Anda di halaman 1dari 10

ANALIS STUDI PUSTAKA: PENGERTIAN DAN SEJARAH

PERKEMBANGAN ALIRAN-ALIRAN DALAM USHUL FIQIH

(Definition and History Of the Development Of the Flows in Ushul Fiqih)

Diah Wati Dewi, Fadilla Chairunisa


Program Studi Akuntansi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN Imam
Bonjol Padang
diah47227@gmail.com, fadillachairunisa83@gmail.com

Abstrak

Tulisan ini membahas tentang konsep dasar dari ushul fiqih dan bagaimana
sejarah perkembangan aliran-aliran ushul fiqih mulai dari zaman Rasulullah saw sampai
kepada zaman sekarang. Tulisan ini memberikan jawaban ilmiah tentang pengertian dan
sejarah perkembangan dari aliran-aliran ushul fiqih. Untuk mengumpulkan,
menganalisis dan menafsirkan data digunakan metode studi pustaka dengan berbagai
macam sumber literatur. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa yang di maksud dengan
ushul fiqih adalah ilmu pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang menjelaskan kepada
mujtahid tentang metode-metode untuk mengambil hukum-hukum suatu perbuatan dari
dalil-dalil yang terperinci. Ilmu ushul fiqh diperlukan oleh para ahli fiqih atau orang-
orang yang mendalami sedikit atau banyak tentang fiqih. Upaya penyempurnaan ilmu
ushul fiqih terjadi pada masa sahabat dan tabi’in melalui ijtihad. Penambahan pun
terjadi terutama pada masa Imam Syafi’i yang mulai membukukan kitab ushul fiqih
yang terkenal dengan nama Ar-Risalah. Kitab inilah yang kemudian menjadi acuan para
ulama fiqih dalam berlomba-lomba untuk membukukan pemikiran ushul fiqihnya, mulai
dari perkara yang diajarkan guru Mazhab sampai kepada kasus-kasus masyarakat.
Implikasi dari ushul fiqih ini agar kita dapat memahami hukum syari'ah yang telah
menjadi dasar kebaikan agama, dan juga agar dapat memecahkan persoalan furu'iyyah
yang tidak tercatat dalam Al-qur'an dengan mengikuti kaidah dari ulama-ulama yang
berijtihad.

Kata kunci: ushul fiqih, pengertian, sejarah, perkembangan, aliran-aliran

PENDAHULUAN

Pertanyaan paling mendasar dari suatu peristiwa yang terjadi di masyarakat yang
hukumnya tidak tertera di dalam Al-Qur'an adalah Apakah hukum mengerjakan hal
tersebut, apakah hal tersebut boleh dilakukan atau pun dilarang di dalam syariat agama
Islam. Maka diperlukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Ushul fiqih adalah ilmu untuk berijtihad dalam beberapa masalah yang hadir pada
setiap zaman, terkadang kasus-kasus yang muncul itu belum pernah ada sebelumnya
dengan kata lain yaitu masalah-masalah baru yang muncul dan belum ada hukumnya di
dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Semua orang mampu berijtihad, namun berbeda antara

1
ijtihad para sahabat, para tabi’in dan begitupun para ulama. Ijtihad tersebut ditentukan
oleh kadar keilmuannya karena kadar keilmuanlah yang mampu memberi nilai dari
sebuah pendapat yang ia kemukakan, yang nantinya akan dipertanggungjawabkan , jika
ijtihadnya benar maka ia mendapatkan dua kebaikan, jika ijtihadnya salah maka ia
mendapatkan satu kebaikan. Artinya islam adalah agama yang penuh rahmat bagi umat
Nabi Muhammad SAW.

Ilmu ushul fiqih selalu berkembang dari zaman ke zaman, mulai dari zaman para
sahabat sampai saat ini. para mujtahid saling mengedepankan pendapat mereka selama
pendapat tersebut tidak bertentangan dengan syariah. Ada penambahan bahkan ada juga
penyempurnaan ilmu ushul fiqih. Pada ijtihad para sahabat sampai dengan para
mujtahid setelah sahabat, terutama pada masa Imam Syafi’i mulai dari membukukan
kitab ushul fiqih yang terkenal dengan nama ar-Risalah sebagai acuan para ulama fiqih
untuk menetapkan hukum-hukum baru yang timbul di masyarakat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Definisi Ushul Fiqih

Kata "ushul fiqih" merupakan gabungan dari dua kata yaitu kata "ushul" dan kata
"fiqih". Kata "fiqih" berasal dari lafal faqiha, yafqahu, fiqhan, yang berarti mengerti,
atau paham. Secara istilah fiqih adalah Ilmu tentang hukum-hukum syara' yang bersifat
amaliah yang digali dan dirumuskan dari dalil- dalil tafsili. Sedangkan kata "ushul"
yang merupakan jamak dari kata "ashal" (‫ )أصل‬yang secara etimologi berarti "sesuatu
yang menjadi dasar bagi yang lainnya".Ushul fiqih adalah ilmu pengetahuan tentang
kaidah-kaidah yang membawa kepada usaha merumuskan hukum dari dalil-dalil yang
terperinci.1

Ushul fiqih secara istilah teknik hukum yang berarti: "Ilmu tentang kaidah-kaidah
yang membawa kepada usaha merumuskan hukum syara' dari dalilnya yang terinci,"
atau dalam artian sederhana adalah: "Kaidah-kaidah yang menjelaskan cara-cara
mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-dalilnya".

Menurut Abdul Wahab Khallaf, ushul fikih adalah pengetahuan tentang kaidah-
kaidah dan kajian-kajian yang digunakan untuk menemukan hukum-hukum syara’ suatu
perbuatan yang diperoleh dari dalil-dalilnya yang terperinci.

Abu Zahrah mengatakan bahwa ilmu ushul fikih adalah pengetahuan tentang
kaidah-kaidah yang menjelaskan kepada mujtahid tentang metode-metode untuk
mengambil hukum-hukum suatu perbuatan dari dalil-dalil yang terperinci.

1
Muktar Yahya dan Fatchurrahma, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqih
Islam,(Bandung:Al-Ma’afif, 1996), h. 17
2
Seorang ulama ushul besar al- Amidi mendefinisikan ushul fiqih adalah dalil- dalil
fiqih dari segi penunjukannya kepada hukum- hukum syara’ serta bagaimana orang-
orang yang kompeten menegakkan hukum dari dalil- dalil secara global, bukan secara
spesifik (tafshili).

Menurut istilah yang digunakan oleh para ahli ushul fiqih ini, ushul fiqih itu
adalah suatu ilmu yang membicarakan berbagai ketentuan dan kaidah yang dapat
digunakan dalam menggali dan merumuskan hukum syari'at islam dari sumbernya.
Dalam pemakaiannya, kadang-kadang ilmu ini digunakan untuk menetapkan dalil bagi
sesuatu hukum, kadang-kadang untuk menetapkan hukum dengan mempergunakan dalil
ayat-ayat Al-quran dan Sunnah Rasul yang berhubungan. dengan perbuatan mukallat,
dirumuskan berbentuk "hukum fiqh" (ilmu fikih) supaya dapat diamalkan dengan
mudah.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka ushul fikih juga dikatakan sebagai kumpulan
kaidah atau metode yang menjelaskan kepada ahli hukum islam (fukaha) tentang cara
menetapkan, mengeluarkan atau mengambil hukum dari dalil- dalil yurak, yakni al-
Qur'an dan Hadis Nabi atau dalil- dalil yang disepakati para ulama.

B. Sejarah Munculnya Aliran dalam Ushul Fiqih

a. Ushul Fiqih pada masa Rasulullah

Ushul fiqih baru lahir pada abad kedua hijriah. Pada abad ini daerah kekuasaan
umat Islam semakin luas dan banyak orang yang bukan arab memeluk agama Islam.
Karena itu banyak menimbulkan kesamaran dalam memahami nash, sehingga dirasa
perlu menetapkan kaidah-kaidah bahasa yang dipergunakan dalam membahas nash,
maka lahirlah ilmu ushul fiqih, yang menjadi penuntun dalam memahami nash.

Ushul fiqih telah ditemukan pada masa hidup Rasulullah saw. sendiri. Rasulullah
saw. dan para sahabat berijtihad dalam persoalan- persoalan yang tidak ada pemecahan
wahyunya. Ijtihad tersebut tetap dilakukan sahabat dalam bentuk sederhana, tanpa
persyaratan rumit seperti yang dirumuskan para ulama di kemudian hari.

Contoh ijtihad yang dilakukan oleh sahabat adalah ketika dua orang sahabat
bepergian, kemudian tibalah waktu shalat. Sayangnya mereka tidak punya air untuk
wudhu. Keduanya lalu bertayamum dengan debu yang suci dan melaksanakan shalat.
Kemudian mereka menemukan air pada waktu shalat belum habis. Salah satu
mengulang shalat sedangkan yang lain tidak. Keduanya lalu mendatangi Rasulullah saw.
dan menceritakan kejadian tersebut. Kepada yang tidak mengulangi. Rasulullah bersabda:
“Engkau telah memenuhi sunnah dan shalatmu secara mencukupi.” Kepada orang yang
berwudhu dan mengulangi shalatnya, Rasulullah saw. menyatakan: "Bagimu dua
pahala."

3
b. Ushul Fiqih pada masa Sahabat

Meninggalnya Rasulullah saw, memunculkan tantangan bagi para sahabat.


Munculnya kasus- kasus baru menuntut sahabat untuk memecahkan hukum dengan
kemampuan mereka atau dengan fasilitas khalifah. Sebagian sahabat sudah dikenal
memiliki kelebihan di bidang hukum, di antaranya Ali bin Abi Thalib, Umar bin
Khattab, Abdullah Ibn Mas'ud, Abdullah Ibn Abbas, dan Abdullah bin Umar. Karir
mereka berfatwa sebagian telah dimulai pada masa Rasulullah saw. sendiri.

Periode sahabat, dalam melakukan ijtihad untuk melahirkan hukum, pada


hakikatnya para sahabat menggunakan ushul fiqih sebagai alat untuk berijtihad. Hanya
saja, ushul fiqih yang mereka gunakan baru dalam bentuknya yang paling awal, dan
belum banyak terungkap dalam rumusan- rumusan sebagaimana yang kita kenal
sekarang.

Pada era sahabat ini digunakan beberapa cara baru untuk pemecahan hukum, para
sahabat telah mempraktikkan ijma, qiyas, dan istishlah (maslahah mursalah) bilamana
hukum suatu masalah tidak ditemukan secara tertulis dalam al-Qur'an dan as-Sunnah.
Pertama, khalifah biasa melakukan musyawarah untuk mencari kesepakatan bersama
tentang persoalan hukum. Musyawarah tersebut diikuti oleh para sahabat yang ahli
dalam bidang hukum. Keputusan musyawarah tersebut biasanya diikuti oleh para
sahabat yang lain sehingga memunculkan kesepakatan sahabat. Kedua, sahabat
mempergunakan pertimbangan akal (ra'yu), yang berupa qiyas dan maslahah.
Penggunaan ra'yu (nalar) untuk mencari pemecahan hukum dengan qiyas dilakukan
untuk menjawab kasus-kasus baru yang belum muncul pada masa Rasulullah saw.
Qiyas dilakukan dengan mencarikan kasus-kasus baru contoh pemecahan hukum yang
sama dan kemudian hukumnya disamakan.

Secara umum, sebagaimana pada masa Rasulullah saw., ushul fiqih pada era
sahabat masih belum menjadi bahan kajian ilmiah. Sahabat memang sering berbeda
pandangan dan berargumentasi untuk mengkaji persoalan hukum. Akan tetapi, dialog
semacam itu belum mengarah kepada pembentukan sebuah bidang kajian khusus
tentang metodologi. Pertukaran pikiran yang dilakukan sahabat lebih bersifat praktis
untuk menjawab permasalahan. Pembahasan hukum yang dilakukan sahabat masih
terbatas kepada pemberian fatwa atas pertanyaan atau permasalahan yang muncul,
belum sampai kepada perluasan kajian hukum Islam kepada masalah metodologi.

c. Ushul Fiqih pada masa Tabi'in

Pada periode tabi'in lapangan istinbath atau perumusan hukum semakin meluas
karena begitu banyaknya peristiwa hukum yang bermunculan. Dalam masa itu beberapa
orang ulama tabi'in tampil sebagai pemberi fatwa hukum terhadap kejadian yang
muncul, umpamanya Sa'id ibn Musayyab di Madinah dan Ibrahim al-Nakha'i di Irak.
Masing-masing ulama ini mengetahui secara baik ayat-ayat hukum dalam Al-Qur'an
dan mempunyai koleksi yang lengkap tentang hadis Nabi. Jika mereka tidak
menemukan jawaban hukum dalam Al-Qur'an atau hadis, sebagian dari mereka
mengikuti metode maslahat dan sebagian mengikuti metode qiyas. Usaha istinbath

4
hukum yang dilakukan Ibrahim al-Nakha'i dan ulama Irak lainnya mengarah kepada
mengeluarkan 'Illat hukum dari nash dan menerapkannya terhadap peristiwa yang lama
yang baru bermunculan kemudian hari.

d. Ushul Fiqih pada masa Imam-Imam Mujtahid Sebelum imam syafi'

Abu Hanifah dalam usaha merumuskan fiqihnya menggunakan metode tersendiri.


Ia menetapkan Al-Qur'an sebagai sumber pokok, kemudian hadis Nabi, berikutnya
fatwa sahabat. Ia mengambil hukum-hukum yang telah disepakati para sahabat. Dalam
hal-hal yang ulama sahabat berbeda pendapat, ia memilih satu di antaranya yang
dianggap lebih kuat. Abu Hanifah tidak mengambil pendapat ulama tabi'in sebagai dalil
dengan pertimbangan bahwa ulama tabi'in itu berada dalam satu masa dengannya.
Metodenya dalam menggunakan qiyas dan istihsan terlihat nyata sekali.

Imam Malik menempuh metode ushuli yang lebih jelas menggunakan tradisi yang
hidup di kalangan penduduk Madinah, sebagaimana dinyatakan dalam buku dan
risalahnya. Terlihat usahanya menolak hadis yang dihubungkan kepada Nabi karena
hadis itu menyalahi nash Al- Qur'an. Imam Malik lebih banyak menggunakan hadis
dibandingkan Abu Hanifah, mungkin karena begitu banyaknya. hadis yang dia temukan.
Dalam penggunaan qiyas, ia memberikan persyaratan yang begitu berat. Tetapi di balik
itu, Imam Malik menggunakan maslahat mursalah yang tidak digunakan ulama jumhur
sebagai imbangan dari istihsan yang digunakan Abu Hanifah. Metode yang digunakan
Imam Malik dalam merumuskan hukum syara' merupakan pantulan dari aliran Hijaz,
sebagaimana metode yang digunakan Abu Hanifah merupakan pantulan dari aliran Irak.

C. Perkembangan Aliran dalam Ushul Fiqih

Orang yang pertama-tama mengumpulkan tulisan ushul fiqih yang masih


bercampur dengan kodifikasi fiqih Islam menjadi suatu perangkat ilmu yang terpisah
lagi berdiri sendiri (menurut Ibnu Nadim) adalah Abu Yusuf, salah seorang murid Imam
Abu Hanifah. Namun tulisan tersebut tidak sampai kepada kita untuk dikaji lebih lanjut.
Adapun orang-orang yang pertama mengodifikasikan pembahasan dan kaidah-kaidah
ilmu ushul fiqih dalam suatu kitab yang sangat berharga dan dapat dikaji oleh generasi
sekarang adalah Imam Muhammad Idris al- Syafi'i. Karya beliau yang kemudian
dituturkan kembali oleh muridnya Al- Rabi' al- Muradi, bernama Al- Risalah.

Di dalam bukunya ini beliau menguraikan Al- Qur'an, penjelasan Sunnah terhadap
Al- Qur'an, dari hal ijtihad, qiyas, dan sebagaimana yang berhubungan dengan dasar-
dasar beristinbat. Karena kitab singkat tetapi merupakan kitab ushul fiqih yang pertama
dibukukan orang dan yang dapat sampai kepada kita, maka beliaulah yang terkenal
sebagai perintis ilmu ushul fiqih.

Kemudian, muncullah beberapa ulama untuk melanjutkan penyusunannya ilmu


ushul fiqih. Sebagian mereka menyusun kembali ilmu ini lebih sempurna dan sebagian
lain ada yang memberikan komentar secara luas kitab-kitab ushul fiqih yang terdahulu,

5
ada yang mengumpulkan beberapa kitab ushul fiqih dalam suatu kitab dan ada pula
yang meringkasnya. Mereka itu adalah, antara lain:

1. Imam Abu Hamid al- Gazali (wafat pada tahun 505 H) telah menyusun Kitab ushul
fiqih yang diberi nama al- Mustasfa.

2. Imam Saifuddin al- Amidi (wafat pada tahun 631 H) telah menyusun kitab yang
diberi nama Al- Ihkam fi ushûl al- Ahkam.

3. Imam Muzaaffaruddin al-Bagdadi al-Hanafi (wafat pada tahun 694 H) telah


mengumpulkan kedua kitab ushul karya al-Bazdawi al- Hanafi dengan karya al-Amidi,
al-Syafi'i, yakni Al-Ihkam.

4. Abu Ishaq al- Syatibi (wafat pada tahun 780 H) telah menyusun kitab ushul fiqih
yang lengkap. Karya besar ini membahas qaidah-qaidah ushuliyah juga dijelaskan
maksud syar'i dalam memberikan beban kepada orang mukalaf. Padahal, pembahasan
terakhir ini mungkin pernah dibahas oleh pengarang ushul fiqih sebelumnya secara
mendalam. Kitab yang mudah menyusun bahasanya ini dan jelas tujuannya ini bernama
al- Muwafaqat.

5. Imam Muhammad bin Ali al- Syaukani (wafat pada tahun 1255 H) telah menyusun
kitab ushul fiqih dengan ringkas, namun tuntas dengan diberi nama Irsyad al- Fuhul.

6. Syaikh Muhammad al- Hudari Bik (wafat pada tahun 1345 H) juga. menyusun secara
ringkas dengan nama Ushul al- Fiqh

Imam Syafi'i dalam metepapkan hukum mengunakan metode yaitu dengan


menggunaka Al-Quran, Sunnah, Ijmak, dan menggunakan al-Qiyas dan at-Takhyir bila
menghadapi ikhtilaf. Dengan adanya perbedaan metode dari para ulama ini,
menimbulkan berbagai macam aliran, diantaranya2

1. Aliran Jumhur

Aliran ini dikenal juga dengan aliran Syafi'iyah atau aliran Mutakalimin. Aliran
ini dikenal dengan aliran jumhur ulama karena merupakan aliran yang dianut oleh
mayoritas ulama dari kalangan Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hanabilah terutama dalam
cara penulisan ushul fiqih. Disebut aliran Asyafi'iyah karena orang yang paling utama
mewujudkan cara penulisan ushul figh seperti ini adalah Imam Syafi'i, dan dikenal
aliran Mutakalimin karena para pakar di bidang ini setelah Imam Syafi'i adalah dari
kalangan Mutakalimin (para ahli ilmu kalam), misalnya Imam al- Juwaini, al- Qadhi
Abdul Jabber, dan al- Imam al- Ghazali.

Beberapa ciri dari aliran ini adalah bahwa pembahasan ushul fiqih disajikan secara
rasional, filosofis, teoretis, tanpa disertai contoh, dan murni tanpa mengacu kepada
mazhab fiqih tertentu yang sudah ada. Kaidah-kaidah ushul fiqh mereka rumuskan tanpa

2
Mardani, Ushul Fiqih, hal. 16-18
6
peduli apakah mendukung mazhab fiqih yang mereka anut atau justru berbeda, bahkan
bertujuan untuk dijadikan timbangan bagi kebenaran mazhab fiqih yang sudah terbentuk.

2. Aliran Hanafiyah

Adalah aliran yang dikemukakan oleh kalangan ulama Hanafiyah. Disebut aliran
Fuqaha (ahli-ahli fiqih) karena dalam sistem penulisannya banyak diilustrasikan oleh
contoh-contoh fiqih. Dalam menguraikan kaidah ushul figh mereka berpedoman kepada
pendapat-pendapat fiqh Abu Hanifah dan pendapat-pendapat para muridnya serta
melengkapinya dengan contoh- contoh.

3.Aliran Campuran

Adalah aliran yang menggabungkan antara dua aliran di atas dalam


perkembangan selanjutnya, muncul aliran ketiga yang dalam penulisan ushul fiqih
menggabungkan dua aliran tersebut, misalnya:

D. Tokoh Aliran dalam Ushul Fiqih

1. Imam Hanafi

Imam Hanafi memiliki nama asli Nu'man bin Tsabit bin Zuta bin Mahan At-Taymi,
(Abu Hanifah) lahir di Kufah, Irak pada 80 H/699 M. Di antara kitab yang masyhur dan
menjadi rujukan penting itu ialah Zhahirur Riwayat. Kitab ini berisi pendapat Abu
Hanifah mengenai masalah pokok masailul ushul yang dikumpulkan oleh murid dan
sahabatnya. kitab tersebut terdiri dari 6 kitab, yaitu Kitab al-Mabsuth, Kitab al-Jami'ush
Shaghir, Kitab al-Jami'ul Kabir,Kitab as-Sairu ash-Shaqhir, Kitab as-Sairul Kabir, dan
Kitab az-Zidayat. Selain kitab-kitab yang menghimpun pandangan Imam Hanafi
tersebut, terdapat karya lainnya misalnya saja Kitab Masa-ilun Nawadhir, al-Fatawa al-
Waqi'at, al-Musnad, al-Makharij, Fiqih al-Akbar, al-Faraidh, dan asy-Syuruth yang di
dalamnya berbicara persoalan muamalah.

Dalam menetapkan hukum ia menggunakan metode berdasarkan Al-Qur'an,


sunnah rasul,fatwa sahabat, qiyas, istihsan, ijma', dan 'urf (adat kebiasaan orang muslim
dalam suatumasalah tertentu yang tidak ada nashnya dalam Al-Qur'an, sunnah, dan
belum ada praktiknya pada masa sahabat).

2. Imam Maliki

Imam Maliki nama lengkapnya ialah Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin
Abi Amir bin Amr bin Al- Haris bin Ghaiman bin Jutsail bin Amr bin Al- Haris Dzi
Ashbah, lahir di Madinah pada 93 H dan wafat pada 14 Rabiul Awal 179 H. Landasan
utama bagi mazhab Maliki adalah Kitab al- Muwaththa dan pendapat-pendapat yang
disebut samma'at atau riwayat dari Imam Malik yang diriwayatkan oleh murid-
muridnya, dalam menetapkan sumber hukum mazhab Maliki menggunakan nash (Al-
Qur'an dan sunnah rasul yang mutawattir ), zhahir nash, dalil nash (mafhum

7
mukhalafah), amal perbuatan pendudukan Madinah, Khabar ahad (yang dirawikan
seseorang), ijma', fatwa sahabat, qiyas, istihsan, syadz dari'ah (menutup jalan yang
membawa kerusakan), mura'atul khilaf (menghormati pendapat), istishab (berpegang
pada hukum semua), dan maslahah al- mursalah (syariah sebelum Islam).

3. Imam Syafi'i

Imam Syafi'i memiliki nama lengkap Muhammad bin Idris asy-Syafi'i lahir di Gaza,
Palestina pada 150 H/767 M dan meninggal di Fustat, Kairo 204 H/820 M. Jika
berdasarkan jumlah penganutnya, mazhab ini merupakan mazhab terbesar nomor dua
setelah mazhab Hanafi. Karya dari Imam Syafi'i adalah Ar-Risalah dan Kitab Al Umm.
Sumber penetapan hukum mazhab Syafi'i menggunakan Al-Qur'an, sunnah rasul, ijma'
dan qiyas. Mazhab ini berada di tengah-tengah antara mazhab Hanafi dan mazhab
Maliki yang sangat kontras.

4. Imam Hambali

Imam Hambali memiliki nama lengkap Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin
Hilal bin Asad Al- Marwazi Al Baghdadi. Lahir pada Rabi'ul Awwal 164 H di Bagdad
dan wafat pada 12 Rabiul Awwal 241 H. Karya dari Imam Hambali ialah Kitab Al-
Musnad, Az- Zuhud, Fadhail Ahlil Bait, Jawabatul Qur'an, Al Imaan, Ar- Radd'alal
Jahmiyyah, Al Asyribah dan Al- Faraidh.

Sumber ketentuan hukum yang digunakan ialah berpegang pada kelima ushul,
yaitu nash dari Al- Qur'an dan sunah, fatwa sahabat, ijtihad sahabat yang lebih dekat
dengan Al- Qur'an dan sunnah, mengambil hadis mursal dan dhaif serta lebih
diutamakan dari qiyas.

E. Karya dalam Bidang Ushul Fiqih

Karya buku-buku dari aliran Syafi'iyah

1. Ar-Risalah dan Kitab Al Umm karya Imam Syafi'i


2. Kitab al- Amd, karya Qadhi Abdul Jabber al- Mu'tazili (w. 415 H).
3. Kitab al- Mu'tamad fi Ushul Fiqh, karya Abu al- Husein al- Bashri al-Mu'tazili (w.
436 H).
4. Kitab al- Burhan fi Ushul Figh, karya al- Imam Haramain (w. 478 H).
5. Kitab al- Mushtashfa fi Ilm Ushul Fiqh, karya Abu Hamid al- Ghazali (w. 505 H).
6. Kitab al- Mahsul fi Ilm Ushul, karya al- Fakhr al- Raji (544-607 H).

Karya buku-buku dari aliran Hanafiyah

1. Kitab Ta'sis al- Nazhar, karya Abu Zaid al- Dabbusi (w. 430 H).
2. Kitab Ushul al- Bazdawi, karya Ali bin Muhammad al- Bazdawi (w. 438 H).

8
3. Kitab Ushul al- Syarakhshi, karya Abu Bakr Syams al- Aimmah al- Syarakhshi
(w.483 H).

Karya buku-buku aliran yang menggabungkan antara dua aliran di atas:

1. Kitab Badi' al- Nizam, karya Ahmad ibn Ali al- Sa'ati al- Baghdadi (w. 694 H) yang
menghimpun Kitab Ushul al- Bazdawi dan Kitab al- Ihkam karya al- Amidi (w. 631 H).

2. Kitab Tangihul Ushul, karya Syekh Sadrus Syariah Abdullah bin Mas'ud al Bukhari
(w. 747 H) yang diberi syarah yang berjudul al- Taudhih. Dalam kitab tersebut
menghinpun Kitab Ushul al- Bazdawi,Kitab Mashul karya al- Razi, dan Kitab
Mukhtashar karya Ibnu Hajib. Kitab Jam'u al- Jawami', karya Tajuddin Abdul
Wahhabas- Subki al- Syafi'i (w. 771 Η). d. Kitab al-Tahrir, karya Kamaluddin Ibnul
Humam (w. 861 Η).

3. Kitab Muslimus Tsubut, karya Muhibullah ibn Abdus Syakur al-Hindi.

PENUTUP

Ushul fiqih adalah Ilmu tentang kaidah-kaidah yang membawa kepada usaha
merumuskan hukum syara' dari dalilnya yang terinci," atau dalam artian sederhana
adalah: "Kaidah-kaidah yang menjelaskan cara-cara mengeluarkan hukum-hukum dari
dalil-dalilnya. Perbedaan metode yang dilakukan oleh para ulama-ulama terdahulu
dalam menentukan suatu hukum, melahirkan aliran-aliran dalam ushul fiqih. Aliran
tersebut yaitu aliran Syafi'iyah, Hanafiyah dan aliran campuran. Di mana aliran-aliran
tersebut telah menghasilkan karya-karya yang begitu banyak, yang dapat di jadikan
acuan bagi para ulama masa kini dalam menghadapi persoalan di masyarakat, sehingga
memudahkan kita dalam belajar tentang ushul fiqih.

DAFTAR PUSTAKA

Atmaja, F.K. (2018).Perkembangan Ushul Fiqh Dari Masa Ke Masa.

Havy, Abdul. (2014). Pengantar Ushul Fiqih. Jakarta:Pustaka Al-Kautsar

Ma’rifah, N. (2013).USHUL FIQIH DAN TIPOLOGI PENELITIAN HUKUM ISLAM

Mardani. Ushul Fiqih.

Nurhayati,Ali Imran.(2018).Fiqih dan Ushul Fiqih..Jakarta:PRENADA MEDIA


GROUP

Syarifudin, Amir. (2014). Ushul Fiqih Jilid 1.Jakarta:PRENADA MEDIA GROUP


9
Wafi, H. (2020). Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqih.

Yahya,Fatchurrahma.(1996).Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islam.Bandung:Al-


Ma’afif

Zulhamdi, Z. (2018).PERIODISASI PERKEMBANGAN USHUL FIQH. At-Tafkir.

10

Anda mungkin juga menyukai