Anda di halaman 1dari 10

FIQIH

TENTANG :
QAWAID FIQHIYYAH
Pengertian Qawaid Fiqhiyyah

Qawaid Fiqhiyyah adalah kata majemuk yang terbentuk


dari dua kata, yakni kata qawaid dan fiqhiyyah, kedua kata itu
memiliki pengertian tersendiri. Secara etimologi, kata qaidah
(‫)ةدعاق‬, jamaknya qawaid (‫)دعاوق‬. berarti; asas, landasan, dasar
atau fondasi sesuatu, baik yang bersifat kongkret, materi, atau
inderawi seperti fondasi bangunan rumah, maupun yang
bersifat abstrak, non materi dan non indrawi seperti
ushuluddin (dasar agama).
Perbedaan Qawaid Fiqhiyyah
Dengan Qawaid Ushuliyyah

Athiyyah Adlan membedakan antara qawaid fiqhiyyah dengan qawaid


ushuliyyah. Adapun Qawaid ushuliyyah merupakan dalil-dalil umum.
Sedangkan qawaid fiqhiyyah merupakan hukum-hukum umum. Qawaid
ushuliyyah adalah qaidah untuk meng-istinbath- kan hukum dari dalil-dalil yang
terperinci. Sedangkan qawaid fiqhiyyah adalah qaidah untuk mengetahui
hukum-hukum, memeliharanya dan mengumpulkan hukum-hukum yang serupa
serta menghimpun masalah- masalah yang berserakan dan mengoleksi makna-
maknanya.
Perbedaan mendasar antara qawaid ushuliyyah dengan qawaid fiqhiyyah,
adalah; Qawaid ushuliyyah membahas tentang dalil-dalil syar’iyyah yang
bersifat umum. Sedangkan qawaid fiqhiyah adalah qaidah- qaidah
pembahasannya tentang hukum yang bersifat umum. Jadi, qawaid ushuliyyah
membicarakan tentang dalil-dalil syar’iyyah yang bersifat umum, sedangkan
qawaid fiqhiyyah membicarakan tentang hukum-hukum bersifat umum.
Perbedaan antara Qawaid Fiqhiyah
dengan Dhawabith Fiqhiyah

Ibnu Nujaim membedakan antara qawaid fiqhiyyah dengan dhawabith


fiqhiyyah.Menurutnya qawaid fiqhiyyah menghimpun beberapa furu’ (cabang/bagian)
dari beberapa bab fiqh, sedangkan dhawabith fiqhiyyah hanya mengumpulkan dari satu
bab, dan inilah yang disebut dengan ashal.
Menurut al- Suyuthi dalam Asybah wa Nadhair fi An Nahwi, bahwa qawaid fiqhiyyah
mengumpulkan beberapa cabang dari beberapa bab fiqh yang berbeda, sedangkan
dhawabith fiqhiyyah mengumpulkan bagian dari satu bab fiqh saja.
Pada masa sekarang istilah qaidah dan dhabith telah menjadi populer di kalangan
para ulama, sehingga mereka membedakan ruang lingkup keduanya.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan, bahwa qawaid fiqhiyyah lebih luas dari
dhawabith fiqhiyyah, karena qawaid fiqhiyyah tidak terbatas pada masalah dalam satu
bab fiqh, tetapi semua masalah yang terdapat pada semua bab fiqh. Sedangkan
dhawabith fiqhiyyah ruang lingkupnya terbatas pada masalah dalam satu bab fiqh.
Sebab itulah qawaid fiqhiyyah disebut qaidah ammah, atau kullyyah dan dhawabith
fiqhiyyah di sebut qaidah khasshshah.
Hubungan Antara Ushul Fiqh,
Fiqh dan Qawaid Fiqhiyyah

Ushul fiqh adalah sebuah ilmu yang mengkaji dalil atau sumber hukum
dan metode penggalian (istinbath) hukum dari dalil atau sumbernya.
Metode penggalian hukum dari sumbernya tersebut harus ditempuh oleh
orang yang berkompeten. Hukum yang digali dari dalil/sumber hukum
itulah yang kemudian dikenal dengan nama fiqh. Jadi fiqh adalah produk
operasional ushul fiqh. Sebuah hukum fiqh tidak dapat dikeluarkan dari
dalil/sumbernya (al-Qur’an dan Sunah) tanpa melalui ushul fiqh. Ini sejalan
dengan pengertian harfiah ushul fiqh, yaitu dasar-dasar (landasan) fiqh.
Misalnya hukum wajib shalat dan zakat yang digali dari ayat Al-Qur’an
surat al-Baqarah ayat 43 yang
Berbunyi:
dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat..
Tujuan Dan Kepentingan Mempelajari Qawaid Fiqhiyyah

Adapaun tujuan mempelajari qawaid fiqhiyyah itu adalah agar


dapat mengetahui prinsip- prinsip umum fiqh dan akan mengetahui
pokok masalah yang mewarnai fiqh dan kemudian menjadi titik
temu dari masalah-masalah fiqh.
Dari tujuan mempelajari qawaid fiqhiyyah tersebut, maka manfaat
yang diperoleh adalah; akan lebih mudah menetapkan hukum bagi
masalah-masalah yang dihadapi; akan lebih arif dalam menerapkan
materi- materi hukum dalam waktu dan tempat yang berbeda, untuk
keadaan dan adat yang berbeda; Mempermudah dalam menguasai
materi hukum; Mendidik orang yang berbakat fiqh dalam melakukan
analogi (ilhaq) dan takhrij untuk memahami permasalahan-
permasalahan baru; Mempermudah orang yang berbakat fiqh dalam
mengikuti (memahami) bagian-bagian hukum dengan mengeluarkannya
dari tempatnya.
Dasar-Dasar Pengambilan Qawaid Fiqhiyyah

Yang dimaksud dengan dasar pengembalian qawaid fiqhiyyah ialah


dasar-dasar perumusan qaidah fiqhiyyah, meliputi dasar formil dan
materiilnya. Dasar formil maksudnya apakah yang dijadikan dasar
ulama dalam merumuskan qaidah fiqhiyyah itu, jelasnya nash-nash
manakah yang menjadi pegangan ulama sebagai sumber motivasi
penyusunan qawaid fiqhiyyah. Adapun dasar materiil maksudnya dari
mana materi qaidah fiqhiyyah itu dirumuskan.
Dasar formil
Hukum-hukum furu’ yang ada dalam untaian satu qaidah yang
memuat satu masalah tertentu, ditetapkan atas dasar nash, baik dari
al-Quran maupun Sunnah.
Dasar materiil
Dasar materiil atau bahan-bahan yang dijadikan rumusan qaidah.
Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembanagan Qawaid

1. Periode Kelahiran.

Masa kelahiran dimulai dari pertumbuhan sampai dengan pembentukan


berlangsung selama tiga abad lebih dimulai dari zaman kerasulan sampai
abad ketiga hijrah. Periode ini dari segi fase sejarah hukum Islam,
dapat dibagi menjadi tiga periode: zaman Nabi Muhammad SAW., yang
berlangsung selama 22 tahun lebih, zaman tabi'in, dan zaman
tabi'it al-tabi'in yang berlangsung selama lebih kurang 250 tahun. Pada
masa kerasulan adalah masa tasyri' (pembentukan hukum Islam)
merupakan embrio kelahiran qawaid fiqhiyyah. Nabi Muhammad
SAW. menyampaikan Hadis yang jawami' 'ammah (singkat dan
padat).
2. Periode Pembukuan

Pada abad ini terjadi penurunan dinamika berpikir dalam bidang hukum dan mulai munculnya kecenderungan
taqlid dan melemahnya ijtihad. Hal ini merupakan akibat sampingan dari tersisanya warisan fiqh yang amat kaya
berkat pembukuan pemikiran fiqh yang disertai dengan dalil-dalilnya, dan perselisihan pendapat antar mazhab
beserta hasil perbandingannya (tarjih). Oleh karena itu, pekerjaan yang tersisa pada periode ini adalah upaya
takhrij, yaitu mempergunakan sarana metodologis yang telah tersedia dalam mazhab tertentu untuk menghadapi
kasus-kasus hukum baru.
Karena faktor mulai tampilnya qawaid fiqhiyyah sebagai disiplin ilmu tersendiri, ditandai dengan dihimpunnya
qaidah-qaidah fiqhiyyah itu dalam karya yang terpisah dari bidang lain, al-Nadwi memilih abad IV H. sebagai
permulaan era pertumbuhan dan pembukuan qawaid fiqhiyyah.
Pada periode pembukuan, qawaid fiqhiyyah telah dibukukan dan memastikan qawaid tersebut dapat diwariskan
sebagai salah satu khazanah ilmu Islam yang berharga.
3. Periode Penyempurnaan

Pada abad ke 11 H. lahirlah kitab al-Majllah al- Ahkam al-Adhiyyah, dalam versi
yang telah disempurnakan. Misalnya qaidah: (sesungguhnya tidak berhak
bertindak dengan kehendaknya sendiri atas milik orang lain tanpa izin
pemliknya). Jika dalam verdi Abu Yusuf larangan mengenai milik orang lain itu
hanya menyangkut perbuatan, Versi al-Majallah juga melarang bentuk
perkataan. Akan tetapi dua-duanya menyampaikan pesan yang sama, yaitu
penghargaan atas hak milik, salah satu bagian dari hak asasi manusia.
Al-Majallah merupakan undang-undang hukum perdata yang dalam
mukaddimahnya tercantum 100 butir ketentuan umum. Ketentuan umum
pasal 1 adalah tentang definisi fiqh. Sedangkan pasal 2 sampai 100
adalah 99 qaidah fiqh yang menjadi landasan dari pasal-pasal pada bagian
batang tubuhnya. Dalam mukaddimah itu, setiap qaidah fiqh disertai dengan
nomor pasal pada batang tubuh yang menjadi rinciannya.
Pada abad ke 11 H. telah dilakukan pensyarahan terhadap kitab kitab-kitab
qawaid fiqhiyyah. Ahmad bin Muhammad al-Hamawi yang antara lain tokoh
fukaha yang telah mensyarahkan kitab al-Asybah wa al-Nazhair, karangan Zayn
al-Abidin Ibrahim Ibn Nujaym al- Misri yang memuat 25 qaidah yang ia buat
dalam kitabnya yang berjudul Ghamzu 'Uyun al-Basa'ir.

Anda mungkin juga menyukai