PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Masalah
1.3.1 Mengetahui pengertian pembaruan islam
1.3.2 Mengetahui faktor-faktor munculnya pembaharuan islam
1.3.3 Mengetahui landasan-landasan pembaharuan pemikiran modern dalam islam
1.3.4 Mengetahui model-model penelitian pemikiran modern dalam islam
1.3.5 Mengetahui tokoh-tokoh pemikiran modern islam
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pembaharuan islam lebih dikenal dengan kata modernisasi. modernisasi lahir dari
dunia barat yang berarti pemikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-
paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya. Pembaharuan islam adalah upaya
untuk menyesuaikan paham keagamaan islam dengan perkembangan yang ditimbulkan
kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern. Dalam bahasa arab pembaharuan islam
biasa disebut dengan tajdid yang artinya pembaharuan, dan pelakunya disebut dengan
mujaddid.
Dari kata tajdid ini kemudian muncul istilah-istilah baru seperti reformasi, purifikasi,
modernisme, dan sebagainya. Pemikiran pembaharuan dalam islam timbul setelah mereka
sadar mengalami kemunduran dibandingkan dengan barat. Pembaharuan ini menegaskan
bahwa paham-paham yang dihasilkan para ulama di masa lalu memiliki kekurangan,
kekurangan itu dipengaruhi oleh kecenderungan subjektif, pengetahuan, situasi sosial, dan
sebagainya. Pembaharuan islam bukan berati mengubah, mengurangi, atau menambahi teks
Al-Quran maupun hadits, melainkan hanya menyesuaikan paham atas keduanya.1
1
Harun Nasution, pembaharuan dalam islam, sejarah pemikiran dan gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang 1994),
hlm 11-12
3
2. Faktor Internal
a. Kemunduran Pemikiran Islam
Kemunduran pemikiran Islam terjadi setelah ditutupnya pintu ijtihad karena
pertikaian yang terjadi antara sesama umat Islam dalam masalah khilafiyah dengan
pembatasan madzhab fikih pada imam yang empat saja, yaitu madzhab Maliki,
madzhab Syafi’i, madzhab Hanafi dan madzhab Hambali. Sementara itu, bidang
teologi didominasi oleh pemikiran Asy’ariah dan bidang tasawwuf didominasi oleh
pemikiran imam Al-Ghazali.
b. Bercampurnya ajaran Islam dengan unsur-unsur di luarnya.
Selain kemunduran pemikiran Islam, yang menjadi latar belakang lahirnya
pemikiran moderen dalam Islam adalah bercampurnya agama Islam dengan unsur-
unsur di luarnya.
Pada masa sebelum abad ke-19 M., umat Islam banyak yang tidak mengenal
agamanya dengan baik sehingga banyak unsur di luar Islam dianggap sebagai agama.
Maka tercampurlah agama Islam dengan unsur-unsur asing yang terwujud dalam
bid’ah, khurafat dan takhayul.
4
dengan sesama umat manusia), serta habl min al-‘alam (hubungan dengan alam
lingkungan).
Kedua, keyakinan bahwa Islam adalah agama terakhir yang diturunkan Allah Swt, atau
finalitas fungsi kenabian Muhammad Saw sebagai seorang rasul Allah. Dalam keyakinan
umat Islam, terpatri suatu doktrin bahwa Islam adalah agama akhir jaman yang
diturunkan Tuhan bagi umat manusia, diyakini pula bahwa sebagai agama terakhir, apa
yang dibawa Islam sebagai suatu yang paling sempurna dan lengkap yang melingkupi
segalanya dan mencakup sekalian agama yang diturunkan sebelumnya, DENGAN Al
Qur’an yang merupakan petunjuk bagi umat manusia seluruh zaman, serta Nabi
Muhammad SAW sebagai Nabi terakhir.
2. Landasan Normatif
Landasan normatif yang dimaksud dalam kajian ini adalah landasan yang
diperoleh dari teks-teks nash, baik al-Qur’an maupun al-Hadis. Banyak ayat al-Qur’an
yang dapat dijadikan pijakan bagi pelaksanaan tajdid dalam Islam karena secara jelas
mengandung muatan bagi keharusan melakukan pembaruan.
3. Landasan Historis
Di awal perkembangannya, sewaktu nabi Muhammad masih ada dan
pengikutnya masih terbatas pada bangsa Arab yang berpusat di Makkah dan Madinah,
Islam diterima dan dipatuhi tanpa bantahan. Semua penganutnya berkata: “sami’na wa
atha’na”. Dalam perkembangannya, Islam baik secara etnografis maupun geografis
menyebar luas, dari segi intelektual pun membuahkan umat yang mampu
mengembangkan ajaran Islam itu menjadi berbagai pengetahuan, mulai dari ilmu kalam,
ilmu hadis, ilmu fikih, ilmu tafsir, filsafat, tasawuf, dan lainnya, terutama dalam masa
empat abad semenjak ia sempurna diturunkan. Umat Islam dalam periode itu dengan
segala ilmu yang dikembangkannya, berhasil mendominasi peradaban dunia yang
cemerlang, sampai mencapai puncaknya di abad XII-XIII M, di masa inilah, ilmu
pengetahuan ke-Islaman berkembang sampai puncaknya, baik dalam bidang agama
maupun dalam bidang non agama. Di jaman itu pula para pemikir muslim dihasilkan.
Mereka telah bekerja sekuat-kuatnya melakukan ijtihad sehingga terbina apa yang
kemudian dikenal sebagai kebudayaan Islam.
Setelah melalui kurun waktu lebih kurang lima abad sampai ke puncak kejayaannya,
sejarah kemajuan Islam mengalami kemandekan; Islam menjadi statis atau dikatakan
mengalami kemunduran. Masa demi masa kemundurannya semakin terasa. Pintu ijtihad
dinyatakan tertutup digantikan dengan taklid yang merajalela sampai menenggelamkan
5
umat Islam ke lubuk yang terdalam pada abad ke XVIII. Meskipun demikian, upaya
pembaruan senantiasa terjadi, di mana dalam suasana seperti digambarkan di atas, yaitu
sejak abad XIII M (peralihan ke abad XIV M).
Banyak tokoh – tokoh Islam yang mengadakan pembaruan dalam pemikiran demi untuk
mencapai kembali kejayaan terdahulunya, seperti Ibnu Taimiyah, Mohammad Abduh dan
lain – lain.2
2
Jainuri achmad, landasan Teologis Gerakan Pembaharuan Islam, dalam jurnal ulumul Quran, no 3 tahun 1995
3
Koko Abdul Kodir, Metodologi Studi Islam,(Bandung: Pustaka Setia 2014) hlm.157
6
Keempat, perbedaan dan pertentangan paham.
Kelima, hubungan dengan pemerintah.
4
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta:LP2ES, 1980)
7
Penelitian tersebut walaupun tidak secara eksplisit mengemukakan latar belakang
pemikiran, permasalahann tujuan, metode dan pendekatan setra kerangka analisis yang di
gunakan dalam penelitian, namun secara keseluruhan berbagai aspek yang seharusnya ada
dalam sebuah penelitian telah tertampung dalam penelitian yang di lakukan Deliar Noer.
5
H.A.R Gibb, aliran-aliran modern dalam islam L.E Hakim, (Jakarta : Tintamas, 1954) hlm 10
8
Pengertian Antropologi dan Sosiologi
a. Pengertian Antropologi
Antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti manusia, dan logos yang
berarti ilmu. Jadi Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari tentang budaya manusia atau masyarakat etnis tertentu.
Antropologi berupaya melihat hubungan antara agama dengan berbagai
pranata social yang terjadi dimasyarakat. Penelitian hubungan antara agama dan
ekonomi melahirkan beberapa teori yang cukup mengunggah minat para peneliti agama.
Dalam berbagai antropologi agama dapat ditemukan adanya hubungan yang positif
antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik. Menurut kesimpulan
penelitian antropologi, golongan masyarakat kurang mampu dan golongan miskin lain
pada umumnya lebih tertarik pada gerakan keagamaan yang bersifat mesianis, yang
menjanjikan perubahan tatanan social kemasyarakatan. Sedangkan golongan kaya lebih
cenderung untuk mempertahankan tatanan masyarakat yang sudah mapan secara
ekonomi lantaran tatanan tersebut menguntungkan pihaknya.
Uraian diatas memperlihatkan bahwa pendekatan antropologi, dengan jelas
dapat mendukung dan dapat menjelaskan bagaimana suatu fenomena agama itu terjadi.
Dengan menggunakan pendekatan dan perspektif antropologi dapat diketahui bahwa
doktrin-doktrin dan fenomena-fenomena keagamaan ternyata tidak berdiri sendiri dan
tidak pernah terlepas dari jaringan institusi atau kelembagaan social kemasyarakatan
yang mengandung keberadaannya.6
Penelitian dibidang antropologi islam antara lain dilakukan oleh seorang
antropolog bernama Clifford Geertz pada tahun 1950-an. Hasil penelitiannya itu telah
dituliskan dalam bukunya yang berjudul The Religion Of Java. Untuk kasus di
Indonesia, peneliti Clifford Geertz dalam karyanya, The Religion of Java, memberikan
elaborasi bahwa ada klasifikasi sosial dalam masyarakat Muslim di Jawa, antara santri
(yang intinya berpusat di perdagangan atau pasar), priyayi (yang intinya berpusat di
kantor pemerintahan, di kota), dan abangan (yang intinya berpusat dipedesaan).
Sungguhpun hasil penelitian antropologi di Jawa Timur ini mendapat sanggahan dari
berbagai ilmuwan sosial yang lain, kontruksi stratifikasi sosial yang ditemukannya
6
Atang Abd. Haki,, Metodologi Studi Islam (Bandung: Rosda 2012) hlm.138
9
cukup membuat orang untuk berpikir ulang tentang keabsahannya. Misalnya seperti
yang di kemukakan oleh Bachtiar. Ia mengatakan bahwa penggunaan istilah Abangan,
Santri dan Priyayi untuk mengklasifikasikan masyarakat Jawa dalam golongan-
golongan agama tidaklah tepat karena ketiga golongan yang disebutkan tadi tidak
bersumber dari sati system klasifikasi yang sama.
Penelitian Geertz ini mencontohkan suatu penelitian dengan pendekatan
antropologi tanpa membawa teori dari luar, melainkan mencari dan menemukan teori
dilapangan atau dilokasi penelitian. Model penelitian ini disebut grounded reseacrh. Ia
ingin menyuguhkan hasil penelitiannya tentang masyarakat islam di Jawa yang memiliki
ragam budaya, setidaknya masyarakat Jawa telah melakukan asimilasi dengan berbagai
budaya yang mempengaruhinya tanpa melakukan justifikasi, namun justru ia menggali
berdasarkan budaya yang berkembang. Dengan kata lain, Geertz ingin menyatakan
bagaimana islam dipahami oleh masyarakat Jawa. Jika memerhatikan pola ini
tampaknya Geertz dalam penelitiannya menggunakan pendekatan fenomenologi.
Dari segi waktu yang digunakan untuk melakukan penelitian tersebut selama
tiga tahap. Tahap pertama antara September 19510-1952, persiapan yang intensif dalam
bahasa Indonesia (yakni Melayu) dilakukan di Universitas Harvard, mula-mula di
bawah professor Isadora Dyen dan kemudian dibawah Tuan Rufus Hendon, yang
kemudian hari menjadi direktur proyek, dengan bantuan orang-orang Indonesia. Waktu
antara bulan Juli sampai Oktober 1952 dipergunakan di negeri Belanda, mewawancarai
sarjana-sarjana Tropical Institut di Amsterdam.
Tahap kedua dari bulan Oktober 1952 sampai Mei 1953 dipergunakan
terutama di Yogyakarta, tempat ia mempelajari bahasa Jawa. Selama masa ini, satu
setengah bulan lamanya dihabiskan juga untuk mewawancarai pemimpin-pemimpin
agama dan politik di ibu kota Negara, Jakarta, sambil mengumpulkan statistic dan
menyelidiki organisasi birokrasi pemerintahan pada umumnya dan departemen agama
pada khususnya.7
Tahap ketiga antara Mei 1953 sampai September 1954 merupakan masa
penelitian lapangan yang sesungguhnya, dan dilakukan di Mojokuto. Ia dan istrinya
sepanjang masa itu tinggal dirumah seorang buruh kereta api. diujung kota, rumah itu
sebenarnya tidak terletak di desa Mojokuto, tetapi didesa sebelahnya, yang hanya
bersifat kota dibagian tenggaranya. Semua kegiatan, termasuk wawancara dengan para
7
Atang Abd. Haki,, Metodologi Studi Islam (Bandung: Rosda 2012) hlm.138
10
informan, ia lakukan dengan menggunakan bahasa Jawa. Selanjutnya, fari segi informan
yang digunakan sebagai sampel dalam penelitiannya itu, Gerrtz mengatakan bahwa ia
melakukan banyak kegiatan sistematis dan lam dengan informan-informan tertentu
mengenai sesuatu topik, baik didalam rumah mereka sendiri maupun diluar kantor. Para
informan yang digunakannya itu dinilai mewakili setiap aliran kepercayaan yang pokok
dan afiliasi politik yang utama. Mereka juga berasal dari tempat kediaman yang
terpencar, kelas yang berbeda-beda, latar belakang daerah dan usia yang berbeda, dan
terdiri dari dua jenis kelamin (namun seluruh wawancara dengan kaum wanita dilakukan
oleh istri Geertz).
Pendekatan analisis yang dilakukan adalah dengan menggunakan kerangka
teori yang terdapat dalam ilmu antropologi. Dengan pendekatan ini, fenomena
keagamaan yang terjadi di daerah Jawa dapat dijelaskan dengan baik. Dengan
memperhatikan uraian tersebut, dapat kiranya disimpulkan bahwa model penelitian
antropologi islam yang dilakukan oleh Geertz dapat dijadikan model atau bahan
perbandingan bagi para peneliti selanjutnya. Hal ini akrena secara metodologi dan
konseptual penelitian yang dilakukan oleh Geertz tergolong penelitian yang lengkap dan
memenuhi prosedur penelotian lapangan yang baik.
b. Pengertian Soiologi
Secara etimologis kata sosiologi berasal dari bahasa latin “socius dan logos”.
Socius artinya masyarakat dan logos artinya ilmu. Jadi, sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang masyarakat. Menurut bapak sosiologi Indonesia, yaitu Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur
social dan proses social termasuk perubahan social.
Diketahui bahwa sosiologi merupakan ilmu yang membahas sesuatu yang
telah teratur dan terjadi secara berulang dalam masyarakat. Dalam tinjauan sosiologi
masyarakat dilihat sebagai suatu kesatuan yang didasarkan pada ikatan-ikatan yang
sudah teratur dan boleh dikatakan stabil. Sehubungan dengan ini, dengan sendirinya
masyarakat merupakan kesatuan yang dalam bingkai strukturnya (proses social)
diselidiki oleh sosiologi. Diketahui bahwa ikatan-ikatan yang sudah teratur dan stabil
11
dalam agama itu, tentunya mesti ada dasar yang merekatkan yang berasal dari diri
manusia, melainkan dari agama.8
Dalam pandangan kaum sosiolog, agama lebih lanjut dibuktikan memiliki
fungsi yang amat penting. Dalam hubungan ini ada enam fungsi agama bagi masyarakat.
1. Agama dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu dari manusia yang tidak
dapat dipenuhi oleh lainnya.
2. Agama memaksa orang untuk menepati jani-janjinya.
3. Agama dapat membantu mendorong terciptanya persetujuan menenai sifat dan isi
kewajiban-kewajiban social tersebut dengan memberikan nilai-nilai yang berfungsi
menyalurkan sikap-sikap para anggota masyarakat dan menetapkan kewajiban-
kewajiban social mereka.
4. Agama berperan membantu merumuskan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh
manusia dan diperlukan untuk menyatukan pandangannya.
5. Agama pada umumnya menerangkan fakta-fakta bahwa nilai-nilai yang ada dalam
hampir semua masyarakat bukan sekedar kumpulan nilai yang bercampur aduk
tetapi membentuk tingkatan (hierarki).
6. Agama juga yang memberikan standar tingkah laku, yaitu berupa keharusan yang
ideal yang membentuk nilai-nilai social yang selanjutnya disebut sebagai norma-
norma social.
Metode dalam sosiologi islam
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, penelitian sosiologi agama pada
dasarnya adalah penelitian tentang agama yang mempergunakan pendekatan ilmu sosial
(sosiologi). Dalam kaitan ini, berbagai persoalan yang terdapat dalam ilmu sosial dilihat
secara seksama dalam hubungannya dengan agama. Dalam penelitian ini dapat dilihat
agama yang terdapat pada masyarakat industry modern, agama pada lapisan masyarakat
yang berbeda-beda, agama yang dikembangkan pada kalangan pengusaha, politikus, dan
lain sebagainya.
Diantara contoh mengenai penelitian sosiologi agama dilakukan oleh Robert
N. Bellah dalam bukunya berjudul Religion Evolution : American Sosiological Review
(1964). Menurut hasil penelitiannya, teori-teori dan penelitian tentang agama telah
dibuat orang sejak ratusan tahun yang lalu, sejak zaman Herodotos, tetapi penelitian
terhadap agama yang dilakukan secara ilmiah dan sistematis baru dimulai sejak
8
Yusran Amuni, pengantar studi pemikiran dan gerakan pembaharuan dalam dunia islam(Jakarta:Rajawali,
1998)hlm 56
12
pertengahan abad -19. Menurut Chantepie de La Saussaye (1904), munculnya penelitian
yang bersifat ilmiah ini karena adanya kondisi awal yang mempengaruhi. Pertama,
semasa Hegel, agama telah dijadikan objek spekulasi filosofis komprehensif. Dan yang
kedua, semasa Buckle, objek ini diperluas lagi hingga meliputi sejarah peradaban dan
kebudayaan pada umumnya.
Suatu hasil penelitian bidang sosiologi agama bisa saja berbeda dengan agama
yang terdapat dalam doktrin kitab suci. Sosiologi agama bukan mengkaji benar atau
salahnya suatu ajaran agama, tetapi yang dikaji adalah bagaimana agama tersebut
dihayati dan diamalkan oleh pemeluknya. Para sosiolog membuat kesimpulan tentang
agama dari apa yang terdapat dalam masyarakat. Jika suatu pemeluk agama terbelakang
dalam ilmu pengetahuan, ekonomi, kesehatan, kebersihan, dan lain sebagainya, kaum
sosiolog terkadang menyimpulkan bahwa agama yang dimaksud merupakan agama
untuk orang-orang yang terbelakang. Kesimpulan ini mungkin akan mengagetkan kaum
tekstual yang meliahat agama sebagaimana yang terdapat dalam kitab suvi yang
memang diakui ideal.9
9
Yusran Amuni, pengantar studi pemikiran dan gerakan pembaharuan dalam dunia islam(Jakarta:Rajawali,
1998)hlm 56
13
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Dari kesimpulan diatas Penulis dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksut
dengan pembaharuan dalam islam adalah bukan berati mengubah, mengurangi, atau
menambahi teks Al-Quran maupun hadits, melainkan hanya menyesuaikan paham
atas keduanya.
Untuk mewujudkan tujuan diatas maka ijtihad dapat dipandang sebagai
metode pokok untuk berjalannya geraka pembaharuan islam (tajdid). Dalam konteks
sejarahnya bahwa ijtihad telah memberikan sumbangan besar dalam perkembangan
pemikiran umat islam, khsusnya dalam upaya menghadapi persoalan kehidupan
sosial.
Telah banyak hasil penelitian yang di lakukan para ahli yang mengambil tema
di sekitar pemikiran modern dalam islam. Di antaranya hasil penelitian yang di
lakukan oleh
Deliar Noer menggunakan model penelitian deskriptif analitis
H.A.R. Gibb menggunakan model penelitian kepustakaan
3.2 Saran
Sebagai umat islam kita harus bisa menerima segala bentuk pembaharuan
islam sesuai dengan perkembangan zaman, dengan alasan kita sebagai umat islam harus
berpedoman pada Al-Quran dan Al-Hadits, dan tetap menjadikan Al-Quran dan Al-Hadits
sebagai sumber ajaran islam.
Dalam islam digunakan berbagai metode untuk memahami ajaran-ajaran islam, salah
satunya adalah model penelitian pemikiran modern dalam islam.
14
DAFTAR PUSTAKA
15