Anda di halaman 1dari 11

SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM

Oleh:

Kelompok

ZU 'A'ISY RAKHA' ARRAZZAQ (11230210000010)

NAJMI RAMADHANI SYOFYAN (11230210000040)

MUHAMMAD RIFKY AFIFI DINOVA (11230210000044)

Dosen Pengampu:

Drs. MUKHTAR GOZALI. M.Ag.

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah kami tentang “Sumber-sumber
ajaran islam.” Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas mata kuliah STUDI ISLAM.

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Mukhtar gozali M.Ag.
selaku dosen mata kuliah Studi Islam dan kepada semua pihak yang telah turut memberikan
kontribusi dalam penyusunan makalah ini.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan
maupun tata bahasa penyampaian makalah ini. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati
menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga inspirasi
untuk pembaca.

Ciputat,12 Oktober 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sumber ajaran Islam yang pokok adalah al-Qur’an dan sunnah. Keduanya
memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan umat Islam. Walaupun banyak
terdapat perbedaan dari segi penafsirannya. Namun, setidaknya ulama tetap sepakat
bahwa keduanya harus dijadikan rujukan dan pedoman utama dalam ajaran islam.
Akan tetapi, terdapat perbedaan yang mendasar antara al-Qur’an dan Hadis. Untuk
al-Qur’an, semua periwayatan ayat-ayatnya berlangsung secara mutawatir, sedangkan
untuk Hadis sebagian periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian
berlangsung secara ahad. Selain itu al-Qur’an sudah ditulis sejak zaman Rasulullah dan
ditugaskan langsung oleh rasulullah. Sedangkan, secara keseluruhan hadis belum ditulis
di zaman Nabi Muhammad saw, bahkan beliau dalam suatu kesempatan melarang sahabat
yang menulis hadis.
Sumber-sumber ajaran dalam islam secara keseluruhan dapat dibagi menjadi tiga
diantaranya Al-quran, sunnah dan ijtihad. Bagaimana bentuk-bentuk sumber ajaran islam
secara menyeluruh akan di urai dalam makalah singkat ini.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu sumber ajaran islam?
2. Apa saja yang termasuk sebagai sumber ajaran islam?

C. TUJUAN
1. Sumber ajaran islam sebagai kebhagiaan hidup manusia
2. Agar tidak salah dalam mengambil rujukan dan pedoman dalam kehidupan
beragama.
BAB II
PEMBAHASAN

A. SUMBER AJARAN ISLAM


sumber ajaran Islam adalah sumber nilai dan norma-norma yang terkandung
didalam agama Islam, bukan hanya “sumber hukum dalam Islam” saja. Hukum hanyalah
sebuah sebagian dari norma-norma atau kaidah-kaidah yang terkandung didalam agama
Islam selain kaidah yang lainnya seperti norma sosial dan masyarakat. Agama Islam pun
juga mengandung nilai-nilai asasi (fundamental values), seperti akidah dan tasawuf.
Sumber nilai dan norma yang terkandung di dalam agama Islam ada dua, yakni
sumber yang berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Di samping dari kedua hal tersebut,
ada pula sumber tambahan, yaitu Ijtihad. Ijtihad adalah sebuah usaha yang bersungguh-
sungguh yang sebenarnya usaha ini bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah
berusaha mencari ilmu yang tidak dibahas didalam Al-Qur’an maupun Hadits dengan
menggunakan akal yang sehat dan pertimbangan yang matang. Sumber nilai dan norma
yang terkandung didalam Islam tersebut dapat kita pahami dari firman Allah Subhanahu
wata'ala. dalam QS. An-Nisa’(4) ayat 59 berikut:
‫ٱلَّرُسوَل َو ُأ۟و ِلى ٱَأْلْم ِر ِم نُك ْم ۖ َفِإن َتَٰن َز ْعُتْم ِفى َش ْى ٍء َفُر ُّد وُه ِإَلى ٱِهَّلل َو ٱلَّرُسوِل ِإن‬ ‫َٰٓيَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء ا ُنٓو ۟ا َأِط يُعو۟ا ٱَهَّلل َو َأِط يُعو۟ا‬
‫َم‬
‫َخْيٌر َو َأْح َس ُن َتْأِوياًل‬ ‫َٰذ‬
‫ُك نُتْم ُتْؤ ِم ُنوَن ِبٱِهَّلل َو ٱْلَيْو ِم ٱْل َء اِخ ِر ۚ ِلَك‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya.
Dari ayat tersebut, dapat dilihat bahwa sistematika sumber nilai dan norma yang berada
didalam agama Islam sebagai berikut:
1. Al-Qur’an ialah undang-undang dasar agama Islam yang bersumber dari Allah
Subhanahu wata'ala.
2. As-Sunnah ialah undang-undang agama Islam yang bersumber dari Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
3. Ijtihad ialah peraturan agama Islam atau kaidah-kaidah hukum yang dirumuskan oleh
muslim yang berilmu.
Sistematika yang sama juga diperoleh dari riwayat Hadits dari Mu’adz bin jabal yang
hendak diutus oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk menanggung jabatan
Qadli (hakim) di Yaman. Pada saat itu, terjadi percakapan antara Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam dengan Mu’adz. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
”Bagaimana cara kamu memecahkan masalah di Yaman ?” Mu’adz pun menjawab: aku
akan memutus dengan kitabullah (Al-Qur’an). Rasul bertanya kembali: ”jika tidak
terdapat
(ketentuannya) dalam kitabullah?" Mu’adz menjawab: maka menjawab dengan Sunnah
Rasulullah. Rasul bertanya kembali: “jika tidak terdapat dalam Sunnah Rasul?” Mu’adz
menjawab: aku akan berijtihad (berusaha keras) dengan pendapatku dan aku tidak akan
berlebihan. Rasulullah menepuk dada Mu’adz seraya bersabda: “Segala puji bagi Allah
yang telah merestui utusan Rasulullah untuk sesuatu yang telah diridhai Allah dan
Rasulnya”.
Komposisi-komposisi sumber nilai dan norma yang di atas dapat dikategorikan menjadi
dua jenis, yaitu dalil naqli dan dalil aqli. Dalil naqli adalah dalil yang bersumberkan dari
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sedangkan Dalil aqli adalah pemikiran yang berasal dari akal
manusia atau Ijtihad.

B. AL-QURAN SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM


a. Pengertian Al-Quran
Kata AI-Qur'an secara lughawi, merupakan bentuk kata yang muradif dengan kata
Al-Qira'ah yaitu bentuk mashdar dari fi’il madhi qaraa yang berarti bacaan Arti
qara 'a lainnya ialah mcngumpulkan atau menghimpun, menghimpun huruf dan
kata-kata dalam suatu ucapan yang tersusun rapih.
Kata Al-Qur’an secara harfiah atau secara mendasar memiliki artian
sebagai “bacaan sempurna”, seperti yang tercantumkan pada QS. Al-Qiyamah
(75) ayat 17-18 berikut :
‫ ِإَّن َع َلْي َن ا َج ْم َع ُه َو ُقْر آَن ُه‬- ‫َف ِإَذ ا َق َر ْأَن اُه َف اَّت ِبْع ُقْر آَن ُه‬
Artinya: Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkan (di dadamu)
dan
(membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai membacakannya,
maka ikutilah bacaanya itu.

Definisi Al-Qur’an secara istilah yang lengkap dikemukakan oleh Khalaf yaitu firman
Allah Subhanahu wata'ala yang diturunkan melalui malaikat Jibril, ke dalam hati nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan menggunakan bahasa Arab, disertai
dengan kebenaran dan dijadikan hujjah (argumentasi) dalam

hal pengakuannya sebagai Rasul, agar dijadikan sebagai petunjuk di samping


merupakan ibadah bagi pembacanya.
Dari definisi yang di atas, ada beberapa hal penting yang dapat kita diambil.
Pertama, Al-Qur’an sebagai hujjah (argumentasi) tentang kerasulan Muhammad.
Al-Qu’an juga berfungsi sebagai mukjizat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam dan melemahkan argumentasi para penentang kerasulan Muhammad dan
kebenaran Islam. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Subhanahu wata'ala
didalam QS. Al-Isra’ (17) ayat 88 berikut:
‫ُقْل َّلِٕىِن اْج َت َمَعِت اِاْلْن ُس َو اْلِج ُّن َع ٰٓلى َاْن َّي ْأُتْو ا ِبِم ْث ِل ٰه َذ ا اْلُقْر ٰا ِن اَل َي ْأُتْو َن ِبِم ْث ِلٖه َو َلْو َك اَن َب ْع ُضُهْم ِلَب ْع ٍض َظ ِه ْيًر ا‬
Artinya: Katakanlah, “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat
yang serupa (dengan) Al-Qur'an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa
dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain.”
Kedua, membaca Al-Qur’an bernilai sebagai beribadah. Hal ini pun mendorong
umat muslim untuk membaca Al-Quran untuk dijadikan sebagai salah satu amalan
beribadah walaupun banyak dikalangan umat muslim yang tidak mengerti artinya
atau tidak dapat menulis dengan hurufnya (hijaiyah). Ketiga, Al-Qur’an
diriwayatkan secara mutawatir yang artinya wahyu Al-Qur’an harus diriwayatkan
oleh sejumlah perawi yang menurut kebiasaan mereka mustahil berdusta.
b. Turunnya Al-Quran
Al-Quran diturunkan selama kurang lebih 23 tahun kurang lebih secara
berangsur-angsur kepada nabi muhammad saw. yang terbagi menjadi surah
makkiyah dan madiyah serta terdiri dari 30 juz dan 144 surah. Ayat Al-Qur'an
yang turun sebelum hijrah atau saat Nabi berada di Makkah disebut ayat
Makkiyah. Sedangkan ayat Alquran yang turun ketika di Madinah disebut
Madaniyah.
c. Tujuan Al-Quran
Tujuan Al-Qur'an diturunkan adalah untuk menegakkan tata masyarakat
yang adil berdasarkan etika. Tujuan ini sejalan dengan semangat dasar Al-Qur'an
itu sendiri, sebagaimana dikemukakan Fazlur Rahman, yaitu semangat moral,
yang menekankan monotheisme serta keadilan sosial.
d. Pengaruh Al-Quran
Al-Quran sendiri, juga memiliki perubahan-perubahan yang tercipta
olehnya sebagaimana yang telah dikemukakan yaitu: Perbaikan aqidah, Perbaikan
ibadah, Pembaharuan akhlak, Perbaikan masyarakat, Perbaikan politik
ketatanegaraan,

Perbaikan lapangan ekonomi, Perbaikan kedudukan kaum wanita, Perbaikan


peperangan, memberantas perbudakan dan memerdekakan akal fikiran.

e. Isi Kandungan Al-Quran

Secara garis besar, isi dari kandungan Al-Qur’an mencakup hal-hal yaitu:

1. Aqidah (Tauhid), Aqidah adalah ajaran yang mengesakan Allah Subhanahu


wata'ala dan semua keyakinan yang berkaitan atau berhubungan dengan Allah
Subhanahu wata'ala.

2. Syariat (baik ibadah maupun muamalah), Al-Qur’an mengajarkan perintah untuk

beribadah kepada Allah Subhanahu wata'ala dan berbuat baik kepada sesame manusia

sebagai menifestasi ketauhidan.

3. Akhlak dan semua ruang lingkupnya, menghiasi diri dengan melakukan hal-hal
yang

baik dan menjauhi sifat-sifat yang tercela.

4. Kisah-kisah umat manusia yang ada di masa lalu, seperti kisah para nabi terdahulu.

5. Berita-berita yang memberitahu kehidupan pada saat di akhirat kelak.

6. Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan hukum-hukum (sunnatullah) yang berlaku


bagi

alam semesta, termasuk manusia.

Sejarah mencatat ada dua cara yang diterapkan oleh Nabi Muhammad
Shallallahu‘Alaihi wa Sallam dalam memelihara Al-Qur’an, yaitu dengan cara
melalui “hafalan” dan melalui “catatan”. Dalam menyimpulkan kandungan ayat-ayat
Al-Qur’an sebagai sumber nilai dan norma termasuk hukum-hukum, muncullah
metode-metode penafsiran yang berkembang diantaranya metode tafsir tahlili, ijmali,
muqaran dan mashu’i.

C. SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM


Sunnah secara bahasa berarti tradisi, kebiasaan, dan adat-istiadat. Dan dalam istilah
ilmu hadits, Sunnah adalah segala keseluruhan yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang berupa perkataan (qauliyah), perbuatan
(fi’liyah), dan penetapan (taqririyah). Sunnah terkadang juga disebut dengan hadits,
karena kedua istilah tersebut mengarah kepada pernyataan yang sama. Hanya saja,
Sunnah lebih spesifik dan khusus karena merupakan soal-soal yang praktis yang
dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dengan kata lain,
Sunnah adalah jejak langkah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang
terbentuk melalui tindakan-tindakan atau
ucapan-ucapan. Sedangkan hadits adlaah sebuah berita atau reportase tentang ucapan,
perbuatan, dan hal ihwal Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Di samping istilah Sunnah dan hadits, ada pula istilah khabar (berita) dana tsar
(bekas sesuatu). Khabar dipandang oleh sebagian ahli hadits itu sama saja dengan Hadits.
Istilah khabar juga digunakan untuk hadits marfu’ (nisbah ke Nabi Muhammad Saw.),
mauquf (nisbah ke sahabat), dan maqthu’ (nisbah ke tabi’in). sedangkan Atsar adalah
sesuatu yang datang dari sahabat (mauquf), tabi’in (maqthu), dan orang-orang
sesudahnya.
Pada zama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, hadits pada dasarnya tidak
diperintahkan untuk ditulis, bahkan pernah dilarang oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa
Sallam agar tulisan hadits dan Al-Qur’an itu tak bercampur. Tetapi, seletah para sahabat
memahami, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun membiarkannya saja. Pada saat
itu, yang menuliskan hadits masih sangatlah sedikit, dan kumpulan tulisan-tulisan hadits
tersebut dinamakan sebagai shahifah. Pada zaman Umar bin Abdul Aziz, khalifah ke-8
dari dinasti bani umayyah timbul inisiatif secara resmi untuk menulis dan membukukan
(tadwin) hadits. Dengan demikian, pemeliharaan hadits sejak zaman Nabi Muhammad
Saw.dan para sahabatnya adalah dengan menggerakkan penghafalan, penulisan, serta
pengumpulan. Dan kemudian ditingkatkan dengan adanya pembukuan (tadwin).

Pembagian hadits yang ditinjau dari perawi terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Hadits mutawatir: Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang menurut adat
mustahil mereka bermufakat dusta (4-40 perawi).

2. Hadits ahad, terbagi menjadi tiga :

a. Hadits masyhur : Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih. Tetapi belum

mencapai tingkatan mutawatir.

b. Hadits ‘aziz : Hadits yang diriwayatkan oleh dua orang dari dua orang.

c. Hadits gharib : Hadits yang diriwayatkan oleh satu orang perawi saja.

Pembagian hadits ditinjau dari segi kualitasnya : 3

1. Hadits shahih : Hadits yang tingkatnya tertinggi dari penerimaan suatu hadits.

2. Hadits hasan : Hadits ini hampir sama tingkatannya dengan shahih. Tetapi perbedaannya

Ditingkat dhabith dari perawinya.

2. Hadits dha’if Hadits ini bahkan tidak menyamai tingkatan hadits hasan.

D. IJTIHAD SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM


Ijtihad secara bahasa merupakan bersungguh-sungguh atau mencurahkan segala

dayanya dalam berusaha. Dan secara istilah atau secara terminologi, ijtihad berarti

pengerahan segenap kemampuan oleh mujtahid dalam memutuskan sesuatu perkara yang

tidak dibahas di didalam Al-Qur’an dengan menggunakan pemikiran yang sehat dan

pertimbangan yang matang.

Para ulama bersepakat ahwa ijtihad dibenarkan jika dilakukan oleh yang memenuhi

persyaratan dan dilakukan di medannya, yakni majadul ijtihad. Medan ijtihad meliputi hal-

hal sebagai berikut ini.

1. Masalah-masalah baru yang hukumnya belum ditegaskan oleh nash Al-Qur’an dan
Sunnah secara jelas.
2. Nash-nash zany dan dalil-dalil hukum yang masih diperselisihkan.

3. Hukum Islam yang ta’aqquly atau yang kausalitas hukumnya atau illat-nya diketahui

mujtahid.

Ijtihad hanyalah diperbolehkan bagi orang-orang yang telah memenuhi syarat sebagai
seorang mujtahid. Syarat-syarat tersebut yaitu:

1. Telah menguasai bahasa Arab untuk dapat memahami Al-Qur’an dan hadits yang
bertuliskan bahasa arab.
2. Sudah mengetahui isi dan sistem dari hukum Al-Qur’an serta ilmu-ilmu untuk
memahami Al-Quran.
3. Mengetahui hadits-hadits dan ilmu hadits yang berkenaan dengan pembentukan
hukum.
4. Telah menguasai sumber-sumber hukum islam dan cara menarik garis-garis hukum
dari sumber hukum islam.
5. Mengetahui dan menguasai kaidah-kaidah fikih (qawa’id al fiqhiyyah).
6. Mengetahui rahasia dan tujuan-tujuan dari hukum Islam.
7. Menjadi seseorang yang jujur dan ikhlas.

Dalam berijtihad, metode-metode yang disepkati oleh kebanyakan para ulama adalah ijmak
dan qiyas. Ijmak atau consensus/kesepakatan adalah kesesuaian pendapat para ahli mengenai
suatu masalah pada suatu tempat tertentu masa, sedangkan qiyas dari segi bahasa adalah
menyamakan sesuatu dengan hal yang lain. Dan secara istilah berarti menyamakan hukum
suatu hal yang tidak disebut oleh nash dengan sesuatu yang sudah disebut karena persamaan
illat-nya. Metode ijtihad yang masih diperselisihkan adalah istihsan (memandang dan

meyakini baik sesuatu), istishab (membandingkan sesuatu), al-mashlahahal-musrsalah

(mencapai kebaikan menolak kerusakan), urf (kebiasaan mayoritas umat) dan sebagainya.

Disamping istilah ijtihad, ada juga beberapa istilah yang terkait dengan ijtihad, yaitu:

1. Taqlid: Taqlid adalah beramal bedasarkan pendapat orang lain tanpa bedasarkan dalil atau

mengetahui dalil tersebut.

2. Ittiba’: Ittiba’ adalah mengamalkan pendapat orang lain dengan mengetahui daililnya.
Menurut beberapa ulama, istilah ini termasuk dikategori Taqlid.

3. Talfiq: Talfiq adalah beramal dalam suatu maslah yang atas berdasarkan hukum yang

terdiri atas gabungan dua mazhab atau lebih. Menurut sebagian ulama, kategori ini

diperbolehkan karena tidak ada nash atau Al-Qur’an dan hadits.

BAB III
PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Sumber ajaran Islam adalah sumber nilai dan norma-norma yang terkandung
didalam agama Islam, bukan hanya “sumber hukum dalam Islam” saja. Hukum hanyalah
sebuah sebagian dari norma-norma atau kaidah-kaidah yang terkandung didalam agama
Islam selain kaidah yang lainnya seperti norma sosial dan masyarakat. Sumber nilai dan
norma yang terkandung di dalam agama Islam ada dua, yakni sumber yang berasal dari
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Di samping dari kedua hal tersebut, ada pula sumber
tambahan, yaitu Ijtihad. Ijtihad adalah sebuah usaha yang bersungguh-sungguh yang
sebenarnya usaha ini bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu
yang tidak dibahas didalam Al-Qur’an maupun Hadits dengan menggunakan akal yang
sehat dan pertimbangan yang matang.

Anda mungkin juga menyukai