Anda di halaman 1dari 28

Urgensi Kaidah-Kaidah

Fikih dalam Ekonomi


dan Keuangan Syariah
Kelompok 4

Kurnianisfa R Misdiarso W
Sulhan Efendi
12020219130120 12020219130086
12020219120020

Afatun Muntaza Nada Aulia R Nila Milhatus Sofa


12020219130032 12020219130140 12020219140100
A
Definisi Kaidah Fikih
Ekonomi Syariah
Kaidah fikih atau qawaid al-fiqhiyah (figh legal maxim) secara sederhana, adalah kaidah-kaidah
fikih yang berfungsi untuk memudahkan seorang mujtahid atau fagih (ahlifikih) dalam beristinbat
hukum terhadap suatu masalah hukum dengan cara menggabungkan masalah-masalah yang serupa di
bawah salah satu kaidah yang bias dikaitkan.
Secara bahasa atau etimologi, kaidah (dalam bahasa Arab qa'idah) berarti asas, pokok, tetap,
dan lainnya. Secara istilah atau terminologi para ulama, Menurut al-Tahanawi, qaidah identik dengan
asl, qanun, dabit, dan maqsad. Kaidah menurut al-Tahanawi adalah suatu patokan yang bersifat umum
dan sesuai dengan cabang-cabangnya yang banyak untuk mengetahui hukum-hukum bagian-bagian
yang lainnya.
Fikih menurut bahasa atau etimologi adalah pemahaman yang mendalam. Fikih dipahami
sebagai disiplin ilmu yang membahas tentang hukum-hukum syariat yang bersifat praktis yang
diambil dari dalil-dalilnya yang terperinci. Sehingga dalam konteks ini, fikih berarti suatu produk
hukum yang dihasilkan dari jalan istinbat atau ijtihad oleh para fukaha (ahli fikih) yang berkompeten
di bidang hukum Islam.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kaidah fikih adalah suatu patokan (kaidah) yang bersifat
umum yang sesuai dengan cabang-cabangnya dan bersifat partikular atau terbatas untuk mengetahui
hukum cabang yang lainnya dalam permasalahan fikih berdasarkan dalil yang melingkupinya. Abdullah
bin Sa'id Muhammad 'Abbadi al-Lahji al-Hadhrami mengartikan kaidah fikih atau al-qawaid al-fiqhiyyah
sebagai ketentuan yang dapat digunakan untuk mengetahui hukum tentang kasus-kasus yang tidak ada
aturan pastinya di dalam Al-Qur'an, Sunnah, maupun ijmak. Definisi ini, secara tegas meletakkan kaidah
fikih dalam fungsinya sebagai "pembuat fikih baru", yaitu status hukum tentang kasus-kasus baru yang
belum disikapi dengan pasti oleh ketiga dalil (sumber) hukum tersebut.
Kaidah fikih ekonomi syariah merupakan kumpulan kaidah-kaidah yang bersifat kulliyah
(universal) terkandung di dalamnya cabang-cabang hukum fikih di bidang muamalah atau ekonomi
bisnis. Secara sederhana diartikan sebagai kaidah fikih yang didesain untuk merangkum masalah-masalah
ekonomi ke dalam suatu kaidah yang mudah dihafalkan dan mudah dipahami, baik yang termasuk kaidah-
kaidah kulliyah kubra, kaidah-kaidah umum (gawaid 'amnah), dan kaidah-kaidah khusus (gawahid
khassah).
B
Antara Qawa'id,
dhawabith, dan nazhariyah
fiqhiyah
Persamaan dan Perbedaan Qawaid Fiqhiyah, Dhawabith
Fiqhiyah, Nazhariyah Fiqhiyah
● Pertama, antara qawaid fiqhiyah dan dhawabith fiqhiyah keduanya memiliki kajian yang sama
berupa kaidah yang terkait dengan fikih. Yang membedakan adalah cakupan keduanya di mana
kaidah fikih lebih luas daripada dhabith fikih yang hanya terbatas pada satu bab fikih tertentu. Al-
Bannani berpendapat bahwa kaidah fikih tidak khusus membahas satu bab (masalah) fikih saja,
sebaliknya dhawabith fiqhiyah hanya khusus satu bab fikih. Ibn Nujaim menyatakan hal yang sama,
menurutnya perbedaan kaidah fikih dan dhabith fiqhiyah adalah jika kaidah fikih menghimpun
masalah-masalah cabang dari berbagai bab fikih yang berbeda-beda, sedangkan dhabith hanya
menghimpun masalah-masalah cabang dari satu bab fikih saja.
● Kedua, perbedaan dan persamaan antara qawa'id fiqhiyah dan nazhariyah fiqhiyah. Keduanya
memiliki kajian yang sama tentang berbagai per- masalahan fikih dalam berbagai bidang atau bab.
Perbedaannya adalah kalau kaidah fikih (qawa'id fiqhiyah) mengandung hukum fikih dan bersifat
aplikatif sehingga dapat diterapkan pada cabangnya masing-masing, sedangkan nazhariyalı
fighiyaih berupa teori umum tentang hukum Islam yang dapat diaplikasikan pada sistem. tema dan
pengembangan perundang-undangan, misalnya teori harta (nazhariyah al-amwal), teori kepemilikan
(nazhariyah al-milkiyah), teori akad (nazhariyah al-uqud), dan sebagainya.
C
Perbedaan kaidah fikih &
kaidah ushul fikih
Perbedaan kaidah-kaidah fikih dan ushul fiqh menurut Ali Ahmad al-Nadawi dapat dilihat dari
beberapa hal berikut:
• Kaidah ushul memiliki kedudukan yang sangat vital dalam menjembatani hukum dan dalil. Tugas
kaidah ushul adalah mengeluarkan hukum dari dalil-dalil yang terperinci. Ruang lingkupnya,
meliputi dalil dan hukum, seperti teks yang perintah (amr) menunjukkan kewajiban, begitu juga
sebaliknya teks larangan (nahy) menunjukkan sesuatu yang harus ditinggalkan. Berbeda dengan
kaidah-kaidah fikih yang merupakan lingkupnya hanya mencakup perbuatan mukalaf. Tugas
utamanya, memberikan ringkasan atas berbagai masalah fikih yang memiliki keserupaan.
• Kaidah ushul ruang lingkupnya sangat luas, karena dapat diaplikasikan dalam seluruh bagian-bagian
pembahasan fikih. Sementara kaidah-kaidah fikih merupakan kaidah aghlabiyah (secara umum) yang
hanya dapat diaplikasikan dalam sebagian besar cabang-cabangnya, karena kaidah fikih di dalamnya
masih banyak terkandung masalah- masalah yang dikecualikan (mustatsnayat).
• Kaidah ushul merupakan media untuk mengistinbatkan suatu hukum yang bersifat praktis. Sementara
kaidah fikih merupakan kumpulan dari hukum yang serupa, kemudian dirangkum ke dalam suatu
kaidah umum (kulliyah/aghlabiyah) agar mendekatkan pada persoalan-persoalan lain yang
melingkupinya dan mempermudah untuk mengetahuinya.
• Keberadaan kaidah-kaidah fikih muncul pasca-adanya pendapat hakim yang sama (syabih), karena
kaidah tersebut berfungsi menghimpun cabang-cabang hukum yang memiliki kesamaan karakter,
dan mengekstraknya ke dalam sebuah kaidah yang umum. Berbeda dengan kaidah ushul yang lahir
pra produk hukum (fikih). Ushul fiqh yang melahirkan produk hukum. Ibarat mesin, ushul fiqh yang
"menetaskan" embrio suatu hukum fikih yang bersifat partikular.
• Kaidah ushul fiqh merupakan kaidah yang mencakup bermacam-macam dalil yang terperinci yang
dapat mengeluarkan hukum syarak. Sementara kaidah-kaidah fikih adalah kaidah yang melingkupi
hukum-hukum fikih saja. Artinya, kaidah fikih hanya menyentuh produk hukum yang sudah jadi,
sementara, kaidah ushul menyentuh dalil untuk melahirkan suatu hukum fikih.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perbedaan keduanya secara konkret


terletak pada objeknya. Objek kaidah fikih adalah perbuatan mukalaf, sedangkan objek
ushul fiqh dalil atau sumber hukum. Selain itu, perbedaan kaidah fikih dengan ushul fiqh
dapat dilihat dari cara atau proses pembentukannya, Kaidah yang dibentuk secara
deduktif disebut ushul fiqh (khususnya, ushul fiqh yang beraliran mutakallimun),
sedangkan kaidah menurut mayoritas ulama dibentuk dengan cara induktif disebut kaidah
fikih.
D
Sejarah kaidah fikih
ekonomi & keuangan
Menurut Ali Ahmad al Nadawi , perkembangan qawaid fiqhiyyah dapat dibagi kedalam tiga fase, yaitu:
1.Fase pertumbuhan dan pembentukan (Abad I-III H)
Pada dasarnya peletakan batu dasar ilmu qawaid fiqhiyyah telah di mulai sejak tiga kurun pertama
dari tahun Hijriyyah, yaitu sejak masa Rasulullah SAW, Sahabat, dan Tabi’in. hal ini dapat di lihat dari hal-
hal berikut ini:
• Terdapat beberapa Ayat dari Al-Quran yang secara inplisit telah menunjukan Qawaid Fiqhiyyah.
Diantaranya adalah yang terdapat dalam QS. Al Baqarah 228:
• “…dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
ma’ruf….”
• Ayat ini dikemudian hari di jadikan sebagai landasan lahinya kaidah “ Adat kebiasaan merupakan
hukum”.
• Terdapat hadist-hadist Rasulullah yang padat dan singkat. Di antaranya adalah hadist “Innamal a’malu
binniyah….” Dan hadist “La darara wa la dirara”.
• Terdapat Atsar Sahabat yang singkat dan padat yang dapat dijadikan sebagai sumber dalam mengambil
keputusan hukum. Di antaranya atsar Ali bin Abi Tahlib r.a (wafat 40 H) yang diriwayatkan oleh Abdul
Razaq (211 H) : “orang yang membagi keuntungan tidak harus menanggung kerugian”.
• Dan timbulnya kaidah-kaidah di kalangan para Tabi’in. di antaranya adalah pernyataan Imam
Syafi’i: “Apabila yang besar gugur, maka yang kecil pun gugur”.
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa pernyataan berikut ini:
• Kaidah fiqh telah ada semenjak masa Ulama Mutaqaddimin (abad 1, 2, 3 H)
meskipun belum dikenal sebagai kaidah dan belum menjadi satu disiplin ilmu
tersendiri.
• Perkembangan qawa’id fiqhiyyah dapat ditelusuri lewat pernyatan-pernyatan
para ulama di atas, karena mereka adalah rujukan pertama ilmu ini.
• Beberapa kaidah yang dibentuk para ulama mutaqaddimin, terutama apa yang
disampaikan oleh Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Syafi’I , merupakan
beberapa kaidah ulama mutakhirin.
• Atsar dan pernyataan para ulama mutaqaddimin menjadi rujukan ulama
mutakhirin dalam membentuk, mangumpulkan, dan mengkodifikasikan
qawa’id fiqhiyyah
2. Fase Perkembangan dan Pembukuan (Abad IV-XII H)
abad ke 4 H
ulama dari mazhab Hanafi, yaitu Abu
Hasan Al Karkhi (wafat 340 H)

Setelah Karkhi ulama mazhab Hanafi yang


mengembangkan ilmu Qawaid Fiqhiyyah abad ke-7 H
adalah Abu Zaid Ubaidullah al Dabbusi al-‘Allamah Muhammad bin Ibrahin al-Jurjani al
(wafat 430 H) dalam kitabnya Ta’sis an Sahlaki (w.613 H) ia menulis kitab dengan judul “al-
Nadhar Qawa’id fi Furu’I al- Syafi’iyah”
al-Imam Izzudin Abd al-Salam (w. 660 H) menulis
kitab “Qawa’id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam”
Karya-karya besar yang mengkaji
abad ke-8 H qawa’id fiqhiyyah yang disusun pada
banyaknya bermunculannya abad 9 H banyak mengikuti metode
kitab-kitab Qawa’if fiqhiyyah karya-karya abad sebelumnya
Pada abad X H, pengkodifikasian qawa’id
al-Asyabah wa an-Nadhair karya fiqhiyyah semakin berkembang. Imam al-
Ibnu al-Wakil al-Syafi’I (w.716 Suyuti (w. 911 H) telah berusaha
H) mengumpulkan qaidah fiqhiyyah yang paling
kitab al-Qawa’id karya al- penting dari karya al-‘Alai, al-subaki, dan al-
Maqqari al-Maliki (w. 758 H) zarkasyi
3. Fase pemantapan dan penyempurnaan (Abad XIII H)

Pengkodefikasian ilmu qawaid fiqhiyyah mencapai puncaknya ketika disusunya Al


Majalla Al Ahkam Al Adliyyah pada akhir abad ke 13 H oleh komite ulama pada
masa khalifah Al Ghazi Abdul Azis dari dinasti Ustmaniyyah. penyusunan dilakukan
dengan melalui proses pengumpulan dan penyeleksian terhadap berbagai kitab-kitab
fiqh.Kitab Majallat al-Ahkam al-Adliyyah ini menjadi referensi lembaga-lembaga
peradilan pada masa itu.
E
Literatur kaidah fikih :
klasik-kontemporer
Kitab-kitab Penting di Bidang Kaidah Mazhab Malikiyah juga melahirkan
Fikih dari Kalangan Mazhab karya penting di bidang ini, di
Hanafiyah antaranya:
1. Al-Ushul, karya Abu al-Hasan al-Karkhi (w. 340 H). 1. Ushul al-Futya, karya Abu Abdullah Muhammad Ibn
2. Ta'sis al-Nadzar fi al-Ushul, karya Abu Zaid al-Dabbusi (w. 340 Harits al-Husyaini al-Qairuwani (w. 361 H).
2. Al-Furuq, karya Abu Abbas Ahmad ibn Idris ibn
H). Abdurrahman Shihab al-Din al-Qarafi (w. 684).
3. Al-Furug, Abu Mudhaffar As'ad ibn Muhammad al-Karabisi (w. 3. Idrar al-Syuruq 'ala Anwar al-Furuq, karya Qasim ibn
570 3. H). Abdulah al-An- shari yang terkenal disebut Ibn al-
4. Al-Asybah wa al-Nadzair, karya Ibrahim ibn Nujaim al-Mishri Syath (w. 723 H).
(w. 970 4. H). 4. Al-Qawa'id, Abu Abdullah Muhammad ibn
Muhammad ibn Ahmad al-Qursyi al-Tilmasani (w.
5. Majami' al-Haqaiq, karya Abu Sa'id Muhammad al-Khadimi 758 H).
(w.1155). 5. Idhah al-Masalik ila Qawaid al-Imam Malik, karya
6. Al-Fawaid al-Bahiyahfi al-Qawaid wa al-Fawaid al-Fiqhiyah, Abu al-Abbas Ahmad ibn Yahya al-Lunsyarisi (w.
karya Mah mud Hamzah al-Dimasyqi (w. 1305 H). 914 H).
7. Majallah al-Ahkam al-Adliyah disusun oleh ulama-ulama 6. Syarah al-Manhaj al-Muntakhab, karya Ahmad Ali al-
Manjur al-Maliki (w. 995 H).
terkemuka Turki Ustmani yang diketuai Ahmeed Udat Basya
yang menjabat hakim agung di era Dinasti Turki Utsmani.
8. A-Madkhal al-Fiqhi al-Amn, karya Mustafa Ahmad al-Zarqa (w.
199 M).
Kitab-kitab Penting di Bidang Kaidah Fikih dari Mazhab Hanabilah juga melahirkan karya
Kalangan Mazhab Syafi’iyah diantaranya penting di bidang ini, di antaranya:

1. Al-Furuq, karya Abdullah ibn Yusuf ibn Muhammad ibn 1. Al-Furuq, karya Abu Abdullah Muhammad ibn Abdullah ibn
Hayawiyah al-Juwaini (Ayah Imam al-Haramain) (w. 438 H). al-Hu sain al-Samiriy (w. 616 H). Al Riyadh al Nawadhir fi
al-Asybah wa al-Nadzair, karya Sulaiman ibn Abdul Qawi
2. Qawaid fi Furu' al-Syafi'iyah, karya Abu Hamid Muhammad ibn Abdul karim al-Thufi (w. 710 H).
ibn Ibrahim al-Jajarmi (w. 613 H). 2. Al-Qawaid al-Nuraniyah al Fiqhiyah, karya Taqiyuddin
3. Qawaid al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, karya Izzuddin ibn Ahmad ibn Abdul Halim ibn Abdussalam al-Harani yang
Abdussa- lam al-Silmy (w. 660 H). dikenal Tbn Taimiyyah (w. 728 H).
4. Al-Asybah wa al-Nadzair, karya Shadruddin Muhammad ibn 3. A-Qmwaid, karya Ahmad ibn Umar al-Maqdisi (w. 771 H).
4. Taqrir al-Qawaid wa Tahrir al-Fawaid, karya al-hafiz Abu al-
Umar ibn al-Wakil (w. 716 H). Faraj Abdurrahman ibn rajab al-hanbali (w. 790 H).
5. Al-Asybah wa al-Nadsair, karya Tajuddin Abdul Wahhab al- 5. Al-Qawaid wa al-Fawaid al-Ushuliyah, karya Ali ibn Abbas
Kafi al-Subki (w. 771 H). Ibn al-Lahham (w. 803 H).
6. Al-Mantsur fi al-Qawaid, karya Badruddin Muhammad ibn 6. Kitab al-Qawaid al-Kulliyah wa al-Dhawabith al-Fighiyyah,
Abdullah al-Zarkasyi (w. 794 H). karya Ja maluddin Yusuf ibn al-Hasan ibn Abdul Hadi al-
Dimasyqi (w. 909 6. H).
7. Al-Qawaid, karya Syarafuddin Ali ibn Utsman al-Ghazzi (w. 7. Risalah fi al-Qawaid al-Fiqhiyah, karya Abdurrahman al-
799 H). Sa'di (w. 13-8. 76 H).
Adapun karya-karya penting ulama kontemporer yang secara khusus membahas
kaidah-kaidah fikih di bidang ekonomi dan keuangan syariah, sebagai berikut
1. Jamharah al-Qawaid al-Fiqhiyah fi al Muamalat al-Maliyah, karya Dr. Ali Ahmad al-Nadawi terbit
tahun 2000 M.
2. Mausuah Al-Qawaid wa al- Dhawabith al-Fiqhiyah al-Hakimah li almuua malah al-Maliyah fi al-
Fiqh al Islami, karya Dr. Ali Ahmad al-Nadawi.
3. Al-Qawaid wa al-Dhawabith al-Fiqhiyah li al-Muamalat al- Maliyah Inda Tbn Taimiyah, karya
Abdussalam Ibn Ibrahim ibn Muhammad al-Ha- sin terbut tahun 2002 M.
4. Mausu'ah al-Qawaid al-Fiqhiyah al-Munadzzamah li al-Muamalah a Maliyah al-Islamiyah wa
Dauruha Fi Taujih al-Nudzum al-Mua'ashirah, karya Athiyah Adlan Athiyah Ramadhan terbit tahun
2008 M.
5. Al-Qmwaid al-Fiqhiyah al-Kubro wa Atsaruha fi al-Muamalah al-Mali- yah, karya Dr. Umar
Abdullah Kamil (Disertasi) di AI-Azhar Univer sity.
6. 99 Kaidah Fiqh Muamalah Kulliyah, karya Dr. Abbas Arfan terbit tahun 2013 M.
7. Qawaid Fiqhiyah dan penerapannya dalam Transaksi Keuangan Syariah Kontemporer, karya Syarif
Hidayatullah terbit tahun 2012 M.
8. Riba, Gharar dan Kaidah-Kaidah Ekonomi Syariah Analisis Fikih dan Eko- nomi, karya Adiwarman
A karim dan Oni Sahroni terbit tahun 2015.
F
Otoritas kaidah fikih dalam
inovasi produk akad
Kaidah fiqih merupakan hasil individu induktif dari cabang-cabang ilmu fiqih namun
memiliki jangkauan yang sangat luas sehingga mampu menjawab masalah-masalah mutakhir
atau dengan kata lain pun menilai bahwa kaidah fikih mampu meramal hukum dalam rangka
menjawab tantangan dan problematika fiqih yang lintas zaman.
Dalam kalangan mazhab malikiyah menjadikan kaidah fiqih sebagai salah satu sumber
hukum Islam mazhab ini menempatkan bahwa kaidah fiqih sejajar dengan usul fiqih yang
dijadikan sebagai metodologi dalam melahirkan hukum Islam.
Mazhab Syafi'iyah, dikemukakan oleh al-Suyuthi bahwa kaidah fiqih dapat dijadikan
hujjah yang sangat signifikan ekstensinya dalam fiqih meskipun di kalangan syafi'iyyah
sendiri terjadi perbedaan pendapat misalnya al-juwaini yang mengemukakan bahwa kaidah
fiqih tidak dapat digunakan untuk Istidlal . Bagi para fuqoha Hanabila kitab fiqih sebagai
hujjah atau dalil dalam istinbat hukum terutama dalam kasus-kasus yang tidak dijelaskan oleh
teks.
Para ulama kontemporer juga memiliki pandangan yang beragam
mengenai otoritas kaidah fiqih misalnya :

• Abdul Aziz Muhammad Azzam, mengakui bahwa kaidah fikih dapat dijadikan dalil syara yang memungkinkan
menggali hukum darinya, jika sumber kaidah fiqih tersebut bersumber dari Al-Quran dan Sunnah. Berbeda halnya jika
kaidah tersebut dibangun berdasarkan penalaran induktif terhadap masalah-masalah fiqih yang menyerupai yang
saling menyerupa.
• Ali Ahmad al-Nadawi, menurutnya kaidah fiqih dapat dijadikan dalil hukum jika kaidah itu merupakan sebuah dari
ushuli atau merupakan hadis Nabi.
• Al-Qardhawi menegaskan bahwa jika seorang fakir tidak menemukan sebuah teks yang bersifat jusz’i dalam suatu
masalah, maka ia boleh mendasari ketetapan hukumnya melalui kaidah-kaidah fiqih yang kulliyah
Dapat disimpulkan bahwa pendapat ulama terbagi menjadi tiga kelompok
1. Kelompoknya secara mutlak menolak kaidah fiqih sebagai rujukan langsung dalam beristinbat
hukum Islam
2. Kelompok yang secara mutlak membolehkan kaidah-kaidah fiqih dijadikan sebagai dalil dalam
mengistinbatkan suatu hukum
3. Kelompok yang berpendapat bahwa kaidah fikih dijadikan sumber hukum dengan syarat yaitu
kaidah tersebut harus berasal dari dalil naqli( baik dari Al-Quran maupun Hadist dan bukan dari
hasil ijtihad akal fuqaha (induktif)).
G
Urgensi kaidah fikih
ekonomi & keuangan
Al-Qarafi Al-Zarkasy
Kaidah fikih memiliki urgensi minimal Mengikat masalah-masalah fikih yang bertebaran
pada tiga hal: karena banyaknya materi fikih menjadi suatu kaidah-
• Kaidah fikih memiliki kedudukan yang kaidah yang menyatukan (kaidah fikih) adalah untuk
istimewa dalam khazanah keilmuan lebih memudahkan dihafal dan dipelihara. Dalam
Islam karena kepakaran seorang fakih) konteks ini, kaidah fikih akan lebih mudah untuk
sangat dipengaruhi oleh penguasaan dihafalkan sehing ga dengan demikian seorang fakih
dan kemahiran di bidang kaidah fikih. (ahli fikih) dapat meringkas persoalan-persoalan
• Kaidah fikih dapat menjadi landasan fikih yang serupa (al-nadhair) dalam suatu rumusan
dalam berfatwa dalam masalah- kaidah fikih yang singkat dan padat.
masalah hukumn Islam.
• Kaidah fikih dapat menjadikan disiplin
ilmu fikih lebih sistematis dan
mempermudah seseorang untuk Ahmad Al-Zarqa
mengidentifikasi masalah-masalah
Urgensi kaidah fikih menggambarkan secara jelas mengenai prinsip-prinsip fikih
fikih yang jumlahnya sangat banyak
yang bersifat umum, membuka cakrawala serta jalan-jalan pemikiran tentang fikih.
dan melimpah,
Kaidah fikih mengikat berbagai hukum cabang yang bersifat praktis dengan
berbagai dhawabith, yang menjelaskan bahwa setiap hukum, cabang tersebut
memiliki satu manath (illat/alasan hukum) dan segi keterkaitan, meskipun objek
dan temanya berbeda-beda.
Urgensi kaidah fikih dalam penetapan hukum Islam, sebagai berikut:

• Kaidah fikih adalah ranah ijtihad dalam menerapkan illat hukum yang digali dari permasalahan-
permasalahan hukum cabang berdasarkan hasil ijtihad mujtahid mutlak;
• Kaidah fikih memiliki peran penting dalam rangka mempermudah pemahaman tentang hukum Islam, di
mana berbagai hukum cabang yang banyak tersusun menjadi satu kaidah;
• Pengkajian kaidah fikih dapat membantu memelihara dan mengikat berbagai masalah yang banyak dan
saling bertentangan, menjadi jalan untuk menghadirkan berbagai hukum;
• Kaidah fikih dapat mengembangkan kemampuan dan kemahiran dalam disiplin ilmu fikih seseorang,
sehingga mampu menttakhrij berbagai hukum fikih yang tidak terbatas sesuai dengan kaidah mazhab
imamnya; dan
• Mengikat berbagai hukum dalam satu ikatan menunjukkan bahwa hukum-hukum ini memiliki
kemaslahatan yang saling berdekatan atau mempunyai kemaslahatan yang besar.
Kaidah fikih memiliki posisi strategis dalam membantu merumuskan hukum sebuah masalah
yang tidak dijelaskan dalam al Quran dan Sunnah. Kaidah fikih dalam bidang ekonomi bertugas
menjustifikasi dan melegitimasi seluruh aktifitas ekonomi umat Islam dalam berbagai bidang
transaksi, baik yang terkait dengan transaksi-transaksi mono akad maupun multi akad.
Dalam konteks ini, kaidah fikih ekonomi dan keuangan memberikan landasan yang kuat
dalam penetapan hukum Islam (fikih) dan pengembangan serta inovasi dalam merumuskan produk-
produk akad di dunia perbankan syariah. Itu sebabnya, kaidah fikih digunakan oleh Dewan Syariah
Nasional MUI sebagai salah satu landasan dalam penetapan fatwa-fatwa ekonomi syariah. Dalam
setiap merumuskan hukum suatu masalah ekonomi, DSN-MUI tak pernah lepas menggunakan
kaidah fiqhiyyah sebagai istidlal.
Thanks 

Anda mungkin juga menyukai