Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

USHUL FIQIH

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Sistem pengawasan syariah

Dosen Pengampu: Dr. H. Imam Fadhilah.,M.SI.

Penyusun
Iwan santoso (22106021012)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG 2023


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................. i

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 1
C. Tujuan penulisan .............................................................................................. 1

Bab II Pembahasan

A. Pengertian Fiqih-Ushul Fiqh ........................................................................... 2


B. Objek Fiqih-Ushul Fiqh ................................................................................... 4
C. Istilah-istilah Fiqih-Ushul Fiqh ........................................................................ 6
D. Sejarah Perkembangan Fiqih-Ushul Fiqh ........................................................ 8

Bab III Penutup

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 13
B. Saran ................................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 14


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada masa Nabi Muhammad masih hidup, banyak masalah-masalah atau
persoalan hukum bermunculan kemudian ditanyakan langsung kepada beliau. Dan
beliaupun menjawab dengan menyebutkan ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam keadaan
tertentu yang tidak ditemukan jawabanya dalam Al-Qur’an maka beliau memberikan
jawaban melalui penetapan beliau yang disebut hadits atau sunnah. Al-Qur’an dan
penjelasannya dalam bentuk hadits disebut sumber pokok hukum Islam.
Al-Qur’an turun dalam bahasa arab demikian pula hadits yang disampaikan
Nabi juga berbahasa arab. Para sahabat Nabi mempunyai pengetahuan yang luas
tentang berbahasa arab. Apabila para sahabat menemukan kejadian yang timbul
dalam kehidupan mereka dan memerlukan ketentuan hukumnya, mereka mencari
jawabanya dalam Al-Qur’an, kemudian jika tidak menemukan jawaban secara harfiah
dalam Al-Qur’an maka mereka mencoba mencarinya dalam koleksi hadits Nabi, dan
jika dalam hadits Nabi tidak juga menemukan jawabannya maka mereka
menggunakan daya nalar yang disebut ijtihad.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Fiqh-Ushul Fiqh
2. Objek Fiqh-Ushul Fiqh
3. Istillah-istilah dalam Fiqh-Ushul Fiqh
4. Sejarah perkembangan Fiqh-Usul Fiqh
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian Fiqh-Ushul Fiqh
2. Untuk mengetahui apa saja ruang lingkup didalam Fiqh-Ushul Fiqh
3. Untuk mengetahui istilah-istilah Fiqh-Ushul Fiqh
4. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Fiqh-Ushul Fiqh
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Fiqih-Ushul Fiqh

1. Pengertian fiqh

Secara bahasa kata fiqh berasal dari kata ‫ا‬77‫فقه‬-‫ه‬77‫يفق‬-‫ه‬77‫ فق‬yang berarti faham,
mengerti, dan ahli dalam ilmu fiqh. Paham disini maksdunya adalah paham yang
mengerti maksud yang diucapkan oleh pembicara. Adapun fiqh menurut istilah
syara’, sebagaimana dijelaskan oleh Muhammad Al-jarjani, dalam kitab al-Ta’rifat
sebagai berikut:1
‫الفقه هو العلم بالحكام الشرعيةالعملية المكتسبة من ادلتها التفصيلية‬

Fiqh adalah mengetahui hukum-hukum syara’ yang berhubungan pembuatan


manusia, yang dipetik (digali) dari dalil-dalilnya yang jelas dan perinci.1

Secara definitif, fiqh berari “ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat
amaliyah yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang tafsili”. Dalam definisi ini
fiqh diibaratkan ilmu karena fiqh itu semacam ilmu pengetahuan. Memang fiqh itu
btidak sama dengan ilmu seperti disebutkan di atas, fiqh itu bersifat zhanni, fiqh
adalah apa yang dicapai oleh mujtahid dengan zanny, sedangkanilmu tidak bersifat
zhanni seperti fiqh. Namun dalam dzan dalam fiqh ini kuat, maka ia mendekati
kepada ilmu, karena didalam definisi ini ilmu digunakan juga untuk fiqh.2

Didalam definisi diatas terdapat batasan atau pasal yang disamping


menjelaskan hakikat dari fiqh itu, sekaligus juga memisahkan arti kata fiqh itu dari
1 Romli, pengantar ilmu ushul fiqh (Depok:kencana, 2017) hlm.1
2
Nurhayati, fiqh dan Ushul Fiqh (Jakarta: Pramedana media Group, 2018) hlm. 2

2
yang bukan fiqh, kata hukum dalam definisi tersebut menjelaskan bahwa hal-hal yang
berada diluar apa yang dimaksud dengan kata hukum, seperti zat, tidaklah termasuk
kedalam pengertian fiqh. Bentuk jamak dari hukum adalah ahkam.disut dalam bentuk
jamak, adalah untuk menjelaskan bahwa fiqh itu ilmu tentang seperangkat aturan
yang disebut hukum.3

2. Pengertian ushul fiqh

Secara bahasa ushul fiqh terdiri dari dua kata yaitu, ushul dan fiqh. Kata ushul
adalah bentuk jamak dari kata ashl yang berarti sesuatu yang menjadi dasar atau
landasan bagi yang lainnya. Adapun kata al-fiqh berarti paham, atau mengerti secara
mendalam. Ushul fiqh tidak harus berjalan secara efaluatif yang selalu berpijak pada
teori lama, sehingga dapat diperlukan sebuah pergeseran paradigm atau yang dikenal
dengan (Pradigma Shif).

Adapun menurut istilah, sebagaimana di jelaskan oleh Muhammad al-syaukani


ini:

‫ادراك القواعد التي يتوصل بها الى استنباط الحكم الشرعية الفرعية من ادلتها‬
‫تفصيلية‬

Ushul fiqh adalh mengetahui kaidah-kaidah yang dapat digunakan sebagai alat untuk
menggali hukum-hukum furu’ dari dalil-dalilnya yang rinci dan jelas.

Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa ushul fiqh itu merupakan alat
atau sarana yang dapat digunakan untuk memahami nash-nash Al-Quran dan as-
Sunnah dalam rangka menghasilkan hukum-hukum syara’. Dengan kata lain ushul
fqih menyangkut teori yang bukan saja digunakan untuk memahami hukum-hukum
syara’ melainkan juga berfungsi untuk mennetapkan dan menghasilkan hukum-
hukum syara’ yang bersifat furu’iyah.

3 Romli, pengantar ilmu ushul fiqh (Depok: kencana, 2017), hlm. 3-5
Umpamanya dalm kitab fiqh ditemukan ungkapan mengerjakan shalat itu
hukumnya wajib, wajibnya mengerjakan itu disebut hukum syara’. Tidak pernah di
sebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadist bahwa shalat itu hukumnya wajib. Yang
tersebut dalam Al-Quran hanyalah perintah untuk mengerjakan shalat. Ayat Al-
Qur’an yang menfgandung perintah shalat itu disebut juga dengan dalil syara’.
Untuk merumuskan kewajiban tersebut disebutnya dengan hukum syara’.

Yang disebut dalil syara’ itu ada aturannya dalam bentuk kaidah, umpanya
setiap mperintah menunjukan wajib. Pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang
menjelaskan cara-cara mengeluarkan hukum dari dalil-dalil syara’ tersebut, itulah
yang disebut dengan ushul fiqh.

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa ushul fiqh adalah pedoman atau
aturan-aturan yang membatasi dan menjelskan cara-cara yang harus diikuti seorang
fakih dalam usahanya menggali atau mengeluarkan hukum syara’ dari dalilnya,
sedangkan fiqh adalah hukum-hukum syara’ yang telah digali dan dirumuskan dari
dalil-dalil menurut aturan yang sudah ditentukan itu.4

B. Objek Kajian Fiqih-Ushul Fiqh


Objek pembahasan ilmu fiqh adalah perbuatan orang mukallaf di tinjau dari
ketepatannya terhadap hukum syara'. Maka seorang ahli fiqh membahas masalah jual
beli, sewa menyewa, gadai, perwakilan, shalat, puasa, haji, pembunuhan, tuduhan,
pencurian, iqrar, wakaf yang kesemuanya di lakukan oleh mukallaf, demi mengetahui
hukum syara' atas perbuatan-perbuatan tersebut.5

Sedangkan objek pembahasan ilmu ushul fiqh adalah dalil syara' yang bersifat
umum ditinjau dari ketepatannya terhadap hukum syara' yang umum pula. Seorang
ahli ushul fiqh membahas masalah kias dan kekuatannya sebagai dasar hukum, dalil
umum dan yang membatasinya, perintah perintah dan yang bermakna perintah.

4 Nurhayati, fiqh dan Ushul Fiqh (Jakarta: Pramedana media Group, 2018), hlm. 4

55 Muhammad Abu Zahra, Ushul Fiqh, (Damaskus: Daar al-Fikr,tt,2017), hlm. 8


Sebagai bahan penjelasan, contohny Al qur'an adalah dalil syara' yang pertama untuk
semua hukum. Nash yang berhubungan dengan syara' tidak selalu menggunakan satu
bentuk saja. Di antaranya berbentuk perintah, berbentuk larangan, berbentuk umum
atau mutlak. Semua bentuk tersebut adalah masih berbentuk umum dari macam-
macam dalil syara' yang umum; yaitu al quran. Kemudian ahli ushul fiqh membahas
semua bentuk tersebut untuk menentukan hukum yang bersifat umum dengan
menggunakan metode penelitian terhadap susunan bahasa arab dan penggunaan
hukum syara'. Bila penelitan dan pembahasan itu telah pada sampai kesimpulan
bahwa bentuk perintah menunjukkan ketercakupan semua unsur secara pasti, dan
bentuk mutlak menunjukkan ketetapan hukum dengan tanpa batas, maka di bentuklah
kaidah-kaidah sebagai berikut:

a. Perintah menunjukkan kewajiban.

b. Larangan menunjukkan keharaman.

c. Lafal yang umum menunjukkan ketercakupan semua unsur.

d. Lafal yang mutlak menunjukkan ketetapan hukum dengan tanpa batas.

Kaidah-kaidah yang bersifat umum di atas dan kaidah lain yang di hasilkan oleh ahli
ushul fiqh di gunakan oleh ahli ilmu fiqh untuk di terapkan kedalam dalil-dalil detail
sehingga menghasilkan hukum syara' yang berhubungan dengan perbuatan manusia
secara detail pula. Misalnya: Kaidah "perintah menunjukkan kewajiban," di terapkan
dalam firman allah: (QS. Al maidah:1)

١ ‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا َاْو ُفْو ا ِباْلُع ُقْو ِۗد‬

Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah akad-akad6

66 Departmen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Bintang Indonesia) Qs. Al-Maidah: 1,
hlm. 106
Keluarlah hukum memenuhi akad adalah wajib.

Kaidah" larangan menunjukkan keharaman," di terapkan pada firman Allah: (Qs al


hujurat:11)

١١ ‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل َيْسَخْر َقْو ٌم ِّم ْن َقْو ٍم‬

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang
lain7
Keluarlah hukum: penghinaan suatu kaum kepada kaum yang lain adalah haram.

Dalil yang bersifat umum adalah macam-macam dalil umum yang di dalamnya
tercakup beberapa cabang, misalnya perintah, larangan, umum, mutlak, ijmak sharih,
ijmak sukuti, dan kias yang pada alasannya sudah terdapat nash serta kias yang
alasannya belum memuliki nash. Perintah adalah suatu bentuk umum yang di
dalamnya tercakup beberapa bentuk yang di sampaikan dalam bentuk larangan dan
seterusnya. Perintah adalah dalil umum, sedangkan nash yang menggunakan bentuk
perintah adalah dalil detailnya. Larangan adalah dalil umum, sedangkan nash yang
menggunakan bentuk larangan adalah dalil detailnya.

Hukum yang umum adalah hukum yang beraifat umum yang mencakup berbagai
rincian; serta wajib, haram. sah, dan batal. Wajib adalah hukum umum yang
mencakup (diantaranya) kewajiban memenuhi akad, kewajiban adanya saksi dalam
perkawinan dan kewajiban-kewajiban yang lain. Haram adalah hukum umum yang
mencakup (diantaranya) keharaman zina, mencuri, dan keharaman-keharaman yang
lain, demikian juga sah dan batal. Wajub adalah hukum umum sedangkan kewajiban
melakukan sesuatu adalah hukum detailnya.

Ahli ilmu ushul fiqh tidak membahas masalah hukum detail juga tidak
membahas dalil yang membuktikan hukum detail, akan tetapi membahas dalil dan

7 Departmen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Bintang Indonesia) Qs. Al-Hujurat: 11, hlm. 516
hukum yang masih umum untuk di jadikan suatu kaidah berdasarkan bukti-bukti yang
ada agar ahli ilmu fiqh dapat menerapkannya pada dalil-salil detail sehingga dapat
membuahkan hukum-hukum yang terperinci. Sedangkan ahli ilmu fiqh tidak
membahas masalah hukum dan dalil yang umum, tetapi membahas masalah dalil dan
hukum yang sudah rinci.

Objek pembahasan ilmu ushul fiqh bermuara pada hukum syara’ ditinjau dari
segi hakikatnya, kriterianya, dan macam-macamnya, hakim (Allah) dari segi dalil-
dalil yang menetapkan hukumnya, mahkum alaih (orang yang dibebani hukum) dan
cara untuk menggali hukum yakni dengan berijtihad.8

C. Istilah – istilah Fiqh-Ushul Fiqih

a. As-Sunnah Jika sekiranya, as-Sunnah itu bukan merupakan hujjah dan tidak pula
merupakan penjelasan atas al-Qur’an, sudah tentu kita tidak akan dapat
melaksanakan, bagaimana cara beribadah dan melaksanakan ajaran-ajaran yang ada
di dalam al- Qur’an.

b.Al-Kitab Bukti bahwa al-Qur’an menjadi hujjah atas manusia yang hukum-
hukumnya merupakan aturan-aturan yang wajib bagi manusia untuk mengikutinya,
karena al-Qur’an itu berasal dari Allah, dan dibawa ke manusia dengan jalan yang
pasti yang tidak diragukan kesahannya dan kebenarannya.

c. Sumber Hukum Sumber hukum syara ‘adalah dalil-dalil syar’iyah (al-Adillatusy


Syar’iyah) yang daripadanya diistinbathkan hukum-hukum syar’iyah.

d. Mahkum Fihi Yang disebut mahkum fihi adalah pekerjaan yang harus
dilaksanakan mukallaf yang mencirikan hukumnya.

8 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2017) hal.7
e. Mahkum Bihi Mahkum Bihi merupakan perbuatam mukallaf yang berhubungan
dengan masalah-masalah ijab, tahrim, makruh, dan mubah.9

f. Al-hakim Menurut para ahli ushul, bahwa yang menetapkan hukum (al-Hakim) itu
adalah Allah SWT, sedangkan yang mencoba hukum-hukum AlIah tidak para rasuI-
Nya.

g. Sekitar Hukum Yang hukum yang berpautan dengan perbuatan manusia, yang
dibisikkan dalam ilmu fiqh, bukan hukum yang berpautan dengan akidah dan akhlaq.

h. Madzhab Sahabat Pendapat sahabat dapat menggunakan hujjah, jika bertemulah


yang terkait dengan uang dari Rasulullah SAW.

i. Saddudz Dzari’ah Tujuan menetapkan hukum secara saddudz dzarî’ah ini adalah
untuk memungkinkan tercapainya kemaslahatan atau memungkinkan kerusakan, atau
terhindarnya diri dari kenyamanan perbuatan maksiat. Hal ini sesuai dengan tujuan
ditetapkan hukum atas mukallaf, yaitu untuk mencapai kemaslahatan dan menjauhkan
diri dari kerusakan.

j. Istishhab Para Ulama memahami Istishhab dengan berbagai versi, yaitu, Istishhab
diartikan segala hukum yang telah ditetapkan pada masa,, tetap berlaku pada masa
sekarang, kecuali jika ada yang berputar.

k. Syar’un man qablana Yang suruhan dengan syar’un man qablana, adalah syari’at
yang diambil para rasul dahulu, sebelum diutus Nabi Muhammad SAW yang menjadi
petunjuk bagi kaum yang mereka diutus terbukti, seperti syari’at Nabi Ibrahim AS,
syari’at Nabi Musa AS, syari ‘di Nabi Daud AS, syari’at Nabi Isa AS dan sebagainya.

9 Rachmat Syafe’i, Ilmu ushul fiqh. (Bandung Pustaka Setia,1999.) Hal.9


l. Urf ‘ Urf merupakan sesuatu yang telah dikenal oleh masyarakat dan merupakan
kebiasaan di kalangan mereka. Oleh sebagian ulama ushul fiqh, ‘urf disebut adat
(adat kebiasaan).

m. Mashlahat Mursalah Mashlahat mursalah yaitu tindakan kemaslahatan yang tidak


disinggung oleh syara ‘dan tidak pula tersedia dalil-dalil yang menyuruh untuk
mengerjakan atau meninggalkannya.10

n. Istihsan Orang yang menetapkan hukum berdasarkan istihsan tidak dapat


digunakan berdasarkan rasa dan keinginannyya semata, akan tetapi haruslah terjadi
hal hal yang mengetahui bahwa hukum itu sesuai dengan tujuan Allah SWT
menciptakan syara ‘dan sesuai pula dengan kaidah-kaidah syara’ yang umum”.

o. Qiyas Qiyas Sebagian besar para ulama fiqh dan para pengikut madzhab yang
berempat sependapat bahwa qiyas dapat menggunakan salah satu dalil atau dasar
hujjah dalam mengatur hukum dalam pelajaran Islam.

p. Ijma ‘ Obyek ijma ‘adalah semua kejadian atau peristiwa yang tidak ada mendasar
dalarn al-Qur’an dan al-Hadits, kejadian atau kejadian yang berhubungan dengan
ibadat ghairu mahdhah (ibadat yanng tidak langsung berlaku kepada Allah SWT)
bidang mu’amalat, bidang kemasyarakatan atau semua hal-hal yang berhubungan
dengan urusan duniawi tetapi tidak ada masalah dalam al-Qur’an dan al-Hadits.

q. Dalil Ijtihadi pada langkah ini akan diterangkan dalil-dalil ijtihadi, yaitu dalil-dalil
yang tidak berasal dari nash, tetapi berasal dari dalil-dalil akal, namun tidak terlepas
dan ada masalah dengan asas-asas pokok agama Islam yang tersedia dalam nash.11

D. Sejarah Perkembangan Fiqh-Ushul Fiqh

10 Rachmat Syafe’i, Ilmu ushul fiqh. (Bandung, Pustaka Setia) 1999,Hal.9

11 Abdul Wahhab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, cet Darul Qalam, Kuwait, 2002, hlm 5-6
 Fiqih
Hukum fiqih tumbuh bersamaan dengan perkembangan Islam. Karena agama
Islam adalah kumpulan dari beberapa unsur, akidah, akhlak dan hukum atas suatu
hukum perbuatan. Hukum atas suatu perbuatan ini telah terbentuk sejak zaman
Rasulullah berdasarkan Al-Qur’an. Hukum yang keluar dari Rasulullah antara lain
fakta atas suatu kejadian, putusan terhadap perselisihan, ataw jawaban dari
pertanyaan. Jadi, hukum-hukum fiqih pada periode pertama perkembangannya terdiri
dari hukum Allah dan Rosulnya, yang bersumber dari al Qur’an dan al Sunnah.
Pada masa sahabat, muncul kejadian-kejadian baruyang tidak terjaadi pada
Rosulullah. Sehingga di antara para sahabat ada yang melakukan ijtihad, memutuskan
suatu perkara, memberikan fatwa, menetapkan hukum syariat dan dan menyandarkan
pada hukum-hukum periode pertama sesuai dengan hasil ijtihadnya. Sehingga
hukum-hukum fiqih pada periode ke-dua terdiri dari hukum Allah dan Rosul-Nya,
serta fatwa sahabat dan keputusannya, yang bersumber dari al Qur’an, al Sunnah dan
ijtihad sahabat.
Pada kedua periode ini belum dilakukan pembukuan daan penetapan terhadap
hukum yang mungkin bakal terjadi, tetapi penetapannya hanya berdasar kasus yang
terjadi pada saat itu. Ia hanya merupakan suatu konsekkuensi dari suatu pebuatan,
belum menjadi sebuah displin ilmu. Ia belum disebut ilmu fiqih dan ahli dibidang
hukum belum disebut ahli fiqih.
Pada periode ke tiga, yaitu periode tabiin, tabiit tabiin dan imam-imam mujtahid
(abad kedua dan ketiga Hijriyah), kekuasaan islam semakin berkembang dan banyak
orang-orang dari non Arab memeluk Islam. Sehingga kaum muslimin menghadapi
masalah-masalah baru, berbagai kesulitan,bahasan,pandangan, gerakan pembangunan
material dan spiritual, yang kesemuanya itu mendorong kepada para imam mujtahid
12
untuk memperluas medan ijtihad dan menetapkan huku-hukum syara’ atas kejadian
tersebut serta mebuka pintu bahasan dan pandangan baru bagi mereka. Semakin
luaslah medan penetapan hukum-hukum fiqih, dan ditetapkan pula hukum-hukum
1212 Abu Zahrah Muhammad, Ushul Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2017)
yang mungkin bakal terjadi dengan di dasarkan kepada hukum-hukum pada periode
pertama dan periode kedua.8
Pada periode perkembangannya yang ketiga ini, hukum-hukum fiqih terdiri dari
hukum Allah dan Rosulnya, fatwa dan keputusan sahabat, fatwa imam mujtahid dan
hasil ijtihad mereka yang bersumber dari al Qur’an, al Sunnah, ijtihad sahabat dan
ijtihad imam-imam mujtahid. Pada abad ini dimulailah pembukuan hukum-hukum
syara’ seiring pembukuan hadis. Hukum-hukum tersebut dibentuk menjadi sebuah
disiplin ilmu karena telah disertai dengan dalil, alasan, dan dasar umum yang menjadi
pokok dari hukum tersebut. Ahlinya disebut ahli fiqih dan disiplinnya disebut ilmu
fiqih.
Kitab yang pertama kali disusun dan sampai kepada kita adalah kitab almuaththa’
susunan imam malik bin anas atas permintaan kholifah al Manshur, yang berisi hadis-
hadis, fatwa para sahabat dan tabiin serta tabiin-tabiin yang sohehih menurut imam
malik. Ia merupaka kitab hadis dan fiqih yang dijadika dasar hukum fiqih oleh
penduduk Negeri Hijaz. Kemudian Abu Yusuf, salah seorang pengikut majhab Abu
Hanifah menyusun beberapa kitab fiqih yang dijadikan acuan oleh penduduk negeri
Irak disusul oleh Imam Muhamad al Hasan pengikut Abu Hanifah menyusun kitab
zhahir al riwah al sittah yang dihimpun oleh al Hakim al Syahid dalam kitabnya al
kafi dan dikomentari oleh al Syarkhusy dengan kitabnya al mabsuth, yang menjadi
referinsi majhab Hanafi. Dan Imam Muhammad bin Idris al Syafi’i mendiktekan
kitab al Umm di Mesir yang kemudian menjadi pijakan fiqih madzhab Syafi’i.13
 Ushul Fiqh
Ushul fiqh baru lahir pada abad ke-2 hijriyah. Pada abad ini daerah kekuasaan
umat islam semakin luas dan banyak orang yang bukan dari arab memeluk agama
Islam. Karena itu banyak menimbulkan kesamaran dalam memahami nash, sehingga
di rasa perlu menetapkan kaidah-kaidah Bahasa yang dipergunakan dalam membahas
nash maka lahirlah ilmu ushul fiqh, yang menjadi penutun dalam memahami nash.14
13 Abdul Wahhab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh. cet Darul Qalam,Cet Shafar 1424 H/April 2003 M, hal. 7-11.

14 Fatkan Karim Atmaja. (2017) “Perkembangan Ushul fiqh dari masa kemasa”, vol. 5 No. 1 (2017) pp. 23-38
Ilmu ushul fiqh mulai tumbuh pada abad ke dua Hijriyah, karena pada abad
sebelumnya ilmu ini belum diperlukaan. Rosulullah Saw, telah memberika fatwa
(mengenai suatu hukum) dan memberikan putusan hukum berdasarkan wahyu Allah
dalam al Qur’an dan Ilham Allah dalam al Sunnah serta menurut ijtihad rosul yang
suci tanpa memerlukan dasar atau kaidah dala menetapkan hukum dan ijtihadnya.
Para sahabat memberika fatwa dan putusan hukum berdasarkan nasha yang mereka
pahami dengan naluri pemahaman bahasa Arab mereka yang murni tanpa
memerlukan kaidah-kaidah bahasa Arab. Mereka juga menetapkan hukum-hukum
syara’ berdasarkan kemampuan mereka yang tersimpan dalam jiwa mereka selama
menemani Rosulullah Saw, mengetahui sebab turunnya ayat atau hadis dan
pengetahuan mereka tentang tujuan pembuatan hukum syara’dan dasar-dasr
penetapannya. Tetapi, ketika penaklukan Islam sangat luas, terjadinya asimulasi
bahasa Arab dengan hal yang lain dalam pembicaraan dan penulisan, kemudian kata-
kata dan gaya bahasa baru (non Arab) masuk dalam bahassa Arab yang menjadikan
naluri berbahasa sudah tidak murni lagi, dan terjadi kesamaran dan kerancuan makna
dalam memahami suatu nash. Maka diperlukan suatu batasan dan kaidah bahasa
untuk dapat memahami suatu nash secara murni sebagai mana nash itu diturunkan
dan dipahami oleh penerimanya. Seperti juga dibutuhkannya suatu kaidah tata
bahasa agar kata bahasa yang terucap menjadi benar.
Demikian pula dalam masa pembentukan hukum telah berselang lama, semakin
sengit pertentangan antara ahli hadis dan ahli ra’yi dan semakin berani sebagian
orang yang menuruti nafsunya untuk menjadika dalil terhadap sesuatu yang bukan
dalil serta mengingkari dalil yang semestinya. Hal batasan dan bahasa tentang dalil-
dalil syara’ serta cara menggunakan dalil-dalil tersebut. Dari pembahasan mengenai
dalil-dalil syara’ sekaligus cara penggunaannya dan aturan tata bahasa itulah
terbentuk ilmu ushul fiqh.15
Ilmu ini pada permulaanya masih bersekala kecil, sebagai mana seorang anak pada
awal pertumbuhannya. Kemudian beranjka berkembang sampai berusia 200 tahun. Ia
1515 Aliddin Koto, Ilmu Fiqh dan ushul Fiqh, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006) hal. 14
mulai berkembang dan tersebar diantara hukum-hukum fiqh. Karena setiap mujtahid
dari empat imam madzhab dan yang lain selalu menunjukandalil hukumnya dan cara
pengambilan dalil dari dengan ushul fiqh. Sedangkan siapa saja yang bertentangan
berarti menggunakan cara berhujjah yang tidak sesuai dengan kaidah ushul fiqh,
padahal setiap metode pengmbilan dalil dan cara penggunaan hujjah telah tercakup
dalam kaidah-kaidah ushul fiqh.
Orang yang pertama kali menghimpun kaidah yang tersebar dalam satu kitab
tersendiri adalah Imam Abu Yusuf. Penganut paha Abu Hanifah, sebagaimana yang
telah diterangkan oleh Ibnu al Nadim dalam sebuah catatan kaki, tetapi kitab itu tidak
sampai kepada kita.
Sedangkan orang yang pertama kali membukukan kaidah-kaidah ilmu ushul fiqh
disertai pembahasannya secara sistematis yang didukung dengan keterangan dan
metode penelitian adalah Imam Muhammad bin Idris al Syafi’i wafat tahun 204 H.
Dia telah menulis risalah “ tentang ushul fiqh yang kemudian diriwayatkan oleh
muridnya Rabi’ al Muradi kitab inilah yang pertama kali disusun berisi tantang ilmu
ushul fiqh yang sampai kepaa kita. Sehingga dikenal oleh para ulama bahwa peletak
dasar ilmu ushul fiqh adalah Imam al Syafi’i.
Kemudian berturut-turut para ulama menyusun ilmu ushul fiqh ini dengan
memperpanjang pembahasan atau meringkasnya. Para ahli ilmu teologi juga ikut
menyusun ilmu ushul fiqh dengan menggunakan metodenya. Sedangkan ulama
madzhab Hanafi dalam penyusunannya menggunakan metode yang lain.
Keistimewaan ulama dalam teologi dalam menyusun ilmu ushul fiqh adalah
pembuktian terhadapkaidah-kaidah yang pembahasannya secara logis dan rasional
dengan didukung dengan bukti-bukti yang ada. Mereka tidak mengarahkan perhatian
pada penerapan hukum yang telah ditetapkan oleh imam-imam mujtahid dan
hubungan kaidah dengan masalah khilafiyah, tetapi apa saja yang rasional dan
didukung oleh bukti-bukti itulah yang menjadi sumber hukum syara’ baik sesuai
dengan masalah khilafiyah anatar madzhab atau tidak. Kebanyakan ulama yang ahli
dalam bidang ini adalah kelompok Syafi’i dan Maliki.16
Sedangkan kitab-kitab ushul fiqh yang terkenal menggunakan dengan metode di
atas antara lain: al Mustashfa karangan Abu Hamid al Ghazali al Syafi’i (wafat tahun
505 H.), kitab al Ahkam karangan Abu Hasan al Amidi al Syafi’i (wafat tahun 631
H.), kitab al minhaj karangan al Baidhawi al Syafi’i (wafat tahun 685 H.). sedangkan
kitab yang berisi penjelasan dan komentar yang terbaik adalah kitab Syarah al
Asnawi.
Adapun keistimewaan metode yang ditempuh ulama madzhab Hanafi adalah
mereka menetapkan kaidah-kaidah dan pembahasan ushul fiqh yang mereka yakini
bahwa imam-imam mereka telah menggunakan kaidah dan pembahsan tersebut dalam
ijtihadnya. Mereka tidak menetapkan kaidah yang sebangsa perbuatan yang menjadi
pokok dari hukum imam-imam mereka. Adapun yang merangsang mereka untuk
membuktikan kaidah tersebut adalah hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh imam-
iamam mereka yang berpedoman pada kaidah itu sendiri, bukan hanya sekedar dalil
yang rasional. Oleh karena itu, dala kitab-kitab mereka banyak yang menyebutkan
masalah khilafiyah. Suatu ketika mereka juga memperhatikan kaidah-kaidah ushul
fiqh terhadap masalah yang telah disepakati dari hal-hal yang bersifat khilafiyah. Jadi,
perhatian mereka hanya tertuju pada penjabaran ushul fiqh imam-imam merela
terhadap masalah khilafiyah mereka senidri. Adapun kitab ushul fiqh yang terkenal
menggunakanmetode ini anara lain: kitab ushul karangan Abu Zaid al Dabusi (wafat
pada tahun 430 H.), kitab Ushul karangan Fakhrul Islam al Bazdawi kitab al Manar
kitab al Manar karangan al Hafidz al Nasafi (wafat pada tahun 790 H,). Sedangkan
kitab yang berisi penjelasan dan komentar yang terbaik adalah kitab Misykatul
Anwar.
Orang yang pertama kali mengumpulkan tulisan ushul fiqh yang masih tercantum
dengan kodifikasinya islam menjadi suatu perangkat ilmu yang terpisah lagi berdiri

16 Aliddin Koto, Ilmu Fiqh dan ushul Fiqh, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006) hal. 14
sendiri menurut ibnu Nadim adalah Abu Yusuf adalah salah seorang murid Imam
Abu Hanifah.17
Sebagian ulama juga menyusun ilmu ushul fiqh ini dengan menggabungkan antara
dua metode di atas. Artinya mereka membuktika kaidah-kaidah ushul fiqh sekaligus
membenarkan dalil-dalilnya. Juga menerapkan kaidah-kaidah ushul fiqh terhadap
masalah fiqh khilafiyah sekaligus hubungan kaidah dengan masalah khilafiyah.
Adapun kitab ushul fiqh yang terkenal dengan menggunakan metode gabungan ini
antara lain: kitab Badi’un Nizham (gabungan antara kitab karangan Badzawi dan
kitab al Ahkam) karangan Muzhafaruddin al Baghdadi al Hanafi (wafat tahun 694),
kitab al Tamadhih li syadris syari’ah dan kitab al Takrir karangan kamal bin Hamam,
dan kitab Jam’ul Jawami karangan Ibnu Subuki.
Sedangkan kitab-kitab baru yang ringkas dan berguna dalam mempelajari dalam
ilmu ini antara lain: kitab Irsyadul Fuhul lla tahqiqil haqiqi min ‘ilmil ushul karangan
Imam Asyaukani (wafat tahun 1250 H), kitab ushul fiqh karangan al Marhum Syekh
Muhammad al Khudhari Bek (wafat tahun 1927 H), dan kitab Tashilul wushul ila
ilmil ushul karangan al Marhum Syekh Muhammad abdurrahman ‘idul Mihlawi
(wafat tahun 1920 H).18

17 Nurhayati dan Ali Imran Sinaga, Fiqh dan Ushul Fiqh (Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2018), hal. 6

1818 Abdul Wahhab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, Cet Shafar 1424 H/April 2003 M, hal. 7-11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ushul fiqh adalah pedoman atau aturan-aturan yang membatasi dan menjelskan
cara-cara yang harus diikuti seorang fakih dalam usahanya menggali atau
mengeluarkan hukum syara’ dari dalilnya, sedangkan fiqh adalah hukum-hukum
syara’ yang telah digali dan dirumuskan dari dalil-dalil menurut aturan yang sudah
ditentukan.
Objek pembahasan ilmu fiqh adalah perbuatan orang mukallaf di tinjau dari
ketepatannya terhadap hukum syara'. Maka seorang ahli fiqh membahas masalah jual
beli, sewa menyewa, gadai, perwakilan, shalat, puasa, haji, pembunuhan, tuduhan,
pencurian, iqrar, wakaf yang kesemuanya di lakukan oleh mukallaf, demi mengetahui
hukum syara' atas perbuatan-perbuatan tersebut.
Istilah ushul fiqh mencakup As-sunah, al-Kitab, dalil-dalil syara’, mahkum fih,
mahkum bih, alhaqin, sekitar hukum akidah dan akhlak, medzhab sahabat, saddudz
dzariah, istishab, syar’un man qoblana, urf, maslahat mursalah, istihsan, qias, ijma’
dan ijtihad.
Hukum fiqih tumbuh bersamaan dengan perkembangan Islam. Karena agama
Islam adalah kumpulan dari beberapa unsur, akidah, akhlak dan hukum atas suatu
hukum perbuatan. Hukum atas suatu perbuatan ini telah terbentuk sejak zaman
Rasulullah berdasarkan Al-Qur’an. Hukum yang keluar dari Rasulullah antara lain
fakta atas suatu kejadian, putusan terhadap perselisihan, ataw jawaban dari
pertanyaan. Jadi, hukum-hukum fiqih pada periode pertama perkembangannya terdiri
dari hukum Allah dan Rosulnya, yang bersumber dari al Qur’an dan al Sunnah.
Ushul fiqh baru lahir pada abad ke-2 hijriyah. Pada abad ini daerah kekuasaan
umat islam semakin luas dan banyak orang yang bukan dari arab memeluk agama
Islam. Karena itu banyak menimbulkan kesamaran dalam memahami nash, sehingga
di rasa perlu menetapkan kaidah-kaidah Bahasa yang dipergunakan dalam membahas
nash maka lahirlah ilmu ushul fiqh, yang menjadi penutun dalam memahami nash.

B. Saran
Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna dan tidak menutup kemungkinan adanya kekurangan dan kesalahan.
Karena itu kami mohon keritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah
yang selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahhab Khalaf, .. (1424 H/April 2003 M). Ilmu Ushul Fiqh. Damaskus: Cet
Shafar.
Aliddin, K. (2006). Ilmu Fiqh dan ushul Fiqh. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Atmaja, F. K. (2017). Perkembangan Ushul fiqh dari masa kemasa.
Khalaf, A. W. (2002). Ilmu Ushul Fiqh. cet Darul Qalam: Kuwait.
Muhammad Abu Zahra, ,. (. (2017). Ushul Fiqh. Damaskus: Daar al-Fikr,tt.
Nurhayati. (2018). fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta: Pramedana media Group.
Romli. (2017). pengantar ilmu ushul fiqh. Depok: kencana.
Sapiudin, S. (2005). ushul Fiqh. Jakarta : PT. Balebat Dedikasi Prima.
Syafe’i, R. (1999). Ilmu ushul fiqh. Bandung: Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai