Anda di halaman 1dari 8

Al-Qur’an Dan As-Sunnah Sebagai Landasan Hukum Ushul Fiqih Beserta Indikatornya

Muhammad Adi Bagus Setiawan


Muhammad Rizky Kurniawan
UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda

A. Pendahuluan
Dalam pembahasan Ilmu Fikih, kerap kali ditemukan suatu kaidah Ushul Fikih.
Mayoritas orang, khususnya awam, beranggapan bahwa Ilmu Fikih dan Ushul Fikih
merupakan dua hal yang sama. Namun sebenarnya memiliki pengertian yang berbeda.
Secara bahasa, Fiqh berasal dari bahasa Arab yang berakar dari kata Faqaha yang
artinya paham atau pengetahuan tentang sesuatu. Adapun pengertian fikih secara istilah,
1
Abu Zahrah berpendapat bahwa fikih ialah ilmu tentang hukum syari’at yang sifatnya
amaliyah dengan sumber dalil-dalil terperinci. Dalam terminology Ushuliyyun (pakar
Ushul Fikih), fikih dimaknai sebagai disiplin ilmu tentang hukum-hukum Syara’ yang
bersifat praktis yang digali dari dalil-dalil terperinci. Disebut ilmu karena fikih
merupakan garapan manusia dengan metode-metode tertentu, seperti Qiyas, Istihsan, dan
lain sebagainya. Adapun disebut praktis karena termaktub pedoman bagi umat muslim
guna melakukan aktivitas ibadah maupun muamalah. 2
Perlu adanya penegasan bahwa hukum-hukum akidah dan akhlah bukan termasuk
dalam kategori pembahasan fikih, sebab, fikih merupakan hukum syara’ yang diambil
dari proses istidlal atau istinbath dan nazhar (analisis) yang bersumber dari Al-Qur’an dan
Hadist. 3
Ushul Fikih berasal terdiri dari dua kata, Ushul dan Fiqh. Secara etimologi, Ushul
berarti fondasi sesuatu dan Fiqh artinya pemahaman secara mendalam. Maka dapat
disimpulkan, secara bahasa, Ushul Fikih ialah ilmu yang mengkaji akan dasar-dasar
dalam berfikir untuk menuju pada suatu pemahaman yang mendalam.
Adapun secara terminology, jumhur ulama berpendapat bahwa Ushul Fikih ialah
suatu ilmu yang mengkaji berbagai ketentuan dan kaidah yang dapat digunakan dalam
menggali dan merumuskan hokum syari’at Islam dari sumbernya. 4.
1
Darwis, “Fiqih Anak Indonesia.”
2
Salman, “Jurnal Salman (Sosial Dan Manajemen) Url:
Http://Jurnal.Fisarresearch.or.Id/Index.Php/Salman/Issue/Archive Vol.2 No. 1 Hal 74 - 82.”
3
Salman.
4
Nurhayati, “Memahami Konsep Syariah, Fikih, Hukum Dan Ushul Fikih [Understand the Concepts of Sharia,
Jurisprudence, Law and Usul Fiqh].”
Maka dapat disimpulkan bahwa ilmu fikih dan Ushul fikih merupakan dua hal yang
berbeda. Ushul fikih merupakan pedoman dan limitasi atas usaha-usaha menentukan
hukum syara’. Adapun fikih ialah hukum-hukum syara’ yang telah melewati proses
penelaahan dan perumusan.
Menurut Lufriansayh 5, bahwa “Hubungan antara fiqh dan ushul fiqh sangat berkaitan
erat karena fiqh berhubungan dengan persoalan islam yang praktis, sedangkan ushul fiqh
berhubungan dengan ilmu tentang metode penggalian bagaimana hukum islam tersebut
bisa di tetapkan dan cara penafsiran akan keadaan saat ini”.
Kedua-duanya menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah Sebagai landasan hukumnya.
Maka, dalam tulisan ini akan dibahas mengenai kedudukan Al-Qur’an dan As-Sunnah
sebagai landasan hukum dalam Ushul Fiqih sekaligus menjabarkan indikator-indikator
yang menjadikan keduanya layak sebagai suatu dasar penetapan hokum.

B. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Kajian Pustaka (Library Research) dengan
menggali berbagai jenis dan macam dari berbagai literatur guna memperoleh data yang
abash.jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan penjabaran secara
deskriptif.
Terdapat dua macam sumber data dalam penelitian ini, yakni sumber primer dan
sumber sekunder. Sumber primer dalam oenelitian ini ialah kitab tafsir ibnu Katsir yang
diakses melalui buku elektronik yang diperoleh dari internet. Adapun sumber sekundernya
ialah jurnal dan buku yang berkorelasi dengan tema besar, yakni anak usia dini, tafsir
surah Luqman dan surah Al-Qalam.

C. Hasil dan Pembahasan


1. Al-Qur’an
Secara bahasa, Al-Qur’an berasal dari kata qara’a-yaqra’u-qira’atan-
qur’anan yang artinya sesuatu yang dibaca atau bacaan. Sedangkan secara istilah,
Ulama Ushul fikih sepakat mendefinisikan Al-Qur’an sebagai “Kalam Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW setiap suratnya berdaya mukjizat,
mendapat nilai ibadah waktu membacanya dan dinukilkan kepada kita secara

5
Salman, “Jurnal Salman (Sosial Dan Manajemen) Url:
Http://Jurnal.Fisarresearch.or.Id/Index.Php/Salman/Issue/Archive Vol.2 No. 1 Hal 74 - 82.”
Mutawatir”6. Adapun, pengertian Al-Qur’an yang umum dijumpai ialah bahwa Al-
Qur’an merupakan kitab suci Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW
melalui perantara malaikat Jibril.
Al-Qur’an sebagai kitab suci yang menghimpun 30 Juz, 114 surah, dan 6236
ayat mengandung tiga pokok hukum. Ketiga pokok hukum tersebut ialah;Pertama
Hukum Aqidah, yakni hukum yang membahas dan mengatur terkait dengan
kepercayaan atau keimanan manusia kepada Allah SWT, Malaikat, Kitab Suci, Nabi
dan Rasul, dan Hari akhir. Kedua Hukum Etika, yakni hukum yang berkaitan
dengan akhlak atau sifat baik yang harus tertanam di dalam diri manusia ditengah
interaksi sosial. Ketiga Hukum Amaliyah, yakni hukum yang mengatur akan
hubungan manusia dengan sang pencipta, Allah SWT, dan sesama manusia7.
Sebagian besar, hukum yang terkandung di dalam Al-Qur’an bersifat umum,
global. Tidak banyak ditemukan penjelasan hukum yang sangat terperinci di dalam
Al-Qur’an. Terdapat tiga cara Al-Qur’an dalam menjelaskan hukum, yakni; (a) Ijmali,
hukum yang sifatnya global, tidak ada keterangan terperinci di dalamnya. Untuk dapat
memahaminya, maka diperlukan tuntunan dari Nabi SAW. Hal ini dapat kita jumpai
dari perintah Sholat yang tidak disertakan penjelasan tata caranya di ayat setelahnya.
(b) Tafshili, hukum yang sifatnya terperinci, sehingga tidak diperlukannya penjelasan
lebih lanjut mengenai hukum tersebut. Contohnya ialah seperti hukum warisan. (c)
Isyarah, hukum yang dijelaskan melalui isyarat. Isyarat ini yang kemudian akan
dipahami dan dikaji oleh para mujtahid untuk merumuskan suatu hukum. Contohnya
ialah seperti hukum larangan meminum khamr8.
Sebagai pedoman yang langsung bersumber dari Allah SWT, Al-Qur’an
menempati keududukan paling atas sebagai sumber utama dalam pengambilan suatu
hukum. Hal ini bukanlah tanpa dasar, jika kita melihat beberapa kelebihan yang
dimiliki Al-Qur’an, yakni: Pertama, Kebenarannya Hakiki, semua ajaran yang
termaktub di dalam Al-Qur’an pasti benar kepastiannya, tidak akan ada keraguan
didalamnya. Selaras dengan apa yang telah difirmankan Allah SWT dalam Q.S Al-
Baqarah : 2, yang artinya: “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya;
petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”. Kedua, Kemukjizatan Al-Qur’an, mukjizat
dapat dimaknai sebagai sesuatu yang luar biasa, melebihi batas kemampuan manusia,

6
Syarifuddin, Garis-Garis Besar Ushul Fiqh.
7
Latif, “Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Utama.”
8
Aji Fitra Jaya Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al Qur, “Al-Qur’an Dan Hadis Sebagai Sumber Hukum Islam.”
yang Allah turunkan sebagai bukti kebesaran kekuasaannya. Al-Qur’an merupakan
salah satu bentuk mukjizat yang Allah berikan kepada Rasulullah SAW. Adapun
bentuk mukjizat dari Al-Qur’an ialah (a) Kualitas kepenulisan, bahasa, dan sastra
yang digunakan sangat paripurna. Tidak ada satupun yang dapat menandingi atau
menciptakan satu ayat yang seindah ayat Al-Qur’an. Hal ini membuktikan bahwa Al-
Qur’an memanglah benar-benar bersumber dari Allah SWT.(b) Dapat memprediksi
kejadian di masa mendatang. (c) Pemberitaannya terhadap peristiwa yang terjadi pada
umat terdahulu yang tidak pernah diungkap oleh sejarah sebelumnya. (d) Isyaratnya
terhadap fenomena alam yang terbukti kebenarannya berdasarkan ilmu pengetahuan9.
Berdasarkan hal inilah, seluruh ulama Ushul Fiqh sepakat bahwa Al-Qur’an
menjadi sumber hukum pertama setelah As-Sunnah. Sumber yang akan pertama kali
dirujuk dalam menentukan hukum ialah Al-Qur’an terlebih dahulu, bila tidak
ditemukan barulah beralih kepada As-Sunnah dan seterusnya. Ia merupakan sumber
dari segala sumber. Bila ditemukana suatu kaidah yang bertentangan dengan Al-
Qur’an, maka kaidah tersebut tidak dapat diterima10.

2. As-Sunnah
Sunnah secara bahasa berarti ' cara yang dibiasakan' atau ' cara yang terpuji.
Sunnah lebih umum disebut hadits, adapun hadits menurut al-Subhi al-Shalih, kata al-
Hadîts juga merupakan bentuk isim dari tahdits, yang mengandung arti
memberitahukan, mengabarkan. Berdasarkan pengertian inilah, selanjutnya setiap
perkataan, perbuatan atau penetapan (taqrîr) yang disandarkan kepada Nabi Saw.
dinamai dengan al-Hadîts.14 Dari definisi tersebut, al-Hadîts mempunyai tiga bentuk.
Pertama, al-Hadîts qauliyah yaitu yang berisikan ucapan dan pernyataan Nabi
Muhammad Saw. Kedua, al-Hadîts fi’liyah yaitu yang berisi tidakan dan perbuatan
yang pernah dilakukan nabi. Ketiga, al- Hadîts taqririyah yaitu yang merupakan
persetujuan nabi atas tindakan dan peristiwa yang terjadi.11
Dalam hal ini hadits dan sunnah adalah dua konsep yang saling berhubungan
dan sering digunakan bersama-sama dalam Islam, tetapi mereka tidak sepenuhnya
identik. Hadits secara spesifik seperti dijelaskan di atas berupa catatan atau riwayat
perkataan, tindakan, atau persetujuan Rasulullah. Hadits dibukukan oleh para ulama

9
Syarifuddin, Garis-Garis Besar Ushul Fiqh.
10
Syarifuddin.
11
Sulistiani, “PERBANDINGAN SUMBER HUKUM ISLAM.”
hadits berdasarkan sanad (rantai periwayatan) dan matan (isi hadits). Hadits dianggap
sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Quran, yang memberikan petunjuk tentang
bagaimana Muslim seharusnya menjalani kehidupan mereka.
Sunnah, di sisi lain, merujuk pada contoh-contoh dan tindakan-tindakan yang
dilakukan atau dianjurkan oleh Rasulullah. Sunnah mencakup segala sesuatu yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, baik itu perkataan, tindakan, persetujuan,
pemdirian, atau keadaan diamunya. Sunnah dapat ditemukan dalam hadits-hadits yang
telah diriwayatkan oleh para sahabat Nabi.12
Jadi, hadits dan sunnah saling berhubungan karena hadits adalah sumber
utama dari mana sunnah Nabi diturunkan dan dipahami. Hadits digunakan untuk
mempelajari dan mengamalkan sunnah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Oleh karena itu, kedua konsep ini biasanya digunakan bersama-sama dalam konteks
agama Islam. Kemudian beberapa indikator sunnah sebagai landasan dalam suber
hukum islam merujuk pada hubungannya dengan Al-Quran, sebagai berikut :
a. Muaqqid
Yaitu menguatkan hukum suatu peristiwa yang telah ditetapkan Al-
Qur'an dikuatkan dan dipertegas lagi oleh Al-Sunnah, misalnya tentang Shalat, zakat
terdapat dalam Al-Qur'an dan dikuatkan oleh Al-sunnah.
b. Bayan
Yaitu al-Sunnah menjelaskan terhadap ayat-ayat Al-Qur,an yang belum
jelas, dalam hal ini ada tiga hal :
1. Memberikan perincian terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang masih
mujmal, misalnya perintah shalat dalam Al-Qur'an yang mujmal,
diperjelas dengan Sunnah. Demikian juga tentang zakat, haji dan
shaum. Dalam Shalat misalnya.
2. Membatasi kemutlakan ( taqyid al-muthlaq)
Misalnya: Al-Qur'an memerintahkan untuk berwasiat, dengan
tidak dibatasi berapa jumlahnya. Kemudian Al-Sunnah
membatasinya.
3. Mentakhshishkan, keumuman,
Misalnya: Al-Qur’an mengharamkan tentang bangkai, darah dan
daging babi, kemudian al-Sunnah mengkhususkan dengan

12
Akamansyah, “AL- QUR’AN DAN AL-SUNNAH SEBAGAI DASAR IDEAL PENDIDIKAN ISLAM
Oleh : M. Akmansyah .”
memberikan pengecualian kepada bangkai ikan laut, belalang,
hati dan limpa.
4. Menciptakan hukum baru.
Rasulullah melarang untuk binatang buas dan yang bertaring
kuat, dan burung yang berkuku kuat, dimana hal ini tidak
disebutkan dalam Al-Qur'an.
Al-Hadîts merupakan sumber ketentuan Islam yang kedua setelah al-Quran. Ia
merupakan penguat dan penjelas dari berbagaipersoalan baik yang ada di dalam al-
Quran maupun yang dihadapidalam persoalan kehidupan kaum muslim yang
disampaikan dandipraktikkan Nabi Muhammad SAW. yang dapat dijadikan landasan
pendidikan Islam.
Kedudukan al-Hadîts dalam kehidupan dan pemikiran Islam sangat penting,
karena disamping memperkuat dan memperjelas berbagai persoalan dalam al-Quran,
juga memberikan dasar pemikiran yang lebih konkret mengenai penerapan berbagai
aktivitas yang mesti dikembangkan dalam kerangka hidup dan kehidupan umat Islam.
Banyak al-Hadîts Nabi yang memiliki relevasi ke arah dasar pemikiran dan implikasi
langsung bagi pengembangan dan penerapan dunia pendidikan.
Contoh yang telah ditunjukkan Nabi (al-Hadîts ), merupakan sumber dan
acuan yang dapat digunakan umat Islam dalam seluruh aktivitas kehidupannya.
Meskipun secara umum bagian terbesar dari syariah Islam telah terkandung dalam al-
Qur‟an, namun muatan tersebut belum mengatur berbagai dimensi aktivitas
kehidupan ummat secara terperinci. Penjelasan syariah yang dikandung al-Quran
sebagian masih bersifat global. Untuk itu diperlukan keberadaan al-Hadîts Nabi
sebagai penjelas dan penguat bagi hokum-hukum Quraniah yang ada, sekaligus
sebagai petunjuk (pedoman) bagi kemashlahatan hidup manusia dalam semua
aspeknya.
Dari sini dapat dilihat bagaimana posisi dan fungsi al-Hadîts Nabi sebagai
sumber pendidikan Islam yang utama setelah al-Quran. Eksistensinya merupakan
sumber inspirasi ilmu pengetahuan yang berisikan keputusan dan penjelasan nabi dari
pesan-pesan Ilahiah yang tidak terdapat dalam al-Quran, maupun yang terdapat dalam
al-Quran, tapi masih memerlukan penjelasan lebih lanjut secara terperinci.13

13
Sulistiani, “PERBANDINGAN SUMBER HUKUM ISLAM.”
D. Penutup
Al-Qur’an merupakan pedoman umat muslim yang diwahyukan oleh Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril. Dalam Ushul Fiqh, Al-
Qur’an menempati posisi teratas sebagai sumber penetapan hukum. Hal ini dilandasi
dengan kebenarannya yang mutlak dan mukjizat yang terkandung di dalamnya, mulai dari
penulisan sastranya, prediksinya yang benar, dan lain sebagainya.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihk yang telah menunjang
keberhasilan dalam menulis. Dengan permohonan sebesar-besarnya diucapkan atas segala
kekuarang yang ada, baik dari segi tulisan, analisis data, mauapun kelengkapan data. Besar
harapan bagi para pembaca untuk dapat memberikan kritik dan sarannya guna membantu
penulis dalam meningkatkan kualitas dalam menulis.

Daftar Pustaka

Aji Fitra Jaya Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al Qur, Septi. “Al-Qur’an Dan Hadis Sebagai
Sumber Hukum Islam,” n.d., 204–16.
Akamansyah, M. “AL- QUR’AN DAN AL-SUNNAH SEBAGAI DASAR IDEAL
PENDIDIKAN ISLAM Oleh : M. Akmansyah ,” n.d.
Darwis, Rizal. “Fiqih Anak Indonesia.” Al-Ulum 10, no. 1 (2010): 121.
Latif, Abdul. “Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Utama.” Hukum Dan Keadilan 4 (2017):
62–74.
Nurhayati. “Memahami Konsep Syariah, Fikih, Hukum Dan Ushul Fikih [Understand the
Concepts of Sharia, Jurisprudence, Law and Usul Fiqh].” Jurnal Hukum Ekonomi
Syariah 2, no. 2 (2018): 125–34.
Salman, Jurnal. “Jurnal Salman (Sosial Dan Manajemen) Url:
Http://Jurnal.Fisarresearch.or.Id/Index.Php/Salman/Issue/Archive Vol.2 No. 1 Hal 74 -
82” 2, no. 1 (2012): 74–82.
Sulistiani, Siska Lis. “PERBANDINGAN SUMBER HUKUM ISLAM” 1, no. 1 (2018):
102–16.
Syarifuddin, Amir. Garis-Garis Besar Ushul Fiqh. II. jakarta: KENCANA, 2014.

Anda mungkin juga menyukai