Anda di halaman 1dari 4

Nama : Riyadi

NIM : 61201200073

Prodi : Manajemen/1

1. Ijtihad

Pengertian Ijtihad

Kata ijtihad berasal dari kata “al-jahd” atau “al-juhd” yang berarti “al-masyoqot” (kesulitan atau
kesusahan) dan “athoqot” (kesanggupan dan kemampuan) atas dasar pada firman Allah Swt dalam QS.
Yunus ayat 9 yang artinya: ..”dan (mencela) orang yang tidak memperoleh (sesuatu untuk disedekahkan)
selain kesanggupan”.

Tetapi pengertian ijtihad dapat dilihat dari dua segi baik etimologi maupun terminologi. Dalam hal ini
memiliki konteks yang berbeda.

Ijtihad secara etimologi memiliki pengertian: “pengerahan segala kemampuan untuk mengerjakan
sesuatu yang sulit”. Sedangkan secara terminologi adalah “penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan
sesuatu yang terdekat pada kitabullah (syara) dan sunnah rasul atau yang lainnya untuk memperoleh
nash yang ma’qu; agar maksud dan tujuan umum dari hikmah syariah yang terkenal dengan maslahat.

Pengertian lain bahwa ijtihad merupakan upaya untuk menggali suatu hukum yang sudah ada pada
zaman Rasulullah Saw. Hingga dalam perkembangannya, ijtihad dilakukan oleh para sahabat, tabi’in
serta masa-masa selanjutnya sampai sekarang ini.

Sementara Imam al-Amidi mengatakan bahwa ijtihad adalah mencurahkan semua kemampuan untuk
mencari hukum syara yang bersifat dhanni, sampai merasa dirinya tidak mampu untuk mencari
tambahan kemampuannya itu. Sedangkan Imam al-Ghazali menjadikan batasan tersebut sebagai bagian
dari definisi al-ijtihad attaam (ijtihad sempurna).

Dasar-Dasar Ijtihad

Ijtihad bisa dipandang sebagai salah satu metode penggali sumber hukum. Dasar-dasar ijtihad atau
dasar hukum ijtihad ialah al-Qur’ an dan sunnah. Di dalam ayat yang menjadi dasar dalam ber-ijtihad
sebagai firman Allah Swt dalam QS. al-Nisa’:105 sebagai berikut:

Artinya: “Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya
kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu dan janganlah kamu
menjadi penantang (orang yang tidak bersalah) karena (membela) orang-orang yang khianat”.
Demikian juga dijelaskan dalan QS. al-Rum: 21:

Artinya: “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berpikir”.

Fungsi Ijtihad

Adapun fungsi ijtihad, di antaranya adalah:

1) fungsi ijtihad al-ruju’ (kembali):mengembalikan ajaran-ajaran Islam kepada al-Qur’an dan sunnah dari
segala interpretasi yang kurang relevan.

2) fungsi ijtihad al-ihya (kehidupan): menghidupkan kembali bagian-bagian dari nilai dan Islam semangat
agar mampu menjawab tantangan zaman.

3) fungsi ijtihad al-inabah (pembenahan): memenuhi ajaran-ajaran Islam yang telah di-ijtihadi oleh
ulama terdahulu dan dimungkinkan adanya kesalahan menurut konteks zaman dan kondisi yang
dihadapi.

Begitu pentingnya melakukan ijtihad sehingga jumhur ulama menunjuk ijtihad menjadi hujjah dalam
menetapkan hukum berdasarkan firman Allah Swt dalam QS. An-Nisa’: 59:

Artinya: “Jika kamu mempersengketakan sesuatu maka kembalikanlah sesuatu tersebut kepada Allah
dan Rasul-Nya”.

Perintah untuk mengembalikan masalah kepada al-Qur’an dan sunnah ketika terjadi perselisihan hukum
ialah dengan penelitian saksama terhadap masalah yang nash-nya tidak tegas. Demikian juga sabda Nabi
Saw:

Artinya: “Jika seorang hakim bergegas memutus perkara tentu ia melakukan ijtihad dan bila benar hasil
ijtihadnya akan mendapatkan dua pahala.Jika ia bergegas memutus perkara tentu ia melakukan ijtihad
dan ternyata hasilnya salah , maka ia mendapat satu pahala” (HR. Asy-Syafi’i dari Amr bin ‘Ash).

Hadis ini bukan hanya memberi legalitas ijtihad, akan tetapi juga menunjukkan kepada kita bahwa
perbedaan-perbedaan pendapat hasil ijtihad bisa dilakukan secara individuali (ijtihad fardi) yang hasil
rumusan hukumnya tentu relatif terhadap tingkat kebenaran.

2. Mazhab
Menurut bahasa, mazhab “mazhab” berasal dari shighah mashdar mimy (kata sifat) dan isimmakan (kata
yang menunjukkan tempat) yang diambil dari fi’il madhy “dzahaba” yang berarti “pergi”. Mazhab bisa
juga berarti al-ra’yu yang artinya “pendapat”. Terdapat pula pengertian mazhab menurut istilah dalam
beberapa rumusan, antara lain:

Menurut Said Ramadhany al-Buthy, mazhab adalah jalan pikiran (paham/pendapat) yang ditempuh oleh
seorang mujtahid dalam menetapkan suatu hukum Islam dari Al-Qur’an dan Hadis.

Menurut K. H. E. Abdurahman, mazhab dalam istilah Islam berarti pendapat, paham atau aliran seorang
alim besar dalam Islam yang digelari Imam seperti mazhab Imam Abu Hanifah, mazhab Imam Ahmad Ibn
Hanbal, mazhab Imam Syafi’i, mazhab Imam Malik, dan lain-lain.

Menurut A. Hasan, mazhab adalah sejumlah fatwa atau pendapat-pendapat seorang alim besar dalam
urusan agama, baik dalam masalah ibadah ataupun lainnya.

Dari beberapa pengertian di atas, bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan mazhab menurut
istilah meliputi dua pengertian, yaitu:

Mazhab adalah jalan pikiran atau metode yang ditempuh oleh seorang Imam Mujtahid dalam
menetapkan hukum suatu peristiwa berdasarkan kepada Al-Qur’an dan Hadits.

Mazhab adalah fatwa atau pendapat seorang Imam Mujtahid tentang hukum suatu peristiwa yang
diambil dari Al-Qur’an dan Hadits.

Jadi, mazhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh Imam Mujtahid dalam memecahkan
masalah, atau mengistinbathkan hukum islam. Selanjutnya Imam mazhab dan mazhab itu berkembang
pengertiannya menjadi kelompok umat Islam yang mengikuti cara istinbath Imam Mujtahid tertentu
atau mengikuti pendapat Imam Mujtahid tentang masalah hukum Islam.

Di kalangan Jumhur ada tiga belas mazhab, yang berarti telah lahir tiga belas mujtahid. Tetapi ada
sembilan imam mazhab yang paling populer dan melembaga di kalangan jumhur umat Islam dan
pengikutnya. Pada periode ini kelembagaan fikih beserta pembukuannya mulai dikodifikasikan secara
baik, sehingga memungkinkan semakin berkembang pesat para pengikutnya yang semakin banyak dan
kokoh. Mereka yang dikenal sebagai peletak ushul dan manhaj (metode) fikih adalah:

- Imam Abu Sa’id al-Hasan bin Yasar al-Bashry (wafat 110 H).

- Imam Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabr bin Zauthy (wafat 150 H).

- Imam Auza’iy Abu Amr Abd. Rahman bin ‘Amr bin Muhammad (wafat 157 H).
- Imam Sufyan bin Sa’id bin Masruq al-Tsaury (wafat 160 H).

- Imam al-Laits bin Sa’ad (wafat 175 H).

- Imam Malik bin Anas al-Ashbahy (wafat 179 H).

- Imam Sufyan bin Uyainah (wafat 198 H).

- Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’I (wafat 204 H).

- Imam Ahmad bin Hanbal (wafat 241 H).

Selain itu, masih banyak lagi mazhab lainnya yang dibina oleh para imam mazhab, seperti Imam Daud
bin Ali al-Ashbahany al-Baghdady (wafat 270 H), terkenal sebagai Mazhab Zahiry yang mengambil nisbat
kepada redaksional Al-Qur’an dan Sunnah, seperti Ishaq bin Rahawaih (wafat 238 H) dan mazhab lain
yang tidak masyhur dan tidak banyak pengikutnya, atau kurang dikenal sebagaimana lazimnya para
pengikut mazhab-mazhab masyhur yang sering tampak sebagai muqallidin.

Anda mungkin juga menyukai