Anda di halaman 1dari 24

ADAB DAN ETIKA DALAM MENUNTUT ILMU

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PERTEMUAN 10

DISUSUN OLEH :

CHAIRUL IQBAL MAULANA 12180225


MUHAMMAD TOHA 12180097
JAKA ADRIYANSAH 12181231
ACHMAD SOFYAN HADI 12182339
HAIPA ISMAYA 12182571

SISTEM INFORMASI
TEKONOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS BINA SARANA INFORMATIKA
JAKARTA
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur tidak lupa kita panjatkan kehadirat Allah Subhahu Wa Ta’ala yang
berkat anugerah dari-Nya kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Adab
Bertamu Menurut Islam” ini. Sholawat serta selama kita haturkan kepada junjungan
agung Nabi Besar Muhammad Shallallahu `alaihi Wa Sallam yang telah memberikan
pedoman kepada kita jalan yang sebenar-benarnya jalan berupa ajaran agama islam
yang begitu sempurna dan menjadi rahmat bagi alam semesta.

Penulis sangat bersyukur karena mampu menyelesaikan makalah ini tepat waktu
sebagai pemenuh tugas Pendidikan Agama islam yang bertemakan “Adab Bertamu
Menurut Islam”. Selain itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai
pihak yang membantu kami untuk merampungkan makalah ini sampai selesai.

Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini bisa memberikan manfaat
kepada semua pihak. Dan jangan lupa kritik serta sarannya terhadap makalah ini
dalam rangka perbaikan makalah-makalah yang akan datang.

Jakarta, 25 juni 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER........................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................................................1
LATAR BELAKANG.................................................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN..........................................................................................................2
2.1 KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU…...............................................................2
2.2 ANJURAN MENUNTUT ILMU……………......................................................6
2.3 ADAB MENUNTUT ILMU…………………………........................................12
BAB III
PENUTUP..................................................................................................................19
3.1 KESIMPULAN.....................................................................................................19
3.2 SARAN.................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Ilmu pengetahuan adalah sebaik-baik sesuatu yang disukai, sepenting-penting

sesuatu yang dicari dan merupakan sesuatu yang paling bermanfaat, dari pada

selainnya. Dalam kehidupan dunia, ilmu pengetahuan mempunyai peran yang sangat

penting. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan memberikan kemudahan

bagi kehidupan baik dalam kehidupan individu maupun kehidupan bermasyarakat.

Menurut al-Ghazali dengan ilmu pengetahuan akan diperoleh segala bentuk

kekayaan, kemuliaan, kewibawaan, pengaruh, jabatan, dan kekuasaan. Apa yang

dapat diperoleh seseorang sebagai buah dari ilmu pengetahuan, bukan hanya

diperoleh dari hubungannya dengan sesama manusia, para binatangpun merasakan

bagaimana kemuliaan manusia, karena ilmu yang ia miliki. Dari sini, dengan jelas

dapat disimpulkan bahwa kemajuan peradaban sebuah bangsa tergantung kemajuan

ilmu pengetahuan yang melingkupi.

Dalam kehidupan beragama, ilmu pengetahuan adalah sesutau yang wajib

dimiliki, karena tidak akan mungkin seseorang mampu melakukan ibadah yang

merupakan tujuan diciptakannya manusia oleh Allah, tanpa didasari ilmu. Minimal,

ilmu pengetahuan yang akan memberikan kemampuan kepada dirinya, untuk

berusaha agar ibadah yang dilakukan tetap berada dalam aturan-aturan yang telah

ditentukan. Dalam agama, ilmu pengetahuan, adalah kunci menuju keselamatan dan

kebahagiaan akhirat selama-lamanya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Keutamaan Menuntut Ilmu

1. Hadist & Terjemah

Ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan oleh manusia untuk mencapai

kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Sehubungan dengan itu, Allah

SWT mengajarkan kepada adam dan semua keturunannya. Dengan ilmu pengetahuan

itu, manusia dapat melaksanakan tugasnya dalam kehidupan ini, baik tugas sebagai

khalifah maupun tugas ubudiah . Oleh karena itu, Rasulullah SAW menyuruh,

menganjurkan, dan memotivasi umatnya agar menuntut ilmu pengetahuan.

Sehubungan dengan ini ditemukan hadis, yaitu sebagai berikut.

َ ِ‫اس تَ َعلَّ ُموا ْالفَ َرائ‬


َ َّ‫ض َو َعلَّ ُموْ هُ الن‬
‫اس‬ َ َّ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم تَ َعلَّ ُموا ْال ِع ْل َم َو َعلَّ ُموْ هُ الن‬
َ ِ ‫ع َِن ا ْب ِن َم ْسعُو ٍد قَا َل لِى َرسُو ُل هَّللا‬

‫ ٍة‬g‫يض‬
َ ‫ر‬g ْ ‫اس فَا ِءنِّى ا ْم ُر ٌؤ َم ْقبُوضٌ َو ْال ِع ْل ُم َسيُ ْنتَقَصُ َوت‬
ِ gَ‫ا ِن فِى ف‬ggَ‫َظهَ ُر ْالفِتَنُ َحتَّى يَ ْختَلِفَ ْاثن‬ َ َّ‫تَ َعلَّ ُموا ْالقُرْ آنَ َوعَلَّ ُموْ هُ الن‬

ِ ‫ دًا يَ ْف‬ggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggg‫ دَا ِن أَ َح‬ggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggg‫الَ يَ ِج‬


‫ ُل بَ ْينَهُ َما‬ggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggg‫ص‬

Ibnu Mas’ud meriwayatkan, “Rasulullah SAW bersabda kepadaku, ‘Tuntutlah ilmu

pengetahuan dan ajarkanlah kepada oraang lain. Tuntutlah ilmu kewarisan dan

ajarkanlah kepada orang lain. Pelajarilah Al-Quran dan ajarkanlah kepada orang lain.

Saya ini akan mati. Ilmu akan berkurang dan cobaan akan semakin banyak, sehingga

terjadi perbedaan pendapat antara dua orang tentang suatu kewajiban, mereka tidak

menemukan seorang pun yang dapat menyelesaikannya.’”(HR. Ad-Daruquthni, dan

Al-bahaqi) .

Dalam hadis ini ada tiga perintah belajar, yaitu perintah mempelajari al-‘ilm, al-

2
fara’id, dan Al-Quran. Menurut Ibnu Mas’ud, ilmu yang dimaksudkan di sini adalah

ilmu syariat dan segala jenisnya. Al-Fara’id adalah ketentuan-ketentuan, baik

ketentuan islam secara umum maupun ketentuan tentang harta warisan. Mempelajari

Al-Quran mencakup menghafalnya. Setelah dipelajari ajarkan pula kepada orang lain

supaya lebih sempurna. Beliau memerintahkan agar sahabat mempelajari ilmu karena

beliau sendiri adalah manusia seperti manusia pada umumnya. Pada suatu saat,

beliau akan wafat. Dengan adanya orang mempelajari ilmu, ilmu pengetahuan itu

tidak akan hilang.

Mengingat pentingnya ilmu pengetahuan dalam hadis di atas, setelah mempelajari,

ilmu harus diajarkan kepada orang lain. Rasulullah SAW mengkhawatirkan apabila

beliau telah wafat dan orang-orang tidak peduli dengan ilmu pengetahuan,maka tidak

ada lagi orang yang mengerti agama, sehingga umat akan kebingungan.

Selain perintah menuntut ilmu pengetahuan dalam hadis di atas, masih ada lagi hadis

yang lebih tegas tentang kewajiban menuntut ilmu, yaitu sebagai berikut.

َ ‫لَّ َم طَلَبُ ْال ِع ْل ِم فَ ِري‬ggggg‫لَّى هَّللا ِ َو َس‬ggggg‫ص‬


‫لِ ٍم‬ggggg‫لِّ ُم ْس‬ggggg‫ةٌ َعلَى ُك‬ggggg‫ْض‬ َ ِ ‫وْ ُل هَّللا‬ggggg‫ا َل َر ُس‬gggggَ‫ا َل ق‬gggggَ‫بن َعلِّي ق‬ َ ‫ع َْن ح‬
ِ ‫يْن‬ggggg‫ُس‬

Husain bin Ali meriwayatkan bahwa rasulullah SAW bersabda, “Menuntut ilmu

wajib bagi setiap orang Islam.” (HR. Al-Baihaqi, Ath-Thabrani, abu Ya’la, Al-

Qqudha’i, dan Abu Nu’aim Al-Ashbahani) .

Dalam hadis ini, Rasulullah SAW menegaskan dengan dengan menggunakan kata

faridhah (wajib atau harus). Hal ini menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan itu

memang benar-benar urgen dalam kehidupan manusia, terutama orang yang beriman.

Tanpa ilmu pengetahuan, seorang mukmin tidak dapat melaksanakan aktivitasnya

dengan baik menurut ukuran ajaran Islam. Apabila ada orang yang mengaku beriman

tetapi tidak mau mencari ilmu, maka ia dipandang telah melakukan suatu

pelanggaran, yaitu tidak mengindahkan perintah Allah dan Rasul-Nya. Akibatnya,

3
tentu mendapatkan kemurkaan-Nya dan akhirnya akan masuk ke dalam neraka.

Karena pentingnya ilmu pengetahuan itu, Rasulullah mewajibkan umatnya belajar .

Adapun hadis-hadis lain yang berhubungan dengan keutamaan menuntut ilmu antara

lain.

ِ gَ‫هُ ط‬gَ‫هَّ َل هَّللا ُ ل‬g‫ا َس‬gg‫ ِه ِع ْل ًم‬g‫ا يَ ْلتَ ِمسُ فِ ْي‬ggً‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم ْن َسلَكَ طَ ِر يق‬
‫ا إِ لَى‬ggً‫ر يق‬g َ ِ ‫ع َْن أَبِي هُ َري َْرةَ قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬

‫ْال َجنَّ ِة‬

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ Barang siapa yang

menempuh jalan menuntut ilmu, akan dimudahkan Allah SWT untuknya ke

surga.”( HR. Muslim, At-Tirmidzi, Ahmad, dan Al-Baihaqi) .

Menurut Ibnu Hajar, Kata ‫ طَ ِر ْيقًا‬diungkapkan dalam bentuk nakirah (indefinit), begitu

juga dengan kata ilmu agama, baik sedikit maupun banyak.

Kalimat ‫( َسهَّل هَّللا ُ لَهُ طَ ِر يقًا‬Allah memudahkan baginya jalan), yaitu Allah memudahkan

baginya jalan di akhirat kelak atau memudahkan baginya jalan di dunia dengan cara

memberi hidayah untuk melakukan perbuatan baik yang dapat mengantarkan menuju

surga. Hal ini mengandung berita gembira bagi orang yang menuntut ilmu, bahwa

Allah memudahkan mereka untuk mencari dan mendapatkannya, karena menuntut

ilmu adalah salah satu jalan menuju surga .

‫ ِه‬gِ‫لَكَ هَّللا ُ ب‬g‫ا َس‬g‫ ِه ِع ْل ًم‬g‫ا يَ ْبتَ ِغي فِي‬gً‫ك طَ ِريق‬


َ َ‫ل‬g‫و ُل َم ْن َس‬gُ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَق‬ ُ ‫ع َْن أَ بِي الدَّرْ دَا ِء قَا َل َس ِمع‬
َ ِ ‫ْت َرسُو َل هَّللا‬

‫ت‬ َّ ‫هُ َم ْن فِي‬gَ‫تَ ْغفِ ُر ل‬g‫ب ْال ِع ْل ِم َو إِ َّن ْال َعلِ َم لَييَ ْس‬
ِ ‫ َم َوا‬g‫الس‬ َ ‫ض ُع أَ جْ نِ َحـَهَا ِر‬
ِ ِ‫ا ل‬gَ‫ا ًء لِط‬g‫ض‬ َ َ‫طَ ِريقًا إِ لَى ْال َجنَّ ِة َو إِ َّن ْال َماَل ئِ َكىةَ لَت‬

ُ‫ة‬gَ‫ا َء َو َرث‬gg‫ َو إِ َّن ْال ُعلَ َم‬g‫ائِ ِر ْال َك‬g‫ر َعلَى َس‬g
ِ g‫ض َحتَّى ال ِحيتَا نُ فِي ْال َما ِء َوفَضْ ُل ْال َعالِ ِم َعلَى ْال َعابِ ِد َكفَضْ ِل ْالقَ َم‬
ِ ْ‫َو َم ْن فِي اأْل َر‬
ً
ٍ ِ‫ ظّ َواف‬ggggg‫ َذ بِ َح‬gggggَ‫وا ْال ِع ْل َم فَ َم ْن أَ خ‬gggggُ‫ا َو َّر ث‬ggggg‫ا إِنَّ َم‬ggggg‫ارًا َواَل ِدرْ هَ ًم‬gggggَ‫ا َء لَ ْم يُ َو ِّرثُوا ِدين‬gggggَ‫ا ِء إِ َّن اأْل َ ْنبِي‬gggggَ‫اأْل َ ْنبِي‬
‫ر‬ggggg

Abu Ad-Darda’, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,’Barang

siapa yang menempuh jalan menari ilmu, akan dimudahkan Allah jalan untuknya ke

surga. Sesungguhnya , malaikat merentangkan sayapnya karena senang kepada

pencari ilmu. Sesungguhnya, pencari ilmu dimintakan ampunan oleh makhluk yang

4
ada dilangit dan bumi, bahkan ikan yang ada dalam air. Keutamaan alim terhadap

abid adalah bagaikan keutamaan bulan diantara semua bintang. Sesungguhnya ulama

adalah pewaris para nabi. Mereka tidak mewariskan emas dan perak, tetapi ilmu.

Siapa yang mencari ilmu, hendaklah ia cari sebanyak-banyaknya.”’ (HR At-

Tirmidzi, Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Daud, dan Ad- Darimi)

Dalam hadis di atas terdapat lima keutamaan orang menuntut ilmu, yaitu :

a) mendapat kemudahan untuk menuju sorga

b) disenangi oleh para malaikat

c) dimohonkan ampun oleh makhluk Allah yang lain

d) lebih utama daripada ahli ibadah

e) menjadi pewaris nabi. Menurut ilmu yang dimaksud di sini, menurut pengarang

Tuhfah Al-Ahwazi adalah mencari ilmu, baik sedikit maupun banyak dan

menempuh jarak yang dekat atau jauh .

Ayat Al-Quran yang berhubungan dengan keutamaan menuntut ilmu antara lain:

ۡ‫ا لَمۡ يَ ۡعلَم‬gg‫نَ َم‬g ‫نس‬ َ ُّ‫ ۡٱق َر ۡأ َو َرب‬٢ ‫ق‬


َ ٰ ِ ‫ عَلَّ َم ٱإۡل‬٤ ‫ ٱلَّ ِذي عَلَّ َم بِ ۡٱلقَلَ ِم‬٣ ‫ك ٱأۡل َ ۡك َر ُم‬ ٍ َ‫ق ٱإۡل ِ ن ٰ َسنَ ِم ۡن َعل‬ َ َ‫ك ٱلَّ ِذي َخل‬
َ َ‫ َخل‬١ ‫ق‬ ۡ ِ‫ۡٱق َر ۡأ ب‬
َ ِّ‫ٱس ِم َرب‬

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan

2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah

3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah

4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam

5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS.Al-‘Alaq : 1-5)

ٓ
َ ٰ ۡ‫ونِي بِأ َ ۡس َمٓا ِء ٰهَٓؤُٓاَل ِء إِن ُكنتُم‬gُُِٔ‫ضهُمۡ َعلَى ۡٱل َم ٰلَئِ َك ِة فَقَا َل أَ ۢنٔ‍ب‬
ْ ُ‫ال‬ggَ‫ ق‬٣١ َ‫ص ِدقِين‬
‫ ۡب ٰ َحنَكَ اَل‬g ‫وا ُس‬ َ ‫َو َعلَّ َم َءا َد َم ٱأۡل َ ۡس َمٓا َء ُكلَّهَا ثُ َّم َع َر‬

َ gَ‫ا َد ُم أَ ۢنبِ ۡئهُم بِأ َ ۡس َمٓائِ ِهمۡۖ فَلَ َّمٓا أَ ۢنبَأَهُم بِأ َ ۡس َمٓائِ ِهمۡ ق‬gََٔ‫ قَا َل ٰيَٓٔـ‬٣٢ ‫ك أَنتَ ۡٱل َعلِي ُم ۡٱل َح ِكي ُم‬
‫ل لَّ ُكمۡ إِنِّ ٓي‬ggُ‫ال أَلَمۡ أَق‬g َ َّ‫ِع ۡل َم لَنَٓا إِاَّل َما َعلَّمۡ تَن َۖٓا إِن‬

٣٣ َ‫ون‬ggggggggggggggg‫ا ُكنتُمۡ ت َۡكتُ ُم‬ggggggggggggggg‫ ُدونَ َو َم‬ggggggggggggggg‫ا تُ ۡب‬ggggggggggggggg‫ض َوأَ ۡعلَ ُم َم‬ ‫ ٰ َم ٰ َو ِ أۡل‬ggggggggggggggg‫ٱلس‬
ِ ‫ت َوٱ َ ۡر‬ َّ ‫ب‬َ ‫أَ ۡعلَ ُم غ َۡي‬

5
31. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,

kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah

kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!,

32. Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari

apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha

Mengetahui lagi Maha Bijaksana”, 33. Allah berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah

kepada mereka nama-nama benda ini”. Maka setelah diberitahukannya kepada

mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: “Bukankah sudah Ku-katakan

kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan

mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?( QS. Al-

Baqarah: 31-33)

ٌ ِ‫أَ َّم ۡن هُ َو ٰقَن‬


ْ g‫ت َءانَٓا َء ٱلَّ ۡي ِل َسا ِج ٗدا َوقَٓائِ ٗما يَ ۡح َذ ُر ٱأۡل ٓ ِخ َرةَ َويَ ۡر ُج‬
‫ونَ َوٱلَّ ِذينَ اَل‬gg‫ت َِوي ٱلَّ ِذينَ يَ ۡعلَ ُم‬g‫ل يَ ۡس‬gۡ gَ‫ل ه‬gۡ gُ‫ ةَ َربِّ ِۗۦه ق‬g‫وا َر ۡح َم‬g

ِ َ‫وا ٱأۡل َ ۡل ٰب‬ggggggggggggggggggggggggggggggg


٩‫ب‬ ْ ُ‫ َذ َّك ُر أُوْ ل‬gggggggggggggggggggggggggggggggَ‫ا يَت‬ggggggggggggggggggggggggggggggg‫ونَ إِنَّ َم‬ggggggggggggggggggggggggggggggg
ۗ ‫يَ ۡعلَ ُم‬

9. (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang

beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada

(azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama

orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”

Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (Q.S Az-zumar

:9)

2.2. Anjuran Menuntut Ilmu

َ ‫ب ْال ِع ْل ِم فَ ِر ي‬
ِّ‫ْضةٌ َعلَى ُكل‬ َ َ‫طل‬ ْ ُ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ا‬
َ ‫طلُبُوْ ا ْال ِع ْل َم َولَوْ بِالصِّي ِن فَإ ِ َّن‬ َ ِ ‫ك قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬ ِ ‫ع َْن أَ ن‬
ٍ ِ‫َس ب ِْن َمال‬

ْ َ‫ب ْال ِع ْل ِم ِرضًابِ َما ي‬


)‫طلُبُ (أخرحه ابن عبد البر‬ ِ ِ‫ض ُع أَجْ نِ َحـتَهَا لِطَال‬
َ َ‫ُم ْسلِ ٍم إِ َّن ْال َماَل ئِ َكةَ ت‬

Dari Anas bin Malik berkata: Rasulullah SAW bersabda :”Carilah ilmu walaupun

dinegeri Cina. Sesungguhnya mencari ilmu itu wajib atas setiap muslim.

6
Sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya bagi pencari ilmu karena rida dengan

apa yang dicari.” (HR. Ibnu Abd al-Barr) .

‫ب ْال ِع ْل ِم يَ ْستَ ْغفِ ُر لَهُ ُكلُّ َشي ٍْئ َحتَّى ْال ِح ْيتَانُ فِى ْالبَحْ ِر‬ َ ‫ طَلَبُل ِع ْل ِم فَ ِري‬: ‫وفى روا يت‬
َ ‫ضةٌ َعلَى ُكلِّ ُم ْسلِ ٍم َو إِ َّن طَا ِل‬

)‫(ابن عبد البرفي العلم عن أنس حد يث صحيح‬

Dalam riwayat:”Mencari Ilmu wajib terhadap setiap orang Islam. Sesungguhnya

pencari ilmu dimohonkan kepadanya oleh segala sesuatu sehingga ikan dalam

lautan.”(HR. Ibn Abdil Barr dari Anas Hadis Shahih).

Hadis diatas ditampilkan dalam hadis tarbawi sebagai referensi sekalipun di

perselisihkan kualitasnya oleh para ulama tetapi terkenal dikalangan para pelajar,

santri dan mahasiswa dimana saja berada. Dalam ilmu hadis disebut masyhur non-

isthilahiy artinya terkenal dikalangan kelompok tertentu sekalipun perawinya kurang

dari tiga orang pada setiap tingkatan sanad .

Ada beberapa pokok pesan dalam hadis di atas, sebagi berikut:

‫الصِّين‬
ِ ْ ُ‫ا‬
ِ‫طلُبُوْ ا ْال ِع ْل َم َولَوْ ب‬

“Carilah ilmu walaupun di negeri China.”

Mencari ilmu suatu keajaiban sekalipun dimana saja dan dalam keadaan

bagaimanapun pula, tidak ada alasan seseorang meninggalkan ilmu atau tidak

mencarinya. Makna walaw dalam bahasa Arab menunjuk batas maksimal apapun

yang terjadi (li al-ghayah). para ulama memberi penjelasan makna walaupun dinegeri

china dalam hadis tersebut antara lain:

1. Al-Manawiy dalam kitab al-Taysir Syarah al-Jami’ al-Shaghir memberikan arti

kesimpulan sangat jauh (mubalaghah fi al-bu’di) dengan alasan kewajiban

menuntutnya sebagaimana hadis lanjutannya. Oleh karena itu, Jabir bin Abdillah

seorang sahabat Rasulullah mengadakan rihlah (perjalanan) yang jauh dari

7
Madinah ke Mesir hanya untuk mendapatkan satu hadis dari seseorang disana

selama satu bulan.

2. Faydh al-Qadir memberikan arti yang sama, yakni walaupun tercapainya ilmu

harus mengadakan perjalanan yang sangat jauh seperti perjalanan ke China dan

sangat menderita. Orang yang tidak sabar penderitaan dalam mencari ilmu

kehidupannya buta dalam kebodohan dan orang yang sabar atasnya akan meraih

kemuliaan dunia akhirat.

3. Abdullah bin Baz dalam Majmu’ Fatawanya; anjuran mencari ilmu walaupun di

tempat yang sangat jauh bukan berarti Chinanya. Hadis menyebutkan walau di

negeri China, karena China negeri yang jauh dari Arab. Ini jika benar khabar

shahih.

4. Muhammad Abduh dalam al-Manar memberikan komentar mencari ilmu dengan

siapa saja atau darimana saja sekalipun bukan negeri muslim. Di China pada saat

itu belum ada seorang Muslim, penduduknya penyembah berhala (watsaniyun)

tidak Majusi. Bahkan Syekh Yusuf al-Qardhawi menunjuk makna hadis belajar

ilmu pengetahuan sekalipun di Barat atau negara maju tingkat ilmu pengetahuan

atau sains dan tekhnologinya .

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa makna mencari

ilmu sekalipun di negeri China adalah sekalipun jauh dari tempat tinggal, sekalipun

menderita dan sulit, sekalipun datang dari non-Muslim atau sekalipun dinegara

minoritas muslim yang sudah maju. Sebagian pendapat China sudah mengalami

kemajuan pada waktu itu seperti membuat kertas dan lain-lain. Dr. Luthfi Fathullah

memberi komentar bahwa matan hadis ini banyak dipertanyakan dan diragukan

orang dengan mempertanyakannya, benarkah Nabi Muhammad SAW

mengetahuinya adalah sangat besar. Pertama, dari sudut sejarah, baginda adalah
8
pedangang antar bangsa, beliau waktu usia muda pernah dua kali minimal pergi ke

Syam sebagai kota perdagangan. Di kota itu sudah ada kebudayaan Romawi dan

tentu saja sudah berinteraksi dengan budaya lain. Jadi, tidak mustahil dalam

perjalanan itu baginda mendengar tentang peradaban negeri Cina yang sudah tinggi .

Kedua, apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW, tidaklah berhenti pada

pengetahuan beliau saja, tetapi ada unsur wahyu Allah yang berperan. Jika

kemungkinan ini diambil, dan hal ini sangatlah mungkin, maka unsur kejanggalan

matan. Hadis ini tidak akan muncul lagi. Banyak hikmah yang dapat dipetik dari kata

negeri China disini. Pertama, negeri atau kekaisaran yang populer dikalangan awam

pada saat itu adalah Romawi dan Kisra. Jarak kekuasaan kedua kekaisaran ini

tidaklah terlalu jauh dari dunia islam. Bahkan Rasulullah sendiri pernah menuliskan

surat untuk mereka dan kerajaan dan kekaisaran lain. Walhasil, Nabi ingin

memberitakan kepada umat islam bahwa ada negeri lain yang juga sudah memiliki

peradaban yang maju .

Hukum menuntut ilmu sebagaimana disebutkan pada hadis berikut:

َ ‫ل ِع ْل ِم فَ ِر‬gggggggggggggggggggggggggggggggُ‫طَلَب‬
‫لِ ٍم‬ggggggggggggggggggggggggggggggg‫لِّ ُم ْس‬ggggggggggggggggggggggggggggggg‫ةٌ َعلَى ُك‬ggggggggggggggggggggggggggggggg‫يض‬

“Sesungguhnya mencari ilmu itu wajib atas setiap Muslim.”

Hukum mencari ilmu wajib bagi seluruh kaum Muslimin baik laki-laki dan

perempuan, makna wajib disini adakalanya wajib’ ain dan adakalanya wajib kifayah.

Kata “Muslim” berbentuk mudzakar (laki-laki), tetapi maknanya mencakup

mudzakar dan muannats (perempuan). Maksudnya orang Muslim yang mukalaf

yakni Muslim, berakal, balig, laki-laki, dan perempuan. Dari sekian banyak buku

hadis penulis tidak menjumpai kata muslimatiin setelah kata Muslim diatas. Hukum

mencari ilmu fardhu bagi setiap orang islam baik laki-laki maupun perempuan.

Hukum mencari ilmu wajib sebagaimana hadis diatas. Masa mencari ilmu seumur

9
hidup (long life of education) sebagaimana kata Ki Hajar Dewantara, bahwa

menuntut ilmu sejak lahir sampai mati. Sebagian ulama salaf berkata:

‫ ِد‬ggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggg‫ ِد ِإلَى اللَّ ْح‬gggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggْ‫ب ْال ِع ْل ِم ِمنَ ْال َمه‬ ْ ُ‫ا‬


ِ ُ ‫طل‬

“Carilah ilmu dari ayunan sampai lubang kubur.”

Sedang diantara manfaat menuntut ilmu untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan

akhirat. Imam Syafi’i berkata sebagaimana yang dikutip oleh al-Nawawi dalam

kitabnya Tahdzib al-Asma wa al-Lughat (1): 74):

‫ال ِع ْل ِم‬ggggggggggggggg
ْ ِ‫ ِه ب‬gggggggggggggggْ‫ َرةَ فَ َعلَي‬ggggggggggggggg‫ َو َم ْن أَ َرا َداآْل ِخ‬,‫ال ِع ْل ِم‬ggggggggggggggg
ْ ِ‫ ِه ب‬gggggggggggggggْ‫ َّد ْنيَا فَ َعلَي‬ggggggggggggggg‫َم ْن أَ َرا َد ْال‬

“Barang siapa yang menghendaki dunia hendaknya dengan ilmu dan barang siapa

yang menghendaki akhirat hendaknya dengan ilmu”.

Maksud ilmu di sini secara umum baik ilmu Syara’ maupun ilmu pengetahuan.

Keduanya penting untuk mencari kemaslahatan dunia dan akhirat. Sedang maksud

ilmu yang wajib dituntut sebagaimana hadis diatas adalah ilmu syara’ dan

kewajibannya adakalanya fardu’ain dan adkalanya fardu kifayah. Ibn al-Mubarak

ketika ditanya tentang makna hadis di atas menjawab; maknanya tidak seperti yang

mereka duga, tetapi apa yang terjadi pada seseorang dari urusan agamanya akan

dimintai pertanggungjawaban sehingga ia harus mengetahui ilmunya. Al-Baydhawiy

menjelaskan bahwa maksud ilmu disini adalah ilmu yang tidak ada jalan lain kecuali

harus mengetahuinya seperti mengetahui sang pencipta alam dan ke-Esaan-Nya,

mengetahui kenabian Muhammad SAW dan mengetahui cara shalat, semua ini

hukumnya fardu’ain.

Al-Gazali dalam al-Manhaj menjelaskan bahwa mencari ilmu ada tiga ilmu sebagai

berikut :

10
1. Ilmu tauhid, ilmu mengetahui pokok-pokok agama seperti mengetahui sifat-sifat

Tuhan Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Hidup, Maha Menghendak, dan

Maha Mendengar. Tuhan memiliki segala sifat kesempurnaan dan suci dari segala

sifat alam. Ilmu juga mengetahui bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan

membenarkan segala apa yang disampaikan.

2. Ilmu sirr, ilmu hati dan pergerakannya, yakni mengetahui kewajiban hati serta

mengetahui larangan-larangan sehingga mendapatkan keikhlasan niat dan

keabsahan amal.

3. Ilmu Syari’ah, segala ilmu yang wajib diketahui untuk melaksanakan syari’ah dan

ibadah. Selain tiga di atas hukumnya wajib kifayah.

4. Di antara para ulama seperti al-Zarnuzjiy dalam kitabnya Ta’alim al-Muta’allim,

al-Gazali dalam kitabnya Ihya Ulum al-din dan al-Manawiy dalam al-Taysir bi

Syarh al-Jami al-Shaghir membagi hukum mencari ilmu adakalanya wajib, haram,

sunah, mubah, dan makruh bergantung manfaat dan mudaratnya. Hukum

wajib’ain seperti ilmu wudhu’, puasa, dan lain-lain yang menyangkut amal wajib.

Seseorang yang berharta wajib mengetahui ilmu zakat, seorang yang melakukan

transaksi jual beli wajib mengetahui hukum muamalah, seorang beristri wajib

mengetahui pergaulan dengan wanita dengan baik dan lain-lain.

Al-Zarnujiy menyebutnya ilmu al-hal, yakni ilmu yang wajib dilakukan

sekarang baik menyangkut akidah, ibadah, dan akhlak atau diartikan ilmu tingkah

laku. Sedang wajib kifayah, jika sudah ada sebagian di antara umat islam yang

melakukannya, maka yang lain gugur dosanya seperti ilmu falak atau ilmu astronomi

untuk mengetahui rukyat al-hilal melihat bulan sebagai penetapan awal bulan dan

lain-lain, ilmu saintek atau pendukung tegaknya pelaksanaan agama atau untuk

kemajuan umat islam dan lain-lain. Menurut al-Zarnujiy termasuk wajib kifayah
11
adalah ilmu mustaqbal, yakni belajar ilmu yang tidak segera dikerjakan seperti orang

miskin belajar tentang zakat dan haji atau mempelajari ilmu sekalipun syara’ tetapi

tidak untuk diamalkan segera. Penyebutan istilah ilmu itu tersebut ahli didik beragam

Ibnu Khaldun menyebut ilmu aqliyah dan naqliyah, al-Gazali menyebut ilmu syariat

dan aqliyah, al-Attas menyebutkan ilmu fardu’ain dan ilmu fardu kifayah, sedangkan

seminar pendidikan internasional di Mekkah al-Mukarramah 1977 menyebutkan

ilmu wahyu dan ilmu muktasab (ilmu yang diperoleh hasil research).

Demikian urgensi ilmu yang amat tinggi bagi keselamatan jiwa manusia dan alam

jagad raya. Dengan ilmu alam tenang dan jika lenyap ilmu, maka lenyap pula alam.

Karena ilmu inilah pencari dan pengajarnya dimuliakan Allah dan dimuliakan

seluruh makhluk, diampuni segala dosanya dan didengar doanya .

2.3. Adab Menuntut Ilmu

Ta’dib secara Etimologi merupakan bentuk masdar kata kerja addaba yang

berari ‘mendidik, melatih berdisiplin, memperbaiki, mengambil tindakan, beradab,

sopan, berbudi baik, mengikuti jejak akhlaknya.

Dalam salah satu hadis Rasulullah bersabda:

)‫كري عن علي‬ggggggggggggggggggg‫ه العس‬gggggggggggggggggg‫ر ج‬ggggggggggggggggggg‫أديي(أخ‬ggggggggggggggggggَ‫نَ ت‬ggggggggggggggggggg‫أ ًّدبّي َربِّي فأحْ َس‬

“Tuhanku mengajarkan adab kepadaku maka Dialah yang memperindah

adabku.”(HR. al-‘Askariy dari Ali)

Al-Zarkasiy dalam Faydh al-Qadir Syarah al-Jami ‘al-Shaghir menyebutkan

bahwa Hadis ini sekalipun dha’if tetapi maknanya shahih.

Kata ta’dib pada umumnya lebih banyak digunakan pada pendidikan yang bersifat

keterapilan lahir yakni latihan dan keterampilan. Ia berasal dari kata adab, yang

berarti etika, sopan santun, dan budi pekerti lebih tepat diartikan mengajarkan adab

12
atau diartikan memberi pelajaran atau hukuman .

Ayat Al-Quran yang berhubungan dengan adab menuntut ilmu antara lain:

َ‫ع ٱهَّلل ُ ٱلَّ ِذين‬gg ْ ‫وا فَٱن ُش ُز‬


ِ َ‫وا يَ ۡرف‬ َ ِ‫ح ٱهَّلل ُ لَ ُكمۡۖ َوإِ َذا ق‬
ْ ‫يل ٱن ُش ُز‬ ۡ ْ ‫س فَ ۡٱف َسح‬
ِ ‫ُوا يَف َس‬
ۡ َ ِ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ْا إِ َذا ق‬
ْ ‫يل لَ ُكمۡ تَفَ َّسح‬
ِ ِ‫ُوا فِي ٱل َم ٰ َجل‬

ٞ
١١ ‫ير‬ggggggggggggggg ٖ ۚ ‫وا ۡٱل ِع ۡل َم َد َر ٰ َج‬ggggggggggggggg
ِ‫ونَ خَ ب‬gggggggggggggggُ‫ا ت َۡع َمل‬ggggggggggggggg‫ت َوٱهَّلل ُ بِ َم‬ ْ ُ‫وا ِمن ُكمۡ َوٱلَّ ِذينَ أُوت‬ggggggggggggggg
ْ ُ‫َءا َمن‬

11. Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah

dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan

untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah

akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang

diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang

kamu kerjakan.(QS. Al-Mujadillah:11).

Menurut Ibn Qayyim, kata adab berasal dari kata ma’dubah. Kata ma’dubah

berarti’jamuan atau hidangan’, dengan kata kerja ”adaba-ya’dibu’’ yang berarti

‘menjamu atau menghidangkan makanan. Kata adab dalam tradisi Arab kuno

merupakan symbol kedermawanan, dimana al-Adib (pemiik hidangan) mengundang

banyak orang untuk duduk bersana menyantap hidangan di rumahnya. Sebagaimana

yang terdapat dalam perkataan Tharafah bin Abdul Bakri al-Wa’illi, “Pada musim

paceklik (musim kesulitan pangan), kami mengundang orang-orang ke perjamuan

makan, dan engkau tidak akan melihat para penjamu dari kalangan kami memilih-

milih orang yang diundang”.

Kemudian kata ini berkembang seiring dengan perkembangan peradaban islam,

sebagai sebuah simbol nilai agung yang ada dalam islam. Hal ini bisa kita lihat dalam

hadist berikut ini, yang menjelaskan kata adab sebagai hidangan yang ada di

dalamnya syarat dengan nilai. “sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah

dimuka bumi, oleh karena itu Belajarlah kalian pada sumber peradaban-nya.”

13
Kata ta’dib atau al-adab ini dipopulerkan oleh Imam al-Bukhari dalam adab al-

mufrad, al-mawardi dalam kitabnya Adab al-Muallimin wa al-Rawi wa Adab al-

sami’ serta Ibn Jama’ah dalam kitabnya Tadzkirah al- sami’ wa al-Mutakallim fii

Adab al-Alim wa al-Muta’allim.

Sementara itu, kata adab juga sering dipakai dalam hadits untuk menunjuk

kata pendidikan. Hal itu sebagaimana sabda Nabi saw. Berikut ini, “Tuhan telah

mendidikku, dan telah membuat pendidikanku itu sebaik-baiknya”, “Setiap pendidik

akan menyukai diberikan alat mendidik, dan sesungguhnya pendidikan dari Allah itu

adalah Al-Qur’an, aka janganlah kalian menjauhinya”.

Menurut al-attas, istilah ta’dib adalah istilah yang paling tepat digunakan untuk

menggambarkan pengertian pendidikan, karena pada dasarnya pendidikan Islam

bertujuan untuk melahirkan manusia yang beradab. Sementara istilah tarbiyah terlalu

luas karena pendidikan, dalam istilah ini mencakup pendidikan untuk hewan.

Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa istila Ta’dib merupakan masdar kata kerja addaba

yang berarti pendidikan. Kemudian, dari kata addaba ini diturunkan juga kata

adabun. Menurut al-attas, adabun berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakikat

bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hirarkis sesuai dengan berbagai

tingkat dan derajat tingkatan mereka dan tentang tempat seseorang yang tepat dalam

hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kapasitas dan potensi jasmaniah,

intelektual, maupun rohaniyah seseorang. Al-attas mengatakan bahwa adab adalah

pengenalan serta pengakuan akan hak keadaan sesuatu dan kedudukan seseorang,

dalam rencana susunan berperingkat martabat dan derajat, yang merupakan suatu

hakikat yang berlaku dalam tabiat semesta. Pengenalan adalah ilmu; pengakuan

adalah amal. Maka, pengenalan tanpa pengakuan, seperti ilmu tanpa amal; dan

14
pengakuan tanpa pengenalan seperti amal tanpa ilmu. Keduanya sia-sia karena yang

satu menyifatkan ketiadasadaran dan kejahilan .

Berdasarkan pengerian adab seperti itu, al-Attas mendifinisikan pendidikan

menurut islam sebagai pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur

ditanamkan ke dalam manusia, tentang tempat-tempat yang tepat bagi segala sesuatu

di dalam tatanan wujud, sehingga hal ini membimbing kearah pengenalan dan

pengakuan tempat tuhan yang tepat didalam tatanan wujud tersebut.

Pendapat al-Attas mengenai Ta’dib, dikuatkan oleh Sa’dudin Mansur

Muhammad. Ia beralasan bahwa istilah Ta’dib merupakan istilah yang mencakup

semua aspek dalam pendidikan baik unsure tarbiyah maupun taklim. Lebih lanjut ia

menegaskan bahwa istilah ta’dib sudah dikenal sejak zaman jahiliah dan dikuatkan

setelah datangnya Nabi Muhammad saw.

Alasan yang lebih mendasar yang melatar belakangi al-Attas memilih istilah ta’dib

adalah, adab berkaitan erat dengan ilmu, sebab ilmu tidak dapat diajarkan atau

ditularkan kepada anak didik, kecuali jika orang tersebut memiliki ilmu pengetahuan

dalam berbagai bidang. adab yang tepat terhadap ilmu pengetahuan dalam berbagai

bidang.

Kemudian, konsep pendidikan Islam yang hanya terbatas pada makna tarbiyah dan

taklim itu telah dirasuki pandangan hidup barat yang berlandaskan nilai-nilai

dualisme, sekularisme, humanism, dan sofisme, sehingga nilai-nilai adab menjadi

kabur dan semakin jauh dari nilai-nilai hikmah Ilahiah. Kekaburan makna adab

tersebut mengakibatkan kezaliman, kebodohan, dan kegilaan. Kezaliman yang

dimaksud disini adalah meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya, sementara

15
kebodohan adalah melakukan cara yang salah untuk mencapai hasil tujuan tertentu,

dan kegilian adalah perjuangan yang berdasarkan tujuan dan maksud yang salah.

Istilah adab juga merupakan salah satu istilah yang identik dengan pendidikan

akhlak, bahkan Ibn Qayyim berpendapat bahwa adab adalah inti dari akhlak, karena

didalamnya mencakup semua kebaikan. Lebih dari itu, konsep adab ini, pada

akhirnya berperan sebagai pembeda antara pendidikan karakter dengan pendidikan

akhlak. Orang berkarakter tidaklah cukup, karena pendidikan karakter hanya

berdimensi pada nilai-nilai dan norma-norma kemanusian aja (makhluk), tanpa

memperhatikan dimensi ketauhidan Ilahiyah (khaliq). Sehingga orang berkarakter

belum bias disebut berakhlak, karena bisa jadi orang berkarakter “toleransi” ia

mengikuti paham pluralism sehingga memukul rata semua agama tanpa batasan

norma syari’at. Sementara dalam pendidikan akhlak mengintegrasikan kedua dimensi

tersebut, yakni nilai kemanusiaan (makhluk) dan nilai uluhiyah (khaliq) adalah hal

yang wajib, dan tidak boleh dipisah-pisahkan. Sehingga orang berakhlak, secara

langsung mencakup orang yang berkarakter.Dengan demikian, pendidikan akhlak

atau adab adalah lebih syumul ‘mencakup’ daripada pendidikan karakter.

Adab menuntut ilmu terbagi antara lain :

1. Adab Penuntut Ilmu terhadap Dirinya Sendiri (Adab al-Muta’allim fii Nafsihi)

a. Menyucikan hati dari segala sifat-sifat tercela, agar mudah menyerap ilmu.

b. Meluruskan niat dalam mencari ilmu, yakni ikhlas hanya karena ingin

mendapat ridha Allah.

c. Menghargai waktu, dengan cara mencurahkan segala perhatian untuk urusan

ilmu.

16
d. Memiliki sifat qana’ah dalam kehidupannya, dengan menerima apa adanya

dalam urusan makan dan pakaian, serta sabar dalam kondisi kekurangan.

e. Membuat jadwal kegiatan harian secara teratur, sehingga alokasi waktu yang

dihabiskan jelas dan tidak terbuang sia-sia.

f. Hendaknya memperhatikan makanan yang dikonsumsi, harus dari yang halal

dan tidak terlalu kenyang sehingga tidak berlebih-lebihan. Karena, makanan

haram dan mengkonsumsi berlebihan menyebabkan terhalang dari ilmu.

g. Bersifat wara’, yaitu menjaga diri dari segala sifatnya syubhat dan syahwat

hawa nafsu.

h. Menghindari diri dari segala makanan yang dapat menyebabkan kebodohan

dan lemahnya hafalan, seperti apel, asam, dan cuka.

i. Mengurangi waktu tidur, karena terlalu banyak tidur dapat menyia-nyiakan

usia dan terhalang dari faedah.

j. Menjaga pergaulan, yaitu hanya bergaul dengan orang-orang saleh yang

memiliki antusias dan cita-cita tinggi dalam ilmu, dan meninggalkan pergaulan

dengan orang yang buruk akhlaknya, karena hal itu berdampak buruk terhadap

perkembangan ilmunya.

2. Adab Penuntut Ilmu terhadap Gurunya (Adab al-Muta’allim Ma,a Syaikhihi)

a. Memilih guru yang berkualitas, baik dari segi keilmuan dan akhlaknya.

b. Menaati perintah dan nasihat guru, sebagaimana taatnya pasien terhadap dokter

sepesialis.

c. Mengagungkan dan menghormati guru sebagaimana para ulama salaf

mengagungkan para guru mereka. Sebagai contohnya adalah apa yang pernah

dilakukan oleh Imam Syafi’i terhadap gurunya (Imam Malik), dimana beliau

membuka buku pelajaran secara perlahan-lahan tanpa terdengar suara lembaran

17
kertas, karena mengagungkan gurunya, dan agar tidak mengganggu konsentrasi

gurunya yang sedang melangsungkan pengajarannya. Bahkan, di antara ulama

salaf ada yang bersedekah terlebih dahulu sebelum berangkat ke majelis

gurunya, seraya berdo’a, “yea Allah, tutupilah aib guruku dan jangan engkau

halangi keberkahan ilmunya untukku.”

d. Menjaga hak-hak gurunya dan mengingat jasa-jasanya, sepanjang hidupnya,

dan setelah wafatnya, seperti mendoakan kebaikan bagi sang guru dan

menghormati keluarganya.

e. Sabar terhadap perlakuan kasar atau akhlak yang buruk dari gurunya. Jika hal

seperti ini terjadi pada dirinya, hendaknya ia bersikap lapang dada dan

memaafkannya serta tidak berlaku su’uzhan terhadap gurunya tersebut.

f. Menunjukan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada gurunya yang telah

mengasuhnya dalam naungan keilmuan.

g. Meminta izin terlebih dahulu kepada guru, jika ingin mengunjunginya atau

duduk di majelisnya.

h. Hendaknya duduk dengan sopan di hadapan guru. Ibn Jama’ah mencontohkan

duduk sopan tersebut, dengan cara duduk bersila dengan penuh tawadhu’,

tenang, diam, sedapat mungkin mengambil posisi terdekat dengan guru, penuh

perhatian terhadap penjelasan guru, tidak dibenarkan menoleh kesana-kemari

tanpa keperluan yang jelas, dan seterusnya.

i. Berkomunikasi dengan guru secara santun dan lemah lembut.

j. Ketika guru menyampaikan suatu pembahasanyang telah didengar atau sudah

dihafal oleh murid, hendaknya ia tetap mendengarkannya dengan penuh

antusias, seakan-akan dirinya belum pernah mendengar pembahasan tersebut.

18
k. Penuntut ilmu tidak boleh terburu-buru menjawab atas pertanyaan, baik dari

guru atau dari peserta, sampai ada isyarat dari guru untuk menjawabnya.

l. Dalam hubungan membantu guru, hendaknya sang murid melakukannya

dengan tangan kanan.

m. Ketika bersama dengan guru dalam perjalanan, hendaknya murid berlaku sopan

dan senantiasa menjaga keamanan serta kenyamanan perjalanan sang guru.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan oleh manusia untuk mencapai

kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Sehubungan dengan

itu, Allah SWT mengajarkan kepada adam dan semua keturunannya.

Dengan ilmu pengetahuan itu, manusia dapat melaksanakan tugasnya dalam

kehidupan ini, baik tugas sebagai khalifah maupun tugas ubudiah. Oleh

karena itu, Rasulullah SAW menyuruh, menganjurkan, dan memotivasi

umatnya agar menuntut ilmu pengetahuan. Sehubungan dengan ini

ditemukan hadis, yaitu sebagai berikut.

َ ِ‫ َرائ‬gَ‫وا ْالف‬gg‫اس تَ َعلَّ ُم‬


‫ض‬ َ َّ‫وْ هُ الن‬gg‫وا ْال ِع ْل َم َو َعلَّ ُم‬gg‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم تَ َعلَّ ُم‬
َ ِ ‫َع ِن اب ِْن َم ْسعُو ٍد قَا َل لِى َرسُو ُل هَّللا‬

ْ ‫يُ ْنتَقَصُ َوت‬g‫وضٌ َو ْال ِع ْل ُم َس‬ggُ‫اس فَا ِءنِّى ا ْم ُر ٌؤ َم ْقب‬


‫ ُر ْالفِتَنُ َحتَّى‬gَ‫َظه‬ َ َّ‫اس تَ َعلَّ ُموا ْالقُرْ آنَ َو َعلَّ ُموْ هُ الن‬
َ َّ‫َو َعلَّ ُموْ هُ الن‬

19
ِ ‫ دًا يَ ْف‬ggggggggggg‫َان أَ َح‬
‫ ُل بَ ْينَهُ َما‬ggggggggggg‫ص‬ ِ ‫ د‬ggggggggggg‫ ٍة الَ يَ ِج‬ggggggggggg‫يض‬
َ ‫ر‬ggggggggggg
ِ َ‫ا ِن فِى ف‬gggggggggggَ‫فَ ْاثن‬gggggggggggِ‫يَ ْختَل‬

Ibnu Mas’ud meriwayatkan, “Rasulullah SAW bersabda kepadaku,

‘Tuntutlah ilmu pengetahuan dan ajarkanlah kepada oraang lain. Tuntutlah

ilmu kewarisan dan ajarkanlah kepada orang lain. Pelajarilah Al-Quran dan

ajarkanlah kepada orang lain. Saya ini akan mati. Ilmu akan berkurang dan

cobaan akan semakin banyak, sehingga terjadi perbedaan pendapat antara

dua orang tentang suatu kewajiban, mereka tidak menemukan seorang pun

yang dapat menyelesaikannya.’”(HR. Ad-Daruquthni, dan Al-bahaqi)

2. carilah ilmu walawpun di negeri cina”.

Mencari ilmu suatu keajaiban sekalipun dimana saja dan dalam keadaan

bagaimanapun pula, tidak ada alasan seseorang meninggalkan ilmu atau

tidak mencarinya. Makna walaw dalam bahasa Arab menunjuk batas

maksimal apapun yang terjadi.

3. Adab menuntut ilmu ada dua macam yaitu adab menuntut ilmu terhadap

dirinya sendiri dan adab menuntut ilmu terhadap gurunya.

3.2. Saran

Hendaknya sedrotsng berniat dalam menuntut ilmu adalah untuk mencari ridho

Allah, bekal di akhirat,membasmi kebodohan dari dirinya dan orang lain,

menghidupkan agama dan menegakkan islam karena islam akan tegak

dengan ilmu, selain itu tidak dibenarkan zuhud dan taqwa yang disertai dengan

kebodohan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Al-Mundiri Hafidz, Terjemah Attarghib wat tarhib. (Surabaya: Al-Hidayah Al Qur’an Al


Karim, 2000)
As Shobuni, Muhammad ‘Ali, Min Kunuz As Sunnah. (Jakarta: Dar Al Kutub Al Islamiyah,
1999)
Az-zarnuzi. Ta’limul Muta’allim. (Surabaya: Al-Hidayah, tt)

21

Anda mungkin juga menyukai