PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Sahal Abdul Fattah, ‘itab al-Rosul fi al-Qur’an, (Damaskus: Dar al-Qalam, 2004), h.43 dan 54.
1
Hadis bertambah menjadi tiga, yaitu al-Qur‟an, al-Sunnah dan hasil ijtihad
sahabat. Setelah generasi sahabat, ijtihad semakin berkembang. Hal ini ditandai
dengan lahirnya para mujtahid besar seperti Ibnu Syihab al-Zuhri, Umar bin
Abdul Aziz dan para pembesar ulama yang lain. Perkembangan pesat ini terus
terjadi mulai abad dua sampai empat hijriah. Masa ini dikenal dengan periode
pembukuan sunnah dan fikih dan munculnya mujtahid-mujtahid handal yang
kemudian populer dengan sebutan para imam mazhab, yaitu Imam Malik, Imam
Abu Hanifah, Imam Syafi‟I dan Imam Ahmad Bin Hambal.
Ketika itu, kawasan Islam semakin luas dan ajarannya pun semakin
mewarnai kehidupan manusia bukan hanya kehidupan bangsa arab,akan tetapi
juga „ajam atau non arab. Kondisi ini memicu timbulnya berbagai persoalan baru
yang belum tersentuh oleh teks-teks al-Qur‟an dan al-Hadits secara langsung.
Kondisi inilah yang melatari terbukanya pintu ijtihad secara luas guna mencari
solusi hukum yang belum tersentuh dengan berbagai perangkat ijtihad yang
menjadi ciri-khas masing-masing mazhab yang turut memengaruhi timbulnya
perbedaan pendapat dalam menyimpulkan hasil penalaran mereka. Imam Abu
Hanifah dan murid-muridnya misalnya yang berada di Irak, landasan hukum
mereka selain al-Qur‟an, al-Qadis, dan ijma‟, mereka juga menekankan qiyas dan
istihsan, sedang Imam Malik, selain menggunakan al-Qur‟an, al-Hadis dan ijma‟,
beliau lebih memberikan porsi pada penggalian hukum melalui metode al-
Maslahah al- Mursalah dan tradisi penduduk Madinah.2
2
Bazroh Jamhar, Konsep Maslahat dan Aplikasinya dalam penetapan Hukum Islam, (Semarang:
PPs. IAIN Walisingo,2012), cet. 1, h. 5.
2
Iklim beragama yang tidak sehat tersebut diperparah dengan tenggelamnya
para pakar hukum yang mempunyai kemampuan dan keunggulan seperti yang
dimiliki oleh para mujtahid sebelumnya sehingga tidak ada lagi yang mendapat
predikat mujtahid mutlaq, yang ada hanya mujtahid yang mengikuti atau
Muntasib pendapat mazhab sebelumnya atau mujtahid yang hanya menguatkan
pendapat Imam sebelumnya tanpa melahirkan produkproduk hukum baru. Sampai
kemudian muncul kembali penggagas hukum baru melalui perangkat-perangkat
ijtihad seperti Imam al-Syȃtibi dan lain-lain yang juga mewarnai perkembangan
konsep ijtihad kontemporer yang dibangun oleh para pemikir islam seperti Imam
Abduh, Dr. Yusuf Qordowi, Dr. Wahbah Zuhaili, Dr. Ramadhan al-Buthi, Dr. Ali
Jum‟ah dan lain-lain. Mereka ini membawa harapan baru di dunia ijtihad.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang dapat penulis rumuskan agar pembahasan dalam makalah ini
dapat tersusun secara lebih sistematis dan terarah adalah sebagai berikut :
1. Apa itu orientasi ijtihad?
2. Apa itu orientasi eksklusif & ekstrim?
C. Tujuan Penulisan
3
2. Sebagai inisiatif dalam memperkaya khazanah ilmu pengetahuan
berdasarkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki
didukung oleh literatur yang relevan.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Orientasi Ijtihad
5
Selain kedua orientasi di atas, sebagian ulama fikih berpandangan bahwa
ijtihad pada hakikatnya adalah qiyas, sebagaimana yang ditegaskan oleh Imâm al-
Syâfi‟i. Namun pandangan ini secara tegas dibantah oleh Imâm al-Ghazâli, dan
beliau menyatakan bahwa ijtihad lebih umum dan lebih luas cakupannya daripada
qiyas. Orientasi pertama lebih tepat daripada orientasi kedua, dengan argumentasi
bahwa ijtihad dapat dilakukan secara parsial.
Dalam memahami orientasi Ijtihad pada masa kini, upaya yang harus
dilakukan adalah : menjadikan semua ilmu mempunyai posisi dan nilai yang sama
sebagai objek ijtihad, tidak ada dikotomi antara satu ilmu dengan ilmu yang lain.
ilmu agama tidak dianggap lebih atau kurang dari ilmu ekonomi, ilmu fisika tidak
lebih rendah atau lebih tinggi dari ilmu hukum, ilmu kedokteran tidak lebih
rendah atau lebih tinggi dari ilmu sosiologi. Demikian juga halnya dengan semua
ilmu yang ada.
Konsep ijtihad yang proyektif dan prospektif ini mencakup tiga aspek
penting:
6
kepemimpinan Nabi saw dalam menyampaikan risalah, mengajar dan memberi
fatwa hukum.
Yaitu sasaran dan tujuan ijtihad, menuntut bahwa seluruh potensi ijtihad,
baik yang bersifat nalar maupun teknis diarahkan untuk sampai kepada kehendak
Ilahi tentang status hukum suatu peristiwa. Aspek terakhir ini mengilhami
perlunya pembagian ijtihad ke dalam ijtihad teoritis dan ijtihad praktis yang
dinamakan sebagai ijtihad tathbîqî atau ijtihad tanzîlî.4
4
Ibid, hlm. 8.
7
3) Tahap penerapan hasil pemahaman al-Qur‟an dan hadis tersebut ke dalam
realita kehidupan nyata dengan cara pembuatan perundang-undangan dan
peraturan teknis yang diperlukan. Menurut Mukhyar Fanani, Istilah ushul
fiqh yang populer kendati tidak persis sama disebutnya dengan : Ijtihad
istinbath dan ijtihad tathbiqi.
1. Orientasi Eksklusif
8
3. Orientasi eksklusif dalam bisnis:
Suasana jabatan hasil pembiasaan diri dari seseorang akan melahirkan model
orientasi pribadi dalam karier atau jabatan. Holland menyebutkan bahwa ada
enam model orientasi pribadi, antara lain sebagai berikut:
2) Orientasi Intelektual
3) Orientasi Pelayanan
Pribadi orang ini pada umumnya cerdik bergaul dan berbicara, responsif,
mempunyai perhatian terhadap orang lain, mendapatkan dorongan, dan bersifat
religius.
4) Orientasi Pengabdian
9
sanggup mencapai tujuannya dengan menyesuaikan kebutuhan akan
ketergantungan pada atasan, ini tampak pada efektivitasnya melakukan tugasnya
yang terakhir.
5) Orientasi Pengaturan
6) Orientasi Artistik
Pribadi orang ini cenderung bekerjasama dengan orang lain secara tidak
langsung. Orang ini lebih menyukai menghadapi keadaan sekitarnya melalui
ekspresi diri dan menghindari keadaan yang bersifat interpersonal, keteraturan,
atau keadaan yang menuntut keterampilan fisik.
Penggolongan tersebut ialah sebagai salat satu cara untuk memahami diri
dan orang lain. Bisa jadi setiap orang mempunyai bab atau unsur dari tipe
kepribadian atau orientasi jabatan tertentu, sehingga ada kemungkinan seseorang
mempunyai beberapa ciri dari banyak sekali tipe atau orientasi, namun biasanya
ada satu yang cukup menonjol.
2. Orientasi Ekstrim
Orientasi ekstrim adalah frasa yang muncul dalam beberapa konteks berbeda.
Berikut beberapa kemungkinan interpretasi:
10
pemahaman tentang visi misi universitas, nilai-nilai yang ditanamkan, program
bimbingan, dan gambaran perkuliahan. Semua aktivitas tersebut bertujuan untuk
meningkatkan kesiapan mahasiswa dalam menjalani hari-harinya di jurusan
masing-masing.
2) Moderasi Beragama :
11
c) Polarisasi Keyakinan Keagamaan : Ini adalah bentuk ekstrim dari orientasi
keagamaan dimana individu terpolarisasi menjadi dua kutub ekstrim.
d) Propaganda, Kesenjangan Ekonomi, dan Politik Identitas : Ini adalah
bentuk ekstrim dari orientasi nasional yang dapat menyebabkan polarisasi
dan perpecahan.
e) Mengasihani Diri Sendiri dan Menyalahkan Diri Sendiri : Ini adalah
bentuk orientasi diri ekstrem yang dapat menyebabkan emosi dan perilaku
negative.
12
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
B. Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
Azam Muhammad Abdul Aziz & Sayyed Hawwas Abdul Wahhab S, Fiqh Ibadah,
(Jakarta: SinarGrafika offset, 2009), Cet I
Azhar Basir Ahmad , Refleksi atas persoalan keislaman, (Bandung :Mizan, 1993)
Fauzan Shalih Bin Fauzan Bin Abdullah Ali, Ringkasan Fikih Syaikh Fauzan, (
Jakarta: Pustaka Azam, 2006).
14