Anda di halaman 1dari 19

KAIDAH PENETAPAN HUKUM

(QA<’IDAH TASHRI<’IY<AH ATAU AL-QAWA<’ID AL-FIQHY><AH)

Tugas terstruktur ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Us}ul> al-Fiqh

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. H. ABDUL MUN’IM, M.Ag.


NIP 195611071994031001

Disusun Oleh:

Yusuf Ardianto 503230010

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2023
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam lingkup hukum Islam, al-qawa>‘id al-fiqhy>ah, atau kaidah-kaidah

fiqih, adalah fondasi penting yang mengatur beragam aspek kehidupan umat

Islam. Prinsip-prinsip ini telah menjadi pemandu bagi para ulama dan

cendekiawan Islam selama berabad-abad, membimbing pemahaman dan

penerapan hukum syariah dalam berbagai konteks kehidupan. Dalam karya ini,

akan menjelajahi esensi dan peran al-qawa>‘id al-fiqhy>ah dalam Islam, yang

menjadi dasar utama dalam pemahaman hukum Islam.1

Al-qawa>‘id al-fiqhy>ah merujuk pada seperangkat prinsip hukum Islam yang

membantu dalam menetapkan hukum dan keputusan fiqh, terutama ketika tidak

terdapat ketentuan syariah yang eksplisit dalam al-Qur'an dan hadis. Kehadiran

prinsip-prinsip ini sangat penting karena mereka memberikan panduan yang

kokoh bagi umat Islam dalam menghadapi situasi dan perkara hukum yang terus

berkembang seiring waktu.

Prinsip-prinsip fiqih ini menjadi landasan krusial dalam pemahaman hukum

Islam. Mereka membentuk kerangka kerja yang digunakan oleh para

cendekiawan agama untuk menafsirkan dan menerapkan hukum-hukum syariat.

Dalam ranah fiqih, prinsip-prinsip ini memberikan panduan yang konsisten

dalam memahami berbagai situasi dan masalah yang muncul dalam kehidupan

sehari-hari.2

1
Imam Musbikin, Qawa’id Al-Fiqhyah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), 20.
2
Duski Ibrahim, Al-Qawa`Id Al-Fiqhiyah (Kaidah-Kaidah Fiqih) (Palembang: Noerfikri, 2019),
13.

1
Al-Qawa>’id al-fiqhy>ah biasanya berdasarkan pada ayat-ayat al-Qur'an,

hadis, serta prinsip-prinsip akal sehat. Mereka membantu dalam menyusun

kerangka kerja yang sistematis dan terorganisir dalam mencapai keputusan

hukum yang adil dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariat.

Dalam konteks kajian fiqih, pemahaman yang mendalam terhadap al-

Qawā‘id al-Fiqhīyah menjadi penting karena mereka mendasari hukum-hukum

Islam. Dengan menggunakan prinsip-prinsip ini, para ulama dapat menghadapi

situasi baru dan merumuskan keputusan hukum yang sesuai dengan semangat

syariat, serta relevan dengan kebutuhan masyarakat pada masa kini.

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan wawasan dan pemahaman yang

lebih dalam tentang al-qawā‘id al-fiqhīyah dalam kehidupan umat Islam, serta

bagaimana prinsip-prinsip ini memengaruhi tindakan dan keputusan hukum

dalam berbagai konteks sosial dan individu.

B. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, akan membahas aspek-aspek penting tentang al-

qawā‘id al-fiqhīyah,:

1. Bagaiman latar belakang kelahiran al-qawā‘id al-fiqhīyah?

2. Bagaimana perkembangan penyusunan al-qawā‘id al-fiqhīyah?

3. Apa peran Mazhab Hanafi dan Mazhab Safi'i, dalam al-qawā‘id al-

fiqhīyah?

4. Apa fungsi dan manfaat al-qawā‘id al-fiqhīyah ?

2
PEMBAHASAN

A. Latar belakang terbentuknya al-qawa>’id al-fiqh<yah

Terbentuknya al-qawā‘id al-fiqhīyah didasarkan pada berbagai faktor, antara

lain adanya kebutuhan manusia akan panduan dalam kehidupan sehari-hari yang

sesuai dengan ajaran agamanya. Dalam hal ini, golongan mujtahid dan ulama

memainkan peran penting dalam menggunakan akal fikiran berdasarkan ilmu.

Mereka berusaha dengan berijtihad untuk memahami nash-nash dan

mempraktikkan kaidah-kaidah yang umum terhadap masalah furu’ yang baru

yang senantiasa muncul.3 Selain itu kemunculan kaidah fiqhyyah juga

dipengaruhi oleh adanya nash-nash yang dapat ditafsirkan dengan beraneka

macam serta kaidah-kaidah umum yang berasaskan adat kebiasaan.

Adat atau 'urf memainkan peran penting sebagai sumber akal fikiran dan

perbuatan yang terus menerus untuk mengeluarkan hukum yang fleksibel dalam

menangani persoalan yang sedang terjadi atau yang akan terjadi di tengah-

tengah masyarakat. Dengan demikian, kaidah fiqih membantu memudahkan

pemahaman dan penerapan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari serta

menyelesaikan perbedaan pendapat dalam hal-hal tertentu.4

B. Perkembangan penyusunan al-qawa>’id al-fiqh>yah

Secara garis besar, ada tiga periode penyusunan al-qawā‘id al-fiqhīyah, yaitu

periode kelahiran, pertumbuhan-pembukuan, dan penyempurnaan. Pada

awalnya cikal bakal kemunculan al-qawā‘id al-fiqhīyah bersamaan dengan

3
Jalal al-Din Abd al-Rahma al-Suyuthi, al-Asbah wa al-Nazair, 2. (Beirut: Dar al-Fikr, 1996),
31.
4
Ali Ahmad al-Nadwi, al-Qawa’id al-Fiqhyyah, Cet.V (Beirut: Darul Qalam, 2000), 308.

3
hadirnya Nabi Muhammad Saw. Yang menjelaskan dan merinci ajaran Islam

yang bersumber dari wahyu Allah melalui al-hadīth. Bahkan tak jarang beliau

juga menetapkan suatu hukum yang belum disebutkan ketentuannya secara

eksplisit dalam al-Qur’an, dengan bahasa Nabi Muhammad Saw yang singkat,

padat, bermakna, mencakup, dan mudah dipahami (jawāmi‘ al-kalim). Karena

itu, para sahabat mencoba meneladaninya dengan menggunakan gaya hukum

yang singkat, padat, dan mencakup untuk menyelesaikan beberapa masalah

sekaligus yang memiliki karakteristik yang sama.5 Pada masa tābi‘īn dan para

imam mazhab gaya jawāmi‘ al-kalim semakin banyak dicontoh dan

menginspirasi mereka untuk berlomba-lomba membuat kaidah yang dapat

memudahkan mereka dalam mengelompokkan masalah-masalah fiqh sehingga

dapat cepat merespon problematika kasus-kasus hukum yang semakin banyak

bermunculan.6 Kaidah ini digunakan sebagai pedoman dalam menyelesaikan

masalah-masalah fiqh agar selalu selaras dengan semangat dan maksud yang

dituju oleh fiqh. Penggunaannya yang mudah dan praktis sangat diperlukan

dalam menanggapi masalah-masalah fiqh yang terus bermunculan dengan

pesatnya, sehingga setiap kemunculan sebuah masalah selalu diimbangi dengan

penyelesaiannya.

Kemudian pada abad 4 H al-qawa>‘id al-fiqhy>ah menjadi satu disiplin ilmu

tersendiri dan dimatangkan pada abad-abad sesudahnya. Ketika ruh taqlīd

menyelimuti abad ini (4 H dan sesudahnya), ijtihād mengalami masa stagnasi

5
Sokon Saragih, “Masa Perkembangan dan Pembukuan Qawaid Fiqhiyyah,” 2020, 109–11.
6
Toha Andiko, Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah Panduan Praktis Dalam Merespon Problematika
Hukum Islam Kontemporer (Yogjakarta: Penerbit Teras, 2011), 7–9.

4
dan para ulama menjadi kurang kreatif. Hal ini ditambah dengan adanya

kekayaan fiqh yang melimpah dengan dibukukannya hukum-hukum fiqh dan

dalil-dalilnya, juga banyak mazhab yang membuat mereka cenderung hanya

melakukan tarji>h (menyeleksi pendapat-pendapat ulama terdahulu yang paling

kuat argumennya).7 Kondisi ini mendorong para ulama saat itu untuk

membahas hukum suatu peristiwa baru hanya dengan berpegang kepada fiqh

mazhab saja. Masa ini merupakan masa kejayaan fiqh, karena banyak sekali

kitab-kitab fiqh dari masing-masing mazhab yang dijadikan pegangan khusus

oleh para pengikutnya, bahkan para ulama merasakan kepuasan dengan adanya

kitab-kitab fiqh yang banyak tersebut.8

Meskipun pada saat itu fiqh mencapai puncak kejayaannya namun masalah

baru akan selalu bermunculan. Dikhawatirkan akan cukup sulit untuk

menemukan status hukum di dalam banyaknya produk-produk fiqh tersebut

ketika menyikapi masalah yang baru. Selain itu juga dimungkinkan, masalah

baru yang muncul kemudian belum tercover di dalam kitab-kitab fiqh.

Pemecahan masalah dengan menggunakan uşūl para imam mujtahid membuat

ruang lingkup dan masalah-masalah fiqh menjadi berkembang. Para fuqahā‘

mulai membuat metode-metode baru dalam fiqh. Seiring dengan semakin

banyaknya persoalan, para ulama mempunyai inisiatif untuk membuat qā‘idah

7
Firdaus, Al-Qawaid al-Fiqhiyyah: Membahas Kaidah-Kaidah Pokok dan Poluler Fiqh,
Cetakan I (Lubuk Lintah, Sumatera Barat: Imam Bonjok Press, 2015), 25.
8
M. Ma’shum Zein, Pengantar Memahami Nadhom al-Faroidul Bahiyyah (Jombang: Darul
Hikmah, 2010), 19.

5
dan đābiţ yang dapat memelihara hukum furū‘ dan fatwa para ulama tersebut

dari kesemrawutan.

Pada abad ke-6 H dan ke-7 H, ilmu al-qawā‘id al-fiqhīyah mengalami

perkembangan yang signifikan. Fase ini dapat diidentifikasi sebagai periode

perkembangan dan pembukuan (pengkodifikasian) ilmu al-qawā‘id al-fiqhīyah.

Selama masa ini, terjadi upaya serius untuk mengembangkan dan merumuskan

prinsip-prinsip hukum yang dianggap sebagai landasan dalam menafsirkan

hukum Islam dari sumber-sumber utamanya, seperti al-Qur'an dan al-Hadits.9

Perkembangan fase kedua ini ditandai dengan munculnya Abu Hasan al-

Karkhi (Uşūl al-Karkhī) dan Abu Zaid al-Dabusi (Ta‘sis al-Nazar). Para ulama

yang hidup dalam rentang waktu ini (abad 4 H–7 H) hukum dapat

menyempurnakan ilmu al-qawā‘id al-fiqhīyah. Dengan pengelompokan hukum

furū‘ dan fatwa para ulama maka akan dirasa lebih mudah untuk menemukan

hukum dari suatu masalah tanpa harus memilahnya terlebih dahulu.10

Selanjutnya pengkodifikasian al-qawā‘id al-fiqhīyah mencapai puncaknya

ketika disusun Majallah al-Ahkām al-‘Adlīyah oleh komite (lajnah) fuqahā’

pada masa Sultan al-Ghazi Abdul Aziz Khan al-Usmani (1861-1876 M).

Majallah al-Ahkām al-‘Adlīyah ini menjadi rujukan (referensi) hukumn-

lembaga peradilan pada masa itu dan dengan adanya pembukun ini menandai

sebagai era kematangan al-qawa>‘id al-fiqhy>ah. Para fuqahā‘ memasukkan al-

9
Firdaus, Al-Qawaid al-Fiqhiyyah: Membahas Kaidah-Kaidah Pokok dan Poluler Fiqh,
Cetakan I (Lubuk Lintah, Sumatera Barat: Imam Bonjok Press, 2015), 26.
10
Andiko, Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah Panduan Praktis Dalam Merespon Problematika Hukum
Islam Kontemporer, 17.

6
qawā‘id al-fiqhīyah pada Majallah al-Ahka>m al-‘Adli>yah ini setelah terlebih

dahulu mempelajari sumber-sumber fiqh dan beberapa karya tulis tentang al-

qawā‘id al-fiqhīyah , seperti al-Ashbāh wa al-Naz}ā‘ir karya Ibnu Nujaym dan

Majāmi‘ al-qā‘iq karya al-Khadimi. Mereka sangat teliti dalam menyeleksi

qā‘idah yang akan dimasukkan ke dalam Majallah al-Ahkām al-‘Adlīyah.

Mereka menyusun Majallah ini dengan menggunakan redaksi yang singkat

padat seperti undang-undang (qānūn).11

Majallah al-Ahkām al-‘Adlīyah ini merupakan undang-undang hukum

perdata tertulis yang dalam muqadimmahnya tercantum 100 butir ketentuan

umum. Ketentuan pasal 1 tentang definisi fiqh, sedang pasal 2 sampai pasal 100

berisi 99 qā‘idah fiqh yang menjadi landasan dari pasal-pasal pada bagian

batang tubuhnya. Dalam muqadimmah itu pula, setiap qā‘idah fiqh disertai

dengan nomor-nomor pasal pada batang tubuh yang menjadi rinciannya.

Eksistensi majallah ini telah mengangkat kedudukan dan popularitas qā‘idah.12

Majallah al-Ahkām al-‘Adlīyah ini pula yang kemudian memberikan banyak

kontribusi bagi perkembangan fiqh dan perundang-undangan di dunia Islam

lainnya.13 Al-qawā‘id al-fiqhīyah yang menjelma dalam undang-undang ini

pada perkembangannya mampu melingkupi seluruh masalah hukum masyarakat

yang lebih luas dalam mencapai tujuan hukum Islam itu sendiri.

11
Andiko, Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah Panduan Praktis Dalam Merespon Problematika Hukum Islam
Kontemporer.18
12
Saragih, “Masa Perkembangan dan Pembukuan Qawaid Fiqhiyyah,” 112–13.
13
Andiko, Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah Panduan Praktis Dalam Merespon Problematika Hukum
Islam Kontemporer, 18.

7
Upaya para ulama fiqh dalam mengkaji al-qawā‘id al-fiqhīyah berhenti pada

batas yang dicapai para pakar al-qawā‘id al-fiqhīyah klasik. Meskipun hasil

karyanya telah mencapai hukum yang luar biasa, namun tetap membuka

peluang untuk dilakukannya kajian ilmiah dalam rangka menyingkap secara

utuh teori-teori umum dalam disiplin pengetahuan hukum Islam. Al-qawā‘id al-

fiqhīyah dapat terus berkembang dan menjadi lebih lengkap lagi cakupannya

sebagai jawaban atas persoalan-persoalan yang terus muncul serta

membutuhkan pemecahan yang sesuai dengan ketentuan hukum Islam.14

C. Peranan mazhab Hanafi dan mazhab safi’i

Ulama' dari mazhab Hanafi dan Safi'i adalah dua dari empat mazhab utama

dalam fiqih Islam. Perkembangan al-qawā‘id al-fiqhīyah (prinsip-prinsip

hukum dalam fiqih) telah dipengaruhi oleh kontribusi dan pendapat ulama dari

kedua mazhab ini. Berikut adalah peran ulama' mazhab Hanafi dan Syafi'i

dalam perkembangan qawa>‘id fiqhy>ah:

1. Peran ulama' mazhab Hanafi dalam ilmu qawa>‘id fiqhy>ah

Ulama' mazhab Hanafi memainkan peran penting dalam pengembangan

dan pemahaman ilmu qawa>‘id fiqhy>ah (prinsip-prinsip hukum Islam) dalam

kerangka mazhab Hanafi.15 Berikut adalah beberapa peran utama ulama'

mazhab Hanafi dalam ilmu qawa>‘id fiqhy>ah:

14
Nashr Farid Muhammad Washil dan Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawa’id Fiqhyyah,
trans. oleh Wahyu Setiawan (Jakarta: Amzah, 2009), 4.
15
Syafrudin Halimy Kamaludin, “Sejarah Perumusan Dan Perkembangan Qawaid fiqhiyah,”
Al-Muqaranah Jurnal Perbandingan Mazhab Dan Hukum V (2014): 86.

8
a. Penyusunan qawa>‘id fiqhy>ah ulama mazhab Hanafi merupakan pelopor

dari lahirnya qawa>‘id fiqhy>ah, menurut ulama fiqih orang pertama yang

mengumpukan kaidah fiqih adalah Abu Tahir ulama dari mazhab

Hanafi yang hidup diakhir abad ke-3 dan awal abad ke-4 H telah

mengumpukan Kaidah fiqih mazhab Hanafi sebanyak 17 kaidah.

Kemudian diteruskan oleh Abu Hasan al-Karkhi yang kemudian

menambah kaidah fiqih dari Abu Tahir menjadi 37 kaidah.16

b. Karya Ulama mazhab hanafi menjadi rujukan terhadap lahirnya karya

para ulama setelahnya termasuk Majallah al-Ahka>m al-‘Adli>yah yang

merujuk pada kitab karya ulama mazhab Hanafi.

c. Pengembangan Prinsip-Prinsip Umum: Ulama' mazhab Hanafi

merumuskan prinsip-prinsip umum yang digunakan untuk memecahkan

masalah-masalah hukum yang muncul dalam berbagai situasi. Prinsip-

prinsip ini membantu dalam memahami niat dan tujuan syariah serta

mengadaptasi hukum Islam sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sosial

yang berubah.

d. Memahami Konteks Sosial: Ulama' mazhab Hanafi juga

memperhatikan konteks sosial dan budaya dalam pengembangan

qawaid al-fiqhyyah. Mereka berusaha agar hukum-hukum Islam bisa

diterapkan dengan baik dalam berbagai situasi dan budaya yang

berbeda.

16
Ibrahim, Al-Qawa`Id Al-Fiqhiyah (Kaidah-Kaidah Fiqih), 41.

9
2. Peran ulama mazhab Safi'i

Ulama mazhab Safi'i memiliki peran yang penting dalam

mengembangkan ilmu qawaid fiqhyyah, atau prinsip-prinsip hukum Islam.

Berikut adalah beberapa peran utama ulama mazhab Safi'i dalam

pengembangan ilmu qawa>‘id fiqhy>ah:

a. Para ulama mazhab safi’i berperan penting dalam proses

penyempurnaan pembukuan atau kodifikasi serperti yang di lakukan

oleh Jalal al-Din Abd al-Rahma al-Suyuthi dengan karyanya al-Asbah

wa al-Naza’ir, kitab ini merupakan hasil dari penyempurnaan kitab

ulama sebelumya yang masih banyak digunakan sampai saat ini.

b. Pengembangan Prinsip Qiyas: Prinsip qiyas (analogi) adalah salah satu

prinsip penting dalam ilmu qawaid fiqhyyah, dan Imam Al-Syafi'i

memainkan peran kunci dalam mengembangkan dan mengatur

penggunaan qiyas dalam menentukan hukum. Prinsip ini memungkinkan

ulama untuk mengambil hukum dari situasi yang ada dalam Al-Quran

dan Hadis dan menerapkannya pada situasi yang serupa yang mungkin

tidak secara eksplisit diatur dalam sumber-sumber utama.

c. Pengaruh dalam Berbagai Wilayah: Mazhab Safi'i memiliki pengaruh

yang kuat dalam berbagai wilayah, terutama di Afrika Utara, Timur

Tengah, dan Asia Tenggara. Hal ini membuat ulama mazhab Safi'i

terlibat dalam menghadapi berbagai situasi dan permasalahan hukum,

yang kemudian berkontribusi pada pengembangan ilmu qawa>‘id fiqhy>ah

yang lebih luas.

10
d. Peran ulama mazhab Safi'i dalam mengembangkan ilmu al-qawā‘id al-

fiqhīyah membantu merumuskan prinsip-prinsip hukum Islam yang

digunakan dalam proses ijtihad dan pengambilan keputusan hukum

dalam berbagai konteks dan situasi.

D. Fungsi dan manfaat al-qawa>’id al-fiqh<yah

Al-Qur’an dan al-hadīth diturunkan dalam kurun waktu yang terbatas

dengan jumlah yang terbatas dan tidak ada penambahan bagi keduanya dari segi

jumlah. Sementara itu jumlah kasus yang harus diselesaikan tak terhingga

jumlahnya dan cenderung bersifat kompleks dan multidimensional. Oleh karena

itu, perlu dicari dalil lain di luar nash (istidlal) melalui seperangkat metodologi

yang disebut metodologi ijtihād.17 Di antara metode yang juga dapat digunakan

dalam proses ijtihād adalah al-qawā‘id al-fiqhīyah. Metode-metode ini sangat

diperlukan untuk menggali sedalam-dalamnya hukum yang terkandung di

dalam sumber hukum Islam tersebut yang sifatnya terbatas.18

Al-qawā‘id al-fiqhīyah memiliki beberapa fungsi. Pertama, sebagai prinsip

dan tujuan hukum yang memberikan pesan yang kuat akan maşlahah kepada

para pemikir hukum dalam melakukan interpretasi terhadap sumber-sumber

tekstual.19 Kedua, sebagai semacam sumber hukum untuk menangani kasus-

kasus yang belum disikapi atau belum diatur dalam sumber-sumber tekstual.

Ketiga, sebagai rangkuman global dari keseluruhan rincian detail fiqh

17
Y Sonafist, “QAWAID FIQHIYYAH (Korelasi, Urgensi Dalam Istinbath Hukum),” Journal
of Law and Nation, 2023, 140.
18
Suwarjin, Ushul Fiqh (Yogyakarta: Teras, 2012), 211–12.
19
Fathurrahman Azhari, Qawaid Fiqhiyyah Muamalah (Banjarmasin: Lembaga Pemberdayaan
Kualitas Ummat (LPKU), 2015), 25.

11
(kristalisasi fiqh) untuk memudahkan penguasaan untuk maksud- maksud

koordinatif.20 Al-qawā‘id al-fiqhīyah memiliki peran penting sebagai wujud

dari interpretasi hukum dalam Islam, yang dapat digunakan oleh setiap orang

dalam menyikapi setiap kasus-kasus yang bermunculan agar sesuai dengan

hukum Islam.

Selain itu terdapat beberapa manfaat dari al-qawā‘id al-fiqhīyah . Menurut

al-Suyuthi, dengan menguasai ilmu al-qawā‘id al-fiqhīyah , maka hakikat fiqh

akan diketahui, dasar-dasar hukumnya, landasan pemikirannya, dan rahasia-

rahasia terdalamnya. Selain itu, dapat dengan mudah mengingat dan menghafal

sebuah kaidah, kemudian mengilhāqkan, mentakhrij, serta mengetahui hukum-

hukum beragam persoalan hukum dari kaidah itu, di mana hukum-hukum

tersebut tidak disebutkan dalam kitab-kitab fiqh konvensional. Ini merupakan

cara yang praktis, mudah, cepat, dapat digunakan kapan saja oleh siapa saja,

serta sejalan dengan semangat-semangat di dalam hukum Islam.

Al-Subki menyatakan bahwa, mengerahkan segala kemampuan untuk

mempelajari semua persoalan furu>‘iy>ah tanpa didukung oleh penguasaan pada

ilmu uşūl al-fiqh akan menyebabkan timbulnya kontradiksi (pertentangan)

dalam pikiran. Karena itulah dibutuhkan pengetahuan mendalam tentang ilmu

uşūl al-fiqh, di samping harus menguasai permasalahan furu>‘iy>ah. Akan tetapi,

bila kedua bidang itu sulit dikuasai secara bersa- maan akibat sempitnya waktu

atau tiadanya kesempatan, maka mempelajari al-qawā‘id al-fiqhīyah akan

20
Ridho Rokamah, al-Qawaid al-Fiqhiyah: Kaidah-Kaidah Mengembangkan Hukum Islam
(Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2007), 17–19.

12
sangat membantu dalam memahami persoalan-persoalan fiqh dan substansi

terdalamnya. Dengan demikian, tidak akan ditemukan kontradiksi ataupun

kesangsian akan kebenaran esensial dari syarī‘at yang dibawa oleh Nabi

Muhammad Saw.21 Al-qawā‘id al-fiqhīyah yang sifatnya umum dapat

menyatukan pandangan terhadap fiqh tanpa menimbulkan dugaan-dugaan

pertentangan terhadap fiqh tersebut. Menurut Abdurrahman bin Abdullah al-

Sa’lani, terdapat enam keutamaan mempelajari al-qawā‘id al-fiqhīyah , yaitu:

Dengan bahasanya yang ringkas dan padat, al-qawā‘id al-fiqhīyah akan mudah

dipelajari dan dihafalkan oleh siapapun untuk mengetahui hukum- hukum

furū‘iyyah yang banyak jumlahnya. Dengan menguasai al-qawa>‘id al-fiqhy>ah,

akan dengan mudah mengetahui perbedaan dan persamaan antara satu persoalan

dengan persoalan lainnya tanpa merasakan adanya kontradiksi.

Mempelajari al-qawa>‘id al-fiqhy>ah akan sangat membantu dalam

mengetahui status hukum beragam persoalan kontemporer yang sedang

dihadapi, di mana persoalan-persoalan itu tidak pernah terjadi pada masa

sebelumnya atau tidak pernah diterangkan hukumnya oleh ulama-ulama

terdahulu. Menguasai al-qawa>‘id al-fiqhy>ah akan membantu dalam mengetahui

tujuan-tujuan fundamental dari syarī‘at Islam, di mana hal itu sulit dicapai bila

hanya mempelajari satu persatu hukum juz‘iy>ah.22

Al-qawā‘id al-fiqhīyah adalah sebuah studi keilmuan yang bersifat terbuka

dan tidak eksklusif, sehingga siapapun akan dengan mudah mempelajari dan

21
Ibid., 17
22
Sonafist, “QAWAID FIQHIYYAH (Korelasi, Urgensi Dalam Istinbath Hukum),” 139–40.

13
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Mempelajari al-qawā‘id al-

fiqhīyah sama saja dengan mempelajari bangunan-bangunan terbentuknya

hukum fiqh. Hanya saja langkah yang ditempuh berbeda, yakni al-qawa>‘id al-

fiqhy>ah menggiring persoalan-persoalan juz iy>ah (parsial-partikular) ke dalam

bentuk kul>iy>ah (universal-fundamental).23

Begitu banyaknya manfaat mempelajari dan mendalami al-qawa>‘id al-

fiqhy>ah ini sebagai salah satu metode penemuan hukum Islam. Dengan begitu

hukum-hukum Islam yang membingkai kehidupan akan terus terjaga

kelestariannya tanpa perlu khawatir dengan pesatnya perkembangan dunia yang

selalu beriringan dengan munculnya masalah-masalah baru yang semakin

kompleks dan membutuhkan pemecahan serta penyelesaiannya.

23
Ibid., 17.

14
KESIMPULAN
A. Latar belakang pembentukan al-qawa>‘id al-fiqhy>ah:

1. Al-qawa>‘id al-fiqhy>ah terbentuk dari kebutuhan manusia akan pedoman

dalam kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan ajaran agama.

2. Faktor penting dalam pembentukannya adalah golongan mujtahid dan ulama

yang menggunakan akal fikiran dan berijtihad untuk memahami nash-nash

serta menghadapi masalah furu' yang terus muncul.

3. Pengaruh adat ('urf) memainkan peran krusial sebagai sumber akal fikiran

dalam menangani persoalan yang sedang atau akan terjadi dalam

masyarakat.

B. Perkembangan Al-qawa>‘id al-fiqhy>ah:

1. Kelahiran (Periode Pertama): Dimulai sejak masa Nabi Muhammad SAW,

para sahabat mencoba meniru gaya singkat dan padat dalam menyelesaikan

beberapa masalah sekaligus. Mereka merujuk pada ajaran Islam yang

bersumber dari al-Qur’an dan al-hadith.

2. Pertumbuhan-Pembukuan (Periode Kedua): Disebutkan dalam

perkembangan ulama seperti Abu Hasan al-Karkhi dan Abu Zaid al-Dabusi,

yang mencoba merumuskan qā‘idah dan đābiţ (prinsip-prinsip hukum) untuk

mpermudah penyelesaian masalah-masalah fiqh yang semakin kompleks.

Pada masa ini, ilmu al-qawa>‘id al-fiqhy>ah terus berkembang dan

terkodifikasikan, termasuk dalam Majallah al-Ahka>m al-‘Adli>yah yang

disusun oleh komite fuqahā‘ pada masa Sultan Abdul Aziz Khan al-Utsmani.

15
3. Penyempurnaan (Periode Ketiga): Al-qawa>‘id al-fiqhy>ah terus berkembang

dan menjadi lebih lengkap dalam cakupannya untuk menjawab persoalan-

persoalan fiqh yang terus muncul. Meskipun demikian, masih ada peluang

untuk melakukan kajian ilmiah dalam rangka memahami secara menyeluruh

teori-teori umum dalam disiplin ilmu qawa>‘id fiqhy>ah ini, Terdapat ruang

bagi pengembangan lebih lanjut dan pemahaman yang lebih mendalam

terkait prinsip-prinsip hukum dalam Islam.

C. Peran Mazhab Hanafi dan Safi'i dalam Pengembangan Al-qawa>‘id al-fiqhy>ah:

1. Ulama mazhab Hanafi berperan dalam penyusunan qawaid fiqhyyah,

merumuskan prinsip-prinsip umum, dan memperhatikan konteks sosial.

2. Ulama mazhab Safi'i berperan dalam penyempurnaan pembukuan,

pengembangan prinsip qiyas, memiliki pengaruh di berbagai wilayah, dan

mengembangkan prinsip-prinsip hukum dalam proses ijtihad.

D. Fungsi dan Manfaat Al-qawa>‘id al-fiqhy>ah:

1. Al-qawa>‘id al-fiqhy>ah memiliki fungsi sebagai prinsip hukum, sumber

hukum, dan kristalisasi fiqh untuk memudahkan penguasaan terhadap hukum

Islam.

2. Manfaatnya termasuk kemudahan mempelajari hukum, membantu

memahami persoalan kontemporer, dan menjaga kebenaran esensial syariat

Islam tanpa adanya pertentangan atau kontradiksi.

3. Dengan mempelajari dan memahami al-qawa>‘id al-fiqhy>ah, hukum-hukum

Islam yang membingkai kehidupan dapat terjaga kelestariannya serta

16
memungkinkan penyelesaian masalah-masalah baru yang muncul sesuai

dengan ketentuan hukum Islam.

17
DAFTAR PUSTAKA

Andiko, Toha. Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah Panduan Praktis Dalam Merespon


Problematika Hukum Islam Kontemporer. Yogjakarta: Penerbit Teras,
2011.
Azhari, Fathurrahman. Qawaid Fiqhiyyah Muamalah. Banjarmasin: Lembaga
Pemberdayaan Kualitas Ummat (LPKU), 2015.
Firdaus. Al-Qawaid al-Fiqhiyyah: membahas kaidah-kaidah pokok dan poluler
fiqh. Cetakan I. Lubuk Lintah, Sumatera Barat: Imam Bonjok Press, 2015.
———. Al-Qawaid al-Fiqhiyyah: membahas kaidah-kaidah pokok dan poluler
fiqh. Cetakan I. Lubuk Lintah, Sumatera Barat: Imam Bonjok Press, 2015.
Ibrahim, Duski. Al-Qawa`Id Al-Fiqhiyah (Kaidah-Kaidah Fiqih). Palembang:
noerfikri, 2019.
Kamaludin, Syafrudin Halimy. “Sejarah Perumusan Dan Perkembangan Qawaid
fiqhiyah.” Al-Muqaranah Jurnal Perbandingan Mazhab Dan Hukum V
(2014).
Musbikin, Imam. Qawa’id Al-Fiqhyah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
Nadwi, Ali Ahmad al-. al-Qawa’id al-Fiqhyyah, Cet.V. Beirut: Darul Qalam, 2000.
Rokamah, Ridho. al-Qawaid al-Fiqhiyah: Kaidah-Kaidah Mengembangkan
Hukum Islam. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2007.
Saragih, Sokon. “Masa Perkembangan dan Pembukuan Qawaid Fiqhiyyah,” 2020.
Sonafist, Y. “QAWAID FIQHIYYAH (Korelasi, Urgensi Dalam Istinbath
Hukum).” Journal of Law and Nation, 2023.
Suwarjin. Ushul Fiqh. Yogyakarta: Teras, 2012.
Suyuthi, Jalal al-Din Abd al-Rahma al-. al-Asbah wa al-Nazha’ir. 2 ed. Beirut: Dar
al-Fikr, 1996.
Washil, Nashr Farid Muhammad, dan Abdul Aziz Muhammad Azzam. Qawa’id
Fiqhyyah. Diterjemahkan oleh Wahyu Setiawan. Jakarta: Amzah, 2009.
Zein, M. Ma’shum. Pengantar Memahami Nadhom al-Faroidul Bahiyyah.
Jombang: Darul Hikmah, 2010.

18

Anda mungkin juga menyukai