum bahwa Syar’at Islam adalah hukum Islam itu saja. Maka terjadilah
penyempitan makna syari‟ah menjadi hanya persoalan hukum. Konsekuensinya,
pembahasan di bidang lain terpaksa harus diberi terminologi baru, di luar istilah
syari‟ah. Misalnya soal aqidah (teologi) harus diberi istilah ushuluddin,
sementara akhlak (penyucian jiwa), yang merupakan hikmah terbesar dari
semua ibadah dinamai ilmu tasawuf. Hal itu dimaksudkan untuk menunjukkan
bahwa syariah benar-benar telah diberi arti sempit sebatas hukum, di luar
aqidah, bahkan sudah menjadi istilah yang identik dengan hukum fiqih atau
hukum Islam semata.
Apabila dikaji lebih mendalam tentang persamaan antara fiqih dan Syar’at
dalam konteks ajaran yang diturunkan Allah untuk mengatur kehidupan manusia
di dunia, keduanya mempunyai sumber yang sama, yakni al-Qur‟an dan as-
Sunnah. Perbedaannya, Syar’at sifatnya tekstual, hanya apa yang tertuang
dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah tanpa ada campur tangan dari manusia,
sedangkan fiqih sifatnya lebih fungsional karena teks-teks Syar’at ditafsirkan dan
dipahami secara mendalam sehingga memudahkan manusia untuk
mengamalkannya. Fiqih menciptakan rukun dan syarat, dan batalnya suatu
perbuatan kesyariatan manusia. Fazlur Rahman menyebut fiqih sebagai petunjuk
praktis pengalaman Syar’at atau konsep fungsional bagi keberadaan Syar’at.
Di kalangan ushuliyyin (ahli ushul fiqih), fiqih diartikan sebagai hukum
praktis hasil ijtihad, sementara kalangan fuqaha (ahli fiqih) pada umumnya
mengartikan fiqih sebagai kumpulan hukum-hukum Islam yang mencakup
semua hukum syar’i, baik yang tertuang secara tekstual maupun hasil penalaran
atas teks itu sendiri. Aspek-aspek kesyariatan yang dipahami melalui pendekatan
fiqhiyah adalah semua aturan yang berawal dari teks illahiyah yang mengandung
perintah, larangan maupun sematamata sebagai petunjuk. Ada dua unsur pokok
yang mengandung perintah, larangan, dan petunjuk, yakni: (1) tidak menerima
perubahan atau tidak boleh diubah dalam situasi dan kondisi bagaimanapun,
yang disebut dengan tsawabit, misalnya masalah aqidah dan ibadah mahdah;
(2) menerima perubahan (mutaghayyirah), baik disebabkan oleh tempat, situasi-
kondisi, maupun niat.59 Padahal, keseluruhan ajaran Islam yang terdapat di
dalam al-Qur‟an dan yang dicontohkan dalam sunnah Nabi semuanya disebut
syari’ah, mencakup aqidah dan akhlak. Dengan demikian, kedua aspek tersebut,
yakni aqidah dan syari’ah (dalam arti hukum), tidak dapat dipisahkan sama
sekali, baik dalam bentuk pengamalan, maupun dalam bentuk pemikiran yang
berkembang mengenai dua aspek tersebut.
3. Akhlak (Ihsan)
Ihsan dalam arti khusus sering disamakan dengan akhlak, yaitu tingkah
laku dan budi pekerti yang baik menurut Islam. Akhlak berasal dari kata khalaqa
(menjadikan, membuat). Dari kata dasar itu dijumpai kata khuluqun (bentuk
jamak), yang artinya perangai, tabiat, adat atau sistem perilaku yang dibuat.
Adapun yang dimaksud dengan ihsan dalam hadits Nabi SAW. di atas adalah
seperti terlihat pada penggalan hadist yang berarti: Lalu malaikat Jibril bertanya,
“Apakah ihsan itu? Rasulullah menjawab, “Engkau beribadah kepada Allah
seakan-akan engkau melihat-Nya, meskipun engkau tidak sanggup melihat-Nya,
karena Dia senantiasa melihat kamu. Ada tiga bentuk cara ibadah:
a. Melaksanakan ibadah dengan menyempurnakan syarat dan rukun atas dasar
ikhlas karena Allah semata.
b. Melaksanakan ibadah dengan perasaan bahwasanya Allah melihat. Inilah yang
dinamakan maqam muraqabah. Maka sabda Nabi SAW:
“Jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau.”
Hadits di atas memberi pengertian bahwa kalau kita belum dapat mencapai
maqam musyahadah, hendaknya kita usahakan supaya kita dapat mencapai
maqam muraqabah.
c. Melaksanakan ibadah dengan cara tersebut dengan rasa terbenam dalam laut
mukasyafah. Bagi orang yang memperoleh derajat ini, beribadah seakan-akan
melihat Allah sendiri. Inilah maqam Nabi SAW.Sabda Nabi ini mendorong kita
untuk mencapai keikhlasan dalam beribadah dan dalam bermuqarabah pada
setiap ibadah, serta menyempurnakan khusyuk, khudhu’ dan hadir dalam
hati.
Dengan demikian, ihsan menurut Rasulullah SAW. adalah beribadah
kepada Allah. Ibadah ini tidak formalitas, tetapi terpadu dengan perasaan bahwa
dirinya sedang berhadapan langsung dengan Allah. Sementara itu, ihsan
menurut bahasa berarti kebaikan yang memiliki dua sasaran. Pertama , ia
memberikan berbagai kenikmatan atau manfaat kepada orang lain. Kedua, ia
memperbaiki tingkah laku berdasarkan apa yang diketahuinya yang manfaatnya
kembali kepada diri sendiri. Al-Qur‟an menekankan agar manusia tidak hanya
berbuat ihsan kepada Allah, tetapi juga berbuat ihsan kepada seluruh makhluk
Allah, yakni manusia dan alam, termasuk hewan dan tumbuhan. Ihsan kepada
Allah merupakan modal yang sangat berharga untuk berbuat ihsan kepada
sesama. Al-Quran memberi penghargaan yang tinggi terhadap perbuatan ihsan
yang dilakukan manusia terhadap sesama dan lingkungan hidupnya seperti
tersirat pada ayat-ayat al-Qur‟an berikut ini: (1) tidak ada balasan bagi
perbuatan ihsan kecuali ihsan yang lebih sempurna. (QS. ar-Rahman [55]:60);
(2) perbuatan ihsan itu kembali kepada dirinya sendiri (QS. al-Isra [17]:7); (3)
perbuatan ihsan itu tidak akan pernah sia-sia (QS. Hud [11]: 115); (4) kasih
sayang Allah diberikan dengan mudah dan cepat kepada orang-orang yang
terbiasa berbuat ihsan (QS. al-A‟raf [7]: 56.
Allah mewajibkan ihsan dalam segala perbuatan, baik yang batin maupun
yang lahir (jawarih) yang dihadapkan kepada Allah. Maksudnya, lingkup ihsan
meliputi ikhlas, kebaikan dan kesempurnaan pekerjaan itu. Memang Nabi
menjelaskan pula bahwa ihsan adalah jiwa iman dan Islam; dan iman dan Islam
itu diterima Allah jika berdasarkan ikhlas. Dengan kata lain modal ihsan ialah
ikhlas. Sebab, semua amal yang batiniyah, ataupun yang lahiriyah, baru diterima
jika dilandasi oleh ikhlas, dan ihsan memang unsur yang paling pokok untuk
bangunan ad-din. Adapun cara untuk mewujudkan ikhlas ialah dengan
menumbuhkan perasaan di kala sedang beribadah bahwa kita sedang berdiri
berhadaphadapan dengan Allah, seakan melihat-Nya, dan dapat mendengar
ucapan-Nya. Dengan demikian, kita akan berupaya sekuat diri untuk khusyuk
dan membaguskan semua pekerjaan dengan mengarahkan semua kecakapan
dan kepandaian yang dimiliki. Adapun jika jalan seperti ini tidak dapat dicapai,
maka sekurang-kurangnya kita menumbuhkan perasaan bahwa Allah melihat
semua gerak-gerik dan af‟al kita. Tidak ada satupun yang luput dari
penglihatan-Nya.
Dengan demikian, pengamalan agama itu tidak hanya berdimensi
syari‟ah, tapi juga berdimensi ihsan yang bertujuan untuk membimbing umat
Islam menjadi pribadi yang mulia, merasakan kedekatan dengan Allah, sekaligus
bertujuan untuk membangun solidaritas sosial diantara sesama umat manusia.
Trilogi ajaran Islam (Aqidah, Syar’at dan Akhlak) secara umum dipandang
sebagai pokok ajaran Islam. Aqidah mengajarkan keimanan dan keyakinan yang
akan dijadikan sebagai landasan pandangan hidup, syari’at (hukum Islam)
mengajarkan pola hidup beraturan dalam suatu tatanan hukum komprehensif,
dan akhlak menyandarkan muslim atas segala tindakan bermoral yang
dilakukannya.
Iman/kepercayaan adalah “pembenaran hati” yang mengikat manusia dan
mengarahkannya sesuai dengan hakikat dari objek iman. Karena sifatnya yang
mengikat itu, maka ia dinamai juga sebagai aqidah (ikatan). Ia bersemai di
dalam hati, tidak tampak dalam kenyataan. Islam adalah pengamalan yang
merupakan dampak/ buah dari iman, yang memang harus tampak dalam
kenyataan. Ia dinamai juga syari’ah, yang secara harfiah berarti sumber air yang
memberikan kehidupan, sedangkan ihsan (kebajikan) menghasilkan budi pekerti
yang menciptakan hubungan harmonis, Ia adalah akhlak. Dengan demikian,
ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. adalah Aqidah, Syari’ah, dan
Akhlak, atau Iman, Islam, dan Ihsan. Maka kaitan Iman, Islam, dan Ihsan ialah
ibarat ruh dengan tubuh. Jika Iman ditamsilkan sebagai watak ( ghara-iz) dan
Islam sebagai tubuh (jawarih), maka Ihsan ialah ruh yang mendinamiskan
ghara-iz dan menggerakkan jawarih.

D. KARAKTERISTIK AJARAN ISLAM


Di antara karakteristik yang mengokohkan kelebihan Islam dan
membuat umat manusia sangat membutuhkan agama Islam adalah
sebagai berikut:
1. Islam datang dari sisi Allah Subhanahu wa Taala dan sesungguhnya
Allah lebih mengetahui apa yang menjadi mashlahat (kebaikan) bagi
hamba-hamba-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
َ ۡ ‫ََ َ ۡ َ َ ۡ َ َ َ َ َ ه‬
َ َ١٤ََ‫َلَيعلمَمنَخلقَوهوَٱلل َطيفََٱۡلبَي‬َ‫أ‬
“Apakah (pantas) Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu
lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” [Al-
Mulk: 14]

2. Islam menjelaskan awal kejadian manusia dan akhir kehidupannya,


serta tujuan ia diciptakan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ََ‫َو َخلَ َق َم َۡنها‬ ََ َ ‫ه‬ َ َ
ََ ‫َنَن ۡف ٖس ََو‬
َ ٖ ‫ح َدة‬ ‫ه‬ ‫ه‬ َ ‫ه‬ ‫ه‬
‫يأيها َٱنلاسَ َٱتقواَ َربكم َٱَّلَي َخلقكمَم‬ َ ُّ َٰٓ
َ َ ‫هَ ه‬ ‫َۡ َ َ ََ ه ۡ َ َ ا َ ا َ َ ا َ ه‬
َ‫ٱّلِل َٱَّلَي َت َسا َءلون َب َ َهَۦ‬
َ َ َ‫َوٱتقوا‬َ ٗۚ ‫زوجها َوبث َمَنهما َرَجاَل َكثَيا َون َساء‬
‫ا‬ َ ۡ ۡ ََ َ َ َ‫َ َۡۡ َ َ ه ه‬
َ َ١َ‫َرقَيبا‬ َ ‫ٱّلِلََكنَعليكم‬
َ َ‫ام َۚٗإَن‬
َ ‫َوٱۡلرح‬
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah
menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah)
menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari
keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan
Nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan
kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasimu.” [An-Nisaa’: 1]
Allah Azza wa Jalla juga berfirman:

َ ‫ارةًَأ ۡخ َر‬
َ َ٥٥َ‫ى‬
َ ۡ
ََ ‫َوم َۡن َهاَُن َرجك ۡمَت‬ َ ‫اَخلَ ۡق َنَك ۡم‬
َ ‫َوف‬
َ ‫َيهاَنعَيدك ۡم‬ َ َۡ
‫۞مَنه‬
“Darinya (tanah) itulah Kami menciptakan kamu dan kepadanyalah
Kami akan mengembalikan kamu dan dari sanalah Kami akan
mengeluarkan kamu pada waktu yang lain.” [Thaahaa: 55]
Allah Azza wa Jalla juga berfirman:

ِ ‫نس إِ ََّّل لِ َيعْ ُب ُد‬


‫ون‬ ِ ْ ‫ت ْال ِجنَّ َو‬
َ ‫اْل‬ ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan agar mereka
beribadah kepada-Ku.” [Adz-Dzaariyaat: 56]
3. Islam adalah agama fitrah. Islam tidak akan pernah bertentangan
dengan fitrah dan akal manusia. Allah Azza wa Jalla berfirman:

ِ َّ ‫ت‬
َ ‫َّللا الََِّي َف َط َر ال َّن‬
َ َ ‫اس َعلَ ْي َها ََّل ََ ْبدِي‬ َ ‫ين َحنِي ًفا ف ِْط َر‬ ِ ‫ك لِل ِّد‬ َ ‫َفأ َ ِق ْم َوجْ َه‬
َٰ َٰ ِ َّ ‫ل َِخ ْلق‬
‫ُون‬ ِ ‫َّللا َذل َِك ال ِّدينُ ْال َق ِّي ُم َولَكِنَّ أَ ْك َث َر ال َّن‬
َ ‫اس ََّل َيعْ لَم‬ ِ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan
manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui.” [Ar-Ruum: 30]
Islam memperhatikan akal dan mengajaknya ber-fikir, mencela
kebodohan dan taqlid buta. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ ‫ُون َوالَّذ‬
َ ‫ِين ََّل َيعْ لَم‬
‫ُون‬ َ ‫قُ ْ َ َه ْ َ َيسْ ََ ِوي الَّذ‬
َ ‫ِين َيعْ لَم‬
“Katakanlah, ‘Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?” [Az-Zumar: 9]
Allah Azza wa Jalla juga berfirman:

‫ار ََل َيات‬ ِ ‫اخَ ََِلفِ اللَّي ِْ َ َوال َّن َه‬


ْ ‫ض َو‬ ِ ْ‫ت َو ْاْلَر‬ ِ ‫إِنَّ فِي َخ ْل ِق ال َّس َم َاوا‬
ِ ‫ُودا َو َعلَ َٰى جُ ُن‬
َ ُ‫وب ِه ْم َو َي ََ َف َّكر‬
‫ون‬ ً ‫َّللا ِق َيامًا َوقُع‬َ َّ ‫ون‬ َ ‫ِّْلُولِي ْاْلَ ْل َب ِابالَّذ‬
َ ُ‫ِين َي ْذ ُكر‬
َ ‫ت َٰ َه َذا َباطِ ًَل ُسب َْحا َن‬
‫ك َف ِق َنا‬ َ ‫ض َر َّب َنا َما َخلَ ْق‬ ِ ْ‫ت َو ْاْلَر‬ِ ‫فِي َخ ْل ِق ال َّس َم َاوا‬
َ ‫َع َذ‬
ِ ‫اب ال َّن‬
‫ار‬
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan
pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran
Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan
berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata), ‘Ya Rabb kami, tidaklah Engkau
menciptakan semua ini dengan sia-sia; Mahasuci Engkau,
lindungilah kami dari adzab Neraka.” [Ali ‘Imran: 190-191]
Juga firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala:

َ ‫ص َر َو ْالفُ َؤادَ ُك ُّ َ أُو َٰلَ ِكِئ‬


‫ك‬ َ ‫ك ِب ِه عِ ْل ٌم إِنَّ ال َّس ْم َع َو ْال َب‬ َ ‫َو ََّل ََ ْقفُ َما لَي‬
َ َ‫ْس ل‬
ً ‫ان َع ْن ُه َمسْ ُكِئ‬
‫وَّل‬ َ ‫َك‬
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui.
Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu
akan diminta pertanggung-jawabannya.” [Al-Israa’: 36]
Islam meliputi ‘aqidah dan syari’at (keyakinan dan pedoman hidup).
Islam telah sempurna dalam ‘aqidah, ajaran syari’atnya dan seluruh
aspek kehidupan.
4. Islam adalah ilmu syar’i. Ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim
dan muslimah, dan ilmu mengangkat derajat orang-orang yang
memilikinya ke derajat yang paling tinggi. Firman Allah Azza wa
Jalla:
َ ‫ِين أُو َُوا ْالع ِْل َم‬
‫دَر َجات‬ َ ‫ِين آ َم ُنوا مِن ُك ْم َوالَّذ‬ َّ ‫َيرْ َفع‬
َ ‫َّللاُ الَّذ‬ ِ
“…Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa
derajat…” [Al-Mujadilah: 11]
5. Allah Azza wa Jalla menjamin kebahagiaan, kemuliaan, dan
kemenangan bagi orang yang berpegang teguh kepada Islam dan
menerapkannya dalam kehidupan, baik bagi perorangan maupun
masyarakat. Allah Azza wa Jalla berfirman:

ِ ْ‫ت لَ َيسْ ََ ْخلِ َف َّن ُه ْم فِي ْاْلَر‬


‫ض َك َما‬ ِ ‫ِين آ َم ُنوا مِن ُك ْم َو َعمِلُوا الصَّال َِحا‬ َّ َ‫َو َعد‬
َ ‫َّللاُ الَّذ‬
‫ض َٰى لَ ُه ْم َولَ ُي َب ِّدلَ َّنهُم مِّن‬ َ ََ ْ‫ِين مِن َق ْبل ِِه ْم َو َل ُي َم ِّك َننَّ لَ ُه ْم دِي َن ُه ُم الَّذِي ار‬
َ ‫ف الَّذ‬
َ َ‫اسْ ََ ْخل‬
َ ‫ون ِبي َش ْي ًكِئا َو َمن َك َف َر َبعْ دَ َٰ َذل َِك َفأُو َٰلَ ِكِئ‬
‫ك‬ َ ‫َبعْ ِد َخ ْوف ِِه ْم أَمْ ًنا َيعْ ُب ُدو َننِي ََّل ُي ْش ِر ُك‬
َ ُ‫ُه ُم ْال َفاسِ ق‬
‫ون‬
“Dan Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di
antaramu dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-
sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana
Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan
sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar
(keadaan) mereka, setelah mereka berada dalam ketakutan menjadi
aman sentosa. Mereka (tetap) beribadah kepada-Ku dengan tidak
mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barangsiapa
yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang
yang fasik.” [An-Nuur: 55]
6. Dalam agama Islam terdapat penyelesaian bagi segala problematika,
karena syari’at dan dasar-dasar ajarannya mencakup segala hukum
bagi segala peristiwa yang tidak terbatas.
7. Syari’at Islam adalah syari’at yang paling bijak dalam mengatur
semua bangsa, paling tepat dalam memberikan solusi dari setiap
masalah, memperhatikan kemaslahatan dan sangat memperhatikan
hak-hak manusia.
8. Islam adalah agama yang fleksibel (cocok untuk semua tempat,
zaman, bangsa dan berbagai macam situasi). Bahkan dunia tidak
akan menjadi baik melainkan dengan agama Islam. Oleh karenanya,
semakin modern zaman dan semakin majunya bangsa selalu muncul
bukti baru yang menunjukkan keabsahan Islam dan ketinggian
nilainya.
9. Islam adalah agama cinta, kebersamaan, persahabatan dan kasih
sayang sesama kaum mukminin. Allah Azza wa Jalla berfirman:

َ َّ ‫ون إِ ْخ َوةٌ َفأَصْ لِحُوا َبي َْن أَ َخ َو ْي ُك ْم َوا ََّقُوا‬


َ ‫َّللا لَ َعلَّ ُك ْم َُرْ َح ُم‬
‫ون‬ َ ‫إِ َّن َما ْالم ُْؤ ِم ُن‬
“Sesungguhnya orang-orang mukmin bersaudara, karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan
bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” [Al-
Hujuraat: 10]
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ُ ‫ِين فِي ََ َوا ِّد ِه ْم َو ََ َراحُ م ِِه ْم َو ََ َع‬
‫ إِ َذا ا ْش ََ َكى ِم ْن ُه‬.ِ‫ َم َث ُ َ ْال َج َسد‬،‫اطف ِِه ْم‬ َ ‫َم َث ُ َ ْالم ُْؤ ِمن‬
‫اعى لَ ُه َساكِئِرُ ْال َج َس ِد ِبال َّس َه ِر َو ْالحُ مَّى‬
َ ‫ ََ َد‬، ٌ‫عُضْ و‬.
“Perumpamaan kaum mukminin dalam (sikap) cinta men-cintai,
sayang-menyayangi dan menaruh rasa simpati, seperti satu tubuh.
Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota
tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan demam dan
tidak bisa tidur.” [2]
Juga sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

ِ ْ‫ ِارْ َحم ُْوا َمنْ فِي ْاْلَر‬،‫ك َو ََ َعالَى‬


‫ض‬ َ ‫اَلرَّ ا ِحم ُْو َن َيرْ َح ُم ُه ُم الرَّ حْ ماَنُ ََ َب‬
َ ‫ار‬
ِ ‫ َيرْ َحمْ ُك ْم َمنْ فِي ال َّس َم‬.
‫اء‬
“Orang-orang yang saling sayang-menyayangi akan dikasihi oleh
Allah Yang Maha Pengasih, Maha Perkasa lagi Mahatinggi, maka
sayangilah orang yang ada di muka bumi, niscaya kalian disayangi
oleh Allah yang ada di langit.”[3]
10. Islam adalah agama kesungguhan, keseriusan dan amal. Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

، ٌ‫ َوفِى ُك ٍّ َ َخيْر‬، ِ‫ض ِع ْيف‬


َّ ‫ِن ال‬ ِ ‫اَ ْلم ُْؤمِنُ ْال َق ِويُّ َخ ْي ٌر َوأَ َحبُّ إِلَى‬
ِ ‫َّللا م َِن ْالم ُْؤم‬
َ ْ ُ‫ك َشيْ ٌء َفَلَ ََق‬ َ َ‫ َوإِنْ أ‬،‫هلل َوَّلَ ََعْ َج ْز‬
َ ‫صا َب‬ َ ‫ِاحْ ِرصْ َعلَى َما َي ْن َفع‬
ِ ‫ُك َواسْ ََ ِعنْ ِبا‬
ُ ُ ََ ‫ َفإِنَّ لَ ْو ََ ْف‬،َ َ ‫ َولَ ِكنْ قُ ْ َ َق َّد َر َّللاُ َو َما َشا َء َف َع‬،‫ان َك َذا َو َك َذا‬
َ ‫ت َك‬ُ ‫لَ ْو أَ ِّني َف َع ْل‬

ِ ‫ َع َم َ َ ال َّش ْي َط‬.
‫ان‬
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada
mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan.
Bersungguh-sungguhlah dalam menuntut sesuatu yang bermanfaat
bagimu dan mohonlah per-tolongan kepada Allah (dalam segala
urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila
engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata, ‘Seandainya
aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu,’ tetapi
katakanlah, ‘Ini telah ditakdir-kan Allah, dan Allah berbuat apa yang
Dia kehendaki,’ karena ucapan ‘seandainya’ akan membuka (pintu)
per-buatan syaitan.” [4]
11. Islam adalah agama yang sangat jauh dari kontradiksi. Allah Azza wa
Jalla berfirman:

‫اخَ ََِل ًفا َك ِثيرً ا‬ ِ َّ ‫ان ِمنْ عِ ن ِد َغي ِْر‬


ْ ‫َّللا لَ َو َج ُدوا فِي ِه‬ َ ‫آن َولَ ْو َك‬ َ ُ‫أَ َف ََل َي ََدَ بَّر‬
َ ْ‫ون ْالقُر‬
“Maka apakah mereka tidak menghayati (mendalami) Al-Qur-an?
Kalau kiranya (Al-Qur-an) itu bukan dari sisi Allah, pastilah mereka
menemukan pertentangan yang banyak di dalamnya.” [An-Nisaa’: 82]
12. Islam itu sangat jelas dan sangat mudah, tidak sulit, dan Islam
mudah difahami oleh setiap orang.
13. Islam mengajak kepada akhlak mulia dan amal shalih. Allah Azza wa
Jalla berfirman:

َ ‫ُخ ِذ ْال َع ْف َو َو ْأمُرْ ِب ْالعُرْ فِ َوأَعْ ِرضْ َع ِن ْال َجا ِهل‬


‫ِين‬
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf serta
berpalinglah dari orang-orang bodoh.” [Al-A’raaf: 199]
Allah Azza wa Jalla juga berfirman:

‫ك َو َب ْي َن ُه َعدَ َاوةٌ َكأ َ َّن ُه َولِيٌّ َحمِي ٌم‬


َ ‫ِي أَحْ َسنُ َفإِ َذا الَّذِي َب ْي َن‬
َ ‫ْاد َفعْ ِبالََِّي ه‬
“…Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga
orang yang antaramu dan antara dia ada per-musuhan seolah-
olah menjadi teman yang sangat setia.” [Fushshilat: 34]
14. Islam memelihara kesehatan. Banyak sekali dalil dari Al-Qur-an dan
As-Sunnah tentang pemeliharaan kesehatan. Allah Azza wa Jalla
berfirman:
‫َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َو ََّل َُسْ ِرفُوا‬
“…Dan makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan.”
[Al-A’raaf: 31]
Para ulama mengatakan, “Sederhana dalam makan dan minum
merupakan faktor utama terpeliharanya kesehatan.” Di antara isyarat
pemeliharaan kesehatan, Islam mengharamkan makanan yang
berbahaya bila dikonsumsi oleh manusia. Allah Azza wa Jalla
berfirman:

ِ َّ ‫ير َو َما أ ُ ِه َّ َ ِب ِه ل َِغي ِْر‬


‫َّللا‬ ِ ‫إِ َّن َما َحرَّ َم َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْي ََ َة َوال َّد َم َولَحْ َم ْالخ‬
ِ ‫ِنز‬
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,
daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama)
selain Allah…” [Al-Ba-qarah: 173]
Allah berfirman tentang khamr (minuman keras):

ْ‫نصابُ َو ْاْلَ ْز ََّل ُم ِرجْ سٌ مِّن‬


َ َ‫ِين آ َم ُنوا إِ َّن َما ْال َخمْرُ َو ْال َم ْيسِ رُ َو ْاْل‬
َ ‫َيا أَ ُّي َها الَّذ‬
َ ُ‫ان َفاجْ ََ ِنبُوهُ لَ َعلَّ ُك ْم َُ ْفلِح‬
‫ون‬ َ ‫َع َم ِ َ ال َّشي‬
ِ ‫ْط‬
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak
panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah (perbuatan-perbuatan itu) agar kamu mendapat
keberuntungan.” [Al-Maa-idah: 90]
Khamr diharamkan karena di antara bahayanya adalah merusak
akal, melemahkan jantung, merusak hati dan ber-bagai penyakit
lainnya. Allah Azza wa Jalla berfirman tentang madu yang berkhasiat
menyembuhkan penyakit:
ُ ‫ت َفاسْ لُكِي ُس ُب َ َ َربِّكِ ُذلُ ًَل َي ْخ ُر ُج مِن ب‬
ٌ‫ُطو ِن َها َش َراب‬ َّ َ ِّ ‫ُث َّم ُكلِي مِن ُك‬
ِ ‫الث َم َرا‬
َ ُ‫اس ۗ إِنَّ فِي َٰ َذل َِك ََل َي ًة لِّ َق ْوم َي ََ َف َّكر‬
‫ون‬ ِ ‫م ُّْخ ََلِفٌ أَ ْل َوا ُن ُه فِي ِه شِ َفا ٌء لِّل َّن‬
“Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan lalu
tempuhlah jalan Rabb-mu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari
perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam
warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi
manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berfikir.”
[An-Nahl: 69]
15. Islam seiring dengan penemuan ilmiah. Oleh karena itu tidak
mungkin penemuan ilmiah yang benar ber-tentangan dengan nash-
nash syari’at Islam yang jelas. Demikianlah karakteristik Islam yang
mengokohkan agama ini serta menunjukkan kemuliaannya.

Anda mungkin juga menyukai