Anda di halaman 1dari 2

KEMENTERIAN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SIBER SYEKH NURJATI CIREBON


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PJJ PAI
Alamat : Jl. Perjuangan By Pass Sunyaragi Telp. (0231) 481264 Faks. (0231) 481264 Cirebon 45131

NAMA MAHASISWA : Siswanto MATA KULIAH : Ushul Fiqih


NIM : 2281131105 DOSEN PENGAMPU : H. Muarifin, Lc., M.E.
KELAS : A23 TUGAS : Ulangan Tengah Semester

1. Jelaskan definisi Ushul fiqih dan fiqih serta perbedaan di antara keduanya ?
Kata “ushul” yang merupakan jamak dari kata “ashal” secara etimologi berarti “sesuatu yang dasar
bagi yang lainnya”. Dengan demikian dapat diartikan bahwa ushul fiqih itu adalah ilmu yang membawa
kepada usaha merumuskan hukum syara‟ dari dalilnya yang terinci. Atau dalam artian sederhana :
kaidah-kaidah yang menjelaskan cara-cara mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-dalilnya. Fiqih
berasal dari kata faqiha-yafqahu-fiqhan yang bermakna mengerti atau memahami. Fiqih merupakan
sebuah ilmu yang mengkaji mengenai hukum-hukum syariat yang bersifat amaliah yang didasarkan
pada dalil-dalil yang tafsil kemudian digali atau dikaji melalui penalaran dan istidlal para mujtahid.
Fiqih berupa ilmu yang didapati melalui ra’yu(akal) dan ijtihad dengan menggunakan analisis manusia
atau para ahli fuqaha. Adapun perbedaan ushul fiqih dan fiqih : Ushul fiqih adalah ilmu yang membahas
kaidah-kaidah mengenai metode dalam menggali hukum dari dalil-dalilnya yang terperinci, sedangkan
fiqih adalah ilmu yang membahas persoalan-persoalan hukum islam yang praktis.
2. Sebutkan sumber-sumber hukum Islam! Jelaskan !
a. al-Qur’an
al-Qur’an adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, untuk menemukan hukum
Allah, yaitu larangan atau perintah Allah. Apabila terdapat suatu kejadian, maka pertama kali yang harus
dicari sumber hukum dalam al-Qur’an.
b. Sunah
Sunnah adalah segala yang diriwayatkan oleh Nabi Muhammad saw., berupa perbuatan, perkataan dan
ketetapan yang berkaitan dengan hukum. Sunah merupakan sumber kedua bagi hukum Islam.
c. Ijma
Ijma menurut bahasa Arab berarti kesepakatan atau sependapat tentang sesuatu hal, “Ijma’, ialah
kesepakatan mujtahid umat Islam tentang hukum syara' pada suatu masa tertentu dari suatu peristiwa
yang terjadi setelah Rasulullah Saw. meninggal dunia.
d. Qiyas
Qiyas secara bahasa berarti ukuran, membandingkan atau menyamakan sesuatu dengan yang lain.
Proses penetapan hukum melalui metode qiyas bukan menetapkan hukum dari awal (itsbat al-hukm wa
insyauhu), melainkan hanya menyingkap dan menjelaskan hukum (al-kasyf wa al-izhar li al-hukm) pada
suatu kasus yang belum jelas status hukumnya.
e. Istihsan
Istihsan secara etimologi adalah menyatakan dan meyakini baiknya sesuatu. Istihsan juga bisa
diillustrasikan adanya seseorang yang menghadapi dua hal yang keduanya baik, namun ada hal yang
mendorongnya meninggalkan satu di antaranya dan menetapkan untuk mengambil yang satunya lagi
karena itulah yang diyakini lebih baik untuk diaplikasikan dan diamalkan.
f. Maslahatul Mursalah
Secara etimologi, mashlahah mempunyai makna yang identik dengan manfaat, keuntungan, kenikmatan,
kegembiraan atau segala upaya yang bisa mendatangkan hal itu. Imam Al-Ghazali memandang bahwa
suatu kemaslahatan harus sejalan dengan tujuan syara atau harus sesuai dengan koridor-koridor yang
sudah ditentukan dan digariskan oleh Syar’i (Allah SWT.), karena kemaslahatan manusia tidak
selamanya didasarkan pada kehendak syara, tetapi sering didasarkan kepada kehendak hawa nafsu dan
interest (kepentingan personal) dari setiap individu.
g. ‘Urf
Urf adalah sesuatu yang telah dikenal oleh masyarakat yang merupakan kebiasaan di kalangan mereka,
baik berupa perkataan maupun perbuatan. Sebagian ulama Ushul fiqih menyamakan pengertian urf
dengan adat. Oleh karena itu, urf diartikan sebagai segala sesuatu yang telah dibiasakan oleh masyarakat
dan dijalankan terus- menerus, baik berupa perkataan maupun perbuatan.
h. Istishab
Istishab secara bahasa berarti membandingkan atau mendekatkan. Imam al-Gazali mendefinisikan
istishab yaitu berpegang pada dalil akal atau syara bukan didasarkan karena tidak mengetahui adanya
dalil, tetapi setelah dilakukan pembahasan dan penelitian cermat, diketahui tidak ada dalil yang
mengubah hukum yang telah ada”.
3. Uraikan definisi Al-Qur’an dan As-sunah serta jelaskan fungsi As-sunah terhadap Al-Qur’an !
Secara bahasa al-Qur’an merupakan bentuk masdar (kata benda) dari kata kerja Qara-a yang
bermakna membaca atau bacaan. Ada yang berpendapat bahwa qur’an adalah masdar yang bermakna
isim maf’ul, karenanya ia berarti yang dibaca atau maqru’. Menurut para ahli bahasa, kata yang
berwazan fu’lan memiliki arti kesempurnaan. Sunah merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad
saw. baik dari segi perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber hukum
Islam yang kedua setelah Al-Qur’an.
Sebagian besar ayat-ayat Al-Qur’an datang dalam bentuk yang umum (‘aammah),
global (mujmalah) dan muthlaq. Sehingga fungsi As-Sunnah kadang sebagai tafshiil (perincian) dari
keglobalan Al-Qur’an, atau takhshiish (mengkhususkan) terhadap keumumannya,
atau taqyiid (membatasi) bagi kemutlakannya, atau menyertakan hukum cabang baru yang asalnya
(pokoknya) bersumber dari ayat (Al-Qur’an).
4. Apa tujuan dan hikmah mempelajari Ilmu Ushul Fiqih !
Tujuan dari mempelajari ilmu ushul fiqih adalah menerapkan kaidah-kaidah dan teori-teorinya
terhadap dalil-dalil yang rinci untuk menghasilkan hukum syara‟ yang ditunjuki dalil itu. Jadi,
berdasarkan kaidah-kaidahnya dan bahasan-bahasannya maka nash-nash syara‟ dapat dipahami dan
hukum yang menjadi dalil-dalilnya dapat diketahui, serta sesuatu yang dapat menghilangkan kesamaran
lafadz yang samar dapat diketahui.
Hikmah mempelajari ilmu ushul fiqih, adalah untuk mengetahui kaidah-kaidah yang bersifat kulli
(umum) dan teori-teori yang terkait dengannya untuk diterapkan pada dalil-dalil tafsili (terperinci)
sehingga dapat diistinbathkan hukum syara' yang membawanya. Melalui kaidah-kaidah ushul fiqh
diketahui nash-nash syara' dan hukum-hukum yang ditunjukkannya. Dengan ushul fiqh dapat dicari
jalan keluar menyelesaikan dalil-dalil yang tampaknya bertentangan dengan satu sama lain.
5. Uraikan dan jelaskan apa itu hukum taklifi dan hukum wadh’i, hakim, mahkum alaih dan
mahkum fiih !
Hukum taklifi menurut pengertian kebahasaan adalah hukum pemberian beban, sedangkan
menurut istilah adalah perintah Allah yang berbentuk pilihan dan tuntutan. Dinamakan hukum taklifi
karena perintah ini langsung mengenai perbuatan seorang mukallaf (balig, berakal dan sehat).
Disebutkan tuntutan karena hukum taklifi menuntut seorang mukallaf untuk melakukan dan
meninggalkan suatu perbuatan secara pasti.
Hukum wadh’i merupakan perintah Allah yang berbentuk ketentuan yang ditetapkan Allah, tidak
langsung mengatur pebuatan mukallaf, tetapi berkaitan dengan perbuatan mukallaf itu, dengan kata
lain hukum wad’i adalah hukum yang menjadikan sesuatu sebagai sebab bagi adanya sesuatu yang
lain atau sebagai syarat bagi sesuatu yang lain. Bisa juga diartikan hukum wadh’i adalah hukum
yang menjelaskan hukum taklifi atau yang menjadi akibat dari pelaksanaan hukum taklifi.
Hakim secara hakikat adalah Allah swt. Semata, tidak ada yang lain. Para utusan Allah hanya
sekedar menyampaikan risalah dan hukum-hukumnya saja. Mereka semua tidak menciptakan atau
menetapkan hukum. Sementara para mujtahid cuma sekedar menyingkap tabir-tabir hukum. Mereka
juga bukan pencipta hukum syariat, sekalipun secara adat mereka juga terkadang disebut hakim
Mahkum alaih adalah seorang mukallaf yang perbuatannya itu berkaitan dengan hukum dari syar’i.
Perbuatan seorang mukallaf bisa dianggap sebagai sebuah perbuatan hukum yang sah apabila mukallaf
tersebut memenuhi dua persyaratan, yaitu: a. Mukallaf tersebut harus mampu memahami dalil taklif.
Artinya, ia mampu memahami nash-nash perundangan yang ada dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah
dengan kemampuannya sendiri atau melalui perantara. Hal ini penting, sebab seseorang yang tidak
mampu memahami dalil/petunjuk taklif, maka ia tidak mungkin melaksanakan apa yang telah
ditaklifkan kepadanya. Kemampuan untuk memahami dalil taklif hanya bisa terealisasi dengan akal dan
adanya nash-nash taklif.
Mahkum fih adalah perbuatan seorang mukallaf yang berkaitan dengan taklif/pembebanan. Taklif
yang berasal dari Allah ditujukan pada manusia dalam setiap perbuatan-perbuatannya. Tujuan dari taklif
ini tidak lain adalah sebagai bentuk uji coba/ ibtila’ dari Allah kepada para hambanya supaya dapat
diketahui mana hamba yang benar-benar taat dan mana hamba yang maksiat kepadaNya. Dengan
demikian sebuah taklif akan selalu berkaitan erat dengan perbuatan mukallaf dan perbuatan inilah yang
disebut dengan mahkum alaih.

Anda mungkin juga menyukai