Anda di halaman 1dari 12

A.

PENDAHULUAN
Al-Quran merupakan sumber utama ajaran Islam dan juga merupakan pedoman hidup
bagi setiap manusia. Alquran bukan sekedar memuat petunjuk tentang hubungan manusia
dengan Tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, bahkan
hubungan manusia dengan makhluk lain dan alam sekitarnya. Dengan demikian, untuk dapat
memahami ajaran Islam secara sempurna, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah
memahami Alquran.1Di dalamnya terkandung ragam dasar aturan (qaidah) hukum yang
mengatur tatanan kehidupan umat manusia.
Kandungan isinya sangat penting dan memadai untuk mengungkap makna kehidupan
dan mengandung banyak ilmu pengetahuan. Memang tidak semuanya disebut secara eksplisit,
namun banyak hal tersirat secara implisit. Dalam Alquran ilmu pengetahuan tidak dijelaskan
secara rinci, karena Alquran bukan kamus atau ensiklopedia. Alquran hanya menggambarkan
secara global (ijmal) dan tugas manusialah untuk mengurai dan menganalisisnya, menemukan
dan mempertajam spesifikasinya secara detail dari ilmu-ilmu tersebut.

B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Alquran
Para ulama dalam bidang ilmu Alquran telah mendefenisikan Alquran menurut
pemahaman mereka masing-masing, baik secara etimologi maupun terminologi.

Secara etimologi (‫)لغت‬, terdapat beberapa pendapat mengenai pengertian Alquran, namun
yang paling populer adalah Alquran2, yang merupakan mashdar (infinitif) dari qara-a –
yaqra-u – qira-atan – qur‟anan yang berarti bacaan. Alquran dalam pengertian bacaan ini
misalnya terdapat dalam Surah Al-Qiyamah, ayat 17 dan 18:
َ ُ َ َْ َ َ َ َ ُ َ
)71( ‫) ف ِئذا ق َسأه ُاه ف َّاج ِب ْع ق ْسآه ُه‬71( ‫إ َّن َعل ْي َنا َج ْم َع ُه َوق ْسآه ُه‬
“Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan
(membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai membacakannya, maka
ikutilah bacaannya itu.” (Q.S Al-Qiyamah: 17-18).
Di samping dalam pengertian mashdar yang berarti „bacaan‟ atau cara membacanya,
Qur‟an juga dapat dipahami dalam pengertian maf‟ul berarti „yang dibaca‟ (maqru‟). Dalam
hal ini apa yang dibaca (maqru‟) diberi nama bacaan (qur‟an) atau penamaan maf‟ul dengan
mashdar.3 Dan ini merupakan pendapat al-Lihyani di mana Alquran merupakan musytaq dari
kata qara‟a dan memiliki hamzah. Selain al-Lihyani, al-Zajjaj juga berpendapat bahwa

1
Wahyuddin dan M.Saifulloh, “Ulum Alquran, Sejarah dan Perkembangannya”, dalam Jurnal Sosial
Humaniora, Vol. 6, No. 1, Juni 2013, h. 20.
2
Amroeni Drajat, Ulumul Qur‟an Pengantar Ilmu-ilmu Alquran, (Depok, Kencana, 2017), h. 27.
3
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur‟an, (Yogyakarta: Itqan Publishing, 2013), h. 15.

1
Alquran harus diletakkan hamzah ditengahnya, berdasarkan pola wazn fu‟lan (‫)فعالن‬. Lafaz
tersebut pecahan dari kata qar‟un (‫ )قسء‬yang berarti jam‟un (‫ )جمع‬yaitu berkumpul atau
kumpul. Alasannya, Alquran mengumpulkan atau menghimpun intisari kitab-kitab terdahulu.4

Dalam kitabnya ( ‫)مباحث في علىم القسآن‬, Subhi al-Shalih mengemukakan beberapa pendapat
lain dari para pakar terkait pengertian Alquran secara etimologis selain dari pendapat al-
Lihyani dan al-Zajjaj. Pertama, menurut Imam Syafi‟i, Qur‟an adalah ism „alam ghairu
musytaq (nama sesuatu yang tidak ada asal katanya) dan tidak ber-hamzah,5 oleh karena itu
Alquran merupakan nama khusus untuk firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW, seperti halnya nama-nama kitab lain yang juga memiliki nama khusus
yang diuberikan oleh Allah, yaitu Zabur (Nabi Daud AS), Taurat (Nabi Musa AS), dan Injil
(Nabi Isa AS) yang juga tidak ada asal katanya. Jika Qur‟an berasal dari kata qara-a berarti
setiap yang dibaca dapat dinamai Qur‟an.6 Kedua, al-Farra7 yang berpendapat, lafaz Alquran
adalah pecahan atau musystaq dari kata qarâin, bentuk plural dari qarinah yang berarti
“kaitan”, karena ayat-ayat Alquran satu sama lain saling berkaitan. Oleh karena itu, huruf
“nun” pada akhir lafaz Alquran adalah huruf asli, bukan tambahan huruf. Ketiga, al-Asy‟ari8
dan para pengikutnya mengatakan bahwa lafaz Alquran adalah musytaq dari kata qarn. Ia
mengemukakan contoh qarn al-syai yang berarti “menggabungkan sesuatu dengan sesuatu”.
Jadi kata qarn dalam hal ini bermakna “gabungan atau kaitan,‟ karena surah-surah dan ayat-
ayat saling berkaitan dan bergabung. 9

Adapun secara terminologis (‫)اصطالحا‬, Alquran adalah:

‫كالم هللا املنزل على دمحم ملسو هيلع هللا ىلص املخلى بالخىاجس واملخعبد بخالوجه‬
“Firman Allah yang diturunkan kepada Muhammad SAW, yang dibaca dengan mutawatir
dan membacanya bernilai ibadah”.
Pengertian terminologi di atas dinilai cukup untuk mendefinisikan apa itu Alquran.
Penyebutan lafzh al-jalâlah Allah setelah kalâm (firman-perkataan) membedakan Alquran
dari kalam atau perkataan malaikat, jin dan manusia. Sifat al-munazzal (yang diturunkan)
setelah kalâmullah (firman Allah) diperlukan untuk membedakan Alquran dari kalam Allah
yang lainnya, karena langit dan bumi serta seluruh isinya termasuk kalam Allah. Keterangan
„ala Muhammadin Shallallahu „alaihi wa sallam diperlukan untuk membedakan Alquran
dengan kalam Allah lainnya yang diturunkan kepada nabi dan rasul sebelumnya seperti Taurat
yang diturunkan kepada Nabi Musa AS, Zabur kepada Nabi Daud AS, Injil kepada Nabi „Isa
AS dan Shuhuf Ibrahim dan Musa AS. Sifat bi al-tawâtur diperlukan untuk membedakan
Alquran dengan firman Allah lainnya yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW tapi

4
Amroeni Drajat, Ulumul Qur‟an Pengantar Ilmu-ilmu Alquran, h. 28.
5
Subhi al-Shâlih, Mabâhits fî Ulûm al-Qur‟ân, (Beirut, Dâr al-„Ilm li al Malâyîn, 2000) h. 18.
6
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur‟an, h. 16.
7
Al-farra adalah seorang ahli Nahwu Kufah dan merupakan salah seorang imam terkenal dalam bidang
bahasa. Nama aslinya adalah Yahya bin Ziyâd al-Dailâmy. (Mabâhits fî Ulûm al-Qur‟ân)
8
Dia adalah Imâm Abû al-Hasan Alî bin Ismâ‟îl al-Asy‟arî.
9
Amroeni Drajat, Ulumul Qur‟an Pengantar Ilmu-ilmu Alquran, h. 28.

2
tidak masuk kategori mutawatir seperti hadits ahad. Karena hadits nabawipun ada yang
bersifat mutawâtir, maka untuk membedakannya dengan Alquran ditambahkan keterangan di
bagian akhir definisi al-muta‟abbad bi tilawatihi, karena hanya Alquran lah firman Allah
SWT yang dibaca waktu melaksanakan ibadah seperti shalat, sedangkan firman Allah lainnya
berupa hadits tidak dibaca dalam shalat.10
Sebagian ulama masih menambahkan sifat lain. Misalnya, Muhammad „Ali al-Shabuni
menambahkan sifat al-mu‟jiz (mukjizat), bi wasithat al-Amin Jibril „alaihi as-salam (melalui
perantara Malaikat Jibril), al-Maktûb fî al-mashâhif (tertulis dalam mushaf-mushaf), al-
mabdu bi Surah al-Fâtihah (diawali dengan Surah al-Fatihah), dan al-Mukhattam bi Surah al-
Nâs (yang diakhiri dengan Surah Al-Nas). Lengkapnya definisi Alquran menurut al-Shabuni
adalah:

‫ ا املنزل على خاجم ألاهبياء واملسسلينا بىاسطت ألامين جبرًل عليه السالما‬،‫هى كالم هللا املز‬
‫املكخىب في املصاحفا املنقىل إلينا بالخىاجسا املخعبد بخالوجها املبدوء بسىزة الفاجحتا املخخم‬
‫بسىزة الناس‬
“Alquran adalah firman Allah yang bersifat mukjizat, diturunkan kepada penutup para nabi
dan rasul, melalui perantara al-Amin Jibril „alaihi as-salam, ditulis di mushaf-mushaf,
diriwayatkan kepada kita secara mutawatir, bernilai ibadah membacanya, dimulai dengan
surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan Surat An-Nas”

Definisi al-Shabuni di atas tepat digunakan untuk mushaf, bukan Alquran, karena yang
disebut Alquran tidak hanya yang ditulis di dalam mushaf, tetapi juga yang dibaca secara lisan
berdasarkan hafalan. Apalagi pada era teknologi informasi sekarang ini, Alquran tidak hanya
dalam bentuk mushaf tertulis tetapi juga dalam bentuk digital, compact disc dan rekaman
suara.11

Perlu ditambahkan di sini bahwa istilah Alquran di samping digunakan untuk


keseluruhan juga untuk sebagian. Jika anda membaca satu surat bahkan satu ayat saja dari
Kitab Suci Alquran anda sudah disebut membaca Alquran. Allah SWT berfirman:
َ ُ ُ َّ َ َ َ ْ ‫َوإ َذا ُقس َا ْال ُق ْس ُآن َف‬
)402( ‫اس َخ ِم ُعىا ل ُه َوأ ْه ِص ُخىا ل َعلك ْم ج ْس َح ُمىن‬ ِ ِ
“Dan apabila dibacakan Alquran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan
tenang agar kamu mendapat rahmat.” (Q.S Al-„Araf: 204)

Perintah untuk mendegarkan Alquran dalam ayat di atas berlaku baik tatkala Alquran
dibacakan seluruhnya atau dibacakan sebagiannya saja. 12
Adapun perbedaan para ulama dalam mendefinisikan Alquran secara terminologis
dikarenakan adanya perbedaan sudut pandang dan perbedaan dalam menyebutkan unsur-

10
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur‟an, h. 16-17
11
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur‟an, h. 17.
12
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur‟an, h. 18.

3
unsur, sifat-sifat atau aspek-aspek yang terkandung di dalam Alquran itu sendiri yang
memang sangat luas dan kompehensif.

2. Nama-Nama Alquran
Nama-nama lain dari Alquran menurut sebagian ulama sangat banyak. Al-Zarkasyi dalam
al-Burhân, mengemukakan sekitar 53 nama-nama Alquran yang diambil dari al-Qâdhi Abû
al-ma‟ali „Azîzî bin „Abd al-Mâlik.13 Alquran mempunyai beberapa nama yang juga sekaligus
menunjukkan fungsinya. Alquran dan Al-Kitab adalah dua nama yang paling populer. Di
samping itu Alquran juga dinamai Al-Furqân, dan Al-Dzikr. Berikut ini adalah ayat-ayat
Alquran yang menyebutkan nama-nama tersebut, dan sedikit penjelasan tentang wajh al-
tasmiyah.

a. Al-Qur’an
َ َ َ َ َ َّ َ ُ َ ْ َ َ َّ َ ْ ُ ْ ُ ّ َ ُ َ ُ َ ْ َ َ َّ َ ‫إ َّن َه َرا ْال ُق ْس‬
‫اث أ َّن ل ُه ْم أ ْج ًسا ك ِب ًيرا‬
ِ ِ‫ح‬‫ال‬ ‫الص‬ ‫ن‬‫ى‬ ‫ل‬‫م‬ ‫ع‬ٌ ‫ًن‬‫ر‬ِ ‫ال‬ ‫ين‬ ‫ن‬
ِِ‫م‬‫ؤ‬ ‫امل‬ ‫س‬‫ش‬ِ ‫ب‬ٍ‫و‬ ‫م‬‫ى‬ ‫ق‬ ‫أ‬ ‫ي‬ ‫ه‬ ‫ي‬ ‫ت‬ ‫ل‬
ِ ِ ِ ِ ‫ل‬ ‫ي‬ ‫د‬‫ه‬ْ ‫ي‬َ ‫آن‬ ِ
)9(
“Sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan
memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu‟min yang mengerjakan amal saleh bahwa
bagi mereka ada pahala yang besar.” (Q.S Al-Isra‟: 9)
Dinamai Alquran, karena kitab suci terakhir yang diturunkan Allah SWT ini berfungsi
sebagai bacaan sesuai dengan arti kata Qur‟an itu sendiri sebagaimana yang sudah dijelaskan
pada bagian awal. 14

b. Al-Kitab
ْ َ ُ َ ْ َ َ
)4( ‫اب َل َزٍْ َب ِف ِيه ُه ًدي ِلل ُم َّخ ِق َين‬ ‫ذ ِلك ال ِكخ‬
“Kitab (Alquran) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertqwa.”
(Q.S. Al-Baqarah: 2)

Al-Kitab secara bahasa berarti al-jam‟u (mengumpulkan). Menurut al-Suyuthi, dinamai


Al-Kitab karena Alquran mengumpulkan berbagai macam ilmu, kisah, dan berita. Menurut
Muhammad Abdullah Draz, sebagaimana dikutip Manna‟ al-Qatthân, Alquran di samping
dipelihara melalui lisan, juga dipelihara dengan tulisan. Penamaannya dengan Alquran dan
Al-Kitab, dua nama yang paling populer, mengisyaratkan bahwa kitab suci Alquran haruslah
dipelihara melalui dua cara secara bersama, tidak salah satu saja, yaitu melalui hafalan
(hifzuhu fi al-shudûr) dan melalui tulisan (hifzuhu fi al-suthûr).

13
Amroeni Drajat, Ulumul Qur‟an Pengantar Ilmu-ilmu Alquran, h. 29.
14
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur‟an, h. 20.

4
c. Al-Furqân
َ َ ْ َ ُ َ َ َ ْ ُ ْ َ َّ َ َّ َ َ َ َ
)7( ‫ان َعلى َع ْب ِد ِه ِل َيكىن ِلل َع ِامل َين ه ِر ًًسا‬ ‫جبازك ال ِري ه ل الفسق‬
“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (Alquran) kepada hamba-Nya, agar dia
menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” (Q.S. Al-Furqan: 1)
Al-Furqan, mashdar dari asal kata faraqa, dalam wazan fu‟lan, memgambil bentuk shifat
musyabahah dengan arti “yang sangat memisahkan”. Dinamai demikian karena Alquran
memisahkan dengan tegas antara haq dan bathil, antara benar dan salah dan antara baik dan
buruk.

d. Al-Dzikr
َ ُ َ َ ْ ّ َ ْ َّ َ ُ ْ َ َّ
)9( ‫الرك َس َو ِإ َّها ل ُه ل َحا ِفظىن‬
ِ ‫ِإها هحن ه لنا‬
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dzikr (Alquran) dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya.” (Q.S. Al-Hijr: 9)
Adz-Dzikr artunya ingat, mengingatkan. Dinamai Adz-Dzikr karena di dalam kitab suci
ini terdapat pelajaran dan nasehat dan kisah umat masa lalu yang senantiasa diingatkan
kepada manusia untuk dijadikan pelajaran. Adz-Dzikr juga berarti asy-syaraf (kemuliaan)
sebagaimana terdapat dalam firman Allah:
َ َُ ُ َ َ َ ْ َ
)22( ‫َو ِإ َّه ُه ل ِرك ٌس ل َك َوِلق ْى ِم َك َو َس ْىف ح ْسألىن‬
“Dan sesungguhnya Alquran itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan
bagi kaummu dan kelak kamu akan dimintai pertanggung jawaban.” (Q.S. Az-Zukhruf: 44).15

3. Al-Quran di antara Kitab-Kitab Suci Lainnya


Iman kepada kitab-kitab Allah SWT merupakan bagian dari rukun iman yang enam.
Paling tidak ada empat kitab suci yang wajib dipercayai oleh seorang muslim, yaitu:

a. Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa AS.


b. Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa AS.
c. Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud AS.
d. Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. 16

15
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur‟an, h. 21.
16
Quraish Shihab, Islam yang Saya Anut, (Tangerang, Lentera Hati, 2018), h. 160.

5
Allah SWT berfirman:
َ َّ َ ْ َ ُ ‫اَّلل َو َز ُسىله َو ْالك َخاب َّال ِري َه َّ َل َع َلى َز‬ َّ َ ‫ًَ َاأ ُّي َها َّالر‬
‫اب ال ِري أ ْه َ َل ِم ْن‬ ‫خ‬
ِ ِ ِِ‫ك‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ه‬ ‫ىل‬ ‫س‬ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ‫ب‬ ‫ىا‬ ُ ‫ًن َآم ُنىا آم‬
‫ن‬ ِ
)731( ‫يدا‬ً ‫ض َال ًَل َبع‬
َ ‫ض َّل‬ َ ‫اَّلل َو َم َالب َكخه َو ُك ُخبه َو ُز ُسله َو ْال َي ْىم ْْلاخس َف َق ْد‬
َّ ْ ُ ْ َ ْ َ َ ُ ْ َ
‫قبل ومن ًكفس ِب‬
ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
”Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
(Muhammad) dan kepada Kitab (Alquran) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab
yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat
sangat jauh.” (Q.S. An-Nisa: 136)
Maksudnya, orang yang mengingkari atau tidak mempercayai salah satu kitab yang
empat, maka orang tersebut tidak bisa disebut sebagai orang yang beriman. Bahkan dalam
ayat tersebut dikatakan orang yang sangat tersesat dan sangat jauh. Jauh di sini dimaksudkan
jauh dari kebenaran.

Selain menginformasikan bahwa Nabi tersebut telah menerima kitab suci dari Allah
SWT, Alquran juga mengabarkan kepada kita bahwa tangan-tangan manusia telah mengubah
kitab suci, terutama Taurat dan Injil. Sehingga sekarang ini kedua kitab tersebut berbeda
dengan yang para Nabi itu terima.17
َّ ْ ْ َ َ ‫َ َ ْ ٌ َّ َ َ ْ ُ ُ َن ْ َ َ َ ْ ْ ُ َّ َ ُ ُ َن‬
ٌ‫َّللا ِل َي ْش َت ُروا ب ِه َث َم ًنا َق ِل ًيال َف َى ٍْل‬
ِ ِ ‫فىٍل ِلل ِرًن ًكخبى ال ِكخاب ِبأً ِد ِيهم ثم ًقىلى هرا ِمن ِعن ِد‬
َ ْ َ َ َ َ
)19( ‫ل ُه ْم ِم َّما ك َخ َب ْت أ ًْ ِد ِيه ْم َو َو ٍْ ٌل ل ُه ْم ِم َّما ًَك ِس ُبىن‬
“Maka celakalah orang-orang yang menulis kitab dengan tangan mereka (sendiri), kemudian
berkata: “Ini dari Allah,” (dengan maksud) untuk menjualnya dengan harga murah. Maka
celakalah mereka, karena tulisan tangan mereka, dan celakalah mereka karena apa yang
mereka perbuat.” (Q.S. Al-Baqarah: 79)

Dan dalam hal ini, Alquran Al-Karim memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan
sifat. Salah satu diantaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya dijamin
oleh Allah SWT, dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara.
َ ُ َ َ ْ ّ َ ْ َّ َ ُ ْ َ َّ
)9( ‫الرك َس َو ِإ َّها ل ُه ل َحا ِفظىن‬
ِ ‫ِإها هحن ه لنا‬
“Sesungguhnya Kami yang menurunkan Alquran dan Kamilah Pemelihara-Pemeliharanya.”
(Q.S. Al-Hijr: 9)

Demikianlah Allah menjamin keotentikan Alquran, jaminan yang diberikan atas dasar
Kemahakuasaan dan Kemahatahuan-Nya, serta upaya-upaya yang dilakukan oleh makhluk-
makhluk-Nya, terutama oleh manusia. 18

17
Quraish Shihab, Islam yang Saya Anut, h. 160.
18
Quraish Shihab. Membumikan Alquran, (Bandung, Mizan, 2014), h. 27.

6
Jika demikian apa yang mejadi kewajiban mempercayai kita-kitab suci tersebut?
Maknanya adalah:
a. Percaya bahwa Allah telah menurunkan keempat kitab itu kepada Nabi yang disebut di
atas.
b. Percaya bahwa telah terjadi perubahan, penambahan, atau pengurangan pada kitab
Taurat dan Injil.
c. Teks Alquran dipelihara oleh Allah dan Alquran menjadi tolak ukur keberanan ketiga
kitab suci sebelumnya. Karena itu jika terdapat informasi dari salah satu dari ketiga
kitab suci di atas yang sejalan dengan Alquran maka dia harus dipercaya; jika
bertentangan harus ditolak. 19
Dari uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa terdapat beberapa perbedaan
mendasar antara Alquran dan ketiga lainnya jika ditinjau dari yang terhidang sekarang.
Perebedaan tersebut antara lain pada otentisitas dan peranannya. Umat Krostiani misalnya,
mengakui adanya empat macam Perjainjian Baru, Markus, Matius, Lukas, dan Yohanus.
Dimana Perjanjian Baru merupakan karangan tokoh-tokoh yang dipercaya sebagai orang-
orang yang dekat dan dibimbing Tuhan. Perjanjian Baru bukanlah firman Allah, melainkan ia
merupakan kisah Nabi Isa dan ucapan-ucapan yang dinisbahkan kepada beliau. Disinilah letak
perbedaan antara umat Islam dan Kristen akan Injil, dimana umat Islam mengakui Injil
sebagai firman Allah bukan Injil “al-Kitab” yang ada saat ini. 20

Perbedaan lainnya adalah dalam fungsinya. Kalau Injil, bahkan kitab-kitab suci yang
Allah turunkan yang aslinya sekalipun, hanya berfungsi menjadi petunjuk bagi umat Nabi
yang diturunkan kepadanya kitab suci tersebut, sedang Alquran merupakan petunjuk bagi
seluruh umat manusia sekaligus menjadi mukjizat/bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW. 21
Bukti kebenaran tersebut dikemukakan dalam tantangan yang sifatnya bertahap. Pertama,
menantang siapa pun yang meragukannya untuk menyusun semacam Alquran secara
keseluruhan, (baca Q.S.52: 34). Kedua, menantang mereka untuk menyusun sepuluh surah
semacam Alquran (Q.S. 11: 13). Ketiga, menantang mereka untuk menyusun satu surah saja
semacam Alquran (Q.S. 10: 38). Keempat, menantang mereka untuk mnyusun sesuatu atau
lebih kurang sama dengan satu surah dari Alquran (Q.S. 2: 23).22

Walaupun Alquran menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad, tapi fungsi utamanya
adalah menjadi “petunjuk untuk seluruh umat manusia”.23

19
Quraish Shihab, Islam yang Saya Anut, h. 161.
20
Quraish Shihab, Islam yang Saya Anut, h. 161.
21
Quraish Shihab, Islam yang Saya Anut, h. 163.
22
Quraish Shihab. Membumikan Alquran, h. 36.
23
Quraish Shihab. Membumikan Alquran, h. 37.

7
4. Sejarah Alquran (Dari Awal Turunnya sampai Masa Pembukuan)
a. Masa Turunnya Alquran
Alquran Al-Karim diturunkan oleh Allah SWT dalam tiga fase: Pertama, diturunkan
langsung di Lauh Mahfuzh. Kedua, diturunkan ke Bait al-„Izzah di langit dunia. Ketiga,
diturunkan ke Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur.

1) Turunnya Alquran ke Lauh Mahfuzh


Keberadaan Alquran di Lauh Mahfuzh disebutkan secara jelas dalam Alquran. Allah
SWT berfirman:

)44( ‫ىظ‬ ُ ‫) في َل ْىح َم ْح‬47( ‫يد‬


‫ف‬ ٌ ‫َب ْل ُه َى ُق ْس ٌآن َمج‬
ٍ ٍ ِ ِ
“Bahkan yang didustakan mereka itu Alquran yang mulia. Yang (tersimpan) dalam Lauh
Mahfuzh.” (Q.S. Al-Buruj: 21-22)
Menurut Ibnu Katsir, Alquran yang mulia, berada di Lauh Mahfuzh, artinya di suatu
tempat yang tinggi yang terpelihara dari segala bentuk penambahan, pengurangan, pemalsuan
dan perubahan.

Senada dengan Ibnu Katsir, az-Zarqani juga mengatakan bahwa Alquran diturunkan ke
Lauh Mahfuzh sekaligus, berbeda ketika diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
diturunkan secara bertahap. Menurut az-Zarqani: ada beberapa alasan mengapa Alquran
diturunkan sekaligus dan tidak bertahap di Lauh Mahfuzh: Pertama,teks ayat sendiri
menunjukkan hal itu. Kedua, tidak ada alasan Alquran harus diturunkan bertahap pada fase
ini, karena hikmah diturunkannya Alquran secara bertahap tidak akan terwujud dan juga tidak
diperlukan.24

2) Turunnya Alquran ke Bait Al-Izzah di Langit Dunia


Dari lauh Mahfuzh, Alquran diturunkan sekaligus ke Bait al-„Izzah di langit dunia.
Berdasarkan firman Allah berikut ini:
َ ‫إ َّها َأ ْه َ ْل َن ُاه في َل ْي َلت ُم َب َاز َكت إ َّها ُك َّنا ُم ْنرز‬
)3( ‫ٍن‬ ِِ ِ ٍ ٍ ِ ِ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya
Kami-lah yang memberi peringatan.” (Q.S. Ad-Dukhan: 3)
َْ َ َ ْ َ
)7( ‫إ َّها أ ْه َ ل َن ُاه ِفي ل ْيل ِت الق ْد ِز‬
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada malam kemuliaan.” (Q.S. Al-
Qadar: 1)
ْ ُ َّ َ َ َ َ ُ ْ َ
)711(....‫ان ال ِري أ ْه ِ َل ِف ِيه ال ُق ْس ُآن‬ ‫شهس زمض‬

24
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur‟an, h. 35.

8
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan Alquran...” (Q.S. Al-Baqarah: 185)
Tiga ayat diatas menjelaskan bahwa Alquran diturunkan pada suatu malam yang
diberkahi, yaitu malam kemuliaan (lailatul qadr) dan malam itu adalah salah satu malam-
malam Ramadhan. Menurut az-Zarqani yang dimaksud dengan turunnya Alquran dalam tiga
ayat di atas bukanlah turunnya kepada Nabi Muhammad SAW, karena sebagaimana yang
diketahui Alquran turun kepada Nabi Muhammad secara berangsur-angsur dua puluh dua
tahun lebih, bukan hanya satu malam saja. 25

3) Turunnya Alquran kepada Nabi Muhammad SAW


Dari Bait al-„Izzah di langit dunia, kemudian Alquran diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW pertama kali pada malam Qadar, malam yang diberkati, yaitu pada salah
satu malam bulan Ramadhan. Setelah itu Alquran diturunkan secara berangsur-angsur selama
lebihg kurang 23 tahun. 26
Tentang turunnya Alquran secara berangsur-angsur ini dapat ditemukan penjelasannya
dalam sejumlah ayat Alquran. Di antara ayat Alquran yang bertutur tentang turunnya Alquran
secara bertahap yaitu firman Allah SWT:
ً َْ ْ َ ْ َ
)701( ‫اس َعلى ُمك ٍث َوه َّ ل َن ُاه جن ِزًال‬ َّ ‫َو ُق ْس ًآها َف َس ْق َن ُاه ل َخ ْق َ َسأ ُه َع َلى‬
‫الن‬
ِ ِ
“Dan Alquran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angur agar kamu membacakannya
perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian”. (Q.S. Al-
Isra: 106)27
Sebagian ulama seperti asy-Sya‟bi, sebagaimana dikutip al-Qaththan, berpendapat
berbeda dengan pendapat Ibnu Abbas di atas, bahwa tiga ayat di atas tidaklah menunjukkan
turunnya Alquran dari Lauh Mahfuzh ke Baitul „Izzah di langit dunia, tetapi permulaan
turunnya Alquran kepada Rasulullah SAW. Permulaan turunnya Alquran itu terjadi pada
malam qadar, malam yang diberkati, yang terjadi pada bulan Ramadhan. Sesudah itu Alquran
diturunkan secara berangsur-angsur selama lebnih kurang 23 tahun. 28

b. Penulisan Alquran pada Masa Nabi


Pada masa Nabi Muhammad SAW masih hidup, penulisan Alquran dalam satu buku
yang lengkap belum merupakan kebutuhan mendesak dan belum ada naskah yang sempurna.
Sekalipun Nabi sendiri memiliki sekretaris khusus yang bertugas mencatat semua wahyu yang
diturunkan kepadanya. Penulisan dalam satu naskah seperti yang ada pada masa ini baru
terealisasikan pada masa Khulafa al-Rasyidin. Namun, demikian keaslian dan keutuhan
Alquran tetap terjaga dengan baik. Alquran cukup terjaga keaslian dan keutuhannya melalui
hafalan dari Nabi dan dari para sahabat. Mekanisme penjagaan hafalan itu bermula dari

25
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur‟an, h. 36.
26
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur‟an, h. 38.
27
Muhammad Amin, “Sistematika Turunnya Ayat-ayat Alquran sebagai Pola Gerakan Dakwah”, dalam
Communica, Vol 2, No. 2, Oktober 2004, h. 83.
28
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur‟an, h. 39.

9
hafalan Nabi yang tiap bulan Ramadhan selalu dicek ulang oleh Malaikat Jibril. Kemudian,
para sahabat mengecek kepada Nabi SAW. Jadi, keutuhan Alquran sangat terjaga. Para
pengahafal Alquran di sekitar Nabi sangat banyak. Lain halnya ketika terjadi peperangan yang
terjadi pada masa Khulafa al-Rasyidin, maka kebutuhan akan pembukuan Alquran semakin
terasa dan mendesak.29

c. Penulisan Alquran pada Masa Khulafa al-Rasyidin


Pada masa Khalifah Abu Bakar, khalifah disibukkan oleh para pembangkang. Dalam
penumpasan inilahm banyak sahabat yang menjadi syahid, terutaman mereka yang
menyandang gelar sebagai penghafal Alquran. Para penghafal Alquran semakin menipis
jumlahnya akibat peperangan di Yamamah, pada sahabat syahid mencapai tujuh puluh orang
lebih. Hal ini membuat Umar bin Khattab cemas dan mengkhawatirkan keberlangsungan
risalah dan dakwah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Maka atas dasar inilah, dengan
mepertimbangkan hal buruk yang akan terjadi kedepannya, maka Umar dengan inisiatifnya
mengusulkan pengumpulan dan pembukuan Alquran kepada Abu Bakar.
Pada mulanya memang Khalifah Abu Bakar keberatan akan usulan dan inisiatif Umar
tersebut, karena Khalifah Abu Bakar beralasan bahwa hal tersebut (pengumpulan dan
pembukuan Alquran) tidak pernah diperintahkan oleh Nabi. Namun dengan argumen yang
tepat yang disampaikan dan dikemukakan oleh Umar bin Khattab, akhirnya Abu Bakar
menerima usulan tersebut. Usaha itu dimulai dengan mengumpulkan para sekretaris Nabi.
Terutama Zaid bin Tsabit, walaupun melalui perdebatan dengan Abu Bakar dan Umar,
akhirnya ia menyetujui tugas yang akan diembannya. Ia mulai mengumpulkan Alquran yang
masih berserakan di pelepah-pelepah kurma, kepingan-kepingan batu, dan dari hafalan para
sahabat yang menghafalkan Al-quran. Hingga Zaid melesaikan tugasnya yang berat dan
mulia, maka tersusunlah mushaf seperti yang ditugaskan Abu Bakar.

Pada masa khalifah Utsman bin Affan, persebaran Islam makin meluas. Akan tetapi
terjadi perbedaan cara membaca Alquran di beberapa daerah, dan mereka mengklaim berasal
dari Nabi. Hal ini membuat para sahabat, mereka takut akan terjadi penyimpangan dalam
Alquran. Maka mereka bersepakat untuk menyeragamkan bacaan dengan satu bacaan yang
sama agar umat Islam terhindar dari penyimpangan-penyimpangan.

Utsman kemudian mengirim utusan kepada hafsah untuk meminjamkan mushaf Abu
Bakar. Kemudian Utsman memanggil Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa‟id bin Ash,
dab Abdul Rahman bin Harits bin Hiysam. Lalu mereka ditugaskan untuk menyalin dan
memperbanyak mushaf Abu Bakar. Setelah tugas mereka selesai, Utsman mengembalikan
smushaf asli kepada Hafsah. Selanjutnya, Utsman mengirim satu mushaf versi baru ke setiap
wilayah untuk dan memerintahkan agar semua mushaf lain dibakar. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa Utsman telah menyatukan umat Islam dari ancaman perpecahan dan
perselisihan.30

29
Amroeni Drajat, Ulumul Qur‟an Pengantar Ilmu-ilmu Alquran, h. 37.
30
Amroeni Drajat, Ulumul Qur‟an Pengantar Ilmu-ilmu Alquran, h. 39.

10
d. Pemeliharaan Alquran setelah Khalifah Utsman bin Affan
Dari naskah yang dikirim Utsman itu, umat islam menyalin Alquran untuk mereka
masing-masing secara hati-hati, hemat dan cermat. Abdul Aziz bin Marwan, Gubernur Mesir,
setelah menulis mushafnya, menugaskan kepada orang untuk memeriksa jika sekiranya
terdapat kesalahan dalam penulisannya.

Jadi sebenarnya tugas pemeliharaan Alquran itu, di samping jaminan langsung dari Allah
SWT yang akan tetap menjaganya. Maka pemeliharaan juga berlangsung di tengah-tengah
umat Islam itu sendiri, mekanisme pemeliharaan Alquran di kalangan umat Islam berlangsung
secara otomatis, ketika terjadi suatu huruf yang menyimpang dari formula mushaf Utsmani,
maka akan segera terdeteksi dan diperbaiki. 31

C. PENUTUP

1. Simpulan
Dari segi bahasa, terdapat berbagai pendapat para ahli mengenai pengertian Alquran.
Sebagian berpendapat, penulisan lafal Alquran dibubuhi huruf hamzah. Pendapat lain
mengatakan penulisannya tanpa dibubuhi huruf hamzah. Asy-Syafi‟i, Al-Farra dan Al-Asy‟ari
termasuk di antara ulama yang berpendapat bahwa lafal Alquran ditulis tanpa huruf hamzah.

Al-Qur‟an sendiri memiliki beberapa nama lain, di antaranya adalah Al-Kitab (buku), Al-
Furqan (pembeda benar salah), Adz-Dzikr (pemberi peringatan).
Iman kepada kitab-kitab Allah SWT merupakan bagian dari rukun iman yang enam.
Paling tidak ada empat kitab suci yang wajib dipercayai oleh seorang muslim, yaitu: Taurat
yang diturunkan kepada Nabi Musa AS., Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa AS., Zabur
yang diturunkan kepada Nabi Daud AS. dan Alquran yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW.
Alquran Al-Karim diturunkan oleh Allah SWT dalam tiga fase: Pertama, diturunkan
langsung di Lauh Mahfuzh. Kedua, diturunkan ke Bait al-„Izzah di langit dunia. Ketiga,
diturunkan ke Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur. Kemudian penulisan Aquran
dilanjutkan pada masa Khulafa al-Rasyidin dan pada masa Khalifah Utsman bin Affan
Alquran dipelihara dari bacaan dan tulisan surah atau ayat yang menyimpang.

2. Saran
Demikian sekilas bahasan seputar Alquran Al-Karim. Tentu saja, makalah sesingkat ini
tidak cukup kompeherensif untuk menyediakan pengetahuan yang menyeluruh terkait
pembahasan ini. Maka sudah sepatutnya makalah ini diposisikan sebagai pemantik diskusi
semata.

31
Amroeni Drajat, Ulumul Qur‟an Pengantar Ilmu-ilmu Alquran, h. 40.

11
DAFTAR PUSTAKA
Alquran Al-Karim
Amroeni Drajat, Ulumul Qur‟an Pengantar Ilmu-ilmu Alquran, (Depok, Kencana, 2017)

Muhammad Amin, “Sistematika Turunnya Ayat-ayat Alquran sebagai Pola Gerakan


Dakwah”, dalam Communica, Vol 2, No. 2, Oktober 2004
Quraish Shihab, Islam yang Saya Anut, (Tangerang, Lentera Hati, 2018)

. Membumikan Alquran, (Bandung, Mizan, 2014)


Subhi al-Shâlih, Mabâhits fî Ulûm al-Qur‟ân, (Beirut, Dâr al-„Ilm li al Malâyîn, 2000)

Wahyuddin dan M.Saifulloh, “Ulum Alquran, Sejarah dan Perkembangannya”, dalam


Jurnal Sosial Humaniora, Vol. 6, No. 1, Juni 2013
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur‟an, (Yogyakarta: Itqan Publishing, 2013)

12

Anda mungkin juga menyukai