Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fiqh atau hukum islam merupakan salah astu bidang studi islam yang paling
dikenal oleh masyarakat. Hal ini diantara lain karena fiqih tekait langsung dengan
kehidupan masyarakat. Dari sejak lahir sampai dengan meninggal dunia manusia
selalu berhubungan dengan fiqih.karena sifat dan fungsinya yang demikian itu,
maka fiqih dikategorikan sebagai ilmu al-hal,yitu ilmu yang berkaitan dengan
tingkah laku kehidupan manusia, dan termasuk ilmu yang wajib dipelajari, karena
dengan ilmu itu pula seseorang baru dapat melaksanakan kewajibannyamengabdi
kepada allah melalui ibadah shalat, puasa, haji, dan sebagainya. Dengan fungsinya
yang demikian itu tidak mengherankan jika fiqih termasuk ilmu yang pertama kali
diajarkan kepada anak-anak dari sejak di bangku taman kanak-kanak sampai di
Perguruan Tinggi. Demikian besar fungsi yang dimainkan oleh fiqih, maka tidak
mengherankan jika Perguruan Tinggi atau Universitas terdapat Fakultas hukum
yang didukung oleh para ahli di bidang hukum yang amat banyak jumlahnya.
Keadaan fiqih yang demikian itu nampak inheren atau menyatu dengan misi
agama Islam yang kehadirannya untuk mengatur kehidupan manusia agar tercapai
ketertiban dan keteraturan, dengan Rasulullah saw. Berdasarkan pada pengamatan
terhadap fungsi hukum Islam atau fiqih tersebut, muncullah serangkaian
penelitian dan pengembangan hukum Islam, yaitu penelitian yang ingin melihat
seberapa jauh produk-produk hukum Islam tersebut masih sejalan dengan
tuntunan zaman, dan bagaimana seharusnya hukum Islam itu dikembangkan
dalam rangka meresponi dan menjawab secara konkrit berbagai masalah yang
timbul di masyarakat.

1
B. Rumusan masalah

a. Apa pengertian fiqh dan ushul fiqh ?


b. Apa saja metodologi fiqh dan ushul fiqh ?

C. Tujuan Masalah

a. Untuk memahami pengertian fiqh dan ushul fiqh.


b. Untuk memahami metodologi fiqh dan ushul fiqh

2
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Fiqh dan Ushul Fiqh

 Fiqih adalah suatu ilmu pengetahuan yang membahas tentang hukum


syara’ yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.
 Ushul fiqih adalah suatu disiplin ilmu yang baru. Ilmu tentang kaidah-
kaidah dalam penggalian hukum syara’.

B. Tujuan Fiqih dan Ushul Fiqih

 Fiqih, menerapkan hukum syara’ pada setiap perkataan dan perbuatan


mukallaf.
 Ushul Fiqih, meletakkan kaidah yang dipergunakan dalam menetapkan
hukum setiap perbuatan mukallaf.

C. Perbedaan Fiqih dan Ushul Fiqih

Dari keterangan diatas, dapat terlihat dengan jelas bahwa ushul fiih merupakan
timbangan atau ketentuan untuk istinbath hukum dan objeknya selalu dalil hukum,
sementara objek fiqihnya selalu perbuatan mukallaf yang diberi status hukumnya
Walaupun ada titik kesamaan, yaitu keduanya merujuk pada dalil, namun
konsentrasinya berbeda, yaitu ushul fiqh memandang dalil dari sisi cara
penunjukan atas suatu ketentuan hukum, sedangkan fiqih memandang dalil hanya
sebagai rujukannya.

3
Objek kajian (Maudhu) ushul fiqih
Objek kajian atau maudhu adalah sesuatu yang dibahas dalam suatu ilmu
tertentu, maka itulah yang disebut dengan objek kajian atau maudhu.
Contohnya, Seperti ilmu kedokteran, maka objek kajian dalam ilmu tersebut
adalah pembahasan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan badan manusia,
apakah badanya itu sehat ataukah sakit.

Adapun maudhu dari ushul fiqih adalah dalil-dalil fiqih yang umum (
qoidah ushuliyyah ijmliyyah) yang dimana seorang mujtahid mengistimbat hukum
(menentukan hukum) dari dalil-dalil yang spesifik ( juziyyah).1

D.Metodologi Studi Fiqih


1. Penalaran Bayani
Dalam perspektif penemuan hukum Islam dikenal juga dengan istilah
metode penemuan hukum al-bayan mencakup pengertian al-tabayun dan al-
tabyin : yakni proses mencari kejelasan (azh-zhuhr) dan pemberian penjelasan (al-
izhar) ; upaya memahami(alfahm) dan komunikasi pemahaman (al-
ifham); perolehan makna (al-talaqqi dan penyampaian makna (al-tablig).2 Dalam
perkembangan hukum bayani atau setidak-tidaknya mendekati sebuah metode
yang dikenal juga dengan istilah hermaneutika yang bermakna mengartikan,
menafsirkan atau menerjemah dan juga bertindak sebagai penafsir.3 Dalam
pengertian ini dapat dipahami sebagai proses mengubah suatu dari situasi
ketidaktahuan menjadi mengerti, atau usaha mengalihkan diri dari bahasa asing
yang maknanya masih gelap ke dalam bahasa kita sendiri yang maknanya lebih
jelas, atau suatu proses transformasi pemikiran dari yang kurang jelas
atau ambigu menuju ke yang lebih jelas / konkret; bentuk transformasi makna
semacam ini merupakan hal yang esensial dari pekerjaan seorang penafsir /
muffasir. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penalaran bayani adalah

1
Pesantren Karyawan Didiklat DDII, 2014, diakses pada tanggal 07 November 2018 pukul 16:37
WIB.
2
Jazim Hamidi, Hermeneutika Hukum, Teori Penemuan Hukum Baru Dengan Interprestasi Teks,
(UII Pres: Yogyakata, 2004), hal. 23

3
Ibid, hal. 20

4
pemahaman atau penafsiran terhadap al-qur’an dan al-hadits, untuk menemukan
hukum syar’i dengan menggunakan kaidah-kaidah kebahasaan (al-qawa’id al-
lughawiyah).
Pendekatan bayani menjadi asas utama pada pemikiran fiqh Islam. Pola ini
lebih menumpukan perhatian kepada teks al qur'an dan sunnah sebagai sumber
kebenaran mutlak. Akal dianggap lebih bersifat sekunder di dalam menjelaskan
teks. Kekuatan pendekatan ini lebih memberikan perhatian kepada aspek
gramatikal dan sastra Arab. Al qur'an dan al sunnah adalah rujukan ilmu-ilmu
Islam. Kebenaran wahyu adalah absolut.
Untuk menghasilkan pengetahuan, penalaran bayani ini
akan mengutamakan tiga hal, yaitu:
a. Redaksi lafaz teks dengan menggunakan kaidah bahasa Arab yang baku.
b. Menitikberatkan otoritas transmisi suatu teks nash agar tidak keliru ataupun
salah. Hal ini telah menyebabkan timbulnya ilmu Hadis riwayah.
c. Menitikberatkan penggunaan metode Qiyas.
Secara umum metode interprestasi (al bayan) ini dapat dikelompokkan ke
dalam sebelas macam, yaitu :
1) Interprestasi Gramatikal (menurut bahasa).
Yaitu Penafsiran kata-kata dalam teks hukum sesuai kaidah bahasa dan
kaidah hukum tata bahasa.
2) Interprestasi historis.
Yaitu penafsiran sebuah aturan hukum berdasarkan sejarah.
3) Interprestasi sistematis.
Yaitu Penafsiran sebuah aturan hukum atau ayat sebagai bagian dari
keseluruhan sistem, artinya aturan itu tidak berdiri sendiri, tetapi selalu difahami
dalam kaitannya dengan jenis peraturan yang lainnya.
4) Interprestasi sosiologis atau teologis.
Yaitu peraturan / ayat ditetapkan berdasarkan tujuan kemaslahatan.
5) Interprestasi komparatif.
Yaitu metode penafsiran dengan jalan membandingkan (muqarina) berbagai
sistem hukum baik dalam suatu negara Islam ataupun membandingkan pendapat-
pendapat imam mazhab.

5
6) Interperstasi futuristik.
Yaitu metode penemuan hukum yang bersifat antisipasi yakni penjelasan
ketentuan hukum dengan berpedoman pada aturan yang belum mempunyai
kekuatan hukum, karena peraturannya masih dalam rancangan.
7) Interperstasi restriktif.
Yaitu Metode interprestasi yang sifatnya membatasi, seperti gramatika kata
“tetangga” dalam fiqh mu‟amalah, dapat diartikan setiap tetangga itu termasuk
penyewa dari perkarangan di sebelahnya, tetapi kalau dibatasi menjadi tidak
termasuk tetangga penyewa, ini berarti seorang qadhi telah melakukan
interprestasi restriktif.
8) Interprestasi ekstensif.
Yaitu Metode penafsiran yang membuat interprestasi melebihi batas-batas
hasil interprestasi gramatikal.
9) Interprestasi otentik atau secara resmi.
Yaitu metode penafsiran dimana qadhi tidak diperkenankan melakukan
penafsiran dengan cara lain selain dari apa yang telah ditentukan pengertiannya di
dalam undang-undang itu sendiri.
10) Interperstasi interdisipliner.
Yaitu metode yang dilakukan dalam suatu analisis masalah yang menyangkut
berbagai disipilin ilmu hukum, di sini dipergunakan logika penafsiran lebih dari
satu cabang ilmu hukum.
11) Interprestasi multidisipliner.
Yaitu metode dimana hakim harus mempelajari suatu atau beberapa
disiplin ilmu lain di luarilmu hukum. Dengan kata lain, di sini hakim
membutuhkan verifikasi dan bantuan dari lain-lain disiplin ilmu.4
2. Penalaran Ta’lili
Penalaran ta’lili adalah penalaran yang didasarkan kepada anggapan
bahwa ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Tuhan untuk mengatur prilaku
manusia ada alasan logis atau nilai hukum yang akan dicapainya, maka pada

4
Muhammad Abu zahrah, Ushul al-Fiqh, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), hal.364

6
dasarnya penalaran ta’lili merupakan metode istimbat hukum yang berupaya
menggunakan illat tersebut sebagai alat utamanya.
Dari beberapa rumusan yang dikemukakan ulama’ ushul fiqh dapat
disimpulkan bahwa illat adalah suatu keadaan atau sifat yang jelas (dhahir) yang
dapat diukur dan mengandung relevansi (munasabah) sehingga kuat dugaan dialah
yang menjadi alasan penetapan suatu ketentuan Allah dan Rasul-Nya.
Disini dapat dipahami bahwa ada tiga persyaratan yang harus terdapat
didalam illat, yaitu:
a. Sifat yang jelas (dhahir)
b. Relatif dapat diukur (terukur)
c. Mengandung pengertian yang sesuai dengan hukum dalam arti mempunyai
relevansi dengan hukum.(munasabah)
Dilihat dari persyaratan inilah yang membedakan antara illat dan hikmah.
Contohnya, mengqasar shalat bagi orang yang sedang bepergian mempunyai
hikmah dan illat. Hikmahnya adalah untuk memberikan keringanan dan
menghilangkan kesulitan. Sedangkan illatnya adalah mengadakan perjalanan atau
musafir itu sendiri kerena musafir (safar) disini adalah suatu hal yang sudah jelas
dan pasti. Hanya saja ukuran safar (yang memberi ijin qashar) itu karna “jarak
tempuhnya” atau “waktu tempuhnya”.
Disini jelas bahwa suatu keadaan yang abstrak dalam arti tidak dapat
diukur tidak dapat digunakan sebagai illat. Contohnya, dalam kasus shalat di atas,
karena istilah “kesukaran atau kesulitan” ini sifatnya relatif, tidak dapat diukur
dan tidak sama pada setiap orang.
Dari definisi dan persyaratan illat di atas akan membedakan illat
dan sebab, karena illat harus mempunyai relevansi dengan hukum yang
ditetapkan, sedangkan sebabtidak selamanya harus mempunyai relevansi dengan
hukum. Contohnya adalah tergelincirnya matahari untuk kewajiban shalat dhuhur
atau tenggelamnya matahari sebagai tanda datangnya waktu sholat maghrib,
dinamakan sebab karena tidak mempunyai atau tidak diketahui relevansinya.
Namun sebagian ulama’ ushul tidak membedakan antara illat dengan sebab,
karena keduanya mempunyai maksud yang sama.
3. Penalaran Istislahi

7
Sebagaimana halnya metode penalaran lainya, al-maslahat al-
mursalah juga merupakan metode penemuan hukum yang kasusnya tidak diatur
secara eksplisit dalam Al Quran dan Hadis. Hanya saja metode ini lebih
menekankan pada aspek maslahat secara langsung. Sehubungan dengan metode
ini, dalam ilmu Ushul Fiqh dikenal ada tiga macam maslahat, yakni maslahat
mu’tabarat, maslahat mulghat dan maslahat mursalat.
Maslahat yang pertama adalah maslahat yang diungkapkan secara
langsung baik dalam Al Quran maupun dalam Hadit. Sedangkan maslahat yang
kedua adalah yang bertentangan dengan ketentuan yang termaktub dalam kedua
sumber hukum Islam tersebut. Di antara kedua maslahat tersebut, ada yang
disebut maslahat mursalat yakni maslahat yang tidak ditetapkan oleh kedua
sumber tersebut dan tidak pula bertentangan dengan keduanya.5 Istilah yang
sering digunakan dalam kaitan dengan metode ini adalah istislahi.
Istislahi adalah suatu cara penetapan hukum terhadap masalah-masalah
yang tidak dijelaskan hukumnya oleh nash dan ijmak dengan mendasarkan pada
pemeliharaan al-mashlahat almursalat. Pada dasarnya mayoritas ahli Ushl Fiqh
menerima metodemaslahat mursalat. Untuk menggunakan metode tersebut
mereka memberikan beberapa syarat.
Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa metode penemuan hukum dengan
istislahi itu difokuskan terhadap lapangan yang tidak terdapat dalam nash, baik
dalam Al Quran maupun As Sunnah yang menjelaskan hukum-hukum yang ada
penguatnya melalui suatu I’tibar. Juga difokuskan pada hal-hal yang tidak
didapatkan adanya ijma’ atau qiyas yang berhubungan dengan kejadian tersebut.
Hukum yang ditetapkan dengan istislahi seperti pembukuan Al Quran dalam satu
mushaf yang dilakukan oleh Usman Ibn Affan, khalifah ketiga. Hal itu tidak
dijelaskan oleh nash dan ijmak, melainkan didasarkan atas maslahat yang sejalan
dengan kehendak syara’ untuk mencegah kemungkinan timbulnya perselisihan
umat tentang Al Quran.6

5
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, (Jakarta: Al-Majlis al-A‟la al-Indonesia 1972), hal.
84
6
Rachmat Syafe‟i, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung, Pustaka Setia, 1999), hal. 117

8
E.Metode Ulama Dalam Membahas Masalah Ushul Fiqh
Para ulama dan pakar ushul fiqh memiliki metode yang berbeda dalam menyusun
dan menulis kitab ushul fiqih. Dari sini muncul beberapa metode sebagai berikut:
Pertama, metode Hanafiyah; Kedua, metode mayoritas ulama (jumhur); Ketiga
penggabungan antara dua metode sebelumnya; Keempat, mengeluarkan masalah
cabang dari ushulnya; Kelima, memaparkan ushul fiqh melalui pambahasan
maqashid dan pemahaman umum. Penjelasan rincinya sebagai berikut:

A. Metode Fuqaha (Thariqah Fuqaha’)


Metode pertama merupakan metode yang ditempuh kalangan hanafiyah. Metode
ini memiliki ciri khusus dalam dua segi: pertama, menetapkan kaidah-kaidah
ushul berdasarkan perkara-perkara furu’ (fiqh) yang dinukil dari imam-imam
kalangan Hanafiyah. Kedua, pembahasannya masuk dalam detail masalah fiqih.

Metode ini juga dinamakan dengan metode ahli fiqih (thariqatul fuqaha’), karena
metode ini mengekor dan melekat pada fiqih. Penyebabnya adalah: kaidah-
kaidahnya diambil dari masalah-masalah cabang (furu’/fiqh). Yang demikian itu
karena generasi akhir dari kalangan Hanafiyah melakukan telaah, istiqra’ dan
penelitian terhadap fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh imam-imam pendahulu
mereka. Mereka berpegang kepada fatwa-fatwa dan pendapat-pendapat dalam
masalah furu’ tersebut kemudian mereka berusaha untuk mengeluarkan kaidah-
kaidah umum dan berbagai ketentuan dari pendapat-pendapat tersebut. Setelah itu
mereka menjadikannya sebagai masalah ushul dalam madzhab mereka untuk
dijadikan amunisi dalam melakukan diskusi dan perdebatan.

Di antara kitab-kitab yang ditulis dengan metode ini antara lain adalah:

1) Ma-akhidzusy Syara-i’ oleh Abu Manshur al Maturidi


2) ar Risalah fil Ushul oleh Abul Hasan al Karkhi
3) al Fushul fil Ushul oleh Abu Bakr al Jashash
4) Taqwimul Adillah oleh Abu zaid ad Dabusi
5) Ushulul Bazdawi, dicetak bersama Kasyful Asrar oleh Abdul ‘Aziz al

9
Bukhari
6) Masa-ilul Khilaf oleh Abu Abdullah al Shaimiri
7) Ushulus Sarakhsi oleh Abu Bakar As Sarakhsi
8) Mizanul Ushul oleh Abu Bakar as Samarqandi
9) al Manar oleh Abul Barakat abdullah an Nasafi

B. Metode Mutakallimin (Thariqah Mutakallimin)


Metode kedua yaitu metode mayoritas ulama (jumhur). Metode ini memiliki
beberapa keunikan sebagai berikut: Pertama, menaruh perhatian serius kepada
penyeleksian masalah dan penetapan kaidah berdasarkan prinsip-prinsip logika.
Kedua, kecenderungan yang kuat kepada argumentasi rasional. Ketiga,
berpanjang-lebar dalam memaparkan diskusi dan perdebatan. Keempat,
mensterilkan pembahasan masalah ushul dari masalah-masalah cabang (fiqih).

Dengan dengan demikian, metode ini menyerupai metode ahli kalam. Oleh karena
itu, ia disebut pula metode mutakallimin.Metode ini ditempuh oleh ulama-ulama
Syafiiyyah, Malikiyyah, Hanabilah, Dhahiriyyah, dan Mu’tazilah. Ini dari segi
penyusunan dan pengaturan. Berikut ini beberapa kitab yang disusun menurut
metode ini sesuai dengan madzhab masing-masing.

Pertama: beberapa kitab yang ditulis oleh ulama Malikiyah

1) Taqrib wal Isyarah fi Tartibi Turuqil Ijtihad oleh al Qadhi Abu Bakar al
Baqillani
2) Ihkamul Ushul fi Ahkamil Ushul, kitab al Isyarah dan kitab al Hudud.
Semuanya ditulis oleh Abul Walid al Baji
3) Muntahas Sul wal Amal fi ‘Ilmail Ushul wal Jadal oleh Ibnu Hajib. Beliau
telah meringkas kitab ini, dan diberi nama Mukhtasharul Muntaha. Mukhtashar
atau ringkasan kemudian ini disyarah oleh banyak ulama, antara lain: ’Adhud Din
al Iji (Syarhul Mukhtashar); Tajud Din As Subki (Raf’ul Hajib ‘an
Mukhtasharibni Hajib), Syamsud Din al Ashfahani (Bayanul Mukhtashar).
4) adh Dhiya’ul Lami’ Syarhu Jam’il Jawami, oleh al Hululu al Maliki.

10
5) Syarh Tanqihil Fushul oleh Syihabud Din al Qarafi
6) Nafa-isul Ushul Syarhul Mahshul oleh Al Qarafi.
7) Syarhul Burhan oleh al Maziri

Kedua: Beberapa kitab Ushul yang ditulis oleh ulama madzhab Syafi’i

1) Ar Risalah oleh Imam Asy Syafi’i. Kitab ini telah disyarah oleh Imam Ash
Shairafi, asy Syasyi atau al Qafalul Kabir, Abu Muhammad al Juwaini dan yang
lainnya.
2) Al Luma’, syarh al Luma’ dan at Tabshirah semuanya oleh abu Ishaq Asy
Syirazi.
3) Al Burhan, at Talkhish dan al Waraqat oleh Imamul Haramain abul Ma’ali
Al Juwaini.
4) Qawathi’ul Adillah oleh As Sam’ani
5) Al Mastashfa, al Mankhul, Syifa-ul Ghalil dan Asasul Qiyas oleh al Ghazali.
6) Al Wushul ilal Ushul oleh Ibnu Burhan
7) Al Ihkam fi Ushulil Ahkam oleh al Amidi
8) Al Mahshul oleh ar Razi. Kitab ini telah disyarah oleh al Qarafi (Nafa-isul
Mahshul) dan Syamsuddin al Ashfahani (al Kasyif ‘anil Mahshul). Kitab ini juga
diringkas oleh Tajuddin al Armawi (al Hashil minal Mahshul), Sirajuddin al
Armawi (at Tahshil minal Mahshul), Naqsyawani (Talkhishul Mahshul) dan at
Tabrizi (Tanqihul Mahshul).
9) Minhajul Wushul ila ‘Ilmil Ushul oleh al Baidhawi. Kitab ini disyarah oleh
banyak ulama, antara lain: Syamsud Din al Ashfahani (Syarh Mihajil Baidhawi),
al Isnawi (Nihayatus Sul), Ibnus Subki (al Ibhaj fi Syarhil Minhaj), al Badkhasyi
(Minhajul ‘Uqul).
10) Al Bahrul Muhith fi Ushulil fiqh oleh az Zarkasyi.

Ketiga: Sebagian Kitab Ushul Fiqh yang ditulis oleh ulama Hanabilah

1) Al ‘Uddah oleh Abu Ya’la


2) At Tamhid oleh Abul Khathab

11
3) al Wadhih oleh Ibnu ‘Aqil.
4) Raudhatun Nadhir wa Jannatul Munadhir oleh Ibnu Qudamah
5) Syarhul Kaukibil Munir oleh Ibnu Najar
6) Al Muswaddah fi Ushulil Fiqh oleh Alu Taimiyah

Keempat: Kitab-kitab yang ditulis oleh dalam Madzhab Dhahiri

1) Al Ihkam fi Ushulil Ahkam oleh Ibnu Hazm


2) an Nabdz oleh Ibnu Hazm

Kelima: Kitab-kitab Ushul yang ditulis dalam Madzhab Mu’tazilah

1) al ‘Amd oleh al Qadhi Abdul Jabbar


2) al Mu’tamad oleh Abul Husain al Bashri
3) Syarhul ‘Amd oleh Abul Husain al Bashri

C. Metode Jama’ (penggabungan)


Adapun Metode yang ketiga, yaitu metode yang mengawinkan antara metode
Hanafiyah dengan metode Jumhur. Penggabungan antara dua metode sebelumnya
telah menghasilkan kaidah-kaidah ushuliyah, yang ditetapkan berdasarkandalil-
dalil naqli dan ‘aqli, kemudian kaidah-kaidah tersebut diaplikasikan ke dalam
cabang-cabang fiqih. Lahirlah kitab-kitab yang dapat memberi faidah dalam
pengembangan ilmu fiqih dan proses verifikasi dalil-dalil yang ada. Kitab-kitab
dalam metode ini ditulis oleh sejumlah ulama dari kalangan jumhur maupun
hanafiyah. Di antara kitab-kitab mereka yang paling penting adalah:

1) Badi’un Nidhom Baina Ushulil Bazdawi wal Ihkam oleh as Sa’ani


2) Tanqihu Ushulil Fiqh, dan syarahnya, at Taudhih, karya Shadrusy Syari’ah.
At Taftazani mensyarahnya dalam kitab berjudul “at Talwih“.
3) Jam’ul Jawami’ oleh Tajud Din ibnus Subki. Kitab ini telah disyarah oleh
banyak ulama, antara lain: Jalalud Din al Mahali (Syarh Jam’il Jawami’), Az
Zarkasyi (Tasyniful Musami’), Halulu al Maliki (Dhiya’ul Lami’), dan oleh Tajud

12
Din sendiri (Man’ul Mawami’ ‘an Jam’il Jawami’).
4) At Tahrir oleh Kamalud Din bin al Hamam. Kitab ini telah disyarah oleh
beberapa ulama, antara lain: Amirul Haj (at Taqrir wat Tahbir), dan Amir
Badsyah (Taisirut tahrir).
5) Musallamust Tsubut oleh Muhibbuddin Abdusy Syakur al Hanafi. Kitab ini
telah disyarah oleh al Anshari dalam kitabnya yang diberi nama Fawatihur
Rahamaut.

D. Metode Takhrijul Furu’ ‘Alal Ushul


Mengenai metode yang keempat -yaitu metode mengeluarkan masalah furu’ dari
ushulnya- maka metode ini memiliki ciri khas mengungkapkan berbagai
perbedaan pendapat di kalangan ahli ushul fiqh dalam berbagai masalah dengan
menunjukkan dalil-dalil yang digunakan oleh berbagai kelompok yang ada.
Kemudian disebutkan beberapa masalah fiqih yang dipengaruhi oleh perbedaan
pendapat ini. Tujuan dari metode ini adalah: Mengaitkan antara masalah furu’
dengan masalah ushul fiqih, dalam kitab-kitab yang ditulis dengan metode ini
tidak disebutkan kecuali masalah-masalah yang diperselisihkan oleh para ulama.
Perbedaan yang di sebutkan di dalamnya adalah perbedaan yang bersifat maknawi
(perbedaan yang subsantif), yang memiliki pengaruh. Perbedaan yang sekedar
bersifat lafdzi tidak dibahas di dalamnya.

Telah ditulis banyak kitab dengan metode ini, yaitu metode yang keempat, antara
lain:

1) Takhrijul Furu’ ‘alal Ushul oleh Az Zanjani


2) Miftahul wushul ila binna-il Furu’ ‘alal Ushul oleh Tilmisani al Maliki
3) at Tamhid fi Takhrijil Furu’ ‘ala Ushul oleh Al Isnawi Asy Syafi’i.
4) Al Qawa-id wal fawa-idul Ushuliyyah oleh Ibnul Hamam7

7
Abdul Karim ‘Ali bin Muhammad an Namlah, al Muhadzdzab fii ‘Ilmi Ushulil Fiqh al Muqarin
(Riyadh: Maktabatur Rusyd, 1999), jilid I, hal 59 – 65.

13
BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
 Fiqih adalah suatu ilmu pengetahuan yang membahas tentang hukum
syara’ yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.
 Ushul fiqih adalah suatu disiplin ilmu yang baru. Ilmu tentang
kaidah-kaidah dalam penggalian hukum syara’.

ushul fiih merupakan timbangan atau ketentuan untuk istinbath hukum dan
objeknya selalu dalil hukum, sementara objek fiqihnya selalu perbuatan mukallaf
yang diberi status hukumnya Walaupun ada titik kesamaan, yaitu keduanya
merujuk pada dalil, namun konsentrasinya berbeda, yaitu ushul fiqh memandang
dalil dari sisi cara penunjukan atas suatu ketentuan hukum, sedangkan fiqih
memandang dalil hanya sebagai rujukannya.

Metodologi di dalam Studi Fiqih meliputi penalaran bayani, penalaran


ta’lili, dan penalaran istislahi. Sedangkan metode ulama dalam membahas
masalah Ushul Fiqh meliputi Metode Fuqaha (Thariqah Fuqaha’), Metode
Mutakallimin (Thariqah Mutakallimin), Metode Jama’ (penggabungan), Metode
Takhrijul Furu’ ‘Alal Ushul.

14
DAFTAR PUSTAKA
 Yahya, Mukhtar dan Fathurrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum
Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1986), cet. Ke-10.
 Nasution, Harun , Islam Ditinjau Dari berbagai Aspeknya, Jilid II,
(Jakarta: Universitas Indonesia, 1979).
 Coelson, Noel J., Hukum Islam dalam Perspetif Sejarah, (terj) Hamid
Ahmad, dari judul asli The History of Islamic Law, (Jakarta: P3M, 1987).
 Mudzhar, Mohammad Atho, Fatwas of The Council of Indonesian Ulama
A Study of Islamic Legal Though in Indonesia, 1975-1988, (Los Angeles:
University of California, 1990).

15

Anda mungkin juga menyukai