MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Ushul Fiqih
Dosen Pengampu : Ust. Adib Minanul Cholik
Oleh:
Muhammad Alfin Faaiz Syadzili NIM : 2023.09.0024
Muhammad Munawwir NIM : 2023.09.0028
Latar Belakang
Pengantar Ushul Fiqih adalah salah satu mata kuliah yang wajib
diambil oleh mahasiswa jurusan Syariah. Mata kuliah ini membahas
tentang metode hukum dalam menggali hukum Islam dan kaidah-kaidah
yang menjelaskan cara-cara mengistinbatkan hukum dari dalil-dalilnya.
Dalam pengantar ini, kita akan membahas tentang prinsip-prinsip dasar
dalam memahami hukum Islam dan kaidah-kaidah fikih.
1
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/771/Ushul%20Fiqh%20_H
omaidi%20Hamid.pdf?sequence=2. 19/01/2024 9:52
BAB II
3
هوالعلم باالءحكام الشرعية العملية المكتسب من أد لتها التفصيلية: الفقه
2
Abu Luwis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughat wa al-A’lam, Cet. Ke-27 (Beirut : Dar alMasyriq,
1987), hlm. 591; Muhammad Sallam Madkur, Al-Fiqh al-Islami (Kairo : Maktabah Abdullah
Wahbah, 1955), hlm. 44
3
Sa’di Abū Habib, Al-Qāmūs al-Fiqh Lughatan wa Işţilahan, (Damaskus : Dar alFikr, 1988), hlm.
13; Al-Ghazali, Al-Mustashfa, Juz I (Beirut: Dar al-Kutub al-Arabiyah, tt.), hlm. 4-5.
4
Abu Hasan Ali bin Muhammad al-Amidi, Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, Juz I (Beirut: Dar al-
Kitab al-‘Arabi, 1404 H), hlm.. 8.
Sedangkan menurut Abdul Hamid Hakim ushul fiqh adalah dalil
fiqh secara global, seperti ucapan para ulama: suatu yang dikatakan
sebagai perintah adalah menandakan sebuah kewajiban, suatu yang
dikatakan sebagai larangan adalah menandakan sebuah keharaman, dan
suatu yang dikatakan sebagai perbuatan Nabi Muhammad saw., ijmak
dan qiyas (analogi) adalah sebuah hujjah.5
5
Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awwaliyah Fi Ushul al-Fiqhi wa al-Qawa’id alFiqhiyyah,
(Jakarta: Maktabah Sa’adiyah Putra, t.t.), hlm. 6.
6
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh (Mesir: Darul Fikri al-‘Araby, 1958), hlm. 7.
7
Abdul Wahab Khallaf, ’Ilmu Ushul al-Fiqh, Cet. Ke-12 (Kairo, Dar al-Qalam, 1978), hlm. 12.
2. Objek Kajian Ushul Fiqh
Berdasarkan berbagai pemaparan di atas, terutama
berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ulama ahli ilmu
ushul fiqh dapat diketahui bahwa ruang lingkup kajian (maudhu’)
dari ilmu ushul fiqh secara global, di antaranya8:
1. Sumber dan dalil hukum dengan berbagai permasalahannya.
2. Bagaimana memanfaatkan sumber dan dalil hukum tersebut.
3. Metode atau cara penggalian hukum dari sumber dan dalilnya.
4. Syarat – syarat orang yang berwenang melakukan istinbat
(mujtahid) dengan berbagai permasalahannya.
8
Ade Dedi Rohayana, Ilmu Ushul Fiqh (Pekalongan : STAIN Press, 2006), hlm.10
9
Ade Dedi Rohayana, Ilmu Ushul, hlm. 11
4. Pembahasan tentang ijtihad.10
10
Suyatno, Dasar-Dasar Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, Cet. Ke-1, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011,
hlm. 23.
11
Abdul Wahhab Khallaf, ‘Ilmu Ushul al-Fiqh, hlm. 14.
1. Mengemukakan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh
seorang mujatahid, agar mampu menggali hukum syarak
secara tepat.
2. Sebagai acuan dalam menentukan dan menetapkan hukum
syarak melalui metode yang dukembangkan oleh para
mujtahid, sehingga dapat memecahkan berbagai persoalan
baru yang muncul.
3. Memelihara agama dari penyimpangan penyalahgunaan
sumber dan dalil hukum. Ushul fiqh menjadi tolak ukur
validitas kebenaran sebuah ijtihad.
4. Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid,
dilihat dari dalil yang mereka gunakan.
5. Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan
dengan dalil yang digunakan dalam berijtihad, sehinga para
pemerhati hukum islam dapat melakukan seleksi salah satu
dalil atau pemdapat tersebut dengan mengemukakan
pendapatnya.12
12
Muhammad al-Hudhari Beik, Ushul FiqhI (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), hlm. 17.
13
Alaiddin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh (Sebuah Pengantar) Cet. Ke-3 (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), hlm. 11.
Sebagai contoh, dalam permasalahan pernikahan, ditemui kasus-
kasus baru seperti akad nikah lewat telepon, penggunaan alat-alat
kontrasepsi KB, harta pencarian bersama suami istri dan lain sebagainya
yang secara tekstual tidak ditemukan nashnya dalam Alquran maupun
Sunah. Di sinilah peran ulama ushul atau fukaha dan para cendekiawan
agar mereka mampu merepresentasikan Islam untuk semua bidang
kehidupan manusia. Mereka dituntut untuk mencari kepastian itu
dengan mengkaji dan meneliti nilainilai normatif yang terkandung dalam
Alquran dan Sunah secara cermat dan intens dengan alat yang
digunakan, yakni ilmu ushul fiqh.
Selain dari pada itu, patut juga dipahami bersama bahwasannya
ilmu ushul fiqh tidak hanya berguna bagi para mujtahid atau ahli hukum
saja, akan tetapi bagi semua orang Islam untuk mencari kepastian hukum
bagi setiap masalah yang mereka hadapi sekalipun tidak sampai
ketingkat mujtahid.
Mereka akan memosisikan dirinya sebagai muttabi’, yakni
mengikuti pendapat para ahli dengan mengetahui dalil dan alasan-
alasannya.
14
Alaiddin Koto, Ilmu Ushul, hlm. 4-5
Aliran kedua dalam ilmu ushul fiqh adalah aliran fuqaha’,
yang dianut ulama-ulama mazhab Hanafi. Dinamakan aliran
fuqaha’, karena aliran ini dalam membangun teori ushul fiqhnya
banyak dipengaruhi oleh masalah furu’ dalam mazhab mereka.
Artinya, mereka tidak membangun suatu teori kecuali setelah
melakukan analisis terhadap masalah-masalah furu’ yang ada
dalam mazhab mereka. Dalam menetapkan teori tersebut, apabila
terdapat pertentangan antara kaidah yang ada dengan hukum
furu’, maka kaidah tersebut diubah dan disesuaikan dengan
hukum furu’ tersebut. Oleh sebab itu, aliran ini berupaya agar
kaidah yang mereka susun sesuai dengan hukumhukum furu’
yang berlaku dalam mazhabnya, sehingga tidak satu kaidah pun
yang bisa diterapkan. Berbeda dengan aliran
Syafi’iyyah/Mutakallimin yang sama sekali tidak terpengaruh
oleh furu’ yang ada dalam mazhabnya, sehingga sering terjadi
pertentangan kaidah dengan hukum furu’ dan terkadang kaidah
yang dibangun sulit untuk diterapkan. Apabila suatu kaidah
bertentangan dengan furu’, maka mereka berusaha untuk
mengubah kaidah tersebut dan membangun kaidah lain yang
sesuai dengan masalah furu’ yang mereka hadapi. Misalnya,
mereka menetapkan kaidah bahwa “dalil yang umum itu bersifat
qathi’ (pasti)”. Akibatnya, apabila terjadi pertentangan dalil
umum dengan hadits ahad(bersifat zhanni), maka dalil yang
umum itu yang diterapkan, karena hadits ahad hanya bersifat
zhanni (relatif), sedangkan dalil umum tersebut bersifat qath’i;
yang qath’i tidak bisa dikalahkan dan dikhususkan oleh yang
zhanni. Adapun kitab-kitab ushul fiqh yang ditulis berdasarkan
aliran Hanafiyah adalah di antaranya: Kitab Ushul karangan al-
Karakhi, kitab Al Ushul karangan Al-Jasos, kitab Al-
Ushulkarangan Al-Dabusi,Kitab Kasyful Asrorkarangan Abdul
Aziz bin Ahmad al-Bukhori (Zaidan: 1993).
Selain dua aliran besar di atas di kalangan aliran fuqaha’
sendiri ada ahli ushul fiqh yang berupaya untuk
mengkompromikan kedua aliran tersebut, di antaranya adalah As
Subki dari mazhab Syafi’i dengan kitabnya Jam’ul Jawami’dan
Imam Kamal ibn al-Humam dalam kitab ushul fiqhnya, al-Tahrir.
Dari sekian banyak kitab ushul fiqh, yang dianggap sebagai kitab
ushul fiqh standar dalam Islam aliran ini adalah Kitab al-‘Ushul
yang disusun Imam Abu al-Hasan al-Karkhi, Kitab al-Ushul,
disusun Abu Bakr al-Jashshash, Ushul al-Sarakhsi, disusun Imam
al-Sarakhsi, Ta’sis al-Nazhar, disusun Imam Abu Zaid al-Dabusi
(w. 430 H), dan kitab Kasyf al-Asrar, disusun Imam al-
Bazdawi.(Muhammad Amin Suwaid, 1991: 42).
DAFTAR PUSTAKA