Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH

MAZHAB DALAM QAWAID FIQHIYAH

KELOMPOK 1 :
TAUFIK RIFAL HASBI ( 193080003 )

QAWAID FIQHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI DATO KARAMA PALU 2020/2021


BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kaidah-kaidah fiqih adalah salah satu hal penting sebagai pedoman bagi umat Islam
untuk menyelesaikan masalah hukum yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Tanpa pedoman, mereka tidak dapat mengetahui batas-batas boleh-tidaknya sesuatu itu
dilakukan, mereka juga tidak dapat menentukan perbuatan yang lebih utama untuk
dikerjakan atau lebih utama untuk ditinggalkan. Dalam berbuat atau berprilaku mereka
terikat dengan rambu-rambu dan nilai-nilai yang dianut, baik berdasarkan ajaran agama
maupun tradisi-tradisi yang baik.
Dalam Islam, pedoman yang dijadikan rujukan dalam berbuat tersebut adalah petunjuk-
petunjuk Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi. Kita diperintahkan untuk mentaati Allah dan
Rasul-Nya, tidak boleh berpaling dari keduanya, seperti dipahami dari ungkapan
imperatif Allah dalam surat Ali „Imran ayat 32, yang artinya: “Katakanlah olehmu (hai
Muhammad), ta‟atiah Allah dan Rasul-Nya. Jika kalian berpaling, sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang kafir.” Umat Islam hingga sekarang tetap menjadikan kalam
Tuhan dan Sunnah Nabi itu sebagai „umdah atau sandaran utama dalam berperilaku dan
dan berbuat. Tidak hanya itu, kedua sumber hukum itu dijadikan rujukan utama dalam
penyelesaian-penyelesaian berbagai masalah, baik secara langsung maupun tidak
langsung, termasuk masalah hukum.
B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan dari Qawaid fiqhiyya dalam mazhab Maliki dan Hanafi.?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Qawaid.

Qawaid Fiqhiyyah adalah kata majemuk yang terbentuk dari dua kata, yakni kata qawaid dan
fiqhiyyah, kedua kata itu memiliki kendali. Secara etimologi, kata qaidah (‫اق‬C‫)ةدع‬, jamaknya
qawaid (‫)دعاوق‬. berarti; asas, landasan, dasar atau fondasi sesuatu, baik yang bersifat kongkret,
materi, atau inderawi seperti fondasi bangunan rumah, maupun yang bersifat abstrak, non materi
dan non indrawi seperti ushuluddin (dasar agama) .1 Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, arti
kaidah yaitu rumusan asas yang menjadi hukum; aturan yang sudah pasti, patokan; dalil. Qaidah
dengan arti dasar atau fondasi sesuatu yang bersifat materi.

Adapun Kiadah fiqih merupakan istilah yang digunakan ulama fiqih untuk pengembangan
cakupan suatu hukum. Ada beberapa definisi kaidah fiqih yang dikemukakan para ulama.
Tajuddin As-Subki, seorang ulama dari mazhab Syafii mengatakan, kaidah fiqih adalah suatu
acuan umum yang dapat diterapkan untuk mengetahui hukum dari kebanyakan persoalan parsial.
Sa’aduddin Mas’ud bin Umar At-Taftazani mengatakan, kaidah fiqih adalah ketentuan umum
yang dapat diterapkan untuk mengetahui hukum persoalan-persoalan parsial. Perbedaan definisi
tersebut terletak pada cakupannya. Menurut As-Subki, tidak semua persoalan parsial dicakup
oleh kaidah itu.

Karena itu, dalam definisinya ia menyebutkan “kebanyakan persoalan parsial”. Definisinya ini
banyak diikuti oleh para ahli fiqih. Adapun definisi At-Taftazani tidak membatasi persoalan
parsial yang dapat dicakup oleh kaidah fiqih. Nama lain dari qawaid fiqhiyah adalah al-asybahah
wan nazhair, yang artinya kemiripan dan kesejajaran. Kaidah fiqih merupakan ketentuan yang
bisa dipakai untuk mengetahui hukum tentang kasus-kasus yang tidak ada aturan pastinya di
dalam Al-Qur’an, Sunnah maupun ijmak sehingga lahirlah fiqih baru. Prosedur untuk
mendapatkan fiqih baru ini disebut dengan ilhaq, yaitu semacam proses kias yang contohnya
tidak didapatkan dari sumber wahyu, melainkan dari fiqih yang sudah jadi.

B. Qawaid dalam mazhab Maliki dan Hanafi.

A. Madzhab Hanafi

Ushul al-Karkhi, Abu Hasan al-Karkhi (260-340 H) memuat 37 kaidah fikih.


Ta’sis al-Nazhar, Abu Zaid al-Dabusi (w. 430 H) memuat 86 kaidah fikih.

Al-Asybah wa al-Nazhair, Ibnu Nuzaim (w. 970 H) memuat 25 kaidah fikih.

Majami’ al-Haqaiq, Abi said al-Khadimi memuat 154 kaidah fikih.

Majalah al-Ahkam al-Adliyah, Ahmad Udat Basya memuat 99 fikih.

B. Madzhab Maliki

Ushul al-Futiya fi al-Fiqh ’ala Mazhab al-Imam Malik, Ibnu Haris al-Husyni (w. 361 H)

Al-Furuq, al-qurafi (w. 684 H) memuat 548 kaidah fikih.

Al-Qawa’id, al-Maqari (w. 758 H) memuat 758 kaidah fikih.

Idhah al-Masalik ila Qawa’id al-Imam Malik, al-Winsyarisi (w. 914 H) memuat 118 kaidah
fikih.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Qa’idah ini merupakan pondasi syar’i yang kokoh. Didalamnya termuat banyak
persoalan hukum fiqh, yang bermuara pada penghilangan kesulitan dan keberatan. Dimana
qa’idah ini dengan tegas memposisikan keyakinan sebagai hukum asal, terlebih dalam
masalh bersuci, dan shalat. Agar bisa memahami qa’idah ini secara detail dan mengetahui
seberapa jauh jangkauannya dalam menghadapi persoalan persoalan fiqh islam, terlebih
dahulu harus mengetahui bahwa tingkat daya hati dalam menangkap sesuatu selalu
berbeda-beda. Perkembangan Qawaid Fiqhiyyah Memiliki 3 fase prekembangan yaitu,
Fase pertumbuhan dan pembentukan (Abad I-III H), Fase Perkembangan dan Pembukuan
(Abad IV-XII H), dan Fase pemantapan dan penyempurnaan (Abad XIII H)

Anda mungkin juga menyukai