PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam politik ekonomi Islam, negara bertugas dan bertanggung jawab untuk
menegakkan keadilan dalam ekonomi, mencegah terjadinya setiap kezhaliman serta
menindak para pelanggar hukum di bidang ekonomi. Usaha mewujudkan itu, dapat
dilakukan dengan kekuatan aparat pemerintah, apabila kondisi membutuhkannya.
Sebagaimana yang dijabarkan di atas berdasarkan ayat Al – Qur’an surah Al - Hadid
ayat 25.
1. Menjamin tegaknya etika ekonomi dan bisnis Islam dari setiap individu
melalui pendidikan.
2. Menciptakan iklim yang sehat dalam mekanisme pasar.
3. Mengambil langkah – langkah positif di bidang produksi dan pembentukan
modal, guna mempercepat pertumbuhan dan menjamin keadilan sosial.
1
Muhammad Al-Mubarak, Nizam al-Islam Al-Iqtishadi, Beirut, al-fikri, 1972, hlm. 160.
2
4. Perbaikan penyediaan sumber – sumber daya dan distribusi pendapatan yang
adil, baik dengan bimbingan, pengaturan, maupun campur tangan langsung
dalam proses penyediaan sumber daya dan distribusi pendapatan.2
2
Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqi, op.cit., hlm. 46.
3
a. Bahwa hisbah adalah sebuah lembaga (departemen) yang secara
khusus dibentuk oleh pemerintah.
b. Tugas hisbah yang lebih spesifik adalah mengawasi berbagai
kegiatan ekonomi, di pasar, menjaga mekanisme pasar berjalan
normal dan tidak terdistorsi, dan melakukan tindakan korektif
ketika terjadi distorsi pasar.3
3
Dr. Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar), 2005, hlm. 163.
4
Taimiyyah bertanggung jawab untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi
munkar, yang menyangkut tugas – tugas yang berada di luar bidang
yang ditugaskan pada para hakim dan para gubernur.4
4
Dr. Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar), 2005, hlm. 164.
5
benar tahu aturan syariah yang berkenaan dengan apa yang mereka
dagangkan saat ini. Umar bin Khattab pernah menyatakan “Tidak ada
seorang pedagang pun di dalam pasar kita ini kecuali dia harus tahu
agamanya secara baik”.
Muhtasib juga hendaknya memperhatikan apakah semua
kebutuhan masyarakat telah mendapat perhatian secara baik dan
penuh. Jika sekelompok masyarakat membutuhkan keterampilan dan
pelayanan dari kelompok tertentu, maka muhtasib bisa memerintahkan
kelompok itu untuk melakukan pelayanan dan mengajarkan serta
memberikan keterampilan yang mereka miliki dengan kompensasi
yang sepadan. Karena muhtasib tidak memperbolehkan mereka untuk
membayar lebih dari apa yang menjadi hak upah mereka, dia juga
harus memperhatikan bahwa orang yang bekerja hendaknya dibayar
sesuai dengan kerja mereka tanpa ada sedikitpun kekurangan.5
2.2.4. Peranan Lembaga Hisbah dalam Bisnis Islam
Hisbah mempunyai peran yang sangat penting dalam ekonomi
(bisnis), yaitu:
Standarisasi mutu yang cukup tinggi
Ketika ada hisbah, maka masyarakat pedagang harus
menyediakan barang terbaiknya, karena hisbah juga mengatur tentang
mutu barang yang ada di masyarakat. Ketika ada penipuan atau
kecurangan mutu barang yang dilakukan oleh produsen dan
mendzalimi konsumen, maka petugas hisbah siap bertindak.
Regulasi perdagangan lebih teratur
Karena hisbah mempunyai pengawasan yang siap mengawasi
setiap kedzaliman dalam perdagangan, maka masyarakat akan
cenderung hati – hati dalam berdagang.
Terhindarnya ekonomi biaya tinggi
5
Dr. Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar), 2005, hlm. 165.
6
Dengan regulasi yang teratur akan menyebabkan biaya yang
tercipta rendah. Karena tidak ada uang pungutan liar sana – sini yang
biasa dipungut oleh pihak birokrat ataupun orang – orang yang ingin
mengambil keuntungan.
Kesejahteraan masyarakat lebih merata
Ketika barang yang dibutuhkan masyarakat hadir secara cukup
dengan harga yang layak, akan membuat masyarakat jauh dari
kemiskinan dan dekat dengan kesejahteraan.
7
b. Bungkus atau kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui
isi didalamnya, sehingga produsen perlu menberikan penjelasan
tentang isi serta kandungan atau zat-zat yang terdapat didalam
produk itu.
c. Pemberian servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan
yang sangat etis bagi suatu bisnis. Sangatlah tidak etis suatu bisnis
yang menjual produknya yang ternyata jelek (busuk) atau tak layak
dipakai tetap saja tidak mau mengganti produknya tersebut kepada
pembelinya.
2. Hubungan dengan karyawan
Manajer yang pada umumnya selalu berpandangan untuk
memajukan bisnisnya sering kali harus berurusan dengan etika
pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis dengan karyawan ini
meliputi beberapa hal yakni : penarikan (recruitment), latihan (training),
promosi atau kenaikan pangkat, tranfer, demosi (penurunan pangkat)
maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja).
3. Hubungan antar bisnis
Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu
dengan perusahan yang lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara
perusahaan dengan para pesaing, grosir, pengecer, agen tunggal maupun
distributor. Dalam kegiatan sehari-hari tentang hubungan tersebut sering
terjadi benturan-benturan kepentingan antar kedunya. Dalam hubungan
itu tidak jarang dituntut adanya etika pergaulan bisnis yang baik.
8
investor untuk mengambil keputusan investasi yang keliru. Dalam hal
ini perlu mandapat perhatian yang serius karena dewasa ini di Indonesia
sedang mengalami lonjakan kegiatan pasar modal. Banyak permintaan
dari para pengusaha yang ingin menjadi emiten yang akan menjual
sahamnya kepada masyarakat. Dipihak lain masyarakat sendiri juga
sangat berkeinginan untuk menanamkan uangnya dalam bentuk
pembelian saham ataupun surat-surat berharga yang lain yang diemisi
oleh perusahaan di pasar modal. Oleh karena itu masyarakat calon
pemodal yang ingin membeli saham haruslah diberi informasi secara
lengkap dan benar terhadap prospek perusahan yang go public tersebut.
Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan terhadap
informasi terhadap hal ini.
5. Hubungan dengan Lembaga – lembaga Keuangan
Hubungan dengan lembaga – lembaga keuangan terutama pajak
pada umumnya merupakan hubungan pergaulan yang bersifat finansial.
9
memberikan jalan keluar serta kemudahan atas permasalahan hidupnya dan
akan mendatangkan rizki bahkan dari jalan yang tidak dia duga.
6
Karim Adiwarman Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada),
2006, hlm. 170.
10
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
11
DAFTAR PUSTAKA
12