Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam penerapan implementasi etika bisnis haruslah dilihat dari berbagai macam
segi sudut pandang hal ini dikarenakan untuk menciptakan good governance yang
baik harus ada kesejahteraan bersama di dalam sebuah perusahaan tersebut.
Implementasi tersebut terdiri dari beberapa aspek yang pertama terkait dengan
peranan negara dalam membangun etika bisnis, peranan institusi hisbah, kontrol
masyarakat, dan ketaqawaan individu. Dalam etika bisnis Islam, memiliki tiga
fungsi dan moralitas, yaitu deskriptif yakni suatu tindakan dalam bertingkah laku.
Selain itu, bermaksud untuk mengatur pelaku bisnis sesuai norma atau etika yang
ada dalam agama Islam semisalnya di dalam perusahaan dengan adanya etika
yang menjadikan hubungan antara pemilik perusahaan dan karyawan berjalan
secara harmonis mengikuti etika yang ada dan tidak ada pelanggaran. Untuk itu,
penulis akan membahas lebih dalam mengenai implementasi etika bisnis Islam
dalam masyarakat Islam secara lebih spesifik agar pembaca dapat memahami dan
mampu menerapkannya di ranah publik kemasyarakatan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah peranan negara dalam membangun etika bisnis?
2. Bagaimanakah peranan hisbah dalam etika bisnis?
3. Bagaimanakah hubungan masyarakat dalam kapasitas sebagai kontrol dalam
kaitannya dengan etika bisnis Islam?
4. Bagaimanakah ketaqwaan personal dalam bisnis Islam?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui peranan negara dalam membangun etika bisnis.
2. Untuk mengetahui peranan hisbah dalam etika bisnis.
3. Untuk mengetahui hubungan masyarakat dalam kapasitas sebagai kontrol
dalam kaitannya dengan etika bisnis Islam.
4. Untuk mengetahui ketaqwaan personal dalam bisnis Islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Peranan Negara Dalam Membangun Etika Bisnis

Dalam politik ekonomi Islam, negara bertugas dan bertanggung jawab untuk
menegakkan keadilan dalam ekonomi, mencegah terjadinya setiap kezhaliman serta
menindak para pelanggar hukum di bidang ekonomi. Usaha mewujudkan itu, dapat
dilakukan dengan kekuatan aparat pemerintah, apabila kondisi membutuhkannya.
Sebagaimana yang dijabarkan di atas berdasarkan ayat Al – Qur’an surah Al - Hadid
ayat 25.

Dalam pembahasannya, mengenai peran negara dalam ekonomi, Muhammad


Al Mubarak dalam buku Nizam al- islam, menyatakan bahwa negara merupakan
salah satu dari tiga sistem ekonomi Islam bersama – sama dengan iman (moral) dan
prinsip – prinsip organisasi ekonomi. Fungsi negara adalah untuk menegakkan
keadilan ekonomi, pasar dan menjamin terpenuhinya kebutuhan dengan mengatur
fasilitas – fasilitas umum dan sistem jaminan sosial.1 Sementara itu, Dr. Fazlur
Rahman mengatakan bahwa dalam kepentingan dasar dari keadilan sosial ekonomi,
negara harus mencampuri pribadi warga negara sejauh keadilan sosial ekonomi
menuntutnya.

Menurut Prof. Dr. Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqi, peranan negara


mencakup empat macam, yaitu :

1. Menjamin tegaknya etika ekonomi dan bisnis Islam dari setiap individu
melalui pendidikan.
2. Menciptakan iklim yang sehat dalam mekanisme pasar.
3. Mengambil langkah – langkah positif di bidang produksi dan pembentukan
modal, guna mempercepat pertumbuhan dan menjamin keadilan sosial.

1
Muhammad Al-Mubarak, Nizam al-Islam Al-Iqtishadi, Beirut, al-fikri, 1972, hlm. 160.

2
4. Perbaikan penyediaan sumber – sumber daya dan distribusi pendapatan yang
adil, baik dengan bimbingan, pengaturan, maupun campur tangan langsung
dalam proses penyediaan sumber daya dan distribusi pendapatan.2

2.2. Peranan Hisbah dalam Etika Bisnis


2.2.1. Apa itu Hisbah
Terminologi hisbah diambil dari akar kata ha-sa-ba yang berarti
menghitung, (reckoning dan computing) berarti pula kalkulasi, berpikir
(thinking) memberikan opini, pandangan dan lain – lain. Hisbah adalah
sebuah institusi keagamaan di bawah kendali pemerintahan yang
mengawasi masyarakat agar menjalankan kewajibannya dengan baik.
Hisbah secara literal adalah sebuah problema aritmatik atau
penjumlahan. Ada beberapa terminologi yang berakar dari kata ini,
misalnya hisbah (accounting, stock-taking), ihtisab (cheking of
account, overseeing dan supervising), muhtasib (akuntan, supervisor
dan ombudsman). Institusi hisbah didefinisikan oleh Abdul Hadi
sebagai sistem “yang membuat seseorang bisa berlaku benar dalam
perilaku mereka.” dalam kata lain ia ada institusi check and balance.
Al- Mawardi mengatakan bahwasannya hisbah adalah satu
sistem untuk memerintahkan yang baik dan adil jika keadilan sedang
dilanggar atau tidak dilakukan. Abu Yusuf mendeskripsikan fungsi
hisbah dalam masalah perdagangan dan hal – hal yang bersifat
komersial dan industri sebagai berikut: Hisbah berfungsi melakukan
pengecekan timbangan dan takaran, kualitas barang yang ditawarkan
untuk dijual, kejujuran dalam dealing dan observasi kebaikan dan
kesopanan dalam masalah penjualan dan secara umum pengawasan
perilaku masyarakat secara umum.
Berdasarkan definisi tersebut, setidaknya ada dua poin penting
mengenai institusi hisbah, yaitu:

2
Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqi, op.cit., hlm. 46.

3
a. Bahwa hisbah adalah sebuah lembaga (departemen) yang secara
khusus dibentuk oleh pemerintah.
b. Tugas hisbah yang lebih spesifik adalah mengawasi berbagai
kegiatan ekonomi, di pasar, menjaga mekanisme pasar berjalan
normal dan tidak terdistorsi, dan melakukan tindakan korektif
ketika terjadi distorsi pasar.3

2.2.2. Bukti Eksistensi Institusi Hisbah


Lebih dari satu fakta baik secara tekstual maupun historical
yang menunjukan adanya institusi hisbah. Al – Qur’an sendiri telah
menghadirkan semua aturan umum yang memberikan kewajiban pada
masyarakat muslim untuk menyuruh pada kebajikan dan melarang
kemungkaran. Perbedaan kaum muslim sebagai ‘umat terbaik’ sangat
tergantung pada dua hal, yakni apakah mereka menyuruh pada
kebaikan dan mencegah kejahatan, Sebagaimana firman Allah SWT:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan
beriman kepada Allah.” ( Q.S. Ali ‘Imran : 110)
Berdasarkan atas perintah Al – Qur’an, Rasulullah SAW
sebagaimana juga para Khulafa’ Rasyidin telah menentukan orang –
orang yang kredibel dalam menjalankan tugas hisbah ini.Rasulullah
SAW telah mengangkat Said bin Sa’id bin Al-Ash bin Umayyah
sebagai orang yang bertugas mengontrol pasar di kota Mekah. Dari
adanya bukti – bukti atas kitab isa mengerti mengapa Al-Mawardi
menganggap hisbah sebagai satu aturan agama yang sangat signifikan.
Dan kita juga bisa mengerti mengapa Ibnu Khaldun menganggapnya
sebagai kewajiban pemerintah. Ibnu Taimiyyah juga menganggap
bahwasannya hisbah (muhtasib) sebagai sebuah kewajiban pemerintah
yang sama kedudukannya dengan hakim. Al-Muhtasib, kata Ibnu

3
Dr. Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar), 2005, hlm. 163.

4
Taimiyyah bertanggung jawab untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi
munkar, yang menyangkut tugas – tugas yang berada di luar bidang
yang ditugaskan pada para hakim dan para gubernur.4

2.2.3. Tugas – tugas Muhtasib (Pelaku Hisbah)


Diantara tugas – tugas penting muhtasib yang Ibnu Taimiyyah
daftar dalam bukunya adalah sebagai berikut:
a. Memerintahkan pelaksanaan amarah kepada yang berhak.
b. Mencegah semua bentuk kejahatan perilaku dan pidana
pelanggaran hukum, khususnya penipuan dan kecurangan. Tugas
seorang muhtasib adalah untuk memberikan rasa percaya
bahwasannya di dalam masyarakat sudah tidak ada ketidakjujuran
dan penipuan, khususnya yang menyangkut masalah timbangan
dan takaran, pembuatan makanan, transaksi kredit dan
perdagangan secara umum.
Muhtasib juga dituntun untuk mencegah semua penipuan
dalam semua bentuk transaksi dengan menentukan aturan – aturan
yang jelas bagi para pedagang yang beragam adalah merupakan tugas
para muhtasib untuk mengecek semua kemungkaran dan kejahatan
yang meliputi semua praktekan kecenderungan yang dicela oleh Allah
SWT dan Rasul-Nya.
Menurut Ishaq Musa Al-Husaini, hisbah meliputi semua aspek
kehidupan, baik yang bersifat religius ataupun duniawi. Ini mencakup
semua moral individu, nilai – nilai sosial dan transaksi bisnis. Para
muhtasib hendaknya selalu menajamkan mata pengawasannya
terhadap semua perdagangan, dan dia hendaknya memastikan
bahwasannya orang – orang yang berdagang itu benar – benar
memiliki kualifikasi untuk bekerja dibidangnya dan mereka benar –

4
Dr. Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar), 2005, hlm. 164.

5
benar tahu aturan syariah yang berkenaan dengan apa yang mereka
dagangkan saat ini. Umar bin Khattab pernah menyatakan “Tidak ada
seorang pedagang pun di dalam pasar kita ini kecuali dia harus tahu
agamanya secara baik”.
Muhtasib juga hendaknya memperhatikan apakah semua
kebutuhan masyarakat telah mendapat perhatian secara baik dan
penuh. Jika sekelompok masyarakat membutuhkan keterampilan dan
pelayanan dari kelompok tertentu, maka muhtasib bisa memerintahkan
kelompok itu untuk melakukan pelayanan dan mengajarkan serta
memberikan keterampilan yang mereka miliki dengan kompensasi
yang sepadan. Karena muhtasib tidak memperbolehkan mereka untuk
membayar lebih dari apa yang menjadi hak upah mereka, dia juga
harus memperhatikan bahwa orang yang bekerja hendaknya dibayar
sesuai dengan kerja mereka tanpa ada sedikitpun kekurangan.5
2.2.4. Peranan Lembaga Hisbah dalam Bisnis Islam
Hisbah mempunyai peran yang sangat penting dalam ekonomi
(bisnis), yaitu:
 Standarisasi mutu yang cukup tinggi
Ketika ada hisbah, maka masyarakat pedagang harus
menyediakan barang terbaiknya, karena hisbah juga mengatur tentang
mutu barang yang ada di masyarakat. Ketika ada penipuan atau
kecurangan mutu barang yang dilakukan oleh produsen dan
mendzalimi konsumen, maka petugas hisbah siap bertindak.
 Regulasi perdagangan lebih teratur
Karena hisbah mempunyai pengawasan yang siap mengawasi
setiap kedzaliman dalam perdagangan, maka masyarakat akan
cenderung hati – hati dalam berdagang.
 Terhindarnya ekonomi biaya tinggi

5
Dr. Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar), 2005, hlm. 165.

6
Dengan regulasi yang teratur akan menyebabkan biaya yang
tercipta rendah. Karena tidak ada uang pungutan liar sana – sini yang
biasa dipungut oleh pihak birokrat ataupun orang – orang yang ingin
mengambil keuntungan.
 Kesejahteraan masyarakat lebih merata
Ketika barang yang dibutuhkan masyarakat hadir secara cukup
dengan harga yang layak, akan membuat masyarakat jauh dari
kemiskinan dan dekat dengan kesejahteraan.

2.3. Kontrol Masyarakat dalam Kaitannya dengan Etika Bisnis Islam


Perusahaan yang merupakan suatu lingkungan bisnis juga sebuah
organisasi yang memiliki struktur yang cukup jelas dalam pengelolaannya.
Ada banyak interaksi antar pribadi maupun institusi yang terlibat di
dalamnya. Dengan begitu kecenderungan untuk terjadinya konflik dan
terbukanya penyelewengan sangat mungkin terjadi, baik dalam tatanan
manajemen ataupun personal dalam setiap tim maupun hubungan
perusahaan dengan lingkungan sekitar. Untuk itu, etika ternyata diperlukan
sebagai kontrol akan kebijakan, demi kepentingan perusahaan itu sendiri.
Oleh karena itu, kewajiban perusahaan adalah mengejar berbagai sasaran
jangka panjang yang baik bagi masyarakat.
Berikut merupakan beberapa hubungan saling ketergantungan antara
bisnis dengan masyarakat.
1. Hubungan antara bisnis dengan langganan / konsumen
Hubungan antara bisnis dengan langgananya merupakan
hubungan yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah
menjaga etika pergaulanya secara baik. Adapun pergaulannya dengan
langganan ini dapat disebut disini misalnya saja :
a. Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk
membedakan atau mengadakan perbandingan harga terhadap
produknya.

7
b. Bungkus atau kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui
isi didalamnya, sehingga produsen perlu menberikan penjelasan
tentang isi serta kandungan atau zat-zat yang terdapat didalam
produk itu.
c. Pemberian servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan
yang sangat etis bagi suatu bisnis. Sangatlah tidak etis suatu bisnis
yang menjual produknya yang ternyata jelek (busuk) atau tak layak
dipakai tetap saja tidak mau mengganti produknya tersebut kepada
pembelinya.
2. Hubungan dengan karyawan
Manajer yang pada umumnya selalu berpandangan untuk
memajukan bisnisnya sering kali harus berurusan dengan etika
pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis dengan karyawan ini
meliputi beberapa hal yakni : penarikan (recruitment), latihan (training),
promosi atau kenaikan pangkat, tranfer, demosi (penurunan pangkat)
maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja).
3. Hubungan antar bisnis
Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu
dengan perusahan yang lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara
perusahaan dengan para pesaing, grosir, pengecer, agen tunggal maupun
distributor. Dalam kegiatan sehari-hari tentang hubungan tersebut sering
terjadi benturan-benturan kepentingan antar kedunya. Dalam hubungan
itu tidak jarang dituntut adanya etika pergaulan bisnis yang baik.

4. Hubungan dengan Investor


Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama
yang akan atau telah “go publik” harus menjaga pemberian informasi
yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada para insvestor atau calon
investornya. Informasi yang tidak jujur akan menjerumuskan para

8
investor untuk mengambil keputusan investasi yang keliru. Dalam hal
ini perlu mandapat perhatian yang serius karena dewasa ini di Indonesia
sedang mengalami lonjakan kegiatan pasar modal. Banyak permintaan
dari para pengusaha yang ingin menjadi emiten yang akan menjual
sahamnya kepada masyarakat. Dipihak lain masyarakat sendiri juga
sangat berkeinginan untuk menanamkan uangnya dalam bentuk
pembelian saham ataupun surat-surat berharga yang lain yang diemisi
oleh perusahaan di pasar modal. Oleh karena itu masyarakat calon
pemodal yang ingin membeli saham haruslah diberi informasi secara
lengkap dan benar terhadap prospek perusahan yang go public tersebut.
Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan terhadap
informasi terhadap hal ini.
5. Hubungan dengan Lembaga – lembaga Keuangan
Hubungan dengan lembaga – lembaga keuangan terutama pajak
pada umumnya merupakan hubungan pergaulan yang bersifat finansial.

2.4. Ketaqwaan Personal dalam Bisnis Islam


Kesejahteraan dunia akhirat adalah mimpi yang patut diperjuangkan.
Sedang ketakwaan adalah jembatan untuk mencapai kesejahteraan tersebut.
Allah memerintahkan kepada hambaNya untuk mencari rizki yang halal di
dunia ini dan tidak rakus terhadap kekayaan dunia. Mengingat bahwa segala
sesuatu milik Allah maka sudah sepantasnya kita tunduk terhadap aturan -
aturanNya dan tidak gelisah akan sempitnya harta karena menjaga diri dari
perkara yang diharamkan oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman,

‫و من يتّق هللا يجعل له مخرجا ويرزقه من حيث ال يحتسب‬

Ayat diatas menjelaskan tentang balasan bagi orang yang bertakwa,


bahwa orang yang bertakwa yakni takut kepada Allah dengan senantiasa
menjaga perintah dan menjauhi larangannya, maka Allah senantiasa

9
memberikan jalan keluar serta kemudahan atas permasalahan hidupnya dan
akan mendatangkan rizki bahkan dari jalan yang tidak dia duga.

Kesejahteraan materi itu penting, tetapi keberkahan dalam materi jauh


lebih penting. Perekonomian Islam bukanlah tentang menjadi mesin ekonomi
yang nantinya akan melahirkan budaya materialisme (hedonisme), tapi
tentang meningkatkan perekonomian untuk kesejahteraan bersama dengan
membuang jauh sifat tamak serta sadar bahwa demi menjaga keseimbangan
dan kestabilan dalam masyarakat harta benda tidak boleh hanya berada di
tangan pribadi (sekelompok) anggota masyarakat.6

6
Karim Adiwarman Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada),
2006, hlm. 170.

10
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pada dasarnya, sebuah implementasi etika bisnis Islam dalam


masyarakat Islam terdiri dari beberapa faktor pendukung, yaitu: peranan
negara. Dalam peranannya dalam membangun etika bisnis, peranan negara
memgang salah satu pengaruh yang sangat penting. Faktor ini, memegang
tanggung jawab untuk menegakkan keadilan dalam ekonomi. Peranan institusi
hisbah, sebagai institusi keagamaan yang mengawasi masyarakat juga ikut
mendukung implementasi yang baik. Selanjutnya, implementasi etika bisnis
yang baik juga diikuti oleh kontrol masyarakat dan ketaqwaan individu yang
selaras.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al-Mubarak, Muhammad. 1972. Nizam al-Islam Al-Iqtishadi. Beirut, al-fikri.


Nejatullah Ash-Shiddiqi, Muhammad. op.cit.
Ahmad, Mustaq. 2005. Etika Bisnis dalam Islam. Jakarta: Pustaka Al Kautsar.
Azwar, Karim Adiwarman. 2006. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada).

12

Anda mungkin juga menyukai