Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

KAIDAH FIQH TAFSILIYYAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Qawaidul Fiqhiyyah

Dosen Pengampu : Dr. H. Amir Tajrid, M.Ag.

Disusun Oleh :

1. Na’ila Lu’luul Majida (2202036079)


2. Shafa Nabila Putri (2202036083)
3. Ahmad Ilham Ma’arif (2202036090)
4. Syaikh Mustofal Akhyar (2202036110)
5. Nadya Nafiisah Khoirina ( 2202036148)

PROGAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2023


KAIDAH FIQH TAFSILIYYAH
A. Pendahuluan

Kaidah fiqih tafsiliyyah lahir sebagai bagian dari pengembangan hukum Islam atau
fiqh di masa-masa awal Islam. Pada masa itu, muncul berbagai permasalahan baru yang
belum pernah terjadi sebelumnya dan para ulama Islam merasa perlu memiliki suatu
pedoman untuk mengambil keputusan. Pada awalnya, para ulama menggunakan kitab
suci Al-Quran dan hadits sebagai sumber hukum utama, namun seiring perkembangan
waktu, muncul permasalahan-permasalahan baru yang belum terdapat dalam Al-Quran
atau hadits. Oleh karena itu, para ulama kemudian mengembangkan kaidah-kaidah fiqih
sebagai prinsip-prinsip umum dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.

Kaidah fiqih tafsiliyyah dibangun berdasarkan studi mendalam terhadap Al-Quran,


hadits, dan sejarah Islam untuk menemukan pola atau prinsip-prinsip umum yang bisa
diaplikasikan pada berbagai aspek kehidupan. Kaidah-kaidah ini dianggap penting untuk
menjawab permasalahan hukum Islam yang beragam yang muncul dari situasi zaman dan
tempat yang berbeda. Dengan pengembangan kaidah fiqih tafsiliyyah, para ulama Islam
dapat memperluas ruang lingkup pengambilan keputusan hukum dan memberikan solusi
bagi permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan umat Islam sehari-hari. Selain itu,
kaidah fiqih tafsiliyyah juga berguna dalam menyederhanakan dan mempercepat
pengambilan keputusan hukum, sehingga memudahkan umat Islam dalam mematuhi
aturan-aturan agama yang berlaku.

B. Kaidah Fiqih Tafsiliyyah

Kaidah Tafsiliyyah terdiri dari dua kata yaitu al-qaidah dan at- tafsiliyyah. Alqaidah
secara Bahasa adalah dasar atau pondasi. Wahbah al-Zuhayli memberikan definisi tentang
kaidah dalam artian seperti berikut ini:

"Dhawabith yang bersifat global dan umum yang mencakup atas hukum-hukum yang bersifat
parsial”

Maka penjelasan di atas dapat di pahami kaidah fiqh tafshiliyyah adalah kaidah
fiqih yang membahas permasalahan-permasalahan secara terperinci. Beberapa pendapat
mengatakan bahwa kaidah fiqih tafsiliyyah memiliki makna yang sama dengan
dhawabitul fiqh. Kata Dhawabith diambil dari kata dasar adhdhabith yang menurut bahasa
artinya yaitu pemeliharaan, ikatan kekuatan, dan penguatan. Sedangkan pengertian
dhawabith fiqhiyah Menurut Sebagian ulama memberikan definisi yang berdekatan dan
saling melengkapi serta menyempumakan. Diantaranya dawabith fiqhiyah adalah apa

2
yang tersusun sebagai bentuk-bentuk masalah yang serupa dalam satu tema, tanpa melihat
kepada makna yang menyeluruh yang terkait.1

Dhabit fiqih adalah kaidah yang khusus untuk satu bab saja, sementara kaidah fiqih
untuk masalah-masalah cabang dalam berbagai bab. Secara lebih spesifik, pengertian
dhawabith adalah Segala perkara (yang berimplikasi hukum) atau hukum yang bersifat
kulliy yang bersimpul pada beragam bagian-bagian didalam satu bab saja. Jadi dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kaidah tafsiliyah dan dawabith fiqhiyyah
adalah sebuah hal yang sama dan dapat diartikan sebagai kaidah yang paling terperinci
dari kaidah lainnya.

Dari penjelasan diatas juga dapat disimpulkan, bahwa qawa’id fiqhiyyah lebih
umum dari dhawabith fiqhiyya h,karena qawa’id fiqhiyyah tidak terbatas pada masalah
dalam satu bab fikih, tetapi ke semua masalah yang terdapat pada semua bab fikih. Sedang
dhawabith fiqhiyyah ruang lingkupnya terbatas pada satu masalah dalam satu bab fikih.
Karena qaida fiqhiyyah disebut qaidah ‘ammah, atau kulliyah dandhabith fiqh disebut
qu’idah khashshah.

C. Pertumbuhan dan Perkembangan dari Kaidah Fiqh Tafsiliyyah

Arti penting pengetahuan sejarah pertumbuhan dan perkembangankaidah-kaidah


fiqih bagi kita dapat dilihat dari tiga alasan sebagai berikut: Pertama, kita dapat
mengetahui kesungguhan para ulama dalammenciptakan pengetahuan tentang
kaidahkaidah fiqh sebagai pedomanumum yang dapat dijadikan rujukan dalam
penyelesaian masalah fiqih. Kedua, kesungguhan mereka tersebut dapat dijadikan sebagai
I’tibar atau pelajaran berharga sehingga mendorong kita untuk terus
berkreasi,melanjutkan usaha keras mereka, dengan mempertahankan
danmengembangkan kaidah-kaidah fiqih dalam rangka memelihara eksistensihukum
Islam, terutama dalam menghadapi perubahan sosial. Ketiga,kaidah-kaidah fiqih yang
secara historis telah dirumuiskan oleh ulama dimasa yang lalu dapat langsung
dimanfaatkan dalam menghadapi persoalan hukum islam kontemporer tanpa harus
membuang energi lagi 2

Ketika melacak tentang pembentukan dan pertumbuhan hukumIslam, termasuk


kaidah-kaidah fiqih, kita harus memulainya dari masaRasul Allah, sebagai pembawa
agama dan aturan-aturannya, dengan Al-Qur‟an dan Sunnah sebagai dasarnya. Pada masa

1
Dewi Mustika Ningrat, Perbedaan Kaidah fiqih Dhabith Fikih, Makalah IAIN, Metro, 2018, hlm 4
2
Ibrahim, Duski, 2019, AL Qawaidul Fiqiyah, (kaidah-kaidah fiqih ). Palembang . CV .AMANAH

3
Nabi, otoritas tertinggidalam pengambilan keputusan suatu hukum Islam ada pada Nabi
sendiri,tidak ada yang lain. Semua masalah hukum yang muncul dalam
masyarakatdiselesaikan langsung oleh Nabi melalui petunjuk wahyu, seperti
yangterdapat dalam Al-Qur`an dan Sunnah Nabi. Pada periode ini belum adaspesialisasi
ilmu tertentu, termasuk fiqih dan ushul alfiqh, belum ada teori-teori dan kaidah-kaidah
fiqih dalam bentuknya yang praktis seperti yangdapat kita lihat dalam kitab-kitab
sekarang ini.

Manakala muncul suatu persoalan hukum dalam masyarakat, Nabi langsung


menyelesaiannya atau para sahabat langsung menanyakannyakepada Rasul, bukan
diselesaikan dengan mempedomani kaidah-kaidahtertentu. Kendatipun demikian, Rasul
telah meninggalkan prinsip-prinsiphukum Islam yang universal, kaidahkaidah umum, di
samping memangditemukan hukumhukum spesifik dalam Al-Qur`an dan hadits. Prinsip
prinsip dan kaidah-kaidah umum tersebut dapat dijadikan sebagai kerangka
berpikirdalam penyelesaian suatu persoalan hukum.

Para pembangun kaidah-kaidah fikih adalah ulama-ulama yangsangat dalam


ilmunya di dalam ilmu fikih (al-rasikhuna fi al-furú) sampaimuncul Imam Abu Thahir al-
Dibasi yang hidup pada akhir abad ke-3 danawal abad ke-4 Hijriyalı, yang baru
mengumpulkan 17 kaidah fikih. Dikalangan tiap mazhab, ada ulama-ulamu yang
merupakan tokoh-tokoh didalam hal kaidah fikih, misalnya dalam mazhab al-Syafi 1,
ulama besarImam Izzuddin bin Abd al-Salam (w. 660 H), telah menyusun kitab berjudul
Qawaid al ahkam fi mashalih al anam (kaidah-kaidah hukum untuk kemaslahatan
manusia) yang menjelaskan tentang maksud allah menyariatkan hukum, dan semua
kaidah dikembalikan pada suatu kaidah pokok.

Keseluruhan taklif yang tercermin dalam konsep al ahkam al khamsah (ajib, sunnah
munah, makruh, dan haram) kembali untuk kemaslahatan hamba Allah di dunia dan
akhirat.3

D. Macam-Macam Cabang Kaidah Fiqh Tafsiliyyah


Jumhur ulama Fiqh dengan ulama Ushul Fiqh membedakan antara Dhawabith Fiqh
dan Qowa'id Fiqh. Menurut para kedua ulama tersebut, perbedaannya terletak pada
cakupan objek Dhawabith Fiqh dan Qowa'id Fiqh. Dhawabith Figh hanya mencakup bab
tertentu dari bab-bab fiqh. Seperti kaidah.

yang cakupannya hanya dalam bab tertentu saja seperti bab thoharoh saja. Sedangkan

3
Djazuli Aljabar, Qawaidul Fiqiyah, UIN walisongo hal. 4

4
(hukum) yang hukumnya dipahami dari kaidah tersebut. Qawa'id fiqhiyyah lebih umum
dari dhawabith fiqhiyyah, karena qawa'id fiqhiyyah tidak terbatas pada masalah dalam
satu bab fikih, melainkan mencakup semua masalah yang terdapat pada semua bab fikih.
Sedang dhawabith fiqhiyyah ruang lingkupnya terbatas pada satu masalah dalam satu
bab fikih.4
Cabang-cabang kaidah tafsiliyah antara lain:
1. Kaidah

Artinya: Kesulitan itu menimbulkan adanya kemudahan.


Kaidah ini termasuk Qa'idah Fiqhiyyah bukan Dhabith Fiqhiyyah, karena kaidah ini
masuk pada bab fiqh dalam masalah ibadah, muamalah dan yang lainnya.
Berbeda dengann kaidah:

Artinya: Sesuatu yang boleh disewakan maka boleh pula dipinjamkan.


Kaidah ini dinamakan dhabith fiqhiyyah, karena hanya terbatas pada rukun transaksi
Qowa'id Fiqh tidak terbatas dalam satu bab fikih, melainkan mencakup semua masalah

yang terdapat pada semua bab fikih. Seperti kaidah


Perbedaan seperti ini secara eksplisit dijelaskan oleh Tajuddin al Subky, Menurut
beliau kaidah fiqh adalah ketentuan umum yang diatasnya tersusun bagian-bagian

atau muamalah dan masuk dalam bab pinjaman, atau pinjam meminjam.
2. Kaidah

Artinya: Apabila bertemu dengan suatu yang halal dan haram, maka dimenangkanlah
yang haram.

Kaidah ini termasuk Qa’idah Fiqhiyyah bukan Dhabith Fiqhiyyah, karena kaidah ini
masuk pada bab fiqh dalam masalah ibadah, muamalah dan yang lainnya. Berbeda
dengan kaidah:

Artinya: Apa yang tidak boleh menjadi objek jual-beli salam, maka tidak boleh
menjadi objek qirad (hutang-piutang).

5
4
Dewi Imro’atul Choiriyah, Makalah Qaaidhul Fiqihiyyah, hal 3
Kaidah ini termasuk Qa’idah Fiqhiyyah bukan Dhabith Fiqhiyyah, karena hanya

terbatas pada syarat transaksi (muamalah) dan dalam bab hutang hutang. 3. Kaidah

Artinya: Suatu yang meyakinkan tidak dapat hilang hanya dengan keraguan. Kaidah
ini termasuk Qa'idah Fiqhiyyah bukan DDhabit Fiqhiyyah, karena kaidah ini masuk
pada bab fiqh dalam masalah ibadah muamalah dan yang lainnya. Berbeda dengann

kaidah:

Artinya: Semua air itu murni, selama tidak ada kotran (najis) yang mencampurinya.
Kaidah ini termasuk Qa’idah Fiqhiyyah bukan Dhabith Fiqhiyyah, karena hanya
terbatas pada ruang lingkup thaharah saja.

4. Kaidah

Artinya: Jual beli itu terikat dengan ijab dan qabul.


Kaidah ini masuk dalam dhabith fiqhiyyah yang tercantum dalam bab pertama yang
bertemakan penjelasan tentang akad jual beli atau transaksi dan kontrak bisnis. 5. Kaidah

Artinya: Jual beli aset yang tidak mengandung nilai adaDengan menggunakan kaidah
tersebut. Jelas bahwa mememinjamkan uang dari renternir hukumnya haram karena
termasuk riba. Kaidah tersebut jelas pula ada dalam bidang fiqih muamalah. Dan
kaidah diatas berhubungan dengan kaidah fiqih dalam muamalah. Tetapi, bukan dari
sisi kebolehan muamalah. Melainkan dari sisi ada bukti keharamanya yaitu riba.lah
batal.

Artinya: Membeli aset yang tidak mengandung nilai adalah rusak (fasid). Dua kaidah
atau dhawabith ini tercantum dalam al-Majallah al-Ahkam al-Adliyah bab ke dua

6
yang membahas tentang barang yang diperjualbelikan dan pada pasal kedua yang
membahas tentang apa yang boleh dan tidak boleh diperjualbelikan, maddah 211 dan
212.

Pendekatan kaidah ini dengan menggunakan kaidah tafshiliyyah yaitu

Artinya: Setiap utang piutang yang mendatangkan manfaat (bagi yang


menguntungkan) adalah riba.

Dengan menggunakan kaidah tersebut. Jelas bahwa mememinjamkan uang dari


renternir hukumnya haram karena termasuk riba. Kaidah tersebut jelas pula ada dalam
bidang fiqih muamalah. Dan kaidah diatas berhubungan dengan kaidah fiqih dalam
muamalah. Tetapi, bukan dari sisi kebolehan muamalah. Melainkan dari sisi ada bukti
keharamanya yaitu riba.

E. Kesimpulan
Kaidah Tafsiliyyah terdiri dari dua kata yaitu al-qaidah dan at- tafsiliyyah. Alqaidah
secara Bahasa adalah dasar atau pondasi. Maka penjelasan di atas dapat di pahami kaidah
fiqh tafshiliyyah adalah kaidah fiqih yang membahas permasalahanpermasalahan secara
terperinci. Beberapa pendapat mengatakan bahwa kaidah fiqih tafsiliyyah memiliki
makna yang sama

Dari penjelasan diatas juga dapat disimpulkan, bahwa qawa’id fiqhiyyah lebih umum
dari dhawabith fiqhiyya h,karena qawa’id fiqhiyyah tidak terbatas pada masalah dalam
satu bab fikih, tetapi ke semua masalah yang terdapat pada semua bab fikih. Sedang
dhawabith fiqhiyyah ruang lingkupnya terbatas pada satu masalah dalam satu bab fikih.

Karena qaida fiqhiyyah disebut qaidah ‘ammah, atau kulliyah dandhabith fiqh disebut
qu’idah khashshah.

DAFTAR PUSTAKA

7
Dewi Imro’atul Choiriyah, Makalah Qaaidhul Fiqihiyyah.

Dewi Mustika Ningrat, Perbedaan Kaidah fiqih Dhabith Fikih, Makalah IAIN, Metro, 2018.

Djazuli Aljabar, Qawaidul Fiqiyah, UIN walisongo.

Ibrahim, Duski, 2019, AL Qawaidul Fiqiyah, (kaidah-kaidah fiqih ). Palembang . CV .AMANAH.

Anda mungkin juga menyukai