PENGERTIAN FIQIH DAN USHUL FIQH, SUMBER HUKUM ISLAM DAN FIQIH
IBADAH
Dosen Pengampu :
Abdulloh S.H.I., M.Ag
Disusun Oleh :
1. Khofih Anwarul Hasan (221012100003)
2. Untung Ali Saputra
3. Rahmat
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT. Yang maha pengasih lagi maha pemurah, sholawat setasalam
semoga terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, juga kepada
keluarganya serta para sahabatnya.
Dengan rasa syukur yang sebesar-besarnya Alhamdulillah kami telah dapat
menyelesaikan makalah ini, sebagai tugas kelompok mata pekuliah Fiqih dan ushul
fiqh .terima kasih kami ucapkan kepada dosen mata kuliah yang telah memberikan tugas ini
sehingga dengan adanya tugas ini, kami jadi lebih memahami tentang pembahasan materi
yaitu Pengertian Fiqih dan ushul fiqh.
kami juga menyampaikan rasa terima kasih bagi semua pihak yang telah membantu
dan membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini.kami menyadari bahwa dalam
makalah ini penulisan maupun penyusunan makalah banyak kekurangan, maka dari itu kritik
dan saran dari pembaca sangat kami butuhkan untuk memperbaiki kekurangan dalam
makalah ini. Sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
2
BAB I PENDAHULUAN
Segala aktivitas ibadah kita harus ada aturan dan kaidah kaidah nya yang sesuai
dengan ajaran islam, oleh karena itu penting untuk setiap muslim memperlajari ilmu fiqih.
Kesalahan dalam memahami fiqih dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal , karena dapat
menjadi tidak diterimanya ibadah kita.
3
BAB II PEMBAHASAN
Menurut bahasa, “Fiqih” berasal dari kata “faqiha yafqahu-faqihan” yang berarti
mengerti atau paham. Paham yang dimaksudkan adalah upaya aqilah dalam memahami
ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
“fiqih adalah ilmu yang menerangkan segala hokum syara’ yang berkaitan dengan
amaliyah orang mukhalaf yang dininstibathkan dari dalil-dalil ya.ng terperinci.”
“Ia adalah pengetahuan yang berkaitan dengan hokum-hukum syara’ amaliyah, yang
hukum-hukum itu didapatkan dari dalil-dalil yang terperinci dan ia merupakan
kumpulan hukum-hukum syara’amaliyah yang akan diambil faedahnya dari dalil-dalil
yang terperinci”.
Dari beberapa pendapat Ulama' diatas, bisa kita simpulkan bahwa ilmu fiqih adalah ilmu
yang menjelaskan tentang hukum syariah yang berhubungan dengan segala tindakan manusia
4
, baik berupa ucapan, ataupun perbuatan yang diambil dari nash-nash yang ada, atau dari
menginstinbath dalil-dalil syariat islam.
Pengertian Ilmu Ushul Fiqih adalah kumpulan dari beberapa kaidah dan
pembahasannya digunakan untuk menetapkan hukum-hukum syara yang berhubungan
dengan perbuatan manusia.
M. Khudary Beik yaitu Ushul fiqh adalah ilmu tentang qaidah atau aturan-aturan, di
mana dengan qaidah tersebut seorang mujtahid sampai (menemukan) hukum syar’i
yang diambil dari dalilnya.
”.Ali Hasaballahi lmu Ushul fiqh adalah kaidah-kaidah yang dengan kaidah tersebut
menyampaikan untuk mengistinbathkan (mengeluarkan) hukum dari dalil-dalil yang
terperinci.”
Ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh yang umum dan cara mengambil faedah dari
dalil tersebut serta membahas keadaan orang yang mengambil faedah
Ushul ( )ُأصُوْ ٌلsecara etimologi adalah bentuk jamak dari kata ash-lun ( )َأصْ ٌلyang
berarti asal, pokok, atau pondasi; yakni sesuatu yang menjadi pondasi suatu bangunan
baik itu yang bersifat fisik maupun nonfisik.
5
2.3 Sumber Hukum Islam
Pada hakekatnya yang dimaksud dengan sumber hukum adalah tempat kita dapat
menemukan atau menggali hukumnya. Sumber hukum Islam adalah asal (tempat
pengambilan) hukum Islam. Sumber hukum Islam disebut juga dengan istilah
dalil hukum Islam atau pokok hukum Islam atau dasar hukum Islam.
Kata „sumber‟ dalam hukum fiqh adalah terjemah dari lafadz صد م-
صادر م, lafadz tersebut terdapat dalam sebagian literatur kontemporer sebagai
islāmiyyah” () ٍةاإلسالي ٍةانشسع األدنة. Sedangkan dalam literatur klasik, biasanya
yang digunakan adalah kata dalil atau adillāh syar’iyyāh, dan tidak pernah kata “
Bila dilihat secara kamus, maka akan terlihat bahwa kedua kata itu
صادر مatau dengan jamaknya صادر م, dapat diartikan suatu wadah yang dari
wadah itu dapat ditemukan atau ditimba norma hukum. Sedangkan „dalil hukum‟
berarti sesuatu yang memberi petunjuk dan menuntun kita dalam menemukan
6
hukum Allah. Kata “sumber” dalam artian ini hanya dapat digunakan untuk AlQur‟an
dan sunah, karena memang keduanya merupakan wadah yang dapat
ditimba hukum syara‟ tetapi tidak mungkin kata ini digunakan untuk „ijma dan
qiyas karena keduanya bukanlah wadah yang dapat ditimba norma hukum. Ijmadan
qiyas itu, keduanya adalah cara dalam menemukan hukum. Kata „dalil‟dapat
digunakan untuk Al-Qur‟an dan sunah, juga dapat digunakan untuk ijma dan
qiyas, karena memang semuanya menuntun kepada penemuan hukum Allah.2
1. Al-Qur'an
Al Quran adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Tulisannya
berbahasa Arab dengan perantaraan Malaikat Jibril.
Al Quran juga merupakan hujjah atau argumentasi kuat bagi Nabi Muhammad SAW dalam
menyampaikan risalah kerasulan dan pedoman hidup bagi manusia serta hukum-hukum yang
wajib dilaksanakan. Hal ini untuk mewujudkan kebahagian hidup di dunia dan akhirat serta
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Al Quran sebagai kalam Allah SWT dapat dibuktikan dengan ketidaksanggupan atau
kelemahan yang dimiliki oleh manusia untuk membuatnya sebagai tandingan, walaupun
manusia itu adalah orang pintar.
ْض ظَ ِه ْيرًا ُ ت ااْل ِ ْنسُ َو ْال ِج ُّن ع َٰلٓى اَ ْن يَّْأتُوْ ا بِ ِم ْث ِل ٰه َذا ْالقُرْ ٰا ِن اَل يَْأتُوْ نَ بِ ِم ْثلِ ٖه َولَوْ َكانَ بَ ْع
ٍ ضهُ ْم لِبَع ِ قُلْ لَّ ِٕى ِن اجْ تَ َم َع
Katakanlah, "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa
(dengan) Al-Qur'an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun
mereka saling membantu satu sama lain."
2. Hadits
Seluruh umat Islam telah sepakat dan berpendapat serta mengakui bahwa sabda, perbuatan
dan persetujuam Rasulullah Muhammad SAW tersebut adalah sumber hukum Islam yang
kedua sesudah Al Quran. Banyak ayat-ayat di dalam Al Quran yang memerintahkan untuk
mentaati Rasulullah SAW seperti firman Allah SWT dalam Q.S Ali Imran ayat 32:
٣٢ - َقُلْ اَ ِط ْيعُوا هّٰللا َ َوال َّرسُوْ َل ۚ فَا ِ ْن ت ََولَّوْ ا فَا ِ َّن هّٰللا َ اَل يُ ِحبُّ ْال ٰكفِ ِر ْين
7
Katakanlah (Muhammad), "Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa
Allah tidak menyukai orang-orang kafir."
Al Hadits sebagai sumber hukum yang kedua berfungsi sebagai penguat, sebagai pemberi
keterangan, sebagai pentakhshis keumuman, dan membuat hukum baru yang ketentuannya
tidak ada di dalam Al Quran. Hukum-hukum yang ditetapkan oleh Rasulullah Muhammad
SAW ada kalanya atas petunjuk (ilham) dari Allah SWT, dan adakalanya berasal dari ijtihad.
3. Ijma
Imam Syafi'i memandang ijma sebagai sumber hukum setelah Al Quran dan sunah Rasul.
Dalam moraref atau portal akademik Kementerian Agama bertajuk Pandangan Imam Syafi'i
tentang Ijma sebagai Sumber Penetapan Hukum Islam dan Relevansinya dengan
perkembangan Hukum Islam Dewasa Ini karya Sitty Fauzia Tunai, Ijma' adalah salah satu
metode dalam menetapkan hukum atas segala permasalahan yang tidak didapatkan di dalam
Al-Quran dan Sunnah. Sumber hukum Islam ini melihat berbagai masalah yang timbul di era
globalisasi dan teknologi modern.
Jumhur ulama ushul fiqh yang lain seperti Abu Zahra dan Wahab Khallaf, merumuskan ijma
dengan kesepakatan atau konsensus para mujtahid dari umat Muhammad pada suatu masa
setelah wafatnya Rasulullah SAW terhadap suatu hukum syara' mengenai suatu kasus atau
peristiwa.
Ijma dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu ijma sharih dan ijma sukuti. Ijma sharih atau
lafzhi adalah kesepakatan para mujtahid baik melalui pendapat maupun perbuatan terhadap
hukum masalah tertentu. Ijma sharih ini juga sangat langka terjadi, bahkan jangankan yang
dilakukan dalam suatu majelis, pertemuan tidak dalam forum pun sulit dilakukan.
Bentuk ijma yang kedua dalah ijma sukuti yaitu kesepakatan ulama melalui cara seorang
mujtahid atau lebih mengemukakan pendapatanya tentang hukum satu masalah dalam masa
tertentu kemudian pendapat itu tersebar luas serta diketahui orang banyak. Tidak ada
seorangpun di antara mujtahid lain yang menggungkapkan perbedaan pendapat atau
menyanggah pendapat itu setelah meneliti pendapat itu.
4. Qiyas
Sumber hukum Islam selanjutnya yakni qiyas (analogi). Qiyas adalah bentuk sistematis dan
yang telah berkembang fari ra'yu yang memainkan peran yang amat penting. Sebelumnya
8
dalam kerangka teori hukum Islam Al- Syafi'i, qiyas menduduki tempat terakhir karena ia
memandang qiyas lebih lemah dari pada ijma.
Islam adalah agama yang selalu memberikan kemudahan kepada umatnya, termasuk dalam
hal beribadah. Meski demikian, diperlukan ilmu yang mumpuni agar seseorang dapat
beribadah dengan benar sesuai ajaran Islam. Ilmu yang mempelajari terkait hal ini dinamakan
fiqih ibadah.
Agar semakin paham, simak artikel di bawah ini yang memaparkan secara rinci mengenai
definisi, prinsip, ruang lingkup, hingga dalil terkait fiqih ibadah yang sebaiknya diketahui
oleh umat muslim.
Ada pun menurut para ahli fiqh (fuqaha), fiqih adalah mengetahui hukum-hukum syara' yang
menjadi sifat bagi perbuatan para hamba (mukallaf), yaitu wajib, sunnah, haram, makruh dan
mubah.
Imam Syafii memberikan definisi yang komprehensif mengenai definisi fiqih, seperti dikutip
dari buku Fiqih Ibadah oleh Yulita Futria Ningsih, “Fiqih adalah pengetahuan tentang hukum
syarak yang berhubungan dengan amal perbuatan, yang digali dari dalil yang terperinci.”
Sementara itu, definisi ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Penjelasan ini disadur dari laman resmi
Kementerian Agama (Kemenag).
Ibadah juga bisa dimaknai sebagai ketundukan atau penghambaan diri kepada Allah SWT,
Tuhan yang Maha Esa. Bentuk ibadah di antaranya meliputi semua bentuk perbuatan manusia
di dunia, yang dilakukan dengan niat mengabdi dan menghamba hanya kepada Allah SWT.
Maka dari itu, semua tindakan orang mukmin yang dilandasi dengan niat yang tulus untuk
mencapai ridha Allah SWT dipandang sebagai ibadah. Beberapa contoh yang disebut sebagai
ibadah adalah salat, haji, zakat, dan masih banyak lagi.
9
Berdasarkan pengertian fiqih dan ibadah di atas, maka cakupan fiqih ibadah meliputi hukum
syariat yang menyangkut seluruh aktivitas seorang hamba yang dilakukan karena mengharap
keridhaan Allah SWT.
Aktivitas tersebut tidak terbatas hanya yang berkaitan dengan kegiatan yang menghubungkan
seorang hamba dengan Allah SWT, akan tetapi juga meliputi semua kegiatan yang dilakukan
seorang hamba dalam hubungannya dengan sesama manusia.
Agar aktivitas fiqih ibadah dapat diterima di sisi Allah SWT, ada sejumlah prinsip yang harus
dipenuhi. Merujuk buku Modul Fikih Ibadah oleh Rosidin, prinsip fiqih ibadah tersebut di
antaranya:
1. Muraqabah
Muraqabah adalah seseorang beribadah seakan-akan Allah SWT mengawasinya. Dia yakin
bahwa Allah SWT senantiasa bersamanya dalam setiap aktivitas, gerak maupun diam.
2. Ikhlas
Makna dari ikhlas adalah seseorang beribadah semata-mata karena mengharapkan ridha Allah
SWT. Tidak begitu mempedulikan harapan mendapatkan pahala maupun takut siksa.
Termasuk juga, mencegah diri dari riya', yaitu beramal agar mendapatkan perhatian dari
manusia.
3. Disiplin waktu
Hendaknya, seseorang yang ingin mengerjakan ibadah harus sesuai dengan waktunya.
Bahkan, yang lebih baik adalah bergegas beribadah di awal waktu. Misalnya, sudah masuk
waktu zuhur, maka tundalah dahulu pekerjaan yang sedang dilakukan untuk melakukan salat
zuhur.
Menurut Ibnu Taimiyah, ruang lingkup fiqih ibadah mencakup semua bentuk cinta dan
kerelaan kepada Allah SWT, baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Sementara menurut Zaenal Abidin dalam buku Fiqh Ibadah, ruang lingkup fiqih ibadah
digolongkan menjadi dua, yakni:
1. Ibadah Umum
10
Ini artinya ibadah yang mencakup segala aspek kehidupan dalam rangka mencari keridhaan
Allah SWT. Unsur terpenting dalam melaksanakan segala aktivitas kehidupan di dunia ini
agar benar-benar bernilai ibadah adalah niat yang ikhlas untuk memenuhi tuntutan agama
dengan menempuh jalan yang halal dan menjauhi jalan yang haram.
2. Ibadah Khusus
Ini berarti ibadah yang macam dan cara pelaksanaannya ditentukan dalam syara' (ditentukan
oleh Allah dan Nabi Muhammad SAW). ibadah khusus ini bersifat tetap dan mutlak, manusia
tinggal melaksanakan sesuai dengan peraturan dan tuntutan yang ada, tidak boleh mengubah,
menambah, dan mengurangi, seperti tuntutan bersuci (wudhu), salat, puasa ramadhan,
ketentuan nisab zakat.
Secara garis besar, ruang lingkup fiqih ibadah ini sebagaimana dikemukakan Wahbah
Zuhayli adalah sebagai berikut:
Taharah;
Shalat;
Penyelenggaraan jenazah;
Zakat;
Puasa;
I'tikaf;
Nazar;
Berikut adalah beberapa dalil tentang fiqih ibadah seperti yang diterangkan dalam buku Fiqh
Ibadah karya Zaenal Abidin:
11
ۤ ِوْ ا لššي اَنَّ َمآ ِا ٰلهُ ُك ْم اِ ٰلهٌ وَّا ِح ۚ ٌد فَ َم ْن َكانَ يَرْ ُج
َ قَا َء َرب ِّٖه فَ ْليَعْمَلْ َع َماًل
ِر ْك بِ ِعبَا َد ِة َرب ٖ ِّٓهšالِحًا َّواَل ي ُْشšص َّ َقُلْ ِانَّ َمآ اَن َ۠ا بَ َش ٌر ِّم ْثلُ ُك ْم يُوْ ٰ ٓحى اِل
ࣖ اَ َحدًا
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti
kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang
Maha Esa. Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia
mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam
beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al Kahfi: 110).
Ibnu Katsir RA menjelaskan maksud ayat di atas dalam Tafsirnya, maksud dari kalimat
“Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh” adalah mencocoki syariat Allah
(mengikuti petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam).
Hadis pertama dari 'Umar bin Al Khottob, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat. Dan setiap orang akan mendapatkan apa
yang ia niatkan. Barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya
adalah pada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrah karena dunia yang ia cari-cari
atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya berarti pada apa yang ia tuju (yaitu
dunia dan wanita).”
12
.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ya’la Kurnaedi. Tajwid lengkap Asy-syafi’I, Jakarta: Pustaka imam Syafi’i. 2013
An-Nuri, H. A. (2010). Panduan Tahsin Tilawah Al Qur’an daln Ilmu Tajwid. Jakarta: Al-Kautsar.
13